Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI


PADA KASUS BRONCHOPNEUMONIA DI RUANG PICU
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

OLEH :
NOVITA MARAMIS
076STYCJ21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2021
BAB I
KONSEP DASAR TEORI

1.1 Konsep Dasar Penyakit


Bronkopneumonia merupakan klasifikasi pneumonia dengan pola penyebaran
berbecak, teratur pada satu area atau lebih yang berada dalam bronki dan meluas
ke jaringan paru lainya yang berdekatan Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai
akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring
atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke
paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi
peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam
alveoli dan jaringan interstitial.Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur dan benda asing dengan gejala yang muncul seperti demam tinggi, gelisah,
kesulitan bernafas, pernafasan cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk
kering dan produktif(Wulandari & Erawati, 2016).
1.2 Etiologi
Penyebab terbanyak Bronkopneumonia pada anak adalah bakteri
pneumokokus dan virus. Sedangkan pada bayi dan anak kecil sering ditemukan
staphylocomlus aureus sebagai penyebab terberat, paling serius dan sangat
progresif dengan angka kematian yang tinggi (Riyadi & Sukarmin, 2013). Proses
terjadinya Bronkopneumonia didahului oleh terjadinya peradangan pada jaringan
paru atau alveoli yang biasanya diawali oleh infeksi saluran pernapasan bagian
atas selama beberapa hari (Ridha, 2017). Bronkopneumonia disebabkan oleh
beberapa faktor, di antaranya adalah:
a. Bakteri (Pneumokokus, Streptokokus, Staphylocomlus, H. Influenza,
Klebsiela mycoplasma pneumonia).
b. Virus (virus adena, virus parainfluenza, virus influenza).
c. Jamur (Histoplasma, Capsulatum, Koksidiodes).
d. Protozoa (Pneumokistis karinti) (Wulandari & Erawati, 2016).

1.3 Klasifikasi

Bronkopneumonia dikelompokan berdasarkan pedoman dan tatalaksana


sebagai berikut:

a. Bronkopneumonia sangat berat


Apabila ditemukan sianosis dan anak sama sekali tidak mampu minum,
maka anak perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan antibiotik.
b. Bronkopneumonia berat
Apabila terdapat retraksi dinding dada tanpa sianosis dan masih mampu
minum, maka anak perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan antibiotik a.
c. Bronkopneumonia
Apabila tidak terdapat retraksi dinding dada tetapi ditemukan pernafasan
cepat yaitu >60x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan, >50x/menit
pada anak usia 2 bulan-1 tahun, >40x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
d. Bukan Bronkopneumonia
Hanya terdapat batuk tanpa ada nya gejala dan tanda tanda seperti di atas,
tidak memerlukan perawatan dan tidak perlu pemberian antibiotik (Samuel,
2014).

1.4 Patofisiologi

Kuman masuk melalui jaringan paru paru dan terlibat di saluran pernapasan
atas. Kelainan yang disebabkan berupa bercak bercak yang tersebar pada kedua
paru paru. Bronkopneumonia terjadi akibat dampak dari inhalasi mikroba yang
ada di udara, aspirasi organisme atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi
yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru mengakibatkan peradangan dan
menimbulkan cairan edema yang mengandung banyak protein dalam alveoli dan
jaringan intertestinal. Alveoli akhirnya menjadi penuh dengan cairan yang
mengandung eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler
alveoli menjadi melebar. Paru menjadi hampa udara, elastic dan kemerahan. Pada
tahapan berikutnya, suplai darah berkurang, alveoli padat dengan leukosit dan
sedikit eritrosit.

Kuman pneumokokus di ditekan oleh leukosit dan makrofag masuk ke


dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya.
Selanjutnya paru paru akan terlihat berwarna abu-abu kekuningan. Dengan
perlahan sel darah merah yang mati dikeluarkan oleh fibrin dibuang dari alveoli.
Akhimnya paru paru menjadi kembali normal tanpa kehilangan kemampuan
dalam pertukaran gas. Konsolidasi yang tidak berjalan dengan baik akan
mengalami gangguan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan
tersebut akan mengakibatkan penurunan jumlah oksigen yang dibawa aliran
darah dan menyebabkan gejala klinis seperti pucat sampai sianosis. Ditemukan
nya mukus pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada
paru dan tampung paru meningkat. Penderita melawan tekanan tersebut
menggunakan otot bantu pernapasan yang berdampak peningkatan retraksi dada.
Terjadinya radang pada bronkus dan paru akan menyebabkan produksi mukus
berlebih danpeningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga terjadinya
flek batuk berlebih (Riyadi & Sukarmin, 2013).
1.5 pathway

Bakteri Streptokokus, Staphylocomlus, H. Influenza


virus parainfluenza
Jamur Histoplasma Protozoa

Masuk saluran pernapasan

Proses pradangan Infeksi saluran pernapasan bagian


bawah
Akumulasi secret di Edema antara Dilatasi pembuluh
brongkus meningkat kapiler dan alveoli darah

Bersihan jalan napas Iritasi PMN eritrosit Eksudat plasma


tidak efektif pecah masuk ke alveoli

Edema paru
Gangguan difusi
dalam plasma
Pengerasan dinding
paru
Gangguan
pertukaran gas
Penurunan
compliance paru

Suplai O2 menurun

Pola napas tidak


efektif
1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering terlihat pada anak yang menderita penyakit
Bronkopneumonia adalah sebagai berikut:

a. Demam yang tinggi (39°C-40°C) terkadang disertai kejang.


b. Anak tampak gelisah dan terdapat nyeri dada ditandai dengan
c. kesulitan bernapas dan batuk.
d. 'Takipnea dan pernapasan dangkal disertai pernapasan cuping hidung.
e. Terkadang di sertai muntah dan diare.
f. Terdapat suara napas tambahan seperti ronchi dan wheezing.
g. Keletihan akibat proses peradangan dan hipoksia.
h. Ventilasi berkurang akibat penimbunan mukus (Wulandari & Erawati. 2016).

1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik penyakit Bronkopneumonia adalah sebagai berikut:

a. Foto thoraks
Ditemukan penyebaran bercak konsolidasi pada satu satu atau beberapa
lobus.
b. Laboratorium
Kadar Leukositosis mencapai 15.000-40.000 mm3 dengan pergeseran ke
kiri.
c. GDA: kemungkinan tidak normal, tergantung luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
d. Analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis metabolik dengan atau
tidak ada retensi CO2.
e. LED meningkat.
WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3.
f. Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
g. Bilirubin kemungkinan meningkat.Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru
terbuka menunjukkan
h. intranuklear tipikal dan keterlibatan sistoplasmik (Wulandari & Erawati,
2016)

1.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang bisa diberikan pada anak dengan Bronkopneumonia di


antaranya:

a. Pemberian antibiotik penisilin, bisa juga di berikan tambahan menggunakan


kloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Pemberian obat gabungan diberikan sebagai penghilang
penyebab infeksi dan menghindari resistensi antibiotik.
b. Perbaikan gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena.
c. Rata rata pasien dengan Bronkopneumonia mengalami asidosis peningkatan
keasaman darah yang disebabkan kurang intake makan dan hipoksia, dapat
diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pemberian nutrisi enteral secara perlahan melalui selang nasogastrik pada
pasien yang mengalami perbaikan sesak nafas. Terapi inhalasi dapat diberikan
jika sekresi lendir sudah berlebihan, seperti terapi nebulizer dengan flexotid
dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah pengeluaran dahak dapat juga
melemaskan otot saluran pernapasan (Riyadi & Sukarmin, 2013).

1.9 Komplikasi

Komplikasi dari Bronkopneumonia adalah sebagai berikut:

a. Atelcktasis
Atelektasis merupakan suatu kondisi di mana paru paru gagal atau tidak
dapat mengembang secara sempurna yang disebabkan karena mobilisasi
reflek batuk berkurang.
b. Empiema
Empiema merupakan suatu kondisi terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura akibat infeksi dari bakteri Bronkopneumonia.
c. Abses paru
Abses paru merupakan infeksi bakteri yang dapat menimbulkan
penumpukan pus di dalam paru paru yang meradang.
d. Infeksi sistemik
e. Endokarditis
Endokarditis merupakan infeksi yang terjadi pada lapisan bagian dalam
jantung (endokardium) yang disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam
aliran darah.
f. Meningitis
Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang
belakang yang diakibatkan oleh infeksi bakteri (Wulandari & Erawati,
2016).
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan awal dari proses keperawatan dengan


mengumpulkan data yang akurat dari pasien untuk mengetahui masalah
kesehatan yang terjadi. Fase pengkajian merupakan fase yang krusial dalam
seluruh proses keperawatan. Apabila terdapat data yang tidak akurat, maka
capaian keberhasilan dari proses keperawatan tidak akan maksimal (Prabowo,
2017).

Pengkajian yang dapat dilakukan terhadap pasien Bronkopneumonia


meliputi:

1. Identitas
Berisi data pribadi pasien serta penanggung jawab pasien meliputi nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, alamat dan
tanggal masuk rumah sakit (Haryani, Hardani, & Thoyibah, 2020).2.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama yang dirasakan pasien dengan
Bronkopneumonia adalah sesak napas (Haryani, Hardani, & Thoyibah,
2020).
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Alasan Masuk Rumah Sakit
Alasan masuk rumah sakit merupakan alasan dari perkembangan
kondisi awal sampai perkembangan saat ini. Terdiri dari empat
komponen yaitu rincian awitan, riwayat interval yang lengkap, alasan
mencari bantuan saat ini (Riyadi & Sukarmin, 2013).
2) Keluhan Saat di Kaji
Bronkopneumonia awali olch infeksi saluran pernapasan selama
beberapa hari. Suhu tubuh mendadak naik kisaran 39-40°C terkadang
disertai kejang. Anak tampak gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan
dangkal, terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat retraksi dinding
dada, terdapat sianosis sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya
tidak terjadi pada awal terinfeksi penyakit, tetapi setelah beberapa
hari menjadi produktif dan kering. Pada pemeriksaan perkusi tidak
terdapat kesenjangan dan pada saat auskultasi kemungkinan
terdengar bunyi ronchi basah nyaring halus atau sedang (Riyadi &
Sukarmin, 2013).
3) Riwayat kesehatan lalu
Pengkajian mengenai riwayat keschatan masa lalu mengenai
pengalaman sakit yang pernah di alami, riwayat masuk rumah sakit,
pemakaian obat, dosis yang digunakan serta cara pemakaian obat.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan yang dimiliki oleh anggota
keluarga, apakah mempunyai penyakit yang samaseperti yang di
derita oleh pasien, riwayat penyakit degeneratif dan menular
(Hidayat, 2012).
3. Struktur Internal
Mengidentifikasi adanya faktor genetika atau penyakit yang memiliki
kecenderungan terjadi dalam keluarga dan untuk mengkaji riwayat penyakit
menular antar anggota keluarga.
4. Pola pemeriksaan Gordon
a. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Persepsi yang sering diungkapkan oleh orang tua yang beranggapan
walaupun anaknya batuk masih menganggap belum terjadi masalah
serius, biasanya orang tua baru menganggap anaknya terkena masalah
serius ketika disertai sesak napas (Riyadi & Sukarmin, 2013).
b. Pola metabolik nutrisi
Anak dengan masalah Bronkopneumonia rentan mengalami penurunan
nafsu makan, anoreksia, mual dan muntah akibat dari peningkatan agen
toksik
c. Pola eliminasi
Anak dengan Bronkopneumonia rentan mengalami defisiensi volume urin
karena perpindahan cairan karena evaporasi akibat demam
d. Pola istirahat tidur
Anak dengan Bronkopneumonia mengalami gangguan tidur akibat sesak
napas. Keadaan umum anak tampak lemah, kerap kali menguap, mata
tampak merah dan sering gelisah pada malam hari.
e. Pola aktivitas latihan
Anak dengan Bronkopneumonia mengalami penurunan aktivitas akibat
kelemahan fisik, anak lebih sering digendong orang tua nya dan bedrest
(Riyadi & Sukarmin, 2013).
f. Pola kognitif-persepsi
Anak dengan masalah Bronkopneumonia mengalami penurunan fungsi
kognitif karena penurunan intake nutrisi dan oksigen ke otak.
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Anak dengan Bronkopneumonia mengalami ansietas terhadap kehadiran
orang lain, anak tampak kurang bersahabat dengan lingkungan sckitar dan
enggan bermain.
h. Pola peran hubungan
Anak dengan masalah Bronkopneumonia akan lebih sering berdiam diri,
enggan bersosialisasi dan lebih banyak berinteraksi dengan orang tuanya.
i. Pola toleransi stress-koping
Anak dengan Bronkopneumonia dalam mengalami stress akan lebih
sering menangis serta gelisah.
j. Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan meningkat setelah anak sembuh dan mendapatkan
sumber kesehatan.
5. Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan, Berat badan, Panjang badan, Perkembangan,
Perkembangan motorik halus, Perkembangan motorik kasar, Perkembangan
bahasa, Perkembangan emosi dan hubungan social
6. Riwayat imunisasi
Imunisasi merupakan sebuah metode meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap invasi bakteri dan virus yang mengakibatkan infeksi sebelum
bakteri dan virus tersebut mempunyai kesempatan menyerang tubuh kita.
Melalui imunisasi, tubuh kita akan terlindungi dari infeksi bakteri dan virus
begitu pun orang lain tidak akan tertular dari kita (Marni & Rahardjo, 2018).
7. Data psikososial
Berisi pengkajian yang meliputi masalah psikologis yang di alami pasien
atau keluarga pasien yang berhubungan dengan keadaan sosial maupun
keluarga (Hidayat, 2012).
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Anak dengan Bronkopneumonia tampak sesak (Riyadi & Sukarmin,
2013).
b. Tingkat kesadaran
Kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung keparahan
penyakit(Riyadi & Sukarmin, 2013).
c. Tanda tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah: Takikardi dan hipertensi.
2) Frekuensi pernapasan: takipnea, dispnea, pernapasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernapasan dan pelebaran nasal.
3) Suhu tubuh: hipertermi akibat reaksi toksik mikroorganisme (Riyadi
& Sukarmin, 2013).
9. Kepala
Perhatikan bentuk dan kesimetrisan, palpasi tengkorak periksa adanya nodus
tau pembengkakan, perhatikan kebersihan kulit kepala, lesi, kerontokan dan
perubahan warna anak dengan masalah Bronkopneumonia tidak mengalami
masalah pada organ tersebut (Riyadi & Sukarmin, 2013)
10. Wajah
Pemeriksaan wajah yang dilakukan dapat dilihat adanya asimetris atau tidak,
kemudian menilai adanya pembengkakan daerah wajah. Anak dengan
masalah Bronkopneumonia tidak mengalami masalah pada organ tersebut
11. Hidung
Pemeriksaan hidung untuk menilai adanya kelainan bentuk, kebersihan,
distribusi bulu hidung, pernafasan cuping hidung, ada tidaknya epitaksis.
Anak dengan masalah Bronkopneumonia ditemukan pernafasan cuping
hidung (Wulandari & Erawati, 2016).
12. Mulut dan Kerongkongan
Kaji bentuk bibir, warna, mukosa bibir, warna bibir, ada tidaknya
labiopalatoskizis, kebersihan mulut, keadaan lidah, pembengkakan tonsil,
lesi. Anak dengan masalah Bronkopnemonia tidak mengalami masalah pada
organ tersebut (Riyadi & Sukarmin, 2013)
13. Dada
1. Inspeksi
Frekuensi napas, kedalaman dan kesulitan bernapas meliputi takipnea,
dispnea, pernapasan dangkal, retraksi dinding dada, pektus ekskavatum
(dada corong), paktus karinatum (dada burung), barrel chest.
2. Palpasi
Adanya nyeri tekan, massa, vocal premitus.
3. Perkusi
Pekak akibat penumpukan cairan, normal nya timpani (terisi udara)
resonansi
4. Auskultasi
Ditemukan suara pernapasan tambahan ronchi pernapasan pada
sepertiga akhir inspirasi (Riyadi & Sukarmin, 2013).
14. Kuku dan Kulit
Kulit tampak sianosis, teraba panas dan turgor menurun akibat dehidrasi
(Riyadi & Sukarmin, 2013).
15. Penatalaksanaan terapi
Penatalaksanaan terapi yang dapat dilakukan pada anak dengan
Bronkopneumonia yang dirawat di rumah sakit meliputi:
a. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik penisilin, bisa juga di berikan tambahan
menggunakan kloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampisilin. Pemberian obat gabungan diberikan
sebagai penghilang penyebab infeksi dan menghindari resistensi
antibiotik (Riyadi & Sukarmin, 2013).b. Fisioterapi dada
b. Fisioterapi dada
sangat efektif bagi penderita penyakit respirasi.Dengan teknik
postural drainage, perkusi dada dan vibrasi pada permukaan dinding
dada akan mengirimkan gelombang amplitude sehingga dapat
mengubah konsistensi dan lokasi sekret (Hidayatin, 2019).
Fisioterapi dada dilakukan dengan teknik Tapping dan Clapping.
Teknik ini adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan tangan,
dalam posisi telungkup serta dengan gerakan fleksi dan ekstensi secara
ritmis. Teknik ini sering digunakan dengan dua tangan. Pada anak-anak
tapping dan clapping dapat dilakukan dengan dua atau tiga jari. Teknik
dengan satu tangan dapat digunakan sebagai pilihan pada tapping dan
clapping yang dilakukan sendiri.
Hasil penelitian yang dilakukan Maidartati (2014) tentang Pengaruh
fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada anak usia 1-5 tahun
bahwa terdapat perbedaan bermakna rerata frekwensi bersihan jalan
nafas sebelum dan sesudah fisioterapi.
c. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi efektif diberikan pada anak dengan
Bronkopneumonia karena dapat melebarkan lumen bronkus,
mengencerkan dahak, mempermudah pengeluaran dahak, menurunkan
hiperaktivitas bronkus serta mencegah infeksi. Alat nebulizer sangat
tepat digunakan bagi semua kalanganan usia dimulai anak anak hingga
lansia yang mengalami gangguan pernapasan terutama dikarenakan oleh
adanya mukus berlebih, batuk ataupun sesak napas. Pengobatan
nebulizer lebih efektif dari obat obatan yang diminum secara langsung
karna di hirup langsung ke paru paru (Astuti, Marhamah, & Diniyah,
2019).
Selain terapi inhalasi, aromaterapi merupakan tindakan terapautik
dengan menggunakan minyak esensial yang bermanfaat untuk
meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik.
Ketika esensial dihirup, maka molekul akan masuk ke rongga hidung
dan merangsang sistem limbik adalah daerah yangmemengaruhi emosi
dan memori serta secara langsung terkait dengan adrenal, kelenjar
hipofisis, hipotalamus, bagian-bagian tubuh yang mengatur denyut
jantung, tekanan darah, stress memori, keseimbangan hormon, dan
pernafasan. Melalui penghirupan, Sebagian molekul akan masuk ke
dalam paru-paru. Molekul aromatik akan diserap oleh lapisan mukosa
pada saluran pernafasan, baik pada bronkus maupun pada cabang
halusnya (bronkhioli). Pada saat terjadi pertukaran gas di dalam alveoli,
molekul tersebut akan diangkut oleh sirkulasi darah di dalam paru-paru
(Kocnsocmardiyah, 2009).
16. Pemeriksaan penunjang
a. Pada pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dapat ditemukan
leukopenia dan ditemukan anemia ringan atau sedang.
b. Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran beragam, bercak
konsolidasi yang merata pada Bronkopneumonia, satu lobus pada difus
atau infiltrat pada pneumonia lobaris, stafilokokus. Pemeriksaan
mikrobiologi dari specimen usap pneumonia tenggorok, sekresi
nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, fungsi pleura/aspirasi
paru dan aspirasi trakea (Riyadi & Sukarmin, 2013).

2.2 Analisa Data

Analisa data adalah suatu usaha untuk memberikan validasi data yang telah
terhimpun dengan melakukan perpaduan data subjcktif dan objcktif yang telah di
peroleh dari berbagai sumber hasil daripada pengkajian (Haryani, Hardani, &
Thoyibah, 2020).

N SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


O
1 Data subjektif: Virus, jamur, bakteri Bersihan jalan napas
1. sulit berbicara tidak efektif
2. dispnea Infeksi saluran
3. ortopnea pernapasan atas
Data objektif:
1. batuk tidak Kuman berlebih di
efektif. brongkus
2. Tidak mampu
batuk Proses pradangan
3. Sputum berlebih
4. Terdengar suara Akumulasi secret di
rhonki brongkus
5. Mekonium di
jalan napas Bersihan jalan napas
tidak efektif
2 Data subjektif: Bakteri, virus, kuman Gangguan pertukaran
1. dispnea gas
Data objektif: Infeksi saluran
1. SPO2 meningkat pernapasan bagian
atau menurun bawah
2. Takikardi
3. Bunyi napas Dilatasi pembuluh
tambahan darah
4. Sianosis
5. Kesadaran Eksudat plasma masuk
menurun ke alveoli
6. Warna kulit
abnormal Gangguan difusi dalam
plasma

Gangguan pertukaran
gas
3 Data subjektif: Bakteri, virus, kuman Pola napas tidak
1. dispnea efektif
Data objektif: Infeksi saluran
1. Penggunaan otot pernapasan bagian
batu napas bawah
2. Fase eksperi
memanjang Edema kaviler dan
3. Pola napas alveoli
abnormal
Edema paru

Pengerasan dinding
paru

Suplai O2 menurun

Hiperpentilasi

Dispnea

Pola napas tidak efektif

2.3 Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif


b. Gangguan pertukaran gas
c. Pola napas tidak efektif
2.4 Rencana Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Bersihan Jalan Tujuan: Observasi
Nafas Tidak Setelah dilakukan 1. Identifikasi
Efektif tindakan keperawatan kemampuan batuk
selama 1x24 jam 2. Monitor adanya
menunjukkan retensi sputum
1. Dapat melakukan 3. Monitor tanda dan
Batuk efektif gejala infeksi saluran
2. Dyspnea menurun nafas
3. Ortopnea menurun 4. Monitor input output
4. Sulit bicara menurun cairan (mis. Jumlah
5. Sianosis menurun dan karakteristik)
6. Gelisah menurun Terapeutik
7. Frekuensi nafas 1. Atur posisi semi
membaik flowler atau fowler
8. Pola napas membaik 2. Pasang perlak dan
bengkok dipangkuan
pasien
3. Buang secret tempat
seputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
2. Abjurkan Tarik napas
dalam melalui idung
selama 4 detik,ditahan
selama 2 detik
kemudian dikeluarkan
dari mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
3. Anjurkan mengulang
Tarik napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah Tarik napas
dalam yang ke 3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu

2 Gangguan Setelah dilakukan Observasi


Pertukaran Gas tindakan keperawatan 1. monitor frekuensi,
selama 1x24 jam irama, kedalaman dan
menunjukkan : upaya napas
1. Tingkat kesadaran 2. monitor pola napas
meningkat 3. monitor kemampuan
2. Dyspnea menurun batuk efektif
3. Bunyi napas 4. monitor adanya
tambahan menurun produksi sputum
4. Pusing menurun 5. monitor adanya
5. Penglihatan kabur sumbatan jalur napas
menurun 6. paspasi kesimetrisan
6. Diaphoresis ekspansi paru
menurun 7. auskultasi bunyi napas
7. Gelisah menurun 8. monitor saturasi
8. Napas cuping oksigen
hidung menurun 9. monitor nilai AGD
9. Takikardi menurun 10. monitor hasil x-ray
10. pH arteri toraks
membaik Terapeutik
11. sianosis 1. atur interval
menurun pemantauan respirasi
12. pola napas sesuai kondisi pasien
membaik 2. dokumentasi hasil
13. warna kulit pemantauan
membaik Edukasi
1. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
3 Pola Nafas Tidak Dalam x 24 jam Observasi
Efektif setelah dilakukan 1. Monitor pola nafas
tindakan keperawatan 2. Monitor bunyi nafas
klien diharapkan dapat tambahan
3. Monitor sputum
menunjukan : Terapeutik
1. Pertatahankan kepatenan
1. menurun jalan nafas dengan head-
2. cukup menurun tilt dan chin-lift
3. sedang 2. Posisikan semi fowler atau
4. cukup meningkat fowler
5. meningkat 3. Berikan minum hangat
a. Ventilasi semenit 4. Lakukan fisioterapi dada
b. Kapasitas vital jika perlu
c. Diameter thoraks 5. Lakukan penghisapan
anterior-posterior. lender <15 detik
d. Tekanan ekspirasi. 6. Berikan oksigen, jika
e. Tekanan inspirasi. perlu
Edukasi
1. meningkat 1. Anjurkan asupan cairan
2. cukup meningkat 2000 ml/hari, jika tidak
3. sedang ada yang kontraindikasi
4. cukup menurun 2. Ajarkan tehnik batuk
5. menurun efektif
Kolaborasi
a. Dispnea 1. Kolaborasi pemberian
b. Penggunaan otot bronkhodilator, jika perlu
bantu napas.
c. Pemanjangan pase
ekspirasi.
d. Ortopnea
e. Pernapasan pursed-
lip
f. Pernapasan cuping
hidung.

1 : memburuk

2 : cukup memburuk

3 : sedang

4 : cukup membaik

5 : membaik
a. Frekuensi napas
b. Kedalaman napas.
c. Ekskursi dada
2.5 Implementasi

Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan


untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan di susun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mendapat tujuan yang diharapkan. Karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien.

2.6 Evaluasi

Pada data analisa/assessment kita dapat menuliskan beberapa poin-poin


sperti dibawah ini:

a. Tafsirkan dari hasil tindakan yang telah diambil adalah penting untuk
menilai keefektifan asuhan yang diberikan
b. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi focus dari penilaian ketepatan
tindakan.
c. Kalau criteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar
untuk mengembangkan tindakan alternative sehingga dapat mencapai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai