Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta

LEMBAR KERJA

LK 6.2 Kajian Teori (MK Penelitian Kualitatif)

Nama : Raihan Muhammad Iqbal


NIM : K6420061
Kelas :C
Kelompok :

Judul Konsep Variabel Kajian Teori Daftar Pustaka


Penelitian
Media Media Media Teori [1] T. P. J. Nast and N. Yarni, “Teori Belajar
Pembelajaran Pembelajaran Menurut Aliran Psikologi Humanistik Dan
Variatif Guna Variatif Implikasinya Dalam Pembelajaran,” J. Rev.
Meningkatkan Pembelajaran Belajar Pendidik. dan Pengajaran, vol. 2, no. 2, pp.
Motivasi Variatif Bruner (dalam Dageng, 1989) 270–275, 2019, doi: 10.31004/jrpp.v2i2.483.
Belajar Motivasi mengemukakan bahwa teori
Peserta Didik pembelajaran [2] Khanapi, “No 主観的健康感を中心とした
SMA di adalah perspektif. Perspektif karena
Surakarta tujuan utama teori pembelajaran adalah 在宅高齢者における 健康関連指標に関する共
menetapkan metode pembelajaran yang 分散構造分析Title,” Rec. Manag. J., vol. 1,
optimal, teori pembelajaran sebaliknya no. 2, pp. 1–15, 2003, [Online].
teori ini menaruh perhatian pada
bagaimana seseorang mempengaruhi
orang lain agar terjadi proses belajar. [3 ]Y. Suharto, “Jurnal Pendidikan Islam,”
Dengan kata lain teori pembelajaran Irfani J. Pendidik. Islam, vol. 17, no. 2, pp.
berurusan dengan upaya mengontrol 179–188, 2021, [Online]. Available:
variabel yang dispesifikasikan dalam teori https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/i
belajar agar dapat memudahkan belajar. r/article/view/2506/1332
Dengan kata lain teori pembelajaran [4] A. N. Fadholi and B. A. B. Ii, “Rizka
mengungkapkan hubungan antara Amalia. A (152071000026) Ahmad Nur Fadholi
kegiatan pembelajaran dengan proses (152071000015),” no. 152071000026, pp. 44–
psikologis dalam diri siswa, sehingga teori 45, 2011.
pembelajaran harus memasukkan
variabel metode pembelajaran.

[1[ Teori Humanistik


Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71)
kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar.
Belajar dipandang sebagai fungsi
keseluruhan pribadi. Mereka
berpendapat bahwa belajar yang
sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun
emosional peserta didik. Oleh karena itu,
menurut teori belajar humanisme bahwa
motifasi belajar harus bersumber pada
diri peserta didik. Roger membedakan
dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang
bermakna dan (2) belajar yang tidak
bermakna. Belajar yang bermakna terjadi
jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan
peserta didik, dan belajar yang tidak
bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran
akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.

[2] Teori Behavioristik


pektif behavioral berfokus pada peran
dari belajar dalam menjelaskan tingkah
laku manusia dan terjadi melalui
rangsangan berdasarkan (stimulus) yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif
(respons) hukum-hukum mekanistik.
Asumsi dasar mengenai tingkah laku
menurut teori ini adalah bahwa tingkah
laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan,
bisa diramalkan, dan bisa ditentukan.
Menurut teori ini, seseorang terlibat
dalam tingkah laku tertentu karena
mereka telah mempelajarinya, melalui
pengalaman-pengalaman terdahulu,
menghubungkan tingkah laku tersebut
dengan hadiah. Seseorang menghentikan
suatu tingkah laku, mungkin karena
tingkah laku tersebut belum diberi hadiah
atau telah mendapat hukuman. Karena
semua tingkah laku yang baik bermanfaat
ataupun yang merusak, merupakan
tingkah laku yang dipelajari.
Menurut Thorndike (1911), salah seorang
pendiri aliran tingkah laku, teori
behavioristik dikaitkan dengan belajar
adalah proses interaksi antara stimulus
(yang berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan) dan respons (yang juga berupa
pikiran, perasaan, dan gerakan). Jelasnya
menurut Thorndike, perubahan tingkah
laku boleh berwujud sesuatu yang
konkret (dapat diamati), atau yang non-
konkret (tidak bisa diamati).

[3] Teori Kognitif


Teori belajar kognitif lebih mementingkan
proses dari pada hasil belajaranya. Para
penganut aliaran kognitivisme
mengatakan bahwa belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan
respons. Model belajar kognitif
mengatakan bahwa tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Belajar menurut perspektif psikologi
kognitif, pada dasarnya adalah peristiwa
mental,
bukan peristiwa behavioral walaupun hal-
hal yang bersifat behavioral tampak lebih
nyata dalam hampir setiap peristiwa
belajar peserta didik. Secara lahiriah,
contohnya seorang anak yang sedang
belajar baca dan tulis, tentu
menggunakan perangkat jasmani (dalam
hal ini mulut dan tangan) untuk
mengucapkan kata dan menuliskan huruf.
Namun, perilaku mengucapkan kata-kata
dan menuliskan huruf yang dilakukan
anak tersebut bukan hanya respons atas
stimulus (rangsangan) saja, akan tetapi
yang lebih penting karena dorongan
mental yang telah diatur oleh otaknya.
Menurut David Paul Ausubel, secara
umum kelemahan teori belajar adalah
menekankan pada belajar asosiasi atau
menghafal, dimana materi asosiasi dihafal
secara arbitrase. Padahal, belajar
seharusnya merupakan asimilasi yang
bermakna. Materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki dalam
struktur kognitifnya. Ausubel memisahkan
antara belajar bermakna dengan belajar
menghafal. Ketika
seorang peserta didik melakukan belajar
dengan menghafal, maka ia akan
berusaha menerima dan menguasai
bahan yang diberikan oleh pendidik atau
yang dibaca tanpa makna. Hal ini berbeda
dengan belajar bermakna, dimana dalam
belajar bermakna ini terdapat dua
komponen penting, yaitu bahan yang
dipelajari, dan struktur kognitif yang ada
pada individu. Struktur kognitif ini adalah
jumlah, kualitas, kejelasan dan
pengorganisasian dari pengetahuan yang
sekarang dikuasai oleh individu.

ss-1 ss-2

SS Mendeley

*) upload .pdf pastikan file terbaca sesuai wordnya.

Anda mungkin juga menyukai