Anda di halaman 1dari 6

KELOMPOK 9

Disusun Oleh : 1. Septia Fatekha Sari

2. Shofy Fajeri Thoyibah Alda

Kelas : 3D

Prodi : Pendidikan Bahasa Arab

Mata Kuliah : Fiqih Lughah

LEKSIKOLOGI BAHASA ARAB

A. Pengertian Leksikologi dan Leksikografi

Secara etimologis, leksikologi berasal dari kata lexicon yang berarti kata atau kosa kata,
dan logos yang berarti ilmu. Leksikoggrafi berasal dari kata lexicon ‘kata atau kosa kata’, dan
graphein, yang bermakna menulis. Ahli bidang leksikologi disebut leksikolog sedangkan ahli di
bidang leksikografi dikenal dengan sebutan leksikograf.

Menilik tugasnya, leksikologi merupakan ilmu bahasa yang bersifat teoritis, sedangkan
leksikografi merupakan ilmu bahasa yang bersifat terapan atau praktis.

Leksikologi ialah bidang ilmu bahasa yang mempelajari kosa kata yang menjadi landasan teoritis
bagi leksikografi, yakni ilmu tentang cara penyusunan kamus (Doroszewski, dalam Suryani NS
2009).

B. Sejarah Leksikografi Arab

Sebuah bahasa, termasuk bahasa Arab, pada awalnya bermula dari bahasa lisan (Lughah
al-Nutq) yang digunakan para pemakai bahasa untuk berkomunikasi dengansesamanya, sebelum
pada tahun selanjutnya, bahasa itu dimodifikasi atau dibukukandalam bentuk bahasa tulis (Lughah
Kitabah) . Asumsi ini diperkuat dengan buktirealististis yang menunjukkan betapa banyak bahasa
yang telah berkembang lalu punah
karena belum dikodifikasidalam catatan. Hal itu disebabkan manusia yang belummengenal budaya
tulis-menulis sehingga bahasa lisan mereka lenyap bersamaan denganeksistensi peradaban
mereka, seperti, bahasa Akkad, atau Babylonia, bahasa Aram, dansebagainya.Selain alat
komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai alat berfikir atau media nalar bagi
pemakai bahasa itu sendiri. Perkembangan sebuah bahasa mengikuti perkembangan pemikiran
para pengguna bahasa. Sedang manusia, ia tidak akan mampu menghafal danmengembangkan
seluruh kata dari bahasanya sekalipun ia memiliki tingkat kecerdasanyang tinggi. Oleh sebab itu,
terkadang seseorang tidak mampu mengingat sebuah kataatau kesulitan untuk menyebut kosakata
yang sesuai dengan yang ia inginkan tugas peletakkan tata bahasa Arab dalam bentuk sistematis
adalah Abul Aswad al-Du‟ali (69 H/689 M). Dia adalah seorang tabi’in (generasi kedua muslim),
dan pernah menyertai Ali bin Abu Thalib, khalifah keempat,dalam perang shiffin. Abul Aswad al-
Du‟ali juga bertanggung jawab merancang tanda-tanda vokalisasi, yang ditentukan oleh status tata
bahasa kata-kata dan membentuk indeksstatus itu. Tanda-tanda vokalisasi pertama yang dipakai
dalam bahasa Arab adalah yang dipakai dalam Syiria dan kemudian dipakai bahasa Ibrani: satu
titik di atas untuk
“a” pendek dari objek langsung; dan satu titik dibawah huruf itu untuk “u” nominatif; dansatu
titik dibawah huruf itu untuk menunjukkan bunyi “i” penghabisan dari objek yang tidak langsung.

Kasus yang menandai nomina atau yang sejenisnya sebagai pokok kalimat (subjek); bentuk kata
benda yangtimbul sebagai subjek; bagian kata benda dari suatu predikat atau sebagai keterangan
pada bagian kalimat.

Sistem di atas tidak bertahan lama. Sebelum abad pertama periode Islam berlalu,diperkenalkan
tanda-tanda yang sekarang dipakai. Pada masa ini juga tanda-tanda ini ditetapkan untuk
menunjukkan hubungan antara dua kata atau pemisah mereka, penggandaan kosakata, dan titik-
titik untuk membedakan huruf-huruf yang bentuknyasama. Pada masa al-Hajjaj, gubernur Irak dan
provinsi-provinsi timur, proses ini selesai.Dialah yang memasukkannya ke dalam tulisan al-
Qur‟an pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (66-86 H/685-705 M).Para khalifah
Umawi mendorong rakyatnya yang berbakat untuk meletakkan
fondasi bahasa Arab. Mereka memberi hadiah kepada siapa saja yang rancangannya bernilai.Buku-
buku al- Asma‟i tentang hewan dan tumbuhan bukanlah karya zoologi atau botani. Tetapi, risalah
linguistik yang mengidentifikasi, menganalisis, dan mengklasifikasikannama hewan dan
tumbuhan serta penggunaannya. Karya-karya itu merupakan kosakatakhusus, dimana kata disusun
berdasarkan maknanya bukan ejaannya. Disinilahdimulainya penyusunan kamus-kamus bahasa
Arab dengan pendekatan makna atau kamus ma‟ani. Orang Arab menciptakannya beratus-ratus
sehingga meletakkan dasar bagilinguistik Arab. Disamping karya al-Asma‟i, yang paling terkenal
adalahFiqh al-Lughahkarya al-Tsa‟labi dan Ibnu Sidah dengan karyanya,al-Mukhashshash.

Memasuki era Abbasiyah, kemunculan kamus-kamus ma‟ani mulai berkurang seiring dengan
perkembangan ilmu-ilmu metodologis Islam, seperti nahwu, fiqih, tafsir, ilmuhadits, dan
sebagainya. Di era Abbasiyah, penyusunan kamus-kamus bahasa Arab mualimenggunakan
sistematika leksikografi tertentu yang lebih mengedepankan kata daripadamakna, sehingga
muncul kamus-kamus alfadz.Guru bahasa Arab dan leksikolog paling awal dan mungkin terbesar
adalah Khalil binAhmad al-Farahidi, guru Sibawaih. Khalil adalah ahli tata bahasa terbesar dan
sastra abadkedua hijriyah. Dia menemukan, membuat teori, dan menetapkan mode ritmis puisi
Arabdan menamainya. Kamusnya,al-‘Ain, kamus pertama kata Arab dan kitab tata bahasa(sintaks)
dia mensurvei serta menemukan kata-kata dalam bahasa Arab serta menemukan1.235.412 kata.

C. Definisi mu'jam Arabic

Kata-kata al-Mu`jam terambil dari asal kata al-`ujm yang secara literal berarti bukan orang
Arab atau orang yang tidak fasih berbicara, sekalipun ia keturunan Arab.2 Ibnu Jinni dalam
kitabnya Sirr Sina`ati al-I`rab, sebagai yang dikutip Emil Ya`qub, mengatakan bahwa ‫ )ع ج م‬yang
menjadi dasar kata mu`jam ) dalam kalam Arab dipakai untuk menunjukkan makna al-ibham dan
al-ikhfa` yaitu tidak jelas dan menyembunyikan. Ia merupakan akronim (lawa kata) dari al-bayan
dan al-ifsah. Adapun makna al-mu`jam menurut istilah yang digunakan orang Arab adalah suatu
kitab yang menghimpun sejumlah mufradat atau kata-kata sesuatu bahasa dan diiringi dengan
penjelasannya atau tafsiran maknanya, materi-materinya disusun sedemikian rupa, adakalanya
berdasarkan urutan huruf hijaiyah dan adakalanya berdasarkan topik. Atas dasar pengertian
tersebut, maka tidak mengherankan bila ada yang mengatakan bahwa al-mu`jam identik (searti)
dengan kata-kata al-qamus (Indonesianya: kamus), bahkan sekarang kata-kata qamus telah
lebih populer dari kata-kata mu`jam sendiri, karena banyak pengarang mu`jam yang menamakan
karya mu`jam mereka dengan qamus.Kata-kata qamus sendiri pada dasarnya bermakna al-bahr
atau al-bahr al-muhit yaitu laut atau laut yang luas. Para pengarang Arab terdahulu sering
menamakan karya mereka (di bidang ini) dengan nama al-bahr (laut) atau dengan sifat yang
dimilikinya seperti al-muhit (yang meliputi / yang luas). Ibnu `Ibad (938-995 M.) misalnya telah
menamai mu`jamnya dengan al-muhit; Ibnu Sa’idah (1007-1066 M.) menamai mu`jamnya dengan
al-Muhkam wa al-Muhit al-A`zam, sebagaimana juga al-Shaghani telah menamai mu`jamnya
dengan Majma` al-Bahrayn. Lalu muncul Fairozabadi (1329-1415 M.) dengan karya
Ensiklopedianya yang diberinya nama dengan Al-Qamus al-Muhit.Dengan demikian Fairozabadi
terlihat merupakan orang yang pertama kalinya menggunakan kata-kata qamus sebagai kata lain
untuk mu`jam. Dengan demikian, kata mu`jam bisa kita artikan sebagai kamus atau ensiklopedi.
Selain dua kata

D. Jenis jenis mu'jam Arabic

Dalam berbagai literatur yang berkaitan dengan bidang kajian linguistik Arab khususnya
tentang mu`jam, kita akan menemukan bahwa jenis-jenis mu`jamitu banyak sekali, namun
menurut Emil Ya`qub bahwa jenis mu`jam yang terpenting ada delapan macam, yaitu: mu`jam
lughawi, mu`jam tarjamah, mu`jam mawdu`i, mu`jam isytiqaqi, mu`jam tatawwuri, mu`jam
takhassus, mu`jam al-mu`allamat yang disebut juga dengan da’irah al-ma`arif dan terakhir adalah
mu`jam al-musawwar. Emil Ya`cub lebih lanjut menjelaskan dalam karyanya itu mengenai
pengertian dari setiap jenis mu`jam tersebut, sehingga akan terlihat perbedaan antara masing-
masing mu`jam, hanya saja di dalam penjelasannya ia tidak menyebutkan secara eksplisit tentang
kelebihan maupun kelemahan dari masing-masing mu`jam. Namun demikian, secara inplisit dari
uraiannya tentang setiap mu`jam itu dapat kita pahami bahwa setiap jenis mu`jam terlihat ada
kelebihan dan kelemahannya, sebagai contoh misalnya jenis mu`jam takhassus dimana
kelebihannya antara lain ia menghimpun sejumlah mufradat yang berkaitan dengan bidang ilmu
tertentu, kemudian di dalamnya dijelaskan tentang makna setiap lafaz dan istilah sesuai
penggunaannya di bidang ilmu yang bersangkutan, namun ketika kita bawa lafaz tertentu yang ada
di dalamnya itu ke dalam bidang ilmu lain, maka makna kata atau istilah tersebut terkadang belum
tentu sesuai.

E. Aliran leksikologi Arab

Sebelum era Dinasti Abbasiyah, bangsa Arab, terutama umat islam, belum banyak yang
mengenal pentingnya kodifikasi bahasa atau penyusunan kamus-kamus bahasa arab. Paling tidak,
menurut Imel badi’ Ya’qub, ada 3 faktor yang menyebabkan kenapa bangsa Arab belum atau
terlambat dalam hal penyusunan kamus.
Pertama, Mayoritas bangsa Arab masih ummy (buta huruf) sebelum Islam datang di Jazirah Arab,
bangsa Arab yang bisa membaca dan menulis dapat dikatakan sangat minim. Nabi Muhammad
SAW sendiri menyatakan, dan al-Qur’an menegaskan, apa yang telah diketahui orang-orang pada
zamannya, yaitu bahwa beliau buta huruf, dan tak mungkin dapat menyusun Al-Qur’an. Memang,
pada era wahyu al-Qur’an diturunkan, mayoritas sahabat Nabi juga tidak banyak yang mampu
membaca dan menulis. Kenyataan ini yang menyebabkan masyarakat bangsa Arab kurang
memperhatikan masalah kodifikasi bahasa mereka. Apalagi untuk mengumpulkan makna kosakata
dan menulisnya dalam bentuk kamus.

Kedua, Tradisi nomadisme dan perang. Di dalam Jazirah Arab, penduduknya tidak pernah
menetap. Perpindahan dari tanah pertanian ke padang rumput dan dari padang rumput ke tanah
pertanian terus terjadi dan menjadi ciri setiap fase sejarah jazirah. Selain tradisi nomadisme,
penduduk jazirah Arab kerap kali berperang antar suku dan golongan. Tradisi nomadisme dan
perang menjadi sebab utama bangsa Arab untuk kurang memperhatikan tradisi baca tulis
dikalangan mereka.

Ketiga, lebih senang dengan bahasa lisan. Tak dapat dipungkiri jika bangsa Arab sangat fanatik
dengan bahasa lisan. Mereka lebih mengagungkan tradisi muhadatsah. khitabah dan syair.
Barangkali, secara geografis, wilayah gurun yang sepi dan kebiasaan migrasi juga berperan
menciptakan tradisi sastra dikalangan mereka.

Ketiga faktor diatas mengakibatkan bangsa Arab sangat tertinggal dengan bangsa lain dalam hal
kodifikasi bahasa atau penyusunan kamus-kamus berbahasa Arab. Sekalipun demikian, bukan
berarti sebelum era dinasti Abbasiyah, bangsa Arab sama sekali tidak mengenal kamus, sebab
leksikologi dalam arti ilmu yang berusaha mengungkap makna-telah menjadi perbincangan di
jazirah Arab. Ide-ide leksikon itu semakin berkembang pesat dikalangan bangsa Arab, terutama
umat Islam, seiring dengan aktifitas mereka dalam usaha memahami dan menginterpretasikan
ayat-ayat suci al-Qur’an. Salah satu buktinya adalah riwayat Abu Ubaidah dalam al-Fadhail dari
Anas bahwa ketika Khalifah Umar bin Khaatab ra. (584-644 M) berkhutbah diatas mimbar, beliau
membaca ayat : ‫“ وأبّا وفاكهة‬Dan buah-buahan serta rumpu-rumputan” Lalu,Umar berkata:”Arti kata
fakihah (buah) telah kita ketahui, tetapi apakah makna kata abb pada ayat tersebut?”. Ibnu Abbas
ra. Juga pernah mempertanyakan makna dari kata “Fatir” dalam firman Allah SWT surat Fatir ayat
1.Untuk mencari tahu makna kata tersebut, Ibnu Abbas ra. rela masuk ke daerah-daerah pelosok
desa di wilayah Arab Badui yang dikenal masih memiliki kebahasaan yang asli. Kala itu, Ibnu
Abbas melihat 2 orang di dusun yang sedang bertengkar tentang masalah sumur, salah seorang
berkata: “Ana Fathartuha” (maksudnya, sayalah yang pertama kali membuatnya). Dengan
peristiwa ini, akhirnya Ibnu Abbas bisa memahami bahwa tafsir dari kata fathir berarti “pencipta”.

Anda mungkin juga menyukai