Anda di halaman 1dari 28

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK GASTRITIS

OLEH:
NI PUTU JASMITA KARISMAYANI
2102621058

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2022
KONSEP PENYAKIT STROKE

1. Pengertian
Gastritis atau dikenal dengan penyakit radang lambung (maag) merupakan
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor
iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan (Huzaifah, 2017). Gastritis
didefinisikan sebagai peraddangan yang mengenai mukosa lambung yang dapat
mengakibatkan pembengkakan mukosa hingga terlepasnya epitel mukosa supersial
dan menyebabkan inflamasi (Sukarmin dalam Megawati & Nosi, 2014). Gastritis
merupakan inflamasi yang mengenai daerah dinding lambung terutama mukosa gaster
yang dapat bersifat akut dan kronik (Ndruru et al., 2019). Gastritis akut merupakan
kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda gejala yang khas.
Sedangkan gastritis kronis merupakan gastritis dengan penyebab yang tidak jelas,
multifaktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi (Rahmi dalam Megawati &
Nosi, 2014).
2. Klasifikasi
Berdasarkan sifat penyakitnya, gastritis dibedakan menjadi dua (Diyono & Mulyanti,
2016) yaitu
a. Gastritis Akut, inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar merupakan
penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang
manifestasi klinisnya adalah: - Gastritis akut erosif, apabila kerusakan yang terjadi
tidak lebih dalam dari pada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung). - Gastritis
akut hemoragic, dijumpai perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan
terjadi erosi 15 yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapa
tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut
b. Gastritis Kronis, peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun.
Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut
- Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema , serta perdarahan dan
erosi mukosa.
- Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa pada
perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia
pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel
chief.
- Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada mukosa
lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.
3. Etiologi
Inflamasi pada lambung penderita gastritis disebabkan oleh bakteri helicobacter plyori
yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan (Megawati & Nosi, 2014).
Menurut Fatmaningrum dalam (Rizky et al., 2019), penyebab gastritis dapat
dibedakan menjadi faktor internal atau kondisi yang memicu pengeluaran asam
lambung berlebih dan faktor eksternal atau kondisi yang menyebabkan infeksi dan
iritasi. Selain karena infeksi bakteri, gastritis dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti waktu makan yang tidak teratur, kebiasaan konsumsi makanan yang terlalu
berbumbu, minuman iritatif, konsumsi alkohol atau kopi, stres emosional ataupun
penggunaan obat-obatan tertentu seperti NSAID atau aspirin (Uwa et al., 2019).
4. Faktor Risiko
Penyakit gastritis dapat menyerang semua tingkat usia maupun jenis kelamin.
Menurut Rahma (dalam Nirmalarumsari & Tandipasang, 2020) terdapat beberapa
faktor risiko individu mengalami gastritis:
a. Usia, seseorang dalam usia produktif memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami
gastritis karena tingkat kesibukan dan gaya hidup yang kurang memperhatikan
kesehatan
b. Stres, individu dengan tingkat stres yang tinggi rentan mengalami gastritis karena
peningkatan produksi asam lambung yang menyebabkan ketidaknyamaman lambung
c. Pola makan, mencakup jenis makanan, frekuensi makan, kebiasaan konsumsi kopi
atau alkohol. Individu yang sering mengonsumsi makanan terlalu berbumbu (pedas,
asam) atau berminyak, pengaturan jam makan yang tidak teratur (sering terlambat
makan), sering mengonsumsi kopi atau alkohol cenderung berisiko tinggi mengalami
gastritis. Hal tersebut akan meningkatkan asam lambung dan memengaruhi
kekambuhan gastritis
d. Penggunaan obat NSAID seperti aspirin, ibuprofen, naproxen dan piroxicam secara
terus menerus ataupun berlebihan dapat menyebabkan peradangan pada lambung
dengan mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung –
gastritis dan peptic ulcer.
5. Tanda dan Gejala
Tanda gejala yang muncul pada individu dengan gastritis akan berbeda sesuai dengan
jenis gastritis yang dialami. Menurut Mulat (2016) terdapat beberapa tanda gejala
gastritis
a. Nyeri epigastrium (ulu hati)
b. Mual dan muntah
c. Kembung
d. Perdarahan saluran cerna – hematemesis dan melena
e. Anemia pasca perdarahan f. Anoreksia atau kehilangan nafsu makan

Menurut Bruner dan Suddarth (2013), tanda gejala gastritis dapat dibedakan
berdasarkan jenisnya
a. Gastritis akut, tanda gejala berlangsung cepat seperti nyeri ulu hati, sakit kepala,
lesu, mual dan muntah, cegukan, anoreksia hingga perdarahan saluran cerna
b. Gastritis kronis, kadang muncul tanpa gejala namun pada beberapa kasus muncul
anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri tekan epigastrium, anemia, rasa asam di mulut, mual
dan muntah hingga malabsorbsi vit B12 pada gastritis kronis defisiensi vitamin.
6. Patofisiologi
Pada gastritis akut, ketika terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi
lambung dengan meningkatkan sekresi mukosa berupa HCO3. Di dalam lambung,
HCO3 akan berikatan dengan NaCL dan kemudian menghasilkan HCl dan NaCO3
yang meningkatkan asam lambung. Peningkatan asam lambung ini akan
menyebabkan mual muntah dan gangguan nutrisi serta cairan & elektrolit. Iritasi
mukosa lambung akan menyebabkan inflamasi. Proses inflamasi menyebabkan edema
lambung dan peningkatan permeabilitas mukosa lambung sehingga dapat
meningkatkan diffuse balik (back difusion) asaam hidrklokrik ke dalam mukosa
lambung. Jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung maka akan
terjadi hemostatis dan kemudian sembuh. Namun, jika mukus gagal melindungi
mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi
sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjaid perdarahan yang
menimbulkan nyeri dan hipovolemik. Pada kejadian gastritis kronik, terjadi iritasi
mukosa lambung yang berulang-ulang dan penyembuhan yang tidak sempurna. Hal
tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya atopi kelenjar epitel dan hilangnya sel
pariental dan sel chief sehingga menurunkan produksi HCl, Pepsin dan lainnya serta
penipisan dinding lambung (Diyono & Mulyanti, 2013).
7. Pemeriksaan fisik dan diagnostik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan gastritis, biasanya akan ditemukan beberapa hal
seperti konjungtiva anemis, peningkatan bising usus dan nyeri tekan pada epigastrium
(Ndruru et al., 2019). Menurut Mohammed (2015) terdapat beberapa pemeriksaan
diagnostik atau penunjang untuk menentukan diagnosa pasien
a. Pemeriksaan darah, dilakukan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori dalam
darah. Hasil tes positif menunjukkan bahwa pasien memiliki riwayat kontak dengan
bakteri, namun tidak bisa digunakan untu memastikan apakah pasien terkena infeksi.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk memeriksa anemia akibat perdarahan
lambung.
b. Pemeriksaan urea breath test dan sampel feses, dilakukan untuk mengetahui infeksi
bakteri H. Pylori. Hasil positif mengindikasikan terjadinya infeksi dan perdarahan
pada lambung jika ditemukan darah
c. Endoskopi pada saluran cerna bagian atas, pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat
adanya ketidaknormalan pada saluran cerna dengan memasukkan selang kecil melalui
mulut hingga esophagus, lambung dan bagian usus kecil. Pada pemeriksaan ini, jika
ditemukan jaringan yang mencurigakan pada salurna cerna akan langsung dilakukan
pengambilan sampel (biopsi)
d. Rontgen, dilakukan untuk melihat tanda-tanda gastritis atau gangguan pencernaan
lainnya. Pada awal pemeriksaan, klien akan diminta menelan cairan barium untuk
melapisi saluran cerna dan memperjelas hasil rontgen.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan dan penatalaksanaan pada pasien gastritis dapat dibedakan menjadi
pengobatan, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.
a. Pengobatan pada pasien gastritis dilakukan dengan pemberian terapi per oral, antara lain
1) H2 blocker (Ranitidin, Famotidin, atau Simetidin) untuk menangani kelebihan asam di
lambung, menghambat pembentukan asam lambung dan menurunkan iritasi lambung
2) PPI atau proton pump inhibitor (Omeprazol atau Lansoprazol) digunakan untuk
mencegah dan mengobati luka pada lambung yang terjadi pada pengguna NSAID
3) Antasida digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-gejala
mereda
b. Penatalaksanaan medis pada gastritis dapat dilakukan dengan beberapa tindakan, antara
lain (Bruner & Suddarth, 2013)
1) menginstrusikan pasien untuk menghindari konsumsi alkohol dan makanan yang dapat
memicu peningkatan asam lambung hingga gejala mereda.
2) Jika terjadi perdarahan terus menerus, dilakukan penatalaksanaan untuk hemoragi GI
saluran atas
3) Memberikan terapi suportif – intubasi nasogastrik, agens analgesik dan sedatif, antasida
dan cairan IV
4) Endoskopi fiberoptik
5) Pembedahan darurat untuk mengangkat jaringan yang mengalami perforasi 6) Reseksi
lambung untuk mengatasi obstruksi pilorik
c. Penatalaksanaan secara keperawatan dapat dilakukan dengan tirah baring, edukasi pasien
untuk mengelola stres dengan baik serta mengatur diet dengan pasien (Dermawan &
Rahayuningsih, 2010)
9. WOC
KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK

1. Pengertian dan Tujuan Keperawatan Gerontik


Keperawatan gerontik merukapan suatu pentuk pelayanan keperawatan yang
profesional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup
biopsikosial dan spiritual, klien yang di tujua yaitu individu yang berusia lebih dari 60
tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit (Dewi, 2014). Tujuan asuhan
keperawatan usia lanjut menurut Maryam dalam Sunaryo et al (2015) yaitu :
a. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan melalui jalan perawatan dan
pencegahan.
b. Membantu mempertahankan serta memperbesar semangat hidup klien lansia
c. Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit
d. Meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan proses keperawatan
e. Melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dengan upaya promotif, preventif,
dan rehabilitatif
f. Membantu lansia menghadapi kematian dengan damai dan dalam lingkungan
yang nyaman.

2. Pengertian Lansia dan Batasan Usia Lansia


Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari proses tumbuh kembang manusia.
Seseorang dapat dikategorikan sebagai lansia apabila telah mencapai usia 60 tahun
keatas (WHO, 2016). Beberapa pendapat para ahli tentang batasan lansia adalah
sebagai berikut:
Badan kesehatan dunia (WHO) membagi lansia menjadi empat kriteria, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu usia antara 45-59 tahun
b. Usia lanjut (elderly), yaitu usia antara 60-74 tahun
c. Usia tua (old), yaitu usia antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), yaitu usia > 90 tahun.

3. Perubahan pada Lansia akibat Proses Menua


Perubahan sistem tubuh lansia adalah sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2016)
a. Perubahan-Perubahan Fisik
1) Sel Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi protein di
otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan
menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
2) Sistem persarafan, rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik,
hubungan persarafan cepat menurun, lambat dalam merespons baik dari
pergerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf
pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem pendengaran, gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran
timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena
peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stres.
4) Sistem penglihatan, timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram
(keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar
dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk
melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan
hijau pada skala pemeriksaan.
5) Sistem kardiovaskular, elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal
dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahu, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi,
tekanan darah diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer.
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh, temperatur tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks
menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot
menurun.
7) Sistem pernapasan, otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga
kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun. Ukuran alveoli melebar
dari normal dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang,
kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan
pertambahan usia.
8) Sistem gastrointestinal, kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan
waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
9) Sistem genitourinaria, ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine
menurun, proteinuria biasanya +1). Blood urea nitrogen (BUN) meningkat
hingga 22 mg, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot-otot
kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasnya menurun hingga 200
ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke
atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga kuran lebih 75% dari
besar normalnya.
10) Sistem endokrin, menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas
tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron,
serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron.
11) Sistem integument, kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan berisik, menurunnya respons terhadap trauma,
mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta
berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya
elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan
dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku
menjadi pudar dan kurang bercahaya.
12) Sistem musculoskeletal, tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin
rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi
lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor. Kecepatan dan kontraksi otot
berkurang serta otot mengecil akibat menurunnya serabut otot (Mondal, 2016).
Kekuatan dan kelenturan otot seperti kekuatan genggaman tangan dan kekuatan
kaki pada pria dan wanita mengalami penurunan. Wanita pasca menopause
memiliki laju demineralisasi tulang yang lebih besar dari pria lansia. Wanita
yang mempertahankan asupan kalsium selama hidup dan kemudian masuk pada
tahap menopause mengalami demineralisasi tulang kurang dari wanita yang
tidak mempertahankan asupan kalsium. Sistem muskuloskeletal berhubungan
dengan mobilitas dan keamanan yang dapat mempengaruhi seluruh aktivitas.
Lansia wanita lebih memiliki kontrol muskular yang kurang sehingga dapat
mempengaruhi ekstremitas bawah. Ketidakseimbangan pada posisi tegak
dipengaruhi oleh perubahan sebagai akibat penuaan, seperti berkurangnya
refleks, kerusakan fungsi proprioseptif, berkurangnya sensasi vibrasi dan posisi
tulang sendi ekstremitas bawah.
13) Sistem Reproduksi
a) Wanita
Vagina mengalami kontraktur dan mengecil, atropi pada ovarium dan uterus,
payudara atropi, vulva atropi, selaput lendir mengering, permukaan menjadi
halus, penurunan sekresi, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna
(Maryam et al., 2008).
b) Laki-laki
Organ testis masih dapat memproduksi spermatozoa, namun terjadi
penurunan produksi secara berangsur-angsur. Dorongan seksual menetap
sampai usia 70 tahun dan sebanyak ±75% laki laki usia di atas 65 tahun
mengalami pembesaran prostat (Maryam et al., 2008).
14) Sistem Sensori, perubahan sistem sensori terdiri dari perubahan pada sentuhan,
pembauan, pengecap, penglihatan dan pendengaran (Mondal, 2016). Sensitivitas
sentuhan yang terjadi pada lansia seperti berkurangnya kemampuan neuron
sensori yang secara efisien memberikan sinyal deteksi, lokasi dan identifikasi
sentuhan atau tekanan pada kulit mengalami penurunan. Lansia mengalami
kehilangan sensasi dan proprioseptif serta resepsi informasi yang mengatur
pergerakan tubuh dan posisi. Hilangnya fiber sensori, reseptor vibrasi dan
sentuhan dari ekstremitas bawah menyebabkan berkurangnya kemampuan
memperbaiki pergerakan pada lansia yang dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan dan jatuh. Perubahan pada indera pendengaran pada lansia akibat
dari perubahan dari telinga bagian dalam. Telinga bagian dalam terdiri dari
kokhlea dan organ-organ keseimbangan. Sistem vestibular bersama dengan
mata dan proprioseptif membantu dalam mempertahankan keseimbangan fisik
tubuh. Gangguan pada sistem vestibular dapat menyebabkan pusing dan vertigo
yang dapat menggangu keseimbangan.
b. Perubahan Kondisi Mental
Umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan
mental memiliki hubungan yang erat dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan,
tingkat pendidikan serta situasi lingkungan. Perubahan mental emosional yang
sering terjadi yaitu perasaan pesimis, cemas, adanya kekacauan mental akut dan
merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan. Faktor-
faktor yang menyebabkan perubahan kondisi mental adalah perubahan fisik
(khususnya kesehatan umum), tingkat pendidikan, hereditas, lingkungan, gangguan
saraf indera dan gangguan konsep diri (kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga) (Mondal, 2016).
c. Perubahan Psikososial
Secara psikososial, lansia juga mengalami perubahan yang cukup berarti, yaitu
akibat tidak siapnya lansia menghadapi masa pensiun. Identitas pensiun dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia mulai sadar atau merasakan akan
kematian yang nantinya akan mempengaruhi perubahan dalam cara hidup,
kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri dan rangkaian dari kehilangan (kehilangan hubungan
dengan teman, keluarga) serta hilangnya kemampuan atau ketegapan fisik
(Mondal, 2016).

4. Asuhan Keperawatan Gerontik


PENGKAJIAN KEPERAWATAN LANSIA
Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia
untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis
masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data yang
dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko,
sosial, dan spiritual, data yang berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan
lansia seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada.
a. Perubahan Fisik
Pengumpulan data dengan wawancara
˗ Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,
˗ Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,
˗ Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,
˗ Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran,
˗ Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,
˗ Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,
˗ Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat bermakna,
˗ Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum
obat.
Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
˗ Pengkajian sistem persyarafan meliputi kesimetrisan raut wajah, tingkat
kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan mempunyai
daya ingatan menurun atau melemah
˗ Mata meliputi pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak.
Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses
pemenuaan
˗ Ketajaman pendengaran meliputi apakah menggunakan alat bantu dengar,
tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di bersihkan,
apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.
˗ Sistem kardiovaskuler meliputi sirkulasi perifer (warna, kehangatan),
auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena jugularis,
apakah ada keluhan pusing, edema.
˗ Sistem gastrointestinal meliputi status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual,
muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang dan rongga
mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut kembung ada pelebaran
kolon, apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.
˗ Sistem genitourinarius meliputi warna dan bau urine, distensi kandung kemih,
inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan,
desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasa sakit saat buang air kecil,
kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya kecacatan sosial
yang mengarah ke aktivitas seksual.
˗ Sistem kulit/integumen meliputi kulit (temperatur, tingkat kelembaban),
keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya jaringan
parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada gangguan-gangguan umum.
˗ Sistem muskuloskeletal meliputi kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya
tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau tanpa
bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot, kemampuan melangkah
atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk.
b. Perubahan psikologis, data yang dikaji:
˗ Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,
˗ Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,
˗ Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,
˗ Bagaimana mengatasi stres yang di alami,
˗ Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,
˗ Apakah lansia sering mengalami kegagalan,
˗ Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,
˗ Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif meliputi daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
c. Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:
˗ Darimana sumber keuangan lansia,
˗ Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,
˗ Dengan siapa dia tinggal,
˗ Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,
˗ Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,
˗ Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah,
˗ Siapa saja yang bisa mengunjungi,
˗ Seberapa besar ketergantungannya,
˗ Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang ada.
d. Perubahan spiritual, data yang dikaji :
˗ Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya,
˗ Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan,
misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
˗ Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa,
˗ Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.
e. Pengkajian Khusus Pada Lansia: Pengkajian Status Fungsional dan Status
Kognitif
˗ Pengkajian status fungsional dengan menggunakan Index Katz untuk menilai
kemandirian lansia dalam melakukan pemenuhan kebutuhan (activity daily
living) dengan mencocokan kemampuan mandiri lansia dengan skor yang
diperoleh yaitu skor A sampai dengan G
˗ Pengkajian status kognitif dengan menggunakan Short Portable Mental Status
Questionaire (SPMSQ) untuk menilai fungsi intelektual lansia dan Mini
Mental State Exam (MMSE) untuk menguji aspek kognitif dari fungsi mental,
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, kemampuan mengingat kembali
serta bahasa. Pada penilaian SPMSQ, lansia akan diberikan 10 pertanyaan
sederhana seperti tanggal hari ini, tempat, umur lansia, nama presiden dan
sebagainya. Sedangkan pada penilaian MMSE, lansia akan diberikan beberapa
pertanyaan yang cukup kompleks dengan skor yang berbeda-beda
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan gerontik merupakan keputusan klinis yang berfokus pada
respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya baik lansia
sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam kelompoknya. Ada beberapa
kategori diagnosis keperawatan, yaitu tipe aktual, risiko, kemungkinan, sehat dan
sejahtera (welfare), dan sindrom. Penentuan prioritas diagnosis dapat dilakukan
berdasarkan pada tingkat kegawatan dan kebutuhan maslow.
RENCANA TINDAKAN
Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah menyusun rencana tindakan.
Rencana tindakan disesuaikan dengan gangguan yang ditemukan pada lansia seperti
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, gangguan kemanan dan keselamatan,
gangguan kebersihan diri, gangguan istirahat tidur, gangguan hubungan interpersonal
dan gangguan kecemasan
TINDAKAN KEPERAWATAN GERONTIK
Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi mempertahankan kebutuhan aktifitas pada lansia dapat berupa kegaiatan
olahraga atau exercise atau olahraga, terapi aktivitas kelompok ataupun latihan
kognitif
EVALUASI KEPERAWATAN GERONTIK
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan pelaksanaan
tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa
kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,
3. Mengukur pencapaian tujuan,
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi, adalah dengan cara membandingkan antara SOAP (Subjektive-
ObjektiveAssesment-Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
˗ S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia
setelah tindakan diberikan.
˗ O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
˗ A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
˗ P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisis.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN PENYAKIT STROKE

1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien meliputi: Nama, no. rekam medis, tempat/tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS/panti werdha,
dan diagnosa medis.
Identitas penanggungjawab: nama, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
Identitas care giver (jika ada): nama, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
b. Keluhan Utama
Mengidentifikasi gejala yang muncul saat pengkajian. Pada klien dengan stroke
umumnya mengeluhkan kelemahan atau sulit untuk menggerakan ekstremitas,
nyeri kepala, ataupun mual muntah
c. Genogram
Mengidentifikasi susunan atau silsilah keluarga dalam tiga generasi untuk
mengetahui adanya kemungkinan munculnya masalah kesehatan secara genetik
d. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Mengidentifikasi perjalanan penyakit yang dialami pasien saat ini, berapa lama
onset penyakit sudah dialami, gejala yang dialami selama menderita penyakit saat
ini dan perawatan yang sudah dijalani untuk mengobati penyakit saat ini.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengidentifikasi status kesehatan anggota keluarga yang lain, apakah ada keluarga
yang mengalami sakit serupa atau penyakit lainnya seperti hipertensi, diabetes
melitus ataupun stroke
f. Riwayat Lingkungan Hidup
Mengidentifikasi pengaruh lingkungan terhadap kesehatan pasien, faktor
lingkungan yang ada keterkaitanya dengan sakit yang dialami pasien saat ini dan
kemungkinan masalah yang dapat terjadi akibat pengaruh lingkungan. Data
pengkajian dapat meliputi kebersihan dan kerapian ruangan, penerangan, sirkulasi
udara, kondisi kamar mandi, pembuangan air kotor, sumber air minum,
pembuangan sampah, sumber pencemaran, penataan halaman, dan resiko jatuh.
g. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengidentifikasi perjalanan penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh pasien.
Data yang dapat dikaji berupa penyakit yang pernah diderita seperti hipertensi,
stroke sebelumnya, penyakit jantung, riwayat diabetes melitus ataupun riwayat
trauma kepala, riwayat alergi, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di RS, riwayat
pemakaian obat. Apakah klien memiliki kebiasaan yang buruk misalnya merokok,
minum kopi, alkohol, atau sering makan daging.
h. Riwayat Rekreasi
Mengidentifikasi kegiatan yang sering dilakukan klien untuk menghilangkan
kejenuhan.
i. Sumber/Sistem Pendukung yang Digunakan
Mengidentifikasi sistem penunjang pada kien, misalkan asuransi kesehatan yang
dimiliki.
j. Deskripsi Hari Khusus
Mengidentifikasi hari tertentu yang memiliki makna lebih bagi lansia, misalnya
hari khusus untuk puasa atau meditasi
k. Tinjauan Sistem
1) Keadaan umum
Mengidentifikasi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran secara kualitatif ataupun dengan GCS, pemeriksaan tanda-tanda
vital (tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan), mengukur tinggi badan dan
berat badan, serta postur tulang belakang lansia (tegap, membungkuk, kifosis,
skoliosis dan lordosis)
2) Kepala
Mengidentifikasi kesimetrisan bentuk kepala, kebersihan dan kerontokan
rambut, serta keluhan seperti sakit kepala, nyeri dan sebagainya
3) Mata
Mengidentifikasi adanya kelainan atau penurunan fungsi penglihatan.
Identifikasi kemungkinan adanya konjungtiva anemis, sklera ikhterik,
strabismus, pengelihatan kabur, peradangan, katarak, penggunaan kacamata,
serta keluhan yang dirasakan
4) Telinga
Mengidentifikasi kelainan atau penurunan fungsi pendengaran, kebersihan
telinga atau keluhan lainnya
5) Hidung dan Sinus
Mengidentifikasi fungsi penciuman pasien, kesimetrisan hidung, adanya lesi,
luka tekan, fraktur pada hidung serta keluhan lainnya
6) Mulut dan Tenggorokan
Mengidentifikasi kondisi mukosa mulut, gigi berlubang atau hilang (ompong),
penggunaan gigi palsu, kotoran gigi dan mulut, adanya luka pada mulut,
pembengkakan, kesulitan menelan makanan atau minuman, dan radang
tenggorokan.
7) Leher
Mengidentifikasi kondisi leher, ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid,
distensi vena jugularis, nyeri pada tengkuk dan keluhan lainnya.
8) Payudara
Mengidentifikasi kesimetrisan payudara atau dada, adanya benjolan, adanya
lesi dan luka tekan serta cairan yang keluar dari payudara pasien.
9) Jantung dan Paru-paru
Mengidentifikasi kondisi dada secara umum, suara nafas tambahan, suara
jantung tambahan, ictus cordis atau keluhan lainnya.
10) Abdomen
Mengidentifikasi kondisi abdomen (distended/flat/lainnya), nyeri tekan pada
perut pasien, adanya lesi, luka tekan, massa pada abdom dan keluhan nyeri
perut pasien.
11) Muskuloskletal
Mengidentifikasi kondisi otot dan tulang klien meliputi skala kekuatan otot,
rentang gerak, deformitas, edema, penggunaan alat bantu, nyeri persendian,
dan paralisis
12) Sistem Saraf
Mengidentifikasi kelainan pada sistem saraf seperti gerakan yang tidak stabil,
tremor, pemeriksaan patella dan refleks.
13) Integumen
Mengidentifikasi kondisi kulit, rambut, dan kuku. Data yang dapat dikaji
meliputi keluhan (misalnya gatal / benjolan kulit). Lakukan inspeksi terhadap
kebersihan, warna kulit (pucat/tidak), kelembaban kulit, jaringan parut, lesi,
kondisi vaskularisasi superficial. Palpasi suhu kulit, tekstur (halus/kasar)
mobilitas/turgor. Inspeksi dan palpasi warna kuku, bentuk, rambut (jumlah,
distribusi, dan tekstur), warna pucat pada kulit.
14) Reproduksi
Mengidentifikasi organ reproduksi pasien, seperti adanya cairan berbau busuk
yang keluar dari organ reproduksi, adanya lesi, adanya keluhan nyeri, ada
tidaknya hemoroid ataupun hernia.
l. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
1) Pernafasan
Mengidentifikasi nilai RR pasien, penggunaan otot bantu nafas, dan nafas
cuping hidung.
2) Nutrisi (Makan dan Minum)
Mengidentifikasi pola makan pasien, meliputi porsi makan, jenis makanan,
berapa kali makan sehari dan berapa banyak makanan dihabiskan, kaji nafsu
makan, kemampuan menelan dan mengunyah. Identifikasi berapa banyak
pasien minum dalam sehari (dalam hitungan gelas) dan jenis minuman yang
dikonsumsi
3) Eliminasi (IWL, BAB dan BAK)
Mengidentifikasi pola BAB, BAK pasien, berapa kali sehari BAB dan BAK,
konsistensi feses, warna feses dan urine, ada darah atau tidak, ada rasa sakit
atau tidak, kaji IWL pasien melalui keringat dan sebagainya.
4) Mobilisasi dan Keseimbangan Tubuh
Mengidentifikasi adanya kesulitan dalam mobilisasi pasien, adanya deformitas
ekstremitas bawah, adanya luka pada kaki dan kaji gaya berjalan pasien.
5) Istirahat dan Tidur
Mengidentifikasi pola istirahat dan tidur pasien, jam tidur dan bangun,
kesulitan memulai tidur, terbangun ketika tidur dan kenyamanan tidur.
6) Berpakaian
Mengidentifikasi cara berpakaian pasien, apakah bisa dilakukan mandiri atau
dibantu. Kaji kebersihan pakaian pasien.
7) Temperatur Tubuh dan Sirkulasi
Mengidentifiaksi suhu tubuh pasien dan capillary refill time
8) Personal Hygiene
Mengidentifikasi kemampuan dan kebiasaan mandi, keramas, keberihan kuku,
gosok gigi pasien.
9) Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Mengidentifikasi suhu tubuh dan nyeri yang dirasakan pasien.
10) Berkomunikasi
Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi, kaji pola interaksi
pasien dan komunikasi yang dilakukan.
11) Kebutuhan Spiritual
Mengidentifikasi adanya gangguan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien.
12) Kebutuhan Bekerja
Mengidentifiaksi kemampuan pasien dalam bekerja
13) Kebutuhan Bermain dan Rekreasi
Mengidentifkasi pemenuhan kebutuhan pasien untuk menghilangkan lelahnya.
14) Kebutuhan Belajar
Mengidentifikasi kebutuhan belajar pasien, misal pendidikan.
m. Masalah Kesehatan Kronis
Mengidentifikasi keluhan atau gejala yang dirasakan klien dalam 3 bulan terakhir
meliputi keluhan pada fungsi pengelihatan, fungsi pendengaran, fungsi paru, fungsi
jantung, fungsi pencernaan, fungsi pergerakan, fungsi persyarafan, dan fungsi
saluran perkemihan dengan 4 kategori penilaian yaitu selalu (3), sering (2), jarang
(1), dan tidak pernah (0)
n. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Mengidentifikasi kondisi psikososial, emosional dan spiritual lansia meliputi
kemampuan sosialisasi, harapan terhadap sosialisasi, kesulitan tidur, merasa gelisah
dan khawatir, kegiataan keagamaan, keyakinan tentang kematian dan sebagainya
o. Pengakjian Fungsional Klien
Mengidentifikasi status fungsional klien atau kemandirian klien dalam pemenuhan
kebutuhan harian menggunakan index katz dalam 7 kategori – mandiri sampai
dengan ketergantungan penuh
p. Pengkajian Status Mental Gerontik
Mengidentifikasi tingkat intelektual dengan short portable mental status questioner
(SPSMQ) dan aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan Mini Mental
Status Exam (MMSE)

2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan laporan mengenai
intensitas nyeri dengan skala nyeri, ekspresi wajah meringis
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuthan tubuh b.d asupan nutrisi tidak
adekuat
c. Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d kurang pengetahuan tentang program
terapeutik d.d kegagalan melakukan tindakan untuk menurangi faktor resiko
3. Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam NIC Label : Manajemen nyeri
NOC Label : Kontrol nyeri
dengan agens cedera a. Observasi petunjuk nonverbal
a. Mampu menyebutkan faktor yang menambah dan mengurangi
ditandai dengan laporan ketidaknyamanan terhadap nyeri b. Gali
rasa nyeri
bersama pasien mengenai faktor yang
mengenai intensitas nyeri b. Pasien menerima terapi pengurangan nyeri analgesik sesuai memberat dan meringankan
rekomendasi c. Kolaborasi pemberian terapi analgesik
dengan skala nyeri, ekspresi c. Mampu menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa d. Ajarkan pasien teknik pengurangan
analgesik nyeri non farmakologi dengan relaksasi
wajah meringis.
d. Mampu menggunakan tindakan pengurangan nyeri dengan nafas dalam
analgesik secara tepat e. Evaluasi keefektifan terapi yang
e. Melaporkan rasa nyeri yang terkontrol diberikan
NOC Label : Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah , nadi, suhu dan status pernapasan pasien dalam
rentang normal
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah diberikan Intervensi keperawatan selama 1 x 7 jam, maka NIC Label: Manajemen Mual
diharapkan mual pasien berkurang dengan kriteria hasil : 1. Lakukan penilaian lengkap terhadap
kurang dari kebuthan tubuh
NOC Label : Mual & Muntah Efek yang Mengganggu mual, termasuk frekuensi, durasi, tingkat
b.d asupan nutrisi tidak 1. Pasien tidak mengalami kehilangan nafsu makan keparahan, dan faktor-faktor pencetus
adekuat NOC Label :Keparahan Mual &Muntah 2. Ajarkan teknik non farmakologi untuk
1. Frekuensi mual menjadi ringan mengatasi mual (misalnya dengan
2. Intensitas mual menjadi ringan aromaterapi lemon, atau mengkonsumsi sari
NOC label : Status Nutrisi jahe/apel/biskuit)
1. Asupan makanan adekuat 3. Tingkatkan istirahat dan tidur yang
2. Asupan cairan adekuat cukup untuk memfasilitasi pengurangan
mual
4. Dorong pola makan dengan porsi
sedikit tetapi sering
5. Kolaborasi pemberian obat anti-emetik
3. Ketidakefektifan manajemen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan NIC Label: Pengajaran : Proses
kesehatan b.d kurang resiko jatuh klien berkurang dengan kriteria hasil: Penyakit
pengetahuan tentang program NOC Label: Perilaku Patuh : Diet yang disarankan 1. Kaji pengetahuan klien terkait dengan
terapeutik d.d kegagalan 1. Menunjukkan dalam menetapkan tujuan diet yang bisa dicapai penyakit Gastritis
melakukan tindakan untuk 2. Memilih makanan dan cairan yang sesuai dengan diet yang 2. Review pengetahuan klien mengenai
menurangi faktor resiko disarankan kondisinya
3. Memilih porsi yang sesuai dengan diet yang ditentukan 3. Eksplorasi tindakan yang telah
4. Mengikuti rekomendasi jumlah makan per hari terhadap jenis dilakukan klien terkait manajemen
makanan tertentu penyakit Gastritis
4. Jelaskan pentingnya
manajeman/terapi/penanganan Gastritis
yang tepat- terutama gaya hidup dan
pola makan
5. Jelaskan komplikasi yang mungkin
muncul
NIC Label : Modifikasi Perilaku
1. Tentukan motivasi pasien terhadap
perubahan
2. Dukung untuk mengganti kebiasaan
yang tidak diinginkan menjadi kebiasaan
yang diinginkan
3. Pilah perilaku menjadi bagian kecil
untuk diubah (misal : frekuaensi minum
kopi, makan makanan pedas dan
berlemak)
4. Berikan umpan balik positif terhadap
perubahan kecil yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Abbott, A. L., Silvestrini, M., Topakian, R., Golledge, J., Brunser, A. M., de Borst, G. J., …
Wardlaw, J. M. (2017). Optimizing the definitions of stroke, transient ischemic attack,
and infarction for research and application in clinical practice. Frontiers in Neurology,
8(OCT), 1–14. https://doi.org/10.3389/fneur.2017.00537

Affandi, I. G., & Panggabean, R. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada
Stroke. Cermin Dunia Kedokteran, 43(3), 180–184.

Alharbi, A. S., Alhayan, M. S., Alnami, S. K., Traad, R. S., & Aldawsari, M. A. (2019).
Epidemiology and Risk Factors of Stroke. 10(4), 60–66.

Alrabghi, L., Alnemari, R., Aloteebi, R., Alshammari, H., Ayyad, M., Al Ibrahim, M., …
Aljuwayd, H. (2018). Stroke types and management. International Journal Of
Community Medicine And Public Health, 5(9), 3715. https://doi.org/10.18203/2394-
6040.ijcmph20183439

Boehme, A. K., Esenwa, C., & Elkind, M. S. V. (2017). Stroke Risk Factors, Genetics, and
Prevention. Circulation Research, 120(3), 472–495.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.116.308398

Dewi, S F. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Deepublish.

Firmawati, E. (2015). Abstract Post Stroke Nursing Care [Abstrak]. One Day Seminar:
Stroke, 119-120

Kabi, G. Y. C. R., Tumewah, R., & Kembuan, M. A. H. N. (2015). Gambaran Faktor Risiko
Pada Penderita Stroke Iskemik Yang Dirawat Inap Neurologi Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Juli 2012 - Juni 2013. E-CliniC, 3(1), 1–6.
https://doi.org/10.35790/ecl.3.1.2015.7404

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pedoman Umum Program Indonesia


Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia

Kumar, S. (2017). Hypertension and Hemorrhagic Stroke. Hypertension Journal, 3(2), 89–
93. https://doi.org/10.5005/jp-journals-10043-0077

Kuriakose, D., & Xiao, Z. (2020). Pathophysiology and treatment of stroke: Present status
and future perspectives. International Journal of Molecular Sciences, 21(20), 1–24.
https://doi.org/10.3390/ijms21207609

Mahendra, B. & Rachmawati, E. (2015). Atasi Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta:
Penebar Swadaya

Maryam, RS., Ekasari, MF., Rosidawati., Jubaedi, A., Batubara, I. (2008). Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Mondal, P. (2016). Family: The Meaning, Features, Types and Functions. Available on
http://www.yourarticlelibrary.com/family/family-themeaning-features-types-and-
functions-5230-words/8588/

National Medicines Information Centre. (2011). The Management of Stroke. Management of


Stroke Bulletin. Vol. 17. No. 3

National Stroke Association. (2016). Post-Stroke Conditions. Available on


http://www.stroke.org/we-canhelp/survivors/strokerecovery/post-stroke-conditions

PERDOSSI. (2011). Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI

Putri, N. N., Islam, M. S., & Subadi, I. (2018). Comparison of Acute Ischemic Stroke
Functional Outcome in Smokers and Nonsmokers Measured By Canadian Neurological
Scale (Cns) and Nihss. MNJ (Malang Neurology Journal), 4(2), 65–71.
https://doi.org/10.21776/ub.mnj.2018.004.02.4

Sam, C. I. L., Awatara, B. M. P., Samatra, D. P. G. P., & Nuartha, A. A. B. N. (2018).


Penentuan Stroke Hemoragik Dan Non-Hemoragik Memakai Skoring Stroke. Callosum
Neurology, 1(3), 95–100. https://doi.org/10.29342/cnj.v1i3.30

Sari, W., Indrawati, L. & Dewi, C., S. (2016). Stroke: Cegah dan Obati Sendiri. Jakarta:
Penebar Plus
Scottich Intercollegiate Guidelines Network. (2008). Management of Patients with Stroke or
TIA: Assesment, Investigation, Immediate Management and Secondary Prevention A
National Clinical Guideline. http://www.sign.ac.uk

Sunaryo. Wiyayanti, R. Kuhu, M M. Sumedi, T. Widayanti, E D. Sukrillah, U A. Riyadi, S.


Kuswati, A. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (8th ed.). Jakarta : EGC

Suwaryo, P. A. W., Widodo, W. T., & Setianingsih, E. (2019). Faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan, 11(4), 251–260.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.530

WHO (World Health Organization). (2016). Health statistics and information systems.
Available on https://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en
Faktor yang tidak dapat Faktor yang dapat dirubah:
dirubah: usia, jenis kelamin gaya hidup tidak sehat, DM,
dan riwayat keluarga hipertensi, obesitas, merokok

Penimbunan lemak/kolestrol yang


meningkat dalam darah – trombus
arterial dan emboli

Penyumbatan pembuluh
darah
Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak Nyeri akut
Kurangnya pasokan O2 ke
otak
Syok Metabolisme Produksi asam laktat↑
TIK↑
Iskemik jaringan otak neurologik anaerob↑ terjadi penumpukan

Penurunan suplai darah dan


O2 ke otak - Hipoksia
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer Stroke Non Hemoragik

Iskemik arteri serebral Iskemik arteri serebral Iskemik arteri serebral


anterior medial posterior

Gangguan area premotor Gangguan area brocha’s Gangguan area Gangguan area visual
motorspeech gustatory
Diplopia Gg. Pengelihatan atau
Kerusakan neuromuskular
pergerakan bola mata
Disatria, afasia, amourasis Disfagia Refleks batuk↓
fulgaks
Hemiplegia Hemiparesis Penumpukan Gangguan persepsi
Risiko ketidakseimbangan sputum sensori pengelihatan
Risiko kerusakan Hambatan Hambatan nutrisi kurang dari
integritas kulit mobilitas fisik komunikasi verbal kebutuhan tubuh

Ketidakefektifan pola
nafas
Resiko Jatuh

Anda mungkin juga menyukai