Anda di halaman 1dari 20

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN GINEKOLOGI KANKER SERVIKS

OLEH:
IDA AYU PUTRI SARASWATI
2002621016

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KONSEP DASAR KANKER SERVIKS

1. Definisi
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus yang berbentuk silindris, menonjol
dan berhubungan dengan vagina melaui ostium uteri eksternum (Februanti, 2019).
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan penyakit keganasan atau
neoplasma pada daerah leher rahim yang disebabkan oleh infeksi virus HPV (Human
Papiloma Virus) (Fitrisia et al, 2019). Menurut Wan (dalam Susianti & Aulia, 2017)
karsinoma serviks atau kanker serviks merupakan tumor ganas yang menyerang
sistem reproduksi wanita dan dapat menyebar (metastase) ke organ lain seperti
kelenjar limfe kavum pelvis. Kanker serviks didefinisikan sebagai suatu keganasan
pada reproduksi wanita (leher rahim – serviks) yang umumnya terjadi akibat infeksi
virus HPV.
2. Epidemiologi
Menurut Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia dan Badan Kesehatan Dunia,
diperkirakan terjadi peningkatan sebesar 300% kejadian kanker di dunia pada tahun
2030 (WHO dalam Fitrisia et al, 2019). Kejadian kanker serviks pada tahun 2018
menempati peringkat keempat tertinggi kanker pada wanita dengan perkiraan kasus
baru mencapai 570.000 kasus dan mewakili 6,6% dari semua kanker (WHO dalam
Wanitini & Indrayani, 2019). Sekitar 90% kematian akibat kanker serviks terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2013, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000
penduduk atau sekitar 330.000 orang. Insiden kanker serviks di Indonesia sebesar 17
per 100.000 perempuan (Riskesdas, 2013).
3. Etiologi/Faktor predisposisi
Kejadian kanker serviks sering dihubungkan dengan infeksi HPV, terutama subtipe
HPV 16 (55,4%) dan HPV 18 (3,1%) yang menjadi penyebab dari 70% kasus kanker
serviks (Marlina et al, 2016; Puteri, 2020). Human pappiloma virus diketahui sebagai
penyebab terjadinya kanker serviks yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual,
infeksi virus lain, dan personal hygiene (Kusumawati et al, 2016). Menurut Fowler &
Jack (2020), faktor risiko penularan virus HPV dan kejadian kanker serviks meliputi
usia pertama kali berhubungan seksual, riwayat berganti pasangan seksual, merokok,
herpes simpleks, HIV, koinfeksi dengan infeksi alat kelamin dan penggunaan
kontrasepsi oral. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks
antara lain
a. Faktor genetik
Keluarga dengan riwayat kanker serviks dapat meningkatkan resiko dua
sampai tiga kali lebih tingi daripada mereka yang tidak memiliki riwayat
keluarga. Selain itu, kelainan genetik memiliki peran dalam karsiogenesis dan
agresivitas keganasan sekitar 32-34%
b. Perilaku seksual
Usia awal melakukan hubungan seksual dan jumlah pasangan seksual
berhubungan dengan kemungkinan serviks terpapar faktor karsinogen lebih
tinggi dan lebih lama. Wanita yang pertama kali melakukan hubungan seksual
<20 tahun memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang infeksi virus HPV
c. Faktor reproduksi
Jumlah paritas yang lebih tinggi, usia dini pada kelahiran pertama dan jumlah
persalinan pervaginam menimbulkan trauma berulang pada serviks selama
kelahiran anak menjadi faktor penyebab kanker serviks. Wanita yang
mengalami kehamilan pertama sebelum usia 17 tahun hampir dua kali lebih
mungkin mengalami kanker serviks daripada wanita yang menunggu hamil
sampai usia 25 tahun
d. Kebiasaan merokok
Wanita perokok dengan durasi dan intensitas yang tinggi menunjukan
peningkatan dua kali lipat beresiko serviks intraepithelial neoplasia grade 3
(NIS 3) atau karsinoma in situ (KIS). Wanita yang merokok memiliki resiko
dua kali lebih tinggi mengalami kanker serviks
e. Penggunaan kontrasepsi oral
Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang lebih 5 tahun memiliki resiko
lebih tinggi dan akan kembali normal 10 tahun setelah kontrasepsi oral
dihentikan
f. Riwayat penyakit menular seksual (PMS)
Infeksi klamidia dan herpes simpleks menyebabkan peradangan kronis dan
perubahan mikroulseratif pada epitel serviks yang berperan dalam inisiasi dan
progeresi kanker
g. Imunosupresi kronis
Wanita dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) stadium lanjut
memiliki resiko tinggi kanker serviks karena perkembangan lesi pra kanker
menjadi kanker invasif lebih cepat. Infeksi HIV dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh sehingga tidak mampu melawan infeksi dan perkembangan
kanker pada tahap awal
h. Personal hygiene
Perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang dapat meningkatkan resiko
penularan infeksi HPV. Wanita dengan kebiasaan personal hygiene (terutama
organ reproduksi) yang kurang memiliki resiko 19 kali lebih tinggi untuk
terserang infeksi HPV – kanker serviks. Wanita perlu menjaga kebersihan
organ reproduksi seperti membasuh vagina dari depan ke belakang,
mengeringkan dengan lap bersih, mengganti celana dalam minimal dua kali
sehari, menghindari penggunaan antiseptik, menjaga kebersihan tangan hingga
mengganti pembalut secara teratur 4-5 kali ketika siklus menstruasi
i. Faktor diet
Diet tinggi kalori dan gula, minuman manis dan daging olahan berhubungan
dengan peningkatan berat badan yang dapat menyebabkan obesitas dan
beresiko meningkatkan karsiogenesis. Mengonsumsi makanan tinggi nabati,
asupan rendah daging merah olahan, rendah makanan manis, dan mengurangi
asupan garam dapat meningkatkan prognosis kanker menjadi lebih baik pada
stadium awal
4. Patofisiologi
Kanker serviks terjadinya akibat adanya infeksi Human Papillomavirus (HPV) yang
onkogenik umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18. Risiko terinfeksi HPV dapat
meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya,
infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat
persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks.
Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung
jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak
normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Mutasi sel akan
menyebabkan berkembang menjadi kanker serviks. Proses perkembangan kanker
serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan
menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang
meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri
dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada
stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya
dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas
ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh
stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh
darah, anemis hipertensi dan adanya demam. Penyebaran dapat pula melalui
metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat
menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah
bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini
tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara
hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening
mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Manuaba,
2009).
5. Klasifikasi
Menurut The American Society Cancer (dalam Februanti, 2019) kanker serviks dan
pre-kanker leher rahim diklasifikasikan berdasarkan tampilan mikroskopis, meliputi
a. Karsinoma sel skuamosa, kanker yang berkembang dari sel-sel di eksoserviks
dan sel-sel kanker yang memiliki fitur sel-sel skuamosa. Karsinoma sel
skuamosa paling sering dimulai di zona transformasi (eksoserviks bergabung
dengan endoserviks)
b. Adenocarcinoma, kanker yang berkembang dari sel kelenjar penghasil lendir
di endoserviks dan sering terjadi dalam 20-30 tahun terakhir
c. Karsinoma adenosquamous atau campuran, kanker yang memiliki tampilan
karsinoma dan adenokarsinoma – melanoma, sarkoma, dan limfoma
Sedangkan menurut FIGO (dalam Februanti, 2019) klasifikasi stadium kanker
meliputi
0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop. Semua lesi yang
terlihat secara makroskopik, mesikpun invasi hanya superfisial, dimasukkan ke
dalam stadium IB
A1 Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3,0 mm dan 7,0 mm atau
kurang pada ukuran secara horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm dengan penyebaran
horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik lesi
lebih besar dari IA2
IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0cm atau
kurang
IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai dinding panggul atau
mencapai 1/3 bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0cm atau
kurang
IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0cm
IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina dan/atau
menimbulkan hidronefrosis atau disfungsi ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul
IIIB Tumor meluass sampai ke dinding panggul dan/atau menimbulkan hidronefrosis
atau disfungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau meluas keluar
panggul kecil (true pelvis)
IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritonea, keterlibatan dari kelenjar
getah bening supraaklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau
tulang
6. Gejala klinis
Kanker serviks pada stadium awal biasanya tidak menimbulkan gejala apapun
(asimptomatis). Gejala fisik kanker serviks biasanya ditemukan pada penderita kanker
stadium lanjut, meliputi (Ariani, 2015; Nuratif & Kusuma, 2015; Padila, 2015)
a. Keputihan yang berlebihan dalam waktu lama dan berbau
b. Perdarahan spontan pervaginam, saat defekasi atau setelah berhubungan
seksual
c. Perdarahan pasca menopause
d. Siklus menstruasi yang lebih panjang dan jumlah darah lebih banyak
e. Nyeri di area tubuh bawah – pinggang, pinggul atau panggula
f. Gangguan berkemih
g. Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual (contact
bleeding)
h. Anemia
i. Penurunan berat badan
7. Pemeriksaan fisik
a. Pada pemeriksaan keadaan umum, pasien tampak lemah (letargi) dan pucat;
perubahan denyut nadi, tekanan darah dan peningkatan suhu tubuh
b. Pada pemeriksaan leher biasanya ditemukan pembesaran kelenjar limfa
(limfadenopati)
c. Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan ketidaknyamanan saat palpasi (nyeri)
d. Pada pemeriksaan organ reproduksi, biasanya ditemukan perdarahan
pervaginam (spontan ataupun hematuria), keputihan purulen berbau, massa
pada serviks atau vagina (stadium lanjut), serviks teraba membesar dan lunak
8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang membantu dalam penegakkan diagnosa
kanker serviks meliputi (Kemenkes, 2016)
a. Inspeksi visual asam (IVA), merupakan tes visual dengan larutan asam asetat
2% dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang
terjadi setelah dilakukan olesan. Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan
untuk wanita pasca menopause. Hasil tes IVA dinyatakan positif jika
ditemukan adanya area berwarna putih (acetowhite) dengan permukaan yang
meninggi (batas jelas sekitar zona transformasi)
b. Pap smear, yaitu pemeriksaan usapan pada leher rahim untuk mengetahui
adanya perubahan sel-sel yang abnormal melalui pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan ini menjadi salah satu bentuk skrining atau pemeriksaaan dini
kanker serviks. Pap smear dapat dilakukan bila tidak dalam keadaan haid
ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim
minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan 3
tahun setelah berhubungan seksual dan dilakukan setiap tahun hingga usia 30
tahun. Bila pada 2-3 kali pemeriksaan hasil normal, maka pemeriksaan
selanjutnya dianjurkan setiap 2 tahun sekali setelah usia 30 tahun.
c. Uji DNA-HPV, dilakukan dengan menggunakan lidi kapas atau sikat kecil
untuk mengambil sampel pada bagian atas vagina dan ostium serviks. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi HPV, dan jika menunjukkan
hasil positif biasanya akan dilakukan pemeriksaan kolposkopi
d. Servikografi, merupakan salah satu metode pendokumentasian kanker serviks.
Pengambilan gambar dilakukan dengan kamera berukuran kecil (35mm)
setelah objek ditetesi larutan asam asetat 5% dan dinyatakan positif (ada lesi
serviks) jika hasil menunjukan perubahan warna merah muda menjadi putih.
Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut deteksi dini kanker serviks dan
biasanya dilakukan di daerah yang minim spesialis sitologi
e. Kolposkopi, merupakan pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan bantuan
lensa pembesaran untuk melihat kelainan sel epitel dan pembuluh darah pada
serviks jika ditemukan hasil pap smear abnormal dan sebagai penuntun
tindakan biopsi
f. Biopsi serviks, merupakan tindakan pengambilan sampel jaringan serviks
yang kemudian akan diperiksa menggunakan mikroskop untuk mengetahui
adanya kelainan pada epitel serviks. Tindakan ini dapat dilakukan dengan
beberapa teknik, diantaranya kuretase endoserviks dan biopsi kerucut (cone
biopsy). Hasil biopsi pre kanker akan dilaporkan dalam bentuk CIN 1 (mild
dysplasia), CIN 2 (moderate dyslapsia) dan CIN 3 (severe dysplasia,
karsinoma in situ)
g. CT Scan atau MRI, meurpakan pemeriksaan gambaran abdomen atau pelvis
untuk menilai adanya penyebaran lokal dari tumor (metastase) atau terkenanya
nodus limfa regional
h. Pemeriksaan CA125 (Cancer antigen 125), merupakan zat (protein) penanda
tumor yang digunakan untuk mengetahui adanya pralesi tumor atau kanker.
i. Pemeriksaan darah lengkap, dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
perdarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks melalui kadar
hemoglobin, hematokrit, trombosit, hingga nilai kecepatan pembekuan darah
9. Diagnosis/Kriteria diagnosis
Penegakkan diagnosis kanker serviks membutuhkan beberapa tahapan meliputi
ditemukannya gejala klinis seperti keputihan, perdarahan pervaginam, gangguan
berkemih dan nyeri; adanya pembesaran limfe ataupun organ lain pada pemeriksaan
fisik dan adanya hasil dari pemeriksaan penunjang (pada pemeriksaan mikroskopis
akan diklasifikasikan dengan FIGO Classification). Perubahan dini pada serviks
(khususnya Cervical Intrapithelial Neoplasia – CIN) dapat dideteksi sebelum
berkembang menjadi kasus karsinoma invasif dengan cara skrining menggunakan pap
smear, tes HPV dan skrining visual (asam asetat atau larutan lugol iodine).
Sedangkan, diagnosa definitif ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi jaringan serviks
(Kemenkes, 2016; Puteri, 2020)
10. Terapi/Tindakan penanganan
a. Penatalaksanaan medis umum yang dapat dilakukan pada kasus kanker serviks
meliputi (Ariani, 2015; Susianti & Aulia, 2017)
1) Operasi atau pembedahan, merupakan pilihan untuk penderita kanker stadium I
dan II seperti tindakan radical trachelectomy (pengambilan leher rahim),
histerktomi total (pengangkatan leher rahim), histerektomi radikal
(pengangkatan jaringan di sekitar serviks), salpingo-ooforektomi
(pengangkatan saluran tuba dan ovarium), hingga pengambilan kelenjar getaj
bening dekat serviks
2) Radioterapi, merupakan pengobatan kanker menggunakan pancaran sinar
radiasi untuk membunuh sel kanker dengan cara menghancurkan materi genetik
yang mengendalikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Pada pasien kanker
serviks, radioterapi yang diberikan dapat berupa radioterapi radikal,
paraoperasi maupun pascaoperasi
3) Kemoterapi, digunakan untuk terapi kanker stadium sedang dan lanjut pra-
operasi atau kasus rekuran metastasis. Pengobatan ini menggunakan bahan
kimia untuk menghentikan atau menghambat pertumbuhan sel kanker dalam
tubuh, namun juga dapat membahayakan sel normal yang membelah dengan
cepat sehingga menimbulkan efek samping (risiko tinggi terpapar infeksi,
merasa lelah, rambut rontok, mual dan penurunan nafsu makan)
4) Krioterapi, meurpakan metode yang digunakan untuk destruksi lapisan epitel
serviks dengan proses pembekuan (freezing) dengan suhu kurang dari -20℃
selama 6 menit, serta menggunakan gas N2O dan CO2. Pada umumnya, wanita
yang telah diperiksa dengan metode IVA dan dinyatakan positif langsung
diberikan pengobatan pada saat itu dengan metode krioterapi. Pasca terapi
krioterapi sebagian besar tidak mengalami masalah, tapi ada juga yang
mengalami keluar cairan bening bercampur darah, biasanya berlangsung
selama 4-6 minggu.
5) Elektrokauter, merupakan tindakan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan
lesi prakarsinomapada zona transformasi dengan alat elektrokauter atau
radiofrekuensi dengan melakukan. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke
laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara
histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan
6) Diatermi elektrokoagulasi, merupakan penanganan kanker yang dapat
memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika dibandingkan dengan
elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini
memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm,
tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat
luas.
b. Penatalaksanaan kanker serviks dalam keperawatan dapat berupa pemberian
edukasi dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi
kecemasan serta ketakutan pasien. Selain itu perawat perlu mendukung
kemampuan klien dalam perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan dan
mencegah komplikas Intervensi keperawatan kemudian difokuskan untuk
membantu klien mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang
realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan kualitas sumber
daya keluarga dan komunitas, dan menemukan kekuatan diri untuk menghadapi
masalah (Reeder, 2013).
11. Komplikasi
Menurut National Health Service (2016), beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita kanker serviks meliputi
a. Komplikasi langsung, berupa penyumbatan usus (obstruksi ileus),
vesikovaginal fistula, penyumbatan saluran kencing (obstruksi ureter),
hidronefrosis, gagal ginjal, anemia, infeksi sistemik, trombositopenia
b. Komplikasi tidak langsung – yang berhubungan dengan tindakan atau
pengobatan
˗ Operasi: perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung
kemih maupun usus
˗ Radiasi: melena (BAB berdarah), hematuria (urine berdarah), cystitis
radiasi (infeksi saluran kencing efek radiasi)
˗ Kemoterapi: mual muntah, diare, aloepsia (kebotakan), penurunan
berat badan dan luka pada daerah suntikan
12. Pencegahan
Menurut Susianti dan Aulia (2015), terdapat cara untuk mencegah terjadinya kanker
serviks yaitu
a. Pencegahan Primer
Pencegahan dengan vaksinasi lebih baik diberikan sebelum terjadinya pajanan
terhadap HPV, yakni sebelum berhubungan seksual. Vaksinasi ini dapat
memberikan perlindungan setidaknya selama 4,5 tahun setelah dilakukan 3
kali injeksi dalam rentang waktu 6 bulan. Vaksinasi yang sekarang tersedia
hanya mampu untuk mencegah infeksi HPV tipe 16,18,6 dan 11 sehingga pap
smearyang berkala tetap harus dilakukan.
b. Pencegahan Sekunder
Tes pap smear dan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) dapat
mendeteksi perubahan epitel pada fase prakarsinoma (sebelum menjadi
karsinomaserviks). Bila ditemukan pada fase prakarsinoma, keberhasilan
terapi mendekati 100%
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku, alamat, tanggal MRS dan pengkajian serta sumber informasi
Identitas penanggungjawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat
dan hubungan dengan klien
b. Riwayat penyakit, meliputi keluhan utama saat MRS dan sekarang (nyeri,
keputihan yang lama, atau perdarahan pervaginam) dan riwayat penyakit
sekarang
c. Riwayat obstetri dan ginekologi
˗ Pengkajian riwayat menstruasi meliputi umur menarche, siklus dan lamanya
menstruasi, banyaknya (berapa kali mengganti pembalut), keluhan dan HPHT
˗ Riwayat pernikahan meliputi pernikahan keberapa dan lamanya menikah
˗ Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu meliputi anak ke berapa,
kehamilan (umur kehamilan dan penyulit), persalinan (jenis, penolong, dan
penyulit), komplikasi nifas (laserasi, infeksi, dan perdarahan), dan anak (jenis
kelamin, BB, Pj)
˗ Riwayat kehamilan saat ini meliputi status obstetrikus (GPA), UK (umur
kehamilan), TP, dan ANC kehamilan ini
˗ Riwayat Keluarga Berencana meliputi meliputi jenis akseptor yang digunakan,
lama penggunaannya, dan masalah yang dirasakan dalam penggunaan
kontrasepsi
˗ Riwayat penyakit klien dan keluarga
d. Pola fungsional kesehatan meliputi pola pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan
metabolik, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola tidur dan istirahat, pola
perseptual, pola persepi – konsep diri, pola seksualitas dan reproduksi, pola peran
dan hubungan, pola manajemen koping dan stres hingga pola nilai dan keyakinan
e. Pemeriksaan fisik
˗ Keadaan umum meliputi nilai GCS, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital (TD,
nadi, RR, suhu), dan BB, TB, LILA
˗ Pemeriksaan head to toe
f. Data penunjang seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan keluhan skala dan
intensitas nyeri dengan standar nyeri serta ekspresi wajah nyeri
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet kurang ditandai dengan nyeri abdomen, perubahan nilai IMT ataupun
berat badan, perubahan bising usus dan keluhan mual muntah
c. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit ditandai dengan
perubahan aktivitas seksual dan kesulitan dalam aktivitas seksual
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan Pemberian Analgesik 1. Pengkajian nyeri diperlukan
dengan agen cedera ditandai keperawatan selama ….x 24 jam a. Tentukan lokasi, karakteristik untuk menyesuaikan jenis,
dengan keluhan skala dan diharapkan keluhan nyeri dapat dan keparahan nyeri sebelum dosis serta rute pemberian
intensitas nyeri dengan standar diatasi dengan kriteria hasil mengobati pasien analgesik yang sesuai
nyeri serta ekspresi wajah Kontrol Nyeri b. Tentukan pilihan obat analgesik 2. Sebelum melakukan
nyeri a. Mampu menyebutkan sesuai karakteristik nyeri pemberian obat kepada
penyebab nyeri c. Cek anjuran pengobatan (dosis, pasien, lakukan prinsip 6
b. Menggunakan tindakan jenis obat, dan frekuensi Benar
pengurangan nyeri tanpa pemberian) 3. Monitor respon sebelum dan
analgesik d. Monitor respon pasien (termasuk sesudah untuk menilai dan
c. Menggunakan obat pengurang tanda-tanda vital) sebelum dan mengevaluasi efek dari
nyeri dengan tepat sesudah pemberian obat pemberian analgesik
d. Melaporkan rasa nyeri yang Manajemen Nyeri 4. Jika pasien penrah
terkontrol a. Lakukan pengkajian mengenai menggunakan teknik non
Pengetahuan Manajemen Nyeri kontrol nyeri yang pernah farmakologi sebelumnya dan
a. Mengetahui tanda gejala nyeri dilakukan tidak berhasil, anjurkan
b. Mengetahui strategi untuk b. Pertimbangkan keinginan pasien penggunaan teknik non
mengontrol dan mengurangi untuk berpartisipasi farmakologi yang lain
nyeri c. Ajarkan penggunaan teknik non- 5. Keinginan pasien untuk
c. Mengetahui penggunaan farmakologi, seperti relaksasi berpartisipasi akan
analgesik dengan tepat nafas dalam, relaksasi otot memengaruhi keberhasilan
d. Mengetahui teknik relaksasi progresif, atau terapi musik terapi yang diberikan
yang tepat (Sesuai pilihan pasien) 6. Sesuaikan terapi dengan
d. Sediakan lingkungan yang aman kemampuan, kebutuhan dan
dan nyaman sebelum melakukan kesukaan pasien
relaksasi 7. Berikan teknik non-
e. Monitor keefektifan pemberian farmakologis sebagai
terapi pendukung terapi
farmakologis yang diberikan,
bukan sebagai pengganti
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah diberikan asuhan Manajemen nutrisi 1. Pemberian nutrisi harus
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama ….x 24 jam a. Tentukan status gizi pasien dan disesuaikan dengan diagnosa

berhubungan dengan asupan diharapkan nutrisi dapat terpenuhi kemampuan pasien medis – untuk menghindari
dengan kriteria hasil b. Atur diet yang diperlukan sesuai adanya perburukan kondisi
diet kurang ditandai dengan
Status nutrisi dengan kondisi pasien 2. Sesuaikan jenis dan jumlah
nyeri abdomen, perubahan
a. Asupan nutrisi pasien adekuat c. Ciptakan lingkungan yang makanan yang diperlukan
nilai IMT ataupun berat
b. Tingkat hidrasi pasien optimal saat makan pasien untuk mencapai berat
badan, perubahan bising
adekuat d. Berikan obat-obatan antiemetik badan ideal
usus dan keluhan mual c. IMT pasien dalam rentang sebelum makan, jika diperlukan 3. Lingkungan yang bersih dan
muntah normal e. Anjurkan pasien untuk makan bebas dari serangga dapat
Keparahan mual & muntah sedikit tapi sering untuk meningkatkan keinginan
a. Frekuensi mual berkurang (≤5 mengurangi mual makan pasien
kali dalam sehari) 4. Pemberian obat antiemetik
b. Frekuensi muntah berkurang dapat dilakukan untuk
(≤3 kali dalam sehari) mengurangi munculnya rasa
c. Tidak ada rasa panas di perut mual ketika makan
5. Makan sedikit tapi sering
dapat mengurangi intensitas
mual pada pasien dengan tetap
memperhatankan intake yang
adekuat
3. Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan Konseling seksual 1. Bina hubungan saling percaya
seksualitas berhubungan keperawatan selama ….x 24 jam a. Bangun hubungan terapeutik, di awal kegiatan untuk

dengan penyakit ditandai diharapkan nutrisi dapat terpenuhi didasarkan pada kepercayaan dan membangun kepercayaan
dengan kriteria hasil rasa hormat pasien – konseling lebih
dengan perubahan aktivitas
Pengetahuan fungsi seksual b. Informasikan bahwa seksualitas terbuka dengan
seksual dan kesulitan dalam
a. Mengetahui perubahan fisik merupakan bagian yang penting mempertahankan privasi
aktivitas seksual
terkait dengan penyakit dalam kehidupan dan bahwa 2. Kondisi pasien kanker serviks
b. Mengetahui strategi seks yang penyakit dapat merubah fungsi akan memicu perdarahan
aman seksual pervaginam selama ataupun
c. Konsekuensi potensial dari c. Dorong pasien untuk setelah aktivitas seksual
aktivitas seksual mengungkapkan ketakutan dan 3. Berikan saran kepada pasien
d. Manfaat menunda aktivitas untuk bertanya mengenai fungsi dan pasangan untuk
seksual seksual meningkatkan komunikasi
d. Diskusikan efek kesehatan dan terkait aktivitas seksual
penyakit terhadap seksualitas 4. Dalam kegiatan konseling
e. Diskusikan modifikasi yang perlu melibatkan kedua pihak
diperlukan dalam aktivitas seksual agar informasi yang diterima
f. Libatkan pasangan pasien pada dapat tersampaikan dengan
saat konseling lebih mudah
DAFTAR PUSTAKA

Februanti, S. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Serviks: Terintegrasi dengan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) PPNI.
Yogyakarta: Penerbit Deepublish
Fitrisia, CA., Khambri, D., Utama, BI., & Muhammad, S. (2019). Analisis Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian lesi pra kanker serviks pada wanita pasangan usia subur
di wilayah kerja Puskesmas Muara Bungo 1. Jurnal Kesehatan Andalas 8(4): 33-43.
https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1147
Kemenkes, R. (2016). Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. . Komite Penanggulangan
Kanker Nasional.
Kusumawati, Y., Wiyasa, R., & Rahmawati, EN. (2016). Pengetahuan, Deteksi Dini dan
Vaksinasi HPV sebagai Faktor Pencegah Kanker Serviks di Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 11 (2): 204-213
Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
Marlina., Aldi, Y., Putra, AE., ………. & Rustini. (2016). Identifikasi type human
papillomavirus (HPV) pada penderita kanker serviks. Jurnal Sains Farmasi & Klinis
3(1): 54-63
Nuratif, A, H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Yogyakarta: MediAction.
Nurwijaya, H. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: Gramedia.
Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika
Puteri, AP. (2020). Karsinoma serviks: Gambaran Radiologi dan Terapi Radiasi. Jurnal
Cermin Dunia Kedokteran 47 (4): 277-286
Susianti & Aulia, W. (2017). Pengobatan Karsinoma Serviks. Jurnal Majority 6 (2): 92-99
Wantini, NA & Indrayani, N. (2019). Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Inspeksi Visual
Asam Asetat (IVA). Jurnnal Ners dan Kebidanan. 6 (1): 27-34
PATHWAY CA SERVIKS
Faktor risiko
Genetik, perilaku seksual, faktor
reproduksi, merokok, kontrasepsi, PMS,
imunosupresi dan personal hygiene

Infeksi HPV

Mutasi sel

Dysplasia ringan – berat

Kanker Serviks 1

Penyebaran melalui Vaskularisasi jaringan Menembus sel epitel Merusak struktur jaringan
jaringan limfatik serviks
Peradangan endoserviks Meluas ke jaringan
Kearah parametrium dan eksoserviks pembuluh limfe dan vena Menginvasi organ lain
menuju kelenjar regional
Masuk ke traktus Nekrosis jaringan Struma serviks
limfatikus kanan Vagina Rektum
Menyebar secara Disfungsi seksual Desakan dinding
Pengaktifan termoregulasi hematogen pembuluh Fistula rektum
Fistula vagina
hipotalamus Metastase
Perdarahan spontan Infiltrasi uretra Infiltrasi jaringan
Peningkatan suhu tubuh saraf
Berduka Anemia trombositopenia
Penekanan diafragma Obstruksi kandung kemih
Hipertermia Risiko gangguan perfusi Mengaktifkan
jaringan perifer Hambatan eliminasi reseptor nyeri
Dispnea
urine
Nyeri akut
Ketidakefektifan
pola nafas
1
Cemas dengan prosedur
Ansietas Penanganan/Penatalaksanaan
dan efek samping

Kemoterapi Pembedahan Radioterapi

Merusak sel folikel Stimulasi pusat muntah Jumlah sel darah ↓ Trauma jaringan Trauma patologis Pemanasan pada
rambut (CTZ) epidermis kulit ↑
Leukosit↓ Jaringan terbuka Diskontinuitas jaringan Eritema, kering,
Alopesia Mual muntah pruritus
Resiko Infeksi Nyeri akut
Gangguan citra tubuh Mual Kerusakan integritas
kulit
Penurunan nafsu
makan
Asupan nutrisi↓

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai