Konsep Trias Politika
Konsep Trias Politika
Montesquieu paling dikenal dengan ajaran Trias Politika (pemisahan kekuasaan negara menjadi
tiga): eksekutif (pelaksana undang-undang), legislatif (pembuat undang-undang),
dan yudikatif atau kehakiman (pengawas pelaksanaan undang-undang).
Legislatif: merupakan lembaga yang dibentuk untuk mencegah kesewenang-wenangan raja atau
presiden. Lembaga legislatif yang merupakan wakil dari rakyat ini diberikan kekuasaan untuk
membuat undang-undang dan menetapkannya. Tidak hanya itu, lembaga ini juga diberikan hak
untuk meminta keterangan kebijakan lembaga eksekutif yang akan dilaksanakan maupun yang
sedang dilaksanakan. Selain meminta keterangan kepada lembaga eksekutif, lembaga ini juga
mempunyai hak untuk menyelidiki sendiri dengan membentuk panitia penyelidik. Hak mosi
tidak percaya juga dimiliki oleh lembaga ini. Hak ini merupakan hak yang memiliki potensi
besar untuk menjatuhkan lembaga eksekutif.
Yudikatif: mempunyai kekuasaan untuk mengontrol seluruh lembaga negara yang menyimpang
atas hukum yang berlaku pada negara tersebut. Lembaga yudikatif dibentuk sebagai alat
penegakan hukum, hak penguji material, penyelesaian penyelisihan, hak mengesahkan peraturan
hukum atau membatalkan peraturan apabila bertentangan dengan dasar negara.1
1
Windyastuti, Dwi Budi. 2016. Montesquieu (ppt) materi disampaikan pada kuliah Pemikiran Politik Barat,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga.
Konsep Trias Politica sendiri umumnya banyak digunakan oleh negara-negara yang menganut
sistem demokrasi, salah satunya seperti Indonesia. Adapun pelaksanaan dari konsep ini ialah
membagi lembaga negara menjadi tiga bagian yakni lembaga legislatif, lembaga eksekutif dan
lembaga yudikatif.
Seperti yang sudah disebutkan tadi, Trias Politica memiliki konsep untuk membagi-bagi lembaga
negara menjadi tiga kelompok berdasarkan fungsi dan tanggung jawabnya.
Lembaga legislatif merupakan kelompok pertama yang memiliki tanggungjawab dalam membuat
peraturan dan undang-undang. Pada sistem pemerintahan Indonesia sendiri, kekuasaan ini
dipegang oleh anggota MPR, DPR dan DPD.
Selanjutnya ada lembaga eksekutif yang memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan dan
menerapkan aturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh lembaga legislatif. Fungsi ini
sendiri dimiliki oleh Presiden dan Wakil Presiden. Presiden sendiri memiliki hak untuk
mengangkat menteri guna membantunya dalam melaksanakan fungsi eksekutif.
Lembaga terakhir dalam Trias Politica ialah lembaga yudikatif. Lembaga ini memiliki peranan
untuk mengatur sistem hukum dan kekuasaan kehakiman untuk menegakan hukum serta
keadilan. Fungsi ini sendiri dipegang oleh lembaga negara seperti Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (YK).
Namun dalam prakteknya, Indonesia juga memiliki dua lembaga negara lain yakni lembaga
eksaminatif dan lembaga negara Independen. Adapun yang berperan memegang fungsi sebagai
lembaga eksaminatif ialah BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan yang merupakan salah satu
lembaga tinggi negara dengan tanggungjawab mengelola keuagan negara.
Sedangkan lembaga negara independen dimiliki oleh lembaga-lembaga seperti Bank Indonesia
(BI), TNI dan Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan
Umum (KPU), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM). Tujuan diadakannya lembaga
negara independen ini sendiri ialah untuk menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan
berkredibilitas tinggi.2
Di bawah ini adalah penerapan konsep Trias Politika dalam system pemerintahan republic
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945:
a. Sebelum Amandemen
2
https://kumparan.com/berita-update/pembagian-lembaga-negara-dalam-konsep-trias-politica-1v1QM0XoAeA
(diakses pada tanggal 14 November 2021)
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa lembaga negara atau lembaga pemerintah
dalam system pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Sebelum Amandemen ada 6 enam) yaitu : MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, dan MA.
3) Kekuasaan Yudikatif
4) Kekuasaan Konsultatif
Kekuasaan Konsultatif adalah kekuasaan yang memberikan nasehat dan pertimbangan kepada
Eksekutif selaku pelaksana undang-undang. Di Indonesia berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah DPA
5) Kekuasaan Eksaminatif
Untuk mempermudah pemahaman, maka dapat kami sajikan dalam sebuah bagan sebagai
berikut:
Bertolak dari uraian di atas, maka pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan republik
Indonesia secara implisit menerapkan pembagaian kekuasaan berdasarkan konsep Trias
PoliticaMontesquieu di mana adanya pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara baik
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, namun selain dari 3 (tiga) fungsi tersebut, masih di bagi lagi
yaitu Kekuasaan Konsultatif dan Kekuasaan Eksaminatif. Sehingga dapat dikatakan penerapan
konsep Trias Politica dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen tidak obsolut.
b. Sesudah Amandemen
Sedangakan lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sesudah Amandemen ada 7 (tujuh)
yaitu: MPR, DPR, DPD, Presiden,BPK, MA dan MK.3
Dalam teori trias politica yang dikemukakan oleh Montesqieau terlihat sangat jelas bahwa
lembaga perwakilan rakyat atau lembaga legislatif merupakan salah satu lembaga negara yang
berdiri sendiri yang terpisah dengan lembaga negara yang lainnya.4
Sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, maka lembaga perwakilan rakyat juga merupakan
lembaga yang berfungsi sebagai checks and balances terhadap lembaga negara lainnya. Untuk
menjalankan fungsinya terse-but, maka lembaga perwakilan rakyat biasa-nya diberikan beberapa
fungsi misalkan fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fung-si anggaran. Checks and balances
tersebut bertujuan supaya antar pelaksana kekuasaan negara saling mengawasi dan mengimbangi
satu dengan yang lainnya. Dalam artian bahwa kewenangan lembaga negara yang satu akan
selalu dibatasi dengan kewenangan lembaga negara yang lain. Dengan konsep tersebut, maka
sesungguhnya checks and balances bertitik tolak pada adanya power limit power.
3
Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Volume 18, Nomor 2, Desember 2016
4
Romi Librayanto, Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Makasar: PuKAP, 2008), hlm. 18
Prinsip checks and balances tersebut tidak hanya berlaku ke luar, dalam artian bahwa hanya
ditujukan kepada lembaga negara yang menjalankan fungsi selain fungsi yang di-jalankan oleh
lembaga perwakilan rakyat.
Namun dalam ketatanegaraan modern, prinsip tersebut juga harus diterapkan di dalam lembaga
parlemen itu sendiri. Artinya dalam lembaga perwakilan rakyat itu sendiri, prinsip checks and
balances diterapkan dengan cara mendesain lembaga perwakilan rakyat itu sendiri baik dari segi
kelembagaan maupun dari segi kewenangan.
Apabila dilihat dari struktur kelembagaan, Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa secara umum
ada tiga prinsip perwakilan yang dikenal di dunia yaitu:
“yang pertama adalah perwakilan melalui prosedur partai politik sebagai salah satu pilar
demokrasi modern. Namun pilar partai politik ini dipandang tidak sempurna jika tidak dilengkapi
dengan sistem “double check” sehingga aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat benar-benar
dapat disalurkan dengan baik. Karena itu diciptakan pula adanya mekanisme perwakilan daerah
(regional representation) atau perwakilan teritorial (territorial representation). Untuk negara-
negara yang kompleks, apalagi negara-negara yang berbentuk federal, sistem “double check” ini
dianggap lebih ideal. Karena itu, banyak diantaranya mengadopsi keduanya dengan membentuk
struktur parlemen bicameral atau dua kamar.
5
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. BIP, 2007), hlm. 154
DAFTAR PUSTAKA
1. Windyastuti, Dwi Budi. 2016. Montesquieu (ppt) materi disampaikan pada kuliah
Pemikiran Politik Barat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
3. https://kumparan.com/berita-update/pembagian-lembaga-negara-dalam-konsep-trias-
politica-1v1QM0XoAeA
5. Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. BIP,
2007), hlm. 154