Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS NEONATORUM (NEONATAL)

OLEH:
IDA AYU PUTRI SARASWATI
2002621016

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KONSEP DASAR PENYAKIT

a. Definisi/Pengertian
Sepsis neonatorum (neonatal) merupakan sindrom klinis dari penyakit sistemik
(Systemic Inflammatory Response Synrdrome) akibat infeksi selama satu bulan
pertama kehidupan yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran
(Anastasia, 2017). Menurut Rosalina et al (2013), sepsis neonatorum dapat
didefinisikan sebagai gejala sistemik akibat bakteri, virus, dan jamur pada periode
neonatal dengan gejala awal malas minum hingga syok septik. Sepsis neonatorum
merupakan sindrom klinis bakteremia yang ditandai dengan gejala dan tanda sistemik
terutama pada bulan pertama kehidupan (Rokhayah & Ratnasari, 2016). Jadi sepsis
neonatorum merupakan suatu kondisi akibat adanya infeksi selama satu bulan pertama
kehidupan pada bayi.

b. Epidemiologi/Insiden kasus
Masa yang paling rentan dari sepanjang kehidupan bayi adalah periode neonatal,
dalam laporan World Health Organization (WHO) dikemukakan bahwa terdapat
empat juta kematian neonatus setiap tahunnya, sepertiga dari penyebab kematian
tersebut disebabkan oleh infeksi berat dan seperempat lainnnya karena sepsis
neonatorum (WHO dalam Rahmawati et al, 2018). Di negara maju seperti Amerika,
kejadian sepsis sejak 1980 bervariasi antara 2-4 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan
di negara berkembang seperti di India, angka kejadiannya 34-37 per 1000 kelahiran
hidup (Roeslani et al dalam Anastasia, 2017). Sepsis neonatorum masih menjadi
masalah besar di beberapa negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 didapatkan sepsis neonatorum menempati urutan ketiga
(12%) dan urutan pertama (20,5%) penyebab kematian neonatus pada kelompok usia
0-6 hari dan 7-28 hari (Kemenkes, 2014). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2018, tahun 2017 angka kematian neonatus adalah 15/1000 kelahiran hidup.

c. Penyebab/Faktor predisposisi
Sepsis disebabkan oleh respon imunitas yang dipicu oleh infeksi bakteri, jamur,
parasit atau virus. Mikroorganisme pennyebab sepsis sangat tergantung pada usia dan
respons tubuh terhadap infeksi itu sendiri. Infeksi dapat berasal dari dalam rumah
sakit (nosokomial), atau lingkungan (community acquired). Mikroorganisme
penyebab sepsis onset dini paling banyak adalah Streptococcus Grup B dan
Escherichia coli, sedangkan pada sepsis onset lambat umumnya disebabkan oleh
bakteri gram positif dan Staphylococcus (stoll et al dalam Oyong et al, 2017). Seorang
bayi dikatakan memiliki risiko sepis apabila memenuhi dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor dan dua kriteria minor. Faktor risiko sepsis dibedakan menjadi dua
yaitu (Wilar et al, 2010)
1) Faktor risiko mayor meliputi kejadian ketuban pecah dini (KPD) >18 jam, ibu
demam intrapartum >38℃, karioamionitis, ketuban berbau, denyut jantung janin
(DJJ) >160 kali/menit
2) Faktor risiko minor meliputi kejadian KPD >12 jam, demam intrapartum
>37,5℃, skor APGAR rendah (menit 1 skor <5 dan menit 5 skor <7), BBLR
(<2500 gram), kembar, usia kehamilan <37 minggu, keputihan yang tidak diobati,
ibu dengan curiga infeksi saluran kemih (ISK).
Sedangkan menurut (Jaya et al, 2019) faktor risiko terjadinya sepsis neonatarum
dipengaruhi oleh faktor ibu, faktor bayi dan faktor lain
1) Faktor ibu meliputi ketuban pecah dini >18 jam, infeksi dan demam perinatal
akibat koriamnionitis, infeksi saluran kemih, kebutan hijau keruh dan berbau,
kehamilan multipel)
2) Faktor bayi meliputi prematuritas, BBLR, resusitasi saat kelahiran, prosedur
invasif, galatosemia, asfiksia, cacat bawaan, tanpa rawat gabung, nutrisi
parenteral, hingga perawatan di bangsal intensif yang lama
3) Faktor lain meliputi bayi jenis kelamin laki-laki, bayi kulit hitam, status
ekonomi rendah, dan hygiene yang kurang

d. Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas non
spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis,
keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya immunoglobulin A dan
immunoglobulin M (IgA dan IgM) dan rendahnya kadar komplemen. Sepsis terjadi
karena adanya gangguan keseimbangan antara sitokin proinflamasi dan antiinflamasi,
komponen koagulan dan antikoagulan serta antara integritas endotel dan sel yang
beredar. Gangguan keseimbangan tersebut disebabkan oleh infeksi bakteri patogen
yang mencapai aliran darah melalui aspirasi janin ataupun tertelan melalui
kontaminasi cairan amnion dan menyebabkan bakterimia. Ada 3 mekanisme
terjadinya infeksi neonatus yaitu dalam kandungan, saat persalinan dan setelah
persalinan. Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi
sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi
mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan
berat, komplemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan asidosis metabolik dan syok yang
mengakibatkan disseminata di intravaskular koagulasi (DIC) dan kematian. Respon
sepsis karena bakteri gram negatif dimulai saat pelepasan lipopolisakarida (LPS) yang
merupakan endotoksin dari dalam dinding sel bakteri. Sedangkan, bakteri gram positif
dapat menyebabkan sepsis dengan dua mekanisme yaitu dengan menghasilkan
ensotoksin yang bekerja sebagai superantigen yang menyebabkan pengaktifan
sebagian besar sel T sehingga melepaskan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang
banyak dan dengan melepaskan fragmen dinding sel yang dapat merangsang sel imun
non spesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram negatif. Sitokin
proinflamasi akan mengaktivasi jalur klasik dan alternatif sistem komplemen yang
menghasilkan pelepasan histamin dan sel mast serta meningkatkan permeabilitas
kapiler. Kondisi ini biasanya menyebabkan hipotensi, vasokontriksi pembuluh darah
paru, neutropenia, dan kebocoran vaskular disebabkan oleh kerusakan endotel
(Anastasia, 2017)

e. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat dibedakan menjadi dua yaitu
(Anastasia, 2017)
1) Sepis neonatorum awitan dini (SNAD) atau early onset neonatal sepsis
Kondisi ini merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode
postnatal (kurang dari 72 jam) dan diperoleh saat proses persalinan atau in
utero. Sumber organisme pada kondisi ini antara lain dari saluran genitalia ibu
ataupun cairan amnion.
2) Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) atau late-onset neonatal sepsis
Infeksi postnatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar
atau lingkungan rumah sakit (nosokomial) melalui transmisi horizontal. Pada
beberapa kasus, kondisi ini cenderung diikuti dengan kondisi lain (komplikasi)
seperti septicemia, pneumonia atau meningitis.
f. Gejala klinis
Gejala dan tanda awal klinis sepsis neonatorum sering kali tidak khas, tetapi dapat
cepat berkembang menjadi sepsis berat, syok, koagulasi intravaskular diseminata
(KID), dan bahkan kematian (Shane et al dalam Warouw et al, 2020). Beberapa hal
yang menunjukkan adanya infeksi yang menjadi tanda gejala sepsis neonatus yaitu
distress pernapasan, letargis atau perubahan status mental, suhu tubuh tidak stabil,
menolak atau tidak mampu minum, capillary refill >3 detik, ikterus, kejang, diare,
perdarahan, dan konjungtivitis (Juniatiningsih et al, 2008). Selain itu, menurut Arief
(2008), manifestasi klinis sepsis neonatorum dapat dibedakan menjadi
1) Tanda gejala umum meliputi perubahan suhu (hipertermi atau hipotermi), malas
minum, letargis hingga sklerema
2) Tanda gejala saluran pencernaan meliputi distensi abdomen, anoreksia, muntah,
diare hingga hepatomegali
3) Tanda gejala saluran pernafasan meliputi apnea, dispnea, takipnea, nafas cuping
hidung, suara nafas tambahan dan sianosis
4) Tanda gejala saluran kardiovaskuler meliputi pucat, sianosis, kulit lembab,
hipotensi, takikardi atau bradikardi
5) Tanda gejala sistem saraf pusat meliputi iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi,
malas minum, pernapasan tidak teratur dan fontanel anterior (ubun-ubun)
menonjol
6) Tanda gejala hematologi meliputi ikterus, splenomegali, pucat, ptekie, purpura
hingga perdarahan aktif

g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien biasanya ditemukan letargis atau penurunan kesadaran,
perubahan suhu tubuh (hipertermi atau hipotermi), denyut nadi takikardia atau
bradikardia – denyut cepat teraba kecil, dan peningkatan frekuensi nafas hingga
apnea
2) Pemeriksaan kepala dan wajah ditemukan sklera ikterus, konjungtiva anemis,
sekret pada hidung, pernafasan cuping hidung, bibir sianosis dan kering,
penggunaan otot bantu nafas dan sternokledomastoid
3) Pemeriksaan thoraks ditemukan sesak nafas (dispnea), apnea, pola nafas tidak
teratur, takipnea, dan takikardia
4) Pemeriksaan abdomen ditemukan adanya perut kembung, asites hingga
hepatomegali
5) Pemeriksaan neurologi ditemukan letargis dan kejang pada bayi
6) Pemeriksaan integumen ditemukan perlambatan turgor kulit, kelembaban dan
sianosis

h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah rutin, termasuk kadar hemoglobin
(Hb), hematokrit (Ht), leukosit dan hitung jenis trombosit. Pada umumnya
terdapat neutropeni, trombositopeni, hingga peningkatan neutrofil muda. Adanya
reaktan fase akut yaitu CRP, LED, GCSF, sitokin IL-Iβ, IL-I6, dan TNF. Selain
itu pada beberapa kasus seperti bayi dengan kejang, penurunan kesadaran dan
kultur darah positif biasanya akan dilakukan biakan darah atau cairan
serebrospinal serta uji resistensi. Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah
pemeriksaan apusan gram, bilirubin, gula darah, elektrolit dan biakan tinja
maupun urin jika terdapat indikasi
2) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini meliputi foto dada, abdomen dan ginjal atas indikasi.
Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas indikasi
3) Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya
korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus

i. Diagnostik/Kriteria diagnosis
Kriteria diagnostik sepsis pada neonatus tidak hanya berdasarkan gejala klinis tetapi
juga mencakup pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan European consensus statement, nenonatus didiagnosis sepsis jika
mengalami dua manifestasi klinis dan dua hasil tes laboratorium, jika ada atau sebagai
akibat dari temuan terbukti (hasil positif pada pemeriksaan kultur, mikroskop, atau
reaksi rantai polimerase) atau terduga (sindrom klinis seperti perforasi organ visera,
ptekie atau purpura pada kulit, atau X-ray dada menunjukkan tanda pneumonia)
sebagai infeksi. Karena hasil pemeriksaan penunjang tidak didapatkan dalam waktu
sebentar serta sebagai dasar pengobatan awal yang berhubungan sepsis secara segera,
IDAI (2016) membentuk kriteria kecurigaan besar sepsis, kategori pertama adalah
bayi usia ≤3 hari dengan ibu yang memiliki riwayat infeksi rahim, demam, atau
ketuban pecah dini (KPD) dan bayi memiliki dua atau lebih gejala pada kategori A,
atau tiga atau lebih gejala pada kategori B dan kategori kedua adalah bayi usia >3 hari
yang memiliki dua atau lebih gejala pada kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B. Selain itu menurut Wulandari et al (2017), diagnosis sepsis dapat
ditegakkan berdasarkan skor pediatric logistic organ dysfunction-2 (PELOD-2) bila
skor PELOD-2 ≥11 (pada rumah sakit tipe A), atau ≥7 pada layanan kesehatan tipe B atau C.

j. Terapi/Tindakan penanganan
Menurut IDAI (2016), tata laksana sepsis ditujukkan pada penanggulangan infeksi
dan disfungsi organ
1) Penanggulangan infeksi
Upaya awal terapi sepsis adalah dengan pemberian antibiotika tunggal
berspektrum besar (diberikan hingga bakteri penyebab diketahui). Antibiotik
yang dapat digunakan pada anak dengan sepsis antara lain antibiotik lini 1
(amoxycilin dan gentamicin) dan kombinasi antibiotik lini 1 dan antibiotik lini 2
(Amoxycillin, Gentamicin, Cefotaxime dan Amikasin). Penatalaksanaan pasien
dengan diagnosis sepsis adalah pemberian antibiotik yang sensitif sesuai pola
kuman di ruangan. Pada awal awitan, pasien akan mendapatkan antibiotik lini 1
dan bila keadaan umum memburuk setelah 3 hari dan hasil kultur belum keluar,
maka antibiotik diganti dengan kombinasi lini 2 yaitu cefotaksim dan amikasin.
Apabila keadaan umum tidak kunjung membaik pula dan hasil kultur belum
keluar, maka sering kali dengan cepat pasien diberikan antibiotik lini 3 yaitu
merpenem atau ceftazdime. Pasien dengan predisposisi infeksi jamur sistemik
(skor Kandida ≥3 dan kadar prokalsitonin >1,3ng/mL) memerlukan terapi anti-
jamur. Penggunaan antijamur pada sepsis disesuaikan dengan data sensitivitas
lokal. Bila tidak ada data, dapat diberikan lini pertama berupa: amphotericin B
atau flukonazol, sedangkan lini kedua adalah mycafungin. Antijamur biasanya
diberikan pada pasien sepsis yang dirawat di ruang intensif.
2) Disfungsi organ
Tatalaksana sepsis pada neonatus juga dapat dilakukan berdasarkan pada
disfungsi organ yang terjadi
a) Pernafasan meliputi pembebasan jalan nafas (invasif dan non-invasif) serta
pemberian terapi oksigen dengan aliran konsentrasi tinggi melalui masker
(kebutuhan saturasi >92%)
b) Hemodinamik meliputi akses vaskular secara cepat, resusitasi cairan dan
pemberian obat-obatan vasoaktif. Resusitasi cairan harus memperhatikan
aspek fluid-responsiveness dan menghindari kelebihan cairan >15% per hari.
Jenis cairan yang diberikan adalah kristaloid atau koloid. Cairan diberikan
dengan bolus sebanyak 20 ml/kg selama 5-10 menit.
c) Hematologi meliputi tindakan transfusi darah (PRC, trombosit ataupun
transfusi plasma) yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Transfusi packed red
cell (PRC) diberikan berdasarkan saturasi vena cava superior (ScvO2) . Transfusi
trombosit diberikan pada pasien sepsis sebagai profilaksis atau terapi, dengan
beberapa kriteria yaitu profilaksis diberikan pada kadar trombosit atau kadar
trombosit. Tranfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma, FFP) diberikan
pada pasien sepsis yang mengalami gangguan purpura trombotik, antara lain:
koagulasi intravaskular menyeluruh (disseminated intravascular coagulation,
secondary thrombotic microangiopathy, dan thrombotic thrombocytopenic
purpura
d) Metabolik meliputi kontrol glikemik dimana mempertahankan gula darah
dalam rentang 50-180mg/dL Kemudian juga memberikan nutrisi secara enteral
setalah respirasi dan hemodinamik stabil

k. Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat menyebabkan
terjadinya hidrosefalus dan/ atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi acute
respiratory distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien
sepsis neonatorum. Komplikasi lain adalah berhubungan dengan penggunaan
aminoglikosida, seperti tuli dan/ atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala
sisa berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan
retardasi mental bahkan sampai menimbulkan kematian (Depkes, 2007).

l. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sarwono, 2008):
1) Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi
yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila
diperlukan.
2) Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam
melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan
intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar
diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses
persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari
perlukaan kulit dan selaput lendir.
3) Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,
pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih,
setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara
steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan
menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi.
Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar.
Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi
yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat
mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian (Data Subyektif dan Obyektif)


1) Identitas klien meliputi nomor rekam medis, nama pasien, tempat tanggal lahir,
usia, jenis kelamin, bahasa, dan identitas orangtua/penanggung jawab
2) Keluhan utama, yaitu keluhan yang dirasakan saat ini. Pada anak dengan sepsis
biasanya datang ke RS karena mengalami perubahan suhu, gangguan pernafasan
ataupun menolak minum
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
a) Prenatal meliputi jumlah kunjungan ke faskes, pendidikan kesehatan yang
pernah didapatkan, HPHT, kenaikan berat badan selama hamil,
komplikasi selama kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi, golongan
darah ibu, riwayat hospitalisasi dan secreening kehamilan
b) Natal meliputi awal persalinan, lama persalinan, komplikasi persalinan,
terapi yang diberikan, cara melahirkan (SC atau pervaginam), tempat
melahirkan dan penolong persalinan
c) Postnatal meliputi usaha nafas, kebutuhan resusitasi, obat yang diperoleh
neonatus, trauma lahir, interaksi orangtua bayi, narcosis, BAK dan BAB
serta respon fisiologis
4) Riwayat keluarga
Pengkajian riwayat keluarga meliputi penyakit yang diderita orang tua ataupun
keluarga.
5) Genogram (tiga generasi)
6) Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sepsis neonatorum akan menunjukkan
a. Keadaan umum pasien biasanya ditemukan letargis atau penurunan kesadaran,
perubahan suhu tubuh (hipertermi atau hipotermi), denyut nadi takikardia atau
bradikardia – denyut cepat teraba kecil, dan peningkatan frekuensi nafas
hingga apnea
b. Pemeriksaan kepala dan wajah ditemukan sklera ikterus, konjungtiva anemis,
sekret pada hidung, pernafasan cuping hidung, bibir sianosis dan kering,
penggunaan otot bantu nafas dan sternokledomastoid
c. Pemeriksaan thoraks ditemukan sesak nafas (dispnea), apnea, pola nafas tidak
teratur, takipnea, dan takikardia
d. Pemeriksaan abdomen ditemukan adanya perut kembung, asites hingga
hepatomegali
e. Pemeriksaan neurologi ditemukan letargis dan kejang pada bayi
f. Pemeriksaan integumen ditemukan perlambatan turgor kulit, kelembaban dan
sianosis
7) Pemeriksaan diagnostik penunjang meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap
(ditemukan leukositosis dan neutropenia), pemeriksaan kultur urine dan cairan
serebrospinal hingga pemeriksaan laju endap darah dan CRP

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a) Resiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban dini dan prosedur invasif
b) Hipertermi berhubungan dengan sepsis ditandai dengan apnea, hipotensi, letargi,
kejang, peningkatan suhu kulit, takikardia dan takipnea
c) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan infeksi ditandai dengan pola
nafas abnormal, pernafasan cuping hidung dan penggunaan otot bantu nafas
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko infeksi berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan Kontrol infeksi 1. Proses penyebaran infeksi dapat
dengan pecah ketuban dini dan selama …. X 24 jam diharapkan a. Gunakan alat pelindung diri saat diputus dengan menerapkan

prosedur invasif resiko infeksi pasien dapat berkurang kontak dengan pasien tindakan pencegahan universal
dengan kriteria hasil b. Lakukan tindakan pencegahan (cuci tangan) dan menggunakan
Keparahan infeksi: baru lahir yang bersifat universal (seperti alat pelindung diri saat kontak
a. Kulit tidak pucat cuci tangan) sebelum kontak dengan pasien
b. Intoleransi makanan berkurang dengan pasien 2. Nutrisi pada bayi dengan sepsis
c. Sel darah putih dalam batas c. Tingkatkan intake nutrisi (susu), diberikan dengan tujuan
normal (9,0 – 30,0 x 103 μl). sesuai kebutuhan mempertahankan berat badan

d. Tidak ada kolonisasi cairan d. Ciptakan lingkungan yang bayi hingga meningkatkan

serebrospinal nyaman untuk peningkatan sistem imun tubuh

istirahat bayi 3. Lingkungan yang sesuai

e. Kolaborasi pemberian antibiotik, (cahaya, suhu dan suara) dapat

sesuai rekomendasi meningkatkan kualitas dan


kuantitas istirahat
4. Antibiotik diberikan untuk
menghambat pertumbuhan serta
membunuh mikroorganisme
penyebab infeksi
2. Hipertermi berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemn cairan 1. Keparahan dehidrasi dapat
dengan sepsis ditandai dengan selama …. X 24 jam diharapkan a. Monitor status hidrasi (membran dipantau melalui kondisi hidrasi
apnea, hipotensi, letargi, kejang, masalah pasien dapat teratasi dengan mukosa, denyut nadi, turgor kulit) anak
peningkatan suhu kulit, kriteria hasil b. Monitor intake dan output cairan 2. Jenis cairan intravena yang
takikardia dan takipnea Termoregulasi: baru lahir c. Berikan terapi intravena sesuai direkomendasikan untuk
a. Suhu dalam batas normal (36,5- indikasi menggantikan cairan tubuh
37℃) d. Berikan cairan dengan tepat pada pasien sepsis adalah cairan
b. Pasien tidak gelisah selama 24 jam kristaloid
c. Tidak terjadi perubahan warna Perawatan demam 3. Pemberian minuman air putih
kulit bayi a. Pantau suhu dan tanda-tanda vital ataupun ASI dianjurkan –
d. Dehidrasi berkurang b. Kolaborasi pemberian antipretik menghindari dehidrasi berat
secara oral atau parenteral 4. Monitor tanda-tanda vital
c. Atur suhu lingkungan pasien dilakukan untuk mengetahui

d. Monitor adanya tanda infeksi kondisi umum pasien


5. Pemberian antipretik dilakukan
untuk meredakan gejala dan
menurunkan suhu
3. Ketidakefektifan pola nafas Setelah diberikan asuhan keperawatan Terapi oksigen 1. Membersihkan area mulut dan
berhubungan dengan infeksi selama …. X 24 jam diharapkan a. Bersihkan mulut, hidung dan hidung dari akumulasi sekret

ditandai dengan pola nafas masalah pasien dapat teratasi dengan sekresi trakea, sesuai kebutuhan berlebih untuk jalan nafas yang
kriteria hasil b. Pertahankan kepatenan jalan paten
abnormal, pernafasan cuping
Status pernafasan nafas 2. Terapi oksigen pada pasien
hidung dan penggunaan otot
a. Irama pernafasan teratur c. Berikan terapi oksigen sesuai sepsis diberikan dengan
bantu nafas
b. Jalan nafas paten kebuutuhan konsentrasi tinggi dengan
c. Penggunaan otot bantu nafas d. Monitor aliran oksigen dan posisi masker oksigen hingga terjadi
berkurang masker peningkatan saturasi >92%
d. Pernafasan cuping hidung e. Monitor status pernafasan pasien 3. Posisikan masker oksigen agar
berkurang nyaman bagi bayi dan tidak
e. Frekuensi nafas dalam rentang terlepas serta monitor aliran
normal (40-60 kali/menit (agar tidak terjadi keracunan
oksigen berlebih)
4. Monitor status pernafasan
untuk melihat efektifitas
pemberian terapi
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia. (2017). Sepsis neonatorum awitan dini. Cermin Dunia Kedokteran, 44 (11): 792–
795
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2016). Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis pada
Anak. Jakarta: IDAI
Jaya, I.G.A., Suryawan, I.W.B., Rahayu, P.P. (2019). Hubungan prematuritas dengan
kejadian sepsis neonatorum yang dirawat di ruang perinatologi dan Neonatal Intensive
Care Unit (NICU) RSUD Wangaya kota Denpasar. Intisari Sains Medis 10(1): 18-22.
DOI: 10.1556/ism. v10i1.319
Juniantiningsih, A., Aminullah, A., Firmansyah, A. (2008). Profil mikroorganisme penyebab
sepsis neonatorum di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri, 10 (1): 60-65. DOI
https://dx.doi.org/10.14238/sp10.1.2008.60-5
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Kemenkes
Oyong, N., Inayah., Novita, Y., Giofani, R. (2017). Analsisi penggunaan antibiotik pada
pasien sepsis neonatus di RSUD Arifin Ahmad Provinsi Riau. Jurnal Ilmu
Kedokteran, 11 (2): 70-75
Rahmawati, P., Mayetti., Rahman, S. (2018). Hubungan sepsis neonatorum dengan berat
badan lahir pada bayi di RSUP Dr. M. Djamil Padang, 7 (3): 405-10.
DOI: https://doi.org/10.25077/jka.v7i3.894
Roeslani, RD., Amir, I., Nasrulloh, H., Suryani. (2013). Penelitian awal: faktor risiko sepsis
neonatorum awitan dini. Sari Pediatri, 14 (6): 363-368.
DOI: http://dx.doi.org/10.14238/sp14.6.2013.363-8
Rokhayah, S., Ratnasari, D. (2016). Hubungan antara bayi berat lahir rendah terhadap
terjadinya sepsis neonatorum di RSUD Cilacap. Jurnal Medisains, 14 (3): 37-44.
DOI: 10.30595/medisains.v14i3.1618
Willar, R., Kumalasari, E., Suryanto, DY., Gunawan, S. (2010). Faktor risiko sepsis awitan
dini. Sari Pediatri, 12 (4): 265-269 DOI: http://dx.doi.org/10.14238/sp12.4.2010.265-
9
Warouw, R., Susanah, S., Yuniati, T. (2020). Hubungan antara red cell distribution width dan
kejadian sepsis neonatorum bayi prematur. Sari Pediatri, 22 (2): 104-108
DOI: http://dx.doi.org/10.14238/sp22.2.2020.104-8
Masa antenatal Masa intranatal Masa postnatal

Kuman di vagina & serviks Kuman dan virus dari ibu Infeksi nosokomial (peralatan
medis, lingkungan atau petugas
Naik mencapai korion & Luka di kulit bayi kesehatan)
Melewati plasenta &
umbilikus amnion
Port de entry patogen
Amnionitis & korionitis jalan lahir
Masuk ke sirkulasi darah
janin Terinhalasi oleh bayi
Masuk tubuh bayi melalui
Masuk ke saluran umbilikus
pencernaan & pernafasan

PK Syok Gangguan SEPSIS


Tekanan darah ↓ Respon sistemik Leukosit ↑ PK Infeksi
Sepsis hemodinamik NEONATORUM

Pelepasan endotoksin

Sistem kardiovaskuler Sistem pencernaan Sistem pernafasan Sistem termoregulasi Sistem saraf pusat
3
Disfungsi mikrosirkulasi Anoreksia, mual, muntah, Penurunan ekstraksi O2 ke Merangsang sintesa & Peradangan pada selaput otak
diare & peningkatan residu jaringan pelepasan pirogen
Gangguan perfusi jaringan Eksudat berlebih
perifer Intake nutrisi ↓ Hipoksia sel Pirogen dalam darah
Edema serebral
Ketidakefektifan pola Mekansime kompensasi Aktivasi prostaglandin
1 2 Risiko ketidakefektifan
menyusu bayi
Respiratory rate ↑ Suhu tubuh ↑ perfusi jaringan otak
Ketidakseimbangan nutrisi Hipertermia
kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakefektifan pola
nafas
1 2 3

Iskemia otot jantung Kehilangan cairan berlebih Sistem limfatik

Pompa jantung tidak adekuat Asupan cairan tidak adekuat Limfosit mengeluarkan
substansi
Penurunan curah jantung Dehidrasi
Kerusakan endotel pembuluh
Defisien volume cairan darah

Penurunan volume darah


intravaskuler

Hipoperfusi perifer

Risiko syok

Anda mungkin juga menyukai