Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Munculnya Istilah “Fiqh Al-Lughah” serta Perkembangannya di Kalangan


Linguist Arab dan Pembahasan tentang Pendekatan dalam Studi
Linguistik

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Fiqh Al-Lugah

Dosen Pengampu : Muhammad Hasyim, MA

Disusun oleh :

KELOMPOK II
Arfain Nur Salman
Hafidh Anggar Wisasono
Muhammad Wildan Al Abrori (200301110011)

Program Studi Bahasa dan Sastra Arab

Fakultas Humaniora

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang


Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam karena atas
izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa
pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul “Munculnya Istilah “Fiqh Al-Lughah” serta
Perkembangannya di Kalangan Linguist Arab dan Pembahasan tentang Pendekatan dalam
Studi Linguistik” bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Al-Lughah. Pada
makalah diuraikan tentang asal mula munculnya istilah “Fiqh Al-Lughah”, perkembangan
Fiqh Al-Lughah di kalangan ahli bahasa Arab, dan pendekatan dalam kajian kebahasaan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta
membantu penyelesaian makalah ini. Besar harapan penulis agar makalah ini bisa menjadi
rujukan peneliti selanjutnya. Penulis juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan.
Kritik yang terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang
membantu penyusunan dan membaca makalah ini.

Kediri, 2 Desember 2020

Penulis
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah lafadz-lafadz yang diungkapkan suatu kaum untuk menunjukkan
maksud mereka. Inilah definisi bahasa yang sering didengar dalam buku-buku Arab
yang menjelaskan arti dari bahasa, yaitu sebuah ungkapan yang menunjukkan maksud
yang dikehendaki oleh seseorang. Diantara bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa Arab.
Jadi tidak heran setelah datangnya Rasulullah SAW yang membawa al -Qur’an,
baik para ilmuan dahulu seperti Ibnu Jinny, Ibn Faris, juga As-sya’laby maupun para
ilmuan modern seperti Abdul Wafi yang mengkaji bahasa sebagai sesuatu yang sangat
fundamental. Mereka menamakan kajiannya dengan nama fiqh al-lughah, karena
kajiannya tidak hanya mengkaji bahasa secara internal, namun juga secara eksternal
mengenai aspek budaya serta sastranya. kajian bahasa yang tujuannya lebih luas dari
hanya sekedar mempelajari bahasa itu sendiri. Karena pada saat itu tidak ada yang bisa
menandingi keindahan bahasa dalam al- Qur’an. Yang mana saat itu mereka menjadikan
al- Qur’an sebagai sumber ilmu-ilmu pengetahuan. Jadi mengkaji yang berkaitan dengan
bahasa adalah sesuatu yang penting.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya istilah “Fiqh Al-Lughah”?
2. Bagaimana perkembangan Fiqh Al-Lughah di kalangan Linguist Arab?
3. Bagaimana pendekatan Fiqh Al-Lughah dalam studi Linguistik?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah munculnya istilah “Fiqh Al-Lughah.”
2. Untuk memahami proses perkembangan Fiqh Al-Lughah di kalangan Linguist Arab.
3. Untuk memahami pendekatan Fiqh Al-Lughah dalam studi Linguistik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Istilah Fiqh Al-Lughah


Sebenarnya semenjak dari masa  yang paling awal dalam sejarah studi bahasa di
kalangan Arab telah muncul beberapa istilah yang merupakan nama atau sebutan bagi
kajian-kajian kebahasaan ini dalam bentuk khususnya. Sebagian istilah tersebut
terkadang masih terpakai hinggga sekarang meski dengan metodologi yang berbeda.
Diantara istilah-istilah yang popular dalam kajian kebahasaan di kalangan Arab dahulu
adalah al-lughah, al-nahwu, al-arabiyah. Seperti diketahui bahwa para ulama muslim
Arab terdahulu pertama sekali menyebut aktivitas mengoleksi dan mengumpulkan
kosakata-kosakata Arab (al-mufradat al-arabiyah) dengan beberapa sebutan, yang paling
lama adalah al-lughah. Jadi yang mereka maksud dengan istilah al-lughah atau ilmu al-
lughah itu adalah ilmu khusus mengoleksi atau mengumpulkan kosakata-kosakata bahasa
Arab, kemudian mereka menganalisa kosakata tersebut sedemikian rupa termasuk
mengenai makna-maknanya. Hal ini mereka lakukan terutama terhadap kosakata-
kosakata Al-Qur’an yang mereka anggap aneh atau asing yang sulit mereka fahami.
Seperti yang pernah dilakukan Ibn Abbas (w. 68 H) ketika dia memfokuskan
perhatiaannya kepada kosakata-kosakata aneh  atau asing (al-gharib atau foreign words)
yang ada dalam al-Qur’an sehingga lahirlah kitabnya gharib al-Qur’an.
Orang-orang yang melakukan kegiatan itu mereka sebut dengan al-Lughawi yakni
orang yang mengerti dan menguasai sekelompok besar kosakata, terutama yang terkait
dengan kosakata yang aneh (gharib) atau bisa juga mereka yang menulis mu’jam
(kamus).
Berdasarkan pengertian itu maka Sibawaih tidak bisa disebut dengan al-
lughawi akan tetapi al-nahwi, sementara al-Khalil adalah al-lughawi karena dia telah
menulis mu’jam al-‘Ain, dan demikian juga Ibn Duraid karena dia telah menulis mu’jam
Jamharah al-lughah, termasuk dalam kategori ini al-Jauhari karena dai menulis Tahzib
al-Lughah. Pengertian seperti ini kemudian berlangsung beberapa abad lamanya di
kalangan arab.
Di samping itu,  sesungguhnya para ulama terdahulu juga membedakan antara apa
yang mereka sebut dengan istilah al-lughah dan istilah al-‘arabiyah, yang mereka
maksud dengan istilah al-arabiyah adalah an-nahwu dan istilah al-lughah adalah fiqh
lughah. Dalam perkembangan selanjutnya istilah an-nahwu untuk menunjukkkan  nama
dari ilmu ini, dan al-nahwi untuk menunjuk orang yang menguasai ilmu ini, terkadang
sering digandengkan dengan ilmu lain yaitu al-sharf. Dalam khazanah bahasa Arab
masing-masing ilmu tersebut memiliki medan kajian sendiri-sendiri akan tetapi sering
digandengkan dalam penyebutannya,yakni ilmu al-Qawai’d.
Pada abad ke IV H muncullah istilah teknis baru dalam wacana keilmuan Arab
yakni fiqh lughah. Hal ini disebabkan karena Ibn Faris (w. 395 h), menulis sebuah buku
yang berjudul Al-Shahibi fi Fiqh Al-Lughah wa Sunan Al-Arabiyah fi Kalamiha. Karya
inilah untuk pertama kalinya yang menggunakan istilah fiqh lughah dalam khazanah
keilmuan Arab (al-turats al-arabi). Kemudian datang pula al-Tsa’alibi (w. 429
H)menggunakan istilah yang sama pasca ibn Faris. Dia seorang ahli bahasa  dan sastra
dan menulis bukunya dengan judul Fiqh al- lughah wa Sirr al-Arabiyah. Kedua buku
tersebut secara umum sama-sama membahas problematika al-alfaz al-arabiyah, maka
tema besar fiqh lughah bagi mereka berdua adalah ma’rifah al-alfaz al-arabiyah wa
dilalatuha (studi terhadap kosakata Arab dan maknanya), tashnif hadzihi fi
maudhu’at (mengklasifikasikannya ke dalam topik-topik tertentu) dan segala sesuatu
yang terkait dengan itu.
Kitab ibn Faris memuat beberapa permasalahan teoritik seputar bahasa. Diantara
yang popular darinya ialah persoalan kemunculan bahasa (nasy’at al-lughah) atau dalam
linguistik modern sekarang disebut the origin of language. Ketika para ulama bertikai
tentang masalah tersebut, sebagian menganggap bahwa bahasa bersifat konvensional atau
ketetapan bersama antara sesama masyarakat (‘urfan ijtima’iyyan), maka ibnu Faris
datang membantah pendapat itu dengan mengajukan teori Tauqifi atau berdasarkan
wahyu yang diturunkan dari langit. Akan tetapi topik mengenai keterkaitan bahasa
dengan wahyu ini tidak terkait dalam kajian ilmu linguistik modern.
Istilah Fiqh Lughah merupakan murni istilah Arab yang terdiri dari dua kata yakni
fiqh dan al-lughah. Secara etimologi fiqh itu berasal dari bahasa Arab al-fiqh yang berarti
al-fahm (pemahaman). Di dalam sebuah hadits ditemukan pula kata yang seakar
dengannya seperti hadits berikut :

‫من أراد اهلل به خريا يفقه ىف الدين‬


Artinya : Siapa yang diinginkan Allah kebaikan padanya maka Ia akan   memberinya
pemahaman yang dalam terhadap agama.
Di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat yang menggunakan kata yang sama dengan
kata tersebut, seperti yang terdapat dalam ayat berikut ini :
‫وما كان املؤمنون لينفروا كافة فلوال نفر من كل قرية منهم طائفة ليتفقهوا ىف الدين ولينذروا قومهم إذا‬

‫رجعوا إليهم لعلهم حيذرون‬


Artinya : Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa beberapa orang dari tiap-tiap golongan di antara mereka
tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama agar mereka bisa
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.9 :122)
Adapun secara terminologis, para ulama klasik tidaklah memberikan defenisi
kongkret menyangkut istilah fiqh al-lughah ini. Ibnu Faris misalnya, yang dianggap
sebagai orang pertama yang membidani lahirnya istilah ini tidak memberikan defenisi
yang jelas, baginya : kullu ‘ilmin lisyaiin fahuwa fiqh (setiap pengetahuan terhadap
sesuatu adalah fiqh).
Defenisi jelas menyangkut istilah ini bisa dilihat dari penjelasan yang dikemukakan
oleh Ramadhan Abd al-Tawwab dalam bukunya Fushul fi Fiqh al-Arabiyah, bahwa fiqh
al-lughah adalah suatu ilmu yang berusaha mengungkap rahasia-rahasia bahasa,
menetapkan kaidah-kaidah yang berlaku baginya dalam hidupnya, mengetahui rahasia-
rahasia perkembangannya, mengkaji fenomena-fenomenanya yang berbeda-beda,
melakukan studi terhadap sejarahnya disatu sisi, dan melakukan studi deskriptif disisi
lainnya.
Dalam kajian-kajian kebahasaan yang dilakukan oleh ulama mutaakhirin dari
kalangan Arab ini masih terikat kepada model kajian kebahasaan dari ulama dulu (salaf).
Oleh karena itu, Tammam Hassan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fiqh al-
Lughah oleh ulama-ulama  terdahulu (qudama’) maupun ulama-ulama sekarang (al-
muhdatsun) dari kalangan Arab adalah di satu sisi, menyangkut kajian tentang al-matn
(kosakata), kajian tentang komparasi antara bahasa-bahasa semit (al-muqaranah al-
samiyah), kajian tentang perbedaan dialek (ikhtilaf al-lahjat), tentang bunyi (ashwat),
sementara disisi lain adalah kajian tentang lingistik modern. (ilmu al- lughah al-hadits).

B. P erkembangan Fiqh Al-Lughah di Kalangan Linguist Arab


Terminologi Fiqh Lughah telah melalui beberapa fase sampai akhirnya menjadi
satu nama bidang kajian keilmuan tersendiri, dengan masalah dan pembahasannya
sendiri, terpisah dari ilmu-ilmu Bahasa Arab lainnya. Jika melihat berbagai kajian dan
buku yang pernah ditulis mengenai tema ini, maka dapat kita katakan bahwa
pembahasan Fiqh Lughah telah melalui tiga fase perkembangan :
1. Fase pertama 
Dikenal dengan “Marhalah al-‘Adam” masa tiada, dimana belum, atau tidak
ditemukannya istilah ini tetapi yang ada adalah berbagai tema kajian yang dikenal.
Fase ini diketahui ketika para ulama mengkaji Bahasa Arab kemudian mereka
menemukan berbagai fenomena kebahasaan. Salah satu hasil fundamental  yang
mereka temukan adalah tema-tema kajian mengenai Fiqh Lughah ni
seperti, isytiqoq, al-Tadhod, dan lain-lain. Beberapa buku kemudian ditulis
mengenai tema isytiqoq, diantaranya : buku “al-Isytiqoq” oleh Ibnu Duraid,
“Isytiqoq al-Asmaa’” oleh al-Ashma’i, dan “Ishlah al-Manthiq” oleh Ibnu al-Sakiit.
2. Fase kedua 
Dikenal dengan “Marhalah al-Imtizaaj”. Maksudnya adalah fase dimana tema
kajian ini bercampur aduk dengan tema-tema lain dalam kajian Bahasa Arab, seperti
Balaghoh, Nahwu, Shorf, dan lainnya. Hal ini sangat jelas sebagaimana diungkapkan
Ibnu Jinni dalam karya agung beliau: “al-Khashaaish”. Dalam buku tersebut beliau
banyak berbicara mengenai tema-tema kajian Fiqh Lughah seperti Isytiqoq, Dilalah,
dan sebagainya. Selain itu terdapat pula bahasan mengenai Majaaz, Tasybiih, dan
tema ilmu Balaqhoh lainnya disamping ilmu Nahwu dan Sharf.
Bisa dikatakan bahwa Ibnu Jinni, dalam bukunya tersebut telah meringkas apa
yang oleh para ulama dahulu bicarakan, dan beliau menambahkan hasil kajian dan
renungan matangnya sendiri. Hal itu menambah kejelasan batasan-batasan, dan
mengungkap hakikatnya.
3. Fase Ketiga
Dikenal dengan “Marhalah al-Istiqlal”, masa kemandirian. Masa ini muncul
pada abad IV dan V H, dimana tema-tema, atau masalah-masalah Fiqh
Lughah disusun dalam satu buku dan diberi nama dengan Fiqh Lughah. Hal ini
nampak jelas dari semua buku dengan tema ini, yang ditulis pada dua abad ini.
Contoh paling jelas seperti buku ‫رب في كالمها‬NN‫نن الع‬NN‫ة وس‬NN‫ه اللغ‬NN‫الصاحبي في فق‬ karya Ibnu
Faris (w.395H.), dan buku ‫رار العربية‬NN‫ة وأس‬NN‫ه اللغ‬NN‫فق‬ karya Abu Mansur al-Tsa’alibi
(w.429).
Setelah itu bermunculan buku-buku yang memiliki urgensi khusus, menjelaskan,
merinci, menafsirkan tema-tema sebelumnya menjadi lebih jelas, dan hal-hal lain yang
memiliki korelasi dengan disiplin ilmu ini. Referensi terpenting dapat dilihat dalam
beberapa buku seperti ‫المزهر في علوم اللغة وأنواعها‬ oleh al-Al-Suyuthi, “‫شرح مايقع فيه التصحيف‬
‫”والتحريف‬karya Abu Ahmad Hasal al-Askari, “‫ ”الفروق اللغوية‬oleh Abu Hilal al-Askari, dan
“‫ ”مبادئ اللغة‬oleh al-Iskafi (w. Abad IV H.)
Para penulis modern pun telah banyak menyusun karya yang penting mengenai
tema ini, meski banyak merujuk kepada buku-buku yang dikarang sebelumnya. Sebagai
contoh, “‫ائص العربية‬NN‫ ”خص‬oleh Hefni Nashif, “‫ة العربية‬NN‫ة اللغ‬NN‫ل تنمي‬NN‫ ”عوام‬oleh Dr. Taufik
Muhammad Syahin, dan “‫ ”فقه اللغة وعلم الغة‬oleh Dr. Ali Abdul Wahid Wafi.

Anda mungkin juga menyukai