Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.1)

Nama Mahasiswa : DHARUL AFANDI

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 041057475

Tanggal Lahir : 14 April 1989

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4302 / Hukum Intelektual

Kode/Nama Program Studi : 311/ Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 13 (19038) / Batam (Pokja Siantan)

Hari/Tanggal UAS THE : 5 Juli 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

DHARUL AFANDI

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : DHARUL AFANDI


NIM : 041057475
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4302/ Hukum Intelektual
Fakultas : Hukum
Program Studi : Ilmu Hukum
UPBJJ-UT : Batam (Pokja Siantan)

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Tarempa, 05 Juli 2021

Yang Membuat Pernyataan

DHARUL AFANDI
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. A. Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan
peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait,
aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain
dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air.
Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun
1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.
B. Di wilayah regional, pada bulan Desember 1995 Indonesia bergabung dengan mitra ASEAN-nya untuk menetapkan
Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN di bidang kerjasama HKI, perjanjian ini telah membangun proses kerjasama yang
formal di antara negara-negara ASEAN, yang tujuannya meliputi:
1. Memperkuat dan mempromosikan kerjasama terkait di bidang HKI, yang melibatkan lembaga-lembaga pemerintah,
sektor-sektor swasta dan lembaga-lembaga professional
2. Mengadakan pengaturan kerjasama antar anggota ASEAN di bidang HKI, menyumbangkan peningkatan solidaritas
ASEAN dan juga promosi inovasi teknologi serta pengalihan dan penyebaran teknologi
3. Menyelidiki kemungkinan pendirian sebuah sistem Paten ASEAN,termasuk sebuah kantor Paten ASEAN, jika
mungkin
4. Menyelidiki kemungkinan mendirikan sebuah sistem Merek ASEAN, termasuk kantor Merek ASEAN, jika mungkin
5. Mengkonsultasikan tentang perkembangan peraturan HKI negara-negara ASEAN dengan pandangan untuk
menciptakan standar-standar dan praktek-praktek yang konsisten dengan standar internasional. Untuk wilayah Asia
Pasifik, kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC) memiliki sebuah program aktif
kerjasama di bidang HKI, yang dikoordinasikan melalui kelompok ahli-ahli HKI APEC (Intellectual Property Right
Experts Group/IPEG). Berbeda dengan TRIPs, yang menekankan pada penetapan dan pelaksanaan aturan-
aturan yang mengikat secara hukum yang telah disetujui, penekanan dalam proses IPEG adalah pada proses
kerjasama sukarela, mengenai dasar-dasar kepentingan dan kepemilikan umum dari sitem HKI. Fokusnya pada
permasalahan penerapan praktis, termasuk bantuan teknik dengan penerapan TRIPs, dan harmonisasi administrasi.
Beberapa inisiatif IPEG termasuk:
a. Dukungan secara praktis terhadap penerapan TRIPs secara luas dari anggota APEC
b. Administrasi dan penegakan HKI yang diharmonisasikan secara lebih baik dan lebih efisien, yang didukung oleh
kesadaran masyarakat yang lebih besar dan pemanfaatan sistem HKI yang lebih terlatih dalam perdagangan dan
sektor-sektor publik
c. Dialog kebijakan dan pertukaran informasi mengenai permasalahan HKI yang sedang muncul
d. Respon secara praktis terhadap kebutuhan yang diidentifikasikan pada administrasi HKI yang dipersingkat.
C. sejak ditandatanganinya Trade Related Aspects of Intellectual Property (TRIPs), perlindungan HKI semakin ketat dan
diawasi oleh suatu badan yang bernaung di dalam sistem World Trade Organisation (WTO) yang disebut dengan
Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Board/DSB). Globalisasi ekonomi juga telah mendorong para
pelaku terutama kalangan pengusaha untuk memperluas target pasar mereka ke negara-negara lain yang potensial di
seluruh dunia. Ekspansi tersebut harus didukung oleh upaya untuk meningkatkan daya kompetisi produk mereka di
negara tujuan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mendapatkan perlindungan HKI untuk produk-produk yang
mereka pasarkan.

2. Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri
(untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan
kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu
sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai
gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu.

B. Sejarah Perkembangan Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI)

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah
Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844.
Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912).
Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for
the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary
and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan
perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam
ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku
selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana
ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di
Batavia ( sekarang Jakarta ), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad
yang berada di Belanda.

Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional
pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur
tentang pengajuan semetara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17
yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.

Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang
merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan pasal 24, UU No. 21 Th. 1961, yang
berbunyi "Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah
undang-undang ini diundangkan". Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU
Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini, setiap tanggal 11
November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961 juga telah ditetapkan sebagai Hari KI Nasional.

Pada tanggal 10 Mei1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris Convention for the Protection of Industrial
Property (Stockholm Revision 1967)] berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam
Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah
ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1).

Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta ( UU Hak Cipta 1982)
untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk
mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra serta
mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI
membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan
Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI,
perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah
terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan,
antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di
tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya
pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.

Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No.
12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan
atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat
membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.

Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral
di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari UU tersebut.

Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta,
Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan
salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.

Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten, yang selanjutnya disahkan
menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai
berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa
pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU
Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan
suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan
nasional secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat penting. Pengesahan UU
Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam
negeri. Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem KI, termasuk paten, di
Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk
menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.

Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992),
yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994
Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade
Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights(Persetujuan TRIPS).

Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang
KI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992.

Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang KI, yaitu UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang KI dengan Persetujuan TRIPS,
pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun
2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002
tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.

C.

D. Teori serta metode yang di bidang ilmu pengetahuan dan matematika tidak berbentuk suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi. Yang dapat diberi paten hanyalah teknologi berupa produk maupun proses
pembuatan produk tersebut. Yang dimaksud dengan "proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau
hewan" adalah proses penyilangan yang bersifat konvensional atau alami, misalnya melalui teknik stek, cangkok, atau
penyerbukan yang bersifat alami. Yang dimaksud dengan "proses non-biologis atau proses mikrobiologis untuk
memproduksi tanaman atau hewan" adalah proses memproduksi tanaman atau hewan yang biasanya bersifat
transgenik/ rekayasa genetika yang dilakukan dengan menyertakan proses kimiawi, fisika, penggunaan jasad renik,
atau bentuk rekayasa genetika lainnya.

c. Suatu invensi dapat dipatenkan bila invensi yang bersangkutan mengandung unsur atau memenuhi syarat-
syarat:
1) Invensi tersebut harus baru (novelty);
2) Invensi tersebut mengandung langkah inventif (inventive step);
3) Invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri (industrial applicability).

Tidak semua Invensi dapat dilindungi Paten. Agar mendapatkan perlindungan Paten, suatu Invensi harus
memenuhi persyaratan: invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam
industri.

Sedangkan, Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi:


1) proses atau produk yang pengumuman, penggunaan, atau pelaksanaannya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
2) metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/ atau pembedahan yang diterapkan terhadap
manusia dan/atau hewan;
3) teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;
4) makhluk hidup, kecuali jasad renik; atau
5) proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis
atau proses mikrobiologis.
d. Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi:
1) proses atau produk yang pengumuman, penggunaan, atau pelaksanaannya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
2) metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/ atau pembedahan yang diterapkan terhadap
manusia dan/atau hewan;
(penjelasan : yang di maksud dengan :metode pemeriksaan” merupakan metode diagnosa. Yang di
maksud dengan “metode perawatan” merupakan metode perawatan untuk medis. Dalam hal
pemeriksaan, perwatan, pengobatan, dan pembedahan tersebut menggunakan peralatan kesehatan,
ketentuan ini hanya berlaku bagi Invensi metodenya saja, sedangkan peralatan kesehatan termasuk
alat, bahan, maupun obat, tidak termasuk dalam ketentuan ini.)
3) teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;
4) makhluk hidup, kecuali jasad renik; atau
(Penjelasan: Makhluk hidup mencakup manusia. Hewan, atau tanaman, sedangkan jasad renik adalah
makhluk hidup yang berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat secara kasat mata melainkan harus
dengan bantuan mikroskop, misalnya amuba, ragi, virus, dan bakteri.)
5) proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis
atau proses mikrobiologis.
(Penjelasan: yang di maksud dengan “proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman
atau hewan” adalah proses penyilangan yang bersifat konvensional atau alami misalnya melalui teknik
stek, cangkok, atau penyerbukan yang bersifat alami. Yang di maksud dengan “proses non-biologis
atau proses mikrobiologis untuk memproduksi tanaman atau hewan” adalah proses memproduksi
tanaman atau hewan yang biasanya bersifat transgenik/rekayasa genetika yang di lakukan dengan
meyertakan proses kimiawi, fisika, penggunaan jasad renik, atau bentuk rekayasa genetika lainnya.)
3. a. Jenis Permohonan Design Industri untuk Konfigurasi Lampu Taman yaitu Kombinasi lebih dari satu
bentuk tiga dimensi yang menyusun benda/produk secara keseluruhan, termasuk ornamen , bentuk
bulatan lampu, tiang lampu, sisi konektor listrik pada tiang lampu, dll.

b. Gugatan pembatalan A tidak memiliki landasan yang kuat menurut saya jika di sandingkan dengan
UU No 31 tahun 2000 tentang desain idustri. Karena PT X telah memesan jasa A untuk membuatkan
design Lampu Taman , dan tercantum jelas di surat pesanan Perjanjian tertulis antara keduanya. Dan
PT X yang membayar jasa design Lampu taman pada si A telah lebih dulu mendaftarkan desain lampu
Taman tersebut ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, dan permohonan tersebut diterima
dengan diterbitkannya Sertifikat Desain Industri kemudian oleh PT X dilisensikan kepada PT Y dan
royaltinya dibayar pertermin waktu.
c. Perlindungan terhadap desain industri di Indonesia berlaku untuk 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan yang
ditentukan dalam pasal 5 Undang-Undang Desain Industri. Dinyatakan dalam keterangan pemerintah bahwa
waktu 10 (sepuluh) tahun ini dianggap cukup memadai mengingat perkembangan di bidang industri mengalami
perubahan yang cepat sesuai dengan tuntutan masa. Dengan perkataan lain lewat dari 10 (sepuluh) tahun,
maka karena perubahan keadaan fashioned atau out of date. Desain industri tidak dapat lagi dianggap
memenuhi kriteria estetika keindahan yang menjadi salah satu syarat adanya desain industri.
Hak desain industri dapat juga dialihan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang
Desain Industri, yaitu pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan. Adapun yang dimaksud dengan sebab-sebab lain sebagaimana ditegaskan
dalam penjelasan pasal 31 Undang-Undang Desain Industri, yaitu misalnya putusan pengadilan yang
menyangkut kepailitan. Disamping pengalihan atas dasar tersebut diatas, hak atas desain industri dapat juga
dialihkan dengan lisensi. Akan tetapi perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan
akibat yang merugikan perekonomian persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang Desain Industri, jika hal itu terjadi maka Direktorat Jendral wajib menolak pencatatan perjanjian lisensi
tersebut.
Hak desain industri dapat pula berakhir sebelum waktunya karena adanya pembatalan. Pembatalan
pendaftaran desain industri tersebut bisa terjadi karena permintaan pemegang hak desain industri dan bisa
juga karena adanya gugatan perdata dari pihak lain. Pembatalan pendaftaran desain industri berdasarkan
permintaan hak desain industri diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang Desain Industri. Berdasarkan Pasal 37
ini, pemegang hak desain industri mempunyai hak untuk membatalkan pendaftaran desain industrinya.
Pembatalan hak desain industri ini hanya dapat dilakukan bila mendapat persetujuan secara tertulis dari
penerima lisensi hak desain industri yang tercatat dalam daftar umum desain industri.

4. A. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau
bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya
oleh pemilik Rahasia Dagang.

Apa saja lingkup perlindungan Rahasia Dagang?

Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode
penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan
tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Bagaimana pelanggaran Rahasia Dagang terjadi?

Pelanggaran Rahasia Dagang terjadi apabila:


1) seseorang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang
bersangkutan;
2) seseorang memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang dengan cara yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Dalam hal desain industry yang telah terdaftar di ketahui tidak memiliki unsur kebaruan (novelty) maka
upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan permohonan pembatalan atas
pendaftaran desain industri yang bersangkutan. Menurut UU Desain Industri, pembatalan pendaftaran
tersebut hanya dapat di lakukan dengan 2 (dua) cara.
1) Melalui mekanisme ketentuan pasal 37 ayat (1) UU Desain Industri, yakni 89 pembatalan
pendaftaran dapat di lakukan oelh pemegang hak desain industry itu sendiri yang di sebabkan
dikemudian hari ternyata desain industry terdaftar tersebut melanggar pasal 4 UU Desain Industri,
yakni bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum,
agama, dan kesusilaan.
2) Kedua, melalui mekanisme Pasal 38 ayat (1) UU Desain Industri, yakni pembatalan pendaftaran
yang dilakukan oleh pihak yang berkepentingan yang disebabkan desain industri terdaftar tersebut
bertentangan dengan Pasal 2 tentang syarat unsur kebaruan (novelty) yang harus dipenuhi dari
suatu desain industri dan bertentangan dengan Pasal 4 UU Desain Industri, sebagaimana yang
telah juga disebutkan di atas.

C. Perbedaan Rahasia Dagang dengan HaKI Lain


Ada dua perbedaan pokok antara rahasia dagang dengan bentuk HaKI lain seperti hak cipta, paten dan
merek,yaitu antara lain:
1) Bentuk HaKI lain tidak bersifat rahasia. Bentuk HaKi lain mendapata perlindungan lain karena
merupakan jenis kekayaan yang dimiliki orang lain. Rahasia dagang menadapatkan perlindungan
karena sifat rahasianya menyebabkan rahasia itu bernilai komersial.
2) Rahasia dagang mendapat perlindungan meskipun tidak mengandung nilai kreativitas atau pemikiran
baru. Yang penting adalah rahasia dagang tersebut tidak diketahui secara umum.
3) Bentuk HaKi lain selalu berupa bentuk tertentu yang dapat ditulis,digambar atau dicatat secara persis
sesuai dengan syarat pendaftaran intansi pemerintahan. Rahasia dagang tidak semestinya ditulis.
Yang penting , bukan bentuk tulisan atau catatan informasi yang persis tetapi penggunaan konsep ,ide
atau informasinya sendiri yang dapat diberikan kepada pihak lain secara lisan.

Anda mungkin juga menyukai