Anda di halaman 1dari 3

Nama : Raden Ayu Sania Noviana

NIM : 06111181722034
Kelas : Indralaya
Dosen Pengampu : Dr. M. Yusup, S.Pd., M.Pd
Tugas Matakuliah : Studi Hasil Penelitian Pendidikan Fisika

Resume Jurnal

Energy Literacy Assessment: A Comparative Study of Lower


Judul Jurnal
Secondary School Students in Thailand and Japan
DOI
ISSN 2469-9632
Volume Volume 5, Edisi 2, 183-201
Tahun 2019
Penulis Yutaka Akits dan Keiichi N. Ishihara
Latar Belakang Literasi tidak hanya pengetahuan tetapi cara menjadi-penasaran,
obyektif, mampu menilai dan menerapkan informasi dan keterampilan
untuk membuat keputusan dan tindakan yang tepat (DeWaters &
Powers, 2013, hal. 41). Literasi energi sebagai budaya umum
mengatasi masalah energi. Ciri individu sadar akan literasi energi:
 mengenali proses energi yang komprehensif dari produksi sumber
daya hingga distribusi(peyelesaian masalah)
 memahami dampak energi yang digunakan dari segi efisiensi
ekonomi, keamanan energi, dan lingkungan
 menyadari kebutuhan dan efektifitas untuk pemecahan masalah
 berusaha meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan individu memahami informasi energi
 bekerja sama menangani masalah energi, serta melanjutkan
tindakan yang tepat untuk menghemat energi.

Pendidikan energi di Thailand dan Jepang


Thailand mengutamakan pendidikan literasi energi dengan tujuan
menumbuhkan individu yang mampu berkompetisi dimasa mendatang
dengan tetap memperhatikan efek yang akan ditimbulkan
(menyelesaikan bukan menimbulkan). Thailand mengembangkan dan
memperkenalkan materi literasi energi bekerjasama dengan Proyek
Pengembangan Pendidikan Energi Nasional diAS (2017), serta
membina guru lewat kegiatan lokakarya pendidikan energi.
Negara Jepang menganggap topik EE sangat penting sebagai
bagian dari pembentukan karakter, mendorong semangat hidup
individu dengan nilai keterampilan, pengambilan keputusan, dan
tindakan yang masuk akal.

Aspek normatif
Pendidikan mencerminkan nilai, norma, keyakinan, budaya, dan ilmu
teknologi yang dibentuk oleh waktu dan latar belakang sosial
(Yuenyong et al., 2008). Masyarakat negara Thailand 93% menganut
kepercayaan Budha-Theravada, mengajarkan untuk memelihara dan
saling bertoleran dalam berkehidupan. Sedangkan negara Jepang
menganut kepercayaan Shinto(jalan dewa), manusia dituntut untuk
memelihara tradisi dan kedinamisan hidup walaupun mengalami
Nama : Raden Ayu Sania Noviana
NIM : 06111181722034
Kelas : Indralaya
Dosen Pengampu : Dr. M. Yusup, S.Pd., M.Pd
Tugas Matakuliah : Studi Hasil Penelitian Pendidikan Fisika

kemajuan yang pesat diberbagai bidang. Disimpulkan bahwa kedua


kepercayan berintisari yang sama yaitu: perdamaian, kedinamisan, dan
berkesinambungan.

1. Menerapkan instrumen umum dan model struktural


2. Menjelaskan perbedaan atribut dalam literasi energi dengan
Tujuan menggunakan sampel terintegrasi siswa sekolah menengah
pertama di Thailand dan Jepang merujuk perbedaan dalam budaya
mereka
Metode Kuantitatif
Siswa tingkat 7,8,9(umur 13-15 tahun)
 Negara Thailand: tujuh sekolah (Chiang Mai, dua di Udon Thani,
Sampel Pathum Thani, Udonratchathani, Bangkok, dan Trang)

 Negara Jepang: siswa sekolah perempuan (Kansai, Jepang Barat)


Kuisioner meliputi 9 komponen:
1. Pengetahuan dasar
2. Kesadaran akan konsekuensi
3. Anggapan tanggung jawab
4. Norma pribadi
Bahan 5. Sikap individu terkait apa yang mereka lakukan
6. Norma subjektif
7. Kontrol prilaku yang dilakukan
8. Niat
9. Perilaku hemat energi

Hasil Tabel 2. Survei perbandingan literasi energi Thailand dan Jepang


menunjukkan siswa negara Jepang memiliki pengetahuan yang lebih
tinggi dibandingkan siswa negara Thailand(48%, 41%, p <0,001) tapi.
tidak mempengaruhi komponen lain.

Sampel terintegrasi model literasi energi terdiri dua jalur (1) norma
subyektif ke norma pribad dan (2) kontrol perilaku yang dirasakan
hingga kesadaran akan konsekuens. Norm-Activation Theory (NAT,
Nama : Raden Ayu Sania Noviana
NIM : 06111181722034
Kelas : Indralaya
Dosen Pengampu : Dr. M. Yusup, S.Pd., M.Pd
Tugas Matakuliah : Studi Hasil Penelitian Pendidikan Fisika

Schwartz & Howard, 1981), berfokus pada altruisme (norma pribadi).


Norma pribadi didukung norma subyektif yang sadar akan
konsekuensi, tanggung jawab tanggung jawab, dan kontrol perilaku
yang dirasakan(Klockner, 2013). Kedua jalur mendapat standar 0,14
hingga 0,62 dan signifikan kecuali kovarians antara pengetahuan
energi dasar dan norma subyektif (β = 0,02, p = 0,51). Menurut model
literasi energi sampel niat dan kontrol perilaku yang dirasakan
menjelaskan 50% dari varians dalam perilaku hemat energi (standar β
= 0,58, 0,20, p <0,001), sama dengan penelitian sebelumnya. Variabel
TPB dan norma pribadi 62% dari varians dalam niat (ATB: β = 0,22,
SN: β = 0,32, PBC: β = 0,20, PN: β = 0,21, p <0,001). Norma
subyektif, tanggung jawab, norma pribadi, dan kesadaran akan
konsekuensi mampu menjelaskan 67% dari perbedaan sikap terhadap
perilaku. Mirip dengan penelitian sebelumnya, kesadaran konsekuensi
mengahasilkan perilaku individu (sampel terintegrasi: β = 0,38, p
<0,001; Thailand: β = 0,40, p <.001; Jepang β = 0.44, p <.001).
Pengetahuan energi dasar meramalkan kesadaran konsekuensi secara
signifikan (β = 0,36, p <0,001) dan menyumbang 32% dari varians
dalam kesadaran konsekuensi bersama dengan norma subyektif dan
persepsi kontrol perilaku.
Perbedaan tingkat literasi energi merujuk pada perbedaan budaya.
Siswa Thailand mempresentasikan kinerja yang lebih tinggi daripada
Jepang kecuali pengetahuan energi dasar dan kesadaran akan
konsekuensi. Hasil sebelumnya menunjukkan bahwa kesadaran akan
konsekuensi sangat memprediksi sikap terhadap perilaku hemat
Kesimpulan energi. Negara Thailand harus memungkinkan siswa untuk
mendapatkan solusi dengan pemikiran kritis mereka sendiri
berdasarkan pengetahuan yang relevan dengan masalah energi dan
lingkungan. Sementara, negara Jepang perlu menerapkan pendidikan
energi sedini mungkin untuk meningkatkan kesadaran tentang
konsekuensi lewat partisipasi keluarga.
 

Anda mungkin juga menyukai