Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

“Penyiapan dan Standarisasi Simplisia dan Ekstrak”

Disusun oleh :

Nama : Zufiha Citra Utami Masdar

NIM : 1911102415129

Kelas :A

Dosen pengampu : Paula Mariana Kurniawan, M.Sc., Ph.D

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2021
I. JUDUL PRAKTIKUM
Penyiapan dan Standarisai Simplisia dan Ekstrak “Daun Sirih Hijau”

II. TUJUAN PRAKTIKUM


Mahasiswa mampu melakukan pembuatan simplisia yang baik dan
dapat menjaga stabilitas, keamanan dan mempertahankan konsistensi
kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia maupun
ekstrak.

III. LATAR BELAKANG


Salah satu jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman obat adalah daun Sirih (Piper betle). Daun sirih (Piper betle)
banyak digunakan sebagai bahan obat alternatif untuk mengobati
berbagai jenis penyakit seperti obat pembersih mata, menghilangkan
bau badan, mimisan, sariawan, pendarahan gusi, batuk, bronchitis,
keputihan dan obat kulit sebagai perawatan untuk kecantikan atau
kehalusan kulit. (Bustanussalam dkk., 2015).

Peningkatan kualitas bahan baku obat dapat dilakukan dengan


usaha budidaya dan standarisasi terhadap bahan baku tersebut, baik
yang berupa simplisia atau berbentuk ekstrak. Standarisasi adalah
serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya
merupakan unsur-unsur terkait seperti paradigma mutu yang
memenuhi standar dan jaminan stabilitas obat (Hariyati, 2005)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Najib, dkk (2016),


standarisasi ekstrak tanaman obat baik secara spesifik dan non
spesifik menunjukkan tanaman yang distandarisasi memenuhi standar
mutu bahan baku. Kandungan senyawa aktif dan mutu ekstrak dari
tanaman obat tidak dapat dijamin akan selalu berada dalam jumlah
yang konstan karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim,
kondisi (umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan
preparasi akhir. Proses standarisasi ekstrak sangat diperlukan untuk
menghasilkan ekstrak yang berkualitas baik sebelum diproduksi dalam
skala industri.
IV. DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai
obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
Terdapat 3 jenis simplisia yaitu :
a) Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa
tanaman utuh, bagian tanaman,eksudat tanaman, atau
gabungan antara ketiganya.
b) Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh
atau zat-zat berguna yangdihasilkan oleh hewan dan
belum berupa bahan kimia murni.
c) Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa
bahan pelikan atau mineralyang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
bahankimia murni

Proses pembuatan simplisia:


1. Pengumpulan bahan bakuTahapan
Pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan
baku. Faktoryang paling berperan dalam tahapan ini adalah
masa panen. Panen daun atau herbadilakukan pada saat
proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai
dengansaat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai
masak.
2. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman
masih segar. Sortasidilakukan terhadap tanah dan krikil,
rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau bagianlain dari
tanaman yang tidak digunakan dan bagian tanaman yang
rusak (dimakan ulatdan sebagainya).
3. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran
yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam
tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida.
4. Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah
untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas
permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering.
Proses pengubahan bentuk untuk rimpang, daun dan herba
adalah perajangan.
5. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk
menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah
ditumbuhi kapang dan bakteri serta memudahkan dalamhal
pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan,
tahan lama dansebagainya). Pengeringan dapat dilakukan
lewat sinar matahari langsung maupun tidaklangsung juga
dapat dilakukan dalam oven dengan suhu maksimum 60°c

6. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami
proses pengeringan.Pemilihan dilakukan terhadap bahan-
bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusakakibat terlindas
roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya,
ataudibersihkan dari kotoran hewan.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar
tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang
lainnya. (Anonim, 2000).

Parameter Spesifik

Aspek parameter spesifik difokuskan pada senyawa aktif yang


bertanggung jawab dalam memberikan efek farmakologis. Parameter
spesifik ditinjau secara universal artinya tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Analisis parameter spesifik ditujukan untuk
mengidentifikasi secara kualitatif maupun secara kuantitatif suatu
senyawa aktif yang berperan dalam suatu bahan alam.
Parameter spesifik meliputi (Saifuddin, 2011) :
a. Organoleptis
Pengamatan organoleptis meliputi parameter yang dapat
dideskripsikan dengan sederhana menggunakan panca indera meliputi
warna, bau, rasa dan bentuk yang seobjektif mungkin.
b. Identitas simplisia
Identitas simplisia meliputi deskripsi tata nama tumbuhan, nama lain
tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan (daun, akar, biji, dan
lain lain) dan nama Indonesia tumbuhan.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan simplisia dengan pelarut tertentu yaitu air dan alkohol
untuk mengetahui jumlah senyawa kandungan yang terlarut secara
gravimetrik.
d. Uji kandungan kimia simplisia :
Uji kandungan kimia ekstrak meliputi pola kromatogram dan
kandungan kimia tertentu. Pola kromatogram bertujuan untuk
memberikan gambaran awal profil kromatografi suatu senyawa
(komposisi kandungan kimia) dengan dibandingkan dengan senyawa
baku atau standar.

Parameter Non-Spesifik
Aspek parameter non spesifik difokuskan pada aspek kimiawi, fisik,
dan mikrobiologi yaitu yang berperan dalam keamanan konsumen
secara langsung. Parameter non spesifik bertanggung jawab atas
kualitas dan keamanan suatu bahan alam.
Adapun parameter non spesifik diantaranya yaitu :
a. Susut pengeringan
Susut pengeringan berhubungan dengan kandungan air dalam suau
bahan alam atau simplisia, yang ditetapkan dengan pengukuran sisa
zat setelah pengeringan pada suhu 105°C menggunakan botol
timbang yang berisi simplisia yang akan ditetapkan kadar susut
pengeringannya.
b. Bobot jenis
Bobot jenis terkait dengan kontaminasi atau kemurnian ekstrak. Tujuan
dari penentuan bobot jenis adalah untuk memberikan gambaran
besarnya massa per satuan volume sebagai parameter khusus ekstrak
cair sampai ekstrak pekat yang masih dapat dituang. Bobot jenis juga
terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.
c. Kadar abu
Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran terkait
karakteristik sisa kadar abu monorganik seteah pengabuan. Kadar abu
juga dapat dijadikan sebagai pencirian suatu spesies obat karena
setiap tanaman memiliki sisa abu secara spesifik (Saifuddin, 2011).
d. Kadar air
Parameter penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar
residu air setelah pengeringan atau proses pengentalan ekstrak.
Kadar air menentukan kualitas dan stabilitas ekstrak dalam bentuk
sediaan selanjutanya. Kadar air yang cukup beresiko adalah di atas
10 % .(Saifuddin, 2011).

V. PROSEDUR KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 Gelas ukur
 Neraca analitik
 Rak tabung reakksi
 Gelas beaker
 Mikropipet
 Rotary evaporator
 Oven
 Batang pengaduk
 Aluminium foil
 Ose
 Cawan petri
 Spektrofotometri UV
 Timbangan
 Autoklaf
 Kertas saring
 Laminar air flow
 Spiritus
 Bahan
 Daun Sirih Hijau
 Etanol 96%

B. Cara Kerja
a) Penyiapan simplisia
1. Diambil daun sirih hijau
2. Dicuci dengan air mengalir hingga bersih
3. Dikeringkan dengan cara diangin-angin
4. Di oven pada suhu 40°c
5. Setelah kering, daun sirih ditimbang dan dihancurkan
menggunakan blender hingga menjadi serbu
6. Kemudian diayak
b) Sterilisasi alat
1. Dilakukan sterilisasi alat dengan cara dibungkus
aluminium foil
2. Dimasukkan ke dalam autoklaf
3. Disterilisasi selama 15 menit waktu dihitung setelah
autoklaf mencapai suhu 121°c

c) Pembuatan ekstrak
1. Ditimbang daun sirih sebanyak 300gr
2. Dimasukkan ke dalam toples dan ditambahkan 1500ml
pelarut etanol 96%
3. Direndam serbuk simplisia selama 5 hari sesekali
dilakukan pengadukan
4. Setelah 5 hari, disaring menggunakan kertas saring
dihasilkan filtrate 1 dan residu 1
5. Kemudian residu 1 di rendam (remaserasi) dengan
pelarut yang sama selama 3 hari sesekali diaduk
6. Setelah 3 hari, sample disaring hingga menghasilkan
filtrate 2 dan residu 2
7. Filtrate 1 dan filtrate 2 dicampurkan menjadi 1 lalu
diuapkan di dalam oven hingga diperoleh ekstrak kental
lalu ditimbang

d) Penetapan parameter non-spesifik


o Penetapan susut pengeringan
1. Ditimbang ekstrak sebanyak 1-2gr
2. Dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105°c selama 30 menit
3. Ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan
menggoyangkan boto hingga lapisan setebal
kurang dari 5-10mm kemudian dimasukkan ke
dalam ruang penegring
4. Dibuka tutupnya dan dikeringkan pada suhu 105°c
hingga botol tetap
o Kadar air
Metode gravimetric
1. Dilakukan penaraan wadah
2. Dimasukkan ekstrak lebih kurang 1gr ke dalam
wadah
3. Dikeringkan pada suhu 105°c selama 3-5jam
4. Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
o Bobot jenis
1. Digunakan piknometer bersih, keringm dan telah
dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer
dan bobot air yang didihkan pada suhu 25°c
2. Atur hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20°c
dan dimasukkan ke dalam piknometer
3. Suhu piknometer diatur hingga suhu 25°c, buang
kelebihan ekstrak cair dan ditimbang
4. Kurang bobot piknometer yang kosong dari bobot
piknometer yang telah diisi.

e) Uji kandungan kimia ekstrak


o Uji Alkaloid
1. Diambil sample sebanyak 4gr kemudian
ditambahkan kloroform secukupnya
2. Ditambahkan 10ml amoniak dan 10ml kloroform
3. Larutan disaring ke dalam tabung reaksi dan
filtrate ditambahkan 10 tetes H2SO4 2N
4. Campuran dikocok dengan teratur dan diiarkan
beberapa menit hingga terbentuk beberapa
lapisan
5. Lapisan atas dipindahkan ke dalam 3 tabung
reaksi masing-masing sebanyak 10ml
6. Kemudian ketiga tabung tersebut ditambahkan
beberapa tetes pereaksi Mayer, Wagner, dan
Dragendorff
7. Jika terjadi endapan menunjukkan sample
mengandung alkaloid :
 Mayer membentuk endapan putih
 Wagner membtnuk endapan coklat
 Dragendorff membentuk endapan jingga

o Uji triterpenoid dan steroid


1. Sample ditimbang 50-100mg
2. Ditambahkan asam asetat glasial sampai sample
terendam dan dibiarkan selama 15 menit
3. Kemudian 6 tetes larutan dipindahkan ke dalam
tabung rekasi dan ditambahkan 2-3 tetes asam
sulfat pekat
4. Adanya triterpenoid ditunjukkan dengan terjadinya
warna merah, jingga atau ungu, sedangkan
streroida ditunjukkandengan terbentuknya warna
biru. (Kala’Rante, 2020).
o Uji tannin
1. Ditimbang sampel sebanyak 20mg
2. Ditambahkan etanol sampai terendam semuanya
3. Ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%
4. Hasil positif diitunjukkan dengan terbentuknya
warna hitam kebiruan atau kehijauan

o Uji Flavonoid
1. Ditimbang sampel sebanyak 200ml
2. Di ekstrak dengan 5ml etanol dan dipanaskan
dalam tabung reaksi dalam 5 menit
3. Ditambahkan beberapa tetes Hcl pekat
4. Ditambahkan 0,2gr bubuk Mg
5. Hasil positif ditunjukkan dengan timbulnya warna
merah tua selama tiga menit (Kala’Rante, 2020).

o Uji Saponin
1. Diambil sample sebanyak 2gr kemudian
masukkan ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan aquadest hingga seluruh sample
terendam
3. Didihkan selama 2-3 menit, kemudian di dinginkan
dan dikocok kuat-kuat
4. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih
yang stabil (Kala’Rante, 2020).
VI. HASIL
Hasil pengujian standarisasi parameter spesifik ekstrak etanol daun
Sirih dapat dilihat pada Tabel 1:
Hasil identifikasi tanaman menunjukkan bahwa benar tanaman yang
digunakan yaitu Sirih Hijau (Piper betle L.). Berdasarkan dari hasil
identifikasi tanaman, Identitas ekstrak yang digunakan diperoleh hasil
nama ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L) dengan bagian tanaman
yang digunakan adalah bagian daun. Parameter identitas ekstrak
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan identitas objektif dari
nama tumbuhan.

VII. PEMBAHASAN
Pengujian senyawa yang larut dalam air pada ekstrak daun sirih
didapati kadar sari larut air sebesar 68,27%, sedangkan untuk kadar
sari larut etanol sebesar 82%. Hasil penetapan kadar senyawa larut air
dan kadar senyawa larut etanol ini bertujuan sebagai perkiraan
banyaknya kandungan senyawa-senyawa aktif bersifat polar (larut
dalam air) dan bersifat polar-nonpolar (larut dalam etanol). (Saifudin,
dkk., 2011).
Hasil yang diperoleh menunjukkan besarnya kadar sari larut air
sebesar 68,27% dan kadar sari larut etanol sebesar 82%. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar senyawa yang terkandung dalam ekstrak
terdiri dari senyawa polar dan non polar dengan perbandingan
senyawa polar lebih banyak dibandingkan dengan senyawa nonpolar
dilihat dari besarnya nilai persen senyawa yang larut dalam air dan
larut dalam etanol.
Uji kandungan kimia bertujuan untuk memberikan gambaran
awal komposisi kandungan kimia pada sampel (Depkes RI, 2000).
Hasil uji kandungan kimia terhadap ekstrak etanol daun sirih
menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih mengandung senyawa
Alkaloid, Steroid, dan Tanin. Alkaloid sebagai antibakteri dapat
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut. Steroid dalam mekanisme.
antibakteri berhubungan dengan lipid dan sensitivitas terhadap
komponen steroid yang menyebabkan kebocoran pada liposom. Tanin
memiliki aktivitas antibakteri yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin sel mikroba sehingga
bakteri tidak dapat berikatan dengan reseptor sel inang,
menginaktifkan enzim, dan mengganggu transport protein pada
lapisan dalam sel (Cowan, 1999).
Susut pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
batasan maksimal (rentang) besarnya senyawa yang hilang pada
proses pengeringan. Standar besarnya nilai susut pengeringan suatu
ekstrak adalah < 11,00% (Depkes RI, 2008). Hasil penentuan
parameter susut pengeringan ekstrak etanol daun sirih diperoleh nilai
sebesar 10,91%. Massa yang dapat hilang selama proses pemanasan
dapat meliputi minyak atsiri, pelarut etanol, dan air. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak yang diperoleh memenuhi syarat yaitu
tidak lebih besar dari 11%.
Kadar air merupakan parameter yang digunakan untuk
menentukan residu air setelah proses pengeringan. Metode yang
digunakan pada pengujian kadar air adalah metode gravimetri.
Prinsipnya yaitu dilakukan penguapan dengan cara dipanaskan.
Metode ini dipilih karena Ekstrak kental memiliki kadar air antara 5-
30% (Voight, 1994). Hasil yang diperoleh untuk kadar air pada ekstrak
etanol daun sirih adalah sebesar 22,73%. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak yang diperoleh belum memenuhi standar yang diperbolehkan
yaitu tidak melebihi 10% (Farmakope Herbal Indonesia, 2008). Kadar
air yang terlalu tinggi (>10%) menyebabkan tumbuhnya mikroba yang
akan menurunkan stabilitas ekstrak (Saifudin, dkk., 2011).
Penentuan bobot jenis ini bertujuan untuk memberikan
gambaran kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak (Depkes
RI, 2000). Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak yang sudah
diencerkan 5% dengan etanol. Hasil yang diperoleh besarnya nilai
bobot jenis pengenceran ekstrak daun sirih adalah 0,874 g/mL,
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Utami., dkk,
2017). Nilai bobot jenis yang diperoleh dari pengenceran ekstrak daun
leilem adalah sebesar 1,0479 g/mL. Bobot jenis alkohol adalah 0,81,
artinya bobot jenis alkohol 0,81 kali bobot volume air yang setara
(Ansel, 2006). Nilai bobot jenis yang diperoleh mendekati nilai bobot
jenis alkohol dikarenakan digunakan pelarut etanol dalam proses
pengenceran. Perbedaan nilai bobot jenis dengan hasil dari penelitian
(Utami., dkk, 2017) dikarenakan pelarut yang digunakan pada proses
pengenceran berbeda.

VIII. KESIMPULAN
Ekstrak daun sirih (Piper betle L.) yang diperoleh dari Desa
Tempang, Kabupaten Minahasa, memenuhi semua parameter spesifik
dan non spesifik kecuali kadar air sehingga memenuhi standar suatu
obat. Ekstrak daun sirih (Piper betle L.) memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa ditandai
dengan terjadinya penurunan nilai Optical Density (OD) pada
konsentrasi 15%, 20%, dan 25% dan terjadi kenaikan nilai Optical
Density (OD) pada konsentrasi 5% dan 10%, sehingga diperoleh nilai
KHM pada konsentrasi 15%.
DAFTAR PUSTAKA

Hariyati, S. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Salah


Satu Tahapan Penting dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia.
InfoPOM.

Kala’Rante., T.R, Simbala., H.E.I, Mansauda., K.L.R. 2020. Skrining


Fitokomia dan Potensi Antioksidan Dari Ekstrak Daun Tumbuhan Ekor
Tikus (Stachytarpheta jamaicensis L.) dengan Metode 1.1 Diphenyl-2-
Picrylhydracyl (Dpph). Jurnal MIPA. 9(2):91-96

Bustanussalam, Apriasi, D., Suhardi, E., dan Jaenudin, D. 2015. Efektivitas


Antibakteri Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn) terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923. Fitofarmaka. 5 (2) : 58-64.

Kapondo., G.L, Fatimawali, Jayanti., M. 2020. Isolasi, Identifikasi Senyawa


Alkaloid Dan Uji Efektivitas Penghambatan Dari Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis.
eBiomedik. 8(1):172-178

Najib, A., Malik, A., Ahmad, A., Handayani, V., Syarif, R., Waris, R. 2016.
Standarisasi Ekstrak Air Daun Jati Belanda dan Teh Hijau. Jurnal
Fitofarmaka Indonesia. 4 (2): 241-243

Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Cowan, M.M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical


Microbiology Reviews. 12:564-582

Utami, Y.P, Umar, A.H, Syahruni, R., dan Kadulla, I. 2017. Standarisasi
Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Leilem (Clerodendrum minahassae
Teisjm. & Binn.). Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences. 2
(1):32-39

Anda mungkin juga menyukai