0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
55 tayangan18 halaman
Teks ini membahas tentang ekstradisi dan permasalahannya. Secara singkat, teks ini menjelaskan bahwa ekstradisi hanya dapat dilakukan jika dua negara telah membuat perjanjian ekstradisi, namun seringkali negara yang diminta menolak penyerahan terdakwa karena berbagai alasan. Teks ini juga mencontohkan beberapa kasus ekstradisi Indonesia yang gagal.
Teks ini membahas tentang ekstradisi dan permasalahannya. Secara singkat, teks ini menjelaskan bahwa ekstradisi hanya dapat dilakukan jika dua negara telah membuat perjanjian ekstradisi, namun seringkali negara yang diminta menolak penyerahan terdakwa karena berbagai alasan. Teks ini juga mencontohkan beberapa kasus ekstradisi Indonesia yang gagal.
Teks ini membahas tentang ekstradisi dan permasalahannya. Secara singkat, teks ini menjelaskan bahwa ekstradisi hanya dapat dilakukan jika dua negara telah membuat perjanjian ekstradisi, namun seringkali negara yang diminta menolak penyerahan terdakwa karena berbagai alasan. Teks ini juga mencontohkan beberapa kasus ekstradisi Indonesia yang gagal.
Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
Abstract
Extradition is the delivery of an accused or convicted individual who escape to
abroad to avoid punishment or trial process. Extradition should be into force whether the two States have made the former treaty related to or based to reciprocity principle. Sometimes, Requested State refuses to surrender the accused person to the Requesting State for many reasons, for example Adrian Kiki who escaped to Australia, but Indonesia could not reach him, although the two States have made a treaty related to. But sometimes, without the treaty of extradition, a State, such as Columbia, surrendered M.Nazaruddin to Indonesia. So basicly, the execution of extradition treaty is uneffective, because it depends on to the good will of the Requested State to do it. Keywords : Extradition, International Law, National Law.
I. PENDAHULUAN dalam jumlah puluhan trilyun rupiah,
namun tidak dapat diproses hukum Salah satu masalah yang selalu sampai sekarang. menimbulkan rasa tidak puas dan Hendra Rahardja, mantan komentar di kalangan masyarakat Direktur BHS Bank yang melarikan Indonesia pada umumnya, adalah diri ke Australia, namun sampai dia masalah ekstradisi. Masalah meninggal di Australia, yang ekstradisi mengemuka ketika banyak bersangkutan tidak dapat orang Indonesia yang disangka atau dipulangkan. Begitu juga dituduh melakukan kejahatan di pengemplang dana BLBI lainnya Indonesia, baik sebelum, sedang atau sejumlah 1,5 trilyun rupiah yaitu telah diproses pengadilan, lalu mantan Direktur Bank Surya, Adrian kemudian melarikan diri ke luar Kiki, yang divonnis seumur hidup negeri. Setelah mereka berada di luar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat negeri maka seolah-olah pemerintah pada tahun 2002, juga berhasil tidak berdaya untuk menjangkau melarikan diri ke Australia, dan orang tersebut, sehingga akhirnya bahkan menjadi warga Negara kasus tersebut perlahan-lahan disana.1 Namun sampai saat ini yang menjadi hilang. bersangkutan belum dapat Ada beberapa kasus yang bisa dipulangkan ke Indonesia, walaupun dijadikan contoh, seperti kasus para Australia merupakan salah satu dari pengemplang Bantuan Likuiditas 5 negara yang sudah melakukan Bank Indonesia (BLBI) yang perjanjian ekstradisi dengan melarikan diri ke Singapura dan Australia. Hendra Rahardja, Adrian Kiki, dan Syamsul Nursalim, dan adalah beberapa nama dari sejumlah 1 Laurencius Simanjuntak, Detiknews.com, pelaku yang melarikan uang Negara Jumat, 9 September 2011, diakses pada Senin, 12 September 2011 Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
Indonesia, selain dari Malaysia, BI), Nunun Nurbaiti. Sejak kasusnya
Filipina, Thailand, dan Hongkong.2 mencuat sekitar tahun 2009, Nunun Sebaliknya, Negara yang Nurbaiti langsung terserang sakit belum mengadakan perjanjian lupa ingatan, sehingga diizinkan ekstradisi dengan Indonesia justru berobat ke luar negeri (Singapura). menjadi surga bagi para penjahat ini. Belakangaan kabarnya yang Misalnya Singapura, ada beberapa bersangkutan telah berpindah Negara koruptor Indonesia yang justru hidup beberapa kali, seperti Malaysia, aman nyaman disana, bahkan Kamboja, dan Vietnam. Terakhir dilindungi oleh pemerintah setempat, yang bersangkutan terdengar berada seperti para pengemplang dana BLBI di Thailand. Namun sampai akhir lainnya, yaitu Syamsul Nursalim tahun 2011 ini yang bersangkutan (kasus BDNI yang merugikan tidak pernah kembali ke Indonesia, Negara 6,9 trilyun rupiah dan 96, 7 walaupun telah dipanggil secara juta US dollar), Bambang Sutrisno wajar oleh KPK yang bekerjasama (Bank Surya, 1,5 trilyun rupiah), dan dengan INTERPOL. David Nusawijaya (Bank Servitia, Untuk memulangkan Nunun sebanyak 1,26 trilyun rupiah).3 Nurbaiti, KPK melalui pemerintah Sejarah muram mengenai Indonesia mengajukan permohonan ekstradisi antara Indonesia dengan ekstradisi atas tersangka kasus suap Singapura sebetulnya sudah pemilihan DGS BI ini. Permohonan berlangsung cukup lama, yaitu pada pemerintah RI dikabulkan oleh tahun 1950 ketika Indonesia pemerintah Thailand melalui mengajukan permintaan ekstradisi keputusan Pengadilan Negeri kepada Inggris atas Turco Bangkok pada akhir Juli 2011, yang 4 Westerling yang waktu itu artinya pemerintah Thailand telah melarikan diri ke Singapura, mengizinkan untuk membawa pulang sementara Singapura masih Nunun Nurbaiti ke Indonesia. merupakan jajahan Inggris. Namun masalahnya adalah bahwa Permintaan itu ditolak oleh Inggris tidak ada pihak yang menjamin dengan alasan belum adanya bahwa Nunun memang berada di perjanjian ekstradisi.5 Thailand, sehingga KPKpun belum Begitu pula halnya dengan dapat menangkap dan membawa tersangka kasus suap cek perjalanan pulang yang bersangkutan kembali anggota DPR RI untuk pemilihan ke Indonesia. Deputy Senior Bank Indonesia (DGS Ekstradisi adalah suatu proses pengembalian seseorang yang disangka atau dituduh melakukan 2 http://id.wikipedia.org/wiki ekstradisi, suatu kejahatan. Ekstradisi baru diakses pada Senin, 12 September 2011. 3 Ahmad Yani Yustiana, Liputan6.com., dapat terlaksana setelah Negara diakses Selasa, 13 September 2011. tempat si pelaku berada (seterusnya 4 Turco Westerling adalah seorang tentara disebut sebagai Negara Belanda yang pada waktu Belanda kembali Diminta/Requested State) telah ingin menjajah Indonesia (1949) melakukan mengadakan perjanjian internasional pembantaian terhadap ribuan orang warga Makasar. mengenai ekstradisi tersebut dengan 5 M Budiarto, Masalah Ekstradisidan Negara yang meminta (selanjutnya Jaminan Perlindungan atas Hak Asasi disebut Negara Peminta/Requesting Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, State), karena Negara Peminta halaman 12. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
memiliki kewenangan untuk “Presiden dengan persetujuan
mengadili si pelaku. Kewenangan ini DPR menyatakan perang, membuat didapatkan oleh Negara Peminta perdamaian dan perjanjian dengan karena Negara Peminta merupakan Negara lain.” Locus Delicti. Begitu juga ayat (2) dari pasal Ekstradisi dibuat dengan tujuan ini yang berbunyi : agar pelaku kejahatan bertanggung “Presiden dalam membuat jawab atas perbuatan yang telah perjanjian internasional lainnya yang dilakukannya, karena adalah suatu menimbulkan akibat yang luas dan hal yang bertentangan dengan mendasar bagi kehidupan rakyat keadilan jika seorang penjahat tidak yang terkait dengan beban keuangan dihukum atas perbuatannya. Jika Negara, dan/atau mengharuskan tidak ada ekstradisi, maka pelaku perubahan atau pembentukan kejahatan yang melarikan diri keluar undang-undang harus dengan negeri tidak akan mendapatkan persetujuan DPR.” hukuman karena Negara tempatnya Dari bunyi pasal 11 ini terlihat tersebut tidak memiliki yurisdiksi bahwa perjanjian internasional yang untuk itu. menyinggung hajat hidup orang Selain itu ekstradisi dibuat agar banyak juga harus melalui pelaku kejahatan tidak lagi persetujuan DPR. Artinya semua mempunyai niat untuk melarikan diri perjanjian internasional mengenai jika mengetahui bahwa Negara yang ekstradisi baru dapat diterapkan akan didatangi telah memiliki setelah diratifikasi oleh DPR. perjanjian ekstradisi dengan Negara Selain dari keharusan adanya tempat dia melakukan kejahatan. perjanjian internasional antara Perjanjian Internasional Negara-negara yang berkaitan, mengenai ekstradisi antara Negara ekstradisi juga dapat terlaksana Diminta dengan Negara Peminta melalui proses timbal balik (asas harus memuat aturan-aturan resiprositas). Artinya, tanpa mengenai pengertian ekstradisi, asas perjanjian internasional, sebuah dan tujuan ekstradisi, syarat-syarat Negara dapat memulangkan seorang ekstradisi, proses ekstradisi, jenis- pelaku ke Negara Peminta, asal saja jenis kejahatan yang pelakunya dapat kemudian perbuatan itu dibalas oleh diekstradisi, pejabat-pejabat yang Negara Diminta. terlibat, dan segala sesuatu yang Pada dasarnya, ekstradisi berkaitan dengan ekrtadisi. merupakan suatu proses yang sangat Bagi Indonesia sendiri, sulit, rumit, dan berbelit-belit. Hal ini ekstradisi tidak dapat langsung terbukti dari sangat jarangnya terlaksana setelah adanya perjanjian Negara-negara melakukan ekstradisi, ekstradisi dengan Negara Diminta, namun sebaliknya begitu banyak karena peraturan ketatanegaraan para pelaku kejahatan yang berhasil Indonesia mengharuskan adanya melarikan diri keluar negeri, dan proses ratifikasi terlebih dahulu ke tidak dapat diproses sebagaimana dalam Hukum Nasional Indonesia. mestinya karena berbagai sebab, Hal ini ditegaskan dalam pasal 11 (salah satunya karena berlarut- Undang-undang Dasar 1945 larutnya proses administrasi dan Amandemen ke-empat. Pasal 11 ayat birokrasi), walaupun telah ada (1) berbunyi : perjanjian ekstradisi antara kedua Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
Negara, atau juga karena belum melakukan suatu kejahatan
adanya perjanjian ekstradisi antara diluar wilayah Negara yang kedua negara. 6 menyerahkan dan di dalam Oleh karena itu terlihat bahwa yurisdiksi wilayah Negara yang persoalan ekstradisi ini bukanlah meminta penyerahan tersebut persoalan yang sederhana, namun karena berwenang untuk suatu persoalan yang sangat besar, mengadili dan memidananya.” rumit dan berbelit, yang melibatkan Negara-negara. Selain itu dalam 3. L. Oppenheim : “Extradition is proses ekstradisi terkait kepentingan the delivery of an accused or suatu Negara, baik kepentingan convicted individual to the state ekonomi, politik, dan kepentingan on whose territory he is alleged lainnya, sehingga suatu proses to have committed, or to have ekstradisi dapat mengakibatkan hal- been convicted of, a crime by the hal lain seperti membaik atau State on whose territory the memburuknya hubungan antar alleged criminal happens for the Negara, dan sebagainya, yang akan time to be .” 7 dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini. 4. J. G. Starke : “The term extradition denotes to the process II. PEMBAHASAN whereby under treaty or upon a 2.1.Pengertian Ekstradisi secara basis of reciprocity one state Yuridis surrenders to another state at its request a person accused or Ada beberapa pengertian convicted of a criminal offence ekstradisi, baik yang diatur dalam committed against the laws of the peraturan internasional maupun requesting state competent to try nasional, serta yang dikeluarkan the alleged offender.” 8 oleh para ahli, yaitu : 1. Pasal 1 (a) Harvard Research 5. I Wayan Parthiana : Draft Convention on Extradition “Ekstradisi adalah penyerahan ““Extradition is the formal yang dilakukan secara formal, surrender of a person by a State baik berdasarkan perjanjian to another state for prosecution ekstradisi yang diadakan of punishment.” sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas 2. Pasal 1 undang-undang nomor 1 seseorang yang dituduh tahun 1979 : “Ekstradisi adalah melakukan tindak pidana penyerahan oleh suatu Negara kejahatan (tersangka, tertuduh, kepada Negara yang meminta terdakwa) atau atas seseorang penyerahan seseorang yang yang telah dijatuhi hukuman atas disangka atau dipidana kejahatan yang dilakukannya (terhukum, terpidana), oleh 6 Australia belum bersedia mengembalikan 7 Adrian Kiki dan kawan-kawan, walaupun Lihat L. Oppenheim, International Law, a telah ada perjanjian ekstradisi antara tretise, 8th edition, 1960, vol One-Peace, Indonesia dan Australia. Sebaliknya Autralia halaman 696. 8 bersedia menyerahkan warga negaranya Lihat J.G. Starke, An Introduction to Peter Dundas ke Indonesia atas tuduhan International Law, 7th edition, Butterworths, kejahatan phedophilia. London ,halaman 348. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
negara tempatnya melarikan diri 3. Unsur proses ekstradisi, yaitu
atau berada atau bersembunyi, meliputi berbagai prosedur yang kepada Negara yang memiliki harus dilalui untuk yurisdiksi untuk mengadili atau mengembalikan pelaku ke menghukumnya, atas permintaan Negara Peminta. Proses dari Negara tersebut dengan ekstradisi terdiri dari : tujuan untuk mengadili atau a. Adanya permintaan dari melaksanakan hukumannya.” 9 Negara Peminta kepada Negara Diminta; Dari beberapa definisi yang b.Permintaan tersebut haruslah dikemukakan di atas terlihat bahwa didahului oleh perjanjian untuk dapat disebut sebagai internasional mengenai ekstradisi harus memenuhi beberapa ekstradisi antara kedua unsur. Unsur-unsur tersebut adalah : Negara; c. Jika kedua Negara belum 1. Unsur subjek, yaitu : membuat perjanjian a. Negara Diminta (Requested ekstradisi, maka asas State), yaitu Negara tempat resiprositas (timbal balik) pelaku berada atau dapat diberlakukan; bersembunyi. d.Negara Diminta memproses b. Negara Peminta (Requesting permintaan Negara Peminta State), yaitu Negara yang sesuai dengan aturan memiiki yurisdiksi untuk perundang-undangan yang mengadili pelaku karena : berlaku di Negara Diminta; 1) merupakan Locus delicti e. Jika Negara diminta bersedia (tempat perbuatan menyerahkan pelaku dilakukan); kejahatan tersebut, maka 2) Si pelaku adalah warga terjadilah ekstradisi. Negara dari Negara 4. Unsur tujuan, yaitu tujuan Peminta. permintaan ekstradisi dari Negara 2. Unsur objek, yaitu orang yang Peminta kepada Negara Diminta. menjadi objek ekstradisi, yaitu si Tujuan ekstradisi adalah untuk pelaku kejahatan. Walaupun mengadili atau menghukum pelaku dikatagorikan sebagai pelaku kejahatan yang melarikan “objek,” bukan berarti pelaku diri. Jika pelaku kejahatan tidak diperlakukan seperti benda yang diekstradisi berarti bahwa pelaku merupakan objek hukum, namun kejahatan tidak objek disini bahwa si pelaku mempertanggungjawabkan dijadikan sebagai objek perbuatannya, sehingga tujuan perjanjian namun dengan pemberantasan kejahatan tidak memperhatikan berbagai hak dan tercapai.10 kewajiban pelaku sebagai seorang manusia. 2.2.Perjanjian Ekstradisi Perjanjian ekstradisi adalah 9 merupakan perjanjian internasional Lihat I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional yang tunduk pada ketentuan Indonesia, Penerbit CV Mandar Maju, 10 Bandung, 1990, halaman 12-13. Ibid, halaman 13-16. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
Konvensi Wina 1969. Definisi maka tidak dapat dikatagorikan
mengenai perjanjian internasional sebagai perjanjian internasional.11 diatur dalam Pasal 2 ayat (1a) dari Jadi perjanjian internasional Konvensi Wina 1969 yang berbunyi : diperlukan dalam upaya “Treaty means an international pengembalian seorang tersangka atau agreement concluded between States terpidana dari luar negeri. Atau in written form and governed by dengan kata lain, Ekstradisi tidak international law, whether embodied dapat dilakukan sebelum ada in a single instrument of in two or perjanjian antara Negara Peminta dan more related instruments and Negara Diminta. Namun apakah jika whatever its particular designation.” telah ada perjanjian antara kedua Konvensi Wina 1969 kemudian Negara maka timbul kewajiban telah diratifikasi oleh Indonesia kepada Negara Diminta agar melalui Undang-undang nomor 37 menyerahkan individu yang diminta tahun 1999 tentang Hubungan Luar oleh Negara peminta? Negeri. Pasal 1 ayat (3) undang- Menurut Grotius, berdasarkan undang ini memberikan definisi teorinya aut punere aut dedere, maka perjanjian internasional sebagai setiap Negara Diminta harus berikut : menyerahkan pelaku yang diminta “Perjanjian internasional oleh Negara Peminta, walaupun adalah perjanjian dalam bentuk belum ada perjanjian ekstradisi dan sebutan apapun yang diatur antara kedua Negara, karena Grotius oleh Hukum Internasional dan mendasarkan pada pemikiran bahwa dibuat secara tertulis oleh setiap pelaku kejahatan harus Pemerintah Republik Indonesia dihukum.12 dengan satu atau lebih Negara, Sebaliknya, beberapa ahli Organisasi Internasional, atau Hukum Internasional lain seperti sbjek Hukum Internasional Von Martens berpendapat jika tidak lainnya, serta menimbulkan ada perjanjian ekstradisi, maka hak dan kewajiban pada Negara diminta tidak memiliki Pemerintah Republik Indonesia kewajiban untuk menyerahkan yang bersifat hukum Publik.” pelaku kejahatan kepada Negara Dari bunyi kedua pasal di atas Peminta. Perjanjian ekstradisi dapat diketahui bahwa untuk dapat merupakan landasan hukum bagi disebut sebagai perjanjian kedua Negara untuk melakukan internasional harus memenuhi ekstradisi terhadap pelaku 13 beberapa kriteria, seperti : kejahatan. 1. Dilakukan oleh Negara atau Praktek Negara-negara Organisasi Internasional, atau beragam, ada Negara yang bersedia subjek Hukum Internasional menyerahkan pelaku kejahatan lainnya; 2. Dibuat secara tertulis; 11 IM Sinclair, The Vienne Convention on 3. Tunduk pada Hukum the Law of the Treaties, Manchester Internasional. University Press, USA: Oceana Publications Inc, 1973, halaman 9. Jika sebuah perjanjian tidak 12 Ivan Anthony Shearer, Extradition in memenuhi unsur-unsur tersebut, International Law, Manchester University Press, Oceana Publication Inc, 1971, halaman 23-24. 13 Ibid. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
kepada Negara peminta walaupun 3. Perjanjian ekstradisi antara
belum ada perjanjian ekstradisi Indonesia dengan Thailand 1978, antara kedua Negara. Sebagai contoh yang telah diratifikasi dan adalah Afrika Selatan, Kanada, diundangkan melalui Undang- Indonesia, dan Kolumbia.14 undang Nomor 2 tahun 1978; Sebaliknya, Negara-negara yang 4. Perjanjian ekstradisi antara hanya bersedia menyerahkan pelaku Indonesia dengan Australia yang kejahatan setelah ada perjanjian 5. ditandantangani 22 April 1992, ekstradisi adalah Belanda, Ethiopia, yang telah diratifikasi dan Israel, dan Turki.15 diundangkan oleh pemerintah RI Untuk mengatasi keberagaman melalui Undang-undang nomor 8 praktek Negara-negara tersebut serta tahun 1994; untuk kepastian hukum, maka pada 6. Perjanjian ekstradisi antara umumnya Negara-negara melakukan Indonesia dengan Hongkong perjanjian ekstradisi, baik secara yang ditandatangani 5 Mei 1997, bilateral maupun secara multilateral. dan telah diratifikasi dan Perjanjian ekstradisi biasanya diundangkan oleh Indonesia dilakukan antara Negara-negara yang melalui Undang-undang nomor 1 letaknya berdekatan karena tahun 2001. kemungkinan frekwensi larinya Selain dari perjanjian bilateral, pelaku kejahatan ke Negara-negara perjanjian ekstradisi juga dapat tetangga tersebut lebih tinggi. dilakukan secara multilateral. Oleh karena itu Indonesia telah Kondisi Negara-negara yang berada mengadakan beberapa perjanjian pada posisi geografis yang ekstradisi dengan Negara-negara berdekatan, memicu Negara-negara tetangga terdekat, yaitu : ini untuk membuat perjanjian 1. Perjanjian ekstradisi antara ekstradisi secara multilateral, seperti Indonesia dengan Malaysia 1974, yang telah dilakukan Negara-negara yang telah diratifikasi dan Arab (The Arab League Extradition diundangkan oleh pemerintah RI Agreement) 1952, Konvensi melalui Undang-undang nomor 9 Ekstradisi Negara-negara Eropa (The tahun 1974; European Extradition Convention) 2. Perjanjian ekstradisi antara 1957, dan Konvensi Ekstradisi Indonesia dengan Filipina 1976, Negara-negara Benelux (Belanda, yang telah diratifikasi dan Belgia dan Luxemburg) 1962 (The diundangkan oleh Indonesia Benelux Extradition Convention).16 melalui Undang-undang Nomor Perjanjian-perjanjian ekstradisi 10 tahun 1976; yang telah dibuat oleh Negara- negara, baik secara bilateral maupun multilateral, pada umumnya 14 Indonesia menyatakan bahwa dapat kemudian diratifikasi oleh Negara- menyerahkan pelaku kejahatan kepada negara yang bersangkutan untuk Negara Peminta berdasarkan hubungan baik diberlakukan dalam lingkup nasional. (pasal 2 ayat 2 Undang-undang nomor 1 Hal ini perlu, mengingat proses tahun 1979 tentang Ekstradis). Demikian pula Kolumbia, yang terbutki pada kasus penyerahan pelaku kejahatan dari M.Nazaruddin, yang dapat dibawa pulang ke Negara Diminta kepada Negara Indonesia tanpa melalui proses perjanjian ekstradisi. 15 16 Ivan Anthony Shearer, opcit, halaman 28. I Wayan Parthiana, opcit, halaman 21. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
Peminta, harus sesuai dengan melalui 2 tahap saja (perundingan
peraturan perundang-undangan dan penandatanganan), namun ada Negara Diminta, walaupun tidak beberapa perjanjian internasional semua Negara Diminta telah yang baru dapat diterapkan setelah memiliki Undang-undang Nasional melalui ketiga tahapan tersebut, salah tentang Ekstradisi. satu contohnya adalah perjanjian Selain dari proses ratifikasi ekstradisi. Perjanjian internasional yang memakan waktu dan biaya yang harus melalui 3 tahap ini yang cukup besar, pembuatan disebut dengan perjanjian perjanjian ekstradisi juga melalui internasional yang Treaty Making proses yang panjang. Sesuai dengan Power, yang bermakna bahwa proses perjanjian internasional pada perjanjian internasional tersebut telah umumnya yang diatur dalam mempunyai kekuatan mengikat, baik Konvensi Wina 1969, maka ada secara eksternal antara Negara yang beberapa tahap yang harus dilalui, mengadakan perjanjian, maupun yaitu : perundingan (negotiation), secara internal, yaitu berlaku bagi penandatanganan (signature), dan Negara-negara yang bersangkutan pengesahan (ratification). Dalam secara nasional. tahap perundingan, yang perlu Kriteria untuk menentukan diperhatikan adalah faktor bahasa. apakah suatu perjanjian internasional Jika kedua Negara memiliki bahasa memerlukan dua tahap atau tiga yang berbeda (selain bahasa Inggris), tahap, ditentukan oleh masing- maka perundingan dilakukan dengan masing pihak dalam perjanjian yang menggunakan bahasa masing-masing tercantum dalam Hukum atau menggunakan bahasa Inggris, Nasionalnya. Bagi Indonesia, sehingga naskah perjanjian nantinya perjanjian ekstradisi merupakan dibuat dalam 3 bahasa.17 salah satu perjanjian internasional Dalam tahap penandatanganan, yang Treaty Making Power, sehingga yang berwenang melakukannya sesuai dengan bunyi Pasal 11 ayat (2) adalah utusan Negara yang memiliki Undang-Undang Dasar 1945 kekuatan penuh (full powers).18 Jika Amandemen ke-empat, maka perjanjian telah ditandangani maka perjanjian ekstradisi harus berarti Negara tersebut telah terikat diratifikasi oleh DPR. dan harus tunduk pada perjanjian tersebut, sesuai dengan asas yang 2.3.Ekstradisi atas Dasar Timbal dijunjung tinggi dalam perjanjian, Balik yaitu asas pacta sunt servanda. Ada perjanjian internasional Jika antara Negara Peminta dan yang dapat diterapkan setelah Negara Diminta belum ada perjanjian ekstradisi, maka jalan lain yang dapat 17 ditempuh adalah menyerahkan Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era pelaku kejahatan berdasar asas Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2003, timbal balik (asas reciprositas). Asas halaman 104-105. timbal balik berarti bahwa Negara 18 Menurut pasal 7 Konvensi Wina 1969, full Diminta memberikan itikad baik powers diwajibkan kepada utusan Negara untuk membantu Negara Peminta, setingkat Kepala perwakilan Diplomatik, sementara Kepala Negara, Kepala agar dikemudian hari Negara pemerintahan dan Menteri Luar Negeri tidak membutuhkan full powers. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
peminta dapat melakukan hal yang 3. Waktunya juga lebih singkat
sama terhadap Negara Diminta. karena tidak melewati berbagai Menurut I Wayan Parthiana, proses seperti dalam perjanjian penyerahan pelaku kejahatan atas ekstradisi; dasar asas timbal balik dilakukan 4. Memberi peringatan kepada para dengaan beberapa syarat, yaitu : pelaku kejahatan bahwa mereka 1. Belum ada perjanjian ekstradisi dapat diekstradisi dengan mudah antara kedua Negara; walaupun belum ada perjanjian 2. Undang-undang ekstradisi kedua ekstradisi sebelumnya antara Negara tidak melarang Negara-negara yang penyerahan pelaku kejahatan bersangkutan. berdasar asas timbal balik; 3. Ada permintaan ekstradisi yang 2.4.Asas-asas Ekstradisi menurut diajukan oleh Negara Peminta Undang-undang nomor 1 tahun kepada Negara Diminta. 1979 Beberapa Negara ada yang mencantumkan asas timbal balik ini Ekstradisi harus dilakukan dalam Undang-undang dengan memperhatikan beberapa Ekstradisinya, seperti Perancis, asas yang merupakan ketentuan Austria, Argentina, Belgia, Irak, dalam peraturan ekstradisi. Asas-asas Jepang, Luxemburg, Meksiko, Peru, tersebut harus dicantumkan di dalam Spanyol, Swiss, Thailand, dan perjanjian internasional mengenai Kolumbia. Demikian juga dengan ekstradisi yang dibuat oleh Negara- Indonesia, walaupun sesungguhnya negara yang berkepentingan. Di mendahulukan adanya perjanjian Indonesia, asas-asas ekstradisi dapat Ekstradisi seperti yang tercantum ditemukan Bab II pasal 2 sampai dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- pasal 17 Undang-undang nomor 1 undang nomor 1 tahun 1979 tentang tahun 1979 tentang Ekstradisi. Ekstradisi, yang berbunyi : Adapun asas-asas tersebut adalah : “Ekstradisi dilakukan berdasarkan 1. Asas perjanjian (pasal 2 ayat 1). suatu perjanjian,”namun dalam pasal Asas ini mengatur bahwa 2 ayat (2) berbunyi : ekstradisi baru dapat “Dalam hal belum ada dilaksanakan oleh Negara perjanjian tersebut dalam ayat (1), Peminta dan Negara Peminta maka ekstradisi dapat dilakukan atas setelah terlebih dulu ada dasar hubungan baik dan jika perjanjian internasional mengenai kepentingan Negara Republik ekstradisi antara keduanya; Indonesia menghendakinya.” 2. Asas timbal balik (pasal 2 ayat Namun jika dilihat dengan 2). Asas ini mengatur bahwa jika lebih seksama, sesungguhnya belum ada perjanjian ekstradisi atas dasar timbal balik ini internasional mengenai ekstradisi memiliki beberapa aspek, yaitu ; antara kedua Negara, maka 1. Lebih luas jangkauannya, karena ekstradisi tetap dapat permintaan ekstradisi bisa dilaksanakan atas dasar dilakukan kepada semua Negara; hubungan baik dan demi 2. Lebih mudah prosesnya, karena kepentingan negara; tidak memerlukan proses seperti 3. Asas penyerahan pelaku dalam perjanjian ekstradisi; kejahatan (pasal 3 ayat 1). Asas Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
ini mengatur bahwa yang dapat kejahatan oleh Negara yang
diekstradisikan adalah orang Diminta; yang merupakan pelaku 7. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan dengan status sebagai kejahatan politik 20(pasal 5 ayat tersangka atau terpidana; 1), pelaku kejahatan militer21 4. Asas penyerahan pelaku (pasal 6), pelaku kejahatan yang pembantu kejahatan (pasal 3 ayat bertalian dengan agama22, 2). Asas ini mengatur bahwa keyakinan politik, orang yang disangka atau kewarganegaraan, suku bangsa dipidana karena melakukan atau golongan tertentu (pasal 14). pembantuan, percobaan, dan Orang-orang yang disangka atau permufakatan untuk melakukan dituduh melakukan kejahatan- kejahatan juga dapat diekstradisi, kejahatan seperti di atas tidak sepanjang perbuatan tersebut digolongkan sebagai penjahat merupakan kejahatan di Negara karena perbuatan yang dilakukan Peminta; bukan merupakan tindak pidana 5. Asas persamaan biasa. Namun pasal 5 ayat (3) kejahatan/kejahatan terdaftar dan dan pasal 6 mengatur bahwa (pasal 4 ayat 1). Asas ini pelaku kejahatan politik dan mengatur bahwa ekstradisi dapat militer ini dapat dikestradisi jika dilakukan terhadap pelaku telah diperjanjikan oleh kedua kejahatan yang tindakannya Negara sebelumnya; tersebut diatur dalam daftar 8. Asas tidak menyerahkan warga kejahatan yang dilampirkan dan Negara sendiri (pasal 7). Asas merupakan bagian tak ini menyatakan bahwa jika terpisahkan dari Undang-undang negara Peminta meminta ini.19 Kejahatan-kejahatan 20 tersebut merupakan kejahatan Kejahatan politik sebenarnya bukan biasa. merupakan tindakan yang tergolong kejahatan. Biasanya pelaku adalah orang- 6. Asas kejahatan tidak terdaftar orang yang berbeda keyakinan politik (pasal 4 ayat 2). Asas ini dengan negaranya. Oleh karena itu mengatur bahwa ekstradisi juga perbuatan makar atau pembunuhan kepala dapat dilakukan terhadap Negara/kepala pemerintahan tidak kejahatan-kejahatan yang tidak digolongkan sebagai kejahatan politik (pasal 5 ayat 4). termasuk dalam daftar lampiran 21 Pelaku kejahatan militer sebenarnyaa Undang-undang ini, namun adalah seorang desersi yang melarikan diri kejahatan tersebut dinilai sebagai dari kesatuannya di ketentaraan 22 Pelaku kejahatan agama biasanya adalah orang-orang yang mengeluarkan pendapat 19 Dalam Lampiran Undang-undang nomor 1 mengenai suatu agama, namun pendapat tahun 1979 tentang Ekstradisi ini tercantum tersebut dianggap sebagai hinaan bagi sebanyak 32 jenis kejahatan yang pelakunya pemeluk agama tersebut. Contoh pelaku dapat diekstradisi, seperti pembunuhan, kejahatan keagamaan adalah Salman Rushdi, penganiayaan, perkosaan, penculikan, seorang warga Negara Iran yang menulis perdagangan manusia, perbudakan, buku berjudul Satanic Verses (Ayat-ayat pemerasan, pemalsuan, penipuan, Setan) yang isinya diyakini menghina agama penggelapan, pencurian, perampokan, Islam. Sejak tahun 1980 Salman Rushdi penyelundupan, pembajakan di laut dan yang dijatuhi hukuman mati secara in udara, korupsi, perdagangan obat-obat absentia oleh Pengadilan Iran karena berbahaya, penggunaan senjata api dan bukunya tersebut, meminta suaka ke Inggris bahan peledak tanpa izin, dan sebagainya. dan tidak dapat diekstradisi ke Iran. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
ekstradisi terhadap warga Negara ekstradisi atas pelaku kejahatan
Indonesia, maka Indonesia tidak jika menurut pemerintah akan menyerahkan warganya Indonesia hak untuk menuntut tersebut, kecuali jika pemerintah dan mengadili pelaku telah Indonesia merasa jika pelaku kedaluwarsa; lebih baik diadili di Negara 12. Asas tidak menyerahkan pelaku peminta23; yang diancam pidana mati di 9. Asas teritorial (pasal 8). Asas ini Negara Peminta (pasal 13). Asas mengatur bahwa Negara tempat ini mengatur bahwa jika terjadinya kejahatan (baik kejahatan pelaku diancam sebagian atau seluruh kejahatan) hukman mati di Negara Peminta, berwenang penuh untuk sedangkan di Indonesia kejahatan mengadili pelaku, sesuai dengan tersebut tidak dioancam pidana asas terpenting di dalam hukum mati, maka ekstradisi akan pidana, yaitu Lex Locus Delicti ditolak, kecuali Negara Peminta (hukum yang berlaku adalah meyakinkan bahwa pelaku tidak hukum tempat kejahatan akan diancam hukuman mati; dilakukan), sehingga Indonesia 13. Asas kejahatan lain (pasal 15)/ dapat menolak permintaan Asas ini mengatur bahwa ekstradisi tersebut. permintaan ekstradisi akan 10. Asas ne bis in idem (pasal 9, 10 ditolak oleh pemerintah dan 11). Asas ini mengatur Indonesia jika ekstradisi bahwa Indonesia dapat menolak dimintakan untuk penuntutan dan mengekstradisi jika pelaku pemidanaan kejahatan lain yang sedang dalam proses pengadilan tidak tercantum dalam untuk kejahatan yang sama (pasal permintaan ekstradisi. 9), pelaku telah dijatuhi vonnis 14. Asas tidak menyerahkan pelaku hakim yang telah mempunyai jika akan diserahkan kepada kekuatan hukum yang tetap untuk Negara ketiga (pasal 16). Asas ini kejahatan yang sama(pasal 10), mengatur bahwa Indonesia akan atau pelaku telah selesai menolak mengekstradisi menjalani hukumannya untuk seseorang yang tidak akan diadili kasus yang sama (pasal 11); oleh Negara Peminta, melainkan 11. Asas kadaluarsa (pasal 12). Asas akan diserahkan kepada Negara ini mengatur bahwa Indonesia ketiga untuk kejahatan lain yang dapat menolak permintaan dilakukan diluat permintaan ekstradisi; 15. Asas penundaan ekstradisi (pasal 23 Aturan tidak menyerahkan warga Negara 17). Asas ini mengatur bahwa ini pernah dilakukan oleh Indonesia terhadap kasus Oki (1996) yang dituduh membunuh 3 pelaksanaan ekstradisi akan orang di Los Angeles (AS), namun yang ditunda jika orang yang diminta bersangkutan tertangkap dan diadili di untuk diekstradisi sedang Indonesia, karena Indonesia menolak menjalani hukuman untuk permintaan ekstradisi dari AS. Vonnis hakim kejahatan lain yang dilakukan di terhadap oki adalah hukman mati dan telah dieksekusi sekitar tahun 2006, padahal jika Indonesia. pemerintah menerapkan pasal 7 ayat (2) Dari beberapa asas ekstradisi berkemungkinan Oki tidak dihukum mati di telah yang dipaparkan sebelumnya, Los Angeles karena AS tidak lagi terlihat bahwa adalah suatu hal yang menerapkan hukuman mati. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
tidak mudah untuk melaksanakan orang tersebut, yang harus
ekstradisi, karena begitu banyak dibuktikan melalui dokumen- syarat-syarat yang harus dipenuhi, dokumen pelengkap yang harus terutama oleh Negara Peminta. Oleh disampaikan secepat mungkin dan karena itu terlihat bahwa tidak boleh melebihi waktu sesungguhnya proses ekstradisi ini penahanan sementara tersebut. sepenuhnya bergantung kepada Keputusan atas penahanan sementara itikad baik dari Negara Diminta, ini juga harus diberiahukan kepada apakah akan menyerahkan orang Negara Peminta oleh Kapolri atau yang diminta atau tidak, sesuai Jaksa Agung melalui INTERPOL dengan syarat-syarat yang telah Indonesia, atau saluran diplomatik, diatur dalam Undang-undang Negara atau melalui jasa lainnya. Diminta. Jika dalam jangka waktu yang dianggap cukup untuk penahanan, 2.5.Proses dan syarat-syarat Presiden tidak menerima permintaan Ekstradisi ekstradisi dari Negara Peminta melalui Menteri Kehakiman (Hukum Dalam undang-undang nomor dan HAM), maka demi hukum, 1 tahun 1979 tentang Ekstradisi, penahanan terhadap tersangka atau diatur bahwa jika pemerintah pelaku kejahatan harus diakhiri, dan Indonesia telah menyetujui untuk yang bersangkutan harus dibebaskan menyerahkan seorang pelaku oleh Jaksa Agung atau Kapolri (pasal kejahatan yang berada di Indonesia 21). kepada Negara Peminta, maka ada Pelaku kejahatan yang telah beberapa prosedur yang harus dilalui, ditahan juga dapat dibebaskan jika yaitu ; diperintahkan oleh Pengadilan, 1. Penahanan sementara orang yang penahanan sudah melewati 30 hari, akan diekstradisi (pasal 18-20). serta permintaan ekstradisi ditolak oleh Presiden (pasal 34). Pejabat berwenang dari Negara Peminta harus mengajukan 2. Pengajuan surat permintaan permohonan penahanan sementara ekstradisi dari Negara Peminta terhadap pelaku kejahatan yang akan melalui saluran diplomatik yang diekstradisi. Permohonan tersebut ditujukan Kepada Menteri diajukan kepada Kaplori atau Jaksa Kehakiman ( Menteri Hukum dan Agung melalui INTERPOL HAM) dan selanjutnya Indonesia, saluran diplomatik, atau diteruskan kepada Presiden melalui jasa lainnya seperti pos, (pasal 21). telepon, surat elektronik dan sebagainya. Penahanan sementara ini Surat permintaan ekstradisi dilakukan menurut aturan Hukum tersebut harus dilengkapi dengan Acara Pidana Indonesia, karenanya dokumen-dokumen pendukung, yaitu masa penahanan tersebut tidak boleh salinan surat perintah penahanan lebih dari 30 hari. yang dikeluarkan pejabat yang Penahanan ini juga dilakukan berwenang, uraian kejahatan yang atas jaminan dari Negara Peminta, dimintakan untuk diekstradisi, teks bahwa Negara tersebut benar-benar ketentuan hukum yang dilanggar akan melakukan ekstradisi terhadap oleh pelaku, permohonan penyitaan Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
barang bukti, dan surat keterangan pelakunya tidak dapat
kewarganegaraan pelaku. Syarat- diekstradisi; syarat tersebut dikenakan kepada c. Hak penuntutan belum pelaku yang disangka melakukan kedaluwarsa; tindak kejahatan. d. Pelaku belum pernah dijatuhi Sedangkan kepada pelaku yang hukuman untuk kasus yang telah berstatus terpidana, maka dimintakan ekstradisi; dokumen-dokumennya adalah e. Kejahatan tersebut diancam salinan surat putusan pengadilan pidana mati di Negara Peminta, yang telah mempunyai kekuatan sedangkan di Indonesia tidak; hukum yang tetap, surat keterangan f. Orang tersebut sedang diperiksa kewarganegaraan dan surat perintah di Indonesia atas kejahatan yang penahanan yang dikeluarkan oleh sama. pejabat yang berwenang (pasal 22); Dari hasil pemeriksaan tersebut Hakim akan memutuskan apakah 3. Pemeriksaan terhadap pelaku yang bersangkutan dapat diekstradisi yang akan diekstradisi (pasal 25- atau tidak. 28) 5. Pertimbangan dari Menteri Selama dalam proses Kehakiman (Menteri Hukum dan penahanan, pelaku kejahatan yang HAM), Menteri Luar Negeri, akan diekstradisi akan diperiksa oleh Jaksa Agung, dan Kapolri, Kepolisian, yang hasilnya berupa terhadap penetapan Hakim, jika berita acara pemeriksaan (BAP), Hakim menetapkan bahwa yang diserahkan kepada Kejaksaan bersangkutan dapat diekstradisi setempat. Berdasarkan BAP ini, (pasal 36 ayat 1); selambat-lambat selama 7 hari, Kejaksaan memohonkan surat 6. Keputusan Presiden untuk penetapan Pengadilan untuk menentukan apakah yang menetapkan apakah yang bersangkutan dapat diekstradisi bersangkutan dapat diekstradisi atau atau tidak (pasal 36 ayat 2). tidak. Untuk menjalankan proses Keputusan ini kemudian persidangan, maka pelaku dipanggil diberitahukan kepada Negara menghadiri sidang pada hari yang Peminta melalui saluran telah ditetapkan. diplomatik.
4. Proses persidangan atas BAP 7. Penyerahan orang yang
(pasal 29-33) diekstradisi (pasal 40-41). Jika permintaan ekstradisi disetujui Setelah dipanggil secara patut, oleh Presiden, orang yang maka dalam persidangan yang diekstradisi akan diserahkan dilakukan secara terbuka, di depan kepada pejabat yang berwenang pelaku yang akan diekstradisi dan dari Negara Peminta, di tempat dihadiri oleh Jaksa setempat, Hakim dan waktu yang telah ditetapkan akan memeriksa : oleh Menteri Kehakiman a. Identitas pelaku; (Hukum dan HAM) Indonesia. b. Kejahatan yang dilakukan bukan Jika yang bersangkutan tidak termasuk kejahatan yang diambil pada waktu yang ditentukan, maka setelah 30 hari, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
demi hukum, pemerintah atas tuduhan korupsi, penggelapan,
Indonesia akan melepaskan dan pembunuhan terhadap 3 orang pelaku, dan Negara Peminta tidak lawan politiknya selama dia dapat mengajukan permintaan berkuasa, dimana Noreiga telah ekstradisi lagi untuk orang yang diadili secara in absentia dan dijatuhi sama. vonis hukuman penjara selama 60 tahun. Dan izin ekstradisi dari Dari beberapa prosedur yang Perancis ke Panama telah telah dipaparkan di atas, terlihat dikeluarkan oleh Pengadilan tinggi bahwa untuk melakukan ekstradisi, Perancis pada 23 Oktober 2011.24 begitu banyak pihak yang dilibatkan, Dari kasus Noriega ini terlihat mulai dari Presiden, Menteri Luar beberapa hal yang perlu Negeri, Menteri Kehakiman (Hukum diperhatikan: dan HAM), Jaksa Agung, Kapolri, 1. Dominasi Negara besar terhadap INTERPOL, Perwakilan diplomatik, Negara kecil; Pengadilan setempat, Kejaksaan Ekstradisi yang dilakukan setempat, dan Kepolisian setempat. Amerika Serikat terhadap Noriega Dengan demikian terlihat bahwa pada 1989 memperlihatkan bahwa proses ekstradisi ini begitu rumit, Amerika Serikat melalui Presiden berbelit dan memakan waktu yang waktu itu, George Bush telah cukup lama. melakukan tindakan pelanggaran Hukum Internasional, yaitu melaksanakan kedaulatannya di 2.6.Kasus-kasus Ekstradisi Negara lain. Noreiga masih berstatus Salah satu kasus ekstradisi Presiden Panama ketika dia “diculik” terbesar yang cukup menghebohkan dan “dibawa paksa” ke Amerika adalah kasus ekstradisi Jenderal Serikat. Hukum Internasional Manuel Noriega, yang merupakan menerapkan asas Par In Parem Non mantan diktator di Panama (1983- Habet Imperium, yang artinya bahwa 1989). Pada akhir masa suatu Negara tidak dapat pemerintahannya, Noriega ditangkap memaksakan kekuatannya kepada dan diekstradisi ke Amerika Serikat Negara lain. Terlepas dari kesalahan atas tuduhan kejahatan narkoba, dan Noriega yang dituduh Amerika melalui pengadilan Florida, dijatuhi Serikat sebagai pemasok heroin, hukuman penjara selama 21 tahun. maka tindakan Amerika Serikat Noriega menjalani hukumannya di tersebut dapat digolongkan sebagai penjara Miami, Florida. tindakan dominasi Negara besar Pada tanggal 7 Juli 2010, terhadap Negara kecil yang Perancis juga menjatuhkan pidana bertentangan dengan Hukum selama 7 tahun pada Noriega atas Internasional.25 tuduhan kejahatan pencucian uang (money laundry). Untuk menjalani hukuman tersebut, maka Noriega 24 Harian Kompas, 24 Oktober 2011 langsung diekstradisi ke Perancis. 25 Sebenarnya tindakan Amerika Serikat Namun baru setahun menjalani terhadap Negara kecil yang menentangnya hukumannya di Perancis, pada sudah sering terjadi, seperti invasi yang Oktober 2011 lalu, Panama meminta dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak, agar Noreiga diekstradisi ke Panama dan Afganistan. Hal serupa juga dilakukan oleh Cina terhadap Tibet. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
2. Ekstradisi atas Noriega adalah 5. Ekstradisi Noriega dari Perancis
tidak sah ; ke Panama sebelum Noriega Ekstradisi atas Noriega selesai menjalani hukumannya di dilakukan berdasar prinsip-prinsip Perancis menunjukkan bahwa politik, diplomatik dan moral26 Panama sebagai Negara asal bukan berdasar prinsip hukum, Noriega berani memperlihatkan terutama Hukum Internasional. Jika kedaulatannya atas Negara besar ekstradisi Noriega dilakukan bukan seperti Perancis, sehingga berani atas dasar prinsip Hukum meminta ekstradisi atas Noriega (Internasional), maka disini terlihat agar yang bersangkutan bahwa sebenarnya belum ada menjalani hukumannya di perjanjian ekstradisi antara Amerika negaranya sendiri.27 Serikat dan Panama, yang berarti Selain dari kasus Noriega bahwa proses ekstradisi tersebut tersebut, sebenarnya Indonesia telah adalah tidak sah, sehingga Amerika pernah berhasil mengekstradisi Serikat melakukan lagi pelanggaran seorang pelaku kejahatan warga Hukum Internasional. Negara Australia, Peter Dundas. 3. Negara-negara besar bekerja Tersangka merupakan pelaku kasus sama menindas Negara kecil ; pencabulan 3 (tiga) orang anak di bawah umur (phedopillia) yang Ekstradisi Noriega dari dilakukannya di Lombok dari tahun Amerika Serikat ke Perancis yang 1997 sampai dengan 2006. Perbuatan dilakukan secara langsung tersebut adalah tindak pidana memperlihatkan bahwa Negara- berdasarkan Pasal 82 Undang- negara besar memperlakukan Negara Undang Nomor 23 Tahun 2002 kecil seperti “membagi-bagi kue tentang Perlindungan Anak dan Pasal antar sesama mereka” tanpa 292 KUHP dengan ancaman memperhatikan hak dan kedaulatan hukuman maksimal 15 (lima belas) Negara kecil. Panama sebagai tahun penjara. Peter Dundas Negara asal dari Noriega seperti Walbran, diekstradisi dari Australia tidak memiliki hak apa-apa untuk ke Indonesia pada 21 Oktober 2011. membela warga negaranya sendiri. Peter adalah warga Negara Australia dan merupakan mantan tenaga 4. Ekstradisi dilakukan berkali-kali pengajar di Australian International atas satu orang untuk tindak School (AIS) di Jakarta dan telah pidana yang berbeda : menjadi buronan sejak tahun 2007 Sesuai dengan asas ekstradisi, dan telah dimintakan ekstradisinya pada dasarnya seseorang dapat sejak tahun 2008. dikestradisi lebih dari satu kali, Ekstradisi Peter Dundas sepanjang tidak terjadi ne bis in idem Walbran mengalami banyak kendala atas ekstradisi tersebut. mengingat tersangka adalah Warga Negara Australia dan keberadaan yang bersangkutan di Australia baru 26 Pernyataan Presiden Goerge Bush ini 27 dilontarkan setelah Amerika Serikat Hal ini sesuai dengan pendapat I Wayan mendapat banyak kecaman dari Negara lain. Parthiana, bahwa seseorang lebih senang Seterusnya lihat Romli Atmasasmita, menjalani hukuman di negaranya sendiri Pengantar Hukum Pidana Internasional, dari pada di Negara lain. Selanjutnya lihat I Eresco, Bandung, 1995, halaman 85. Wayan Parthiana, op cit, halaman 8. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
diketahui, yaitu di daerah pinggiran 4. Hal penting yang harus
Australia, di Lakeview Parade. Peter diperhatikan atas keberhasilan Dundas berhasil ditangkap otoritas ekstradisi ini, yaitu bagaimana kepolisian federal di Australia pada mekanisme ekstradisi dapat tanggal 3 Maret 2010 di Sidney diterapkan bagi pengembalian Airport Australia pada saat tersangka tersangka atau terpidana buronan akan melarikan diri keluar wilayah tindak pidana korupsi yang Australia. Penangkapan ini berhasil hingga saat ini masih banyak dilakukan berdasarkan permohonan melarikan diri diluar negeri, penahanan sementara (provisional khususnya buronan tindak pidana arrest) dari Kementerian Hukum dan korupsi BLBI yang saat ini sulit Hak Asasi Manusia serta tindak untuk dikembalikan ke Indonesia. lanjut atas kerjasama yang erat antara Namun tanpa perjanjian pihak Attorney General’s Australia, ekstradisi, Indonesia pernah Kementerian Hukum dan Hak Asasi memulangkan sesorang yang Manusia, dan Kepolisian Negara disangka melakukan tindak pidana Republik Indonesia.28 dan kemudian melarikan diri ke luar Pengekstradisian Peter Dundas negeri. Kasus ini menimpa mantan Walbran, berdasarkan Keputusan bendahara partai Demokrat, M. Menteri Kehakiman Australia Nazaruddin. M. Nazaruddin yang tanggal 22 Agustus 2011 dan disangka terlibat dalam kasus suap diputuskan diserahkan kepada pembangunan Wisma Atlet di petugas Kepolisian Negara Republik Palembang, sebelum diperiksa, telah Indonesia di Bandara Internasional melarikan diri keluar negeri. Tercatat Sidney. ada beberapa Negara yang didatangi Dari keberhasilan M. Nazaruddin, seperti Singapura, mengekstradisi Peter Dundas Malaysia, Thaiand, Vietnam, Walbran ini dapat diperhatikan Kamboja, bahkan dikabarkan M. beberapa hal, yaitu : Nazaruddin juga sempat 1. Indonesia berhasil melakukan bersembunyi di Pakistan. Tapi ekstradisi; akhirnya yang bersangkutan 2. Australia melaksanakan asas diketahui berada di kota Cartagena, pacta sunt servanda dengan Columbia, Amerika Selatan. Pada konsekwen ; akhir Juli 2011, atas kerjasama yang 3. Australia melakukan pelanggaran baik antara POLRI, INTERPOL dan terhadap peraturan Nasionalnya pemerintah Kolumbia, M. sendiri dan hukum Internasional, Nazaruddin dipulangkan kembali ke yaitu menyerahkan warga Indonesia tanpa mengalami kesulitan negaranya untuk dihukum di berarti. Negara lain. Padahal hukum Internasional dan Undang- undang ekstradisi Negara terjadi antara Libya dan Amerika Serikat, mannapun melarang penyerahan dimana Amerika Serikat menuduh 2 orang warga negaranya sendiri untuk warga Negara Libya melakukan pembajakan di pesawat udara yang berbendera Amerika diekstradisi.29 Serikat. Namun pemerintahan Muamar Khadafi menolak keras pengembalian kedua 28 Kompas, 22 Oktober 2011. warga Negara Libya tersebut karena 29 Lihat lagi kasus Oki yang telah disinggung bertentangan dengan Hukum Internasional sebelumnya. Kasus yang sama juga pernah dan Hukum Nasional Libya. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
Dari kasus M. Nazaruddin ini 2. Memakan biaya yang tinggi
juga dapat diperhatikan beberapa hal, karena melibatkan begitu banyak yaitu : lembaga-lembaga Negara; 1. Pelaku dapat dikembalikan tanpa 3. Memakan waktu dan tenaga yang perjanjian dan proses ekstradisi; cukup besar karena proses yang 2. Pelaku dapat dikembalikan rumit dan berbelit; melalui jalur timbal balik, 4. Sangat bergantung kepada itikad sehingga Indonesia saat ini baik, keinginan dan kepentingan memiliki kewajiban yang sama dari Negara yang Diminta; terhadap Kolumbia di masa 5. Sangat sulit untuk dilaksanakan depan; karena memiliki banyak asas 3. Pelaku dapat dikembalikan tanpa yang membuat seorang pelaku melalui proses yang panjang, kejahatan tidak dapat rumit, dan berbelit; diekstradisi; 4. Kolumbia merupakan Negara 6. Negara Diminta sering yang menghormati hukum memposisikan diri sebagai pihak Internasional dan memiliki itikad yang lebih tinggi, sehingga baik untuk memberantas mengajukan penawaran yang kejahatan; merugikan Negara Peminta; 5. Indonesia dan Kolumbia 7. Pelaku kejahatan akan melarikan memiliki hubungan yang baik. diri ke Negara yang diketahuinya belum mengadakan perjanjian III. PENUTUP ekstradisi dengan Negara locus delicti dan akan menghindari 3.1. Simpulan Negara yang diketahuinya telah mengadakan perjanjian ekstradisi Ekstradisi adalah suatu jalan dengan Negara locus delicti; yang ditempuh oleh Negara-negara 8. Penolakan dari Negara Diminta yang ingin mengembalikan pelaku untuk mengembalikan seseorang kejahatan ke Negara locus delicti. yang diminta untuk diekstradisi Namun pelaksanaan ekstradisi ini akan berakibat buruk pada sering mengalami kendala terutama hubungan bilateral kedua Negara, bagi Negara berkembang seperti apalagi jika sebelumnya telah ada Indonesia yang tidak mempunyai perjanjian ekstradisi. posisi tawar yang baik, sehingga perjanjian-perjanjian ekstradisi yang 3.2. Saran pernah dibuat tidak mempunyai kekuatan. Sebaliknya, Negara-negara Oleh karena itu disarankan maju dan mempunyai posisi tawar agar Negara-negara lebih yang tinggi, dapat dengan mudah mengutamakan : melakukan ekstradisi, walaupun 1. Pemberantasan kejahatan dengan dengan melanggar Hukum tidak memandang apakah Negara Internasional. Peminta dan Negara Diminta Ekstradisi juga ternyata tidak telah mengadakan perjanjian efektif karena : ekstradisi sebelumnya; 1. Bergantung kepada perjanjian 2. Itikad baik, demi hubungan internasional yang harus sudah internasional yang lebih baik dibuat sebelumnya; antara Negara-negara, sepanjang Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN 1978-5186
penyerahan orang tersebut tidak Hak Asasi Manusia, Ghalia
merugikan Negara yang Diminta; Indonesia, 1980; 3. Menyerahkan orang yang diminta Oppenheim, International Law a melalui proses timbal balik, yang Treatise, 8th ed. Vol. 1 Peace, lebih hemat, praktis dan tidak 1960; berbelit, sekaligus meningkatkan Romli Atmasasmita, Pengantar fungsi INTERPOL. Hukum Pidana internasional, PT Eresco, Bandung, 1995; Wasito, Konvensi-konvensi Wina DAFTAR PUSTAKA tentang Hubungan Diplomatik, Hubungan konsuler dan hukum Buku-Buku Perjanjian/Traktat, Andi Boer Mauna, Hukum Internasional Offset, Yogyakarta, 1984; Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Peraturan Perundang-Undangan Global, Alumni, Bandung, Undang-undang Dasar 1945 2003; Amandemen ke 4; IM Sinclair, The Vienna Convention Undang-undang nomor 1 tahun 1979 on the Law of the Treaties, tentang Ekstradisi; Manchester United Press, 1973; Ivan Anthony Shearer, Extradition in Artikel/Website/Koran International Law, Manchester United press, 1971; Ahmad Yustiana, Liputan6.com, I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam diakses Selasa, 12 September Hukum Internasional dan 2011; Hukum Nasional Indonesia, Laurencius Simanjuntak, detik- Mandar Maju, Bnadung, 1990; news.com, Jumat, 9 September JG Starke, Introduction to 2011, diakses Senin, 12 International Law, 7th ed. September 2011; Butterworths and Co Ltd, 4th Kompas, 22 dan 24 oktober 2011; ed., London, 1958; http://id.Wikipedia.org/wiki/ekstradis M Budiarto, Masalah Ekstradisi dan i, diakses Senin, 11 September Jaminan Perlindungan atas 2011.