Anda di halaman 1dari 50

S enyawa

Bahan Alam OLEH:

Berguna DEDE SUKANDAR


Pokok Pembahasan

1 3

Hormon Seran gga


2 Tetraskilin

Po s t a g l a n d i n

4 5

Asetogenin
Diarylheptanoid
HORMON PADA
SERANGGA

Hormon PTTH Hormon Ekdison H o r m o n Ju ven il


Hormon PTTH

Horm on prothoracicotropic ( PTTH ) adalah


horm on s eran g g a pertam a y ang
ditemukan. Ini awalnya digambarkan hanya
s ebag ai " horm on otak" oleh pekerja awal
seperti Stefan Kopeć (1922) dan
Vincent Wigglesworth (1934), ya n g
m enyadari bahwa lig as i kepala s erang g a
ya ng belum dewasa dapat mencegah
m olting / g anti kulit.
Fu n g s i H o r m o n P T T H

PTTH disekresikan oleh org an neurohem al , korpu s kardiakum (pada beberapa


serangga korpus allatum mengeluarkan PTTH) y an g s ebenarnya m erupakan
struktur diskrit posterior otak. PTTH dilepas kan s ebag ai res pon s terhadap
rangsangan lingkungan dan sesuai namanya PTTH bekerja pada kelenjar
prothoracic , ya ng merespons dengan melepaskan hormon molting ( ekdisteroid )
ke dalam hemolimfa.
Hormon Ekdison

Ecdysone adalah sebuah steroid 6-okso y ang


merupakan 5 beta-cholest-7-en-6-one y ang disubstitusi
oleh g u g u s hidroksi pada posisi 2, 3, 14, 2 2 dan 2 5
masing-masing (stereoisomer 2beta, 3beta, 22R). Ini
adalah prohormon steroid dari hormon moulting
serangga utama 20-hydroxyecdysone Hormon molting
(Ekdison) dihasilkan oleh kelenjar protoraks, yaitu suatu
segme n pada tubuh serangga y ang mempunyai
pasangan kaki terdepan dari ketiga pasangan kaki
terdepan serangga, oleh karena itu maka hormon ini
juga dinamakan hormon protoracic gland atau disingkat
m enjadi PG H. S ecara berkala se l-s el neuros ekretori
didalam otak m eng g unakan s uatu horm on otak
(Ecdysiotropin), horm on ini m erang sa ng kelenjar
protoraks untuk menghasilkan ecdyson.
Fungsi Hormon Ekdison

Horm on ecdy s on ini m eran g s ang pertumbuhan


dan menyebabkan epidermis m en g g etahkan
s uatu kutikula baru y an g m enyebabkan
dimulainya proses pengelupasan kulit (molting).
Jika otak dari larva tersebut dibedah secara mikro,
maka ecdyson tidak akan dihasilkan lagi dan
sementara itu pertumbuhan dan proses
pengelupasan kulit terhenti. Selain oleh pengaruh
ecdyson, maka proses pengelupasan kulit dan
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh hormon
juvenil, selama terdapat hormon juvenil rangkaian
pengelupasan kulit
H o r m o n Juvenil

JH adalah hormon sesquterpenoid, y aitu s ebuah


terpene ya n g terdiri dari 3 unit isoprene (5-C), dengan
penam bahan m ethyl y an g berbeda pada C -1 atau
fu n gs i alkohol/epoks ida pada s truktur das ar atau
mengubah fungsi ester menjadi a s a m
Fu n g s i H o r m o n Juvenil

Hormon juvenile (JH) yang disekresikan oleh corpora allata bersifat


nonspesifik dan bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
karakter larva. Fungsi lainnya adalah memelihara aktivitas
sekretori kelenjar prothoracic.
B i o s i n tes i s H o r m o n Juvenil

Pada insekta, JH III disintesis dari Farnesyl diphosphate (FDP)


dalam 4 tahap:

-Phyrophosphate dari FDP dikatalisis oleh Phosphatase atau


pyrophosphatase menghasilkan farnesol.

-Farnesol dioksidasi menjadi asam karboksil melalui


intermediet aldehid (farnesal) diikuti dengan sintesis asam
farnesoik

-dua tahap metilasi dan epoksidasi dibutuhkan untuk


menghasilkan JH III
Aplikasi H o r m o n Juvenil

Aplikasi dari juvenile hormone (JH) untuk kontrol insekta berdasarkan kenyataan
bahwa selama siklus perkembangan ada periode waktu y an g sangat tepat dimana JH
alami ada atau tidak ada dalam cairan tubuh Jadi pengaplikasian JH atau senyawa
y an g mempunyai aktivitas JH pada insekta dilakukan ketika m a s a dimana JH secara
alami harusnya tidak ada atau ada dalam konsentrasi y an g rendah. D e n gan cara ini
diharapkan dapat dihasilkan bentuk intermediet (larva-dewasa, larva-pupa, pupa-
dewasa) atau abnormalitas pada embryogenesis)

Methoprene merupakan analog dari JH y ang telah digunakan secara luas untuk melawan nyamuk,
semut, kutu. Tetapi tidak berefek toksik secara langsung pada insekta melainkan merusak
perkembangan dengan menyebabkan kematian atau kegagalan reproduksi pada waktu tertentu
dari siklus hidupnya, tetapi biasanya bukan pada tahap perlakuan. Jadi larva y ang diperlakukan
jarang mati sebagai larva melainkan mati sebagai dewasa atau selama proses pupa
PROSTAGLANDIN
P E N G E RT I A N

Prostaglandin adalah suatu zat yang


terbentuk dari lemak yang berawal dari
asam lemak dan secara struktur kimia
terdiri dari 20 atom karbon dan 5 cincin
karbon
SEJARAH P E N E M U A N

Prostaglandin pertama kali diketemukan dari cairan semen


manusia pada sekitar tahun 1930 oleh Ulf von Euler dari Swedia, oleh
karena diduga berasal dari kelenjar prostat, sang penemu memberinya
nama prostaglandin

P E R A N P R O S TA G L A N D I N
DALAM TUBUH

Pa d a S i s t e m
Reproduksi

• merangsang otot rahim untuk berkontraksi untuk membantu


pengeluaran darah menstruasi
• membantu terjadinya kontraksi rahim dan membuat leher rahim
terbuka lebih lebar, sehingga dapat mempercepat proses
persalinan normal
• Mengontrol perdarahan y an g berlebihan setelah melahirkan.
• Terminasi atau mengakhiri kehamilan.
• Mengendalikan patent ductus arteriosus, yaitu kondisi di man a
duktus arteriosus (saluran antara aorta dan arteri pulmonalis)
tetap terbuka setelah bayi
P E R A N P R O S TA G L A N D I N
DAL AM TUBUH

Pa d a P r o s e s
Pen y em b u h a n

• S aat adanya jaringan tubuh y an g rusak atau terinfeks i,


prostaglandin bersama dengan berbagai zat lain akan
memulai proses penyembuhan ya n g ditandai dengan rasa
sakit, demam, dan bengkak.
• Ketika terjadi perdarahan, prostaglandin akan
menstimulasi pembekuan darah dan kontraksi dinding
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan.
BIOSINTESIS PROSTAGLANDIN

COX -2
Prostaglandiin G2
A s a m Arakidonat
(PGG2)
COX -1

Prostaglandin H 2
(PGH2)

Prostaglan Prostaglan Prostag lan Trom boksa


din D 2 din E 2 din I2 n A2
(PGD2) (PGE2) (PGI2)
BIOSINTESIS PROSTAGLANDIN

Pada reaksi biosintesis senyawa Prostanoid,


diberi angka 2 pada penamaannya, hal itu
disebabkan karena senyawa pembentuknya
adalah asam arakidonat

Gambar reaksi enzimatis biosintesis senyawa prostanoid

Gambar pemberian angka pada


ujung n am a senyawa prostanoid
Reseptor Prostanoid

Senyawa prostanoid yang dihasilkan akan memberikan efek


jika berada pada tempat atau target aksi dari senyawa
prostanoid. Target aksi dari senyawa prostanoid adalah
reseptor.

Reseptor D P PGD 2

Reseptor FP PGF 2 a

Reseptor IP PGI2

Reseptor TP TXA 2

Reseptor EP PGE 2
M e k a n i s m e Kerja

Seperti hormone lain yang berada dalam tubuh manusia,


Hormon Prostaglandin diproduksi ketika tubuh
memerlukannya, Tetapi perbedaannya dengan Hormon lain,
hormone ini tidak diproduksi oleh satu organ tubuh saja,

Prostaglandin F2 a
Prostaglandin H2 (PGH2) Prostaglandin E2 (PGE2)
(PGE2 a )
PG 9-keto
reduktas e
merangsang otot Rahim untuk
berkontraksi untuk membantu Reseptor FP
pengeluaran darah.
TETRASIKLIN
Pengertian

• Tetrasiklin adalah antibiotik bakteriostatik berspektrum luas y a ng menghambat sintesis protein. Tetrasiklin
bekerja aktif terhadap banyaknya bakteri Gram positif dan Gram negatif, termasuk bakteri anaerob,

riketsia, klamidia, mikroplasma, bentuk L, dan terdapat beberapa protozoa, misalnya amoeba.

• Tetrasiklin merupakan basa y a ng sukar larut dalam air, tetapi bentuk ga ra m natrium atau garam HCL ny a

mud a h larut. Dalam keadaan kering bentuk basa dan HCL tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan,

kebanyakan tetrasiklin sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya.

• Tetrasiklin bekerja denga n menghalangi penambahan a s a m amino baru pada rantai peptida y a ng seda n g

terbentuk, biasanya bersifat meng hambat atau memb unu h bakteri Gram positif dan Gram negatif atau

baik pada mikroba ekstrasel m a m p u intrasel, tipe kerjanya bakteriostatik. Mekanisme kerjanya yaitu

hambatan pada sintesis protein ribosom dengan menghabat pemasukkan aminoasil t- R N A pada fase

pemanjangan y a ng termasuk fase translasi ini akan menyebabkan blokade perpanjangan rantai peptida.
• Berdasarkan proses farmakokinetiknya, tetrasiklin m a m p u diabsorbsi sebanyak 3 0 - 8 0 % melalui

saluran cerna, n a m u n proses absorbsi ini sebagian belangsung di lambung dan u s u s halus
bagian atas. Sebagian besar golongan tetrasiklin dalam darah terikat pada protein plasma dalam

jumlah y a n g bervariasi, dan m a m p u terakumulasi dalam hati, jaringan limpa, s u m s u m tulang,

area dentin d an email gigi serat dapat melewati sawar urin. Pengeluaran atau proses eliminasi

tetrasiklin terjadi di ginjal melalui mekanisme filtrasi glomerulus dan dikeluarkan melalui urin.

• Tetrasiklin bekerja baik pada mikroba ekstrasel m a u p u n intrasel, tipe kerjanya bakteriostatik.

Mekanisme kerjanya yaitu hambatan pada sintesis protein ribosom dengan mengham bat

p emasukan aminoasil t-RNA pada fase pemanjangan y a n g termasuk fase translasi ini akan

menyebabkan blockade perpanjangan rantai peptida.


STRUKTUR
• tetrasiklin memiliki struktur yang terdiri dari cincin naftacena. Substitusi g u g u s dasar cincin naftacena dapat
terjadi secara alami dan menghasilkan analog tetrasiklim yang baru. Antibiotik tetrasiklin merupakan antibiotik

dengan penggunaan yang cukup luas setelah antibiotik laktam.

• Hubungan struktur-aktifitas Tetrasiklin. Pengaturan linier dari empat cincin adalah persyaratan untuk dapat

menimbulkan aktifitas biologis. Konfigurasi pusat kiral pada C-4, C- 4a dan C-12a sangat penting untuk aktifitas,

sedang konfigurasi pada C-5a dan C-6 kemungkinan dapat berubah-ubah. Adanya dua sistem elektron π yang

berbeda (gugus kromofor fenoldiketon dan trikarbonilmetan) penting untuk aktifitas antibakteri. Adanya gugus 4-

dimetilamino penting untuk pembentukan ion Zwitter, untuk distribusi optimum dalam tubuh dan untuk aktivitas

in vivo. Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas. Pada g ugus 2-karbonamid, hanya

gugu s karbonil yang penting untuk aktivitas. Satu atom H pada gugu s amida dapat diganti dengan gug us lain

tanpa kehilangan aktifitas. Modifikasi pada C-6 dan C-7 menghasilkan turunan yang mempunyai stabilitas kimia

lebih besar, memperbaiki sifat farkamokinetik dan meningkatkan aktifitas antibakteri.


Keg unaan
• Tetrasiklin merupakan obat pilihan untuk infeksi Mycoplasma pneumonia, klamidia, ricketsia, dan beberapa spirokaeta. Tetrasiklin digunakan

dalam regimen kombinasi untuk mengobati ulkus lambung dan duodenum akibat Helicobacter pylory, obat ini dapat pula digunakan dalam
berbagai infeksi Gram fositif dan Gram negatif, termasuk infeksi vibrio, asalkan organisme tersebut tidak resisten. Pada kolera, tetrasiklin

cepat menghentikan pengeluaran vibrio, tetapi tampaknya muncul resistensi terhadap tetrasiklin selama terjadinya epidemik. Tetrasiklin

tetap efektif pada sebagian besar infeksi klamidia, termasuk penyakit menular seksual. Tetrasiklin tidak lagi direkomendasikan untuk terapi

penyakit gonokokus karena adanya resistensi. Suatu tetrasiklin biasanya dalam kombinasi dengan aminoglikosida diindikasikan untuk pes,

tularemia, dan bruselosis. Tetrasiklin kadang digunakan dalam terapi infeksi protozoa, misalnya akibat Entamoeba histolytica atau

Plasmodium falcifarum. Penggunaan lainnya meliputi terapi jerawat, eksaserbasi bronchitis, pneumonia yang didapat dari masyarakat dan

infeksi saluran kemih.

• Semakin berkembangnya jenis antibiotik dalam bidang peternakan, terutama untuk meningkatkan produksi peternakan, maka para peternak

perlu mengetahui cara-cara pemberian dan pemakaian macam antibiotika secara selektif dan sesuai dengan tujuan, seperti;

1. Untuk pengobatan sehingga mengurangi resiko kematian dan mengembalikan kondisi ternak yang dapat berproduksi kembali (normal),

juga mencegah tersebarnya mikroorganisme patogen pada ternak lainnya.

2. Untuk memacu pertumbuhan (promotor growth), sehingga dapat mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi hasil ternak

serta mengurangi biaya pakan (Yuningsih, 2004).


• Residu merupakan sejumlah senyawa y a n g tertinggal didalam produk
(makanan) hewani, dan tidak membahayakan jika dikonsumsi selama
konsentrasi residu di bawah a m ba n g toksisitas. Residu dapat terjadi
dalam produk hewani karena kurangnya pengertian tentang
withdrawal time, penggunaan obat y a n g tidak tepat, pemakaian obat
ya n g sudah kadaluarsa, kontaminasi dalam pakan, pencampuran
suplemen ya n g tidak tepat.
EFEK
• Pemakaian antibiotika dapat menyebabkan beberapa masalah, apabila pemberian antibiotika tidak
beraturan y an g dapat menyebabkan residu dalam jaringan-jaringan atau organ hewan. Kemudian residu

ini dapat membahayakan kesehatan bagi manusia y a n g mengkonsumsinya, y an g dapat menyebabkan

reaksi alergi yaitu dapat mengakibatkan peningkatan kepekaan, kemudian reaksi resistensi akibat

mengkonsumsi dalam konsentrasi rendah dalam jangka waktu y an g lama.

• Organ tubuh y an g paling berperan dalam proses eliminasi obat adalah ginjal, obat dapat di keluarkan

dalam bentuk y an g tidak berubah atau dalam bentuk metabolit, obat juga dapat di eliminasi melalui

sistem empedu masu k ke dalam u su s kecil dan dieliminasi melalui feses, eliminasi jalur ini masih

memungkinkan terjadi reabsorbsi. Jalur eliminasi obat lainnya adalah melalui air ludah.
Acetogenin Annonaceae
Acetogenins
Annonaceae
• Annonaceae
• Annonaceae merupakan family terbesar
dari Ordo Magnoliales.
• Tumbuhan buah ya ng termasuk ke dalam
family annonaceae antara lain sirsak,
paw paw, srikaya, dan lancewood.
• Termasuk tanaman ya ng sedikit di serang
hama, hal ini dikarenakan tumbuhan
annonaceae banyak mengandung
acetogenin ya ng bersifat sitotoksik.
Annonaceous Acetogenin

Annonaceous Acetog enin m erupakan


kelompok dari produk alami poliketida ya n g
diisolasi dari tanaman famili Annonaceae.
Sifat u m u m dari molekul ini adalah berupa
rantai panjang a s a m lemak sepanjang 3 5
atau 3 7 karbon ya n g diakhiri oleh sebuah γ-
lakton. Secara biogenetic, Annonaceous
Acetogenin diturunkan dari a s a m lemak
dengan 3 2 atau 2 4 karbon ya ng kemudian
ditambahkan dua unit 2-propanol untuk
membentuk lactone pada ujung molekul
Sifat Senyawa Acetogenin
❖Acetogenin memiliki efek biologis y a n g beragam termasuk sitotoksik, antitumor,
antimalaria, pestisida dan kegiatan antifeedant.
❖Rantai furanone dalam g u g u s hydrofuranone pada C 2 3 memiliki aktivitas sitotoksik,
dan derivate acetogenin yang memiliki fungsi sitotoksik adalah asimicin, bulatacin,
dan guanfacine.
❖Pada kosentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai anti
feedent. Dalam hal ini, sehingga h a m a tidak lagi bergairah untuk mengkonsumsi
bagian ya ng disukai.
BIOSINTESIS SENYAWA
ACETOGENIN
Salah satu senyawa Acetogenin yaitu ada senyawa Bullatacin. Berikut biosintesisnya:
Tahapan 1:

Tahapan 2:
Tahapan 3:

Tahapan 4:
Tahapan 5:
Klasifikasi Acetogenin

• Klasifikasi annonaceous acetogenin


dibagi berdasarkan stereostruktur
cincin THF, dan pembagiannya
adalah sebagai berikut:
• Annonaceous acetogenin
linear
• Annonaceous acetogenin
epok si / non THF ring
• Cincin THF tunggal (mono-
THF)
• Cincin THF ganda (bis-THF)
• Cincin THF tripel (tri-THF)
• Acetogenin THP
Aktivitas Biologi Annonaceae Acetogenin

❖ Menginhibisi Kompleks I Mitokondria


• A nn on a c eous a cetog en in
merupakan inhibitor N A D H pada
enzim uniquinone oxidoreductase.
Enzim in i m eru pa ka n en zim
es en s ial da lam s is tem tran s por
elektron yang m em im pin ke
proses selanjutnya yaitu fosforilasi
oksidatif di dalam mitokondria.
S u m b e r u ta m a n ya aktivitas biologi
untuk aktivitas a n n on a ce ous
a c etog en in m elibatkan interaks i G A M B A R M O D E L M C L A U G H L I N D A L A M SIFAT
d e n g a n kompleks I mitokondrial I N H I B I S I A C E TO G E N I N PA D A K O M P L E K S I
M I TO K O N D R I A
(NADH:ubiquinone
oxidoreductase).
❖Dapat Sebagai Anti Bakteri
Se n ya wa acetogenin dan beberapa alkaloid murisolin, cauxine, couclamine,
stephanine, dan reticuline di dalam daun sirsak m a m p u bertindak sebagai anti
bakteri. Kan dungan fitokimia annonaceous acetogenin pada ekstrak daun sirsak
merupakan age n aktif antibakteri. Khasiat daun sirsak m a m p u mengatasi infeksi
y a n g disebabkan oleh bakteri, seperti diare, bisul, infeksi, saluran kemih dan
ISPA.

❖ Berperan sebagai Anti Virus


Dalam ekstrak daun sirsak dapat dijadikan sebagai penghambat infeksi virus
H u m a n Immunodeviciency Virus (HIV). N A D H dehydrogenase adalah enzim y a n g
ada pada protein y a n g terikat oleh membra ne dari sistem transport electron
mitokondria. Selain itu, hasil penelitian y a n g tercantum dalam review laporan
ilmiah S k a g g s tahun 1 9 9 7 - 1 9 9 8 menyatakan annonaceous acetogenin terutama
y a n g berdekatan bis-tetrahidrofuran (THF) berperan sebagai sitotoksik terhadap
aktivitas virus malaria dan imunospresif.
Annonaceae Acetoge nin dari
Annona Muricata
Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan: Plantae
Divisio : Angiospermae
Kelass : Magnoliids
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona
Muricata
Sumber Nama

Epomuriceni n - A (or
epo xym ur i n - A)
E po m ur i ceni n - B
• Dalam tanaman sirsak ini telah Di epo mur i cani n - A
ditemukan lebih dari 5 0 jenis Biji Co r epo xylo ne
annonaceous acetogenin dan 1 8
Solamin
jenis di antaranya ditemukan pada
M ur i so li n
bagian daun sirsak (Geum S o o g et
al, 1998). Annonaceous Co r o sso li n

acetogenin dari daun ini telah Corossolone


diteliti sifat sitotoksiknya oleh Gi gant et r o ci n - B
peneliti luar negeri dan dalam Muricatetrocin -A/B
negeri. Sifatnya ya n g sitotoksik
E po xym ur i n - A (or
terhadap beberapa jenis sel epomuriceni n - A)
kanker, seperti kanker paru-paru, Kulit k a y u E po xym ur i n - B

u s u s besar, pankreas, dan prostat Muricatin- C


telah diteliti dan diterapkan pada M ur i cat i n - A
berbagai pengobatan tradisional. M ur i cat i n - B

Daun Anno m ur i ci n - A

Anno m ur i ci n - B
ISOLASI SENYAWA ACETOGENIN

❖Ekstraksi etanol dari biomassa tanaman dengan famili Annonaceae untuk


mendapatkan acetogenin merupakan metode u m u m y a n g digunakan.
Hampir s e m u a acetogenin dapat denga n mu da h larut dalam pelarut organik,
seperti kloroform atau diklorometana.
❖Ekstraksi etanol dari material tanaman ya n g dikeringkan dan diikuti dengan
fraksinasi pelarut untuk mengosentrasikan senyawa masih merupakan
metode y a n g dipilih dalam laboratorium.
❖Tahapan dalam melakukan ekstraksi ini yaitu pengurangan ukuran, ekstraksi,
filtrasi, konsentrasi, dan pengeringan.
❖Fraksinasi dilakukan berulang dengan pelarut berbeda bertujuan untuk
mendapatkan annonaceous acetogenin y a n g sedikit polar. Fraksinasi
pertama m e n g g u n a k a n campuran antara diklorometana denga n air.
❖Fraksinasi kedua dilakukan dengan m e ngg una k a n campuran antara metanol
dengan heksana.
MANFAAT SENYAWA ACETOGENIN

• Dalam bidang kesehatan :


❖ AntiVirus
❖ AntiBakteri
❖ AntiKanker

Dalam bidang lainnya:


❖ Salep
❖ Sampo
❖ Semprotan Pestisida
Diarylheptanoid
PENG ERTIAN

Diarylheptanoid terdiri dari dua cincin


aromatik (gugus aril) y ang bergabung dengan
tujuh rantai karbon (heptana) dan memiliki
berbagai substituen
Diarylheptanoid secara struktural beragam dan telah diisolasi dari biji, buah, daun,
akar, rimpang dan kulit tanaman dari keluarga ya ng berbeda seperti
Myricaceae, Betulaceae, Zingiberaceae, Aceraceae, Leguminosae dan Burseraceae
Diarylheptanoid dapat diklasifikasikan menjadi
diarylheptanoid linier (kurkuminoid) dan siklik.

Gambar 1. (a) diarylheptanoid linear ; (b) diarylheptanoid


siklik
Beberapa contoh jenis dyarilheptanoid

Gambar 2. Representasi karakteristik kelas diarylheptanoid: linier (kurkumin, 1), siklik jenis difenil eter (juglanin A, 2), jenis siklik
bifenil (acerogenin E, 3) dan diarylheptanoid dengan rantai C7-siklis (siklokurkumin, 4).
Bioaktivitas

• Anti inflamasi
• Antioksidan
• Antimikroba
• Anti karsinogenik
• Anti kanker
Antioksidan
Kunyit dan Temulawak
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai