Oleh:
NAMA : ACHMAD WALIYUDDIN
NIM : 19508020701111045
KELOMPOK : 13
ASISTEN : SHANDY PRADANA PUTRA
Oleh:
Kelompok 13
Oleh:
Achmad Waliyuddin
195080201111045
Dinyatakan memenuhi prasyarat
Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator Asisten Asisten Kelompok
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
laporan Praktikum ini dibuat sebagai salah satu sarana pendukung kegiatan
Besar harapan kami agar kiranya laporan praktikum Mata Kuliah Oseanografi
Perikanan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan institusi dan memberikan
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
5. PENUTUP ...................................................................................................... 48
5.1 Kesimpulan............................................................................................... 48
5.2 Saran........................................................................................................ 49
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
Tabel........................................................................................................ Halaman
1. Alat ................................................................................................................ 15
2. Bahan ............................................................................................................ 16
3. Hasil Catch..................................................................................................... 29
4. Hasil SPL ....................................................................................................... 30
5. Hasil Klorofil-A ............................................................................................... 31
6. Perhitungan Korelasi AnoTemp dengan AnoCatch ........................................ 34
7. Perhitungan Korelasi AnoTemp dengan AnoChlor ......................................... 35
8. Perhitungan Korelasi AnoChlor dengan AnoCatch ......................................... 38
9. Perhitungan Korelasi DMI dengan AnoCatch ................................................. 39
10. Perhitungan Korelasi SOI dengan AnoCatch ................................................ 41
11. Perhitungan Korelasi Nino 3.4 dengan AnoCatch......................................... 43
12. Hasil Perhitungan Correlation Matrix ............................................................ 44
13. Hasil Perhitungan KMO and Bartlett's Test .................................................. 45
14. Hasil Perhitungan Anti-image Matrices......................................................... 46
15. Hasil Perhitungan Communalities ................................................................ 47
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1. PENDAHULUAN
salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap variabilitas hasil tangkapan
ikan. Seperti klorofil-a dan suhu permukaan laut, karena suhu sangat berpengaruh
terhadap metabolisme ikan secara biologis. Dilihat dari pengaruh fisikanya, suhu
permukaan dan menjadikan tempat feeding ground bagi ikan. Sementara klorofil-
pelagis.
Menurut Laila (2018), ilayah Indonesia terdiri atas perairan laut, pantai dan
pesisir. Secara biofisik wilayah pesisir memiliki arti penting karena memilki
mengetahui tentang kualitas air dan keadaan sekeliling perairan yang berupa suhu,
salinitas, kecerahan, kedalaman air, arah angin dan arus. Hal ini diperlukan untuk
angin yang berhembus dari Australia membawa massa udara yang hangat dan
pada musim barat angin yang berhembus dari Asia membawa massa udara yang
hangat dan mengandung banyak uap air akan menyebabkan musim hujan.
1
1.2 Maksud dan Tujuan
3. Dapat mengetahui cara pemrosesan data, analisis data, dan interpretasi data
tangkapan.
2
2. TINJAU PUSTAKA
Menurut Cahya, et al. (2016), suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah
satu parameter yang penting untuk mempelajari variasi musim, fenomena iklim
seperti El nino, dan juga Indian Ocean Dipole yang selanjutnya dapat lebih
memahami perubahan iklim. Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu
dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya. Sehingga dapat
faktor penting bagi kehidupan organisme di laut yang dapat memengaruhi aktivitas
perubahan iklim
rataan selama 5 tahun (2014-2018) dengan suhu terbesar terjadi pada tahun 2016
dengan kisaran 28,8o. Dan suhu terendah terjadi pada 2015 dengan kisaran
26,8oC. Sebaran SPL secara spasial di laut jawa dapat dilihat pada dan berkisar
27oC - 31oC. Sedangkan pola sebaran suhu permukaan laut selama tahun 2012 di
Perairan Selat Bali dan juga sekitaran Jembaran menunjukan kisaran 22oC-28oC
menganalisis hal hal tersebut. Tidak hanya penting di laut saja karena alat
fenomena perubahan iklim. Data SPL sangat mudah di unduh dari Citra Satelit
3
2.2 Klorofil – A
dapat dinilai dari karakteristik biologi maupun kimia terutama dari ketersediaan zat
pada fitoplankton dalam air sampel (laut dan tawar) menggambarkan jumlah
pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif) dalam proses fotosintesis, jumlah
klorofil-a pada setiap individu fitoplankton tergantung pada jenis fitoplankton. Oleh
perairan berkisar antara 20-300C. Kadar klorofil-a di suatu daerah berkaitan erat
disebabkan oleh karena dinding selnya terdiri dari silika. Jenis ini juga mampu
4
Menurut Nurmala, et al. (2017), fitoplankton merupakan organisme yang
perairan tersebut terutama bagi ikan pemakan plankton. Produsen primer adalah
yang akan dimanfaatkan oleh organisme pada tingkat rantai makanan yang lebih
klorofil-a. Klorofil-a adalah pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta
ground). Klorofil-a pada fitoplankton dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lainnya yaitu aktivitas manusia atau dari alam sendiri (faktor fisika-kimia). Faktor
fitoplankton.
produktivitas primer di laut. Salah satu hal yang dapat menjadi penyebab klorofil
adalah intensitas cahaya dan nutrien. Klorofil juga di gunakan sebagai ukuran
banyaknya fitoplankton dalam perairan. Kadar klorofil dalam suatu volume air laut
merupakan suatu ukuran bagi biomassa tumbuhan yang terdapat dalam air laut
Indonesia terdiri dari komponen darat dan laut yang kemudian disebut sebagai
oleh monsun dan ENSO. ENSO merupakan sebuah interaksi laut atmosfer yang
5
global. Hal tersebut menyebabkan dua fenomena yaitu El nino dan La nina. Gejala
ENSO memberikan pengaruh terhadap kondisi laut di Indonesia yaitu menjadi lebih
dingin pada tahun El nino dan lebih hangat pada tahun La nina. Pusat aktivitas
ENSO berada di Samudra Pasifik yang berdekatan dengan garis ekuator. Istilah El
lemah yang menyusuri pantai selatan Peru dan Ekuador yang menyebabkan
suhu permukaan lautan (sea surface temperature) dari suhu normalnya di Pasifik
dengan Southern Oscillation, sehingga fenomena ini lebih dikenal sebagai ENSO.
Menurut Setyadji dan Amri, (2017), perairan bagian timur Samudera Hindia
dan sudah dieksploitasi oleh nelayan sejak lama. Berbagai jenis tuna dan neritik
tuna (jenis-jenis tongkol, dan tenggiri) menjadi target utama penangkapan nelayan
massa air di bagian timur Samudera Hindia, berdampak terhadap pola sebaran
dan hasil tangkapan ikan di perairan ini. El nino Southern Oscillation (ENSO)
membawa implikasi laut Indonesia lebih dingin pada kejadian El nino dan lebih
hangat pada kejadian La nina. Pada event El nino anomali angin di atas perairan
6
timur Samudera Hindia (barat Sumatera dan selatan Jawa) dan downwelling di
dengan angin musim barat atau timur. Pada musim timur, angin bertiup dari
tenggara antara Maret dan September ketika suhu mulai turun dan tingkat klorofil-
biasanya nelayan mulai melaut. Sebaliknya, dari Oktober sampai dengan Februari
(musim barat), ketika angin berhembus dari barat daya ke barat laut, suhu mulai
Kombinasi dari dua fenomena yang berbeda, yaitu El nino dan Osilasi Selatan
disebut ENSO. ENSO memiliki kepanjangan El nino Southern Oscillation. Hal ini
dapat terjadi karena saling berkaitannya peningkatan suhu muka laut Samudera
Pasifik terdiri dari fase panas dan fase dingin serta jungkat jungkit perbedaan
istilah ENSO yang merupakan gabungan dari kedua fenomena tersebut. ENSO
nino dan La nina kita dapat dengan mudah mengetahuinya. El nino biasanya
memberikan gejala suhu dingin pada perairan. La nina memberikan gejala suhu
lebih hangat pada perairan. El nino maupun La nina, keduanya berasosiasi dengan
Gilbert Walker, pada tahun 1904 tiba di India dengan maksud mencari metode
pada kawasan samudera India dan Pasifik. Melalui berbagai perilaku parameter
7
atmosfer, Walker menemukan suatu gelombang tekanan udara berperioda
tahunan dari berbagai tempat di bumi terhadap tekanan udara di Jakarta. Untuk
memantau keberadaan Osilasi Selatan ini dicari harga index dari selisih tekanan
udara permukaan Tahiti, sebagai wakil dari kawasan Amerika Selatan, dengan
indeks ini diplot dari waktu ke waktu, maka terlihatlah wujud Osilasi Selatan itu.
Bila harga indeks negatif, berarti tekanan di kawasan Amerika Selatan lebih rendah
daripada kawasan India-Australia, dan demikian pula sebaliknya. Dari osilasi ini
bisa di baca ada dua sel tekanan udara, yaitu tinggi dan rendah yang saling
digunakan indeks El-nino yang di plot bersamaan dengan SOI dan didapat
hubungan antara keduanya, yaitu jika indeks El-nino positif, makaSOI negatif, dan
demikian pula sebaliknya. Jika periode el nino bertepatan dengan turunnya nilai
IOS maka periode tersebut disebut dengan ENSO (el nino southern oscillation).
kedua wilayah tersebut. SOI (Southern Oscillation Index) merupakan salah satu
cara yang digunakan untuk memprediksi kejadian ENSO. Indikator tersebut dapat
digunakan untuk memprediksi apakah El nino dan La nina akan terjadi ataupun
keadaan normal. El nino akan terjadi apabila jika nilai SOI = -5 hingga -10 (El nino
lemah) yang berarti tekanan rendah diatas Tahiti dan tekanan tinggi di Darwin.
8
Kemudian, La nina diprediksikan akan terjadi jika nilai SOI = +5 hingga +10 (La
nina lemah) yang berarti tekanan tinggi di Tahiti dan tekanan renadah di Darwin.
Sedangkan jika nilai SOI = +5 hingga -5 maka kondisi diprediksikan normal. Bila
tekanan udara di Pasifik barat menguat (tekanan udara di Darwin tinggi) dan
tekanan udara di Pasifik timur melemah (tekanan udara di Tahiti rendah) maka SOI
perbedaan tekanan udara permukaan atau wilayah Pasifik Timur yang diukur di
Tahiti dengan wilayah Pasifik Barat yang diukur di Darwin .Jika fase El nino psotif,
maka SOI bernilai negatif. Akibatnya tekanan permukaan laut menjadi turun di
Pasifik Timur dan naik di Pasifik Barat. Tidak hanya SPL yang menjadi indeks
ENSO tetapi SOI juga ikut andil dalam indeks ENSO. Sedangkan kondisi SPL di
Darwin lebih bedar dibandingkan normalnya maka SOI bernilai negatif. SOI dapat
digunakan untuk meninjau pola ikli wilayah sehingga dapat mengetahui gejala
kekeringan.
Menurut Anisa. K. N., dan Sutikno, (2015), anomali SST Nino 3.4 adalah
hujan dan indikator ENSO, yaitu pada lag 1 karena memiliki nilai log-likelihood
terbesar. Anomali SST Nino 4, SST Nino 3.4 mengikuti Copula Clayton. Copula
hujan di Banyuwangi dan Anomali SST Nino 4, SST Nino 3.4 nilainya rendah.
Semakin rendah Anomali SST Nino 4, SST Nino 3.4, dan curah hujan maka
hubungan semakin erat. Artinya, jika Anomali SST Nino 4 dan SST Nino 3.4 turun,
9
Menurut Hidayat. A. M., (2018), data anomali curah hujan, indeks suhu muka
laut Nino 3.4, serta SOI dicari rata-ratanya setiap tiga bulan berdasarkan dari sesi
dihitung antara anomali curah hujan diamati terhadap Indeks Nino 3.4 dan anomali
curah hujan terhadap SOI setiap tiga bulan untuk periode SON, DJF, MAM, dan
JJA. Dari analisis korelasi ini menghasilkan koefisien korelasi yang menunjukan
tingginya derajat hubungan antara curah hujan diamati, SPL, dan SOI. Nilai
korelasi (r) dari anomali SPL di wilayah Nino 3.4 dengan SOI adalah -0.69. Korelasi
negatif ini menunjukkan bahwa anomali SPL di wilayah Nino 3.4 dengan SOI
memiliki hubungan berbanding terbalik. Ketika anomali SPL di wilayah Nino 3.4
indeks meningkat, SOI akan menurun. Di sisi lain, ketika nilai dari anomali SPL di
tropis bagian tengah dan timur. Letaknya di antara koordinat 50̊ LU -– 50 ̊ LS dan
120̊ BB - 170̊ BB. 4 menjadi positif tinggi gelombang dari pada rata ratanya, dan
sebaliknya jika Nino 3. 4 mejadi negatif makan tinggi gelombang menjadi lebih
rendah daripada rata ratanya. Ketika terjadi El nino, maka angin monsun Australia
Selatan Jawa akan lebih rendah dari rata-ratanya, sedangkan perairan Indonesia
lebih tinggi. Letaknya di antara koordinat 50̊ LU -– 50 ̊ LS dan 120̊ BB - 170̊ BB.
Metode yang digunakan adalah regresi linier, sehingga dapat memprediksi total
hujan bulanan pada daerah yang ingin di tentukan. Pada saat terjadi fenomena
10
2.4 IOD (Indian Oscillation Index)
iklim yang terjadi akibat adanya interaksi atmosfer dengan laut yang terjadi di
Samudera Hindia. Aktifitas IOD dapat diidentifikasi dengan sebuah indeks yang
disebut dengan Dipole Mode Index (DMI). Dipole Mode Index didefinisikan sebagai
perbedaan anomali suhu muka laut di Western Tropical Indian Ocean (WTIO atau
Tropical Indian Ocean (SETIO atau 90°E- 110°E / 10°- ekuator).IOD diidentifikasi
kedalam dua fase yaitu fase positif dan negatif. Dipole Mode positif dicirikan
permukaan laut di SETIO. Jika suhu permukaan laut di WTIO lebih dingin dari
netralnya sedangkan di SETIO lebih hangat dari netralnya, maka kondisi ini akan
Samudera Hindia barat, sedangkan di bagian timur lebih dingin dari normalnya
perubahan pada suhu permukaan laut selama IOD terjadi terkait dengan
bergerak berlawanan dari biasanya barat ke timur selama IOD positif. Selain itu,
proses konveksi yang biasanya terjadi di atas Samudera Hindia bagian timur yang
menghangat bergerak ke arah barat. Hasil dari kondisi tersebut adalah hujan lebat
di Afrika bagian timur dan meninggalkan wilayah Indonesia dengan sedikit hujan
Perairan Selatan Jawa hingga Timor. Struktur veritkal upwelling dapat dianalisis
11
menggunakan data temperatur di beberapa kedalaman. Mekanisme naiknya nitrat
sehingga terjadi kelimpahan klor-a adalah salah satu korelasi antara upwelling
dengan konsentrasi klor-a. Bagian yang di pengaruhi oleh IOD adalah Perairan
Selatan Jawa hingga Timur. IOD terjadi di Samudera Hindia. IOD dapat
Interaksi yang cukup kuat antara atmosfer dan lautan di wilayah Samudera
tanda-tanda naiknya suhu permukaan laut secara tidak normal di Samudra Hindia
bagian selatan India yang diiringi dengan menurunnya suhu permukaan laut tidak
(DMI). Indeks ini menggambarkan perbedaan anomali suhu permukaan laut antara
perairan barat Samudra Hindia (500BT – 700BT, 100 LS - 100 LU) dan perairan
timur Samudra Hindia (900BT – 1100BT, 100 LS – 0 0 LU). Nilai DMI yang ekstrim
arah zonal di sepanjang ekuatorial Samudera Hindia mirip dengan ENSO (El Niño-
anomali SPL lebih hangat dari biasanya di bagian barat dan lebih dingin dari
biasanya di bagian timur Samudera Hindia. Pada saat curah hujan meningkat di
12
kekeringan. Kondisi Dipole Mode yang demikian disebut Dipole Mode “positif”
(IODM positif). Kejadian sebaliknya disebut Dipole Mode “negatif” (IODM negatif)
Mode Index. Jika nilai DMI positif makan disebut positif dan untuk DMI bernilai
negatif maka disebut neatif. Pada fase IDM positif mengakibatkan tingkat
kendensasi menjadi turun sehingga terjadi musim kering. Sebaliknya konsdisi IOD
negatif maka mengakibatkan curah hujan di Indonesia. Dipole Mode Index yaitu
selisih antara anomali suhu permukaan laut di Samudra Hindia barat dan timur .
Ketika DMI bernilai lebih dari +0.4, kondisi tersebut disebut IOD positif. Pada fase
IOD positif, kolam hangat akan bergeser ke pantai Afrika dan suhu permukaan laut
kondensasi dan curah hujan, sehingga terjadi musim kering. Karena DMI dihitung
berdasarkan suhu permukaan laut di Samudra Hindia, prediksi DMI juga dapat
dihitung berdasarkan data prediksi suhu permukaan air laut di Samudra Hindia.
Perikanan dan kelautan, yaitu sebagai pusat atau sentral kegiatan Perikanan laut.
Pengambengan yang berfungsi dengan baik akan merupakan titik temu (terminal
13
point) yang menguntungkan antara kegiatan ekonomi di laut dengan kegiatan
Diperkirakan sekitar 16% spesies ikan yang ada di dunia hidup diperairan
Indonesia. Total jumlah jenis ikan yang terdapat di perairan Indonesia diperkirakan
mencapai sekitar 7.000 jenis (spesies). Hampir sekitar 2.000 jenis (spesies)
diantaranya merupakan jenis ikan air tawar. Ikan air tawar merupakan jenis ikan
yang hidup dan menghuni perairan daratan (inland water), yaitu perairan dengan
kadar garam (salinitas) kurang dari 5 per mil (050/00). Hasil tangkapan dengan
menggunakan alat tangkap Anco (lift net) pada operasi siang tediri dari nila
berat 1.5 kg (0.7%), Wader pari (Rasbora argyrotaenia) dengan berat 2.3 kg (1%)
siang hari alat Anco dalam satu trip bisa kurang lebih 16 sampai 20 hauling (Kirana,
2015).
spesies ikan yang ada pada perairan Indonesia. Terdapat sekitar 2000 jenis
spesies ikan air tawar. PPN Pangembangan telah berfungsi dengan baik dan
kelautan, yaitu sebagai pusat atau sentral kegiatan Perikanan laut. PPN
pengguna hasil tangkapan, seperti pedagang, pabrik pengola, restoran, dan lain-
14
3. METODOLOGI
Tabel 1. Alat
No. Nama Alat Fungsi Gambar
2021)
2021)
15
No. Nama Alat Fungsi Gambar
5 Aplikasi Untuk
SPSS menganalisis
data.
2021)
2021)
Tabel 2. Bahan
No. Nama Alat Fungsi Gambar
16
No. Nama Alat Fungsi Gambar
Oscillation sekunder
Index (SOI)
17
3.2 Skema Kerja
Pilih level 3
Standard > Aqua MODIS > SST (11 μ daytime) untuk suhu dan
Chlorophyll Concentration untuk klorofil > Monthly > 4km
Pilih bulan
v
Download data
18
Berikut skema kerja di aplikasi SeaDas.
v
Pilih reproject > GeoTIFF > run
Buka Arcmap
19
Berikut skema kerja di aplikasi ArcMap.
Properties > symbology > color ramp (merah ke biru, suhu dan hijau ke
biru, klorofil) > minimum-maximum > centang edit high/low values >
masukkan nilai
v
Data management tools > pilih add XY coordinate > masukkan data
Open attribute table > table option > export > tipe “dBase table” > save
20
Berikut skema kerja di aplikasi Ms. Excel.
Buka Excel
21
3.2.2 Skema Kerja Pengolahan Data
v
Membuat grafik korelasi dan melakukan perhitungan analisis korelasi
22
3.2.3 Skema Kerja Analisis Data
berupa grafik menggunakan Ms. Excel dari hasil pengolahan data SeaDas.
Data
Hasil
kemudian pilih Data pilih Level 3 Browser. Pilih Sensor Aqua MODIS dan pada
pilih Monthly karena akan mengolah data perbulan dan pilih 4 km untuk resolusi
yang lebih jelas. Masukkan Start Date dan End Date lalu klik Extract or Download
L3 Data. Pada Type pilih Mapped, Data Retrieval Method Download lalu Download.
Akan muncul link data SST atau Chlorophyl–a kemudian salin link pada tab baru
dan data akan terdownload secara otomatis. Buka aplikasi SeaDAS. Klik File,
Open, pilih data SST yang sudah di download, Open Product. Klik dua kali pada
rasters, klik SST. Pilih menu raster, crop dan crop wilayah Indonesia, OK. Pada
kotak File Manager klik 2x rasters pilih SST dan akan muncul tampilan peta yang
sudah di crop. Pilih menu Raster, Reproject, muncul kotak dialog. Source file pilih
yang kedua, target file diganti menjadi ‘SST JAN 2018 TIFF’, Save As, GeoTIFF,
uncentang Open in SeaDAS, Run, tunggi sampai Writing Target Product selesai.
Buka aplikasi ArcMAP, klik kanan Layers, Add Data. Pilih data berformat .*tiff yang
23
didapat dari SeaDAS – Add – Yes. Buka ArcToolbox, Data Manajemen Tools,
Raster, Raster Processing, Clip. Muncul kotak dialog, Input Raster menggunakan
data *.tiff, masukkan koordinat wilayah Jakarta yaitu Y max = -3, Y min = -6, X max
= 107, X min = 106, OK. Output Raster ubah menjadi ‘CLIPSST’ (nama file tidak
boleh di spasi), Save, OK. Jika berhasil akan muncul tanda centang di pojok kanan
bawah. Uncentang layer ‘SST JAN 2018 TIFF’. Klik kanan ‘CLIPSST’, Zoom To
Layer. Klik kanan Layer ‘CLIPSST’, properties, ganti warna dari merah ke biru,
menjadi 29 dan 32, centang Invert, OK. Buka ArcToolbox, Conversion Tools, From
Raster, Raster to Point, Input Raster masukkan data Clip, pilih tempat
penyimpanan, beri nama ‘Raster’, Save, OK, tunggu notifikasi berhasil. Klik
‘Raster’, OK, tunggu notifikasi berhasil. Klik kanan pada Layer Raster, Open
Attribute Table, Table Options, Export Data, pilih tempat penyimpanan, beri nama
‘SST_Jakarta’, Save As Type dBASE Table, Save, OK, NO. Buka aplikasi
Microsoft Excel, Open, pilih data dengan format *.dbf, pilih “sort and filter”, hitung
Buka aplikasi ArcMAP, Add data, Add XY data, buka file yang telah diolah di
Excel. Klik kanan Table of Content, Data, Export Data, Run. Pilih menu
kriging pada Table of Content, ganti Classes menjadi 5, ganti Color Ramp menjadi
hijau ke biru. Klik kanan Label, Format Labels. Pilih Number of decimal places,
tahun, copy hasil tersebut pada Sheet AnoCatch. Cara menghitung AnoCatch
adalah dengan “=Catch/bulan – rata-rata catch”. Lakukan hal yang sama pada
24
sheet Temperature, AnoTemp, Chlor dan AnoChlor. Pada Sheet AnoCatch-
sudah diolah pada sheet sebelumnya. Pada Sheet DMI, SOI, dan Nino 3.4
masukkan data pada excel yang telah dibagikan lalu copy hasil Ano-Catch. Pada
sheet All Data masukkan AnoCatch, AnoTemp, AnoChlor, DMI, SOI dan Nino.
Selanjutnya block data yang akan dibuat grafik, Insert, Line, 2-D. Setelah muncul
grafik, klik kanan garis biru, Format Data Axis, Secondary Axis. Klik bulan yang
pada Axis-Y, klik kanan, Format Axis, Labels, pilih Low pada Labels Position. Klik
kanan grafik berwarna biru, Change Chart Type, Combo, Clustered dan OK. Klik
Chart Tools, Design, Quick Layout, Layout 1. Ganti Chart atau judul sesuai grafik
yang dibuat. Pilih Data, Data Analysis, Correlaction dan OK. Pada kolom Input
Range, block semua data dan pada Output Range klik kolom kosong.
keterangan AnoCatch, AnoTemp, AnoChlor, SOI, DMI, dan Nino 3.4 pada Name.
Pilih Data View, copy semua data pada excel ke SPSS. Pilih Analyze, Data
Variable. Pilih menu Descriptive, centang semua pilihan kecuali pada Matrix yaitu
component, di analyze ubah juga menjadi correlation matrix. Pada display centang
unrotated factor solution dan isikan 5 pada Number of Factor. Pilih menu Rotation,
centang Varimax dan Loading plot. Tekan AnoCatch pilih Value dan cancel untuk
menampilkan, OK.
25
3.4 Metode Analisis Data
26
3.4.2 Skema Kerja PCA
Pilih variable view, kemudian isikan nama variable kategori pada kolom name
Copy data pada excel kemudian paste pada SPSS, klik “analyze” kemudian “data
reduction” lalu pilih “factor”
Kemudian untuk “correlation matrix” centang semua kecuali “invers” dan “reproduce”
klik continue
Kemudian untuk “Rotation” klik “Varimax” pada Method kemudian pada Display klik
“Rotated Solution” dan klik “Loading plot(s)” lalu isikan.
Kemudian pada “Options” di Missing Values klik “Exlude cases listwise” dan di
Coefficient Display Format ceklis “Sorted by size” kemudian klik
Simpan data dengan cara klik “File” kemudian “Export” kemudian Word/RTF
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perikanan adalah data tahun 2016 sampai tahun 2020. Data hasil tangkapan yang
hasil yang di dapatkan dapat diketahui nilai hasil catch di daerah perairan
Jembrana, Bali yaitu nilai hasil catch tertinggi berada pada bulan Oktober 2020
sebesar 4284 kg dan nilai terendah berada pada bulan Desember tahun 2017
sebesar 16 kg. Rata- rata hasil catch terbesar terdapat pada bulan Oktober
perairan selat bali termasuk jembrana tidak cukup dijelaskan hanya dengan tingkat
produksinya saja, karena tingkat produksi juga sangat dipengaruhi oleh perubahan
adalah konsep perbandingan hasil produksi dengan jumlah upaya yang disebut
catch per unit effort (CPUE). CPUE ini yang lebih akurat untuk mengetahui tingkat
perubahan produksi ikan. Hasil produksi tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu
22.359.567 kg dengan tingkat upaya sebanyak 51.240 dan terendah terjadi pada
tahun 2011 dengan hasil produksi 3.208.698 kg dengan tingkat upaya sebanyak
55.164, namun tingkat upaya tertinggi terjadi pada tahun 2012, yaitu sebanyak
61.200 trip. Tingkat perubahan yang terjadi tidak selalu berbanding lurus, dimana
pada tingkat upaya besar belum tentu besar pula hasil produksi, ini sangat
tergantung dari produktivitas dan tergambar pada CPUE. Tingkat CPUE tertinggi
dihasilkan pada tahun 2015 yaitu 436 kg/trip dan terkecil dihasilkan pada tahun
28
Tabel 3. Hasil Catch
Bulan
Tahun
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2016 779 2487 3081 1892 281 138 438 802 1153 2612 2647 950
2017 699 510 1309 1399 1623 1324 160 58 122 111 62 16
2018 386 521 152 260 235 62 311 747 961 554 117 36
2019 27 41 89 152 872 781 1132 556 1597 2682 1897 734
2020 1008 262 992 624 1129 673 202 1237 1204 4284 3890 2539
rata- 579.8 764.2 1124.5 865.4 828 595.6 448.5 680.03 1007.4 2048.6 1722.6 855
rata
menggunakan data SPL dari tahun 2016-2020, data SPL diambil dari Perairan
Jembrana, Bali. Di dapatkan rata-rata bulanan yaitu bulan Januari 28.42, bulan
Februari 28.76, bulan Maret 30.58, bulan April 30.06, bulan Mei 26.94, bulan Juni
26.18, bulan Juli 25.09, bulan Agustus 24.56, bulan September 25.11, bulan
Oktober 26.06, bulan November 27.31, bulan Desember 27.80. Dari hasil yang
didapat, dapat diketahui hasil Suhu Permukaan Laut Selama 5 tahun dari tahun
2016 sampai tahun 2020 didapatkan suhu tertinggi pada bulan Maret tahun 2016
yaitu 31.89, dan yang suhu terendah pada bulan September tahun 2019 yaitu
17.43. Hasil rata-rata tertinggi terdapat pada bulan maret yaitu 30.58 dan hasil
Menurut Susilo, et al. (2021), hasil analisis data citra Aqua Modis
yaitu musim timur (southeast monsoon) dan musim barat (northwest monsoon).
Data produksi ikan diperoleh dari Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Jembrana. Musim timur terjadi pada bulan Juni – Agustus, sedangkan
musim barat terjadi pada bulan Desember – Februari. Pada periode musim barat,
SPL cenderung lebih hangat daripada periode musim timur. Peningkatan SPL
terjadi mulai bulan November hingga mencapai suhu tertinggi pada bulan Maret.
Sedangkan trend penurunan SPL mulai terlihat sejak awal musim timur (April)
29
dengan nilai terendah pada bulan Agustus. Kondisi SPL di perairan Selat Bali pada
tahun 2017 cenderung mengikuti nilai SPL klimatologis (2003- 2016). Pada awal
tahun kondisi laut cenderung lebih hangat dibandingkan kondisi beberapa tahun
sebelumnya. Namun pada periode musim timur kondisi laut cenderung lebih
dingin, walaupun nilai SPL terendah terlihat masih sama dengan sama dengan
2016 30.79 31.08 31.89 30.63 29.89 30.47 29.60 28.42 28.79 30.04 30.47 30.11
2017 30.28 30.37 30.67 30.34 28.13 27.28 26.46 25.90 26.51 28.60 29.61 30.08
2018 29.24 29.96 30.45 30.44 28.40 27.15 25.56 25.77 26.63 26.77 28.67 29.30
2019 29.88 30.42 30.08 29.32 20.10 18.66 17.72 17.52 17.43 18.25 19.16 20.90
2020 21.89 21.96 29.80 29.55 28.17 27.32 26.09 25.19 26.20 26.63 28.66 28.63
rata- 28.42 28.75 30.58 30.06 26.94 26.18 25.09 24.56 25.11 26.06 27.31 27.80
rata
Data klorofil-a merupakan salah satu data yang digunakan pada praktikum
Oseanografi Perikanan. Data yang digunakan adlah data tahun 2016 sampai 2020
di perairan Jembrana, Bali. Dari hasil olahan data didapatkan rata-rata bulanan
dari tahun 2016 sampai 2020. Pada bulan Januari 0,17 mg/m3, Februari 0,22
mg/m3, Maret 0,28 mg/m3, April 0,36 mg/m3, Mei 0,65 mg/m3, Juni 0,75 mg/m3, Juli
1,01 mg/m3, Agustus 1,15 mg/m3, September 0,78 mg/m3, Oktober 0,65 mg/m3,
November 0,43 mg/m3 dan Desember 0,35 mg/m3. Klorofil-a terendah didapatkan
pada bulan November 2016 yaitu 0,10 mg/m3 sedangkan yang tertinggi didapatkan
pada bulan Agustus 2017 yaitu 2,81 mg/m3. Dari perolehan rata-rata didapatkan
yang tertinggi pada bulan Agustus 1,15 mg/m3 dan yang terendah pada bulan
Keberadaan fitoplankton pada suatu daerah berkaitan erat dengan besar kecilnya
30
kandungan klorofil yang berada di daerah tersebut. Secara horizontal kandungan
klorofil-a lebih banyak ditemukan pada lapisan permukaan yang berada dekat
dengan daratan dimana semakin menuju laut maka kandungan klorofil-a semakin
rendah karena daratan banyak memberi masukan nutien kedalam perairan . Hal
kandungan klorofil-a yang terukur ditemui kandungan klorofil-a yang tinggi berada
Sorong, perairan Teluk Kelabat, perairan pantai Balikpapan dan perairan Ujung
Watu maka kandungan klorofil-a di perairan Sungsang ini memiliki nilai yang lebih
perairan lainnya berada lebih jauh dari muara menuju ke arah laut sehingga
2016 0.15 0.2 0.16 0.21 0.3 0.18 0.25 0.3 0.23 0.17 0.1 0.24
2017 0.12 0.16 0.16 0.16 0.97 1.07 1.19 2.81 0.69 0.37 0.38 0.28
2018 0.21 0.24 0.20 0.35 0.54 0.60 0.76 0.75 0.77 0.58 0.63 0.21
2019 0.17 0.22 0.29 0.47 0.43 0.47 0.81 0.56 0.73 0.49 0.41 0.34
2020 0.19 0.27 0.58 0.62 1.02 1.44 2.06 1.27 1.49 1..67 0.61 0.67
rata-
0.17 0.22 0.28 0.36 0.56 0.75 1.01 1.15 0.78 0.65 0.43 0.35
rata
31
menggunakan data tahun 2017 pada bulan Februari. Waktu tersebut mewakili
perairan pulau Bali. Dari percobaan yang telah dilakukan, nilai SPL pada musim
penghujan di perairan Bali berkisar 23.36 - 30.4oC dengan standar deviasi sebesar
laut rata-rata pada bulan Februari 2017 mencapai 27.20oC. Dari peta tersebut
dapat diketahui bahwa sebaran SPL perairan pulau Bali bervariasi. Pada perairan
bagian utara. Bagian selatan suhu permukaan laut memiliki kisaran nilai 23 – 26oC.
Kemudian pada perairan bagian timur, suhu berkisar > 26 hingga 28 oC. Kemudian
suhu paling tinggi yaitu pada wilayah bagian utara dengan nilai sekitar > 28 oC.
Pada musim penghujan, air darat yang masuk ke wilayah laut cenderung lebih
banyak dibandingkan pada musim kemarau. Dapat diketahui bahwa laut Jawa
tepatnya pada wilayah bagian utara pulau Bali cenderung memiliki suhu lebih
Data di-download dari situs oceancolor dengan citra satelit aqua modis.
Dari data tersebut menghasilkan peta persebaran spl dan klorofil-a di wilayah PPN
klorofil-a berkisar antara 0,18 – 0,61 mg/m3. Sehingga bisa disimpulkan bahwa di
itu bisa dilihat dari persebaran spl dan klorofil-a yang tergolong normal.
32
Gambar 9. Peta Sebaran SPL
33
4.5 Grafik Hasil Korelasi Ano Temperature dengan Ano Catch
Mei
Mei
Mei
Mei
Sep
Sep
Sep
Sep
Sep
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
2016 2017 2018 2019 2020
Gambar 11. Grafik Hasil Korelasi Ano Temperature dengan Ano Catch
Tabel 6. Perhitungan Korelasi AnoTemp dengan AnoCatch
Column Column
1 2
AnoTemp 1
-
AnoCatch 0.02937 1
Menurut Kuswanto. T., et al. (2017), SPL di teluk Lampung dari tahun
2010 – 2015 berkisar antara 26,2-29oC. Suhu yang tertinggi yaitu 29 oC terjadi pada
musim timur tahun 2010. Sedangkan yang terendah adalah 26,2 oC terjadi pada
musim barat tahun 2012. Fluktuasi suhu di Teluk Lampung hanya berkisar 0,1-3
C. Hal ini cukup normal untuk perairan Indonesia. Selama tahun 2010 – 2015 rata-
o
rata kenaikan atau penurunan SPL diikuti dengan kenaikan dan penurunan
produksi ikan Tongkol di Teluk Lampung. Contohnya pada peralihan 1 tahun 2011
SPL mengalami kenaikan sebesar 2,2 oC dan produksi ikan Tongkol ikut meningkat
sebesar 5698 kg. Demikian pula saat SPL mengalami penurunan pada musim
barat 2013 sebesar 0,9oC, produksi ikan Tongkol menurun sebesar 6475 kg.
Tetapi pada beberapa musim, saat SPL menurun, produksi ikan Tongkol
meningkat seperti pada musim masa peralihan 2 tahun 2012. Pada musim
34
peralihan 1 tahun 2013 SPL meningkat tetapi produksi Ikan Tongkol menurun.
Sehingga Secara tidak langsung SPL berpengaruh terhadap produksi ikan tongkol.
didapat, dapat diketahui nilai Ano Temperature dan Ano Catch di perairan
Jembrana. Nilai Ano Catch tertinggi pada bulan Oktober 2020 dengan nilai
2235,40 dan terendah pada bulan Oktober 2017 dengan nilai -1937,60. Dan
berdasarkan hasil analisis korelasi diperoleh nilai korelasi antara Ano Temperature
dan Ano Catch sebesar -0,02937. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa
antara Ano Temperature dan Ano Catch memiliki korelasi yang sangat rendah.
3.00 2
1.5
2.00
1
1.00
0.5 AnoTemp
0.00 AnoChlor
0
-1.00 -0.5
-2.00 -1
Jul
Jul
Jul
Jul
Jul
Okt
Okt
Okt
Okt
Okt
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Apr
Apr
Apr
Apr
Apr
Gambar 12. Grafik Hasil Korelasi Ano Temperature dengan Ano Klorofil-A
35
Menurut Sidik. A., et al. (2014), berdasarkan hasil output analisis korelasi
didapatkan nilai korelasi antara klorofil-a dengan suhu permukaan laut adalah
antara klorofil-a dan SPL berada dalam kategori rendah, sementara nilai negatif
terbalik. Artinya jika nilai suhu tinggi, maka nilai klorofil-a akan menjadi rendah (dan
sebaliknya). Tingkat signifikan didapatkan nilai sebesar 0,321, hal ini menandakan
bahwa hubungan yang terjadi adalah tidak signifikan karena 0,321 > 0,05. Tingkat
signifikan didapatkan nilai sebesar 0,321, hal ini menandakan bahwa hubungan
dan Ano Catch di perairan Jembrana. Nilai Ano Chlorophyl-A tertinggi pada bulan
Agustus 2017 dengan nilai 1,883547 dan terendah pada bulan Agustus 2020
dengan nilai -0,7405. Sedangkan nilai Ano Temperature tertinggi di peroleh pada
bulan Juli 2016 dengan nilai 2,95 sedangkan nilai terendah pada bulan September
2019 dengan nilai -1,68. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa antara Ano
36
4.7 Grafik Hasil Korelasi Ano Klorofil-A dengan Ano Catch
Jul
Jul
Jul
Jul
Jan
Okt
Jan
Okt
Jan
Okt
Jan
Okt
Jan
Okt
Apr
Apr
Apr
Apr
Apr
2016 2017 2018 2019 2020
Gambar 13. Grafik Hasil Korelasi Ano Klorofil-A dengan Ano Catch
Korelasi silang antara klorofil-a dengan jumlah tangkapan tongkol disajikan terlihat
bahwa time lag alau jarak korelasi terjadi pada hari ke-30. Hasil uji ini diperkuat
oleh analisis deskriptif, yang menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan tongkol
klorofil-a sudah tinggi mulai tanggal 13 Maret 2jo7(time lag30 hari). Jumlah
tangkapan total pada bulan Maret-Mei 2007 mencapai 86,241 kg, Hasil tangkapan
menyusul pada bulan Maret dan Mei 2007 masing-masrng 15.345 kg (17 ,797"\
dan 8.258 kg (9,58%). Jumlah tangkapan paling rendah terdapat pada bulan Mei,
namun produktivitasnya alau catch per unit of effoftlebih tinggi dibandingkan bulan
Maret.
Berdasarkan grafik yang didapat, dapat diketahui Ano Klorofil-A dan Ano
Catch perairan di Perairan Jembrana. Nilai Ano Klorofil-A tertinggi pada bulan
Agustus 2017 dengan nilai 1.883546853 dan terendah pada bulan Agustus 2020
37
dengan nilai -0.740497732. Nilai Ano Catch tertinggi di peroleh pada bulan
November 2020 dengan nilai 2167.4. Nilai terendah AnoCatch didapat pada bulan
nilai korelasi antara Ano Klorofil-A dan Ano Catch sebesar -0.172215085. Dari nilai
tersebut dapat disimpulkan bahwa antara Ano Temperature dan Ano Catch
memiliki korelasi yang rendah. Nilai negatif pada tabel menunjukkan bahwa
berlawanan.
Jan
Mei
Jan
Mei
Jan
Mei
Jan
Mei
Sep
Sep
Sep
Sep
Sep
permukaan laut (SPL) dan klorofil-a selama tahun 2010-2014 tampak terjadi
variabilitas antar tahunan. Pada tahun 2010 nilai rerata SPL menunjukkan nilai
tertinggi yaitu sebesar 28,82 0C dan rerata konsentrasi klorofil-a terendah yaitu
sebesar 0,25 mg/m3 terkait dengan variabilitas iklim La nina kuat dan IOD positif
38
(+). Hal ini ditunjukkan dengan nilai anomali SST di NINO3,4 pada bulan
positif (+) rendah. Pada tahun 2011 menunjukkan rerata SPL terendah sebesar
Berdasarkan grafik yang didapat, dapat diketahui DMI dan Ano Catch
perairan di Perairan Jembrana. Nilai DMI tertinggi pada bulan September 2020
dengan nilai 1.00 dan terendah pada bulan Juli 2017 dengan nilai –0.66. Nilai Ano
Catch tertinggi di peroleh pada bulan November 2020 dengan nilai 2167.4. Nilai
berdasarkan hasil analisis korelasi diperoleh nilai korelasi antara Ano DMI dan Ano
Catch sebesar 0.224186691. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa antara
DMI dan Ano Catch memiliki korelasi yang rendah. Nilai positif menandakan
hubungan yang terjadi antara DMI dan AnoCatch terbilang berbanding lurus atau
sejajar.
39
4.9 Grafik Hasil Korelasi SOI dengan AnoCatch
SOI-AnoCatch
1.50 2500.00
1.00 2000.00
0.50 1500.00
0.00 1000.00
500.00
-0.50
0.00
-1.00 SOI
-500.00
-1.50 -1000.00 AnoCatch
-2.00 -1500.00
-2.50 -2000.00
-3.00 -2500.00
Jan
Mei
Jan
Mei
Jan
Mei
Jan
Mei
Jan
Mei
Sep
Sep
Sep
Sep
Sep
2016 2017 2018 2019 2020
ikan cakalang pada periode 2014 – 2016 dapat ditunjukkan pada Gambar 14. Pada
tahun 2014 saat El nino sedang jumlah biomassa ikan cakalang berkisar 1.4 g/m2
- 3.6 g/m2 dengan nilai korelasi linear negatif tinggi. Pada saat La nina biomassa
ikan cakalang sedikit, namun saat indeks SOI ke El nino biomassa ikan cakalang
meningkat. Pada tahun 2015 saat El nino kuat jumlah biomassa ikan cakalang 2.9
g/m2 - 3.6 g/m2 dengan nilai korelasi linear cukup tinggi. Hal ini menunjukkan saat
indeks SOI meningkat ke fase normal biomassa ikan cakalang meningkat, dan
sebaliknya saat indeks SOI menurun ke El nino biomassa ikan cakalang ikut
menurun. Pada tahun 2016 saat tahun normal jumlah biomassa ikan cakalang 8.1
g/m2 – 10.4 g/m2 dengan nilai korelasi linear positif tinggi. Grafik pada Januari –
April memiliki korelasi bernilai negatif rendah. Pada saat indeks SOI menurun ke
El nino kuat biomassa ikan cakalang meningkat. Namun, pada bulan April – Juli
memiliki pola yang sejalan dengan nilai korelasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan
saat indeks SOI meningkat biomassa ikan cakalang ikut meningkat. Pada bulan
Juli – Oktober korelasi negatif rendah. Hal ini menunjukkan saat indeksSOI
40
Berdasarkan grafik yang didapat dapat diketahui nilai SOI dan anocatch di
perairan Jembrana, nilai anocatch nilai tertinggi pada bulan November tahun 2020
dengan nilai 2167.40 dan nilai terendah pada bulan Oktober tahun 2017 dengan
nilai -1937.60. Sedangkan nilai SOI tertinggi pada bulan September tahun 2017
dengan nilai 1.28 dan nilai terendah pada bulan April tahun 2017 dengan nilai -
2.61. Berdasarkan data analisis yang didapat hubungan korelasi antara SOI
dengan AnoCatch Adalah -0.274893. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa
antara SOI dan Ano Catch memiliki korelasi yang rendah. Nilai negatif pada tabel
41
4.10 Grafik Hasil Korelasi Nino 3.4 dengan AnoCatch
Nino 3.4-AnoCatch
3.00 2500.00
2.50 2000.00
2.00 1500.00
1.50 1000.00
500.00
1.00
0.00
0.50 Nino 3.4
-500.00
0.00 -1000.00 AnoCatch
-0.50 -1500.00
-1.00 -2000.00
-1.50 -2500.00
Mei
Jan
Mei
Sep
Jan
Sep
Jan
Mei
Jan
Mei
Jan
Mei
Sep
Sep
Sep
2016 2017 2018 2019 2020
wilayah Indonesia adalah Nino 3.4 (5°N – 5°S,120° -170°W). Perubahan nilai SST
Peru dan di wilayah Indonesia. Lebih jelas lagi dikatakan bahwa anomali SST di
sekitar region Nino 3.4 yang mempunyai nilai 0.4 °C selama 5 bulan atau lebih
dapat menyebabkan El nino. Sea surface temperature (SST Nino 3.4) SST Nino3.4
merupakan SST kawasan Samudera Pasifik Tropis bagian tengah dan timur.
Besarnya anomali SST ini menunjukan besarnya kekuatan fenomena El-nino dan
La nina. SST. Nino 3.4 merupakan salah satu indikator yang berkaitan dengan
berbagai fenomena ENSO El-nino dimana peristiwa ini ditandai dengan anomaly
Berdasarkan grafik yang didapat dapat diketahui nilai Nino 3.4 dan
AnoCatch di perairan Jembrana yaitu nilai Nino 3.4 tertinggi terdapat pada bulan
November 2016 dengan value 2,57 dan nilai Nino 3.4 terendah terdapat pada
bulan Januari 2019 dengan value 0,86. Sedangkan nilai AnoCatch tertinggi pada
bulan Agustus 2014 dengan value 7069.1052dan nilai AnoCatch terendah pada
42
bulan Januari 2018 dengan value -1681,2572. Nilai anocatch nilai tertinggi pada
bulan November tahun 2020 dengan nilai 2167.40 dan nilai terendah pada bulan
Oktober tahun 2017 dengan nilai -1937.60. Berdasarkan data analisis yang didapat
hubungan korelasi antara Nino 3.4 dengan AnoCatch adalah 0.4336699. Dari nilai
tersebut dapat disimpulkan bahwa antara SOI dan Ano Catch memiliki korelasi
yang sedang. Nilai negatif pada tabel menunjukkan bahwa hubungnan yang terjadi
Column Column
1 2
Nino 3.4 1
AnoCatch 0.43367 1
43
4.11 Hasil Analisis SPSS Suhu, Klorofil, DMI, SOI, dan Nino 3.4 dengan Hasil
Tangkapan
a. Correlation Matrix
Pengolahan data hubungan korelasi Suhu, Klorofil, DMI, SOI, dan NINO
3.4 terhadap hasil tangkapan dengan aplikasi SPSS, Ditunjukan pada tabel
correlation matrix dibawah ini.
Table correlation matrix.
Tabel 12. Hasil Perhitungan Correlation Matrix
Correlation Matrixa
a. Determinant = .399
44
b. KMO dan Bartlett’s Test
Dari hasil analisis parameter oseanografi dengan hasil tangkapan didapatkan
correlation matrix dengan Determinant 0.399. sehingga dapat disimpulkan bahwa
0.399 mendekati nol yang berarti korelasi antar variabel saling terkait.
Table KMO dan Bartlett’s Test
Tabel 13. Hasil Perhitungan KMO and Bartlett's Test
KMO and Bartlett's Test
Sig. .000
45
c. Anti-Image-Matrices
Tabel-Anti-Image-Matrices
Tabel 14. Hasil Perhitungan Anti-image Matrices
Anti-image Matrices
46
d. Communalities
Tabel Communalities
Tabel 15. Hasil Perhitungan Communalities
Communalities
Initial Extraction
berpengaruh terhadap batas bawah termoklin, semakin tinggi curah hujan maka
besarnya nilai IOD berpengaruh terhadap variabilitas kedalaman batas atas dan
batas bawah termoklin. Semakin tingginya nilai anomali SST di NINO3.4 dan
semakin besar nilai IOD (+) maka batas atas termoklin akan semakin dangkal
dan batas bawahnya makin dalam. Data-data lain yang digunakan sebagai
pendukung yaitu data ENSO (nilai SOI dan anomali SST di NIÑO3,4), indek IOD
angin bulanan dari NCEP dan curah hujan dari BMG semua data tersebut
47
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
semakin banyak pula ikan di daerah tersebut. Kita juga dapat mengetahui
cuaca.
ArcGIS untuk mengetahui koordinat wilayah yang ingin dicari SPL atau
klorofilnya. Setelah itu, data diolah di Microsoft Excel untuk mengetahui rata-
ratanya. Lalu data yang telah diolah di Microsoft Excel kemudian diolah di
SPSS untuk dianalisis seberapa kuat faktor-faktor yang ada pada perairan
wilayah perairan tersebut. Sesuai dengan data yang diolah maka, jika suhu
rendah, maka hasil tangkapan tinggi. Dan ketika suhu tinggi maka hasil
tangkapan akan rendah. Jika nilai Klorofil rendah, maka hasil tangkapan tinggi.
Dan ketika nilai Klorofil tinggi maka hasil tangkapan akan rendah. Jika Dipole
Mole Index rendah, maka hasil tangkapan tinggi. Dan ketika DMI tinggi maka
48
hasil tangkapan akan rendah. Jika nilai SOI naik, maka hasil tangkapan juga
naik. Dan ketika SOI turun maka hasil tangkapan akan rendah. Jika Nino 3.4
mengalami kenaikan, maka hasil tangkapan akan turun. Dan ketika Nino 3.4
5.2 Saran
November 2021 sudah cukup baik. Namun alangkah baiknya, jika asisten ketika
dalam video dengan suara yang lebih jelas, agar praktikan bisa mengikutinya
dengan lebih baik dan tidak ketinggalan, untuk kedepannya semoga bisa menjadi
49
DAFTAR PUSTAKA
Anisa, K., 2015. Analisis Hubungan Curah Hujan dan Indikator El-nino Southern
Oscillation di Sentra Produksi Padi Jawa Timur dengan Pendekatan
Copula. Jurnal Sains dan Seni ITS, 4(1): 2337-3520.
Ardhitama, A. and Sholihah, R., 2013. Model Simulasi Prakiraan CH Bulanan Pada
Wilayah Riau dengan Menggunakan Input Data SOI, SST, NINO 3.4, dan
IOD. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 14(2): 95-104.
Cahyarini, S.Y. 2011. Rekonstruksi Suhu Permukaan Laut Periode 1993 – 2007
Berdasarkan Analisis Kandungan Sr/Ca Koral dari Wilayah Labuan Bajo,
Pulau Simeulue. Jurnal Geologi Indonesia. 6(3): 129 -134.
Efendi, U., Hidayat, A.M. dan Agustina L. 2017. Pengaruh Fluktuasi Nilai Indeks
Osilasi Selatan (SOI) Terhadap Parameter Suhu, Tekanan, Dan
Kelembapan Udara Di Semarang. Prodi Meteorologi, Prodi Klimatologi
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
Fadholi, A. (2013). Studi dampak el nino dan indian ocean dipole (IOD) terhadap
curah hujan di Pangkalpinang. Jurnal Ilmu Lingkungan. 11(1) : 43-50.
Kunarso, Safwan Hadi, Nining Sari Ningsih, Dan Mulyono. S. Baskoro. 2012.
50
Perubahan Kedalaman Dan Ketebalan Termoklin Pada Variasi
Kejadian Enso, Iod Dan Monsun Di Perairan Selatan Jawa Hingga Pulau
Timor. Jurnal Ilmu Kelautan. 17 (2) 87-98.
Kurniawan, M., M.N. Habibie., dan D.S. Permana. 2012. Kajian Daerah Rawan
Gelombang Tinggi Di Perairan Indonesia. Jurnal Meteorologi Dan
Geofisika. 13(3) : 201-212.
Laila,K. 2018. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Permukaan Ditinjau Dari
Oseanografi Pada Pagi, Sore dan Malam Hari Diteluk Tapian Nauli Kota
Sibolga Tapanuli Tengah.
Malinda, A., Efendi, U., Agustina, L. and Winarso, P., 2018. Korelasi Indeks NINO
3.4 dan Southern Oscillation Index (SOI) dengan Variasi Curah Hujan Di
Semarang. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 19(2): 75-81.
Najib, M. K., dan S. Nurdiati. 2021. Koreksi Bias Statistik pada Data Prediksi Suhu
Permukaan Air Laut di Wilayah Indian Ocean Dipole Barat dan
Timur. Jambura Geoscience Review. 3(1): 9-17.
Natalia, E. H., Kunarso, K., & Rifai, A. (2015). Variabilitas Suhu Permukaan Laut
Dan Klorofil-a Kaitannya Dengan El nino Southern Oscillation (Enso) Dan
Indian Ocean Dipole (Iod) Pada Periode Upwelling 2010-2014 Di Lautan
Hindia (Perairan Cilacap). Journal of Oceanography, 4(4), 661-669.
Nufus, H., S. Karina dan S. Agustina. 2017. Analisis Sebaran Klorofil-A dan
Kualitas Air di Sungai Krueng Raba Lhoknga, Aceh Besar. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 2(1) : 58-65.
Nurmala, E., E. Utami dan Umroh. 2017. Analisis Klorofil-a di Perairan Kurau
Kabupaten Bangka Tengah. Jurnal Sumberdaya Perairan. 11(1) : 61-68.
Prayogo, L. M. dan A. S. Natul. 2021. Pemetaan Suhu Permukaan Laut (SPL) dan
Karakteristik Pasang Surut di Perairan Pulau Bali, Indonesia. Jurnal Laot
Ilmu Kelautan. 3(1) : 1-12.
Rahayu N.D., Bandi S., Nurhadi B. 2018. Analisis Pengaruh Fenomena Indian
Ocean Dipole (Iod) Terhadap Curah Hujan Di Pulau Jawa. Jurnal Geodesi
Undip. 7(1): 57-67.
51
Ratnasari, S. L., S. A. Harahap, Sunarto, N. P. Purba, W. S. Pranowo. 2017.
Variabilitas Enso Terhadap Arus Pusaran Dan Sebaran Ikan Cakalang
(Katsuwonus Pelamis) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan 713. Jurnal
Harpodon Borneo. 10 (2): 23-37
Ratnawati, H. I., R. Hidayat, A. Bey, T. June. 2017. Upwelling di Laut Banda dan
Pesisir Selatan Jawa serta hubungannya dengan ENSO dan IOD. Omni-
Akuatika. 12(3): 119-130.
Ratnawati, H.I., R. Hidayat, A. Bey, T. June. 2016. Upwelling di Laut Banda dan
Pesisir Selatan Jawa serta Hubungannya dengan ENSO dan IOD. Omni-
Akuatika, 12 (3): 119 – 130
Setyadji, B. dan K. Amri. 2017. Pengaruh Anomali Iklim (ENSO dan IOD) Terhadap
Sebaran Ikan Pedang (Xiphias Gladius) di Samudera Hindia Bagian
Timur. Jurnal Segara. 13(1) : 49-63.
Sidik, A., Agussalim, A. dan Ridho, R., 2014. Akurasi Nilai Konsentrasi Klorofil-A
dan Suhu Permukaan Laut Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di
Periairan Pulau Alanggantang Taman Nasional Sembilang. MASPARI
JOURNAL, 7(2): 25-32.
Suherman, A., dan A. Dault. 2019. Dampak sosial ekonominya pembangunan dan
pengembangan pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Pengambengan
Jembrana Bali. 4(2) : 24-32
52
Supriyadi, Slamet. 2015. Prediksi total hujan bulanan di Tanjungpandan
menggunakan persamaan regresi dengan preiktor SST Nino 3.4 dan India
Ocean Dipole (IOD). Jurnal Matematika Saint dan Teknologi. 16(2):16.
Tjahjono, B., Barus, B. dan Darojati, N.W. 2017. Hubungan Indeks Osilasi Selatan
dan Indeks Curah Hujan terhadap Kejadian Kekeringan di Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat, Indonesia . Journal of Regional and Rural
Development Planning. 1(1):64-73.
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 2. Langkah Kerja
1. Masuk ke website https://oceancolor.gsfc.nasa.gov/
55
3. Sesuaikan kategori yang diinginkan kemudian “Extract or Download L3 Data”
4. Klik Download
56
5. Pada laman browser aka muncul link seperti ini kemudian copy link tersebut
57
7. Saat Redirecting tunggu sampai download berjalan hingga selesai
58
9. Cari data yang telah di download tadi kemudian Open Producy
59
11. Maka tampilan akan seperti ini
60
13. Sesuaikan kotak potong dengan wilayah Indonesia lalu OK
61
15. Klik Raster > Reproject…
62
17. Ubah menjadi TIFF dan pilih lokasi penyimpanan kemudian OK
18. Klik OK
63
19. Buka ArcGis
64
21. Cari File TIFF dari SeaDAS dan klik Add
65
23. Klik Arc Toolbox
66
25. Pili SST TIFF
67
27. Pilih lokasi penyimpanan
68
29. Klik OK
69
31. Peta akan terpotong seperti di bawah
70
33. Peta akan membesar
71
35. Ganti Label Values dan Color Ramp
36. Klik OK
72
37. Pada Arc Toolbox pilih Conversion Tool > From Raster > Raster To Point
73
39. Pilih lokasi penyimpanan
74
41. Klik OK
75
43. Pada Arc Toolbox pilih Features > Add XY Coordinates
76
45. Tunggu hingga proses selesai
77
47. Klik Option > Export
78
49. Beri nama dan OK
50. Klik No
79
51. Selesai
80
53. Buka hasil Export dari ArcGis
81
55. Hapus kolom Point
82
KRIGING di ARCMAP
1. Buka aplikasi ArcGis, klik File pilih Add Data, Add XY Data
2. Masukkan data SST atau Chlor. Isi klik Z Field dengan rata ratanya. Pada kolom
Descriptive diisi WGS 1984
83
3. Klik kanan pada data file manager, pilih Data klik Export Data
84
5. Buka Arctoolbox, 3D Analyst tools, Raster Interpolation dan pilih Kriging. Input diisi
seperti di bawah. Z value diisi rata rata data, dan simpan di tempat yang diinginkan
pada kolom output
6. Apabila berhasil, terdapat tanda centang hijau di bawah kanan. Hasilnya akan seperti
di bawah ini
85
7. Klik kanan pada hasil Kriging, pilih Properties
8. Pilih Symbology, ubah Classes menjadi 5. Ubah warna dari merah ke biru dan flip
Color
86
9. Hasilnya akan seperti gambar di bawah ini
87
11. Masukkan data peta Indonesia dengan format shp
88
13. Lakukan layouting sampai selesai. Seperti gambar di bawah ini
89
15. Salin hasil copy dari data Catch dan rata rata
16. Pada kolom AnoCatch, gunakan rumus =data catch-rata rata. Lakukan hal yang
sama pada sheet Chlor, AnoChlor, Temp dan AnoTemp
90
17. Paste hasil AnoTemp di sheet AnoTemp dan hasil AnoCatch di sheet AnoCatch
18. Blok semua data, kemudian klik Insert, pilih Insert Line or Area Chart, klik yang 2D
(Line)
91
19. Klik kanan pada area grafik, pilih Format Chart Area
92
21. Klik Label, ubah Label Position menjadi Low.
93
23. Pada Series Option, pilih Secondary Axis. Hasilnya akan seperti gambar di bawah
94
25. Pilih Combo, dan pilih yang nomer dua yaitu Clustered Coulumn – Line on Secondary
Axis
95
27. Pilih Data, Data Analysis, pilih Corellation
28. Masukkan input Range dengan mengeblok data AnoTemp dan AnoCatch. Dan pilih
Outputnya
96
29. Hasil korelasi
30. Beri interpretasi pada grafik dan table hasil korelasi. Lalukan hal yang sama pada
saat menyalin data AnoCatch, DMI, SOI, dan Nino 3.4 pada sheet yang lainnya dan
lakukan data analisis membuat grafik serta korelasi dengan cara yang sama
97
31. Salin hasil data pada sheet All Data
98
PENGOLAHAN DATA PADA SOFTWARE SPSS
32. Buka aplikasi SPSS.
99
35. Masukkan Data Catch pada Selection Variable, sisanya masukkan pada Variable
100
37. Pada Extraction, centang Number of Factor, isi angka 5
101
39. Klik Value lalu Cancel. Klik OK
102
41. Klik Analyz, pilih Data Reducyion, klik Factor lagi
103
43. Hasilnya seperti di bawah
104
Lampiran 3. Peta Sebaran Suhu Permukaan Dan Klorofil-A Mei 2019 - Februari 2020
105