Anda di halaman 1dari 112

FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK

ETIL ASETAT DAUN JELATANG


(Urtica dioica L.)

SKRIPSI

OLEH:
RISNANTO
NIM 151524001

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK
ETIL ASETAT DAUN JELATANG
(Urtica dioica L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
RISNANTO
NIM 151524001

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Formulasi

Gel Anti-Aging Ekstrak Etil Asetat Daun Jelatang (Urtica dioica L.)”. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Daun Jelatang (Urtica dioica L.) mengandung berbagai senyawa penting

secara medis di antaranya adalah flavonoid yang berpotensi sebagai antioksidan

yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk pengembangan anti-aging. Tujuan

penelitian ini formulasi dan uji efektivitas anti-aging sediaan gel ekstrak etil

asetat daun jelatang. Hasilnya ekstrak etil asetat daun jelatang dapat

diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang homogen, dengan pH 4,8-5,3,

viskositas 2000-2450 cps, stabil dalam penyimpanan selama 28 hari, tidak

mengiritasi kulit punggung tangan sukarelawan. Analisa data SPSS menunjukkan

gel dengan konsentrasi 0,15% memiliki perbedaan yang signifikan terhadap

blanko (p<0,05) dan menunjukkan efektivitas anti-aging yang terbaik, sehingga

diharapkan penelitian ini bisa menjadi alternatif anti-aging alami.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. dan Ibu Dr. Marline

Nainggolan, M.S., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran

dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya skripsi ini, Ibu Prof. Dr.

Masfria M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan

berbagai fasilitas perkuliahan, Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., selaku

v
Universitas Sumatera Utara
ketua penguji dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku anggota penguji

yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Drs.

Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta

Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak

membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan kepada UPT Puskesmas Paliyan Gunungkidul dan

Kementerian Kesehatan RI selaku fasilitator beasiswa tugas belajar.

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada kedua orang tua terhormat, Ayahanda Atmowiryo, dan Ibunda Kemiyem,

istri tercinta Desi Wahyuningsih dan putra tersayang Sayyed Oemar Hamdillah,

kakak-kakakku atas limpahan kasih sayang, doa, dan semangat yang tak ternilai

dengan apapun.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

khususnya di bidang farmasi.

Medan, Januari 2018


Penulis,

Risnanto
NIM 151524001

vi
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Risnanto
Nomor Induk Mahasiswa : 151524001
Program Studi : Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Gel Anti-Aging Ekstrak Etil Asetat Daun
Jelatang (Urtica dioica L.)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari
hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan
plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam
skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2018


Yang membuat pernyataan,

Risnanto
NIM 151524001

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI GEL ANTI-AGING EKSTRAK
ETIL ASETAT DAUN JELATANG
(Urtica dioica L.)

ABSTRAK

Latar Belakang: Urtica dioica L. atau yang disebut dengan jelatang merupakan
tumbuhan menahun dari famili Urticaceae. Daunnya mengandung berbagai
senyawa organik yang penting secara medis dan memiliki potensi antioksidan di
antaranya adalah flavonoid. Antioksidan dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk
pengembangan anti-aging dalam bentuk sediaan topikal berupa gel karena
penggunaannya yang mudah.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk formulasi dan uji efektivitas anti-aging
sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang.
Metode: Daun jelatang diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etil
asetat dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C, kemudian
ekstrak dibuat menjadi sediaan gel dengan variasi konsentrasi 0,05% (F1); 0,10%
(F2); dan 0,15% (F3). Sebagai blanko (F0) digunakan basis gel tanpa
penambahan ekstrak. Evaluasi terhadap sediaan gel meliputi uji stabilitas,
homogenitas, pH, viskositas, iritasi, dan uji efektivitas anti-aging menggunakan
alat skin analyzer. Pengamatan dilakukan selama 28 hari dengan mengaplikasikan
sediaan gel terhadap kulit punggung tangan sukarelawan. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan yang signifikan antara blanko (F0) terhadap (F1, F2, F3) dan
juga di antara masing-masing formula (F1, F2, F3).
Hasil: Ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan dalam bentuk
sediaan gel yang homogen, dengan pH 4,8-5,3, viskositas 2000-2450 cps, stabil
dalam penyimpanan selama 28 hari, dan tidak mengiritasi kulit sukarelawan.
Analisa uji Mann-Whitney menunjukkan F3 memiliki perbedaan yang signifikan
(p<0,05) tehadap blanko (F0), F1, dan F2, ditandai dengan perubahan kondisi
kulit yaitu berkurangnya keriput sebesar 10,9%, pigmen hitam 36,9%, pori
semakin mengecil 14,1%, meningkatnya kadar air 11,8% dan elastisitas 13,1%.
Kesimpulan: Ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan dalam
bentuk sediaan gel dan konsentrasi 0,15% menunjukkan efektivitas anti-aging
yang terbaik.

Kata kunci: formulasi, jelatang, gel, anti-aging

viii
Universitas Sumatera Utara
ANTI-AGING GEL FORMULATION CONTAINING THE ETHYL
ACETATE EXTRACT OF NETTLE LEAVES
(Urtica dioica L.)

ABSTRACT

Background: Urtica dioica L. called by the name of nettle is a perennial plant of


the Urticaceae family. The leaves contain various medically important organic
compounds and have antioxidant potential among them are flavonoids.
Antioxidants can be further utilized for the development of anti-aging in topical
preparation of gel because of their easy application.
Objective: The present study aimed to formulate and evaluate for anti-aging
effectiveness of gel preparation containing ethyl acetate extract of nettle leaves.
Methods: Nettle leaves were extracted by maceration method using ethyl acetate
solvent and evaporated using rotary evaporator at 40°C, then the extract was
made into gel preparation with various concentration 0,05% (F1), 0,10% (F2),
and 0,15% (F3). As blanks (F0) used gel base without addition of extract. The
formulated gel was subjected to the following evaluation parameters such as
stability, homogenity, pH, viscosity, irritancy test, and the anti-aging
effectiveness test using skin analyzer. Observations were made for 28 days by
applying gel preparation to the back skin of volunteer hands. The data obtained
were then analyzed using the Mann-Whitney test to find out if there were
significant differences between the blanks (F0) to (F1, F2, F3) and also between
the respective formulas (F1, F2, F3).
Results: The ethyl acetate extract of nettle leaves can be formulated in a
homogenous gel preparation form, with pH 4,8-5,3, viscocity 2000-2450 cps,
stable in storage for 28 days, did not irritate the skin of volunteer. Mann-Whitney
test analysis showed that F3 has significant difference (p <0.05) on blanks, F1,
and F2, characterized by changes in skin condition such as reduced wrinkles by
10.9%, melanins 36.9%, decreased pores 14.1%, increased water content 11.8%
and elasticity 13.1%.
Conclusion: The ethyl acetate extract of netlle leaves can be formulated into gel
preparation and concentration of 0.15% showed the best anti-aging effectiveness.

Keywords: formulation, nettle, gel, anti-aging

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ....................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ........................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 4

1.3 Hipotesis ................................................................................ 4

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................. 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ...................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6

2.1 Jelatang (Urtica dioica L.) ..................................................... 6

2.1.1 Klasifikasi ..................................................................... 6

2.1.2 Morfologi ...................................................................... 6

2.1.3 Kandungan kimia .......................................................... 7

x
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Manfaat ............................................................................ .. 7

2.2 Ekstraksi ..................................................................................... 7

2.3 Gel ............................................................................................... 8

2.3.1 Hidroksi propil metil selulose (HPMC) ............................. 9

2.3.2 Metil paraben ..................................................................... 9

2.3.3 Propil paraben .................................................................... 10

2.3.4 Propilen glikol ................................................................... 10

2.4 Kulit ............................................................................................ 10

2.4.1 Jenis-jenis kulit .................................................................. 12

2.4.2 Penuaan kulit ..................................................................... 13

2.4.3 Radiasi UV (ultraviolet) dan photoaging .......................... 14

2.5 Antioksidan dan Anti-Aging ....................................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 17

3.1 Alat dan Bahan ........................................................................... 17

3.1.1 Alat .................................................................................... 17

3.1.2 Bahan ................................................................................. 17

3.2 Sukarelawan ................................................................................ 17

3.3 Identifikasi Tumbuhan ................................................................ 18

3.4 Pengumpulan Sampel ................................................................. 18

3.4.1 Teknik pengumpulan sampel ............................................. 18

3.4.2 Pengolahan sampel ............................................................ 18

3.4.3 Pembuatan ekstrak daun jelatang ....................................... 18

3.5 Formulasi Gel ............................................................................. 19

3.5.1 Formulasi standar basis gel ................................................ 19

3.5.2 Pembuatan sediaan gel ....................................................... 19

xi
Universitas Sumatera Utara
3.6 Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel ......................................... 20

3.6.1 Pengamatan organoleptis ................................................... 20

3.6.2 Pengamatan homogenitas .................................................. 20

3.6.3 Pengukuran pH .................................................................. 20

3.6.4 Penentuan viskositas .......................................................... 21

3.7 Uji iritasi terhadap sukarelawan ................................................. 21

3.8 Pengujian efektivitas anti-aging terhadap sukarelawan ............. 22

3.9 Analisis Data ............................................................................... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 23

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ............................................................ 23

4.2 Hasil Ekstraksi ............................................................................ 23

4.3 Hasil Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel ................................ 23

4.3.1 Hasil pengamatan organoleptis .......................................... 23

4.3.2 Hasil pengamatan homogenitas ......................................... 24

4.3.3 Hasil pengukuran pH ......................................................... 25

4.3.4 Hasil penentuan viskositas ................................................. 25

4.4 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ................................ 26

4.5 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging ...................................... 26

4.5.1 Pengukuran keriput (wrinkle) ............................................ 27

4.5.2 Pengukuran pigmen hitam (melanin) ................................ 29

4.5.3 Pengukuran pori (pore) ...................................................... 31

4.5.4 Pengukuran kadar air (moisture) ....................................... 33

4.5.5 Pengukuran elastisitas (elasticity) ...................................... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 38

xii
Universitas Sumatera Utara
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 38

5.2 Saran ........................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Komposisi bahan dalam gel .......................................................... 19

4.1 Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat


daun jelatang .................................................................................. 24

4.2 Data pengamatan homogenitas ...................................................... 24

4.3 Data pengukuran pH ...................................................................... 25

4.4 Data pengukuran uji viskositas ...................................................... 26

4.5 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ................................... 26

4.6 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan


sukarelawan ................................................................................... 28

4.7 Hasil pengukuran pigmen hitam (melanin) pada kulit punggung


tangan sukarelawan ....................................................................... 30

4.8 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan
sukarelawan ................................................................................... 32

4.9 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung


tangan sukarelawan ....................................................................... 34

4.10 Hasil pengukuran elastisitas (elasticity) pada kulit punggung


tangan sukarelawan ....................................................................... 36

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur kulit ............................................................................... 11

4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah keriput


pada kulit punggung tangan sukarelawan ................................... 29

4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pigmen


hitam pada kulit punggung tangan sukarelawan ......................... 31

4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pori pada


kulit punggung tangan sukarelawan ............................................ 33

4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan


kadar air pada kulit punggung tangan sukarelawan .................... 35

4.5 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan


elastisitas pada kulit punggung tangan sukarelawan .................. 37

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ....................................................... 46

2 Gambar tumbuhan, simplisia, serbuk simplisia, dan ekstrak


etil asetat daun jelatang .......................................................... 47

3 Perhitungan rendemen ekstrak etil asetat daun jelatang ............. 48

4 Bagan pembuatan serbuk simplisia daun jelatang ...................... 49

5 Bagan pembuatan ekstrak etil asetat daun jelatang .................... 50

6 Bagan pembuatan basis gel ......................................................... 51

7 Bagan pembuatan dan evaluasi mutu fisik sediaan gel .............. 52

8 Sertifikat analisis HPMC ............................................................ 53

9 Gambar alat-alat penelitian ......................................................... 54

10 Gambar sediaan gel ..................................................................... 55

11 Gambar hasil pengamatan homogenitas ..................................... 56

12 Gambar uji iritasi, uji efek anti-aging, dan pengoperasian skin


analyzer ...................................................................................... 57

13 Contoh gambar hasil skin analyzer keriput (wrinkle) ................. 58

14 Contoh gambar hasil skin analyzer pigmen hitam (melanin) ..... 61

15 Contoh gambar hasil skin analyzer pori (pore) .......................... 64

16 Contoh gambar hasil skin analyzer kadar air (moisture) dan


elastisitas (elasticity) ................................................................. 67

17 Data hasil uji statistik keriput (wrinkle) ...................................... 70

18 Data hasil uji statistik pigmen hitam (melanin) .......................... 73

19 Data hasil uji statistik pori (pore) ............................................... 76

20 Data hasil uji statistik kadar air (moisture) ................................. 79

xvi
Universitas Sumatera Utara
21 Data hasil uji statistik elastisitas (elasticity) ................................... 82

22 Contoh surat pernyataan sukarelawan peserta penelitian ............... 85

xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penuaan adalah siklus yang ditandai dengan menurunnya berbagai

fungsi organ tubuh karena bertambahnya umur. Umumnya proses penuaan dapat

terlihat jelas dari garis-garis kerutan di permukaan kulit, baik kulit wajah ataupun

kulit di bagian tubuh lain (Sadewo, 2009). Penuaan kulit merupakan sebuah

fenomena komplek yang terdiri dari dua komponen yaitu faktor intrinsik dan

ekstrinsik. Faktor intrinsik diistilahkan sebagai penuaan sesungguhnya yang

mana tak dapat dihindari dengan bertambahnya umur dan ditunjukkan terutama

dengan adanya perubahan fisik, umumnya bersifat genetis. Faktor ekstrinsik

disebabkan oleh paparan lingkungan seperti photoaging (Farage et al., 2010).

Kulit merupakan jaringan utama dalam studi ilmiah gerontologi karena

merupakan sistem organ terbesar dalam tubuh, sehingga tersedia kesempatan

untuk meneliti adanya pengaruh lingkungan serta faktor genetik dalam proses

penuaan (Gilchrest, 2000). Jaringan terluar dari tubuh kulit sering dan secara

langsung terpapar dengan lingkungan prooksidatif seperti radiasi UV

(ultraviolet), pemakaian obat-obatan, dan polusi udara (Elsner & Howard, 2000).

Antioksidan melindungi kulit dari radikal bebas dengan mekanisme aksi

berupa kemampuan mengikat oksigen tunggal dan oksigen khas yang reaktif

(Pfenninger, 2010). Oksidasi dan produk radikal bebas diproduksi dalam tubuh

untuk menjalankan fungsi biologis yang penting, tapi di sisi lain dapat merusak

karena sangat reaktif (Papas, 1998). Pada dasarnya radikal bebas dapat terbentuk

melalui dua cara, yaitu secara endogen sebagai respon normal proses biokimia

1
Universitas Sumatera Utara
intrasel maupun ekstrasel dan secara eksogen misalnya dari polusi, makanan,

serta injeksi ataupun absorpsi melalui kulit (Winarsi, 2007).

Senyawa yang dapat menangkal radikal bebas adalah antioksidan. Sebagai

bahan aktif antioksidan digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat

oksidasi sehingga mencegah penuaan dini (Masaki, 2010). Penuaan dapat dicegah

bila radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh seimbang dengan antioksidan yang

dihasilkan tubuh (Darmawan, 2013). Namun tubuh tidak mempunyai cadangan

antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas

yang berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan dari luar (Rohdiana, 2011).

Banyak zat yang berasal dari tanaman yang secara kolektif disebut

fitonutrien atau fitokimia yang semakin dikenal karena aktivitas antioksidannya

(Percival, 1998). Salah satunya adalah tumbuhan jelatang yang memiliki

kandungan senyawa polisakarida, vitamin C, karoten serta flavonoid kuersetin,

rutin, kaempferol, dan beta-sitosterol (Fragoso et al., 2008). Kuersetin merupakan

senyawa yang berperan dalam pengembangan anti-aging (Bourgeois et al., 2016)

karena memiliki aktivitas antioksidan kuat untuk melindungi tubuh terhadap

radikal bebas (Shah et al., 2016). Uji antioksidan ekstrak jelatang telah dilakukan

sebelumnya dengan menggunakan berbagai pelarut seperti etanol, petroleum eter,

n-butanol, dan etil asetat. Ekstrak jelatang dengan pelarut etil asetat memiliki

potensi antioksidan yang tergolong kuat dibanding dengan pelarut lainnya dengan

nilai IC50 (inhibitory concentration) 78,99 µg/ml (Joshi et al., 2015). Ekstrak

jelatang memiliki efek antiagregan, antihiperglikemik, bradikardial, diuretik, dan

hipotensif (El Haouari et al., 2007). Penggunaan daunnya dapat menyembuhkan

penyakit seperti diabetes, eksema, hemoroid, anemia, rematik, dan kanker prostat

(Aksu & Kaya, 2004). Di samping itu jelatang diketahui dapat menghasilkan efek

2
Universitas Sumatera Utara
toksik pada sistem saraf pusat dan tepi, sistem kardiovaskuler, serta sistem

pernafasan. Komponen toksik itu adalah asetil kolin, histamin, dan asam format

yang terkonsentrasi pada rambut tumbuhan tersebut (Otles & Buket, 2012). Saat

kulit bersentuhan dengan rambut-rambut halus dari daunnya yang mengeluarkan

asam format dan histamin (Eskin & Snait, 2005), daun jelatang mengakibatkan

sensasi rasa menyengat, ruam, dan gatal-gatal (Fu et al., 2006). Perendaman daun

jelatang dalam air dapat membantu mengeluarkan senyawa menyengat

(Hailemeskel & Fekadu, 2015) dengan cara merendamnya selama 20 menit atau

diuapkan sebentar (Herrera, 2013).

Gel yang mengandung bahan alam sebagai zat aktif masih jarang

ditemukan. Gel memiliki beberapa keuntungan dibanding sediaan topikal lain

yaitu kemampuan penyebarannya baik pada kulit, tidak menghambat fungsi

fisiologis kulit karena tidak melapisi permukaan kulit secara kedap dan tidak

menyumbat pori-pori kulit, memberi sensasi dingin, mudah dicuci dengan air,

memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut serta pelepasan

obatnya baik (Voight, 1984), mudah dioleskan dan viskositasnya tidak

mengalami perubahan yang berarti selama penyimpanan (Lieberman, 1997).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai sediaan

gel anti-aging ekstrak etil asetat daun jelatang (Urtica dioica L.) yang

diformulasikan dengan beberapa konsentrasi (6 x IC50, 12 x IC50, 18 x IC50).

Penentuan konsentrasi ini berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Rusdiana

(2007) melalui pendekatan dengan membandingkan bagian tumbuhan yang

digunakan, kandungan senyawa kimia, dan nilai IC50 dari tumbuhan lain yang

hampir sama dengan jelatang. Formulasi gel kemudian diuji mutu fisik dan

aktivitasnya sebagai anti-aging.

3
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian

ini adalah:

a. Apakah ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan menjadi sediaan

gel anti-aging.

b. Apakah gel yang mengandung ekstrak etil asetat daun jelatang dapat

memberikan efek anti-aging dan pada konsentrasi berapa memberikan efek

yang terbaik.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini

adalah:

a. Ekstrak etil asetat daun jelatang dapat diformulasikan menjadi sediaan gel

sebagai anti-aging.

b. Gel yang mengandung ekstrak etil asetat daun jelatang mampu memberikan

efek anti-aging dengan konsentrasi yang tepat.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun jelatang dapat

diformulasikan dalam bentuk sediaan gel.

b. Untuk mengetahui konsentrasi terbaik dari gel ekstrak etil asetat daun jelatang

yang dapat memberikan efek anti-aging.

4
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi kepada

masyarakat mengenai aktivitas antioksidan dan stabilitas sediaan fisik formulasi

gel anti-aging ekstrak etil asetat daun jelatang (Urtica dioica L.).

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Ekstrak etil asetat - Stabilitas:


daun jelatang - Organoleptis
- Homogenitas
Pemeriksaan - pH
Sediaan gel - Viskositas
Formulasi gel - Iritasi
ekstrak etil asetat
daun jelatang
0,5%; 0,10%; 0,15% - Keriput
Uji efek anti-aging - Melanin
dengan skin analyzer - Pori
ASW Aram Huvis - Kadar air
- Elastisitas

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jelatang (Urtica dioica L.)

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tumbuhan jelatang (Urtica dioica L.) adalah sebagai berikut

(Ahmed & Subramani, 2014):

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Subclass : Hamamelidae

Order : Urticales

Family : Urticaceae

Genus : Urtica L.

Species : Urtica dioica L.

2.1.2 Morfologi

Jelatang merupakan spesies yang paling banyak dikenal dalam genus

Urtica (Ramzan, 2015), yang dapat tumbuh di Eropa, Asia, bagian utara Afrika,

dan Amerika Utara dengan sebutan umum yaitu stinging nettle (Beck, 2017).

Berkembang biak dengan menyebarkan rhizome dan stolon hingga membentuk

rumpun, tumbuhan perennial ini mampu tumbuh hingga mencapai 1-2 meter

(Durbin, 2006). Daunnya hijau bertekstur kasar ditutupi oleh bulu-bulu

menyengat (trikoma), berukuran 2-3 inchi, ramping, bergerigi, dan ujungnya

6
Universitas Sumatera Utara
lancip (Baumgardner, 2016). Di Indonesia tumbuhan ini juga juga dapat

ditemukan, namun pemanfaatannya masih kurang populer.

2.1.3 Kandungan kimia

Daun jelatang mengandung klorofil, protein, karotenoid seperti lutein, β-

karoten, dan isomernya, mineral di antaranya zat besi, fosfor, magnesium,

kalsium, potasium, sodium, vitamin B, C, dan K (Zeipina et al., 2014), flavonoid

seperti isokuersetin dan rutin, tanin, histamin, serotonin, asam format, asam resin,

glukokinin (Shilpi et al., 2017), asam linoleat, asam ursolik, neoxanthin,

violaxanthin, likopen (Shailajan et al., 2014).

2.1.4 Manfaat

Secara tradisional digunakan untuk nutrisi, hemostatik, astringen,

stimulan sirkulasi darah pada penyembuhan luka, penyakit kulit, pendarahan

uterus, dan nyeri sendi, permasalahan saluran kemih (Mantle & Denise, 2009).

Ekstrak daunnya memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Saad & Omar 2011),

sehingga dapat digunakan lebih lanjut untuk membantu perawatan anti-aging

kulit (Ferguson, 2011).

2.2 Ekstrasi

Ekstraksi adalah suatu teknik yang biasa digunakan dalam kimia organik

untuk memisahkan senyawa yang diinginkan (Gilbert & Stephen, 2015). Sebelum

ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan dikeringkan kemudian dihaluskan pada

derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987), melalui proses pengayakan terlebih

dahulu (Kemenkes RI, 2013). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu

sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia

nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

7
Universitas Sumatera Utara
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Ditjen POM., 1995).

Menurut Ditjen POM (2000) metode ekstraksi menggunakan pelarut ada

dua yaitu cara panas (refluks, digesti, sokletasi, infudasi, dekoktasi) dan cara

dingin (maserasi, perkolasi).

Maserasi merupakan metode yang paling banyak digunakan, dengan

memasukkan sampel dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup

rapat pada suhu kamar. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel

dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode ini adalah memakan banyak

waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa

senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstrasi pada

suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya

senyawa-senyawa yang termolabil (Mukhriani, 2014), menggunakan pelarut

dingin yang mengurangi adanya dekomposisi (Williamson et al., 1996), mudah

dilakukan tanpa perlakuan khusus (Verawati dkk, 2017), secara teknis peralatan

yang digunakan sederhana (Mulyani & Mega, 2015).

2.3 Gel

Gel adalah sistem semi padat yang terdiri dari susunan partikel kecil

anorganik maupun molekul besar organik yang terpenetrasi dalam suatu cairan

(USP, 2009). Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan

hidrofilik. Gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik.

Apabila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali terjadi

interaksi antara kedua fase. Gel hidrofilik umumnya adalah molekul-molekul

8
Universitas Sumatera Utara
organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase

pendispersi (Ansel, 1989), mengandung komponen bahan pengembang atau

disebut basis gel, air, humektan, dan bahan pengawet (Voigt, 1994).

2.3.1 Hidroksi propil metil selulose (HPMC)

Basis gel merupakan bahan utama dalam formulasi sediaan gel. Basis

Hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC) merupakan gelling agent semi sintetik

turunan selulose yang stabil pada pH 3-11, dapat membentuk gel yang jernih dan

bersifat netral serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka

panjang (Rowe et. al, 2009). Dikenal sebagai bahan yang tidak toksik dan tidak

mengiritasi (Harwood, 2006), dengan ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak

memiliki bau dan rasa, sangat sukar larut dalam eter, etanol, aseton tetapi dapat

mudah larut dalam air panas dan segera membentuk gumpalan koloid, mampu

menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi

produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe et. al., 2005).

2.3.2 Metil paraben

Berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk ktristal putih, tidak berbau

atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Metil paraben atau yang

biasa disebut dengan nipagin umumnya digunakan sebagai pengawet pada

kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetik lainnya. Dalam

penggunaanya sering dikombinasikan dengan paraben lain ataupun pengawet

lain. Metil paraben (0,18%) dikombinasi dengan propil paraben (0,02%) telah

banyak digunakan dalam formulasi farmasetika parenteral. Penggunaannya dalam

sediaan krim ataupun sediaan topikal lainnya adalah sebagai anti mikroba. Dalam

sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi berkisar antara 0,02-0,3%

(Rowe, et al., 2009).

9
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Propil paraben

Bentuknya kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa serta berfungsi

sebagai pengawet (Steinberg, 2005). Konsentrasi yang digunakan pada sediaan

topikal adalah 0,01-0,06%. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang

pH 4-8. Peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya

(Wade & Weller, 1994).

2.3.4 Propilen glikol

Bentuknya cairan kental, jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.

Berfungsi sebagai pengawet, disinfektan, humektan, pelarut, dan stabilizing

agent. Kelarutannya dapat larut dalam air, aseton, kloroform, eter, dan beberapa

minyak esensial. Pada formulasi sediaan topikal digunakan sebagai humektan

dengan konsentrasi 15% (Rowe et al., 2009). Propilen glikol digunakan sebagai

pelembab yang akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga

sifat fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan,

memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002).

2.4 Kulit

Kulit adalah organ terluas dari tubuh, kira-kira luasnya 14-16% berat

badan orang dewasa (Xu, 2011), mempunyai enam fungsi utama yaitu sensasi,

regulasi panas, absorpsi, proteksi, ekskresi, dan sekresi (Hiscock et al., 2004).

Selain itu berfungsi sebagai penunjang penampilan, fungsi yang terkait dengan

kecantikan yaitu kulit halus, putih, dan bersih (Mustikawati, 2017). Kulit

merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan

kehidupan, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh

(Wasitaatmadja, 1997).

10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Struktur kulit (Brown & Tony, 2005)

Struktur kulit terdiri dari 3 lapisan utama (Judha, 2016), yaitu:

1. Epidermis

Merupakan lapisan permukaan kulit paling luar yang terdiri dari beberapa

lapisan tanduk yaitu stratum germinativum, spinosum, granulosum, lusidum,

dan corneum. Di epidermis terdapat dua sistem yaitu sistem malpighi yang sel-

selnya akan mengalami keratinisasi dan pigmentasi yang akan memberikan

melanosit untuk sintesa melanin.

2. Dermis

Terdiri atas dua lapisan yang tidak begitu jelas batasnya yaitu stratum papilare,

merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis dengan serabut

kolagen halus, dan stratum reticulare yang mengandung serabut kolagen kasar

serta sel khromotofor yang di dalamnya mengandung butir-butir pigmen.

3. Subdermis/ Subkutis/ Hipodermis

Merupakan jaringan pengikat longgar sebagai lanjutan dari dermis. Demikian

pula serabut-serabut kolagen dan elastisnya melanjutkan ke dalam dermis.

Pada daerah-daerah tertentu terdapat jaringan lemak yang tebal mencapai 3 cm

atau lebih. Di dalam subkutis terdapat anyaman pembuluh dan syaraf.

11
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Jenis-jenis kulit

Pada umumnya jenis kulit manusia dapat dikelompokkan menjadi: kulit

normal, kulit berminyak, kulit kering, dan kulit sensitif (Irianto, 2017).

1. Kulit normal

Kulit normal cenderung mudah dirawat. Ciri-cirinya adalah lembut, lembab

berembun, segar bercahaya, halus, mulus, elastis, dan tidak terlihat minyak

yang berlebihan serta tidak terlihat kering. Meski demikian kulit normal tetap

harus dirawat, jika tidak dirawat akan mudah mengalami penuaan dini seperti

keriput dan tampilannya pun tampak lelah.

2. Kulit berminyak

Kulit berminyak banyak dialami oleh orang-orang di daerah tropis.

Penyebabnya karena kelenjar minyak (sebaceous gland) sangat produktif

hingga tidak mampu mengontrol jumlah minyak (sebum) yang harus

dikeluarkan.

3. Kulit kering

Kulit kering memiliki karakteristik yang cukup merepotkan, karena pada

umumnya menimbulkan efek yang tidak segar dan cenderung berkeriput. Kulit

kering memiliki kadar minyak yang sangat rendah. Ciri-cirinya adalah kulit

terasa kaku dan mereda setelah memakai pelembab. Kondisi kulit dapat

menjadi lebih buruk apabila terkena angin, perubahan cuaca dari dingin ke

panas atau sebaliknya.

4. Kulit sensitif

Kulit sensitif didasarkan atas gejala-gejala penambahan warna, dan reaksi

cepat terhadap rangsangan. Kulit sensitif biasanya lebih tipis dari jenis kulit

lainnya sehingga sangat peka terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan alergi

12
Universitas Sumatera Utara
(alergen). Ciri-cirinya adalah mudah alergi, cepat bereaksi terhadap allergen,

tekstur kulit tipis, mudah iritasi dan terluka, serta mudah terlihat kemerahan.

Perawatan kulit sensitif ditujukan untuk melindungi kulit serta mengurangi

dan menanggulangi iritasi.

2.4.2 Penuaan kulit

Menjadi tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan

jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Akibatnya tubuh tidak dapat

bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut. Proses

penuaan ini akan terjadi pada seluruh organ tubuh termasuk kulit. Faktor-faktor

yang mempengaruhi proses menua di antaranya adalah hereditas atau genetik,

nutrisi serta makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan sekitar,

dan stres.

Beberapa perubahan sistem kulit akibat penuaan yaitu: 1) kulit keriput

akibat kehilangan jaringan lemak, 2) kulit kering dan kurang elastis karena

menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adipose, 3) kelenjar keringat mulai

tidak bekerja dengan baik, 4) kulit pucat, terdapat bintik-bintik hitam akibat

menurunnya aliran darah dan sel-sel yang memproduksi pigmen, 5) pertumbuhan

rambut berhenti, rambut menipis, botak serta warna rambut kelabu, 6) pada

wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang-kadang menurun, 7)

keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak,

rendahnya aktivitas otot, 8) temperatur tubuh menurun akibat kecepatan

metabolisme menurun, 9) kuku jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh, 10)

menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka

kurang baik (Muhith & Sandu, 2016)

13
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Radiasi UV (ultraviolet) dan photoaging

Paparan radiasi UV (ultraviolet) dari sinar matahari berkontribusi

terhadap 90% gejala penuaan dini kulit. Banyak perubahan kulit yang umumnya

diyakini karena faktor usia, seperti keriput dan mudah iritasi, sebenarnya juga

akibat paparan radiasi UV (ultraviolet) berkepanjangan. Radiasi UV (ultraviolet)

dibagi tiga jenis menurut panjang gelombangnya (Salma, 2014):

1. Sinar UVA adalah sinar UV yang paling banyak menimbulkan radiasi,

penyumbang utama kerusakan kulit dan kerutan. Radiasi UVA menembus

sampai dermis, dapat merusak serat-serat yang berada di dalamnya. Kulit

menjadi kehilangan elastisitasnya dan berkerut.

2. Sinar UVB biasanya hanya merusak lapisan luar kulit (epidermis). Paparan

berlebih sinar ini dapat menimbulkan kulit kemerahan/ terbakar. Sinar UVB

juga dapat menyebabkan kerusakan fotokimia pada DNA sel sehingga memicu

pertumbuhan kanker kulit.

3. Sinar UVC menimbulkan bahaya terbesar dan menyebabkan kerusakan

terbanyak, namun mayoritas sinar ini terserap di lapisan ozon atmosfer.

Photoaging atau dermatoheliosis adalah pola perubahan kulit yang khas

akibat paparan sinar matahari. Seseorang yang mengalami photoaging akan

timbul perubahan warna dan tekstur kulit (Salma, 2014).

Photoaging diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya menjadi

empat tahap sebagai berikut.

Tipe I : Merupakan photoaging tahap awal, tidak ada kerut, terjadi perubahan

pigmen yang ringan, umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun.

Tipe II : Merupakan kelanjutan photoaging tahap awal, tetapi sedikit lebih berat.

Timbul kerut jika kulit digerakkan, keratosis atau penebalan kulit pada

14
Universitas Sumatera Utara
daerah tertentu yang menimbulkan bintik-bintik hitam seperti sisik

yang jelas, terjadi pada usia 30-40 tahun.

Tipe III : Merupakan photoaging yang parah, timbul keriput walaupun kulit

dalam keadaan istirahat, terjadi perubahan kulit dan keratosis yang

lebih banyak lagi, terjadi pada usia 50 tahun ke atas.

Tipe IV : Merupakan tahap photoaging yang sangat parah, warna kulit menjadi

kuning atau abu-abu, pada kulit hanya ada keriput, terjadi pada usia 60

tahun ke atas.

2.5 Antioksidan dan Anti-Aging

Antioksidan adalah bahan yang diperlukan tubuh untuk menetralisir

radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkannya. Dalam tubuh

manusia terdapat radikal bebas, sebagai sampingan dari proses pembentukan

energi. Jika kondisi radikal bebas dalam tubuh terlalu banyak maka radikal bebas

akan bersifat merusak tubuh. Meningkatnya radikal bebas yang berlebih ini akan

berakibat pada penuaan dini, karena dapat merusak senyawa lemak yang dapat

menghilangkan elastisitas kekencangan kulit sehingga mengakibatkan keriput

(Adhi, 2016).

Antioksidan membantu proses penyembuhan kulit secara cepat dan

mengurangi pembentukan jaringan parut (Voiculescu, 2012). Oleh karena itu

produk-produk perawatan kulit selalu mengandung antioksidan sebagai salah satu

bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging yang juga mengandalkan

antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi

salah satu faktor penyebab penuaan dini. Anti-aging atau anti penuaan adalah

sediaan yang berfungsi mencegah proses kerusakan pada kulit (degeneratif),

15
Universitas Sumatera Utara
sehingga mampu mencegah timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit

(Muliyawan & Suriana, 2013).

Ada dua kelompok utama komponen sediaan topikal anti penuaan kulit

yaitu antioksidan dan regulator sel. Antioksidan yang berbeda, contohnya

vitamin, polifenol, dan flavonoid, mekanisme kerjanya meningkatkan produksi

kolagen dengan cara mengurangi konsentrasi radikal bebas dalam jaringan.

Beberapa regulator sel seperti retinol dan peptida mempunyai efek langsung di

dalam metabolisme dan produksi serabut kolagen (Ganceviciene et al., 2012).

Vitamin B3, C, dan E merupakan antioksidan terpenting yang memiliki

kemampuan berpenetrasi pada kulit melalui berat molekulnya yang kecil.

Mekanisme kerja vitamin C sebagai kofaktor enzim-enzim yang bertanggung

jawab menstabilkan dan menghubungkan antar molekul kolagen serta

menghambat MMP (metaloproteinase matriks), suatu protease dengan aktivitas

mendegradasi kolagen. Kombinasi vitamin C dan E mampu meningkatkan

aktivitasnya sebagai antioksidan. Retinol (vitamin A) serta turunannya seperti

retinaldehida dan tretinoin memiliki efek antioksidan, meningkatkan biosintesis

kolagen, dan mengurangi pengeluaran MMP (Mukherjee, 2015).

Banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapatkan

efikasi maksimal zat aktif dan menyediakan alternatif pilihan bentuk sediaan

yang terbaik. Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga

banyak digunakan (Yanhendri & Satya, 2012).

BAB III

16
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental, meliputi beberapa tahapan

yaitu penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, dan pembuatan formulasi sediaan

gel anti-aging. Pemeriksaan terhadap sediaan gel anti-aging meliputi uji

stabilitas, homogenitas, pH, viskositas, dan iritasi terhadap kulit sukarelawan

serta uji aktivitasnya sebagai sebagai anti-aging.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, spatula, pipet tetes, penangas air, rotary evaporator (Stuart),

timbangan analitis (Boeco Germany), pH meter (Hana Instrument), viskometer

Brookfield, skin analyzer ASW Aram Huvis.

3.1.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jelatang

(Urtica dioica L.). Bahan kimia yang digunakan adalah etil asetat hasil destilasi

(teknis), HPMC, metil paraben, propil paraben, propilen glikol, dan akuades.

3.2 Sukarelawan

Pemilihan sukarelawan dilakukan di Fakultas Farmasi USU berdasarkan

kriteria inklusi dan ekslusi yaitu wanita berusia sekitar 23-37 tahun, tidak

memiliki riwayat alergi pada kulit. Sebelum melaukan penelitian sukarelawan

diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang penelitian yang akan dilakukan dan

17
Universitas Sumatera Utara
bersedia menandatangani surat persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian

sampai selesai.

3.3 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA),

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sumatera

Utara.

3.4 Pengumpulan Sampel

3.4.1 Teknik pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang

digunakan adalah daun jelatang yang diperoleh dari Bukit Sepakat, Lawe Sigala-

Gala, Aceh Tenggara.

3.4.2 Pengolahan sampel

Daun jelatang segar dibersihkan dari partikel asing, direndam, ditiriskan,

diangin-anginkan, lalu dikeringkan menggunakan lemari pengering, setelah

kering sampel dihaluskan.

3.4.3 Pembuatan ekstrak daun jelatang

Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan memasukkan 500 g sampel ke

dalam maserator dan ditambahkan 10 bagian pelarut (5 L etil asetat). Direndam

selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18

jam. Dipisahkan maserat dengan cara filtrasi. Diulangi proses penyarian sebanyak

tiga kali menggunakan jenis pelarut yang sama setengah kali jumlah volume

pelarut pada penyarian pertama (Kemenkes RI, 2013). Maserat dipekatkan

18
Universitas Sumatera Utara
dengan rotary evaporator pada suhu ±40ºC, ekstrak diuapkan di atas penangas air

hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dimasukkan ke dalam freezer untuk

membebaskan pelarut.

3.5 Formulasi Gel

3.5.1 Formulasi standar basis gel

Sediaan gel dibuat dengan menggunakan basis gel berdasarkan formula

Ardana (2015). Rancangan formula sediaan gel anti-aging dapat dilihat sebagai

berikut:

R/ HPMC 2,75

Metil paraben 0,15

Propil paraben 0,05

Propilen glikol 20

Akuades ad 100

Tabel 3.1 Komposisi bahan dalam gel

Konsentrasi (% b/b)
Bahan
F0 F1 F2 F3
Ekstrak (g) 0 0,05 0,10 0,15
Basis gel (g) 100 99,95 99,90 99,85
Total sediaan (g) 100 100 100 100

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%.

3.5.2 Pembuatan sediaan gel

HPMC terlebih dahulu dikembangkan dalam air sejumlah 20 kali beratnya

pada suhu 70°C (Rahmawanty dkk, 2014), dibiarkan selama kurang lebih 30

menit (Wigati & Lilies, 2016). Setelah kembang ditambahkan metil paraben dan

propil paraben yang telah dilarutkan dengan propilen glikol kemudian digerus

19
Universitas Sumatera Utara
sampai homogen, tambahkan sisa air yang dibutuhkan (Budiman dkk., 2015).

Ekstrak daun jelatang ditimbang 0,05 g, dimasukkan ke dalam lumpang,

tambahkan basis gel sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan

terakhir cukupkan hingga mencapai 100 g. Perlakuan yang sama dilakukan untuk

membuat sediaan gel dengan ekstrak daun jelatang 0,10% dan 0,15%.

3.6 Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel

3.6.1 Pengamatan organoleptis

Pengamatan organoleptis ini bertujuan untuk mendeskripsikan sediaan gel

yang meliputi warna, bau, dan konsistensinya secara visual (Chen et al., 2016),

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh selama masa penyimpanan 28 hari.

3.6.2 Pengamatan homogenitas

Pengamatan homogenitas sediaan gel dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 21,

dan 28 di mana hari ke 1 merupakan waktu sediaan selesai dibuat. Pengamatan

homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek glass, caranya: sediaan jika

dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan

harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran

kasar (Ditjen POM., 1979).

3.6.3 Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 di mana hari

ke 1 merupakan waktu sediaan selesai dibuat. Penentuan pH sediaan dilakukan

dengan menggunakan alat pH meter, yang terlebih dahulu dikalibrasi

menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam

(pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Selanjutnya elektroda

dicuci menggunakan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam

20
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dengan akuades

hingga 100 ml, kemudiaan elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut.

Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan dan angka yang

ditunjukkan oleh pH meter adalah merupakan pH sediaan sampel tersebut

(Rawlins, 2003).kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

3.6.4 Penentuan viskositas

Penentuan viskositas menggunakan alat viskometer Brookfield. Sediaan

dimasukkan dalam gelas hingga mencapai volume 100 ml, kemudian spindel 62

diturunkan hingga tercelup dalam formulasi. Alat dihidupkan dengan menekan

tombol ON. Kecepatan spindel diatur 12 rpm, dibaca skalanya (dial reading) di

mana jarum merah bergerak stabil. Nilai viskositas (ɳ) dalam centipoise (cps)

diperoleh dari skala baca (dial reading) dikali faktor koreksi (f). Pengamatan

dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 21, dan 28 hari.

3.7 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan usia 23-37 tahun

untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan kemerahan

pada kulit (eritema) dan penumpukan cairan tubuh (edema). Caranya: kosmetika

dioleskan di lengan atas bagian dalam, dilakukan sebanyak 3 x sehari selama 3

hari berturut-turut (pagi, siang, sore). Reaksi iritasi ditandai adanya kemerahan,

gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan atas bagian dalam yang diberi

perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).

3.8 Pengujian efektivitas anti-aging terhadap sukarelawan

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap 12 orang

sukarelawan, diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit punggung tangan yang

21
Universitas Sumatera Utara
telah ditandai dengan berbagai parameter uji, seperti: keriput (wrinkle), pigmen

hitam (melanin), besar pori (pore), kadar air (moisture), dan elastisitas (elasticity)

menggunakan alat skin analyzer. Pengamatan dilakukan dengan membagikan

sediaan gel sesuai konsentrasi yang ditetapkan. Pemakaian gel dilakukan 2 x

sehari, pagi dan sore. Perubahan kondisi kulit diukur setiap 7 hari sekali selama

28 hari yang terdiri dari 4 kelompok sukarelawan yaitu:

a. kelompok I : 3 sukarelawan menggunakan blanko

b. kelompok II : 3 sukarelawan menggunakan formula gel ekstrak daun

jelatang 0,05%

c. kelompok III : 3 sukarelawan menggunakan formula gel ekstrak daun

jelatang 0,10%

d. kelompok IV : 3 sukarelawan menggunakan formula gel ekstrak daun

jelatang 0,15%

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan aplikasi program SPSS

(Statistical Product and Service Smirnov). Distribusi data dianalisis terlebih

dahulu menggunakan Shapiro-Wilk Test. Selanjutnya dianalisis menggunakan

Kruskal-Walls Test untuk mengetahui efektivitas anti-aging antar formula.

Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh waktu dan formula terhadap kondisi

kulit selama 28 hari pengamatan digunakan Mann-Whitney Test.

22
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA),

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sumatera

Utara. Hasilnya menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah benar

merupakan daun jelatang (Urtica dioica L.), dapat dilihat pada Lampiran 1,

halaman 46. Gambar daun jelatang segar, simplisia, dan serbuk simplisia daun

jelatang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 47.

4.2 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat secara maserasi untuk menarik

senyawa yang terdapat dalam simplisia. Hasil ekstraksi dari 500 gram simplisia

diperoleh ekstrak etil asetat 7,5 gram. Gambar hasil ekstraksi dan perhitungan

rendemen dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 47 dan Lampiran 3, halaman

48.

4.3 Hasil Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan Gel

4.3.1 Hasil pengamatan organoleptis

Pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang

meliputi warna, bau, dan konsistensi yang diamati secara visual. Sediaan

dinyatakan stabil apabila warna, bau, dan konsistensi tidak berubah secara visual

selama penyimpanan dan juga tidak ditumbuhi jamur dari hari pertama sampai 28

hari. Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang

23
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa semua sediaan gel tidak mengalami perubahan yang berarti

dari segi penampilan baik warna, bau dan konsistensinya selama penyimpanan 28

hari. Hal ini menunjukkan sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang stabil.

Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun jelatang dapat

dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 10, halaman 55.

Tabel 4.1 Hasil pengamatan organoleptis sediaan gel ekstrak etil asetat daun
jelatang

Penampilan
Sediaan
Warna Bau Konsistensi
F0 Bening Praktis tidak berbau Agak kental
F1 Hijau terang Berbau khas Agak kental
F2 Hijau gelap Berbau khas Agak kental
F3 Hijau gelap Berbau khas Agak kental

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.3.2 Hasil pengamatan homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat keseragaman partikel dalam

sediaan gel. Untuk memenuhi syarat homogenitas parameternya adalah sebaran

warna merata dan pemisahan fase tidak terjadi. Hasil pengamatan homogenitas

dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Lampiran 11, halaman 56. Hasilnya

menunjukkan bahwa semua sediaan gel homogen.

Tabel 4.2 Data pengamatan homogenitas

Nilai pH rata-rata selama 28 hari


Sediaan
1 7 14 21 28
F0 - - - - -
F1 - - - - -
F2 - - - - -
F3 - - - - -

Keterangan: (+): tidak homogen, (-): homogen, F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan
F3 sediaan gel ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut
0,05%; 0,10%; dan 0,15%

24
Universitas Sumatera Utara
4.3.3 Hasil pengukuran pH

Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.3. Penentuan pH sediaan

dilakukan menggunakan alat pH meter seperti pada Lampiran 9, halaman 54,

dengan tiga kali pengulangan. Berdasarkan hasil pengukuran pH yang diperoleh,

pH sediaan gel formula F1 (0,05%), F2 (0,10%), F3 (0,15%), lebih rendah dari

F0 (blanko). pH sediaan gel yang dibuat masih memenuhi batas pH fisiologis

kulit, menurut literatur pH kosmetik diusahakan sama atau sedekat mungkin

dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,5 – 6,5 (Tranggono dan Fatma, 2007).

Tabel 4.3 Data pengukuran pH

Nilai pH rata-rata selama 28 hari


Sediaan
1 7 14 21 28
F0 6,4 6,4 6,4 6,4 6,5
F1 4,8 4,8 4,8 4,9 4,9
F2 4,9 4,9 4,9 4,9 5,0
F3 5,2 5,2 5,2 5,3 5,3

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.3.4 Hasil penentuan viskositas

Pengujian viskositas bertujuan untuk menentukan nilai kekentalan suatu

zat. Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi kekentalan zat

tersebut (Martin dkk., 1993). Hasil pengamatan viskositas sediaan gel selama

penyimpanan 28 hari menunjukkan bahwa sediaan mengalami penurunan.

Viskositas sediaan akan menurun jika temperatur dinaikkan, dan viskositas

sediaan akan meningkat pada temperatur rendah. Hal ini dikarenakan adanya

panas sehingga memperbesar jarak antar partikel yang membuat gaya antar

partikel berkurang, jarak menjadi renggang yang mengakibatkan viskositas

sediaan menurun. Hasil pengamatan viskositas dapat dilihat pada Tabel 4.4.

25
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Data pengukuran uji viskositas

Viskositas (cps) selama 28 hari


Sediaan
1 7 14 21 28
F0 2450 2450 2450 2450 2400
F1 2200 2200 2200 2200 2100
F2 2100 2100 2100 2100 2000
F3 2000 2000 2000 2000 2000

Keterangan: cps: centipoise, F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel
ekstrak etil asetat dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%;
dan 0,15%

4.4 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan. Hasil uji iritasi dapat

dilihat pada Tabel 4.5. Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan yang dioleskan pada

kulit yang tipis di lengan atas bagian dalam, seperti pada Lampiran 12, halaman

57, sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang, sore) selama 3 hari berturut-turut,

menunjukkan tidak ada efek samping berupa gatal, kemerahan, atau pengkasaran

pada kulit yang dioleskan sediaan gel.

Tabel 4.5 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

No Pernyataan Sukarelawan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Gatal - - - - - - - - - - - -
2 Kemerahan - - - - - - - - - - - -
3 Pengkasaran kulit - - - - - - - - - - - -

Keterangan: +: gatal, ++: kemerahan, +++: pengkasaran kulit, -: tidak terjadi

4.5 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging

Pengujian efektivitas anti-aging dengan menggunakan skin analyzer ASW

Aram Huvis perbesaran lensa 30x (Lampiran 9, halaman 54), di mana parameter

uji meliputi: pengukuran keriput (wrinkle),pengukuran pigmen hitam (melanin),

26
Universitas Sumatera Utara
besar pori (pore), pengukuran kadar air (moisture), dan elastisitas (elasticity).

Pengukuran efektivitas anti-aging dimulai dengan mengukur kondisi kulit awal

sebelum dilakukan perawatan, hal ini bertujuan untuk bisa melihat seberapa besar

pengaruh gel yang digunakan dalam memulihkan kulit setelah mengalami

penuaan tersebut. Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test, diperoleh

nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal,

sehingga dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis kemudian dilanjutkan uji

Mann-Whitney. Hasil pengukuran efektivitas anti-aging akan dibahas setiap

parameter di bawah ini.

4.4.1 Pengukuran keriput (wrinkle)

Pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan

jumlah keriput pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel

ekstrak etil asetat daun jelatang. Persentase penurunan jumlah keriput pada kulit

punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 6,6% (F1), 9,1% (F2), dan 10,9%

(F3). Sedangkan persentase jumlah keriput pada blanko memiliki penurunan

paling rendah hanya sebesar 5,7%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap keriput kulit punggung

tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya perbedaan statistika

yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann-

Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-

Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengurangan nilai keriput

yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3. Nilai yang ditunjukkan adalah

p<0,05.

27
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan kering menyebabkan terbentuknya keriput di permukaan kulit

karena berkurangnya kadar air dalam kulit tanpa ada perubahan dalam struktur

matriks dermal, karena keriput dapat diperbaiki dengan perawatan menggunakan

pelembab. Pada kulit kering distribusi air dalam stratum korneum berubah

dibandingkan dengan kulit sehat terutama kadar air menurun di permukaan kulit

(Quan, 2016). Pada proses menua, tulang dan otot mengalami atropi atau

pengecilan jaringan lemak subkutan berkurang, lapisan kulit tipis disertai

kehilangan daya kenyalnya sehingga membuat terbentuknya kerutan dan lipatan

pada kulit (Putro, 1997). Perubahan tersebut mempengaruhi penampilan dan

memperlihatkan bahwa orang telah memasuki usia senja (Hembing, 2008).

Tabel 4.6 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan
sukarelawan kelompok F0, F1, F2, dan F3 pada kondisi awal sebelum
perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28
hari

Keriput
Gel Sukarelawan Kondisi Pemulihan
awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari %
1 39 38 38 37 37 5,1
2 38 38 38 38 37 2,6
F0
3 39 39 39 39 38 2,5
38,6 38,33 38,33 38 37,3 3,4
1 38 38 37 36 35 7,8
2 38 37 35 35 35 7,8
F1
3 38 38 37 36 34 10,5
38 37,6 36,3 35,6 34,6 8,7
1 38 37 35 35 35 7,8
2 37 35 35 34 32 13,5
F2
3 36 36 35 34 34 5,5
37 36 35 34,3 33,6 8,9
1 37 34 34 33 33 10,8
2 36 35 34 34 32 11,1
F3
3 37 36 35 34 33 10,8
36,6 35 34,3 33,6 32,6 10,9

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

28
Universitas Sumatera Utara
50

40

30 F0
% keriput
(wrinkle) F1
20
F2
10
F3
0
0 7 14 21 28
waktu (hari)

Gambar 4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah keriput pada
kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.4.2 Pengukuran pigmen hitam (melanin)

Pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan

pigmen hitam pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel

ekstrak etil asetat daun jelatang. Persentase penurunan pigmen hitam pada kulit

punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 27,3% (F1), 29,5% (F2), dan 36,9%

(F3). Sedangkan persentase pigmen hitam pada blanko memiliki penurunan

paling rendah hanya sebesar 6,1%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap pigmen hitam kulit

punggung tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya

perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji

menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda.

Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

pengurangan nilai pigmen hitam yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan

F3. Nilai yang ditunjukkan adalah p<0,05.

29
Universitas Sumatera Utara
Noda hitam atau yang sering disebut dengan hiperpigmentasi bisa muncul

pada kulit yang mulai menua maupun kulit yang belum menua karena berbagai

sebab (Muliyawan & Suriana, 2013). Umumnya bercak-bercak hitam muncul

pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari (Bogadenta, 2012),

sehingga menyebabkan pembentukan melanin pada kulit semakin aktif

(Sumaryati, 2012) dan terlihat jelas pada mereka yang berkulit putih, sedangkan

pada kulit yang gelap tidak begitu tampak (Darmawan, 2013). Selain sinar

matahari, noda hitam dapat terjadi akibat pemakaian obat hormonal contohnya

kontrasepsi, kosmetik yang mengandung merkuri dan asam salisilat, antibiotik,

antiepilepsi, dan antiperadangan (Malahayati, 2010).

Tabel 4.7 Hasil pengukuran pigmen hitam (melanin) pada kulit punggung
tangan sukarelawan kelompok F0, F1, F2, dan F3 pada kondisi awal
sebelum perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21
hari, dan 28 hari

Pigmen hitam
Gel Sukarelawan Kondisi Pemulihan
awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari %
1 39 39 36 36 36 7,6
2 36 36 36 36 34 5,5
F0
3 38 38 38 37 36 5,2
37,7 37,7 36,7 36,3 35,3 6,1
1 36 33 31 27 25 30,5
2 36 31 30 28 27 25
F1
3 34 31 30 28 25 26,4
35,3 31,7 30,3 27,7 25,7 27,3
1 34 32 28 26 24 29,4
2 32 29 26 24 23 28,1
F2
3 32 29 27 24 22 31,2
32,7 30 27 24,7 23 29,5
1 30 28 26 22 19 36,6
2 30 27 24 23 22 40
F3
3 32 28 26 23 21 34,3
30,7 27,7 25,3 22,7 20,7 36,9

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

30
Universitas Sumatera Utara
50

40

% pigmen 30 F0
hitam
(melanin) 20 F1
F2
10 F3

0
0 7 14 21 28
waktu (hari)

Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pigmen hitam
pada kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.4.3 Pengukuran pori (pore)

Pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan

jumlah pori pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel

ekstrak etil asetat daun jelatang. Persentase penurunan jumlah pori pada kulit

punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 7,9% (F1), 11,7% (F2), dan 14,1%

(F3). Sedangkan persentase jumlah keriput pada blanko memiliki penurunan

paling rendah hanya sebesar 4,4%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap pori kulit punggung

tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya perbedaan statistika

yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann-

Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-

Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengurangan nilai pori-

pori kulit yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3. Nilai yang

ditunjukkan adalah p<0,05.

31
Universitas Sumatera Utara
Jika kulit sering terkena sinar matahari secara terus-menerus, bisa

membuat pori-pori semakin membesar karena sel-sel kulit mati menumpuk

(Bogadenta, 2012). Kulit berminyak harus sering dibersihkan untuk

menghilangkan minyak berlebihan yang tertimbun di pori-pori kulit dan

menyumbatnya karena minyak pada pori-pori itu selanjutnya bisa menjadi tempat

menempel kotoran dan debu yang mengakibatkan kulit tidak indah dipandang.

Pori-pori kulit berminyak cenderung melebar dan berpotensi terserang bakteri

yang mendatangi lemak yang tertimbun hingga timbullah masalah pada kulit

(Novita, 2009). Mikronutrien seperti antosianin, sulforaperane, asam lipid dan

katekin berkhasiat dalam menghancurkan lemak (Tim Penulis, 2009).

Tabel 4.8 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan
sukarelawan kelompok F0, F1, F2, F3 pada kondisi awal sebelum
perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28
hari

Pori
Gel Sukarelawan Kondisi Pemulihan
awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari %
1 31 31 30 30 29 6,4
2 32 32 32 32 31 3,1
F0
3 32 32 32 31 30 6,2
31,6 31,6 31,3 31 30 5,2
1 31 30 28 27 27 12,9
2 31 31 30 30 30 3,2
F1
3 30 30 30 27 27 10
30,6 30,3 29,3 28 28 8,7
1 31 31 29 28 27 12,9
2 30 29 27 27 26 13,3
F2
3 29 28 26 25 25 13,7
30 29,3 27,3 26,6 26 13,3
1 27 25 24 24 23 14,8
2 28 27 27 27 26 7,1
F3
3 29 26 25 24 23 20,6
28 26 25,3 25 24 14,1

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

32
Universitas Sumatera Utara
50

40

30 F0
% pori
(pore) F1
20
F2
10 F3

0
0 7 14 21 28
waktu (hari)

Gambar 4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah pori pada kulit
punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

4.4.4 Pengukuran kadar air (moisture)

Pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan

kadar air pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel ekstrak

etil asetat daun jelatang. Persentase peningkatan jumlah kadar air pada kulit

punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar 21,2% (F1), 22,5% (F2), dan 24,6%

(F3). Sedangkan persentase peningkatan kadar air pada blanko memiliki

peningkatan paling rendah hanya sebesar 7,6%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap kadar air kulit punggung

tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya perbedaan statistika

yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann-

Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-

Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan nilai kadar air

kulit yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3. Nilai yang ditunjukkan

adalah p<0,05.

33
Universitas Sumatera Utara
Peran kelembaban kulit adalah menjaga kadar air yang berada dalam kulit

dalam rangka mempertahankan elastisitasnya. Kadar air sangat menentukan

elastisitas bagian atas kulit sehingga kulit akan tampak lembut, halus, dan

bercahaya. Epidermis dan dermis memiliki kadar air berkisar 80%, bagian teratas

epidermis terdapat lapisan keratin yang hanya memiliki kadar air 10-30%

(Prianto, 2014). Kandungan air kulit sehat minimal 60% agar kulit kenyal, cerah,

memasok sel dengan nutrisi cukup sehingga kulit tetap lembut dan berfungsi baik

(Lonnie & Jeffrey, 2006). Kulit mengatur 20% pengeluaran cairan tubuh melalui

keringat, bersama ginjal mengatur pembuangan zat beracun. Melalui respirasi

kulit, manusia membuang 2 pints cairan tubuh per hari (Keller, 1992).

Tabel 4.9 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan
sukarelawan kelompok F0, F1, F2, dan F3 kondisi awal sebelum
perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28
hari

Kadar air
Gel Sukarelawan Kondisi Pemulihan
awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari %
1 16 16 16 17 17 6,2
2 15 16 16 16 16 5,8
F0
3 16 17 17 17 17 5,8
15,6 16,3 16,3 16,6 16,6 5,9
1 18 18 18 19 19 5,2
2 17 18 18 18 19 10,5
F1
3 17 18 18 18 18 5,5
17,3 18 18 18,3 18,6 7
1 18 19 19 19 20 10
2 19 19 19 20 20 5
F2
3 18 18 18 19 20 10
18,3 18,6 18,6 19,3 20 8,3
F3 1 19 21 21 21 22 13,6
2 20 20 21 21 22 9
3 20 20 20 20 23 13
19,6 20,3 20,6 20,6 22,3 11,8

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

34
Universitas Sumatera Utara
50

40

30 F0
% kadar air
(moisture) F1
20
F2
10 F3

0
0 7 14 21 28
waktu (hari)

Gambar 4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan kadar


air pada kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 010%; dan 0,15%

4.4.5 Pengukuran elastisitas (elasticity)

Pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan

elastisitas pada kulit punggung tangan sukarelawan setelah pemakaian gel ekstrak

etil asetat daun jelatang. Persentase peningkatan elastisitas pada kulit punggung

tangan sukarelawan yaitu sebesar 17,8% (F1), 20,2% (F2), dan 24,8% (F3).

Sedangkan persentase peningkatan elastisitas pada blanko memiliki peningkatan

paling rendah hanya sebesar 9,7%.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efek formula terhadap elastisitas kulit

punggung tangan sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05, yaitu adanya

perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya diuji

menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda.

Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

peningkatan nilai elastisitas kulit yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan

F3. Nilai yang ditunjukkan adalah p<0,05.

35
Universitas Sumatera Utara
Kulit bisa menjadi cermin keadaan tubuh seseorang. Orang yang tidak

sehat kulitnya kurang cerah, kisut, dan tidak elastis karena kekurangan gizi dan

nutrisi. Sementara untuk menangkal pengaruh buruk akibat paparan sinar

matahari, debu, gesekan, dan perubahan cuaca, kulit perlu nutrisi seimbang

seperti protein, kalori, dan lemak. Selain itu kulit membutuhkan vitamin C yang

berguna sebagai kolagen (penunjang kulit), vitamin E dan A sebagai antioksidan

(melindungi kulit dari pengaruh luar). Asam lemak tak jenuh juga membuat

penampakan akan lebih muda, oleh karena itu ketika melakukan diet asam lemak

tak jenuh jangan sampai ditinggalkan karena berperan untuk menjaga elastisitas

kulit (Dwikarya, 2001).

Tabel 4.10 Hasil pengukuran elastisitas (elasticity) pada kulit punggung tangan
sukarelawan kelompok F0, F1, F2, dan F3 kondisi awal sebelum
perawatan serta pemulihannya setelah 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28
hari

Elastisitas
Gel Sukarelawan Kondisi Pemulihan
awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari %
1 16 17 17 17 17 5,8
2 15 15 15 16 16 6,2
F0
3 16 17 17 18 18 11,1
15,6 16,3 16,3 17 17 7,7
1 16 18 18 18 18 11,1
2 17 18 18 18 19 10,5
F1
3 17 18 19 19 19 10,5
16,6 18 18,3 18,3 18,6 10,7
1 18 19 19 19 20 10
2 19 19 19 21 21 9,5
F2
3 18 18 18 19 21 14,2
18,3 18,6 18,6 19,6 20,6 11,2
1 19 19 20 22 23 17,3
2 20 20 21 21 23 13
F3
3 20 20 20 21 22 9
19,6 19,6 20,3 21,3 22,6 13,1

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

36
Universitas Sumatera Utara
50

40

30 F0
% elastisitas
(elasticity) F1
20
F2
10 F3

0
0 7 14 21 28
waktu (hari)

Gambar 4.5 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan


elastisitas pada kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F0: basis gel (blanko), F1, F2, dan F3 sediaan gel ekstrak etil asetat
dengan konsentrasi berturut-turut 0,05%; 0,10%; dan 0,15%

37
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Ekstrak daun jelatang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang

homogen dengan pH 4,8-5,3, viskositas 2000-2450 cps, tidak menimbulkan

iritasi kulit, dan stabil pada penyimpanan selama 28 hari.

b. Ekstrak daun jelatang yang diformulasikan dalam sediaan gel mampu

memberikan efek anti-aging pada konsentrasi terbaik yaitu pada konsentrasi

0,15% dengan mengurangi keriput 10,9%, pigmen hitam 36,9%, pori semakin

kecil 14,1%, meningkatkan kadar air 11,8%, dan meningkatkan elastisitas kulit

13,1%.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat memformulasikan ekstrak

daun jelatang dalam bentuk sediaan lain misalnya krim atau lotion.

38
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Adhi, A. (2016). Tetap Sehat dan Bugar Di Usia 40 Tahun. Yogyakarta: Healthy.
Halaman 183.

Ahmed, M., dan Subramani, P. (2014). Urtica dioica L., (Urticaceae): A Stinging
Nettle. Systematic Reviews In Pharmacy, 5(1): 6.

Aksu, M.I., dan M. Kaya. (2004). Effect of Usage Urtica dioica L. On


Microbiological Properties of Sucuk, A Turkish Dry-Fermented Sausage.
Food Control, 15: 591-595.

Allen, L.V.Jr. (2002). The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical


Compounding, 2nd Edition. Washington: APA. Halaman 301-324.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh


Farida Ibrahim, Edisi IV. Jakarta: UI Press. Halaman 490.

Ardana, M., Vebry, A., dan Arsyik, I. (2015). Formulasi dan Optimasi Basis Gel
HPMC (Hidroxy Propyl Methyl Cellulose) Dengan Berbagai Variasi
Konsentrasi. J Trop Pharm Chem, 3(2): 102.

Asgarpanah, J., dan Razieh, M. (2012). Phytochemistry and Pharmacologic


Properties of Urtica dioica L. Journal of Medicinal Plants Research,
6(46): 5714-5719.

Barel, A.O., Marc, P., dan Howard, I.M. (2009). Handbook of Cosmetic Science
and Technology, 3rd Edition. USA: Informa Healthcare USA, Inc.
Halaman 362.

Baumgardner, D.J. (2016). Stinging Nettle: The Bad, The Good, The Unknown. J
Patient-Centered Res Rev, 3(1): 48.

Beck, C.B. (2017). An Introduction to Plant Structure and Development: Plant


Anatomy for the Twenty-First Century, 2nd Edition. USA: Content
Technologies Inc. Halaman 2.

Bogadenta, A. (2012). Antisipasi Gejala Penuaan Dini Dengan Kesaktian


Ramuan Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Halaman 15.

Bourgeois, C., Emilie, A.L., Cyrielle, C., Joel, D., Valerie, S., Jean-Raymond, V.,
et al. (2016). Nettle (Urtica dioica L.) as a source of antioxidant and anti-
aging phytochemicals for cosmetic applications. Comptes Rendus Chimie,
1091.

39
Universitas Sumatera Utara
Brown, R.G., dan Tony, B. (2005). Lecture Notes On Dermatology,
diterjemahkan oleh dr. M. Anies Zakaria, M. Kes., Edisi Kedelapan.
Jakarta: Erlangga. Halaman 5.

Budiman, A., Melina, F., Anna, Y., dan Anis, K. (2015). Uji Aktivitas Sediaan
Gel Shampo Minyak Atsiri Buah Lemon (Citrus limon Burm.), IJPST,
2(2): 68.

Chen, M.X., Kenneth, S.A., dan Gabriela, B. (2016). Formulation and Evaluation
of Antibacterial Creams and Gels Containing Metal Ions for Topical
Application. J Pharm (Cairo), 2016(2016): 5754349.

Darmawan, A.B. (2013). Anti-Aging Rahasia Tampil Muda Di Segala Usia.


Yogyakarta: Media Pressindo. Halaman 18.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Halaman 33.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Halaman 7.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.


Jakarta: Depkes RI. Halaman 10-11.

Durbin, M. (2006). Weed Identification and Control Course: Professional


Development Continuing Education Course. Arizona: Technical Learning
Collage. Halaman 243.

Dwikarya, M. (2001). Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: Kawan Pustaka.


Halaman 6.

El Haouari, M., Isaac, J., Mekhfi, H., dan Gines, M.S. (2007). Urtica dioica
extract reduces platelet hyperaggregability in type 2 diabetes mellitus by
inhibition of oxidant production, Ca2+ mobilization and protein tyrosine
phosphorylation. J Appl Biomed, (5): 105-113.

Elsner, P., dan Howard I.M. (2000). Cosmeceuticals: Drugs vs. Cosmetics. New
York: Marcel Dekker. Inc. Halaman 145.

Eskin, M., dan Snait, T. (2005). Dictionary of Nutraceuticals and Functional


Foods. Florida: CRC Press. Halaman 293.

Farage, M.A., Kenneth, W.M., dan Howard, I.M. (2010). Textbook of Aging Skin.
Berlin: Springer Science & Business Media. Halaman 129.

40
Universitas Sumatera Utara
Ferguson, S. (2011). Eastern European Beauty Secrets and Skin Care
Techniques: A Practical Manual For Skin Care Professionals.
Pennsylvania: RoseDog Books. Halaman 102.

Fragoso, L.R., Jorge R.E., Scott, W.B., Dea, H.R., dan Eliseo, T. (2008). Risk
and benefits of commonly used herbal medicines in Mexico. Toxicology
and Applied Pharmacology, 227: 128-135.

Fu, H.Y., Shiang, J.C., Ruei, F.C., Wang, H.D., Ling, L.K.H., dan Rong, N.H.
(2006). Identification of Oxalic Acid and Tartaric Acid as Major
Persistent Pain-inducing Toxins in the Stinging Hairs of the Nettle Urtica
thunbergiana. Ann Bot, 98(1): 57–65.

Ganceviciene, R., Aikaterini, I.L., Athanasios, T., Evgenia, M., dan Christos,
C.Z. (2012). Skin Anti-Aging Strategies. Dermatoendocrinol, 4(3): 308-
319.

Gardetti, M.A., dan Subramanian, S.M. (2015). Handbook of Sustainable Luxury


Textiles and Fashion, Volume 1. Singapore: Springer Science. Halaman
43.

Gilbert, J.C., dan Stephen, F.M. (2015). Experimental Organic Chemistry: A


Miniscale and Microscale Approach, 6th Edition. Boston: Cengage
Learning. Halaman 155.

Gilchrest, B.A. (2000). Skin and Aging Processes. Florida: CRC Press. Halaman
1.

Hailemeskel, B., dan Fekadu, F. (2015). The Use of Urtica dioica (Stinging
Nettle) as a Blood Sugar Lowering Herb: A Case. Diabetes Res Open J,
1(5): 123-127.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro,
Edisi 2. Bandung: ITB. Halaman 234.

Harwood, R.J. (2006). Hydroxypropyl Methylcellulose. In: Rowe, R.C, P.J.


Shesky, dan Owen, S.C. (eds). Handbook of Pharmaceutical Excipients,
5th Edition. UK: Pharmaceutical Press. Halaman 346.

Herrera, M.V. (2013). The Front Yard Forager: Identifying, Collecting, and
Cooking The 30 Most Common Urban Weeds. USA: Skipstone. Halaman
121.

Hembing, W. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta:


Pustaka Bunda Universitas. Halaman 69.

41
Universitas Sumatera Utara
Hiscock, J., Elaine, S., dan Jeanine, C. (2004). Beauty Therapy. Oxford:
Heinemann Educationa Publishers. Halaman 146.

Irianto, K. (2017). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Penerbit Alfabeta. Halaman


431.

Joshi, B.C., Minky, M., dan Sushmita, S. (2015). Antioxidant Potential and Total
Phenolic Content of Urtica dioica (Whole Plant). J App Pharm, 7(2): 120-
128

Judha, M. (2016). Rangkuman Sederhana Anatomi dan Fisiologi Untuk


Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Halaman 174-
176.

Keller, E. (1992). Aromatherapy Handbook For Beauty, Hair, and Skin Care.
USA: Inner Traditions. Halaman 74.

Kemenkes RI. (2013). Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Halaman 106-107.

Lieberman, H.A. (1997). Pharmaceutical Dosage Form: Dysperes Systems, Vol.


1. New York: Marcell Dekker Inc. Halaman 315-319.

Lonnie, D.B., dan Jeffrey, L.W. (2007). Systems Analysis and Design For The
Global Enterprise, 7th Edition, International Edition. New York:
McGrawHill. Halaman 173.

Malahayati. (2010). Solusi Murah Untuk Cantik Sehat Energik. Yogyakarta:


Great Publisher. Halaman 106.

Mantle, F., dan Denise, T. (2009). A-Z of Complementary and Alternative


Medicine E-Book: A Guide For Health Professionals. Livingston:
Elsevier Health Science. Halaman 111.

Martin, A., James, S., dan Arthur, C. (1993). Farmasi Fisik: Dasar-Dasar
Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, diterjemahkan oleh Yoshita, Edisi
III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 1143-1175.

Masaki, H. (2010). Role of Antioxidants In The Skin: Anti-Aging Effects. J


Derm Sci, 58.

Muhith, A., dan Sandu, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta: CV. Andi Offset. Halaman 17-19, 27-28.

Mukherjee, P.K. (2015). Evidence-Based Validation of Herbal Medicine. USA:


Elsevier Inc. Halaman 143.

42
Universitas Sumatera Utara
Mukhriani. (2014). Ekstrasi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif. Jurnal Kesehatan, 7(2): 361-367.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex
Media Komputindo. Halaman 16-17, 21-22.

Mulyani, D., dan Mega, Y. (2015). Uji Aktivitas Sitotoksik Kulit Buah Sirsak
(Annona muricata Linn) dan Srikaya (Annona squamosa Linn) Terhadap
Larva Udang Artemia Salina Leach. Scientia, 5(1): 53-56.

Mustikawati. (2017). Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: CV.


Trans Info Media. Halaman 429.

Novita, W. (2009). Buku Pintar Merawat Kecantikan Di Rumah. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama. Halaman 5-6.

Otles, M., dan Buket, Y. (2012). Phenolic Compounds Analysis of Root, Stalk,
and Leaves of Nettle. The Scientific World Journal, 2012: 564367.

Papas, A.M. (1999). Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health. Florida:
CRC Press. Halaman 21.

Percival, M. (1998). Antioxidants. Clinical Nutrition Insight. NUT031, 1/96 Rev.


10/98.

Pfenninger, J.L., dan Grant F.C. (2011). Pfenninger and Fowler's Procedures for
Primary Care. Philadelphia: Mosby Elsevier. Halaman 298.

Prianto, J. (2014). Cantik: Panduan Lengkap Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Halaman 117-119.

Putro, D.S. (1997). Agar Awet Muda. Purwodadi: Trubus Agrisarana. Halaman 8-
10, 16-18.

Quan, T. (2016). Molecular Mechanisms of Skin Aging and Age-Related


Diseases. USA: CRC Press. Halaman 82.

Rahmawanty, D., Effionora, A., dan Anton, B. (2014). Formulasi Gel


Menggunakan Serbuk Daging Ikan Haruan (Channa striatus) Sebagai
Penyembuh Luka. Media Farmasi, 11(1): 29-40.

Ramzan, I. (2015). Phytotherapies: Efficacy, Safety, and Regulation. New


Jersey: John Wiley & Sons Inc. Halaman 173

Rawlins, E.A. (2003). Bentleys of Pharmaceutics, Edisi Kedelapanbelas. London:


Baillierre Tindall. Halaman 22, 35.

43
Universitas Sumatera Utara
Rohdiana, D. (2011). Teh Ini Menyehatkan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Halaman 7-8.

Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Sian, C.O. (2005). Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 5th Edition. Philadelphia: Washington Square Press. Halaman
346.

Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, E.Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th Edition. USA: Pharmacetical Press. Halaman 283, 326.

Rusdiana, T., Boesro, S., dan Ade, K.S. (2007). Formulasi Gel Antioksidan Dari
Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan menggunakan
Aquapec HV-505. Makalah Kongres Ilmiah XV ISFI, 2.

Saad, B., dan Omar, S. (2011). Greco-Arab and Islamic Herbal Medicine:
Traditional System, Ethics, Safety, Efficacy, and Regulatory Issues. New
Jersey: John Wiley & Sons Inc. Halaman 85.

Sadewo, B. (2009). Buku Pintar Hidup Sehat Cara Mas Dewo. Jakarta:
AgroMedia Pustaka. Halaman 73.

Salma. (2014). Tetap sehat Setelah Usia 40. Jakarta: Gema Insani. Halaman 283-
287.

Shah, M.P., Vishnu, P.V., dan Gayathri R. (2016). Quercetin - A Flavonoid: A


Systematic Review. J Pharm Sci & Res, 8(8): 879.

Shailajan, S., Dipti, S., Harshada, H., dan Bhavesh, T. (2014). Estimation of
Ursolic Acid From Urtica dioica L. Using Validated HPTLC Method.
JAPS, (2014): 40517.

Shilpi, J., Singh, K., Parashar, A., Gupta, D. (2017). A Drug: Urtica dioica.
Journal of Drug Discovery and Therapeutics, 5(2): 17-22.

Steinberg, D.C. (2005). Preservatives Use: Frequency Report and Registration,


Cosmetic and Toiletries. 121(71): 65-69.

Sumaryati, E. (2012). Senam Kecantikan dan Anti Penuaan. Yogyakarta: Citra


Media. Halaman 34-36.

Tim Penulis Plus. (2009). 260 Tips Seputar Kecantikan. Jakarta: Penebar Plus.
Halaman 105.

Tranggono, R.I., dan Fatma, L. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik, Editor: Joshita Djajadisastra. Jakarta: Pustaka Utama. Halaman
19-21.

44
Universitas Sumatera Utara
USP 35-NF 30. (2009). Nomenclature, U.S. Pharmacopeial Convention,
Rockville, MD, Chapter 1121.

Verawati, Dedy, N., dan Petmawati. (2017). Pengaruh Metode Ekstraksi


Terhadap Kadar Fenolat Total dan Aktivitas Antioksidan Daun Salam
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.), Jurnal Katalisator Kopertis
Wilayah X, 2(2): 53-60.

Voiculescu, G. (2012). Skin and Beauty Wisdom. Indiana: AuthorHouse.


Halaman 3.

Voigt, R. (1984). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soendani, N.S. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 365.

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soendani, N.S., Edisi ke-5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Halaman 170.

Wade, A., dan P.J. Weller. (1994). Handbook of Pharmaceutical Recipients, 2nd
Edition. Washington: American Pharmaceutical Association. Halaman
269.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.


Halaman 58-62.

Wigati, D., dan Lilies, W.A. (2016). Formulasi Masker Gel Peel-Off Ekstrak
Etanol Kulit Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis (L.) Osbeck) Sebagai
Obat Jerawat. Media Farmasi Indonesia, 11(2): 1-9.

Williamson, E.M., David, T.O., dan Fred, J.E. (1996). Selection, Preparation,
and Pharmacological Evaluation of Plant Material. West Sussex: John
Wiley & Sons Ltd. Halaman 16.

Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit


Kanisius. Halaman 26-27.

Xu, F., dan Tianjian, L. (2011). Introduction To Skin Biothermomechanics and


Thermal Pain. Beijing: Science Press. Halaman 6.

Yanhendri, dan Satya, W.Y. (2012). Berbagai Bentuk Sediaan Topikal Dalam
Dermatologi. CDK, 39(6): 423-430.

Zeipina, S., Ina, A., dan Liga, L. (2014). Stinging Nettle-The Source of
Biologically Active Compounds As Sustainable Daily Diet Supplement.
Research For Rural Development, 1: 34.

45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar tumbuhan, simplisia, serbuk simplisia, dan ekstrak etil
asetat daun jelatang

A B

C D

Keterangan: A: Tumbuhan jelatang, B: Simplisia daun jelatang, C: Serbuk


simplisia daun jelatang, D: Ekstrak etil asetat daun jelatang

47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak etil asetat daun jelatang

Berat serbuk = 500 gram

Berat ekstrak = 7,5 gram

Bobot ekstrak
Rendemen = x 100%
Bobot serbuk

7,5 gram
Rendemen = x 100%
500 gram

= 1,5%

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan pembuatan serbuk simplisia daun jelatang

Daun jelatang 8 kg

Dibersihkan

Direndam

Ditiriskan

Diangin-anginkan

Dikeringkan

Simplisia daun jelatang 520,45 g

Diserbukkan

Serbuk simplisia daun jelatang 500 g

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Bagan pembuatan ekstrak etil asetat daun jelatang

Serbuk simplisia daun jelatang 500 g

Dimasukkan ke dalam maserator


Direndam dengan etil asetat sebanyak 5 L
selama 6 jam sambil diaduk dan didiamkan
selama 18 jam
Disaring

Maserat I Ampas

Ditambah 2,5 L etil asetat


Direndam kembali sambil diaduk
lalu didiamkan
Disaring

Maserat II Ampas

Dipekatkan maserat dengan rotary evaporator


pada suhu 40°C

Ekstrak etil asetat daun jelatang 7,5 g

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Bagan pembuatan basis gel

Air suling

Ditimbang sebanyak 20 berat HPMC


Dididihkan
Dimasukkan ke dalam lumpang
Ditaburkan HPMC secara merata di
atasnya
Ditambahkan metil paraben dan propil
paraben yang telah dilarutkan dengan
propilen glikol gerus homogen
Ditambahkan sisa air suling yang
dibutuhkan

Basis gel

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Bagan pembuatan dan evaluasi mutu fisik sediaan gel

Ekstrak daun jelatang Basis gel

Ditimbang masing-masing
konsentrasi Ditimbang
Dimasukkan ke dalam lumpang

Bagian I Bagian II

Dicampur dan digerus homogen

Campuran bagian I dan II

Dimasukkan ke dalam wadah

Sediaan gel

- Uji Stabilitas:
- Organoleptis
- Homogenitas
- pH
- Viskositas
- Uji Iritasi
- Uji efek anti-aging
(skin analyzer)

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Sertifikat analisis HPMC

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Gambar alat-alat penelitian

A B

C D

Keterangan: A: Alat-alat gelas, B: pH meter (Hanna Instrumen), C: Viskometer


(Brookfield), D: Skin analyzer (ASW Aram Huvis)

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Gambar sediaan gel

- Hari ke-1

- Hari ke-28

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Gambar hasil pengamatan homogenitas

- Hari ke-1

- Hari ke-28

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Gambar uji iritasi, uji efek anti-aging, dan pengoperasian skin
analyzer

A B

Keterangan: A: Lengan atas bagian dalam sukarelawan, B: Punggung tangan


sukarelawan, C: Pengoperasian skin analyzer

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Contoh gambar hasil skin analyzer keriput (wrinkle)

- Kondisi awal

- Pemulihan setelah 7 hari

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 14 hari

- Pemulihan setelah 21 hari

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 28 hari

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Contoh gambar hasil skin analyzer pigmen hitam (melanin)

- Kondisi awal

- Pemulihan setelah 7 hari

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 14 hari

- Pemulihan setelah 21 hari

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 28 hari

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Contoh gambar hasil skin analyzer pori (pore)

- Kondisi awal

- Pemulihan setelah 7 hari

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 14 hari

- Pemulihan setelah 21 hari

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 28 hari

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Contoh gambar hasil skin analyzer kadar air (moisture) dan
elastisitas (elasticity)

- Kondisi awal

- Pemulihan setelah 7 hari

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 14 hari

- Pemulihan setelah 21 hari

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)

- Pemulihan setelah 28 hari

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Data hasil uji statistik keriput (wrinkle)

1. Uji normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
awal 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike7 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
harike14 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike21 0 ,175 3 . 1,000 3 1,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike28 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,253 3 . ,964 3 ,637
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskall-Wallis

Test Statisticsa,b
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Chi-Square 8,137 9,039 9,508 9,809 8,639
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. ,043 ,029 ,023 ,020 ,034
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. (Lanjutan)

3. Mann-Whitney

- Blanko dengan f1
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,500 2,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 7,500 8,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,581 -1,291 -2,023 -1,993 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,114 ,197 ,043 ,046 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,400b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,500 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,500 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,798 -1,993 -2,121 -1,993 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,072 ,046 ,034 ,046 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -1,993 -2,023 -1,993 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,046 ,043 ,046 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. (Lanjutan)

- f1 dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,500 ,500 1,500 ,500 2,500
Wilcoxon W 7,500 6,500 7,500 6,500 8,500
Z -1,549 -1,798 -1,581 -1,826 -,943
Asymp. Sig. (2-tailed) ,121 ,072 ,114 ,068 ,346
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,100b ,200b ,100b ,400b
Sig.)]

- f1 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,500 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,500 6,000 6,000
Z -2,121 -1,993 -1,826 -2,023 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034 ,046 ,068 ,043 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- f2 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 3,500 2,000 1,500 2,000 2,500
Wilcoxon W 9,500 8,000 7,500 8,000 8,500
Z -,471 -1,124 -1,581 -1,291 -,899
Asymp. Sig. (2-tailed) ,637 ,261 ,114 ,197 ,369
Exact Sig. [2*(1-tailed
,700b ,400b ,200b ,400b ,400b
Sig.)]

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. Data hasil uji statistik pigmen hitam (melanin)

1. Uji normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
awal blanko ,253 3 . ,964 3 ,637
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike7 blanko ,253 3 . ,964 3 ,637
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike14 blanko ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike21 blanko ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike28 blanko ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
3 ,253 3 . ,964 3 ,637
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskall-Wallis

Test Statisticsa,b
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Chi-Square 9,632 9,769 10,188 10,532 10,274
Df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. ,022 ,021 ,017 ,015 ,016
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. (Lanjutan)

3. Mann-Whitney

- Blanko dengan f1
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 7,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,623 -1,993 -2,023 -2,023 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,105 ,046 ,043 ,043 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,993 -1,993 -1,993 -2,023 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,046 ,046 ,046 ,043 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,993 -1,993 -2,023 -2,023 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,046 ,046 ,043 ,043 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. (Lanjutan)

- f1 dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,500 2,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,500 8,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,826 -1,124 -1,993 -2,023 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,068 ,261 ,046 ,043 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,400b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- f1 dan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -2,023 -2,023 -2,023 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,043 ,043 ,043 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- f2 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,000 ,000 1,000 ,000 ,500
Wilcoxon W 7,000 6,000 7,000 6,000 6,500
Z -1,650 -2,023 -1,623 -2,023 -1,771
Asymp. Sig. (2-tailed) ,099 ,043 ,105 ,043 ,077
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,100b ,200b ,100b ,100b
Sig.)]

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. Data hasil uji statistik pori (pore)

1. Uji normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
awal 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
harike7 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,253 3 . ,964 3 ,637
3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
harike14 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,253 3 . ,964 3 ,637
3 ,253 3 . ,964 3 ,637
harike21 0 ,175 3 . 1,000 3 1,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,253 3 . ,964 3 ,637
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike28 0 ,175 3 . 1,000 3 1,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskall-Wallis

Test Statisticsa,b
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Chi-Square 8,757 9,088 9,049 8,029 8,884
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. ,033 ,028 ,029 ,045 ,031
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. (Lanjutan)

3. Mann-Whitney

- Blanko dengan f1
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,000 ,500 1,000 ,500 1,500
Wilcoxon W 7,000 6,500 7,000 6,500 7,500
Z -1,650 -1,826 -1,650 -1,798 -1,348
Asymp. Sig. (2-tailed) ,099 ,068 ,099 ,072 ,178
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,100b ,200b ,100b ,200b
Sig.)]

- Blanko dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,500 ,500 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,500 6,500 6,000 6,000 6,000
Z -1,798 -1,798 -1,993 -1,964 -1,964
Asymp. Sig. (2-tailed) ,072 ,072 ,046 ,050 ,050
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,993 -1,993 -1,993 -1,993 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,046 ,046 ,046 ,046 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. (Lanjutan)

- f1 dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 2,500 2,500 1,000 3,000 1,000
Wilcoxon W 8,500 8,500 7,000 9,000 7,000
Z -,943 -,899 -1,550 -,696 -1,623
Asymp. Sig. (2-tailed) ,346 ,369 ,121 ,487 ,105
Exact Sig. [2*(1-tailed
,400b ,400b ,200b ,700b ,200b
Sig.)]

- f1 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 1,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 7,000 6,000
Z -1,993 -1,993 -1,993 -1,650 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,046 ,046 ,046 ,099 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,200b ,100b
Sig.)]

- f2 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,500 ,000 1,500 1,500 1,500
Wilcoxon W 6,500 6,000 7,500 7,500 7,500
Z -1,771 -1,964 -1,328 -1,348 -1,348
Asymp. Sig. (2-tailed) ,077 ,050 ,184 ,178 ,178
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,200b ,200b ,200b
Sig.)]

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. Data hasil uji statistik kadar air (moisture)

1. Uji normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
awal 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike7 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike14 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike21 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike28 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskall-Wallis

Test Statisticsa,b
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Chi-Square 10,011 10,275 10,275 10,011 10,645
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. ,018 ,016 ,016 ,018 ,014
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. (Lanjutan)

3. Mann-Whitney

- Blanko dengan f1
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -2,121 -2,121 -2,023 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,034 ,034 ,043 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -2,023 -2,023 -2,023 -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,043 ,043 ,043 ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -2,023 -2,023 -2,023 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,043 ,043 ,043 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. (Lanjutan)

- f1 dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,000 1,500 1,500 1,000 ,000
Wilcoxon W 7,000 7,500 7,500 7,000 6,000
Z -1,650 -1,581 -1,581 -1,650 -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,099 ,114 ,114 ,099 ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,200b ,200b ,200b ,100b
Sig.)]

- f1 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,000 1,500 1,500 1,000 ,000
Wilcoxon W 7,000 7,500 7,500 7,000 6,000
Z -1,650 -1,581 -1,581 -1,650 -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,099 ,114 ,114 ,099 ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,200b ,200b ,200b ,100b
Sig.)]

- f2 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,500 ,000 ,000 ,500 ,000
Wilcoxon W 6,500 6,000 6,000 6,500 6,000
Z -1,826 -2,023 -2,023 -1,826 -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,068 ,043 ,043 ,068 ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21. Data hasil uji statistik elastisitas (elasticity)

1. Uji normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
awal 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike7 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike14 0 ,385 3 . ,750 3 ,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike21 0 ,175 3 . 1,000 3 1,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
harike28 0 ,175 3 . 1,000 3 1,000
1 ,385 3 . ,750 3 ,000
2 ,385 3 . ,750 3 ,000
3 ,385 3 . ,750 3 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskall-Wallis

Test Statisticsa,b
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Chi-Square 10,037 9,873 9,804 9,448 10,311
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. ,018 ,020 ,020 ,024 ,016
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21. (Lanjutan)

3. Mann-Whitney

Blanko dengan f1
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U 1,000 ,000 ,000 1,000 ,500
Wilcoxon W 7,000 6,000 6,000 7,000 6,500
Z -1,650 -2,121 -2,023 -1,623 -1,798
Asymp. Sig. (2-tailed) ,099 ,034 ,043 ,105 ,072
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b ,100b ,100b ,200b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -2,023 -2,023 -1,993 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,043 ,043 ,046 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- Blanko dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -2,023 -2,023 -1,993 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,043 ,043 ,046 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21. (Lanjutan)

- f1 dengan f2
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 1,500 3,000 1,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 7,500 9,000 7,000 6,000
Z -2,023 -1,581 -,745 -1,650 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,114 ,456 ,099 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,200b ,700b ,200b ,100b
Sig.)]

- f1 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -2,023 -2,121 -2,023 -2,023 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,043 ,034 ,043 ,043 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b ,100b ,100b ,100b
Sig.)]

- f2 dengan f3
Test Statisticsa
awal harike7 harike14 harike21 harike28
Mann-Whitney U ,500 1,000 ,000 1,000 ,000
Wilcoxon W 6,500 7,000 6,000 7,000 6,000
Z -1,826 -1,650 -2,023 -1,650 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,068 ,099 ,043 ,099 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,200b ,100b ,200b ,100b
Sig.)]

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. Contoh surat pernyataan suka relawan peserta penelitian

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. (Lanjutan)

96
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai