Anda di halaman 1dari 121

BAHAN AJAR

INTEGRITAS KEPEMIMPINAN

Oleh :
DR. HJ. NUR ENDANG ABBAS, SE., M.Si
NIP. 196204071981032002

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

i
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Kata Pengantar

Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin


strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil dan
merata, pemerintah Indonesia dituntut untuk mampu mengembangkan diri dan
meningkatkan daya saing. Dengan adanya tuntutan ini, maka mau tidak mau pemerintah
Indonesia harus mempersiapkan segala sesuatunya agar dapat berkompetisi dengan
negara – negara lain. Untuk itu, salah satu faktor penting dalam peningkatan daya saing
dan pembangunan nasional adalah kualitas pengembangan kompetensi pejabat instansi
pemerintah melalui Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II (PKN II). Sedangkan
salah satu faktor kunci keberhasilan penyelenggaraan PKN II adalah kualitas isi bahan
ajar.

Pembelajaran dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II terdiri atas


empat agenda yaitu Agenda Mengelolah diri Sendiri (Self Mastery), Agenda
Kepemimpinan Strategis, Agenda Manajemen Strategis dan Agenda Aktualisasi
Kepemimpinan. Setiap agenda terdiri dari beberapa mata diklat yang berbentuk bahan
ajar. Bahan ajar PKN II merupakan acuan minimal bagi para pengajar dalam menumbuh
kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta PKN II terkait dengan isi dari
bahan ajar yang sesuai agenda dalam pedoman PKN II. Oleh karena bahan ajar ini
merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat meningkatkan
pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam mentransfer isi bahan ajar ini kepada
peserta PKN II. Selain itu, peserta PKN II dituntut kritis untuk menelaah isi dari bahan
ajar PKN II ini. Sehingga apa yang diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara
keseluruhan dan kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.

ii
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Akhir kata, saya berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning) peserta. Selain
itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan saran perbaikan atas isi bahan ajar
ini . Hal ini dikarenakan bahan ajar ini merupakan dokumen dinamis (living document)
yang perlu diperkaya demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing. Demikian, selamat membaca dan
membedah isi bahan ajar ini. Semoga bermanfaat.

iii
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................................................ 1
B. Deskripsi Singkat .......................................................................................................................................... 4
C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta............................................................................................................ 4
D. Tujuan Pembelajaran................................................................................................................................... 4
1. Hasil Belajar............................................................................................................................................... 4
2. Indikator Hasil Belajar........................................................................................................................... 4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok...................................................................................................... 5
F. Petunjuk Belajar............................................................................................................................................. 5

BAB II. KERANGKA KEBIJAKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN AKUNTABEL.............. 7


A. Konsep Good Governance …………........................................................................................................ 7
B. Pengertian dan Jenis-jenis / Smart Governance ………................................................................. 9
C. Pemerintahan yang bersih dan akuntabel …………………………................................................... 19

BAB III. INTEGRITAS ASN DALAM PERSPEKTIF KEPEMIMPINAN...................................... 28


A. Nilai-nilai individu dan organisasi.......................................................................................................... 28
B. Pemangku Kepentingan............................................................................................................................... 39
C. Nilai integritas pada birokrasi Indonesia............................................................................................. 41

BAB IV. STRATEGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN


AKUNTABEL.............................................................................................................................. 48
A. Pengertian Good Governance................................................................................................................. 48
B. Arah Kebijakan Pemerintahan yang bersih bebas dan melayani ........................................... 54
C. Strategi untuk mencapai penyelenggaraan pemerintaha yang bersih dan akuntabel.... 65

BAB V. METODE PENERAPAN INTEGRITAS UNTUK MENUNJANG TATA KELOLA


ORGANISASI.............................................................................................................................. 70
A. Nilai-nilai integritas dalam organisasi .................................................................................................. 70
B. Konsep integritas pada birokrasi Indonesia ...................................................................................... 77
C. Implementasi Integritas pada tata Kelola pemerintahan ............................................................. 85

iv
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB VI. PENUTUP .................................................................................................................................... 92
A. Kesimpulan.................................................................................................................................................... 92
B. Implikasi......................................................................................................................................................... 93
C. Tindak Lanjut................................................................................................................................................ 93

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 94

BIO DATA PENULIS................................................................................................................................. 97

v
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemimpin menurut Kartono (2006) ialah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan kelebihan di suatu bidang,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas- aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Banyak kompetensi
yang harus dimiliki seorang pemimpin. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sangat penting bagi seorang pemimpin
untuk memiliki dan membangun sebuah kompetensi, sehingga dapat dipercaya
oleh pengikutnya. Terdapat beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh
pemimpin, diantaranya adalah kompetensi teknis, kompetensi manajerial serta
kompetensi sosiokultural.
Selain memiliki kompetensi, seorang pemimpin juga harus memiliki
integritas yang tinggi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012
Tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka
Panjang Tahun 2012-2025. Sebelum menjalankan tugasnya, seorang pemimpin
atau pejabat pemerintahan harus menandatangani pakta integritas untuk
menunjukan komitmen akan menjalankan dan mengelola pemerintahan dengan
baik, bersih, transparan dan akuntabel guna menekan tingkat penyimpangan,
termasuk tindakan yang koruptif (Zahra, 2011).
Berdasarkan Undang-undang dasar Nomor 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN (Korupsi Kolusi dan
Nepotisme). Menurut Hakim (dalam Zahra, 2008) isi fakta Integritas adalah:
konsekuensi dan konsisten dengan komitmen, menghindari korupsi, kolusi dan
nepotisme, transparan dan ada kesamaan pemahaman tentang fakta integritas,
bersedia dipantau organisasi yang partisipatif dan independen serta memberikan
punishment dan reward yang objektif.
1
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Tidak cukup dengan penandatanganan pakta integritas, tetapi yang paling
penting adalah penerapannya di lapangan harus benar-benar dilaksanakan.
Integritas adalah jujur dan dapat dipercaya, selain harus dilaksanakan dengan
komplit juga harus bersedia dikontrol pelaksanaannya oleh unsur lain yang telah
diberi kewenangan. Untuk itu sebaiknya siap untuk menerima masukan atau
kritikan yang membangun dari pihak-pihak yang mempunyai komitmen yang
sama, sehingga makna penandatanganan bukan hanya formalitas belaka karena
integritas merupakan salah satu dimensi dari kepercayaan.
Kepercayaan merupakan atribut utama yang dikaitkan dengan
kepemimpinan. Jika kepercayaan ini luntur, dampaknya bisa serius terhadap
kinerja kelompok (Robbin dan Judge, 2008). Dimensi penting yang mendasari
konsep kepercayaan ada lima dimensi yaitu; integritas, kompetensi, konsistensi,
loyalitas (kesetiaan) dan keterbukaan.
Menurut Zahra (2011) integritas didukung oleh enam pilar karakter yang
terdiri dari kejujuran, keadilan, kepedulian, kearifan, hemat, dan tanggung jawab.
Dari keenam pilar integritas tersebut, kepedulian merupakan kunci dalam
menyelesaikan masalah integritas bangsa pada umumnya dan perusahaan
khususnya.
Seorang yang berperan sebagai pemimpin dalam organisasi yang
mempunyai bawahan, tentu saja menginginkan bawahannya memiliki integritas,
kompetensi dan loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya kepada pemimpinnya
begitu juga sebaliknya pemimpin harus memiliki integritas, kompetensi dan
loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya sebagai seorang pemimpin. Apabila
pemimpin dan bawahan mempunyai integritas, kompetensi dan loyalitas yang
tinggi terhadap pekerjaannya, maka akan menimbulkan kepercayaan kedua belah
pihak (Zahra, 2012).
Saling percaya antara pemimpin dan bawahan akan dapat meningkatkan
kinerja dan suasana kerja yang kondusif. Begitupun halnya dengan pemimpin
pemerintahan yang dapat menjalankan pemerintahan dengan baik, tentu juga
akan menimbulkan rasa saling percaya antara pemimpin dan masyarakat,

2
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
sehingga pemimpin dapat bekerja dengan tenang karena telah mendapat
kepercayaan yang penuh dari masyarakat.
Pemimpin yang dipercaya adalah pemimpin yang mempunyai integritas,
kompetensi, dan loyalitas yang tinggi terhadap bawahan dan juga terhadap
pekerjaannya serta dipercaya oleh bawahannya. Pemimpin yang memiliki
integritas yang tinggi biasanya memiliki sikap jujur menjaga komitmen dan
berprilaku konsisten.
Pada saat sekarang ini, dapat kita lihat diberbagai media massa, yang
disorot oleh berbagai program berita adalah kinerja para pemimpin yang bersifat
negatif, mulai dari pemimpin yang melakukan korupsi, tindakan asusila dan
tindakan yang lainnya, sehingga jika kita hubungkan pada penjabaran
keintegritasan seorang pemimpin sangat bertolak belakang sekali.
Kasus korupsi terus menyandera sejumlah pejabat pemerintahan. Hal ini
menimbulkan sentimen negatif masyarakat terhadap para pejabat tersebut. Ini
dibuktikan dalam survei yang dilakukan Centre for Strategic and International
Studies (CSIS) pada tanggal 6 hingga 19 Juli 2012. Sampel yang digunakan
sebanyak 1.480 responden, margin of error kurang lebih 2,55% dan confidence
level 95% dan tersebar di 32 provinsi (minus Papua) dengan metode tatap muka.
(http: // news . detik . com / read / 2012 / 08 / 08 /194049/1986685/10/survei-
csismayoritas-pejabat-pemerintah-dinilai-korup).
Sebanyak 77% publik menilai pejabat pemerintah mayoritas korupsi.
Hanya 12% yang menilai korupsi dilakukan oleh sebagian kecil pejabat. Tidak
hanya itu, sentimen negatif kepada pejabat pemerintah juga muncul ketika publik
menilai apakah pemerintah tegas dan peduli terhadap mereka. Sebanyak 64 %
publik menilai pemerintah tidak tegas mengambil keputusan. Sementara 57 %
menilai pemerintah tidak peduli pada rakyat. Nilai yang cukup tinggi karena diatas
55 %.
Selain itu, berdasarkan survei Global Corruption Barometer (GBC) 2013
oleh Transparency International Indonesia (TII), khusus di Indonesia, pada kasus
korupsi, kepolisian dan parlemen menempati urutan pertama (4,5%), diikuti
peradilan (4,4%), partai politik (4,3%), pejabat publik (4%), bisnis (3,4%),

3
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
kesehatan (3,3%), pendidikan (3,2%), militer (3,1%), LSM (2,8%), lembaga
keagamaan (2,7%), dan media (2,4%). http:/ /www.pekanbaru.co/10935/survei-
gbc-2013-kepolisian-dpr- lembaga-terkorup -di-indonesia-2/#).
Adanya pemberitaan seperti itu tentu akan membawa pengaruh bagi
pemikiran masyarakat terhadap kepercayaan terhadap pemimpin. Olehnya itu
kami memandang perlu untuk memberikan materi tentang integritas
kepemimpinan khusunya untuk peseta PKP, PKA sampai dengan PKN.

B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan tentang konsep
pemahaman pemerintahan yang bersih dan akuntabel, tantangan integritas,
penguatan strategi organisasi dalam penegakan integritas, dan aktualisasi
integritas dalam mengelola organisasi. mata pelatihan disajikan dimulai dengan
membahas kasus, seminar, ceramah interaktif, dan diakhiri dengan Menyusun
rencana aksi penegakan integritas dalam organisasi keberhasilan peserta dinilai
dari kemampuannya menyusun strategi organisasi dalam penegakan integritas .

C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta

Menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, peserta pelatihan lebih


banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dengan bimbingan
fasilitator, dan peserta pelatihan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari
setiap mata pelatihan yang diberikan

D. Tujuan Pembelajaran

1. Hasil Belajar
Peserta mampu menyusun strategi organisasi dalam penegakan integritas
2. Indikator Hasil Belajar
1. Menjelaskan pemerintahan akuntabel.
2. Menjelaskan penguatan strategi organisasi dalam penegakan integritas
3. Memetakan penegakan penyelenggaaran pemerintahan yang bersih dan akuntabel
4. Menyusun strategi organisasi dalam penegakan integritas

4
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
A. Kerangka Kebijakan Pemerintahan yang bersih dan akuntabel
1. Menjelaskan konsep Good Governance
2. Pengertian dan Jenis-jenis / Smart Governance.
3. Menganalisis Kebutuhan Pemerintahan yang bersih dan akuntabel
B. Integritas ASN dalam perspektif Kepemimpinan
1. Nilai-nilai individu dan organisasi
2. Memahami Kebutuhan Pemangku Kepentingan
3. Memetakan Nilai integritas pada birokrasi Indonesia
C. Strategi Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel
1. Pengertian Good Governance
2. Menjelaskan arah Kebijakan Pemerintahan yang bersih bebas dan melayani
3. Menerapkan Strategi untuk mencapai penyelenggaraan pemerintaha yang bersih
dan akuntabel
D. Metode penerapan integritas untuk menunjang tata Kelola organisasi
1. Nilai-nilai integritas dalam organisasi
2. Memahami konsep integritas pada birokrasi Indonesia
3. Implementasi Integritas pada tata Kelola pemerintahan

F. Petunjuk Belajar
1. Petunjuk Bagi Peserta
Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal, maka langkah-langkah yang
perlu dilaksanakan antara lain :
1) Bacalah dan pahami dengan seksama uraian-uraian materi yang ada pada
masing-masing kegiatan belajar. Bila ada materi yang kurang jelas, peserta
dapat bertanya pada Fasilitator yang mengampu kegiatan belajar.
2) Kerjakan setiap tugas formatif (soal latihan) untuk mengetahui seberapa
besar pemahaman yang telah dimiliki terhadap materi-materi yang dibahas
dalam setiap kegiatan belajar
3) Untuk kegiatan belajar yang terdiri dari teori dan praktik, perhatikanlah
hal- hal berikut ini:
a. Perhatikan petunjuk-petunjuk yang berlaku.

5
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
b. Pahami setiap langkah kerja dengan baik.
4) Jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada
kegiatan belajar sebelumnya atau bertanyalah kepada Fasilitator atau
Fasilitator yang mengampu kegiatan pembelajaran yang bersangkutan.
2. Petunjuk Bagi Fasilitator
Dalam setiap kegiatan belajar Fasilitator berperan untuk:
a. Membantu peserta dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing peserta melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam
tahap belajar.
c. Membantu peserta dalam memahami konsep, praktik baru, dan menjawab
pertanyaan peserta mengenai proses belajar peserta.
d. Membantu peserta untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan
lain yang diperlukan untuk belajar.

6
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB II
KERANGKA KEBIJAKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN
AKUNTABEL

Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan dapat:


1. Menjelaskan konsep Good Governance
2. Pengertian dan Jenis-jenis / Smart Governance.
3. Menganalisis Kebutuhan Pemerintahan yang bersih dan akuntabel
A. KONSEP GOOD GOVERNANCE
Istilah governance tidak sama dengan government. Ganie-Rochman mengemukakan
bahwa konsep "government" menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan
berdasarkan kewenangan tertinggi (negara dan pemerintah). Konsep
"governance"melibatkan tidak sekedar pemerintah dan negara, tetapi juga peran
berbagai aktor diluar pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat
juga sangat luas (Widodo : 2001).Paulus Effendi Lotulung mengemukakan bahwa
"Konsep governancedalam masyarakat sering dirancukan dengan konsep
government. Konsep governance lebih inklusif daripada government. Konsep
Government menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kewenangan
tertinggi (Negara dan pemerintah). Konsep governance melibatkan tidak sekedar
pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas".
Abdullah (2002) mengemukakan bahwa good governance sebagai suatu terminologi
yang populer sejak awal tahun sembilan puluhan, seolah-olah formula yang baru
diketemukan untuk terapi mekanisme pemerintahan suatu negara agar berjalan
secara demokratis. Good governance dengan begitu saja disama artikan dan telah
menggeser terminologi lama, yaitu good government, yang dipandang tidak mujarab
lagi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, good governance sesungguhnya
bukanlah suatu formula yang baru, melainkan suatu asas atau prinsip yang telah
berusia ratusan tahun dan yang seharusnya menjadi sendi-sendi pemerintahan
dalam negara demokrasi modern, yaitu bagaimana penyelenggaraan pemerintahan
tersebut mengedepankan prinsip partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, serta
membuka ruang bagi keterlibatan warga masyarakat.

7
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
G.H Addink (Budiseyowati) mengatakan bahwa konsep good governance dalam
konteks pemerintahan adalah dalam rangka interaksi suatu Pemerintah dan
bangsanya. Oleh karenanya, Good Governance merepresentasikan beberapa hal,
seperti antara lain :
1. Hak-Hak Fundamental,
2. Efektifitas Dan Transparansi,
3. Akuntabilitas Pemerintah (Dalam Hal Masalah Keuangan, Dll), Dan
4. Pengembangan Aturan Hukum (Rule Of Law).
Government adalah salah satu aktor dalam governance. Aktor- aktor lain yang
terlibat dalam governance bermacam - macam bergantung pada level government
yang didiskusikan. Di dalam pemerintahan yang governance maka terjadilah atau
dituntut adanya sinergi di antara ke tiga aktor yang ada, yaitu :
1. Pemerintah itu sendiri (Public),
2. Masyarakat (community atau civil society/masyarakat madani), dan
3. Pihak Swasta (private).
Menurut United Nation Development Program (UNDP), Good Governance memiliki 8
(delapan) karakteristik utama (Budiseyowati) yaitu :
1. Participation Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya.
2. Transparency Dibangun atas dasar kebebasan arus informasi.
3. Rule Of Law Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu
terutama hukum untuk hak asasi manusia.
4. Resposiveness Setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan harus mencoba melayani setiap stakeholders.
5. Consensus Oriented Good governance menjadi perantara kepentingan yang
berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas,
baik dalam hal kebijakan kebijakan maupun prosedur.

8
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
B. PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS / SMART GOVERNANCE
Smart Governance didefinisikan sebagai “kapasitas untuk menerapkan tindakan dan
kegiatan yang cerdas serta adaptif dalam menjaga dan mengambil keputusan tentang
sesuatu” (Scholl dan Alawadhi, 2016). Menurut Scholl H.J dan Scholl M.C (2014).
Smart Governance dapat dilihat sebagai dasar bagi pemerintah yang cerdas, terbuka
dan partisipatif. Konsep-konsep inimemainkan peran kunci dalam wacana yang
berkembang di Smart City, jadi kita dapat berharap bahwa Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) memainkan peran kunci dalam Smart Governance sebagai
bagian dari model pemerintahan cerdas yang lebih luas. Dari sini,dapat disimpulkan
bahwa kata sifat 'pintar' mengacu pada kombinasi TIK, teknologi, dan inovasi yang
tertanam dalam konteks dan situs, serta semacam aspek demokrasi (Gil-
Garcia,Helbig dan Ojo, 2014).
Empat kriteria yang perlu dipenuhi untuk terwujudnya Smart Governance adalah
antisipatif, objektif, inovatif, dan kompetitif. Antisipatif dimaksudkan bahwa
pemerintah harusmemperkirakan dan merencanakan strategi dan kebijakan yang
akan diambil dimasa depansehingga pemerintah memiliki kesiapan yang lebih baik
dalam memenuhi pelayanan public dan meningkatkan partisipasi warganya. Objektif,
pemerintah yang diamanatkan sebagai pelayan masyarakat harus bersikap objektif
yang artinya tidak membedakan antar setiap individu atau kelompok masyarakat
dalam pembangunan. Kemudian adalah kriteria inovasi, pemerintah harus berfikiran
jauh kedepan dan menciptakan strategi dan langkah-langkah baruuntuk
meningkatkan fungsi pelayanan publik dan tingkat partisipasu masyarakat. Dan
kriteria terakhir adalah kompetitif, dalam melaksanakan fungsinya melayani
masyarakat danmenentukan arah perkembangan kota, pemerintah harus memiliki
kriteria kompetitif yang artinya berdaya saing dan akuntabilitas. Pelayanan publik
yang diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan dalam segi kuantitas dan
ketepatannya.
Dalam beberapa praktiknya di Indonesia sampai saat ini, Smart Governance memiliki
nama dan integrasi sistem yang berbeda-beda untuk tiap daerah. Namun dengan
konsep yang dibawa sebenarnya sama, yaitu berorientasi kepada kemudahan
pelayanan publik dan perizinan.

9
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
a. Pengertian Smart Governance
Smart Governance atau tata kelola pemerintahan yang pintar adalah konsep
sekaligus praktik bagaimana mengelola manajemen dan tata pamong/kelola
pemerintahan dan layanan publik secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif,
komunikatif, dan terus melakukan peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi
dan adopsi teknologi yang terpadu. Salah satu ciri Smart Governance adalah pola,
budaya, dan proses bisnis birokrasi internal pemerintah dan layanan publik yang
menjadi lebih ringkas, cepat, mudah, responsif dan komunikatif, serta efisien
waktu, biaya, dan usaha. Smart Governance direkomendasikan menjadi basis
bagi keberhasilan pembangunan dimensi-dimensi Smart City lainnya. Konsep
Smart Governance harus diterapkan sekaligus diukur dalam 3 sub-dimensi,
yakni: Layanan publik (Service), Birokrasi (Bureaucracy), dan Kebijakan publik
(Policy).
Menurut Scytl dalam Annisah (2017) perencanaan Smart Governance
merupakan ujung tombak perencanaan Smart City, karena Smart City dimulai
dengan adanya smart governance. Tanpa adanya smart governance mustahil
untuk mewujudkan Smart City, sehingga perencanaan smart governance
haruslah mengacu pada konsep Smart City dan konsep perencaaan tata kelola
yang banyak dikembangkan dengan cara menggunakan framework- framework
yang ada.
b. Indikator Smart Governance
Smart governance dapat diartikan sebagai tata kelola pemerintahan yang pintar,
dimana komponen tata kelola ini umumnya menyoroti peran dari pemerintah
sebagai institusi yang mengendalikan sendi-sendi kehidupan kota. Smart
governance adalah salah satu dari dimensi smart city yang mengutamakan dari
sisi pengaturan pemerintahan. Smart Governance direkomendasikan menjadi
basis bagi keberhasilan pembangunan dimensi-dimensi smart city lainnya.
Sehingga smart governance berada di dalam dimensi smart city yang merupakan
gambaran dari tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan secara pintar, yaitu
sebuah tata kelola pemerintahan yang mampu mengubah pola-pola tradisional

10
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dalam birokrasi menjadi sebuah proses yang lebih cepat, efektif, efisien,
komunikatif.
Sasaran dari smart governance adalah untuk penguatan tata kelola
pemerintahan dengan berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang ekfektif, efisien, komunikatif, dan
terus melakukan peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang terpadu. Tentu saja dalam
melakukan perubahan pola-pola tradisional dalam tata kelola pemerintahan ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dengan mengadopsi teknologi
yang akan memberikan percepatan terhadap perubahan tersebut.
The Smart City Wheel (Boyd Cohen, 2013a) Menurut Cohen (2013a) dalam
konsepnya The Smart City Wheel (Roda Kota Cerdas) bahwa dimensi smart
governance memiliki tiga indikator, yaitu:
1) Enabling supply dan demand side policy
Enabling supply and demand side policy yang dimaksudkan adalah
memungkinkan adanya kebijakan sisi penawaran dan permintaan dalam tata
kelola pemerintahan. Kebijakan ini merupakan sebuah konsep yang diadopsi
dari teori ekonomi. Secara teori, permintaan (demand) dapat diartikan
sebagai kuantitas suatu barang atau jasa tertentu dimana seorang konsumen
ingin dan mampu membelinya pada berbagai tingkat harga, dengan asumsi
faktor lain tetap. Sedangkan penawaran (supply) adalah berbagai kuantitas
suatu barang atau jasa tertentu di mana seorang penjual bersedia
menawarkan barang atau jasanya pada berbagai tingkat harga. (Akhmad,
2014).
Namun sebenarnya kebijakan penawaran dan permintaan ini tidak hanya
pada konteks bidang ekonomi saja, dapat juga diterapkan pada konteks lain
misalnya dalam pelayanan publik. Contoh dalam hal pelayanan transportasi
publik, dari sisi permintaan masyarakat sebagai objek pelayanan publik
menginginkan sebuah pelayanan transportasi publik dan dari pemerintah
sebagai sisi penawaran yang memberikan/memenuhi pelayanan yang

11
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dibutuhkan masyarakat. Dimana sisi penawaran dan permintaan tersebut
harus seimbang.

2) Transparancy dan open data


Transparansi dalam konteks pemerintahan merupakan prinsip untuk
membuka diri terhadap hak masyarakat agar dapat memperoleh suatu
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara dan meperhatikan perlindungan baik terhadap hak asasi pribadi,
golongan, maupun rahasia negara. Transparansi dibangun atas dasar
demokrasi yang memberikan kebebasan untuk memperoleh informasi yang
berkaitan dengan kepentingan publik. (Wahyuni, 2015)
Menurut Lalo Kirana dalam Wahyuni (2015) menyebutkan keterbukaan atas
informasi yang ada mencakup:
a) Menjelaskan keputusan administratif
b) Memberikan fakta
c) Menganalisis keputusan kebijakan
d) Membuka informasi yang berhubungan dengan public
e) Menyediakan prosedur untuk mengeluh dan mengadu.
Transparansi juga berkaitan dengan open data, karena pada umumnya
kebijakan ini diwujudkan dengan mempublikasikan data sektor publik
menjadi mudah diakses dan diunduh serta digunakan kembali oleh
masyarakat umum melalui portal web institusi pemerintah. Open data
memberikan pilihan kepada publik tentang berbagai sektor yang ditawarkan
oleh sebuah institusi pemerintah. Kebijakan dapat menghasilkan suatu
terobosan baru yang bertujuan untuk mengundang elemen masyarakat agar
berkenan untuk berpartisipasi dan mengajak berkolaborasi memecahkan
berbagai masalah demi terwujudnya pemerintahan yang transparan dan
partisipatif.
Menurut Chand (2013), open data didasarkan pada dua hal, yaitu pertama
berkaitan dengan etos demokrasi dan kebebasan informasi. Dimana
keterbukaan berfungsi sebagai dasar bagi pemerintah untuk menjadi lebih

12
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
terbuka dan transparan kepada publik. Kedua, berkaitan dengan ekonomi,
dengan dibukanya data akan tercipta peluang untuk membuat produk dan
jasa layanan baru. Keterbukaan data juga akan mempercepat proses analisis
bisnis, karena tidak perlu lagi untuk melalui proses yang panjang dan rumit
dalam memperoleh data. Selain itu keterbukaan data juga dapat meningkatkan
efisiensi negara karena masyarakat dapat aktif mengawasi ketidakefisienan dalam
kebijakannya, misalnya pada APBN atau APBD. Dengan transparansi dan
kebijakan open data yang semakian meluas, tentunya akan meningkat pula
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
3) Information dan Communication Technology (ICT) dan e-Government
Tidak dapat dipungkiri, bahwa pertumbuhan infrastruktur Information dan
Communication Technology atau Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) di
suatu negara berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan di segala bidang termasuk
diantaranya bidang pelayanan publik maupun bidang kebijakan publik.
Kehadirannya memang dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya tata
kelola pemerintahan yang bersifat akuntabel, transparan, responsif,
partisipatif, setara dan inklusif, serta efektif dan efisien.
Pemanfaatan dari teknologi informasi dan komunikasi dalam suatu organisasi
sebagian besar bertujuan untuk dapat memberikan kontribusi terhadap
kinerja individual anggota organisasi dan institusinya. Dimana teknologi
informasi dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas suatu organisasi.
Teknologi memungkinkan untuk menciptakan urban mobility yang lebih
efisien, berkelanjutan untuk lingkungan, modal bisnis yang ramah dan
menarik, integrasi sosial, serta dapat memberikan akses menyeluruh terhadap
segala aspek yang berkaitan dengan tata kelola pemerintahan seperti budaya,
ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi sangat membantu dalam suksesnya pelaksanaan e-
government.
E-government menjadi syarat penting terciptanya smart governance.
Mengingat pengembangan e-government merupakan sebuah proses

13
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
transformasi dari manual ke elektronik, maka dibutuhkan upaya-upaya
sistematis yang menyangkut subyek, obyek dan metode yang terkait dengan
proses transformasi tersebut. Proses transformasi ini mengacu pada tiga hal,
yaitu perundang-undangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi,
kondisi saat ini dan pengaruh lingkungan yang bersumber pada tuntutan
layanan publik serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
(Pemerintah Kota Bogor dan Balai IPTEKnet Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, 2013).
E-government ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara, namun pada
prinsipnya harus bersifat: (Pemerintah Kota Bogor dan Balai IPTEKnet Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2013).
1) Terbuka dan transparan
Dengan membuka akses informasi dan interaksi pada semua stakeholder
yang berperan pada pemerintahan dan pengambilan kebijakan.
Infrastruktur jaringan komunikasi, internet, dan media website jika e-gov
menggunakan pilihan ini maka mendukung terciptanya interaksi terbuka
dan transparan pada stakeholder setempat. Komunikasi tersebut
memungkinkan masukkan dari publik dapat ditampung dan ditindaklanjuti
untuk mendapatkan solusi untuk pembangunan kota.
2) Efisien dan efektif
Dengan mengembangkan sistem informasi administrasi yang lebih mudah,
murah, cepat dan akurat tanpa menghilangan aspek legalitas
administratifnya. Pada saat tertentu akan tercapai kepercayaan publik pada
pelayanan administrasi pemerintah yang bersih dan akurat.
3) Jaringan Kerja
Memudahkan pertukaran data dan pengolahan informasi yang terdistribusi pada
bagian-bagian dalam pemerintahan. Dengan cara ini dimungkinkan secara
mudah dan cepat mendapatkan data dan informasi sesuai kebutuhan sehingga
waktu dan hasil yang diperoleh menjadi lebih cepat dilakukan dengan jaringan
kerja.
4) Integritas

14
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Memelihara integritas sistem dan data yang ada dalam administrasi
pemerintahan. Keterpaduan sistem menjadi tuntutan untuk memperoleh
informasi yang akurat dalam mengambil kebijakan dan menyikapi situasi
dan kondisi wilayahnya.
Sedangkan menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
(Kemkominfo), Smart governance harus dapat dimplementasikan ke dalam tiga
unsur dalam tata kelola, yaitu service (pelayanan), bureaucracy (birokrasi), dan
policy (kebijakan). Inisiatif pembangunan Smart Governance diantaranya dapat
dilakukan pada beberapa indikator sebagai berikut: (Kominfo, 2017)
1. Public Service (Layanan Publik)
Dalam konteks pelayanan publik, upaya yang dapat dilakukan untuk
pembangunan konsep smart governance dengan melalui pemanfaatan
teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif, pemerintah mampu untuk
menyediakan:
a) Pelayanan administrasi kepada masyarakat secara lebih baik, cepat,
ekonomis, praktis dalam waktu dan usaha, dan transparan. meliputi
pelayanan administrasi kewarganegaraan, status ijin usaha, sertifikat tanah,
NPWP, IMB, dan lain-lain yang berkaitan dengan administrasi. Contoh sistem
Smart Governance guna mendukung layanan administrasi ini adalah:
Surabaya Single Window (SSW), eSuket (aplikasi berbagai surat keterangan
di kelurahan).
b) Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan bahan
pokok untuk masyarakat masyarakat (sembako, air bersih, dan lain-lain).
Contoh sistem Smart Governance guna mendukung penyediaan dan
monitoring kebutuhan bahan pokok ini adalah: aplikasi Simbak (Sistem
monitoring harga Sembako) dan Smart Water Suppy System (di bahas lebih
detail di buku ini di Bagian Dimensi I Smart Governance)
c) Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan jasa
pokok untuk masyarakat masyarakat (listrik, telepon, internet dan lain-lain).
2. Bureaucacy (Birokrasi)

15
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Dengan memanfaatkan teknologi terkini serta dengan cara inovatif dan kreatif,
pemerintah mampu untuk membangun sistem birokrasi yang efisien, efektif,
adil, transparan, akuntabel, dan bebas korupsi. Contoh implementasi Smart
Governance untuk peningkatan kualitas birokrasi, yakni melalui sistem
program e-planning, e-budgeting, e- monev dan lain-lain. Pengembangan
aplikasi e-gov harus diarahkan menuju integrated dan inter-operability e-gov
atau yang saling terintegrasi antar satu aplikasi dengan aplikasi lainnya serta
lintas OPD sehingga tercipta Smart e-Gov.
3. Public Policy (Kebijakan Publik)
Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif,
pemerintah daerah mampu membangun budaya dan praktik citizen-centered
policy yakni setiap kebijakan diambil dengan secara aktif bekomunikasi dan
mengakomodasi pendapat/masukan dari masyarakat, berorientasi pada
pemenuhan kepentingan masyarakat, dan memberi akses luas terhadap
dokumen-dokumen kebijakan publik pemerintah. Contoh implementasi Smart
Governance untuk peningkatan kebijakan publik, diantaranya: emusrenbang,
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH), Layanan Aspirasi dan
Pengaduan Online Rakyat (disingkat LAPOR!), dan lain-lain.
c. Gambaran Smart Governance
Dari indikator smart governance tersebut dapat digambarkan bahwa peran
pemerintah lebih ditekankan dalam perwujudan smart governance. Maka
demikian bagaimana gambaran spesifik dari smart governance, sehingga dengan
adanya gambaran mengenai smart governance dapat menyusun rencana
implementasinya dalam upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk
mewujudkan smart governance: (Fansyori, TT)
1) Keterbukaan informasi public
Pemerintah merupakan pelayanan masyarakat yang bertanggung jawab
kepada masyarakat. Oleh karena itu sudah seharusnya informasi terkait
rencana pembangunan dipublikasikan secara luas melalui berbagai media
informasi. Masukan masyarakat sangat penting karena objek pembangunan

16
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
adalah masyarakat dalam arti lebih luas, yang didalamnya termasuk pihak
swasta, masyarakat dan pemerintah itu sendiri.

2) Memaksimalkan sumber daya yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya


Pemerintah yang cerdas adalah pemerintah dapat memaksimalkan potensi
sumber daya yang dimiliki dan meminimalisir kendala yang dihadapi.
Sumber daya alam seperti pertambangan, kehutanan dan pertanian sangat
jarang dimiliki oleh sebuah kota. Potensi terbesar yang dimiliki kota adalah
potensi sumber daya manusia dan letak geografis yang relatif strategis.
Pengelolaan potensi tersebut akan lebih tinggi nilainya jika dikelola secara
tepat. Menjalin hubungan yang sinergis dengan kawasan hinterland sangat
mendukung penyediaan kebutuhan kota.
3) Smart Culture
Mempertahankan dan melestarikan kebudayaan lokal adalah sebuah langkah
cerdas pemerintah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang cerdas.
Kehilangan identitas kota merupakan kemunduran besar bagi sebuah
peradaban.
4) Dapat mengeluarkan pendapat, ide dan keinginan secara langsung
Pemerintah menyediakan sarana bagi masyarakat untuk memberikan ide,
gagasan, saran, kritik dan keinginannya secara langsung. Sistem online
melalui smart phone dinilai sangat efektif. Dalam waktu singkat, pemerintah
memberi respon dan solusi yang tepat terkait pengaduan yang disampaikan.
Sehingga dirasakan tidak ada jarak antara pemerintah dan masyarakat,
dengan begitu akan menimbulkan rasa aman dan nyaman sebagai bagian
dari sebuah kota modern.
5) Memberikan jaminan pekerjaan bagi warganya
Pemerintah yang cerdas adalah pemerintah yang dapat menciptakan peluang
pekerjaan yang lebih besar dari pada pencari pekerjaan. Sekolah-sekolah
tidak hanya bertanggung jawab melahirkan lulusan baru, tetapi juga
membantu pemerintah dalam penyaluran pekerjaan. Jaminan pekerjaan
yang layak menjadi mimpi setiap orang tua. Sehingga pendidikan tetap

17
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
menjadi investasi yang paling berharga bagi orang tua peserta didik itu
sendiri.

6) Menyediakan sistem transportasi yang handal dan murah


Penyediaan transportasi masal yang handal dan terjangkau merupakan
mimpi dari semua lapisan masyarakat. Dampak positif jika pemerintah dapat
menyediakan transportasi yang handal adalah; mengurangi kepadatan lalu
lintas.
d. Tantangan terhadap Pelaksanaan Smart Governance
Tentunya dalam pengimplementasian Smart Governcane masih terdapat
permasalahan yang sering terjadi, beberapa permaslahan yang muncul dalam
implementasi smart governance pada umunya antara lain: (Fansyori, TT)
1. Kurangnya komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan smart
governance.
Hal ini menyebabkan kurang siap nya pemerintah untuk melewati masalah
yang kedepannya akan terjadi.
2. Pembiayaan
Dalam implementasi Smart governance dapat dipastikan pengeluaran dalam
kota akan meningkat hal ini menyebabkan hanya kota kota dengan
pendapatan tinggi yang dapat mewujudkan smart governance.
3. Keterbatasan SDM yang menguasai IT
Dalam melakukan pengelolaan sebuah aplikasi IT dibutuhkan keterampilan
namun, dengan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah sekarang hal itu
sangat kurang disertai dengan adanya beberapa orang di pemerintahan yang
menolak penggunaan sistem baru tersebut sehingga penerapannya akan
terhambat. Dalam mengembangkan sistem ini diperlukan banyak persiapan
dan faktor sumber daya manusia menjadi salah satu faktor utama jika sistem
ini berhasil. Kesiapan dari segi manusia sangatlah dibutuhkan.
4. Infrastruktur
Indonesia merupakan negara yang sangat luas dengan keaadan alam yang sangat
berbeda. Infrastuktur untuk tiap tempat juga sangat berbeda sehingga jika ingin

18
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dilakukan sebuah penerapan sistem secara terpusat dan menyeluruh sangat susah
seperti di Jakarta dan Papua misalnya keadaan infrastruktur sangatlah berbeda
sehingga banyaknya ketimpangan antara daerah yang maju dan tertinggal.
Ketimpangan ini menyebabkan kesulitan dalam membuat sebuah sistem terpusat.

C. Pemerintahan Yang Bersih dan Akuntabel

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi penyusunan dan


penerapan kebijakan negara yang demokratis. Prinsip-prinsip good governance
merupakan unsur yang fundamental dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
yang baik bersih korupsi, kolusi serta nepotisme.
Pelaksanaan prinsip-prinsip good governance tidak selalu berjalan mulus, terdapat
kendala-kendala yang harus ditatanggulangi bersama oleh pemerintah dan
masyarakat, serta peningkatan upaya-upaya yang perlu dilakukan guna semakin
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode
yuridis normatif dengan pendekatan prosedural.Hasil dari penelitian ini adalah
pelaksanaan prinsip good governance di Indonesia masih memerlukan banyak
perbaikan dan peningkatan kedepan.
Tata Kepemerintahan yang baik merupakan isu sentral yang paling mengemuka
dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Sadu Wasistiono mengemukakan
bahwa tuntutan akan good governance timbul karena adanya penyimpangan dalam
penyelenggaraan negara dari nilai demokratis sehingga mendorong kesadaran warga
negara untuk menciptakan sistem atau paradigma baru untuk mengawasi jalannya
pemerintahan agar tidak melenceng dari tujuan semula. Tuntutan untuk
mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan
keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
1. Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintah
Yang Baik Bersih Korupsi, Kolusi Serta Nepotisme.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip Good Governance Dalam Rangka
Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik, maka kita harus mengetahui ciri – ciri
dan karakteristik Good Governance.Berikut ini adalah pembahasan mendalam

19
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dari ketiga prinsip tersebut disertai dengan indikator serta alat ukurnya masing-
masing.

a. Prinsip Akuntabilitas
Prinsip ini menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability),
dan (2) konsekuensi (consequences). Kemampuan Menjawab (istilah yang
bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para
aparat untuk menjawab secara periodic setiap pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang
mereka,kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai
dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Prof. Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada
mereka yang memberi mandat itu”. Akuntabilitas bermakna
pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi
kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi
penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi
(checks and balances sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah
eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan
sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin
penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar
keempat.
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-
nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang
berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan
sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah:
a) pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indicator
untuk menjamin akuntabilitas public, adalah :
1) pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia
bagi setiap warga yang membutuhkan;

20
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
2) pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai
yang berlaku;
3) adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai
dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku;
4) adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,
dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar
tersebut tidak terpenuhi;
5) konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah
ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut.
b) pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah :
1) penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media
massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal;
2) akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-
cara mencapai sasaran suatu program;
3) akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan
dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat;
4) ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang
telah dicapai oleh pemerintah.
Prinsip akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan kegiatan publik dengan ukuran
nilai-nilai atau norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang
berkepentingan dengan kegiatan tersebut, yaitu Pemerintah (Negara),
Masyarakat (Warga Negara), Dunia Usaha (Swasta) tersebut.
b. Prinsip Transparansi (Indikator dan Alat Ukurnya)
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan,proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi yakni adanya
kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan
informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah

21
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan
menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat
berdasarkan pada preferensi public.
Prinsip ini memiliki dua aspek, yaitu komunikasi publik oleh pemerintah,
dan hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit
dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya.
Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.
Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk
membuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan.
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi paling tidak
dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti :
1) mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari
semua proses-proses pelayanan public;
2) mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang
berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses
didalam sektor public;
3) mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran
informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam
kegiatan melayani.
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat
waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Dengan
ketersediaan informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus
mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil
yang optimal bagi masyarakat serta mencegah terjadinya kecurangan dan
manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok
masyarakat saja secara tidak proporsional.
c. Prinsip Partisipatif (Indikator dan Alat Ukurnya)
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat
dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara langsung atau secara tidak langsung.

22
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan
kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam mewujudkan kerangka yang
cocok bagi partisipasi, perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu :
1) partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan
jaringan civil society (inisiatif asosiasi;
2) partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society
sebagai service provider,
3) lokal kultur pemerintah;
4) faktor-faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses terbuka dan
konsentrasi pada kompetisi.
Beberapa alasan mengapa sistem partisipatoris dibutuhkan dalam Negara
demokratis. Pertama, ialah bahwa sesungguhnya rakyat sendirilah yang
paling paham mengenai kebutuhannya. Dan kedua, bermula dari kenyataan
bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan kompleks,
birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh sebab itu, untuk
menghindari alienasi warga negara, para warga negara itu harus dirangsang
dan dibantu dalam membina hubungan dengan aparat pemerintah.
Penguatan partisipasi publik dapat dilakukan oleh pemerintah dengan:
a) mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh public;
b) menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan
mengumpulkan masukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga
negara dalam kegiatan publik, mendelegasikan otoritas kepada
pengguna jasa layanan public seperti proses perencanaan dan
penyediaan panduan kegiatan masyarakat dan layanan publik.
Prinsip partisipasi masyarakat menuntut masyarakat harus diberdayakan,
diberikan kesempatan dan diikutsertakan untuk berperan dalam proses-
proses birokrasi mulai dari tahap perencanaan pelaksanaan dan pengawasan
atau kebijakan publik. Operasionalisasi konsep :
a) Pada level akar rumput, partisipasi mengimplikasikan struktur
pemerintahan yang fleksibel dan memberikan peluang bagi masyarakat

23
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
yang berkepentingan untuk menyempurnakan desain dan implementasi
program serta proyek publik;
b) Memberikan peluang bagi LSM sebagai sarana alternatif penyaluran
energi dari publik, melalui identifikasi kepentingan publik, mobilisasi
opini publik, untuk mendukung kepentingan tersebut, dan organisasi aksi
yang sesuai.
2. Kendala-Kendala Pelaksanaan Prinsip Good Governance
a. Tindak Pidana Korupsi Sebagai Suatu Masalah
Selain sikap skeptisme, maraknya tindak pidana korupsi adalah karena adanya
sikap permisif terhadap tindak pidana korupsi. Sikap- sikap permisif terhadap
korupsi secara lugas dikemukakan oleh Robert Klitgart dengan sebutan
"upaya penegakan hukum seperempat hati". Menurut Klitgart, terdapat tujuh
sikap permisif yang menyertai keengganan dalam melawan korupsi, yaitu: (1)
Korupsi toh ada di mana-mana, ada di Jepang, ada di Belanda, ada di Amerika
Serikat Tidak ada sesuatupun yang dapat Anda lakukan terhadap "epidemi"
yang namanya korupsi, (2)Korupsi akan selalu ada. Serupa dengan dosa,
korupsi adalah bagian dan sifat manusia. Anda tidak akan mampu melakukan
apapun terhadapnya; (3) Konsep tentang kompsi adalah samar-samar dan
hanya ditetapkan secara kultural. Di dalam beberapa kultur, perilaku yang
mengusik Anda bukanlah korupsi; (4) Membersihkan masyarakat dari korupsi
akan membutuhkan suatu perubahan besar-besaran terhadap sikap dan nilai-
nilai. Upaya seperti itu harus hanya mungkin terwujud melalui upaya keras
terus menerus selama ratusan tahun; (5) Di banyak negara, korupsi tidaklah
secara keseluruhan membahayakan. Korupsi malah menggemuki roda
perekonomian, dan merekatkan sistem politik; (6) Tidak ada sesuatupun yang
dapat dibuat jika para pria dan wanita yang berada di puncak kekuasaan yang
korup, atau jika korupsi yang berlangsung sudah sangat sistematik; (7) Risau
dengan korupsi adalah berlebih- lebihan.
b. Hambatan Mewujudkan Good Governance melalui E Government
Hambatan penerapan Good Governance melalui E Government dapat lihat
misalnya dari hasil pengamatan yang dilakukan Kementerian Komunikasi

24
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
yang menyimpulkan bahwa mayoritas situs pemerintah Pusat dan pemerintah
Daerah masih berada pada tingkat persiapan (pertama) apabila ditinjau dari
sejumlah aspek:
1) E-Leadership: prioritas dan inisiatif negara di dalam Mengantisipasi dan
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
2) Infrastruktur Jaringan Informasi: kondisi infrastruktur telekomunikasi serta
akses, kualitas, lingkup, dan biaya jasa akses;
3) Pengelolaan Informasi: kualitas dan keamanan pengelolaan informasi;
4) Lingkungan Bisnis: kondisi pasar, sistem perdagangan, dan regulasi yang
membentuk konteks perkembangan bisnis teknologi informasi;
5) Masyarakat dan Sumber Daya Manusia: difusi teknologi informasi didalam
kegiatan masyarakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh
mana teknologi informasi disosialisasikan kepada masyarakat melalui
proses pendidikan.
Terdapat sejumlah kelemahan pembentukan egovernment di Indonesia:
a) Pelayanan yang diberikan situs pemerintah belum ditunjang oleh sistem
manajeman dan proses kerja yang efektif karena kesiapanperaturan,
prosedur dan keterbatasan SDM sangat membatasi penetrasi
komputerisasi ke dalam sistem pemerintah;
b) Belum mapannya strategi serta tidak memadainya anggaran yang
dialokasikan untuk pengembangan e-government;
c) Inisiatif merupakan upaya instansi secara sendiri-sendiri; dengan
demikian sejumlah faktor seperti standardisasi, keamanan informasi,
otentikasi, dan berbagai aplikasi dasar yang memungkinkan
interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan terpercaya kurang
mendapatkan perhatian;
d) Kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet.
Dengan melihat kepada kondisi di atas, maka tantangan yang muncul
kemudian adalah bagaimana meningkatkan penerapan Good Governance
melalui E Government di masa datang menjadi lebih memadai sehingga
tidak memungkinkan lagi adanya tahapan pelayanan yang memerlukan

25
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
pertemuan tatap muka antara masyarakat dengan penyedia pelayanan
publik. Ketiadaan tatap muka dapat meminimalisir dan meniadakan
aktivitas-aktivitas rent seeking.
b. Permasalahan Sumber Daya Manusia
1) Permasalahan Dalam Birokrasi Indonesia
Sesungguhnya, dalam memberikan pelayanan umum birokrasi
pemerintah tidak boleh memihak kepada kelompok manapun, dengan
tujuan agar pelayanan yang dilakukan bisa diberikan pada seluruh
masyarakat, tanpa membedakan aliran atau partai politik yang diikuti
oleh anggota masyarakat. Jelas pula, dalam memberikan pelayanan umum
itu, birokrasi pemerintah lebih efektif dan efisien. Itu semua adalah
kehendak ideal yang diinginkan, akan tetapi realitas yang dihadapi selama
ini selalu terkesan bahwa birokrasi pemerintah itu lamban.
2) Permasalahan PNS dalam Birokrasi Pemerintah
Ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi Indonesia
berkenaan dengan SDM. SDM yang dimaksudkan adalah Pegawai Negeri
Sipil yang ditempatkan dan bekerja di lingkungan birokrasi, untuk
menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagaimana telah ditetapkan.
Permasalahan tersebut antara lain besarnya jumlah PNS, dan tingkat
pertumbuhan yang tinggi dari tahun ke tahun rendahnya kualitas dan
ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki, kesalahan penempatan dan
ketidakjelasan jalur karier yang dapat ditempuh.
3. Upaya Agar Prinsip Good Governance Dapat Diterapkan Agar Tercipta
Pemerintahan Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Serta Nepotisme.
Implementasi Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) dalam
penyelenggaraan pemerintahan merupakan salah satu upaya menciptakan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor
5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik
Indonesia memerintahkan kepada seluruh jajaran Pimpinan Instansi Pemerintah
untuk :
1) Melaporkan harta kekayaan bagi penyelenggara negara;

26
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
2) Membuat penetapan kinerja secara berjenjang;
3) Meningkatkan kualitas pelayanan publik;
4) Mencegah kebocoran dan pemborosan pada pengadaan barang dan jasa;
5) Memberikan dukungan maksimal kepada upaya penindakan korupsi;
6) Menerapkan kesederhanaan serta penghematan.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) bersama Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia (MENPAN-RI) telah
merekomendasikan langkah-langkah penerapan Tata Kepemerintahan yang Baik,
meliputi :
1) Peningkatan kapasitas Pemerintah daerah;
2) Penerapan manajemen berbasis kinerja;
3) Pelayanan sektor publik;
4) Pencegahan korupsi pada proses pengadaan barang dan jasa;
5) Peningkatan kemampuan teknis aparatur;
6) Peningkatan kesadaran anti korupsi; dan
7) Penanganan pengaduan masyarakat.

27
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB III
INTEGRITAS ASN DALAM PERSPEKTIF KEPEMIMPINAN

Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan dapat:


1. Mengetahui Nilai-nilai individu dan organisasi
2. Memahami Kebutuhan Pemangku Kepentingan
3. Memetakan Nilai integritas pada birokrasi Indonesia

A. Nilai-nilai individu dan organisasi

Nilai menempati tempat yang menonjol dalam wacana ilmiah dan masyarakat


pada jumlah tingkat. Mereka adalah " di antara konsep sangat sedikit psikologis
sosial yang telah berhasil digunakan di semua disiplin ilmu
sosial ". Nilai yang diyakini memiliki substansial pengaruh
terhadap respon afektif dan perilaku individu, dan nilai-nilai perubahan sering
menimbulkan sebagai penjelasan untuk berbagai penyakit sosial,
masalah karyawan di tempat kerja, dan peningkatan diakui di bisnis yang tidak
etis praktek.
Pada tingkat organisasi, nilai-nilai dipandang sebagai komponen utama dari
budaya organisasi dan sering digambarkan sebagai prinsip-prinsip bertanggung
jawab atas sukses pengelolaan sejumlah perusahaan. Nilai juga telah ditandai
sebagai "properti yang paling khas atau mendefinisikan karakteristik dari sebuah
Lembaga sosial. Meskipun popularitas mereka, ada kurangnya konsensus
mengenai sifat dari nilai sendiri. Antara lain, nilai-nilai telah dianggap
sebagai kebutuhan, kepribadian jenis, motivasi, tujuan, utilitas, sikap, minat,
dan tidak ada jiwa entitas.
1. Nilai-Nilai Individu
Nilai (value) merupakan kata sifat yang selalu terkait dengan benda, barang,
orang atau hal-hal tertentu yang menyertai kata tersebut. Nilai adalah sebuah
konsep yang abstrak yang hanya bisa dipahami jika dikaitkan dengan benda,
barang, orang atau hal-hal tertentu. Pengkaitan nilai dengan hal-hal tertentu

28
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
itulah yang menjadikan benda, barang atau hal-hal tertentu dianggap memiliki
makna atau manfaat. Benda purbakala dianggap bernilai karena berguna bagi
generasi penerus untuk mengetahui sejarah masa lampau kita. Video
tape recorder, meski secara teknis kondisinya masih baik, dianggap
manfaatnya sudah hilang karena sudah susah mengoperasikannya mengingat
kaset yang seharusnya menjadi komplemen video tape tersebut tetidak bisa
lagi diperoleh di pasaran, semuanya tergantikan oleh VCD. Dengan demikian
yang dimaksudkan dengan nilai adalah prinsip, tujuan, atau
standar sosial yang dipertahankan oleh seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat) karena secara intrinsik mengandung makna.
Definisi diatas bukanlah satu-satunya definisi nilai karena setiap disiplin ilmu
yang berkepentingan terhadap konsep nilai memberikan definisi yang
berbeda. Sebagai contoh, MiltonRokeach mengatakan bahwa nilai (values)
adalah keyakinan abadi (enduring belief) yang dipilih oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai dasar untuk melakukan suatu kegiatan tertentu
(mode of conduct) atau sebagai tujuan akhir tindakannya (end state of
existence). Dari pengertian ini Rokeach kemudian membedakan nilai menjadi
dua yaitu Terminal valuesdan instrumental values. Sementara itu Robin
Williams Jr. menjelaskan bahwa values bukan hanya berfungsi sebagai kriteria
atau standar untuk melakukan tindakan tetapi juga befungsi sebagai kriteria
atau standar untuk melakukan penilaian, menentukan pilihan, bersikap,
berargumentasi maupun menilai performance. Kedua definisi tsb menegaskan
bahwa pilihan seseorang atau sekelompok orang atas beberapa pilihan
lainnya yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu akan menjadikan pilihan
tersebut sebagai keyakinan abadi.
Penjelasan diatas secara tidak langsung menegaskan bahwa nilai cenderung
bersifat permanen. Artinya sekali seseorang telah menentukan pilihan
terhadap satu nilai tertentu – sesuatu yang dianggap benar, maka orang
tersebut sulit mengubah pendiriannya. Kalaulah pendirian tersebut berubah
maka perubahannya tidak terjadi dalam waktu pendek melainkan terjadi
secara incremental. Hal ini sejalan dengan pendapat Hofstede yang

29
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
mengatakan bahwa setiap individu telah memiliki mental program yang
disebut individual mental programming.
Kriteria untuk menentukan nilai biasanya didasarkan pada pertimbangan
moralitas yakni hal-hal yang seharusnya (ought to) atau sesuatu yang baik
(good). Nilai (value) dengan demikian merupakan sesuatu yang seharusnya
(bersifat ideal) yang biasa disebut espouse values dan bukan merupakan
sesuatu yang sesunggungnya (value in use). Dalam batas-batas tertentu,
norma prilaku juga sering dianggap sama dengan values dan menjadi
pedoman untuk berprilaku. Konsep nilai seperti dikemukakan Rokeach
dan William Jr. sering disebut sebagai personal atau individual values. Contoh
nilai berkaitan dengan personal/individual values diantaranya adalah disiplin
diri (self-discipline), pengendalian diri (self-control), kesalehan dan kebaikan
hati seseorang. Sedangkan jika nilai-nilai tersebut dikaitkan dengan pekerjaan,
misalnya seperti dikemukakan Hofstede, maka akan diperoleh konsep nilai
yang lain yakni nilai-nilai kerja (work related values). Contoh nilai-nilai kerja
misalnya job involvement dan komitmen.
Bukan hanya setiap disiplin ilmu memahami konsep nilai dengan cara
berbeda, dalam bidang studi organisasi, termasuk studi prilaku organisasi,
istilah nilai juga dipahami secara bervariasi. Ada yang menganggap bahwa
konsep nilai lebih dekat dengan konsep filosofi atau ideologi dan ada juga
yang mengatakan bahwa konsep nilai lebih dekat dengan sikap (attitude)
seseorang. Terlepas dari perbedaan-perbedaan tersebut, bidang studi
organisasi pada awalnya hanya mengkaitkan konsep nilai dengan pelaku
organisasi (aktornya) yang disebut nilai-nilai personal atau individual
(personal values atau individual values) dan dengan pekerjaan, disebut nilai-
nilai kerja (work values atau work related values). Mengkaitkan nilai dengan
organisasi secara keseluruhan baru muncul belakangan bersamaan dengan
semakin populernya konsep budaya organisasi.
Belakangan bidang studi organiasasi juga mengadopsi konsep nilai yang jauh
sebelumnya sudah menjadi kajian yang intensif pada disiplin ilmu lain seperti

30
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
sosiologi dan anthropologi.Pada kedua disiplin ini dikenal istilah nilai yang
disebut nilai-nilai masyarakat (societal values).
Oleh karena bidang studi perilaku organisasi banyak berinteraksi dengan
disiplin ilmu lain seperti anthropologi, sosiologi dan psikologi dan mengadopsi
beberapa konsep darinya termasuk konsep nilai maka sangat tidak
mengherankan jika di dalam lingkup kehidupan sebuah organisasi bisa
dijumpai berbagai macam kategori nilai: nilai-nilai masyarakat – societal
values (diadopsi dari disiplin anthropologi dan sosiologi), nilai-nilai organisasi
(dikembangkan di dalam disiplin studi organisasi), dan nilai-nilai individual
dan nilai-nilai pekerjaan (keduanya diadopsi dari disiplin psikologi). Meski
demikian esensi dari setiap konsep nilai sesungguhnya sama yakni nilai
adalah
(1) Sebuah konsep atau keyakinan
(2) Tentang tujuan akhir atau sebuah prilaku yang patut dicapai
(3) Yang bersifat transendental untuk situasi tertentu,
(4) Menjadi pedoman untuk memilih atau mengevaluasi prilaku atau sebuah
kejadian dan
(5) Tersusun sesuai dengan arti pentingnya. 
Jika komponen nilai diatas disederhanakan maka nilai terdiri dari dua
komponen utama:
(1) Setiap definisi memfokuskan perhatiannya pada dua jenis nilai
yaitu means (alat atau tindakan) dan ends (tujuan) dan
(2) Nilai dipandang sebagai preferensi (preference) atau prioritas (priority)
bagi seseorang.
a. Peran Nilai
Dalam bidang studi perilaku organisasi memahami nilai-nilai personal
karyawan bukan merupakan pilihan melainkan menjadi keharusan bagi
para manajer karena nilai-nilai personal merupakan landasan untuk
memahami sikap dan perilaku karyawan. Ketika seseorang bergabung
dengan sebuah organisasi, Ia juga membawa serta nilai-nilai personalnya.
Artinya, seseorang telah memiliki kriteria mana yang seharusnya dan

31
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
mana yang tidak seharusnya; mana yang baik dan mana yang buruk; mana
yang benar dan mana yang dianggap salah. Dengan kata lain, setiap orang
yang bergabung dengan sebuah organisasi pasti tidak pernah bebas nilai
(value free) sehingga dalam menjalankan pekerjaannya seseorang lebih
memilih prilaku atau outcome tertentu yang sesuai dengan tata nilainya
dibandingkan dengan perilaku atau outcome lainnya. Hal ini bisa diartikan
pula bahwa dalam batas-batas tertentu nilai personal seseorang seringkali
membatasi seseorang untuk bertindak obyektif atau rasional.
b. Tipe Nilai
Jika Rokeach membedakan nilai menjadi dua – terminal dan instrumental
value, Allport dan teman-teman membuat kategorisasi nilai dengan cara
berbeda, yaitu:
1) Nilai teoritik. Nilai-nilai teoritik memberi tempat yang sangat tinggi
terhadap upaya mencari kebenaran (discovery of truth) melalui
pendekatan kritis dan rasional.
2) Nilai ekonomik. Menekankan pentingnya nilai guna dan kepraktisan
3) Nilai estetika. Memberi penghargaan yang tinggi terhadap bentuk dan
harmoni
4) Nilai sosial. Memberi perhatian yang tinggi terhadap kepentingan
masyarakat
5) Nilai politik. Memperoleh kekuasaan (power) dan mampu
mempengaruhi banyak orang merupakan indikator dari nilai politik
6) Nilai religi. Menjunjung tinggi aturan-aturan agama
c. Konflik Nilai
Organisasi adalah tempat bertemunya berbagai macam konsep nilai – nilai
masyarakat (societal values), nilai institusi (institutional values), nilai
organisasi (organizational values), nilai kerja (work values), nilai profesi
(professional values) dan nilai personal (personal values). Akibat langsung
dari bertemunya konsep nilai tersebut adalah kemungkinan terjadinya
perbedaan antara satu konsep nilai dengan konsep nilai yang lain. Oleh
karena itu konflik nilai sering tidak bisa dihindarkan. Tiga diantaranya

32
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
akan mendapat perhatian pada KB ini yaituintrapersonal
conflict, interpersonal conflict, dan konflik antara nilai individu dengan
nilai organisasi. Ketiga jenis konflik nilai ini masing-masing bersumber
pada diri orang tersebut, hubungan antar manusia dan hubungan antara
person dengan organisasi.
d. Mengatasi Konflik Nilai
Untuk mengatasi konflik nilai, beberapa cara bisa dilakukan. Untuk
mengatasi intrapersonal conflict, Barbara Moses misalnya menyarankan
agar organisasi bisa menjadi tempat yang bersahabat dengan kehidupan
(life-friendly organization) yang memberi kesempatan kepada karyawan
untuk merefleksikan dirinya – bagimana seorang karyawan menjalani
hidup dan menghabiskan waktunya untuk kehidupan. Refleksi diri
tersebut bisa dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan (dapat
Anda baca pada halaman 2.54 dan 2.55).
Sementara itu untuk mengatasi interpersonal conflict, Thomas Behr
menyarankan agar para eksekutif menjadi value-centered leaders yakni
menjadi seorang pemimpin yang berbasis pada nilai-nilai. Dengan
menempatkan diri seperti ini para eksekutif diharapkan bisa menjadi
mediator ketika terjadi konflik nilai, khususnya konflik yang disebabkan
karena hubungan antar personal maupun konflik nilai yang terjadi karena
perbedaan nilai-nilai personal karyawan dengan nilai-nilai organisasi.
e. Sikap Kerja
Sikap adalah bentuk ungkapan perasaan seseorang terhadap pekerjaan,
baik ungkapan bernada positif maupun negatif. Ungkapan seperti ini
dalam bidang studi perilaku organisasi sering disebut sebagai sikap
karyawan terhadap sebuah pekerjaan. Dalam kehidupan organisasi, sikap
karyawan tidak hanya ditujukan kepada pekerjaan tetapi juga pada obyek-
obyek yang lain seperti gaji yang diterima, teman kerja, atasan langsung,
pimpinan perusahaan dan bahkan terhadap organisasi secara
keseluruhan.

33
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Ada empat alasan mengapa seorang manajer perlu memahami sikap
karyawan. Pertama, pada situasi tertentu sikap seseorang berpengaruh
terhadap perilaku individu orang tersebut.Kedua, dalam konteks
pekerjaan, membangun sikap kerja positif sangat berguna bagi alasan
kemanusiaan terlepas bahwa sikap tersebut akan meningkatkan
produktivitas seseorang atau tidak. Ketiga, banyak organisasi yang dengan
sengaja mendesain program untuk menciptakan sikap positif, seperti
membangun citra (image) katakanlah melalui berbagai bentuk iklan agar
konsumen memiliki sikap positif terhadap perusahaan. Keempat, sikap
seseorang memainkan peran penting dalam studi perilaku organisasi
khususnya teori motivasi.
f. Definisi sikap
Sikap adalah sebuah konstruk/konsep/bangunan yang bersifat hipotetik
(hypothetical construct). Dikatakan demikian karena secara riil sikap tidak
bisa dilihat dengan mata kepala, disentuh dengan tangan atau dirasakan
dengan lidah. Untuk memahami sikap seseorang, yang bisa kita lakukan
adalah mendefinisikan atau menginterpretasikan apa yang dikatakan atau
dilakukan seseorang. Dengan demikian, untuk memahami sikap seseorang
terhadap sebuah obyek, pertama, kita perlu mencermati apa yang
dikatakan atau dilakukan seseorang terhadap sebuah obyek tersebut.
Langkah selanjutnya, kedua, adalah menginterpretasikan maksud dari
perkataan atau tindakan orang tersebut. Ketiga, memahami perilaku orang
bersangkutan.
Sikap merupakan ungkapan perasaan seseorang yang persisten (ajeg)
terhadap sebuah obyek, baik ungkapan yang bernada postif atau negatif.
Obyek dalam hal ini bersifat generic dan bisa diklasifikasikan menjadi dua
yaitu obyek fisik dan non-fisik. Oleh karena itu obyek bisa berupa orang,
tempat kerja (organisasi), gaji, pekerjaan, kejadian atau segala hal dimana
seseorang bisa mengungkapkan perasaannya. Jadi, ketika seseorang
mengatakan bahwa Ia mempunyai sikap positif terhadap perkerjaan
berarti Ia menpunyai perasaan senang berkaitan dengan pekerjaan

34
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
tersebut. Hanya saja perlu disadari pula bahwa seseorang terkadang
mempunyai perasaan positif terhadap beberapa aspek pekerjaan namun
di saat yang sama juga mempunyai perasaan negatif terhadap beberapa
aspek pekerjaan yang lain.
Sikap, seperti halnya nilai-nilai individu (lihat penjelasan tentang peran
nilai), berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Bedanya adalah jika
nilai-nilai individu mempengaruhi perilaku seseorang secara keseluruhan
bahkan pada situasi berbeda, sikap hanya mempengaruhi perilaku
seseorang terhadap obyek, orang atau situasi yang spesifik. Meski
demikian, meski tidak selalu, nilai-nilai individu dan sikap seseorang
biasanya berjalan seiring. Sebagai contoh seorang manajer yang sangat
menghargai seseorang yang suka membantu orang lain mungkin akan
bersikap negatif terhadap seseorang yang membantu orang lain tapi cara
membantunya tanpa mempertimbangkan etika.
g. Komponen Sikap
Sikap seseorang terhadap sebuah obyek, orang lain atau situasi secara
umum bisa dipahami melalui 3 komponen berbeda pembentuk sikap,
yaitu: cognitive, affective dan behavioral component. Cognitive
component adalah informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek yang
disikapi. Informasi ini meliputi data deskriptif seperti fakta, gambar, atau
pengetahuan lain yang spesifik. Affective component adalah perasaan dan
emosi seseorang tehadap obyek yang disikapi. Komponen ini melibatkan
aspek penilaian dan emosi, dan seringkali diekspresikan dalam bentuk
suka atau tidak suka terhadap sebuah obyek. Behavioral tendency
component merupakan cara seseorang menunjukkan prilakunya terhadap
sebuah obyek. Dalam kehidupan organisasi, sikap seseorang bisa dipahami
dengan baik berdasarkan kombinasi antara cognitive dan affective
component.
h. Hubungan antara Sikap dan Perilaku
Seringkali kita beranggapan bahwa sikap seseorang akan mempengaruhi
perilakunya. Oleh karena itu jika anda hendak mengubah perilaku

35
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
seseorang terlebih dahulu anda harus mengubah sikapnya. Namun dalam
kenyataannya hubungan antara sikap dan perilaku seseorang ternyata
tidak sesederhana itu. Hubungan keduanya sangat kompleks dan
merupakan hubungan resiprokal (saling mempengaruhi) – sikap bisa
mempengaruhi prilaku dan sebaliknya prilaku juga bisa mempengaruhi
sikap.
2. Nilai-nilai Organisasi
Organisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), organisasi adalah
kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas bagian-bagian (orang
dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu.
Organisasi juga adalah kelompok kerja sama antara orang-orang yang
diadakan untuk mencapai tujuan bersama.
Organisasi Menurut Para Ahli ; 
a. Chester I. Bernard
Organisasi merupakan sebuah tujuan system aktifitas yang di dalamnya
saling bekerja sama yang mana di lakukan baik itu dua orang atau lebih.
b. James D. Mooney
Organisasi merupakan suatu perserikatan berbagai manusia bertujuan agar
bisa mencapai tujuan bersama.
c. Kochler
Beliau mengartikan mengenai pengertian Organisasi adalah suatu system
yang memiliki hubungan yang secara sistematis, terkordinasi baik melalui
usaha di dalam suatu kelompok didalamnya terdiri dari orang-orang yang
sedang melakukan kegiatan atas tujuan tertentu.
d. Max Weber
Seorang ahli bernama Max Weber menjelaskan bahwasanya organisasi
dapat di artikan suatu kerangka hubungan yang sudah terstruktur yang
mana di organisasi tersebut memiliki tangung jawab serta kewenangan dan
pembagian kerja bertujuan dalam mengeksekusi fungsi tertentu.

36
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
e. Philip Slznic
Beliau berpendapat bahwasanya Organisasi bisa di artikan sebagai suatu
peraturan dari beberapa anggota guna dalam memudahkan untuk bisa
mencapai dari berbagai tujuan yang sebelumnya telah di rumuskan lewat
alokasi fungsi dan tanggung jawab.
f. Richard Scott
Organisasi merupakan sebuah tindakan yang kolektif dan sengaja di bentuk
untuk bisa mencapai tujuan secara khusus yang mana di atas dasarkan
kelangsungan.
g. Schein
Beliau menyatakan bahwa Organisasi merupakan suatu koordinasi yang di
gerakan dengan system rasional pada setiap kegiatan yang di lakukan oleh
beberapa orang agar bisa mencapai tujuan dengan secara umum dengan
masing-masing memiliki pembagian fungsi serta pekerjaan dari hirarji
dengan memiliki otoritas dan tanggung jawab.
h. Stephen P. Robbins
Sebagai kegiatan dari suatu kesatuan social yang telah di koordinasikan
secara sadar yang mana di dalamnya terdapat batasan yang yang relatif
dapat dikenal, serta bekerja ber-atas dasarkan yang relative secara terus
menerus agar dapat mencapai tujuan bersama atau kelompok.
i. Stoner
Stoner menjelaskan bahwasanya Organisasi di artikan sebagai suatu pola
yang terdiri dari beberapa hubungan dari orang-orang yang sedang dalam
pengarahan oleh atasan bertujuan untuk bisa mencapai tujuan bersama.
j. Thomas Zimmerer dan Paul Preston
Paul Preston dan Thomas Zimmerer menuturkan bahwasanya organisasi
merupakan suatu perkumpulan yang telah tersusun pada berbagai
kelompok yang selalu saling bekerjasama, bertujuan agar dapat mencapai
tujuan bersama.

37
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
k. Victor A. Thompson
Ia menjelaskan mengenai pengertian organisasi, adalah berupa perpaduan
dari banyaknya para spesialis yang saling bekerjasama baik itu dengan cara
impersonal dan rasional agar bisa mencapai tujuan yang sebelumnya telah
di rencanakan.
3. Menghubungkan Nilai Organisasi dan Nilai Pribadi
Saya yakin bahwa setiap kita memiliki nilai-nilai yang kita anut dalam
kehidupan pribadi. Begitu juga dengan perusahaan tempat kita bekerja, setiap
organisasi pasti memiliki nilai-nilai. Ada tiga hal yang menghubungkan setiap
orang dengan nilai yang dianut oleh sebuah organisasi. Berikut adalah 3 hal
yang dapat menciptakan kondisi yang tepat dalam membina hubungan antara
orang-orang dalam sebuah organisasi.
a. Nilai-nilai perlu dioperasionalkan.
Berapa banyak organisasi yang mengoperasionalkan nilai-nilai yang
dimiliki? Jawabannya adalah tidak banyak. Organisasi seharusnya
mengoperasionalkan nilai-nilai yang dimiliki agar membantu proses bisnis
berjalan dengan lancar dan membantu organisasi dalam mengambil
keputusan. Ini adalah cara untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang
dimiliki perusahaan terkandung dalam perbincangan sehari-hari. 
b. Nilai-nilai perlu dijalani, dimulai dari pimpinan tertinggi.
Ini adalah cara paling tepat untuk menerapkan nilai-nilai yang tertulis di
dinding sehingga nilai-nilai tersebut tidak hanya menggantung Indah di
suatu sudut. Para pemimpin perlu menghayati nilai-nilai inti yang dimiliki
organisasi dan menjalankannya dalam tindakan kecil sekalipun. Para
pemimpin adalah acuan para anggota organisasi lainnya untuk menerapkan
nilai-nilai sebuah organisasi. Jika seorang pemimpin tidak mampu untuk
menjalani sebuah nilai, maka sulit bagi anggota organisasi lainnya untuk
menjalankan nilai tersebut. 
c. Nilai-nilai perlu dikomunikasikan.
Poin terakhir dalam membina hubungan antara orang-orang dengan nilai-
nilai adalah mengkomunikasikan nilai-nilai secara efektif. Salah satu cara

38
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
ampuh untuk melakukannya adalah dengan membuat program pengakuan
yang memberikan suatu waktu bagi setiap orang dalam organisasi
menunjukkan nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi. 
Cara lain untuk melakukannya adalah dengan meminta setiap orang di
organisasi menceritakan kisah mereka yang mewujudkan nilai-nilai yang
dimiliki. 
Nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi haruslah mencerminkan hal-hal
penting yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Ketika nilai-nilai sebuah
organisasi dijalankan, dihidupi dan dikomunikasikan, setiap orang dalam
organisasi akan mengetahui hal yang membutuhkan perhatian khusus setiap
orang dalam organisasi. Ini akan membantu mereka membuat keputusan yang
lebih cepat. Mereka juga akan berkomitmen penuh dengan keputusan yang
dibuat.
Ada yang mengatakan bahwa perusahaan lebih bersemangat dalam
membicarakan nilai-nilai yang dimilikinya dibanding nilai-nilai yang pribadi.
Ini mungkin dikarenakan kata-kata ‘nilai-nilai pribadi’ akan memunculkan
argumen bagi orang-orang yang memiliki nilai yang berbeda satu dengan yang
lainnya. 
Nilai-nilai yang kita miliki adalah landasan kehidupan setiap kita sehingga
tidak mengherankan jika nilai-nilai yang kita miliki pastinya berbeda dengan
yang dimiliki orang lain. Nilai-nilai inilah yang menjadi acuan saat kita
melakukan suatu pekerjaan. Organisasi yang membangun tempat kerja
dengan berpusat pada hubungan antara setiap orang di dalamnya dengan
nilai-nilai yang dianut, akan mengalami terobosan besar dan juga
memiliki kekuatan yang besar. Organisasi ini pastinya siap membantu setiap
orang didalamnya untuk mencapai potensi maksimal. 

B. Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan terdiri dari pihak-pihak internal dan eksternal organisasi
yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap kinerja humas pemerintah.
Setiap pemangku kepentingan memiliki kebutuhan yang berbeda sehingga

39
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
diperlukan pemetaan pemangku kepentingan secara akurat sesuai dengan kebutuhan
masing-masing. Hasil pemetaan pemangku kepentingan merupakan informasi penting
dalam perumusan kebijakan hubungan dengan pemangku kepentingan.
Kegiatan hubungan masasyarat pemerintah berkaitan erat dengan publik internal dan
publik eksternal. Kegiatan ini berkembang menjadi hubungan antara instansi
pemerintah dengan pemangku kepentingan internal dan pemangku kepentingan
eksternal.
Pemangku kepentingan internal merupakan khalayak/publik yang menjadi bagian dari
kegiatan organisasi atau instansi pemerintah, sedangkan pemangku kepentingan
eksternal adalah publik yang berada di luar organisasi/instansi yang harus diberi
informasi agar dapat membina hubungan dengan baik. Berdasarkan hal ini, pemangku
kepentingan internal dan pemangku kepentingan eksternal perlu menyesuaikan dengan
bentuk, sifat, jenis, dan karakter organisasi/instansi.
Pengelompokan pemangku kepentingan terdiri dari publik internal dan publik eksternal
berikut :
1. Internal
a. Publik Internal Primer
Pimpinan dan pegawai instansi pemerintah
b. Publik Internal Sekunder
Keluarga pimpinan dan keluarga pegawai instansi pemerintah
c. Publik Internal Tersier
Pensiunan, pegawai tidak tetap, dan alihdaya (outsourcing) instansi pemerintah
2. Eksternal
a. Publik Eksternal Primer
Lembaga pemerintah dan media
b. Publik Eksternal Sekunder
Lembaga negara lainnya, BUMN, BUMD, Badan Layanan Umum, lembaga
peradilan, KPK, KPU, dunia usaha/swasta, dan lembaga internasional
c. Publik Eksternal Tersier
Masyarakat Sekitar, Lembaga Swadaya masyarakat, Lembaga Kemasyarakatan
dan lembaga sosial budaya

40
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
d. Publik Pendukung (Proponent)
Publik yang menerima atau sejalan dengan kebijakan instansi pemerintah
e. Publik Penentang (Opponent)
Publik yang menolak atau tidak sejalan dengan kebijakan instansi pemerintah
f. Publik Mengambang (Uncommitted)
Publik yang tidak memiliki sikap yang jelas (mudah berubah dan terpengaruh)
terhadap kebijakan instansi pemerintah
g. Publik Minoritas Vokal (Vocal Minority)
Publik yang jumlahnya kecil, tetapi dalam menyuarakan pendapatnya selalu
lantang
h. Publik Mayoritas Pasif (Silent Majority)
Publik yang jumlahnya besar, tetapi tidak menyatakan pendapatnya secara
terbuka

C. Nilai integritas pada birokrasi Indonesia

Gambaran utuh mengenai karakteristik Integritas individu yang perlu dibangun, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Integritas dapat dikelola
Integritas dapat melemah atau menguat karena dipengaruhi oleh keyakinan individu,
lingkungan kerja, organisasi dan sistem yang berlaku. Oleh karena itu, Integritas dapat
dikelola melalui perbaikan keyakinan individu dan perbaikan lingkungan kerja dan
organisasi.
2. Integritas bersifat kontekstual dan fungsional
Individu hadir dalam sebuah konteks tertentu dan memenuhi fungsinya. Dalam konteks
ASN, maka Integritas akan memampukan individu untuk menjalankan perannya
sebagaimana disebut pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara yaitu pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan
pemersatu bangsa.
3. Integritas Terlihat dalam Proses Berinteraksi
Integritas akan terlihat ketika yang bersangkutan menjalankan interaksi dengan rekan
kerja, atasan, bawahan, pengguna layanan, dan pemangku kepentingan. yang
41
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
berIntegritas dalam melakukan interaksi selalu memperlihatkan/menunjukkan
kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai, mengedepankan etika moral, tidak
koruptif, menggunakan sumber daya publik secara bertanggung jawab, berorientasi
pada kinerja, berusaha untuk memberikan kontribusi positif, dan melayani secara
profesional.
Berdasarkan karakteristik Integritas di atas, maka peningkatan kualitas Integritas individu
dan organisasi tercermin dalam interaksi dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut juga
menjelaskan bahwa Integritas dapat dikelola dan diukur. Integritas tidak datang dengan
sendirinya tapi harus dibangun melalui proses dan komitmen pimpinan organisasi dan
seluruh SDM Aparatur yang ada.
a. Faktor Pembangun Integritas
Faktor Pembangun Integritas terdiri atas faktor keyakinan dasar, faktor daya nalar, dan
faktor keberanian moral. Faktor dimaksud dapat memperkuat atau memperlemah
Integritas seseorang. Keyakinan individu yang dapat memperkuat Integritas individu,
antara lain: jujur, adil, idealisme, independen, dan bermartabat. Sebaliknya, keyakinan
individu yang dapat memperlemah Integritas individu antara lain: curang, pragmatis
sempit, kepentingan untuk pribadi dan/kelompoknya, serta diskriminatif. Ketiga faktor
pembangunan intergritas dimaksud dapat dijelasakan sebagai berikut:
1. Faktor Keyakinan Dasar
Kualitas Integritas individu dipengaruhi oleh keyakinan dasar (beliefs), yakni nilai-
nilai yang telah terinternalisasi dan menjadi dasar pertimbangan yang bersangkutan
untuk bertindak. Sebagian besar sikap dan tindakan manusia baik secara individu
maupun kelompok berakar dari keyakinan yang dianutnya.
Keyakinan yang sudah sedemikian melekat pada seorang individu (terinternalisasi),
secara sadar atau tidak, akan membuat yang bersangkutan melakukan tindakan yang
sesuai dengan keyakinan yang dianutnya tersebut. Dalam hal Pembangunan
Integritas, keyakinan yang melandasinya terdiri atas:
a) Idealisme
Idealisme aparatur yang akan mendorong individu untuk berperilaku dan
bertindak yang mencerminkan pandangan bahwa sebaik-baik adalah yang paling
banyak manfaatnya bagi organisasi, masyarakat, bangsa dan negara. Perilaku
yang muncul adalah perilaku yang mencerminkan penggunaan sumber daya
42
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dengan efektif dan efisien untuk mencapai kinerja yang optimal, pelayanan yang
baik tanpa diskriminasi ketika bekerja ataupun di luar jam kerja (sebagai ASN
melekat), berkontribusi pada perbaikan masyarakat, dan tidak koruptif.
b) Penerimaan Diri
Penerimaan diri aparatur yang akan mendorong individu untuk bersyukur dan
bangga berprofesi sebagai ASN dalam suka dan duka untuk mengabdi kepada
bangsa dan negara. Perilaku yang muncul salah satunya adalah kemampuan
bekerjasama dengan baik dan percaya diri.
c) Kemandirian
Kemandirian aparatur yang akan mendorong dalam berpikir, berperilaku, dan
bertindak secara mandiriselaras dengan kriteria Integritas. Perilaku yang muncul
salah satunya taat pada aturan, nilai, norma, kode etik, dan standar perilaku.
d) Bermartabat
Bermartabat aparatur akan mendorong individu untuk berperilaku dan bertindak
dengan menjaga kehormatan/martabat (nama baik dan reputasi), jujur, dan
menjaga kemuliaan profesi (etika profesi) dan budaya organisasi. Perilaku yang
muncul salah satunya adalah berkinerja baik dan berdisiplin tinggi.
2. Faktor Kekuatan Daya Nalar
Kekuatan daya nalar merupakan kapasitas Pegawai ASN untuk melakukan
pengendalian terhadap proses berpikir, memotivasi, mempengaruhi, dan bertindak.
Kemampuan ini merupakan kemampuan individu dalam menata dan mengatur diri
sendiri secara proaktif dan responsif, bukan sekedar reaktif terhadap peristiwa
eksternal
Kekuatan daya nalar terdiri atas :
a. Fokus Perhatian dan Tanggung Jawab
Kemampuan untuk merencanakan perubahan serta menempatkan diri sendiri
dalam kepentingan bersama dengan menyelaraskan kepentingan individu dan
kepentingan organisasi.
b. Terencana dan Antisipatif
Kemampuan untuk proaktif dan antisipatif, mampu berpikir lintas dan
berorientasi masa depan dengan tetap melihat dan memperhatikan pengalaman

43
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
masa lalu sehingga memberikan arah yang bermakna bagi organisasi, masyarakat,
bangsa, dan negara.
c. Disiplin Pribadi
Kemampuan menjaga diri dari situasi benturan kepentingan, cermat dan berhati-
hati dalam membuat perencanaan, merumuskan kebijakan, melaksanakan
kebijakan dan memberikan pelayanan dengan terus mengembangkan kompetensi
yang dimiliki secara memadai.
d. Evaluasi Diri
Kemampuan untuk melakukan introspeksi dan evaluasi diri terhadap keberhasilan
dan kegagalan serta melakukan penyesuaian dan perbaikan secara terus menerus.
3. Faktor Keberanian Moral
Keberanian moral merupakan kekuatan mental individu dan kepercayaan diri dalam
membuat keputusan moral untuk menyelesaikan dilema etika, yang terdiri atas:
a) Pengenalan Situasi Moral
Kemampuan individu untuk mengenali apakah situasi yang dihadapinya
merupakan permasalahan moral.
b) Pilihan Moral
Keberpihakan atau pilihan sikap individu terhadap situasi moral yang dihadapi
berdasarkan keyakinan dan kekuatan daya nalar individu.
c) Individualitas
Kemampuan individu untuk mengambil keputusan dengan memperhitungkan
risiko dalam situasi yang harus dilakukan secara individu.
d) Pengelolaan Rasa Takut
Kemampuan individu untuk mengendalikan rasa takut melalui pertimbangan
resiko dan tujuan pribadi dan organisasi yang ingin dicapai.
b. Tingkat Kematangan Integritas
Integritas individu dapat dikategorikan ke dalam beberapa tingkat kematangan
(maturitas) sebagai berikut:
1. Level 1: Kesadaran
mempunyai pengetahuan terbatas tentang Integritas individu namun mempunyai
kesadaran akan pentingnya Integritas individu Pada level Kesadaran, individu
mengetahui peran dan fungsi, kriteria Integritas individu, nilai dasar Aparatur yang
44
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
membangun Integritas, faktor yang membangun Integritas individu, dan
ketrampilan yang mendukung pembangunan Integritas, serta terbangunnya
persepsi, atensi, dan kesiapan untuk implementasi pembangunan Integritas pada
level individu.
2. Level 2: Pemahaman
mempunyai pengetahuan yang memadai dan memahami Integritas individu. Pada
level Pemahaman ini, individu memahami peran dan fungsi, kriteria Integritas, nilai
dasar Aparatur yang menjadi dasar pembangun Integritas individu, faktor yang
menjadi pembangun Integritas, memahami bentuk perilaku yang menggambarkan
Integritas, dan mempertahankan bentuk perilaku Integritas dalam memori sebagai
hasil proses belajar.
3. Level 3: Penerimaan
menerima Integritas sebagai salah satu bagian dari dirinya yang perlu
dikembangkan dan dijaga. Kemampuan melakukan produksi perilaku dan tindakan
Integritas sudah terlihat dalam kegiatan sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
mulai melakukan internalisasi nilai dasar pembangun Integritas, mempraktikkan
perilaku yang menggambarkan Integritas di lingkungan kerja, meningkatkan
keterampilan yang terkait dengan pembangunan Integritas individu, mulai
menumbuhkan keberanian moral dalam melaksanakan pekerjaannya, dan
terbangunnya reaksi yang natural dalam implementasi Integritas.
4. Level 4 : Kepemilikan
Sudah mampu menampilkan perilaku dan tindakan Integritas sebagai identitas dan
karakteristik dirinya atau dengan kata lain Integritas sudah menjadi motivasi
instrinsik individu, baik ada atau tidak ada pengawasan.
Memiliki kemampuan bekerjasama dengan baik (kolaboratif), percaya diri dan
mandiri. Selain itu, mampu mengimplementasikan Integritas dengan
mengedepankan etika moral, tidak koruptif, menggunakan sumber daya publik
secara bertanggung jawab, berorientasi pada kinerja, berusaha untuk memberikan
kontribusi positif, dan melayani secara professional.
c. Hubungan Antara Pembangunan Integritas Dengan Pembangunan Integritas Organisasi
Integritas dalam wilayah individu dapat dipahami sebagai individu yang memiliki
kesatuan sikap mental, pikiran, tindakan yang selaras dengan nilai yang baik dan
45
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
diyakini bermanfaat bagi dirinya sendiri dan organisasi sebagai bagian penting dari
suatu lingkungan yang lebih besar. Dengan kata lain Integritas merupakan konsistensi
antara nilai yang diyakini dan tindakan. Dalam konsep tentang Integritas terdapat
kombinasi dari nilai kejujuran, loyalitas, komitmen, dan niat perbaikan. Nilai ini bukan
hanya berada di dalam sikap mental atau pikiran diri individu tetapi harus muncul
dalam bentuk tindakan yang kongruen.
Sedangkan Integritas dalam konteks organisasi merupakan kesatuan Integritas individu
ditambah dengan nilai organisasi yang wajib diadopsi oleh setiap individu dalam
organisasi, dan diimplementasikan melalui berbagai sistem. Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa makna Integritas bagi individu, dalam hal ini adalah pola
pikir, karakter, dan tindakan yang sesuai dengan nilai kebaikan, norma dan aturan yang
berlaku di lingkungan pemerintahan.
Tantangan yang perlu dijawab adalah bagaimana membangun Integritas dalam diri
yang berada di dalam pemerintahan tersebut dapat memiliki pola pikir dan karakter
yang sesuai dengan nilai organisasi. Integritas harus dijadikan isu penting yang segera
ditindaklanjuti sekaligus dijadikan sebagai sikap dan komitmen oleh segenap aparatur
pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government). Salah
satu upayanya dengan mengembangkan kebijakan dan penegakan sistem Integritas
birokrasi, yang merupakan prasyarat penting untuk menciptakan pemerintah yang
bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hal ini akan dicapai antara lain melalui penerapan kebijakan sistem Integritas ASN
nasional. Sistem Integritas ASN nasional paling sedikit harus dilakukan dengan:
a) memahami nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, dan menerapkannya secara
konsisten dalam kegiatan sehari-hari;
b) memberikan keteladanan pelaksanaan kode etik dan kode perilaku pada setiap
tingkat pimpinan birokrasi (role model);
c) penerapan tindakan kedisiplinan atas penyimpangan terhadap kebijakan dan
prosedur atau pelanggaran terhadap kode etik dan kode perilaku.
d) memahami dan menghindari perilaku korupsi dan mengerti resiko perilaku korupsi
bagi diri, organisasi, keluarga, dan masyarakat.
Terlihat jelas bahwa untuk membangun Integritas dapat dicapai dengan menerjemahkan
ke dalam suatu standar perilaku atau disebut kode etik dan kode perilaku. Melalui
46
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
penerapan kode etik dan kode perilaku, tujuan organisasi harus tercapai lebih dari
sekedar ketaatan terhadap hukum dan peraturan tetapi juga ketaatan mematuhi nilai
yang berlaku di organisasi.
Hal itu harus disertai dengan penerapan mekanisme sanksi dan penghargaan yang ketat
bagi seluruh pejabat dan, dan disertai dengan kebijakan lainnya untuk
menginternalisasikan nilai Integritas, dan budaya kerja serta profesionalisme di
lingkungan pegawai. Dengan upaya ini, dan simultan dengan berbagai kebijakan
lainnya yang menunjang, diharapkan etos kerja yang bersih, kompeten, dan melayani
dapat segera terwujud.
Pembangunan Integritas dan pembangunan Integritas organisasi dilakukan secara
bersamaan dan bersinergi. Pembangunan Integritas menempatkan individu sebagai
fokus dari seluruh kegiatan, sedangkan fokus pembangunan Integritas organisasi adalah
tata kelola kelembagaan.

47
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
48
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB IV
STRATEGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG
BERSIH DAN AKUNTABEL
Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan
dapat:
1. Menjelaskan Pengertian Good Governance
2. Menjelaskan arah Kebijakan Pemerintahan yang bersih bebas dan melayani
3. Menerapkan Strategi untuk mencapai penyelenggaraan pemerintaha yang
bersih dan akuntabel

A. Pengertian Good Governance


Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid
dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik
secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada
proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai
oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara.
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan
sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi
perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih
sehingga Good Governancemerupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak
diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan
Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan Good Governance
di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita
Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran
dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama
Good Governance

a. Prinsip Good Governance


Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak
ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila
ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai
satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1) Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga
perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara
konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan
yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka
mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan
saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya.
Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi
dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang
keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk
menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan
secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu
sektoral.
2) Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum.
Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance,
harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan
karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the
supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty), Hukum yang
responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif,
Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa
pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut
hak asasi manusia.
3) Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi
perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi
yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang
berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan.
4) Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha
melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek
lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral
untuk mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik
di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara
benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan
etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang
ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen
mendasar dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang
dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban
sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan
kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau
panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam
kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan
operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja,
sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja
dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.
5) Berorientasi pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan
tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar
pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik
bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive
power) bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan
keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam
konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka
kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat
dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan
semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili.
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-
kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus
menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok
masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-
kebijakan dan prosedur-prosedur.
6) Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua
warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan
di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi
adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah
daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang
kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.
Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi
seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio
serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan
yang jelas tentang cara mendapatkan informasi
7) Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas,
pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria
efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria
efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat
menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai
kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan
efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun
perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata
masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan
perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi
masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah, karena program-
program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses
pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai
kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-
sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8) Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah,
sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung
jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga
yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda
satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan
perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan
akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan
instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku
dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan
sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
9) Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat
memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan
akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas
kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.
b. Penerapan Good Governance di Indonesia
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era
tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut
proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan
salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan
baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah
berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance diIndonesia
belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita
Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan
kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan
dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak
upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good
Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya
transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga
memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan
kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN.
Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap
akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik
dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga –
lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang
dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor
publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan
juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent
of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental
dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan
berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa
dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut
mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah
yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang
kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu
pemerintahan yang bersih dan amanah.

B. Arah Kebijakan Pemerintahan yang bersih bebas dan melayani

Good governance atau tata pemerintahan yang baik merupakan bagian dari
paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa yang cukup mewarnai
terutama pasca krisis multi dimensi seiring dengan tuntutan era reformasi. Situasi
dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpian nasional masa depan yang
diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang.
Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara
pemerintah dengan rakyatnya maupun partai yang mewakili rakyat dengan
konstituennya menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk dipahami
dengan logika awam masyarakat. Untuk mengatasi berbagai permasalah tersebut
di atas membutuhkan adanya komitmen dari berbagai pihak, tidak hanya
pemerintah dan para politikus namun masyarakat juga perlu untuk memberikan
andil terhadap pembangunan good governance tersebut. Untuk itu, pemahaman
tentang konsep, prinsip, dan pelaksanaan good governance merupakan hal yang
penting.
Indonesia di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini
menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua pihak.
Good governance atau tata pemerintahan yang baik merupakan bagian dari
paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa yang cukup mewarnai
terutama pasca krisis multi dimensi seiring dengan tuntutan era reformasi. Situasi
dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpian nasional masa depan yang
diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang.
Perkembangan situasi nasional dewasa ini dicirikan dengan tiga fenomena yang
dihadapi, yaitu : (1) Permasalahan yang semakin kompleks (multi-dimensi), (2)
Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi, kebijakan, dan aksi-reaksi
masyarakat), (3) Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih
berganti, situasi ekonomi yang tak mudah diprediksi, dan perkembangan politik
yang up and down.
Selain itu, kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara
pemerintah dengan rakyatnya maupun partai yang mewakili rakyat dengan
konstituennya menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk dipahami
dengan logika awam masyarakat. Untuk mengatasi berbagai permasalah tersebut
di atas membutuhkan adanya komitmen dari berbagai pihak, tidak hanya
pemerintah dan para politikusnamun masyarakat juga perlu untuk memberikan
andil terhadap pembangunan good governance tersebut.
Untuk itu, pemahaman yang kompleks tentang good governance perlu dipahami
oleh semua pihak sebagai bagian dari upaya untuk mendukung ketercapaian
pemerintahan yang bersih. Karena pentingnya hal tersebut, tulisan ini berupaya
memaparkan konsep dasar, prinsip hingga pelaksanaan good governance demi
kemajuan bangsa yang lebih baik.
1. Pengertian Good and Clean Governance
Good and Clean Governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau memengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai- nilai tersebut dalam
kehidupan sehari- hari. Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu
pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber sosial, budaya, politik,
serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat.
sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif,
efesien, transparan, jujur, dan bertanggung jawab.
Good and Clean Governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau memengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai- nilai tersebut dalam
kehidupan sehari- hari. Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu
pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber sosial, budaya, politik,
serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat.
sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif,
efesien, transparan, jujur, dan bertanggung jawab.
Good and Clean Governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur
negara dan masyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sektor swasta)
saling terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan
baik, yaitu bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan atau
berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat, pembangunan dilaksanakan
secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu.
Menurut United Nations Development Program (UNDP) salah satu badan
PBB, governance (kepemerintahan) mempunyai tiga model, yaitu :
a. Economic Governance, meliputi proses pembuatan keputusan yang
memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan transaksi di antara
penyelenggara ekonomi, serta mempunyai implikasi terhadap kesetaraan,
kemiskinan, dan kualitas hidup.
b. Political Governance, mencakup proses pembuatan keputusan untuk
perumusan kebijakan politik negara.
c. Administrative Governance, berupa sistem implementasi kebijakan.

2. Unsur Kepemerintahan yang baik


Pengembangan kapasitas dan ketercapaian good governance merupakan
instrumen utama untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini. Tantangan bagi semua masyarakat dewasa ini adalah
bagaimana mewujudkan sistem governance yang mampu merealisasikan
terwujudnya kemakmuran semua orang serta mengantisipasi dampak negatif
dari perbuatan korupsi yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat negara,
baik di tingkat pusat maupun daerah. Urgensi untuk mewujudkan good
governance bukan hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan
ketimpangan, tetapi juga sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses
pemulihan, stabilitas ekonomi dan krisis politik yang kia memburuk serta
rendahnya kinerja dan pelayanan publik. Itulah sebabnya, dalam pelaksanaan
good governance pemerintah tidak dapat berjalan sendiri, tetapi harus
melibatkan berbagai pihak, baik masyarakat maupun kalangan swasta.
Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Taschereau dan Compos
(UNDP), 1997) juga menyatakan bahwa “Tata kepemerintahan yang baik
merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran,
kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol
yang dilakukan oleh tiga komponen, yaitu Government, Civil Society, dan
Business”.
Jadi tiga unsur istilah (Government, Pivate Sector dan Civil Society) yang
menjadi komponen pelaku dalam negara, untuk menciptakan suatu sinergi
sehingga tercipta suatu kesejahteraan dalam masyarakat. Negara berfungsi
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta
mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, sedangkan
masyarakat sendiri mewadahi interaksi sosial politik dan berpartisipasi dalam
berbagai aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Itulah sebabnya Miftah Thoha
(2000) menggaris bawahi bahwa prinsip demokratis yang melekat pada good
governance meletakkan urgensi untuk menempatkan kekuasaan ditangan
rakyat bukan ditangan penguasa. Kemudian, tidak adanya rasa takut untuk
memasuki suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan kebutuhan hati
nurani, dan terakhir dihargainya moral perbedaan pendapat.
Sejalan dengan pemikiran, Riyaas Rasid dan Mostopadidjaja (2002)
menempatkan aparatur pemerintah sebagai ujung tombak penyelenggaraan
good governance yang bersih dari KKN tampaknya perlu juga ditelusuri
sampai sejauh mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk dikaji
mengingat perbuatan tersebut sangat inheren dengan perilaku aparatur itu
sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, UNDP (1996) mengemukakan tiga unsur
utama (domains) yang perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance), yakni the state (negara), the
private sector (sektor swasta), dan civil society organizations (organisasi
kemasyarakatan).
Secara fungsional tugas terpenting negara di masa yang akan datang adalah
bagaimana mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan
kinerja birokrasi pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Selain itu, negara harus mampu mewujudkan pembangunan manusia yang
berkelanjutan seraya melakukan penataan ulang terhadap berbagai sektor yang
mendukung terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia. Berbagai
sektor yang dimaksud antara lain ; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya,
hukum, pertahanan, insfrastruktur, penguatan demokrasi, desentralisasi, dan
lain-lain.
Pemerintah (negara) memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam
melakukan penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana
dijelaskan di atas, selain itu, pemerintah juga harus mampu mengupayakan
perlindungan terhadap masalah lingkungan terhadap masalah lingkungan, yang
selama ini masih terabaikan. Dalam konteks pelaksanaan good governance,
sektor swasta jelas memiliki peran yang sangat besar dan strategis, karena
tanpa adanya keterlibatan pihak swasta, agaknya sulit bagi pemerintah bahkan
tidak mungkin untuk dapat melaksanakan konsep good governance secara
optimal. Salah satu peran penting sektor swasta dalam mendukung
terwujudnya konsep good governance adalah keterlibatan dalam sektor
ekonomi, tentu saja dengan tidak mengabaikan sektor-sektor lainnya, seperti
lingkungan hidup, sektor sosial, budaya dan lain-lain. Namun, pendekatan
ekonomi ini tampaknya merupakan salah satu pilar penting bagi pemerintah
(Negara) dalam mendorong pembangunan ekonomi bangsa, baik menyangkut
investasi, pemasaran, maupun produksi, sehingga pada akhirnya diharapkan
mampu mendorong pembangunan ekonomi secara nasional.
Seperti halnya sektor negara dan swasta organisasi kemasyarakatan (civil
society organizations) pun tampaknya tidak boleh dipandang sebelah mata
dalam mendukung terwujudnya good governance. Secara fungsional,
organisasi kemasyarakatan berperan dalam memfasilitasi insteraksi sosial,
politik, ekonomi, hukum, lingkungan hidup maupun sektor lainnya. Selain itu,
organisasi kemasyarakatan juga berperan dalam melakukan check and balance
terhadap kewenangan dan kekuasaan pemerintah (negara) dalam menjalankan
tugasnya serta aktifitas sektor swasta yang berkaitan dengan masalah
kepentingan publik. Peran lain yang juga bisa dimainkan oleh organisasi
kemasyarakatan dalam konteks pelaksanaan good governance adalah
menyalurkan partisipasi masyarakat trkait dengan aktivitas sosial, ekonomi,
politik, hukum, lingkungan hidup, ketenagakerjaan dan lain-lain. Intinya,
organisasi kemasyarakatan juga dapat berperan dalam memberikan kontribusi
pemikiran dan penekan dalam mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan
oleh pemerintah. Dengan demikian, good governance merupakan sistem yang
memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintah negara
yang evisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstruktif diantara
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
3. Prinsip-prinsip Pokok Good & Clean Governance
Dalam Good and Clean Governance, terdapat asas-asas yang perlu
diperhatikan, yaitu :

a. Partisipasi
Asas Partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun lewat lembaga
perwakilan sah yang mewakili aspirasi mereka. Bentuk partisipasi
menyeluruh ini dibangun berdasarkan prinsip demokrasiyakni kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
b. Penegakan Hukum
Asas ini merupakan keharusan pengelolaan pemerintahan secara
professional yang didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.
Realisasi wujud pemerintahan yang baik dan bersih harus juga diimbangi
dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung
unsur-unsur berikut :
1) Supremasi Hukum : setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan
peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas,
dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.
2) Kepastian Hukum : setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur
oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif, dan tidak bertentangan
satu sama lainnya. Hukum yang responsif: aturan hukum diatur
berdasarkan aspirasi masyarakat luas dan mampu menyediakan berbagai
kebutuhan publik secara adil.
3) Penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif.
4) Independensi Peradilan : yakni perdilan yang independen, bebas dari
pengaruh kekuasaan atau kekuatan lainnya.
c. Transparansi
Asas ini merupakan unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean
governance. Menurut para ahli, jika tidak ada prinsip ini, bisa menimbulkan
tindakan korupsi. Ada 8 unsur yang harus diterapkan transparansi yaitu :
penetapan posisi / jabatan / kedudukan, kekayaan pejabat publik, pemberian
penghargaan, penetapan kebijakan, kesehatan, moralitas pejabat dan
aparatur pelayanan masyarakat, keamanan dan ketertiban, serta kebijakan
strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
d. Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaannya pemerintah harus tanggap
terhadap persoalan-persoalan masyarakat, harus memahami kebutuhan
masyarakat, harus proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan
masyarakat.
e. Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
proses musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan
konsensus memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat untuk
melaksanakan keputusan tersebut dan memuskan semua atau sebagian
pihak, serta mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah.
f. Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.
Asas ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan
berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis,
keyakinan, jenis kelamin, dan kelas sosial.
g. Efektivitas dan Efisiensi
Pemerintahan yang baik dan bersih harus memenuhi kriteria efektif
(berdaya guna) dan efesien (berhasil guna). Efektivitas dapat diukur dari
seberapa besar produk yang dapat menjangkau kepentingan masyarakat dari
berbagai kelompok. Efesiensi umumnya diukur dengan rasionalisitas biaya
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
h. Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan
mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggung jawabkan
semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap
masyarakat.

i. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan- pandangan strategis untuk menghadapi
masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka
realisasi good and clean governance. Dengan kata lain, kebijakan apapun
yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya untuk sepuluh
atau dua puluh tahun ke depan.
4. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-
prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui
prioritas program :
a. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan,
b. Kemandirian lembaga peradilan,
c. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah,
d. Penguatan partisipasi masyarakat madani, dan
e. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Dengan pelaksanaan otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteraan dapat
diwujudkan secara lebih tepat yang pada akhirnya akan mendorong
kemandirian masyarakat.
5. Good and Clean Governance dan Gerakan Anti korupsi
Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan
pembangunan nasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara secara spesifik. Korupsi
menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang tidak sehat, dan
kemerosotan moral bangsa yang terus menerus merosot. Jeremy Pope
mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan keinginan berada
dalam waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara
mengadakan perubahan secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat
dikurangi dengan cara membalikkan siasat “laba tinggi, resiko rendah”
menjadi “laba rendah, resiko tinggi” dengan cara menegakkan hukum dan
menakuti secara efektif, dan menegakkan mekanisme akuntabilitas.
Penanggulangan korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan
lembaga pemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk
melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan tindakan
korupsi.
b. Penegakan hukum secara tegas dan berat (mis. Eksekusi mati bagi para
koruptor).
c. Membangun lembaga- lembaga yang mendukung upaya pemberantasan
korupsi.
d. Membangun mekanisme penyelenggaran pemerintahan yang menjamin
terlaksananya praktik good and clean governance.
e. Memberikan pendidikan anti korupsi, baik dari pendidikan formal atau
informal.
f. Gerakan agama anti korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran
keagamaan dan mengembangkan spiritual anti korupsi.
6. Good and Clean Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/
atau kepentingan masyarakat. Beberapa alasan mengapa pelayanan publik
menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Good and
Clean Governance di Indonesia.
7. Good and Clean Governance Dalam Islam
Dalam sistem pemerintahan Islam, Imam (Khalifah) Mempunyai kawajiban
mensejahterakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat, salah
satunya adalah dengan memberikan subsidi atau pemberian yang meringankan
beban hidup rakyat, subsidi secara umum terbagi dua macam.
a. Pemberian, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada
orang-orang yang memiliki hak yang diberikan setiap tahunnya.
b. Rizki, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada
orang-orang yang memiliki hak yang diberikan setiap bulannya.
8. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi Pelayanan
Publik
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma
ataupun disertai dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-
cuma sebenarnya merupakan kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh
masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian pelayanan publik yang disertai
dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan pada harga pasar
ataupun didasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan berdasarkan
ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk
memulai pengembangan dan penerapan good and clean governance di
Indonesia, yaitu:
1) Pelayanan publik selama ini menjadi area di mana negara yang diwakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan
dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat
terhadap kerja birokrasi.
2) Pelayanan publik adalah wilayah di mana berbagai aspek good and clean
governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah.
3) Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu
pemerintah, maysarakat, dan mekanisme pasar.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitif yang menggambarkan
tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah didtetapkan dengan
memperhitungkan elemen-elemen indikator sebagai berikut:
1) Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi
mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi
sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.
2) Indikator proses, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan
berkaitan dengan kesesuaian anatar perencanaan dengan pelaksanaan yang
diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun
nonfisik.
3) Indikator produk, yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu
kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
4) Indikator hasil adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
5) Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
6) Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun
negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah
ditetapkan.

C. STRATEGI UNTUK MENCAPAI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG


BERSIH DAN AKUNTABEL
Terselenggaranya Pemerintahan yang baik dan bersih untuk mewujudkan aspirasi
masyarakat dan dipercaya oleh masyarakat. Akuntabilitas instansi Pemerintah
merupakan perwujudan kewajiban Pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
pelaksanaan dari rencana strategis Pemerintah mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-
sasaran yang telah ditetapkan. Akuntabilitas dan transparansi dari Pemerintah
merupakan prasayarat bagi terciptanya birokrasi dan Pemerintah yang responsif
terhadap kehendak rakyat. Pentingnya akuntabilitas dan transparansi guna
memastikan pemanfaatan sumber daya yang terbatas untuk berbagai pelayanan
publik yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dengan
cara yang efisien, efektif, dan terukur kinerjanya. Keberhasilan akuntabilitas dapat
dicapai dengan adanya pemimpin yang responsif dan akuntabel akan transparan
kepada masyarakat maupun bawahannya, selain itu standar evaluasi kinerja harus
diungkapkan secara nyata dan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas hal-hal
yang harus diakuntabilitaskan.
Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good governance Menuju
Pemerintahan Yang Bersih Untuk mewujudkan pelaksanaan good governance secara
konsisten dan sustainable (berkelanjutan) bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi
good governance tersebut diarahkan pada upaya penciptaan aparatur yang bersih dan
berwibawa. Untuk itu, jajaran birokrasi pemerintahan harus memahami esensi
birokrasi itu sendiri dikatkan dengan penciptaan good governance yang dimaksud.
Dalam konteks ini David Obsorn dan Gaebler (1992) menyampaikan 10 konsep
birokrasi sebagai berikut :
a. Catalytic Government : Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi
berperan sebagai katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri
pembangunan tapi cukup mengendalikan sumber- sumber yang ada di
masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus mampu
mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.
b. Community-owned government : empower communities to solve their own
problems, rather than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus
memberdayakan masyarakat dalam pemberian dalam pelayanannya. Organisasi-
organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM dan sebagainya, perlu diajak
untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah keamanan,
kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain.
c. Competitive government : promote and encourrage competition, rather than
monopolies”. Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap
pelayanan. Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan
pemerintah bersaing dan terpaksa bekerja secara lebih profesional dan efisien.
d. Mission-driven government : be driven by mission rather than rules”. Aparatur
dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada pencapaian
apa yang merupakan “misinya” dari pada menekankan pada peraturan-
peraturan. Setiap organisasi diberi kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu
sesuai dengan misinya.
e. Result-oriented government : result oriented by funding outcomes rather than
inputs. Aparatur dan birokrasi hendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik.
Instansi yang demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar disbanding
instansi yang kinerjanya kurang.
f. Customer-driver government : meet the needs of the customer rather than the
bureaucracy. Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan
kebutuhan mayarakat bukan kebutuhan dirinya sendiri.
g. “The prising government : concretrate on earning money rather than just
speding it. Aparatur birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat
dengan menghasilkan uang untuk organisainya, disamping pandai menghemat
biaya. Dengan demikian para pegawai akan terbiasa hidup hemat.
h. Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing
crises. Aparatur dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada
memadamkan kebakaran. Lebih baik mencegah epidemi daripada mengobati
penyakit. Dengan demikian akan terjadi “mental swich” dalam aparat daerah.
i. Decentralilazed government : decentralized authority rahter than build hierarcy.
Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan, dari berorientasi
hierarki menjadi partisipasif dengan pengembangan kerjasama tim. Dengan
demikian organisasi bawahan akan lebih leluasa untuk berkreasi dan
mengambil inisiatif yang diperlukan.
j. Market-oriented government : solve problemby influencing market forces rather
than by treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus memperhatikan
kekuatan pasar. Pasokan didasarkan pada kebutuhan atau permintaan pasar dan
bukan sebaliknya. Untuk itu kebijakan harus berdasarkan pada kebutuhan pasar.
Melengkapi konsep diatas, Obsorn dan Peter Plastrik (1996) menyampaikan lima (5)
strategi untuk pengembangan konsep Reinventing Government yang dikenal dengan
istilah “The Five C’S”, sebagai berikut :
a. Strategi inti (Core Strategi)yaitu strategi merumuskan kembali tujuan-tujuan
penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah melalui penetapan
visi, misi, tujuan, dan sasaran, arah kebijakan serta peran-peran kelembagaan
serta individu aparatur penyelenggara pemerintahan.
b. Strategi konsekuensi (consekquency strategi), dalam hal ini perlu dirumuskan
dan ditata kembali pola-pola insensif kelembagaan maupun individual, baik
melalui pendekatan manajemen kompetitif, manajemen bisnis (komporatisasi
dan privatisasi), atau manajemen kinerja (performance management).
c. Strategi pemakai jasa (customer strategi) aparatur birokrasi dalam hal ini perlu
melakukan reorientasi dari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi
pada kepentingan kelembagaannya, ke arah kepentingan pemenuhan kebutuhan
berdasarkan pilihan-pilihan masyarakat (pemakai jasa publik), peningkatan
kualitas layanan, serta kompetisi pasar yang sehat.
d. Strategi pengendalian (control strategy), yaitu adanya perumusan kembali dalam
upaya pengendalian organisasi, mulai dari pengendalian strategi yang
merupakan proses perumusan dan penetapan organisasi; pengendalian
manajemen yang merupakan pengendalian dalam menjaga agar pelaksanaan
telah ditetapkan; pengendalian tugas sebagai pengendalian yang sifatnya
pelaksana (operasional). Ketiga pengendalian ini bisa dikembangkan melalui
pengembangan struktur organisasi kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan
aparatur seperti gugus kendali mutu ( total quality control).
e. Strategi budaya / kultur (cultur Strategi), yaitu adanya upaya reorientasi perilaku
dan budaya aparatur serta birokrasi yang lebih terbuka dan mampu
merevitalisasi dan mengadopsi nilai-nilai budaya (baik budaya lama maupun
baru), yang lebih menyentuh nilai- nilai keadilan dan hati nurani.
Agar lembaga pemerintah lebih mampu melaksanakan fungsi kepemerintahan yang
baik (good governance), perlu diciptakan suatu sistem birokrasi dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Memiliki struktur yang sederhana, dengan sunber daya manusia yang memiliki
kompetensi melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan (pengembangan kebijakan
dan pelayanan) secara arif, efesien dan efektif.
b. Mengembangkan hubungan kemitraan (partnership) antara pemerintah dan setiap
unsur dalam masyarakat yang bersangkutan (tidak sekedar kemitraan internal
diantara sesama jajaran instansi pemerintahan saja).
c. Memahami dan komit akan manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab bersama
dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian
tujuan.
d. Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai utuk mendorong
terciptanya motivasi, kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk
taking) berinisiatif, partisipatif, yang telah diperhitungkan secara realistik dan
rasional.
e. Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik)
administrasi publik, juga terhadap nilai-nilai etika dan moralitas yang diakui
dengan junjungan tinggi secara sama dengan masyarakat yang dilayani.
BAB V
METODE PENERAPAN INTEGRITAS UNTUK MENUNJANG
TATA KELOLA ORGANISASI
Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan
dapat:
1. Menjelaskan Nilai-nilai integritas dalam organisasi
2. Memahami konsep integritas pada birokrasi Indonesia
3. Mengimplementasikan Integritas pada tata Kelola pemerintahan
A. Nilai-nilai integritas dalam organisasi
Pemimpin merupakan penggerak utama organisasi. Otoritas organisasi berada di
tangan pemimpin. Pemimpin juga menjadi kunci keberhasilan dari suatu organisasi.
Begitu juga kegagalan organisasi juga tergantung bagaimana pemimpin melakukan
proses kepemimpinanya. Pemberian layanan dapat dilakukan secara optimal jika
sistem kepemimpinan dikelola secara baik atas kendali pemimpin. Harapannya dapat
mendukung upaya memperkokoh makna dan implementasi integritas dalam perilaku
kerja serta menjadikan unit organisasi sebagai institusi yang memiliki kesungguhan
untuk mempraktikkan integritas. Integritas sering disederhanakan maknanya sebagai
kejujuran, kebajikan, berperilaku baik dan benar, atau bermoral. Maknanya
seringkali berkembang dan dikaitkan dengan pencegahan korupsi. Integritas
merupakan hal yang sangat penting bagi seorang Aparatur Sipil Negara karena
integritas menjadi dasar dari semua nilai pribadi seseorang.
1. Pengertian Nilai Integritas
a. Pengertian Nilai
Pengertian nilai dalam bahasa Inggris disebut value berarti harga,
penghargaan, atau tafsiran. Artinya, harga atau penghargaan yang melekat
pada sebuah objek. Objek yang dimaksud adalah berbentuk benda, barang,
keadaan, perbuatan, atau perilaku. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, bukan
konkret. Nilai hanya bisa dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Nilai juga
berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat
batiniah. Menilai berati menimbang, yaitu kegiatan manusia yang
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk mengambil suatu
keputusan.
b. Pengertian Integritas
Integritas dapat diartikan sebagai dorongan hati nurani untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawab dengan tekat yang mulia. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, integritas artinya mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan
yang memancarkan kewibawaan, kejujuran. Sedangkan menurut Wikipedia,
integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Definisi lain
dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan
dengan nilai dan prinsip.
c. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan
seseorang. Lawan dari integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik).
Seorang dikatakan “mempunyai integritas” apabila tindakannya sesuai dengan
nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya (Wikipedia).
2. Integritas Seorang Pemimpin
Ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan bukan
seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang mempunyai
integritas bukan tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang
disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya.
Berdasarkan kamus kompetensi perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
yang dimaksud dengan integritas adalah bertindak secara konsisten antara apa
yang dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut (nilai-nilai
dapat berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai masyarakat atau nilai
moral pribadi). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
pengertian integritas adalah mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan
kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan dan
kejujuran. Orang yang berintegritas adalah:
a) Memiliki integritas pribadi;
b) Berkepribadian utuh (setiap tindakan dan perilaku merujuk pada nilai dan
etika);
c) Satunya perkataan dan perbuatan;
d) Patuh pada kode etik yang telah disepakati dan tidak melanggar sumpah
jabatan;
e) Tidak tergoda melakukan penyelewengan dengan wewenang yang dimiliki;
 Konsumerisme dan hedonism
 Tata nilai dan ukuran moral masyarakat yang salah
 Manusia terpukau dan terpedaya oleh uang dan kekuasaan
f) Menjadi panutan.
Nama - nama tokoh bangsa yang telah menanamkan nilai-nilai integritas dan
dapat dijadikan panutan seperti: H. Agus Salim, Baharuddin Lopa, Hoegeng
Iman Santosa, Mohammad Natsir, dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
3. Proses Kepemimpinan Dalam Membangun Integritas
Integritas adalah salah satu kompetensi manajerial dan sosial kultural. Integritas
harus dibangun. Bagaimana cara membangun integritas? akan dijelaskan cara
membangun integritas diri. Langkah pertama, yang paling penting, yaitu
menetapkan nilai diri kita sendiri. Nilai itu adalah jujur, sabar, dapat dipercaya
dan menghargai orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan mencari panutan atau
kita sendiri yang menjadi panutan sehingga orang lain dengan ikhlas mengikuti
tujuan yang akan dicapai dalam berorganisasi khususnya dalam aksi perubahan
ini.
Integritas adalah suatu bentuk kejujuran yang diimplementasikan secara nyata
dalam tindakan sehari-hari. Nilai-nilai integritas sangat penting untuk diterapkan
dalam sebuah organisasi atau perusahaan, agar semua orang di dalamnya bisa
saling percaya dan pada akhirnya bisa lebih cepat untuk mencapai tujuan
bersama. Jika nilai-nilai integritas tidak dijalankan, maka kerjasama tim yang
dilakukan akan menjadi lebih sulit akibat tidak terbangunnya kepercayaan yang
komprehensif diantara mereka.
Seorang pemimpin mutlak menjalankan nilai-nilai integritas, karena dialah yang
akan dipandang orang lain terlebih dahulu, dijadikan contoh dan teladan terutama
bagi bawahannya. Integritas ini juga penting bagi image si pemimpin itu sendiri.
Karena di saat pemimpin menerapkan nilai-nilai integritas, ia akan diterima
sekaligus dipercaya oleh bawahannya sebagai sosok panutan. Ia akan bisa
mempengaruhi orang lain karena ketegasan dan keselarasannya atas pikiran dan
perkataan. Hal yang berbeda terjadi jika di dalam sebuah organisasi atau
perusahaan, para pemimpinnya tidak dipercaya bahkan tidak mendapat respek
dari bawahannya. Mereka akan berjalan sendiri-sendiri tanpa mengikuti arahan
dari pimpinannya. Organisasi atau perusahaan tersebut akan menjadi kacau dan
tidak bisa mencapai tujuan dengan baik. Itulah yang akan terjadi jika pemimpin
tidak menanamkan nilai-nilai integritas.
Pemimpin harus mampu memimpin dengan contoh dan menciptakan lingkungan
kerja yang profesional bagi para bawahannya. Pemimpin bertanggung jawab
untuk timnya, dan secara aktif mengelola kinerja timnya. Pemimpin selalu
memastikan bawahannya menjalankan tugasnya sesuai dengan harapan
organisasi, dan mematuhi manajemen risiko yang ada di tempat kerja. Pemimpin
menjamin pelaporan internal memfasilitasi deteksi dini dan berkontribusi
terhadap perbaikan terus-menerus dari organisasi. Untuk itu 5 (lima) hal berikut
sangat penting bagi pemimpin untuk membangun integritas di tempat kerja:
a) Etika kepemimpinan
b) Manajemen dan pengawasan aktif
c) Orang-orang yang tepat
d) Proses yang efektif
e) Pelaporan yang professional
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah melalui berbagai kesempatan
menyatakan “perang” melawan korupsi. Untuk itu, pelaksanaan zona integritas
menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) dapat mencegah terjadinya korupsi di dalam birokrasi melalui
berbagai desain dan kebijakan publik yang berorientasi pada pencegahannya.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan zona integritas secara
efektif adalah seperti yang disampaikan oleh Holidi (2013), sebagai berikut:
1) Sepakati nilai-nilai bersama melalui tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
a) Brainstorming;
Mengadakan kegiatan brainstrorming tentang upaya pemberantasan dan
pencegahan terhadap tindak pidana korupsi pada setiap lembaga masing-
masing. Bisa melalui pertemuan antar pimpinan puncak, antar pimpinan
lembaga dan para pejabat eselon, dan lain sebagainya. Untuk perlunya
menyamakan dalam hal-hal persepsi adalah tentang tanggung jawab,
komitmen anti korupsi, dan lain sebagainya. Mengadakan diskusi seperti
jika dilakukan secara insidental dapat memberikan nilai kesadaran kepada
aparatur dan menjadi pengetahuan yang dapat mencegah terjadinya korupsi
pada lembaga birokrasi tersebut.
b) Pakta Integritas;
Setiap lembaga atau instansi harus membuat pakta integritas sebagai bentuk
komitmen penyelenggara pemerintah terhadap pencegahan dan
pemberantasan korupsi serta meningkatkan kualitas kinerja pelayanan yang
berdasarkan pada kepentingan pelayanan umum.
c) Sosialisasi pakta integritas;
Maka pakta integritas harus disebarluaskan (disosialisasikan) agar diketahui
oleh aparatur yang lain sebagai bentuk konkret dalam menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai penyelenggara pemerintahan. Sebagai penyelenggara
negara, tentunya menjadikan korupsi sebagai musuh bersama dan
melakukan pencegahan melalui dari diri sendiri, dari hal yang paling kecil
dan dari sekarang untuk seterusnya.
d) Publikasi dokumen;
Kesiapan menjalankan zona integritas sebagai pencegahan dan
pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi harus diikuti oleh semua
pegawai baik pegawai negeri sipin maupun non PNS dengan komitmen
yang kuat. Oleh karena itu, untuk mendukung percepatan zona integritas,
perlu dilakukan publikasi melalui media massa, baik cetak maupun online.
Begitu juga instansi-instansi pemerintah diinformasikan secara resmi
sebagai bagian dari pelaksanaan zona integritas dan menjadi bagian dari
menjalankan reformasi birokrasi untuk mendapat dukukungan dari semua
pihak.
2) Mengembangkan manajemen integritas;
Dalam mengembangkan manajemen integritas terdapat beberapa hal, yaitu
menata ulang kelembagaan secara profesional dan proposional, mekanisme
proses dan instrument yang lebih baik, dukungan terhadap pengendalian
integritas secara maksimal dan optimal, dan melakukan integritas yang
berkesinambungan yang terus-menerus.
3) Membangun kerjasama pelaksanaan integritas.
Penerapan kerja sama dalam pelaksanaan zona integritas ini harus dilakukan
sebagai upaya penguatan terhadap lembaga negara dengan kontrol langsung
melalui kerjasama dengan penegak hukum. Pelaksanaan zona integritas
membutuhkan komitmen dan konsitensi dari lembaga atau instansi serta
sumber daya manusia di dalamnya juga membangun jejaring kerja sama
dengan penegak hukum, terutama yang berhubungan dengan penegakan
korupsi menjadi penting sebagai kontrol antar lembaga dengan membuat
berbagai peraturan dan ketentuan secara formal maupun non formal dalam
optimalisasi pelaksanaan zona integritas.
Integritas merupakan sebuah tolok ukur fundamental untuk kepemimpinan.
Dengan demikian seorang pemimpin harus memimpin dengan integritas,
kejujuran dan berpegang pada nilai-nilai organisasinya. Para anggota tim ingin
mengetahui apakah pemimpin mereka dapat dipercaya. Mereka harus merasa
yakin bahwa sang pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim
dan sang pemimpin harus menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya
melakukan tugas tanggung-jawab mereka. Cara terbaik untuk membangun
kepercayaan para anggota timnya adalah dengan terus mempertahankan
integritas. Ada komponen pengungkit merupakan komponen yang menjadi
faktor penentu pencapaian sasaran hasil pembangunan Zona Integritas menuju
WBK/WBBM yang terdiri dari enam komponen pengungkit, yaitu Manajemen
Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen Sumber Daya
Manusia, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan Pengawasan, dan
Penguatan Kualitas Pelayanan Publik.
4. Karakteristik Interigritas Seorang Pemimpin
Memimpin dengan integritas. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh
kepemimpinan adalah memimpin dengan integritas. Orang-orang sungguh ingin
melihat para pemimpin mereka menjadi sumber dari nilai-nilai yang dapat
dipercaya dan juga integritas. Mereka melihat kepada para pemimpin untuk
jaminan dan keyakinan, untuk kejelasan, visi dan tujuan khususnya pada masa-
masa yang penuh dengan ketidakpastian. Seperti dikatakan oleh W. Clement
Stone, “Have the courage to say no. Have the courage to face the truth. Do the
right thing because it is right. These are the magic keys to living your life with
integrity.” (Milikilah keberanian untuk mengatakan “tidak”. Milikilah keberanian
untuk menghadapi kebenaran. Lakukanlah hal yang benar karena hal itu memang
benar).
Untuk pencapaian tujuan reformasi birokrasi secara optimal, tentunya peran
pemimpin dalam berbagai instansi menjadi penting dan strategis. Kepemimpinan
dalam birokrasi menajdi tolak ukur keberhasilan dari reformasi birokrasi.
Perubahan terhadap budaya yang ada dalam birokrasi menjadi tantangan
tersendiri bagi pengambil kebijakan. Dibutuhkan kepemimpinan yang visioner
dan penuh tanggung jawab terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi.
Menurut Gen Ronald R. Fogleman menemukan bahwa pemimpin yang
berintegritas menunjukkan sikap tulus dan konsisten, memiliki keteguhan hati dan
karakter, dan merupakan seorang yang mampu bertahan sampai akhir.
a) Ketulusan
Ketulusan adalah perilaku tanpa kepura-puraan dan kesan yang palsu.
Pemimpin yang berintegritas bersikap tulus dan tindakan mereka sesuai
dengan perkataannya.
b) Konsistensi
Satu perbuatan nyata yang mencerminkan integritas akan meninggalkan kesan,
namun perilaku seorang pemimpin haruslah konsisten jika ia ingin berhasil
membentuk suatu organisasi. Pemimpin semestinya mempraktikkan apa yang
mereka ajarkan, dan menetapkan standar dengan adil. Kesemuanya ini
dibutuhan untuk terwujudnya disiplin, moral, dan pencapaian misi.
c) Keteguhan hati
Untuk menjadi seorang pemimpin, kita harus memiliki lebih dari sekadar citra
diri (image) yang berintegritas, kita harus memiliki keteguhan hati.
d) Menjadi Seorang yang Mampu Bertahan Sampai Akhir
Pemimpin dapat menunjukkan integritasnya dengan melaksanakan tugas
sebaik mungkin, terlepas dari seberapa penting tugas itu atau siapa yang akan
mendapat pujian. Contoh, pidato Bung Tomo pada 10 November 1945 menjadi
penyemangat arek-arek Suroboyo untuk bangkit melawan, dan tidak gentar
oleh serangan 30.000 pasukan Inggris yang dilengkapi dengan senjata canggih.
Dengan keyakinan yang tinggi, serta semboyan merdeka atau mati, arek-arek
Suroboyo pantang menyerah dan dengan gagah berani melawan pasukan
Inggris di Surabaya.

B. KONSEP INTEGRITAS PADA BIROKRASI INDONESIA


1. Konsep Integritas
Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan (Pedoman Simposium, 2016).
Integritas juga dapat diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian tentang integritas ini
menunjukan kepada kita bahwa integritas pada diri seorang manusia memegang
peranan penting pada kemuliaannya sebagai seorang manusia. Kemudian bagi
kehidupan bermasyarakat, adanya integritas pada orang-orangnya akan menjamin
adanya tatanan masyarakat yang baik. Ini berarti integritas adalah salah satu
penentu keberadaban dan kehebatan suatu bangsa.
Integritas merupakan sebuah standar moralitas dan etika seseorang, tidak ada
hubungannya dengan situasi yang kebetulan ada di sekitar Anda dan tidak
mendorong kecepatan. Konsep integritas itu sendiri di dalamnya mengidentikkan
dengan kata hati, akuntabilitas moral, komitmen moral, dan konsistensi moral
seseorang (Paine, 1994) antara perilaku yang ditunjukkannya dan nilai-nilai atau
prinsip-prinsip tertentu (Yukl dan Van Fleet, 1992; Mayer, Davis, & Schoorman,
1995; Becker, 1998).
Konsep integritas pada Executive Brain Assessment diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) dimensi yaitu kejujuran, konsistensi, dan keberanian yaitu: kejujuran,
konsistensi dan keberanian. Kejujuran (honesty) adalah dimensi potensi integritas
yang menunjukkan aspek komponen integritas pada kesadaran kebenaran dalam
sikap kejujuran, yang terdiri dari aspek empati (empathy), tidak mudah untuk
menuduh orang lain bersalah (lack of blame) dan rendah hati (humility).
Konsistensi (concistency) adalah dimensi potensi integritas yang menunjukkan
komponen integritas pada konsistensi dalam perbuatan, yang terdiri dari aspek
pengendalian emosi (emotional mastery), akuntabel (accountability), dan fokus
menyeluruh (focus on the whole).
Keberanian (courage) adalah dimensi potensi integritas yang menunjukan
komponen integritas pada keberanian menegakan kebenaran secara terbuka, yang
terdiri dari aspek keberanian (courage), dan percaya diri (self confidence).
a. Kejujuran
Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Bagi
yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna
dari kata jujur tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan
ada juga hanya tahu maknanya secara samar-samar. Sikap jujur merupakan
salah satu sikap positif yang diperlukan untuk dapat meningkatkan karier di
masa yang akan datang. Kebiasaan untuk bersikap jujur menimbulkan
ketenangan dalam diri.
Seseorang memperoleh kepercayaan dari orang lain adalah suatu dorongan dan
keinginan setiap orang. Namun, memperoleh kepercayaan tanpa didasari oleh
nilai-nilai kebenaran, tetap membuahkan sesuatu yang tidak baik, bahkan
berakhir dengan sebuah kegagalan. Kejujuran berkaitan dengan pengakuan.
Dalam hal ini kita melihat persoalan kesesuaian antara fenomena (realitas)
dengan informasi yang disampaikan.
Kejujuran merupakan kualitas manusiawi melalui mana manusia
mengomunikasikan diri dan bertindak secara benar (truthfully). Karena itu,
kejujuran sesungguhnya berkaitan erat dengan nilai kebenaran, termasuk di
dalamnya kemampuan mendengarkan, sebagaimana kemampuan berbicara,
serta setiap perilaku yang bisa muncul dari tindakan manusia. Secara
sederhana, kejujuran bisa diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk
mengekpresikan fakta-fakta dan keyakinan pribadi sebaik mungkin
sebagaimana adanya.
Sikap ini terwujud dalam perilaku, baik jujur terhadap orang lain maupun
terhadap diri sendiri (tidak menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi
pribadi maupun kenyataan batin dalam diri seorang individu. Kualitas
kejujuran seseorang meliputi seluruh perilakunya, yaitu, perilaku yang
termanifestasi keluar, maupun sikap batin yang ada di dalam. Keaslian
kepribadian seseorang bisa dilihat dari kualitas kejujurannya.
Konsep tentang kejujuran bisa membingungkan dan mudah dimanipulasi
karena sifatnya yang lebih interior. Perilaku jujur mengukur kualitas moral
seseorang di mana segala pola perilaku dan motivasi tergantung pada
pengaturan diri (self-regulation) seorang individu. Meskipun tergantung pada
proses penentuan diri, kita tidak bisa mengklaim bahwa pendapat diri kita
sematalah yang benar. Seandainya toh kita telah meyakini bahwa pendapat kita
merupakan pendapat yang menurut kita paling baik, perlulah tetap
mendengarkan pendapat orang lain.
Setiap keyakinan pribadi menyisakan bias subjektivitas yang bisa saja
mengaburkan diri kita dalam memahami realitas sebagaimana adanya. Sikap
jujur dengan demikian bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk senantiasa
bersikap selaras dengan nilai-nilai kebenaran (to be thrutful), sebuah usaha
hidup secara bermoral dalam kebersamaan dengan orang lain.
Seseorang dalam mengupayakan nilai kejujuran tidak sama dengan
memperjuangkan ideologi yang sifatnya lentur dan bisa berubah setiap saat.
Inilah mengapa, meskipun kita tahu bahwa kejujuran itu sangat penting bagi
kehidupan, nilai kejujuran sulit untuk menjadi norma sebuah kultur
masyarakat. Ideologi senantiasa mencari pendukung yang memperkuat
gagasannya dan mendukung sudut pandangnya sendiri sementara menolak dan
mengabaikan pandangan orang lain. Pendekatan demikian mengikis praksis
perilaku jujur dan meningkatkan konflik bagi setiap relasi antar manusia.
Nilai kejujuran memiliki hubungan yang erat dengan kebenaran dan moralitas
dan etika. Bersikap jujur merupakan salah satu tanda kualitas moral dan etika
seseorang. Dengan menjadi seorang pribadi yang berkualitas, kita mampu
membangun sebuah masyarakat ideal yang lebih otentik dan khas manusiawi.
Seseorang semakin jauh dari kebenaran dan karena itu dishonest jika ia tidak
menyadari bahwa perilakunya itu sesungguhnya keliru. Kesadaran diri bahwa
setiap manusia bisa salah dan mengakuinya merupakan langkah awal
bertumbuhnya nilai kejujuran dalam diri seseorang.
Oleh karena itu, jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan
atau mencocokan antara Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam
sikap seperti yang dinamakan shiddiq. Dengan keikhlasan, tidak dengan
keterpaksaan, kepercayaan, merupakan fakta dan tidak berdusta.
b. Konsistensi
Konsistensi diartikan sebagai ketetapan dan kemantapan (dalam bertindak);
ketaatasasan: kebijakan pemerintah mencerminkan suatu dalam menghadapi
pembangunan yang sedang kita laksanakan. Konsistensi dalam ilmu logika
adalah teori konsistensi. Konsistensi merupakan sebuah sematik dengan
sematik yang lainnya tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi
dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung dengan sintaksis.
Definisi semantik yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten
memiliki model; ini digunakan dalam arti logika tradisional Aristoteles
walaupun dalam logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable
yang digunakan.
Berhubungan dengan pengertian sintaksis yang menyatakan bahwa sebuah
teori yang konsisten jika tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P dan
penyangkalan adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang terkait di bawah
sistem deduktif. Komponen integritas pada konsistensi dalam perbuatan, yang
terdiri dari aspek pengendalian emosi (emotional mastery), akuntabel
(accountability), dan fokus menyeluruh (focus on the whole).
Pengendalian emosi sangat penting bagi semua orang. Terutama para pegawai
negeri sipil. Emosi pegawai negeri sipil harus diterkendali untuk memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat. Emosi adalah aspek penting yang
mempunyai pengaruh besar dalam sikap manusia. Emosi pada prinsipnya
menggambarkan perasaan manusia menghadapi berbagai situasi yang berbeda.
Oleh karena emosi merupakan reaksi manusiawi terhadap berbagai situasi
nyata maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau emosi buruk. Hurlock
(1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:
a) Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial.
Individu yang emosi nya matang mampu mengontrol ekpresi yang tidak
dapat diterima secara social atau membebaskan diri dari energi fisik dan
mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
b) Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa
banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya
dan sesuai dengan harapan masyarakat.
c) Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha
menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian
memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.
Beberapa cara mengendalikan emosi yaitu:
1) merasakan yang orang lain rasakan;
2) tenangkan hati di tempat yang nyaman;
3) mencari kesibukan yang disukai;
4) curahan hati/curhat pada orang lain yang bisa dipercaya;
5) mencari penyebab dan mencari solusi;
6) ingin menjadi orang baik;
7) cuek dan melupakan masalah yang ada;
8) berpikir rasional sebelum bertindak;
9) diversifikasi tujuan, cita-cita dan impian hidup;
10) kendalikan emosi dan jangan mau diperbudak amarah;
11) ubah posisi tubuh anda;
12) olahraga;
13) jaga asupan nutrisi;
14) hindari kebiasaan buruk;
15) jalin komunikasi;
16) berpikirlah bahwa anda tidak sendirian;
17) hindari stress.
Pengertian akuntabel adalah dapat dipertanggung- jawabkan dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik
sumber inputnya, prosesnya, maupun peruntukan/ pemanfaatan outputnya.
Akuntabel adalah pembuktian para pegawai negeri sipil. Akuntabel menjadi
tolok ukur keberhasilan tugas yang diembannya. Pegawai negeri sipil yang
akuntabel adalah yang dapat mempertanggung jawabkan tugasnya yang telah
dilaksanakannya.
Akuntabilitas pegawai negeri sipil adalah perilaku aparat pemerintah yang
bertanggung jawab, adil dan inovatif. Dalam konteks ini, setiap
individu/kelompok/ institusi dituntut untuk bertanggungjawab dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya, serta selalu bertindak dan berupaya
untuk memberikan kontribusi untuk mencapai hasil yang maksimal.
Pegawai negeri sipil melaksanakan tugas harus fokus menyeluruh. Fokus
menyeluruh memiliki beberapa pemahaman antara lain: komprehensif,
inklusif, dan utuh. Oleh karena itu, pegawai negeri sipil dalam menjalankan
tugas harus komprehensif (dari perencanaan hingga evaluasi). pegawai negeri
sipil dalam melaksanakan tugas inklusif.
Pemahaman inklusif adalah menempatkan dirinya ke dalam cara pandang
orang lain/ kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha
menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam
memahami masalah. Sedang utuh adalah sempurna sebagaimana adanya atau
sebagaimana semula (tidak berubah, tidak rusak, tidak berkurang, dsb).
3. Keberanian
Komponen integritas pada keberanian menegakan kebenaran secara terbuka,
yang terdiri dari aspek keberanian (courage), dan percaya diri (self
confidence). Berani menyampaikan sesuatu yang benar, benar berarti sudah
sesuai aturan dan nilai. Sedangkan percaya diri menurut Lauter (2002:4)
kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri
sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa
bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab
atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki
dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri
sendiri.
Lauster menggambarkan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri
memiliki ciri-ciri tidak mementingkan diri sendiri (toleransi), tidak
membutuhkan dorongan orang lain, optimis dan gembira. Sikap percaya diri
pegawai negeri sipil adalah keyakinan akan kemampuannya sendiri untuk
bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan
yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan
tidak terpengaruh oleh orang lain. Orang yang memiliki kepercayaan diri
mempunyai ciri-ciri: toleransi, tidak memerlukan dukungan orang lain dalam
setiap mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis
dan dinamis, serta memiliki dorongan prestasi yang kuat.
2. Integritas Organisasi
Teori-teori yang membahas integritas tidak hanya dalam konteks individu tetapi
berkembang juga dalam konteks lebih luas lagi yaitu organisasi, meskipun
integritas individu dan integritas organisasi saling terkait, dalam mendefinisikan
integritas organisasi terdapat perbedaan antara definisi integritas individual dan
integritas organisasi:
a. Integritas organisasi diartikan sebagai :
1) usaha-usaha dan kebijakan organisasi untuk mendukung tercapainya
integritas personal/ individu;
2) bahwa dalam membentuk integritas organisasi harus dilihat juga
pengaruh dari interaksi personal/individu satu sama
lain(Vandekerckhove, 2008);
b. Organisasi dikatakan berintegritas jika institusi tersebut ketika melakukan
tindakan konsisten sesuai dengan nilai, tujuan dan tugas yang diemban oleh
organisasi tersebut (Brown et al,2005);
c. Integritas dalam kerangka institusi layanan publik diartikan sebagai:1)
Perilaku pemberi layanan yang sejalan dengan tujuan organisasi dimana
mereka bekerja; 2) Operasi layanan publik sehari-hari dapat diandalkan; 3)
Warga menerima layanan tanpa pembedaan berdasarkan keadilan dan aspek
legalitas; 4) Sumber daya publik digunakan secara efektif, efisien dan tepat;
5) Prosedur pengambilan keputusan transparan kepada publik dan
pengukuran dilakukan agar publik dapat melihat (OECD, 2000).
d. Integritas dan etika didefinisikan sebagai sebuah komitmen pada pemikiran
dan tindakan moral di semua aspek mengenai bagaimana organisasi dikelola
dan dijalankan(Dubinsky dan Richter, 2009).
Integritas organisasi akan terbentuk jika dibangun oleh individu yang memiliki
integritas kadar tinggi yang disebut sebagai tunas integritas. Sesuai dengan
konsep pareto 20/80, diharapkan jumlah mereka mencapai 20% dari total
individu yang ada di organisasi. Dengan kadar integritas yang tinggi dari para
tunas integritas akan menjamin terwujudnya integritas organisasi (pendekatan
inside out). Integritas organisasi yang sudah terbangun akan membuat 80%
anggota organisasi lain akan terkondisikan berintegritas (pendekatan outside in).
Integritas organisasi yang dibangun oleh para tunas integritas terdiri dari
penyelarasan (alignment) dan pengendalian yang semakin menjamin sampai
pada tujuan (assurance). Berdasarkan proses penyelarasan berbagai sistem yang
dijalankan di Indonesia diperoleh 16 komponen sistem integritas yang
terdiri dari:
1. Selesksi dan keteladaan pimpinan
2. Revitalisasi kode etik dan pedoman perilaku
3. Manajemen risiko
4. Peran pengawasan internal
5. Pengelolaan gratifikasi dan hadiah
6. Revitalisasi pelaporan harta kekayaan
7. Whistle Blower System (WBS)
8. Evaluasi eksternal integritas
9. Post Employment
10. Pengungkapan isu dan uji integritas
11. Manajemen SDM
12. Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja
13. Pengadaan Barang dan Jasa
14. Kehandalan SOP
15. Keterbukaan Informasi Publik
16. Pengelolaan Aset
Untuk menjamin keberlangsungan, sitematika dan integrasi proses
pembangunan sistem integritas organisasi perlu dibentuk komite integritas, yang
merupakan forum khusus para pemilik posisi strategis di organisasi. Melalui
forum tersebut pemangku posisi strategis dapat saling menjaga agar terhindar
dar KKN dan mendukung tunas integritas dalam pembangunan integritas
Nasional serta memastikan kesinambungan upaya pencapaian tuuan organisasi.

C. IMPLEMENTASI INTEGRITAS PADA TATA KELOLA PEMERINTAHAN

Good governance adalah cita-cita yang menjadi visi setiap penyelenggaraan negara
di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Secara sederhana good
governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang
memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan,
dan administrasinya bertanggungjawab pada publik (Mas’oed,2003:150-151).
Ada sembilan asas umum pemerintahan yang baik (good governance), berdasarkan
literatur yang selama ini menjadi acuan, yaitu :
1. Asas kecermatan
2. formal
3. Fairplay
4. Perimbangan
5. Kepastian hukum formal
6. Kepastian hukum material
7. Kepercayaan
8. Persamaan
9. Kecermatan
10. Asas keseimbangan
Dalam konteks good governance, secara umum kesembilan asas tersebut dapat
disarikan menjadi tiga hal, yaitu : akuntabilitas publik, kepastian hukum (rule of
law), transparansi publik (Masthuri:2001).
Salah satu bentuk tata pemerintahan yang baik tersebut adalah terlaksananya
pelayanan publik dengan baik (pelayanan prima). Unsur pelayanan yang harus
dipenuhi diantaranya adalah kesederhanaan, kepastian, keamanan, keterbukaan,
efisiensi, ekonomis, keadilan dan ketepatan waktu. Saat ini Indonesia berada di
urutan 91 dunia dalam urusan pelayanan publik. Kedepan Indonesia menargetkan
untuk memperbaiki peringkat tersebut di tahun-tahun mendatang. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Asman Abrur pada 28 Agustus 2017 yang lalu.
Pemerintah terus mengejar ketertinggalan Indoneisia dalam hal pelayanan publik
yang saat ini berada di posisi 91 menjadi posisi 40 peringkat dunia (Asman Abrur,
28 Agustus 2017, Denpasar).
Kesan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap birokrasi di Indonesia adalah
pelayanan yang berbelit-belit, biaya tinggi dan lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk penyelesaian suatu perizinan. Dengan kondisi birokrasi seperti yang telah
disampaikan diatas sesuai juga dengan tuntutan reformasi, pemerintah dituntut untuk
melakukan reformasi terhadap birokrasi.
Reformasi terhadap birokrasi merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance). Prinsip-prinsip dari penerapan tata
pemerintahan yang baik adalah terjadinya proses pengelolaan pemerintahan yang
demokratis, profesional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azazi
manusia, desentralistik, partisipatif, transparansi, keadilan, bersih dan akuntabel,
efektif dan efisien.
Di Indonesia birokrasi sering diidentikkan dengan pegawai negeri yang lamban dan
korup. Korupsi merupakan salah satu dampak penyelewengan dari sikap
ketidakjujuran dimana jujur merupakan poin utama dari integritas.
Kata integritas berasal dari bahasa Inggris, yaitu integrity, yang berarti menyeluruh,
lengkap atau segalanya. Integritas berarti ‘bertindak konsisten sesuai dengan nilai-
nilai dan kode etik’. Dalam bahasa Latin, integritas berasal dari kata integrate yang
berarti ‘komplit atau tanpa cacat, sempurna, tanpa kedok. Maksudnya adalah apa
yang ada dengan apa yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan (Bertens, 1994 dalam
Satria Hadi Lubis, Widyaiswara Madya STAN (STAN REVIEW:2012)
a. Dampak Penyimpangan Integritas
Seperti yang dijelaskan di pragraf sebelumnya bahwa korupsi merupakan salah
satu bentuk penyimpangan dari nilai integritas. Dalam UU No. 20 Tahun 2001
terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan
maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan
kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret
transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan
penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara. Bentuk
penyimpangan yang lebih mudah dan nyata terlihat adalah seperti misalnya
penggelapan, perjalanan fiktif, penyuapan. Praktik-praktik penyimpangan
integritas tersebut sudah menjadi rahasia umum dan sangat sulit untuk
dihilangkan padahal nyata terlihat dampak korupsi terhadap keberlangsungan
suatu negara sangat besar.
Berbagai studi komprehensif mengenai dampak korupsi terhadap ekonomi serta
variabel-variabelnya telah banyak dilakukan hingga saat ini. Dari hasil studi
tersebut jelas terlihat berbagai dampak negatif akibat korupsi. Korupsi dapat
memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi hingga dapat
mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas yang dapat diukur melalui
berbagai indikator fisik, seperti kualitas jalan raya. Korupsi tidak hanya
berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi menimbulkan efek
domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik
korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa, misalnya
harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap
pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam,
kerusakan lingkungan hidup, dan citra pemerintahan yang buruk di mata
internasional sehingga menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal
asing, krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin
terperosok dalam kemiskinan.
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat terhadap berbagai sisi
kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai
pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Korupsi memiliki korelasi negatif
dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran
pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian
dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi memiliki hubungan
langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya melanggulangi
korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif. Di sisi lain
meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang
kemudian dapat melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi
terjadi,yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun
disertai dengan maraknya praktik korupsi, bukannya memberikan nilai positif
misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan
nilai negatif bagi perekonomian secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan
yang sebaiknya diputar dalam perputaran ekonomi, justru dialokasikan untuk
birokrasi yangujung-ujungnya terbuang masuk ke kantong pribadi pejabat.
Berbagai permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila
korupsi sudah merajalela yang dapat mengakibatkan lesunya pertumbuhan
ekonomi dan investasi, rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik,
menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak, meningkatnya hutang negara.
b. Solusi Yang Dapat Dilakukan
Dalam dokumen roadmap reformasi birokrasi 2015-2019 dijelaskan bahwa
tujuan dar RB adalah untuk mewujudkan pemerintah yang profesional dengan
karakteristik:
1. Adaptif
2. Berintegritas
3. Berkinerja tinggi
4. Bersih dan bebas dari KKN
5. Mampu melayani publik
6. Netral
7. Sejahtera
8. Berdedikasi
9. Memegang teguh nilai-nilai dasar kode etik aparatur negara.
Dalam usaha untuk melakukan percepatan pencapaian terhadap sasaran
program reformasi birokrasi, maka pemerintah menuangkan program akselerasi
tersebut dalam bentuk pilot project pencapaian sasaran RB yaitu Zona
Integritas yang tertuang dalam Permenpan RB nomor 52 tahun 2014 tentang
Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi /
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang
diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya
mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/ WBBM melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (Menuju WBK) adalah predikat yang
diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar:
1. Manajemen perubahan,
2. Penataan tatalaksana,
3. Penataan sistem manajemen SDM,
4. Penguatan pengawasan, dan
5. penguatan akuntabilitas kinerja
Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (Menuju WBBM) adalah
predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian
besar :
1. Manajemen perubahan,
2. Penataan tatalaksana,
3. Penataan sistem manajemen SDM,
4. Penguatan pengawasan,
5. Penguatan akuntabilitas kinerja, dan
6. penguatan kualitas pelayanan publik;
Dalam proses pembangunan ZI, terdapat beberapa tahapan yang harus
dilakukan, yaitu :
1. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas (Inpres 9/2011&
PerMenPAN&RB No. 49/2011
2. Pencanangan Pembangunan ZI secara terbuka (Inpres 17/2011 &
PerMenPAN & RB 52/2014)
3. Proses Pembangunan ZI (Program Pencegahan Korupsi: LHKPN, Kode
Etik, Whistle Blower, Pengendalian Gratifikasi, penanganan conflict of
interest, rekrutmen secara terbuka, e-procurement, APIP sebagai Unit
Penggerak Integritas)
4. Identifikasi Pengajuan Calon Unit Kerja WBK kepada Menpan dan RB
5. Monitoring dan penilaian oleh Tim Penilai Nasional (Kem. PAN dan
RB, KPK, ORI)
6. Penetapan Unit Kerja Sebagai WBK/WBBM
Dalam perjalanan pembangunan ZI, tahap pertama (Penandatanganan dokumen
pakta integritas) dan langkah kedua (pencanangan pembangunan ZI secara
terbuka) sangat berpengaruh besar dalam merubah pola pikir pegawai di Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur (PPSDMA). Perubahan pola
pikir tersebut memang awalnya dimulai dari rasa takut akan akibat hukum dari
tindakan penyelewengan integritas. Pencanangan yang disebarkan secara luas
di masyarakat melalui berbagai media membuat siapapun dapat mengawasi dan
melaporkan siapapun jika mempunyai bukti yang kuat akan tindak
penyelewengan integritas. Hal ini juga membuat perubahan besar dalam tataran
manajemen dimana dahulu masih terdapat hal-hal non budjeter yang masih
harus dibiayai. ZI memperkuat pandangan dan prinsip setiap pegawai untuk
menolak apapun bentuk dari tindak penyelewengan integritas.
Sampai dengan saat ini yang merupakan tahapan awal pembangunan Zona
Integritas telah cukup menjadi shock terapy yang sangat kuat bagi setiap
pegawai untuk selalu menjaga integritas dalam setiap tindakan yang
dilakukan. Sebagai pegawai, kita dapat mempraktekkan integritas dalam
organisasi dengan cara selalu menjadi pribadi yang jujur kepada diri sendiri
untuk bertugas dan tanggung jawab sesuai aturan, integritas dalam melindungi
aset organisasi, integritas dalam melindungi informasi organsiasi, integritas
dalam menggunakan komunikasi elektronik, integritas dalam menerapkan
kesehatan dan keselamatan kerja, integritas dalam memelihara lingkungan kerja
yang bebas dari suap, korupsi, kolusi, pelecehan, perbuatan asusila, ancaman
dan kekerasan. Dengan integritas kita melakukan kebenaran, dengan integritas
kita tidak perlu takut terhadap apapun sebab kita tidak perlu menyembunyikan
apapun. Dan hal ini membenarkan bahwa perubahan dimulai dari sendiri dan
dari hal yang paling kecil
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Integritas banyak dikaitkan dengan sikap jujur, dapat dipercaya,


bertanggung jawab, setia, dan dapat menahan diri. Semuanya itu merupakan
kualitas baik yang bisa bahkan harus dimiliki oleh seseorang. Kualitas-
kualitas seperti itu menjadi semakin mendesak adanya dalam diri seorang
pemimpin. Hal ini terjadi karena posisi seorang peminpin sangat strategis
dalam perjalanan suatu organisasi pemerintahan. Pemimpin yang tidak
memiliki integritas akan merusak perjalanan organisasi yang dipimpinnya,
dan itu berarti kerugian besar bagi perusahaan dan bagi siapa saja yang
terlibat di dalamnya.
Dalam dunia birokrasi masalah integitas tidak bisa dilepaskan dari
wujud hasil kerja yang baik serta prestasi. Oleh karena itu integritas tidak
bisa dilepaskan dari atribut-atribut lain yang perlu dimiliki oleh seorang
pemimpin. Kompetensi atau kemampuan dalam bidangnya menjadi sesuatu
yang krusial dalam perwujudan integritas. Tanpa kompetensi, maka integitas
akan sulit kelihatan, dan sebaliknya tanpa integitas maka kompetensi bisa
tidak terlihat dalam bentuk hasil kerja yang baik. Dengan demikian integritas
dan kompetensi merupakan dua hal yang saling membutuhkan, yang akan
menghantar pencapaian kinerja atau hasil kerja baik dan berkualitas.
Integritas menjadi modal sangat penting dalam perwujudan
kepemimpinan etis, suatu kepemimpinan yang selalu menggunakan
pertimbangan-pertimbangan etis dalam setiap kebijakan, keputusan atau
tindakan yang diambil oleh seorang pemimpin.

B. Implikasi
Integritas Kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain :
a. Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para
Pegawai atau bawahan (fllowers). Para Pegawai atau bawahan harus
memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pimpinan.
b. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Para pemimpin dapat menggunakan
bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yeng berbeda untuk
mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
c. Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri
(integrity), sikap bertanggung jawab yang tulus (compassion),
pengetahuan (cignizance), keberanian bertindak dengan keyakinan
(commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain
(comminication) dalam mambangun organisasi.

C. Tindak lanjut

Kami sadari masih banyak kekurangan, baik dari segi literatur


maupun substansi. Oleh karena itu, saran dan masukan untuk
penyempurnaan bahan ajar ini kami terima dengan senang hati dan terbuka.
Kami mendorong pengguna bahan ajar untuk dapat mencari sumber lain
lebih lanjut dalam bahan bacaan yang ada dalam daftar pustaka serta
literatur lainnya yang terkait dengan substansi mata pelatihan. Semoga
bahan ajar ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Sujatno,Muladi., 2008. Traktat Etis Kepemimpinan Nasional, Jakarta: Wahana


Semesta Intermedia.
Bass, B.M. 1981. Stogdils Handbook of Leadership, A Survey of theory and research .
Revised and Ekspanted Editon: New York: Free Press.
Burns, J.M. 1978. Leadership New York : Harper and Row
Conger, J.A.and Kanungo, 1987a. Toward a Behavioral Theory of charismatic
Leadership in organizational settings . Academy of Management Review .
Gibson, Ivancevich, Donnely,1997. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses Edisi
Kedelapan , terjemahan Jakarta: Binarupa Aksara
Koehler, Jerry W & Joseph M.Pankowski, 1997. Transformational Leadership in
Government. Florida :St;Lucie Press.
Maslow, A. 1954. Motivation and personality. New York Herper . Pasolong Harbani.
2008. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta Pamudji, S, 2010.
Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta:Bina Aksara
Rivai, Veitzal, 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT.Raja Grafino.
Thoha, 2002a. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarata: Raja Grafindo Persada.
Dough Lennick & Fred Kiel, Phd, 2005. Moral Intelligence, New York, Wharton School
Publishing,
Douglas, Paul. 1993. Ethics in Government. Cambridge. Harvard University Press.
Erie Sudewo. 2011. Best Practice Character Building Menuju Indonesia Lebih Baik.
Jakarta. Penerbit Republika
Frederickson, George H. & David K. Hart. 1985. "The Public Service and the Patriotism
of Benevolence", Public Administration Review, September-October.
Haryatmoko. 2011. Etika Publik, Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Kumorotomo, Wahyudi. 2014.Etika Administrasi Negara, Jakarta. Penerbit Rajagrafindo
Persada
Nanus, Burt. 1992. Visionary Leadership: Creating a Compelling Sence of Direction for
your organization, Jossey-Bass
Martini,Dwi, Good Governance Dalam Pelayanan Publik, dalam buku yang berjudul
Konsep, Strategi dan Implementasi Good Governance Dalam Pemerintahan,
Jakarta: Irjen Depag RI, 2007.
Beams, Floyd A., John A. Brozovsky dan Craig D. Shoulders (2000). Advanced
Accounting. Edisi ketujuh. New Jersey: Prentice Hall International Inc.
Damanik, Usman (2000), Paradigma Baru Pengawasan Keuangan Negara. Makalah,
Kongres Nasional Akuntan Indonesia IV. Jakarta.
Govermental Accounting Standard Board (1994). Concepts Statements No. 2, Service
Efforts and Accomplishment Reporting.
www.rutgers.edu/Accounting/raw/seagov/ pmg/perfmeasure, September 2000.
Handjari J. (2000). Paradigma Baru dalam Akuntansi Sektor Publik. Makalah, Kongres
Nasional Akuntan Indonesia IV. Jakarta.
Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury (1996). Public Sector Accounting. Edisi keempat.
London: Pitman Publishing.
McMahon, Tom (1996). “Access to Government Information: A New Instrument for
Public Accountability” Government Information in Canada, Volume 3,
Number 1.
Parker, Wayne C. (1993). Performance Measurement in the Public Sector. State of Utah.
www.rutgers.edu/Accounting/raw/seagov/pmg/perfmeasure, September 2000.
Prodjoharjono, Soepomo (2000).
Redefinisi Akuntan Sektor Publik dalam Upaya Penciptaan Good Government
Governance. Makalah, Kongres Nasional Akuntan Indonesia IV. Jakarta.
Soelendro, Ari (2000). Paradigma Baru Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Makalah,
Kongres Nasional Akuntan Indonesia IV. Jakarta.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sinar
Grafika.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Daerah. Jakarta: Sinar Grafika.
Yunus, Hadori (2000). Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik. Makalah, Kongres
Nasional Akuntan Indonesia IV. Jakarta
www.rbkunwas.menpan.go.id/artikel/artikel-rbkunwas/426,
Paulus Julius Rahakbuw dan Salsabila Firdausy (2018), akuntabilitas menuju Indonesia
berkinerja.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
USAID-DRSP. Stock Taking Study Decentralization. 2009
Widodo, Joko. Good Governance: Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia. 2001
Cotton, D. 2016.The Smart Solution Book.UK: Pearson Education Limited.
Robinson, K.& Aronica, L. 2015, Creative Schools. Allen Lane: Penguin Random
House: UK
Winardi. 2005. Manajemen Perubahan. Jakarta: Prenada
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025
Aditama, R. (2018) "Penerapan Konsep Smart Governance Pada Smart Village."Tersedia
[Online]: https://kumparan.com/royan-aditama/penerapan-konsep-smart-
governance-pada-smart-village-1522820469658. Diakses pada 07 Maret 2020
Annisah, A. (2018). Usulan Perencanaan Smart City: Smart Governance Pemerintah
Daerah Kabupaten Mukomuko. Masyarakat Telematika Dan Informasi: Jurnal
Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi, 8(1), 59-80.
https://prokomsetda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-
penerapan-good-governance-di-indonesia-99
BIODATA PENULIS

NUR ENDANG ABBAS, lahir di Kolaka Provinsi Sulawesi


Tenggara Tanggal7 April 1962 anak pertama dari empat
orang bersaudara pasangan bapak Drs. H. Abbas Buraera
(Almarhum) dan ibu HJ. Etye. Pendidikan Sekolah Dasar
Negeri Kolaka, SMP Negeri Kolaka, SMA Negeri 1 kendari
dan Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo di Kendari
Tahun 1990. Pada Tahun 2008 menyelesaikan studi S2 di
Program Pasca Sarjana di Universitas Haluoleo Program Studi Administrasi
Pembangunan. Tahun 2014 melanjutkan studi S3 Program Studi Manajemen
Sumber Daya Manusia pada Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.
Riwayat pekerjaan dan pengabdian pada Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggaradimulai sejak tahun 1981terangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil.Tahun 1986 diangkat menjadi PJS. Kasubag Perencanaan Pegawai di Biro
Kepegawaian Provinsi Sulawesi Tenggara, menjadi PJ. Kabag Pemuda Peranan
Wanita dan Olahraga Biro Kesra Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 1988, PJS.
Kasubag Pembinaan Wilayah Pada Badan Pemerintahan Desa Provinsi Sulawesi
Tenggara di tahun yang sama, ditahun 1993 menjadi Kasubag Lembaga Adat,
Kasubag. Evaluasi dan Pelaporan tahun 1994. Diangkat menjadi Kasubdin.
Rehabilitas Sosial pada Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2003. Empat
tahun kemudian, tepatnya tahun 2007 menjadi Kasubdin. Sumber Daya
MineralDinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, kemudian dirotasi kembali
menjadi Kasubdin Fasilitas Pembiayaan Simpan Pinjam pada Dinas Koperasi
Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sekretaris Bappeda tahun 2008. Tahun 2010
diangkat mejadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi
Tenggara.kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara
Nomor 225 Tahun 2013 penulis menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara kemudian di rotasi menjadi Asisten Perekonomian Dan
Pembangunan setda prov. Sultra sesuai Surat Keputusan Gubernur Nomor 882.22 /
5798 Tahun 2018 kemudian bergeser lagi sesuai Surat Keputusan gubernur Nomor
402 TAHUN 2019 menjadi kepala badan pengembangan sumber daya manusia
kemudian setelah mengitu proses seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi madya yang
cukup Panjang penulis ditetapkan sebagai Sekretaris Daerah provinsi Sulawesi
Tenggara sesuai dengan Salinan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
117/TPA Tahun 2020.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang pernah dilakukan antara lain
PERATUN (1993), Pelatihan Bendaharawan Daerah (1994), ADUMLA (1996),
SPAMA (2002), Pemantapan ORSOS/LSM Yang Peduli Pada Masalah Bekas
Narapidana/Warga Binaan dan Anak Negara (2005), Diklat PIM II (2015).
Pengalaman bidang organisasi sosial kemasyarakatan antara lain, Ketua KNPI
Provinsi Sulawesi Tenggara (1999-2001) dan saat ini menjabat Pj. Ketua
Dekranasda Provinsi Sulawesi Tenggara, Pj. Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Penasehat Dharma Wanita Provinsi Sulawesi Tenggara.
Menikah tahun 1979 dengan Drs. Komaruddin Kalaindo (Almarhum)
dikaruniai 2 (dua) orang anak, yaitu Rina Syarini ST., MT., Endy Kardyansyah, ST.
Tahun 2010 menikah Kembali dengan H. Trio Prasetyo Prahasto, S.Sos, M.AP yang
memiliki 4 (empat) orang anak yaitu Dian Eka Saputra, SH., Maulana Sauala, SH.,
M.Kn, Dirga Prasetyo dan Olivia Permatasari.
COPY SLIDES

Anda mungkin juga menyukai