Anda di halaman 1dari 8

PERSEBARAN ALAT MUSIK ASIA

Oleh : Haryanto

1. Alat Musik Perunggu

Persebaran alat musik perunggu paling tidak telah dimulai pada abad ke III atau pada awal
Masehi. Hal tersebut ditengarai masuknya kebudayaan perunggu yang dibawa oleh para imigran
dari wilayah Birma, Vietnam dan sekitarnya. Kebudaya perunggu telah diperkenalkan pada
beberapa suku bangsa neolitik yang memberikan ciri-ciri pada pereode kebudayaan dongson
( Mantle Hood 1977, p. 167-173 ). Sedangkan teknik peleburan perunggu telah lama
diperkenalkan oleh masyarakat Cina yang ditunjukan pada beberapa jenis alat musik genta (
bronze bell ) yang dikenal dengan nama bian zhong ( Cina ) atau bonshou ( Jepang ). Namun
demikian kedua jenis alat musik perunggu yang berbentuk genta dan nekara atau gendang
perunggu tersebut kurang berkembang pesat di wilayah kepulauan Indonesia. Beberapa
penemuan nekara ( bronze bell ) di daerah NTT menunjukan bahwa barang-barang tersebut
lebih banyak digunakan di wilayah itu. Kemungkinan nekara dan moko digunakan sebagai
sarana upacara atau sebagai bunyi-bunyian dalam upacara. Alat musik jenis bronze gong
nampaknya lebih menarik minat masyarakat di wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah pada
waktu itu. Hal tersebut disebabkan karena gong bukan semata-mata berfungsi sebagai alat musik
tetapi dianggap sebagai salah satu benda yang memiliki nilai religius yang tidak terpisahkan
dengan kegiatan-kegiatan ritual masyarakat pada waktu itu, seperti misalnya penghormatan
terhadap roh para leluhur, alat komunikasi dengan alam, binatang dan sesama manusia.
Kepercayaan masyarakat terhadap roh para leluhur dan penggunaan gong sebagai media
komunikasi kemungkinan telah diwarisi dari paham shamanisme yang berkembang di Siberia
dan Asia Tengah ( Eliade,1974, p.4 ). Shamanisme hingga sekarang masih dapat dijumpai di
beberapa kelompok masyarakat tradisional di Kalimantan dan Bali yang dikenal dengan istilah
balian atau belian.
bronze drum bronze gong bronze bell

Gong perunggu yang dibuat menggunakan teknik tempa ( hot-forging ) yang berkembang di
pulau Jawa, Bali dan sekitarnya hingga sekarang tentunya tidak lepas dari pengaruh teknologi
peleburan perunggu yang sangat di kenal di wilayah Burma kuna. Hubungan dua budaya musik
juga ditunjukan dengan instrumen musik perunggu di Burma seperti misalnya: moung ( gong ),
kyi waing ( gong chime ) disusun melingkar , dan patala sejenis gambang Jawa. Jose Maceda
menjelaskan bahwa tipe agung yang memiliki pencu tinggi dan ber sisi lebar dimungkinkan
datang atau dibuat dari Brunei, Singapura, Palawan, China, Java dan Kuching ( Maceda, 1981,p.
51 ). Sedangkan gong bersisi tinggi dan flat gong ( gong tanpa pencu ) yang ditemukan di
wilayah pedalaman Kalimantan kemungkinan didatangkan dari Filipina. Hal tersebut dapat
dilihat pada bentuk-bentuk gong datar berukuran sedang ( 30 -40 cm ) yang dikenal dengan nama
palog dan topaya ( Filipina ) yang masih digunakan sampai sekarang. Kemiripan bentuk gong
bersisi tinggi atau lebar seperti yang disebutkan Maceda, hanya dapat kita temukan di daerah-
daerah pedalaman Kalimantan yang mereka namakan tawak atau garantung.

1. Lute ( kordofon )

Jenis instrument lute merupakan salah satu instrument paling banyak ditampilkan pada relief
Borobudur yang masih diperbincangkan hingga sekarang. Secara organologis banyak jenis
instrument lute yang memiliki ciri masing-masing, baik dari segi bentuk maupun jumlah dawai
yang digunakan. Menurut pengamatan saya bahwa jenis instrument lute pada relief tidak pernah
diketemukan di Jawa tetapi justru banyak dijumpai di Kalimantan dan wilayah Asia Tenggara
dan Asia Timur.
Jaap Kunst ( 1968: p. 160 )

replika alat musik ( Haryanto, 2021 )

Sejarah persebaran lute berdawai 4 seperti yang dikenal dengan nama el-ud dan barbat yang
ditemukan di wilayah Persi pada abad III dan di wilayah Arab pada abad VII kemungkinan
berasal dari daerah Gandhara yang sudah ada sejak abad II sebelum Masehi. Kemudian pada
kisaran abad IX alat musik tersebut sampai ke Birma dan Jawa ( Borobudur ). Namun demikian
saya punya dugaan bahwa jenis alat-alat musik lute yang disebutkan diatas sengaja dibawa oleh
para murid yang belajar di Jawa atau di sekolah tinggi yang berada di sekitar Borobudur. Seperti
contoh adalah harpa Birma yang dikenal dengan nama saung kauk, bar zither yang banyak
ditemukan di Afrika, nafiri atau terompet kerang yang ada di Maluku dan Papua, pipa ( China ),
biwa ( Jepang ), bipa ( Korea ).
dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan banyaknya jenis alat musik
semata-mata untuk kepentingan belajar dan berinteraksi serta berkolaborasi antar bangsa pada
waktu itu.

2. Alat Musik Tiup ( airofon )

Jika melihat jenis alat musik tiup kususnya jenis seruling bambu pada relief Borobudur
mengingatkan kita pada jenis alat musik tiup yang tersebar di wilayah Asia Tenggara, Timur,
Selatan dan Timur Tengah. Kemudian menurut posisi cara memainkannya dapat dikelompokan
menjadi tiga jenis yaitu: posisi vertikal, horizontal dan diaoganal. Seruling horizontal
kemungkinan mendapatkan pengaruh pada alat musik seruling India yang dinamakan bansuri,
yang di Jepang dinamakan hiciriki sedangkan di Cina disebut dizi.
Salah satu jenis alat musik yang paling menarik perhatian kita adalah organ mulut ( mouth
organ ) yang terpahatkan dalam relief Borobudur. Mengapa dikatakan demikian karena jenis alat
musik tiup harmoni yang menggunakan lima sampai enam pipa bambu tersebut hanya dapat
ditemukan di pedalaman Kalimantan atau tidak ada di daerah lain di seluruh kepulauan
Indonesia. Jenis alat musik ini dikenal dengan nama keledi atau kedire ( Kalimantan Barat ),
kadede atau garude ( di Kalimantan Tengah ), kroni burung ( di Kalimantan Timur dan Utara ).
Jenis alat musik organ mulut juga dapat di dijumpai di daerah kawasan Asia Timur dan Asia
Tenggara seperti : sheng ( Cina ), sho ( Jepang ), khaen ( Vietnam, Laos ), sompotan ( Sabah ),
engkrrurai ( Serawak ) dan lainya.

organ mulut saat mengiringi tarian


A. Rumpun Musik

Bagaimana cara mengidentifikasi bahwa jenis alat musik yang satu dengan yang lain
memeiliki induk yang sama sehingga dapat dikatakan satu rumpun. Pada kesempatan ini saya
menawarkan lima kriteria pokok sebagai penciri sehingga alat musik tersebut dikatakan memiliki
rumpun yang sama.

1). Nama Instrumen

Kemiripan nama akan menentukan kesamaan “gen” antara instrumen yang satu dengan
yang lainya sehingga dapat dikatakan satu rumpun. Sebuah pergeseran secara fonetik tentunya
biasa terjadi sehingga berpengaruh terhadap penyebutan pada masing-masing instrumen di
masing-masing etnis yang berbeda atau wilayah yang berbeda. Namun demikian bahwa
terjadinya proses evolusi dalam kurun waktu yang cukup lama tentu terjadi sehingga akan
mengalami sebuah perubahan.

2). Bentuk ( organologi )

Kesamaan bentuk juga dapat dikatakan sebagai salah satu penciri kesamaan bahwa alat
musik tersebut memiliki serumpun dengan alat musik lain. Seperti yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya bahwa proses evolusi telah terjadi sehingga akan mengalami transformasi.
Namun demikian ada bagian-bagian penting secara organologis sehingga dapat menentukan
apakah alat musik itu satu rumpun. Pengelompokan jenis alat musik dapat diberikan contoh pada
jenis alat musik petik atau lute seperti sebagai berikut:

a. Alat musik petik/ lute

lute berleher panjang

lute berleher pendek

lute berbadan cembung

lute berbadan pipih melingkar

b. Seruling
Seruling horizontal
Seruling vertikal
Seruling diagonal

3). Teknik

Teknik memainkan alat musik biasanya tidak mengalami perubahan pada jenis alat musik
yang memiliki rumpun yang sama, misalkan jenis alat musik petik, tiup, perkusi ataupun jenis
yang lain. Jika ada perubahan teknik biasanya dilakukan pada saat sekarang sebagai kebutuhan
komposisi dan sifatnya sementara, misalnya alat musik petik yang dimainkan dengan cara
digesek atau sebaliknya.

4). Fungsi

Fungsi musik terdiri dari dua macam yaitu fungsi musik sebagai hiburan dan fungsi
musik sebagai sarana ritual atau bisa disebut profan dan religious. Hal tersebut memang kadang
sering terjadi perubahan fungsi pada saat-saat sekarang karena musik sangat berkaitan dengan
ekosistem dan kondisi masyarakat pendukungnya.

5). Tangganada
Untuk mengidentifikasi kesamaan rumpun musik salah satunya adalah tangga nada yang
digunakan. Salah satu contoh adalah jenis tangga nada anhemitonik pentatonik atau lima nada
yang tidak menggunakan jarak setengah seperti yang dapat jumpai di wilayah Jepang, Korea,
Cina dan sekitarnya. Jenis tangga nada tersebut juga sangat familier di dalam musik suku Dayak
di Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai