INTEGRITAS KEPEMIMPINAN
Oleh :
DR. HJ. NUR ENDANG ABBAS, SE., M.Si
NIP. 196204071981032002
REPUBLIK INDONESIA
i
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Kata Pengantar
ii
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Akhir kata, saya berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning) peserta. Selain
itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan saran perbaikan atas isi bahan ajar
ini . Hal ini dikarenakan bahan ajar ini merupakan dokumen dinamis (living document)
yang perlu diperkaya demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing. Demikian, selamat membaca dan
membedah isi bahan ajar ini. Semoga bermanfaat.
iii
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................................................ 1
B. Deskripsi Singkat .......................................................................................................................................... 4
C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta............................................................................................................ 4
D. Tujuan Pembelajaran................................................................................................................................... 4
1. Hasil Belajar............................................................................................................................................... 4
2. Indikator Hasil Belajar........................................................................................................................... 4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok...................................................................................................... 5
F. Petunjuk Belajar............................................................................................................................................. 5
iv
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB VI. PENUTUP .................................................................................................................................... 92
A. Kesimpulan.................................................................................................................................................... 92
B. Implikasi......................................................................................................................................................... 93
C. Tindak Lanjut................................................................................................................................................ 93
v
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemimpin menurut Kartono (2006) ialah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan kelebihan di suatu bidang,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas- aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Banyak kompetensi
yang harus dimiliki seorang pemimpin. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sangat penting bagi seorang pemimpin
untuk memiliki dan membangun sebuah kompetensi, sehingga dapat dipercaya
oleh pengikutnya. Terdapat beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh
pemimpin, diantaranya adalah kompetensi teknis, kompetensi manajerial serta
kompetensi sosiokultural.
Selain memiliki kompetensi, seorang pemimpin juga harus memiliki
integritas yang tinggi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012
Tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka
Panjang Tahun 2012-2025. Sebelum menjalankan tugasnya, seorang pemimpin
atau pejabat pemerintahan harus menandatangani pakta integritas untuk
menunjukan komitmen akan menjalankan dan mengelola pemerintahan dengan
baik, bersih, transparan dan akuntabel guna menekan tingkat penyimpangan,
termasuk tindakan yang koruptif (Zahra, 2011).
Berdasarkan Undang-undang dasar Nomor 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN (Korupsi Kolusi dan
Nepotisme). Menurut Hakim (dalam Zahra, 2008) isi fakta Integritas adalah:
konsekuensi dan konsisten dengan komitmen, menghindari korupsi, kolusi dan
nepotisme, transparan dan ada kesamaan pemahaman tentang fakta integritas,
bersedia dipantau organisasi yang partisipatif dan independen serta memberikan
punishment dan reward yang objektif.
1
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Tidak cukup dengan penandatanganan pakta integritas, tetapi yang paling
penting adalah penerapannya di lapangan harus benar-benar dilaksanakan.
Integritas adalah jujur dan dapat dipercaya, selain harus dilaksanakan dengan
komplit juga harus bersedia dikontrol pelaksanaannya oleh unsur lain yang telah
diberi kewenangan. Untuk itu sebaiknya siap untuk menerima masukan atau
kritikan yang membangun dari pihak-pihak yang mempunyai komitmen yang
sama, sehingga makna penandatanganan bukan hanya formalitas belaka karena
integritas merupakan salah satu dimensi dari kepercayaan.
Kepercayaan merupakan atribut utama yang dikaitkan dengan
kepemimpinan. Jika kepercayaan ini luntur, dampaknya bisa serius terhadap
kinerja kelompok (Robbin dan Judge, 2008). Dimensi penting yang mendasari
konsep kepercayaan ada lima dimensi yaitu; integritas, kompetensi, konsistensi,
loyalitas (kesetiaan) dan keterbukaan.
Menurut Zahra (2011) integritas didukung oleh enam pilar karakter yang
terdiri dari kejujuran, keadilan, kepedulian, kearifan, hemat, dan tanggung jawab.
Dari keenam pilar integritas tersebut, kepedulian merupakan kunci dalam
menyelesaikan masalah integritas bangsa pada umumnya dan perusahaan
khususnya.
Seorang yang berperan sebagai pemimpin dalam organisasi yang
mempunyai bawahan, tentu saja menginginkan bawahannya memiliki integritas,
kompetensi dan loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya kepada pemimpinnya
begitu juga sebaliknya pemimpin harus memiliki integritas, kompetensi dan
loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya sebagai seorang pemimpin. Apabila
pemimpin dan bawahan mempunyai integritas, kompetensi dan loyalitas yang
tinggi terhadap pekerjaannya, maka akan menimbulkan kepercayaan kedua belah
pihak (Zahra, 2012).
Saling percaya antara pemimpin dan bawahan akan dapat meningkatkan
kinerja dan suasana kerja yang kondusif. Begitupun halnya dengan pemimpin
pemerintahan yang dapat menjalankan pemerintahan dengan baik, tentu juga
akan menimbulkan rasa saling percaya antara pemimpin dan masyarakat,
2
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
sehingga pemimpin dapat bekerja dengan tenang karena telah mendapat
kepercayaan yang penuh dari masyarakat.
Pemimpin yang dipercaya adalah pemimpin yang mempunyai integritas,
kompetensi, dan loyalitas yang tinggi terhadap bawahan dan juga terhadap
pekerjaannya serta dipercaya oleh bawahannya. Pemimpin yang memiliki
integritas yang tinggi biasanya memiliki sikap jujur menjaga komitmen dan
berprilaku konsisten.
Pada saat sekarang ini, dapat kita lihat diberbagai media massa, yang
disorot oleh berbagai program berita adalah kinerja para pemimpin yang bersifat
negatif, mulai dari pemimpin yang melakukan korupsi, tindakan asusila dan
tindakan yang lainnya, sehingga jika kita hubungkan pada penjabaran
keintegritasan seorang pemimpin sangat bertolak belakang sekali.
Kasus korupsi terus menyandera sejumlah pejabat pemerintahan. Hal ini
menimbulkan sentimen negatif masyarakat terhadap para pejabat tersebut. Ini
dibuktikan dalam survei yang dilakukan Centre for Strategic and International
Studies (CSIS) pada tanggal 6 hingga 19 Juli 2012. Sampel yang digunakan
sebanyak 1.480 responden, margin of error kurang lebih 2,55% dan confidence
level 95% dan tersebar di 32 provinsi (minus Papua) dengan metode tatap muka.
(http: // news . detik . com / read / 2012 / 08 / 08 /194049/1986685/10/survei-
csismayoritas-pejabat-pemerintah-dinilai-korup).
Sebanyak 77% publik menilai pejabat pemerintah mayoritas korupsi.
Hanya 12% yang menilai korupsi dilakukan oleh sebagian kecil pejabat. Tidak
hanya itu, sentimen negatif kepada pejabat pemerintah juga muncul ketika publik
menilai apakah pemerintah tegas dan peduli terhadap mereka. Sebanyak 64 %
publik menilai pemerintah tidak tegas mengambil keputusan. Sementara 57 %
menilai pemerintah tidak peduli pada rakyat. Nilai yang cukup tinggi karena diatas
55 %.
Selain itu, berdasarkan survei Global Corruption Barometer (GBC) 2013
oleh Transparency International Indonesia (TII), khusus di Indonesia, pada kasus
korupsi, kepolisian dan parlemen menempati urutan pertama (4,5%), diikuti
peradilan (4,4%), partai politik (4,3%), pejabat publik (4%), bisnis (3,4%),
3
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
kesehatan (3,3%), pendidikan (3,2%), militer (3,1%), LSM (2,8%), lembaga
keagamaan (2,7%), dan media (2,4%). http:/ /www.pekanbaru.co/10935/survei-
gbc-2013-kepolisian-dpr- lembaga-terkorup -di-indonesia-2/#).
Adanya pemberitaan seperti itu tentu akan membawa pengaruh bagi
pemikiran masyarakat terhadap kepercayaan terhadap pemimpin. Olehnya itu
kami memandang perlu untuk memberikan materi tentang integritas
kepemimpinan khusunya untuk peseta PKP, PKA sampai dengan PKN.
B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan tentang konsep
pemahaman pemerintahan yang bersih dan akuntabel, tantangan integritas,
penguatan strategi organisasi dalam penegakan integritas, dan aktualisasi
integritas dalam mengelola organisasi. mata pelatihan disajikan dimulai dengan
membahas kasus, seminar, ceramah interaktif, dan diakhiri dengan Menyusun
rencana aksi penegakan integritas dalam organisasi keberhasilan peserta dinilai
dari kemampuannya menyusun strategi organisasi dalam penegakan integritas .
D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Peserta mampu menyusun strategi organisasi dalam penegakan integritas
2. Indikator Hasil Belajar
1. Menjelaskan pemerintahan akuntabel.
2. Menjelaskan penguatan strategi organisasi dalam penegakan integritas
3. Memetakan penegakan penyelenggaaran pemerintahan yang bersih dan akuntabel
4. Menyusun strategi organisasi dalam penegakan integritas
4
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
A. Kerangka Kebijakan Pemerintahan yang bersih dan akuntabel
1. Menjelaskan konsep Good Governance
2. Pengertian dan Jenis-jenis / Smart Governance.
3. Menganalisis Kebutuhan Pemerintahan yang bersih dan akuntabel
B. Integritas ASN dalam perspektif Kepemimpinan
1. Nilai-nilai individu dan organisasi
2. Memahami Kebutuhan Pemangku Kepentingan
3. Memetakan Nilai integritas pada birokrasi Indonesia
C. Strategi Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel
1. Pengertian Good Governance
2. Menjelaskan arah Kebijakan Pemerintahan yang bersih bebas dan melayani
3. Menerapkan Strategi untuk mencapai penyelenggaraan pemerintaha yang bersih
dan akuntabel
D. Metode penerapan integritas untuk menunjang tata Kelola organisasi
1. Nilai-nilai integritas dalam organisasi
2. Memahami konsep integritas pada birokrasi Indonesia
3. Implementasi Integritas pada tata Kelola pemerintahan
F. Petunjuk Belajar
1. Petunjuk Bagi Peserta
Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal, maka langkah-langkah yang
perlu dilaksanakan antara lain :
1) Bacalah dan pahami dengan seksama uraian-uraian materi yang ada pada
masing-masing kegiatan belajar. Bila ada materi yang kurang jelas, peserta
dapat bertanya pada Fasilitator yang mengampu kegiatan belajar.
2) Kerjakan setiap tugas formatif (soal latihan) untuk mengetahui seberapa
besar pemahaman yang telah dimiliki terhadap materi-materi yang dibahas
dalam setiap kegiatan belajar
3) Untuk kegiatan belajar yang terdiri dari teori dan praktik, perhatikanlah
hal- hal berikut ini:
a. Perhatikan petunjuk-petunjuk yang berlaku.
5
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
b. Pahami setiap langkah kerja dengan baik.
4) Jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada
kegiatan belajar sebelumnya atau bertanyalah kepada Fasilitator atau
Fasilitator yang mengampu kegiatan pembelajaran yang bersangkutan.
2. Petunjuk Bagi Fasilitator
Dalam setiap kegiatan belajar Fasilitator berperan untuk:
a. Membantu peserta dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing peserta melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam
tahap belajar.
c. Membantu peserta dalam memahami konsep, praktik baru, dan menjawab
pertanyaan peserta mengenai proses belajar peserta.
d. Membantu peserta untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan
lain yang diperlukan untuk belajar.
6
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB II
KERANGKA KEBIJAKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN
AKUNTABEL
7
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
G.H Addink (Budiseyowati) mengatakan bahwa konsep good governance dalam
konteks pemerintahan adalah dalam rangka interaksi suatu Pemerintah dan
bangsanya. Oleh karenanya, Good Governance merepresentasikan beberapa hal,
seperti antara lain :
1. Hak-Hak Fundamental,
2. Efektifitas Dan Transparansi,
3. Akuntabilitas Pemerintah (Dalam Hal Masalah Keuangan, Dll), Dan
4. Pengembangan Aturan Hukum (Rule Of Law).
Government adalah salah satu aktor dalam governance. Aktor- aktor lain yang
terlibat dalam governance bermacam - macam bergantung pada level government
yang didiskusikan. Di dalam pemerintahan yang governance maka terjadilah atau
dituntut adanya sinergi di antara ke tiga aktor yang ada, yaitu :
1. Pemerintah itu sendiri (Public),
2. Masyarakat (community atau civil society/masyarakat madani), dan
3. Pihak Swasta (private).
Menurut United Nation Development Program (UNDP), Good Governance memiliki 8
(delapan) karakteristik utama (Budiseyowati) yaitu :
1. Participation Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya.
2. Transparency Dibangun atas dasar kebebasan arus informasi.
3. Rule Of Law Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu
terutama hukum untuk hak asasi manusia.
4. Resposiveness Setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan harus mencoba melayani setiap stakeholders.
5. Consensus Oriented Good governance menjadi perantara kepentingan yang
berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas,
baik dalam hal kebijakan kebijakan maupun prosedur.
8
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
B. PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS / SMART GOVERNANCE
Smart Governance didefinisikan sebagai “kapasitas untuk menerapkan tindakan dan
kegiatan yang cerdas serta adaptif dalam menjaga dan mengambil keputusan tentang
sesuatu” (Scholl dan Alawadhi, 2016). Menurut Scholl H.J dan Scholl M.C (2014).
Smart Governance dapat dilihat sebagai dasar bagi pemerintah yang cerdas, terbuka
dan partisipatif. Konsep-konsep inimemainkan peran kunci dalam wacana yang
berkembang di Smart City, jadi kita dapat berharap bahwa Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) memainkan peran kunci dalam Smart Governance sebagai
bagian dari model pemerintahan cerdas yang lebih luas. Dari sini,dapat disimpulkan
bahwa kata sifat 'pintar' mengacu pada kombinasi TIK, teknologi, dan inovasi yang
tertanam dalam konteks dan situs, serta semacam aspek demokrasi (Gil-
Garcia,Helbig dan Ojo, 2014).
Empat kriteria yang perlu dipenuhi untuk terwujudnya Smart Governance adalah
antisipatif, objektif, inovatif, dan kompetitif. Antisipatif dimaksudkan bahwa
pemerintah harusmemperkirakan dan merencanakan strategi dan kebijakan yang
akan diambil dimasa depansehingga pemerintah memiliki kesiapan yang lebih baik
dalam memenuhi pelayanan public dan meningkatkan partisipasi warganya. Objektif,
pemerintah yang diamanatkan sebagai pelayan masyarakat harus bersikap objektif
yang artinya tidak membedakan antar setiap individu atau kelompok masyarakat
dalam pembangunan. Kemudian adalah kriteria inovasi, pemerintah harus berfikiran
jauh kedepan dan menciptakan strategi dan langkah-langkah baruuntuk
meningkatkan fungsi pelayanan publik dan tingkat partisipasu masyarakat. Dan
kriteria terakhir adalah kompetitif, dalam melaksanakan fungsinya melayani
masyarakat danmenentukan arah perkembangan kota, pemerintah harus memiliki
kriteria kompetitif yang artinya berdaya saing dan akuntabilitas. Pelayanan publik
yang diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan dalam segi kuantitas dan
ketepatannya.
Dalam beberapa praktiknya di Indonesia sampai saat ini, Smart Governance memiliki
nama dan integrasi sistem yang berbeda-beda untuk tiap daerah. Namun dengan
konsep yang dibawa sebenarnya sama, yaitu berorientasi kepada kemudahan
pelayanan publik dan perizinan.
9
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
a. Pengertian Smart Governance
Smart Governance atau tata kelola pemerintahan yang pintar adalah konsep
sekaligus praktik bagaimana mengelola manajemen dan tata pamong/kelola
pemerintahan dan layanan publik secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif,
komunikatif, dan terus melakukan peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi
dan adopsi teknologi yang terpadu. Salah satu ciri Smart Governance adalah pola,
budaya, dan proses bisnis birokrasi internal pemerintah dan layanan publik yang
menjadi lebih ringkas, cepat, mudah, responsif dan komunikatif, serta efisien
waktu, biaya, dan usaha. Smart Governance direkomendasikan menjadi basis
bagi keberhasilan pembangunan dimensi-dimensi Smart City lainnya. Konsep
Smart Governance harus diterapkan sekaligus diukur dalam 3 sub-dimensi,
yakni: Layanan publik (Service), Birokrasi (Bureaucracy), dan Kebijakan publik
(Policy).
Menurut Scytl dalam Annisah (2017) perencanaan Smart Governance
merupakan ujung tombak perencanaan Smart City, karena Smart City dimulai
dengan adanya smart governance. Tanpa adanya smart governance mustahil
untuk mewujudkan Smart City, sehingga perencanaan smart governance
haruslah mengacu pada konsep Smart City dan konsep perencaaan tata kelola
yang banyak dikembangkan dengan cara menggunakan framework- framework
yang ada.
b. Indikator Smart Governance
Smart governance dapat diartikan sebagai tata kelola pemerintahan yang pintar,
dimana komponen tata kelola ini umumnya menyoroti peran dari pemerintah
sebagai institusi yang mengendalikan sendi-sendi kehidupan kota. Smart
governance adalah salah satu dari dimensi smart city yang mengutamakan dari
sisi pengaturan pemerintahan. Smart Governance direkomendasikan menjadi
basis bagi keberhasilan pembangunan dimensi-dimensi smart city lainnya.
Sehingga smart governance berada di dalam dimensi smart city yang merupakan
gambaran dari tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan secara pintar, yaitu
sebuah tata kelola pemerintahan yang mampu mengubah pola-pola tradisional
10
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dalam birokrasi menjadi sebuah proses yang lebih cepat, efektif, efisien,
komunikatif.
Sasaran dari smart governance adalah untuk penguatan tata kelola
pemerintahan dengan berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang ekfektif, efisien, komunikatif, dan
terus melakukan peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang terpadu. Tentu saja dalam
melakukan perubahan pola-pola tradisional dalam tata kelola pemerintahan ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dengan mengadopsi teknologi
yang akan memberikan percepatan terhadap perubahan tersebut.
The Smart City Wheel (Boyd Cohen, 2013a) Menurut Cohen (2013a) dalam
konsepnya The Smart City Wheel (Roda Kota Cerdas) bahwa dimensi smart
governance memiliki tiga indikator, yaitu:
1) Enabling supply dan demand side policy
Enabling supply and demand side policy yang dimaksudkan adalah
memungkinkan adanya kebijakan sisi penawaran dan permintaan dalam tata
kelola pemerintahan. Kebijakan ini merupakan sebuah konsep yang diadopsi
dari teori ekonomi. Secara teori, permintaan (demand) dapat diartikan
sebagai kuantitas suatu barang atau jasa tertentu dimana seorang konsumen
ingin dan mampu membelinya pada berbagai tingkat harga, dengan asumsi
faktor lain tetap. Sedangkan penawaran (supply) adalah berbagai kuantitas
suatu barang atau jasa tertentu di mana seorang penjual bersedia
menawarkan barang atau jasanya pada berbagai tingkat harga. (Akhmad,
2014).
Namun sebenarnya kebijakan penawaran dan permintaan ini tidak hanya
pada konteks bidang ekonomi saja, dapat juga diterapkan pada konteks lain
misalnya dalam pelayanan publik. Contoh dalam hal pelayanan transportasi
publik, dari sisi permintaan masyarakat sebagai objek pelayanan publik
menginginkan sebuah pelayanan transportasi publik dan dari pemerintah
sebagai sisi penawaran yang memberikan/memenuhi pelayanan yang
11
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dibutuhkan masyarakat. Dimana sisi penawaran dan permintaan tersebut
harus seimbang.
12
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
terbuka dan transparan kepada publik. Kedua, berkaitan dengan ekonomi,
dengan dibukanya data akan tercipta peluang untuk membuat produk dan
jasa layanan baru. Keterbukaan data juga akan mempercepat proses analisis
bisnis, karena tidak perlu lagi untuk melalui proses yang panjang dan rumit
dalam memperoleh data. Selain itu keterbukaan data juga dapat meningkatkan
efisiensi negara karena masyarakat dapat aktif mengawasi ketidakefisienan dalam
kebijakannya, misalnya pada APBN atau APBD. Dengan transparansi dan
kebijakan open data yang semakian meluas, tentunya akan meningkat pula
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
3) Information dan Communication Technology (ICT) dan e-Government
Tidak dapat dipungkiri, bahwa pertumbuhan infrastruktur Information dan
Communication Technology atau Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) di
suatu negara berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan di segala bidang termasuk
diantaranya bidang pelayanan publik maupun bidang kebijakan publik.
Kehadirannya memang dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya tata
kelola pemerintahan yang bersifat akuntabel, transparan, responsif,
partisipatif, setara dan inklusif, serta efektif dan efisien.
Pemanfaatan dari teknologi informasi dan komunikasi dalam suatu organisasi
sebagian besar bertujuan untuk dapat memberikan kontribusi terhadap
kinerja individual anggota organisasi dan institusinya. Dimana teknologi
informasi dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas suatu organisasi.
Teknologi memungkinkan untuk menciptakan urban mobility yang lebih
efisien, berkelanjutan untuk lingkungan, modal bisnis yang ramah dan
menarik, integrasi sosial, serta dapat memberikan akses menyeluruh terhadap
segala aspek yang berkaitan dengan tata kelola pemerintahan seperti budaya,
ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi sangat membantu dalam suksesnya pelaksanaan e-
government.
E-government menjadi syarat penting terciptanya smart governance.
Mengingat pengembangan e-government merupakan sebuah proses
13
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
transformasi dari manual ke elektronik, maka dibutuhkan upaya-upaya
sistematis yang menyangkut subyek, obyek dan metode yang terkait dengan
proses transformasi tersebut. Proses transformasi ini mengacu pada tiga hal,
yaitu perundang-undangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi,
kondisi saat ini dan pengaruh lingkungan yang bersumber pada tuntutan
layanan publik serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
(Pemerintah Kota Bogor dan Balai IPTEKnet Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, 2013).
E-government ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara, namun pada
prinsipnya harus bersifat: (Pemerintah Kota Bogor dan Balai IPTEKnet Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2013).
1) Terbuka dan transparan
Dengan membuka akses informasi dan interaksi pada semua stakeholder
yang berperan pada pemerintahan dan pengambilan kebijakan.
Infrastruktur jaringan komunikasi, internet, dan media website jika e-gov
menggunakan pilihan ini maka mendukung terciptanya interaksi terbuka
dan transparan pada stakeholder setempat. Komunikasi tersebut
memungkinkan masukkan dari publik dapat ditampung dan ditindaklanjuti
untuk mendapatkan solusi untuk pembangunan kota.
2) Efisien dan efektif
Dengan mengembangkan sistem informasi administrasi yang lebih mudah,
murah, cepat dan akurat tanpa menghilangan aspek legalitas
administratifnya. Pada saat tertentu akan tercapai kepercayaan publik pada
pelayanan administrasi pemerintah yang bersih dan akurat.
3) Jaringan Kerja
Memudahkan pertukaran data dan pengolahan informasi yang terdistribusi pada
bagian-bagian dalam pemerintahan. Dengan cara ini dimungkinkan secara
mudah dan cepat mendapatkan data dan informasi sesuai kebutuhan sehingga
waktu dan hasil yang diperoleh menjadi lebih cepat dilakukan dengan jaringan
kerja.
4) Integritas
14
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Memelihara integritas sistem dan data yang ada dalam administrasi
pemerintahan. Keterpaduan sistem menjadi tuntutan untuk memperoleh
informasi yang akurat dalam mengambil kebijakan dan menyikapi situasi
dan kondisi wilayahnya.
Sedangkan menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
(Kemkominfo), Smart governance harus dapat dimplementasikan ke dalam tiga
unsur dalam tata kelola, yaitu service (pelayanan), bureaucracy (birokrasi), dan
policy (kebijakan). Inisiatif pembangunan Smart Governance diantaranya dapat
dilakukan pada beberapa indikator sebagai berikut: (Kominfo, 2017)
1. Public Service (Layanan Publik)
Dalam konteks pelayanan publik, upaya yang dapat dilakukan untuk
pembangunan konsep smart governance dengan melalui pemanfaatan
teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif, pemerintah mampu untuk
menyediakan:
a) Pelayanan administrasi kepada masyarakat secara lebih baik, cepat,
ekonomis, praktis dalam waktu dan usaha, dan transparan. meliputi
pelayanan administrasi kewarganegaraan, status ijin usaha, sertifikat tanah,
NPWP, IMB, dan lain-lain yang berkaitan dengan administrasi. Contoh sistem
Smart Governance guna mendukung layanan administrasi ini adalah:
Surabaya Single Window (SSW), eSuket (aplikasi berbagai surat keterangan
di kelurahan).
b) Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan bahan
pokok untuk masyarakat masyarakat (sembako, air bersih, dan lain-lain).
Contoh sistem Smart Governance guna mendukung penyediaan dan
monitoring kebutuhan bahan pokok ini adalah: aplikasi Simbak (Sistem
monitoring harga Sembako) dan Smart Water Suppy System (di bahas lebih
detail di buku ini di Bagian Dimensi I Smart Governance)
c) Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan jasa
pokok untuk masyarakat masyarakat (listrik, telepon, internet dan lain-lain).
2. Bureaucacy (Birokrasi)
15
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Dengan memanfaatkan teknologi terkini serta dengan cara inovatif dan kreatif,
pemerintah mampu untuk membangun sistem birokrasi yang efisien, efektif,
adil, transparan, akuntabel, dan bebas korupsi. Contoh implementasi Smart
Governance untuk peningkatan kualitas birokrasi, yakni melalui sistem
program e-planning, e-budgeting, e- monev dan lain-lain. Pengembangan
aplikasi e-gov harus diarahkan menuju integrated dan inter-operability e-gov
atau yang saling terintegrasi antar satu aplikasi dengan aplikasi lainnya serta
lintas OPD sehingga tercipta Smart e-Gov.
3. Public Policy (Kebijakan Publik)
Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif,
pemerintah daerah mampu membangun budaya dan praktik citizen-centered
policy yakni setiap kebijakan diambil dengan secara aktif bekomunikasi dan
mengakomodasi pendapat/masukan dari masyarakat, berorientasi pada
pemenuhan kepentingan masyarakat, dan memberi akses luas terhadap
dokumen-dokumen kebijakan publik pemerintah. Contoh implementasi Smart
Governance untuk peningkatan kebijakan publik, diantaranya: emusrenbang,
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH), Layanan Aspirasi dan
Pengaduan Online Rakyat (disingkat LAPOR!), dan lain-lain.
c. Gambaran Smart Governance
Dari indikator smart governance tersebut dapat digambarkan bahwa peran
pemerintah lebih ditekankan dalam perwujudan smart governance. Maka
demikian bagaimana gambaran spesifik dari smart governance, sehingga dengan
adanya gambaran mengenai smart governance dapat menyusun rencana
implementasinya dalam upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk
mewujudkan smart governance: (Fansyori, TT)
1) Keterbukaan informasi public
Pemerintah merupakan pelayanan masyarakat yang bertanggung jawab
kepada masyarakat. Oleh karena itu sudah seharusnya informasi terkait
rencana pembangunan dipublikasikan secara luas melalui berbagai media
informasi. Masukan masyarakat sangat penting karena objek pembangunan
16
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
adalah masyarakat dalam arti lebih luas, yang didalamnya termasuk pihak
swasta, masyarakat dan pemerintah itu sendiri.
17
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
menjadi investasi yang paling berharga bagi orang tua peserta didik itu
sendiri.
18
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dilakukan sebuah penerapan sistem secara terpusat dan menyeluruh sangat susah
seperti di Jakarta dan Papua misalnya keadaan infrastruktur sangatlah berbeda
sehingga banyaknya ketimpangan antara daerah yang maju dan tertinggal.
Ketimpangan ini menyebabkan kesulitan dalam membuat sebuah sistem terpusat.
19
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dari ketiga prinsip tersebut disertai dengan indikator serta alat ukurnya masing-
masing.
a. Prinsip Akuntabilitas
Prinsip ini menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability),
dan (2) konsekuensi (consequences). Kemampuan Menjawab (istilah yang
bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para
aparat untuk menjawab secara periodic setiap pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang
mereka,kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai
dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Prof. Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada
mereka yang memberi mandat itu”. Akuntabilitas bermakna
pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi
kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi
penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi
(checks and balances sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah
eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan
sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin
penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar
keempat.
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-
nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang
berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan
sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah:
a) pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indicator
untuk menjamin akuntabilitas public, adalah :
1) pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia
bagi setiap warga yang membutuhkan;
20
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
2) pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai
yang berlaku;
3) adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai
dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku;
4) adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,
dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar
tersebut tidak terpenuhi;
5) konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah
ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut.
b) pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah :
1) penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media
massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal;
2) akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-
cara mencapai sasaran suatu program;
3) akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan
dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat;
4) ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang
telah dicapai oleh pemerintah.
Prinsip akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan kegiatan publik dengan ukuran
nilai-nilai atau norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang
berkepentingan dengan kegiatan tersebut, yaitu Pemerintah (Negara),
Masyarakat (Warga Negara), Dunia Usaha (Swasta) tersebut.
b. Prinsip Transparansi (Indikator dan Alat Ukurnya)
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan,proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi yakni adanya
kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan
informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah
21
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan
menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat
berdasarkan pada preferensi public.
Prinsip ini memiliki dua aspek, yaitu komunikasi publik oleh pemerintah,
dan hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit
dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya.
Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.
Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk
membuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan.
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi paling tidak
dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti :
1) mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari
semua proses-proses pelayanan public;
2) mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang
berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses
didalam sektor public;
3) mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran
informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam
kegiatan melayani.
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat
waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Dengan
ketersediaan informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus
mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil
yang optimal bagi masyarakat serta mencegah terjadinya kecurangan dan
manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok
masyarakat saja secara tidak proporsional.
c. Prinsip Partisipatif (Indikator dan Alat Ukurnya)
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat
dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara langsung atau secara tidak langsung.
22
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan
kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam mewujudkan kerangka yang
cocok bagi partisipasi, perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu :
1) partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan
jaringan civil society (inisiatif asosiasi;
2) partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society
sebagai service provider,
3) lokal kultur pemerintah;
4) faktor-faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses terbuka dan
konsentrasi pada kompetisi.
Beberapa alasan mengapa sistem partisipatoris dibutuhkan dalam Negara
demokratis. Pertama, ialah bahwa sesungguhnya rakyat sendirilah yang
paling paham mengenai kebutuhannya. Dan kedua, bermula dari kenyataan
bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan kompleks,
birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh sebab itu, untuk
menghindari alienasi warga negara, para warga negara itu harus dirangsang
dan dibantu dalam membina hubungan dengan aparat pemerintah.
Penguatan partisipasi publik dapat dilakukan oleh pemerintah dengan:
a) mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh public;
b) menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan
mengumpulkan masukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga
negara dalam kegiatan publik, mendelegasikan otoritas kepada
pengguna jasa layanan public seperti proses perencanaan dan
penyediaan panduan kegiatan masyarakat dan layanan publik.
Prinsip partisipasi masyarakat menuntut masyarakat harus diberdayakan,
diberikan kesempatan dan diikutsertakan untuk berperan dalam proses-
proses birokrasi mulai dari tahap perencanaan pelaksanaan dan pengawasan
atau kebijakan publik. Operasionalisasi konsep :
a) Pada level akar rumput, partisipasi mengimplikasikan struktur
pemerintahan yang fleksibel dan memberikan peluang bagi masyarakat
23
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
yang berkepentingan untuk menyempurnakan desain dan implementasi
program serta proyek publik;
b) Memberikan peluang bagi LSM sebagai sarana alternatif penyaluran
energi dari publik, melalui identifikasi kepentingan publik, mobilisasi
opini publik, untuk mendukung kepentingan tersebut, dan organisasi aksi
yang sesuai.
2. Kendala-Kendala Pelaksanaan Prinsip Good Governance
a. Tindak Pidana Korupsi Sebagai Suatu Masalah
Selain sikap skeptisme, maraknya tindak pidana korupsi adalah karena adanya
sikap permisif terhadap tindak pidana korupsi. Sikap- sikap permisif terhadap
korupsi secara lugas dikemukakan oleh Robert Klitgart dengan sebutan
"upaya penegakan hukum seperempat hati". Menurut Klitgart, terdapat tujuh
sikap permisif yang menyertai keengganan dalam melawan korupsi, yaitu: (1)
Korupsi toh ada di mana-mana, ada di Jepang, ada di Belanda, ada di Amerika
Serikat Tidak ada sesuatupun yang dapat Anda lakukan terhadap "epidemi"
yang namanya korupsi, (2)Korupsi akan selalu ada. Serupa dengan dosa,
korupsi adalah bagian dan sifat manusia. Anda tidak akan mampu melakukan
apapun terhadapnya; (3) Konsep tentang kompsi adalah samar-samar dan
hanya ditetapkan secara kultural. Di dalam beberapa kultur, perilaku yang
mengusik Anda bukanlah korupsi; (4) Membersihkan masyarakat dari korupsi
akan membutuhkan suatu perubahan besar-besaran terhadap sikap dan nilai-
nilai. Upaya seperti itu harus hanya mungkin terwujud melalui upaya keras
terus menerus selama ratusan tahun; (5) Di banyak negara, korupsi tidaklah
secara keseluruhan membahayakan. Korupsi malah menggemuki roda
perekonomian, dan merekatkan sistem politik; (6) Tidak ada sesuatupun yang
dapat dibuat jika para pria dan wanita yang berada di puncak kekuasaan yang
korup, atau jika korupsi yang berlangsung sudah sangat sistematik; (7) Risau
dengan korupsi adalah berlebih- lebihan.
b. Hambatan Mewujudkan Good Governance melalui E Government
Hambatan penerapan Good Governance melalui E Government dapat lihat
misalnya dari hasil pengamatan yang dilakukan Kementerian Komunikasi
24
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
yang menyimpulkan bahwa mayoritas situs pemerintah Pusat dan pemerintah
Daerah masih berada pada tingkat persiapan (pertama) apabila ditinjau dari
sejumlah aspek:
1) E-Leadership: prioritas dan inisiatif negara di dalam Mengantisipasi dan
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
2) Infrastruktur Jaringan Informasi: kondisi infrastruktur telekomunikasi serta
akses, kualitas, lingkup, dan biaya jasa akses;
3) Pengelolaan Informasi: kualitas dan keamanan pengelolaan informasi;
4) Lingkungan Bisnis: kondisi pasar, sistem perdagangan, dan regulasi yang
membentuk konteks perkembangan bisnis teknologi informasi;
5) Masyarakat dan Sumber Daya Manusia: difusi teknologi informasi didalam
kegiatan masyarakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh
mana teknologi informasi disosialisasikan kepada masyarakat melalui
proses pendidikan.
Terdapat sejumlah kelemahan pembentukan egovernment di Indonesia:
a) Pelayanan yang diberikan situs pemerintah belum ditunjang oleh sistem
manajeman dan proses kerja yang efektif karena kesiapanperaturan,
prosedur dan keterbatasan SDM sangat membatasi penetrasi
komputerisasi ke dalam sistem pemerintah;
b) Belum mapannya strategi serta tidak memadainya anggaran yang
dialokasikan untuk pengembangan e-government;
c) Inisiatif merupakan upaya instansi secara sendiri-sendiri; dengan
demikian sejumlah faktor seperti standardisasi, keamanan informasi,
otentikasi, dan berbagai aplikasi dasar yang memungkinkan
interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan terpercaya kurang
mendapatkan perhatian;
d) Kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet.
Dengan melihat kepada kondisi di atas, maka tantangan yang muncul
kemudian adalah bagaimana meningkatkan penerapan Good Governance
melalui E Government di masa datang menjadi lebih memadai sehingga
tidak memungkinkan lagi adanya tahapan pelayanan yang memerlukan
25
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
pertemuan tatap muka antara masyarakat dengan penyedia pelayanan
publik. Ketiadaan tatap muka dapat meminimalisir dan meniadakan
aktivitas-aktivitas rent seeking.
b. Permasalahan Sumber Daya Manusia
1) Permasalahan Dalam Birokrasi Indonesia
Sesungguhnya, dalam memberikan pelayanan umum birokrasi
pemerintah tidak boleh memihak kepada kelompok manapun, dengan
tujuan agar pelayanan yang dilakukan bisa diberikan pada seluruh
masyarakat, tanpa membedakan aliran atau partai politik yang diikuti
oleh anggota masyarakat. Jelas pula, dalam memberikan pelayanan umum
itu, birokrasi pemerintah lebih efektif dan efisien. Itu semua adalah
kehendak ideal yang diinginkan, akan tetapi realitas yang dihadapi selama
ini selalu terkesan bahwa birokrasi pemerintah itu lamban.
2) Permasalahan PNS dalam Birokrasi Pemerintah
Ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi Indonesia
berkenaan dengan SDM. SDM yang dimaksudkan adalah Pegawai Negeri
Sipil yang ditempatkan dan bekerja di lingkungan birokrasi, untuk
menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagaimana telah ditetapkan.
Permasalahan tersebut antara lain besarnya jumlah PNS, dan tingkat
pertumbuhan yang tinggi dari tahun ke tahun rendahnya kualitas dan
ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki, kesalahan penempatan dan
ketidakjelasan jalur karier yang dapat ditempuh.
3. Upaya Agar Prinsip Good Governance Dapat Diterapkan Agar Tercipta
Pemerintahan Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Serta Nepotisme.
Implementasi Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) dalam
penyelenggaraan pemerintahan merupakan salah satu upaya menciptakan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor
5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik
Indonesia memerintahkan kepada seluruh jajaran Pimpinan Instansi Pemerintah
untuk :
1) Melaporkan harta kekayaan bagi penyelenggara negara;
26
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
2) Membuat penetapan kinerja secara berjenjang;
3) Meningkatkan kualitas pelayanan publik;
4) Mencegah kebocoran dan pemborosan pada pengadaan barang dan jasa;
5) Memberikan dukungan maksimal kepada upaya penindakan korupsi;
6) Menerapkan kesederhanaan serta penghematan.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) bersama Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia (MENPAN-RI) telah
merekomendasikan langkah-langkah penerapan Tata Kepemerintahan yang Baik,
meliputi :
1) Peningkatan kapasitas Pemerintah daerah;
2) Penerapan manajemen berbasis kinerja;
3) Pelayanan sektor publik;
4) Pencegahan korupsi pada proses pengadaan barang dan jasa;
5) Peningkatan kemampuan teknis aparatur;
6) Peningkatan kesadaran anti korupsi; dan
7) Penanganan pengaduan masyarakat.
27
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB III
INTEGRITAS ASN DALAM PERSPEKTIF KEPEMIMPINAN
28
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
itulah yang menjadikan benda, barang atau hal-hal tertentu dianggap memiliki
makna atau manfaat. Benda purbakala dianggap bernilai karena berguna bagi
generasi penerus untuk mengetahui sejarah masa lampau kita. Video
tape recorder, meski secara teknis kondisinya masih baik, dianggap
manfaatnya sudah hilang karena sudah susah mengoperasikannya mengingat
kaset yang seharusnya menjadi komplemen video tape tersebut tetidak bisa
lagi diperoleh di pasaran, semuanya tergantikan oleh VCD. Dengan demikian
yang dimaksudkan dengan nilai adalah prinsip, tujuan, atau
standar sosial yang dipertahankan oleh seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat) karena secara intrinsik mengandung makna.
Definisi diatas bukanlah satu-satunya definisi nilai karena setiap disiplin ilmu
yang berkepentingan terhadap konsep nilai memberikan definisi yang
berbeda. Sebagai contoh, MiltonRokeach mengatakan bahwa nilai (values)
adalah keyakinan abadi (enduring belief) yang dipilih oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai dasar untuk melakukan suatu kegiatan tertentu
(mode of conduct) atau sebagai tujuan akhir tindakannya (end state of
existence). Dari pengertian ini Rokeach kemudian membedakan nilai menjadi
dua yaitu Terminal valuesdan instrumental values. Sementara itu Robin
Williams Jr. menjelaskan bahwa values bukan hanya berfungsi sebagai kriteria
atau standar untuk melakukan tindakan tetapi juga befungsi sebagai kriteria
atau standar untuk melakukan penilaian, menentukan pilihan, bersikap,
berargumentasi maupun menilai performance. Kedua definisi tsb menegaskan
bahwa pilihan seseorang atau sekelompok orang atas beberapa pilihan
lainnya yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu akan menjadikan pilihan
tersebut sebagai keyakinan abadi.
Penjelasan diatas secara tidak langsung menegaskan bahwa nilai cenderung
bersifat permanen. Artinya sekali seseorang telah menentukan pilihan
terhadap satu nilai tertentu – sesuatu yang dianggap benar, maka orang
tersebut sulit mengubah pendiriannya. Kalaulah pendirian tersebut berubah
maka perubahannya tidak terjadi dalam waktu pendek melainkan terjadi
secara incremental. Hal ini sejalan dengan pendapat Hofstede yang
29
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
mengatakan bahwa setiap individu telah memiliki mental program yang
disebut individual mental programming.
Kriteria untuk menentukan nilai biasanya didasarkan pada pertimbangan
moralitas yakni hal-hal yang seharusnya (ought to) atau sesuatu yang baik
(good). Nilai (value) dengan demikian merupakan sesuatu yang seharusnya
(bersifat ideal) yang biasa disebut espouse values dan bukan merupakan
sesuatu yang sesunggungnya (value in use). Dalam batas-batas tertentu,
norma prilaku juga sering dianggap sama dengan values dan menjadi
pedoman untuk berprilaku. Konsep nilai seperti dikemukakan Rokeach
dan William Jr. sering disebut sebagai personal atau individual values. Contoh
nilai berkaitan dengan personal/individual values diantaranya adalah disiplin
diri (self-discipline), pengendalian diri (self-control), kesalehan dan kebaikan
hati seseorang. Sedangkan jika nilai-nilai tersebut dikaitkan dengan pekerjaan,
misalnya seperti dikemukakan Hofstede, maka akan diperoleh konsep nilai
yang lain yakni nilai-nilai kerja (work related values). Contoh nilai-nilai kerja
misalnya job involvement dan komitmen.
Bukan hanya setiap disiplin ilmu memahami konsep nilai dengan cara
berbeda, dalam bidang studi organisasi, termasuk studi prilaku organisasi,
istilah nilai juga dipahami secara bervariasi. Ada yang menganggap bahwa
konsep nilai lebih dekat dengan konsep filosofi atau ideologi dan ada juga
yang mengatakan bahwa konsep nilai lebih dekat dengan sikap (attitude)
seseorang. Terlepas dari perbedaan-perbedaan tersebut, bidang studi
organisasi pada awalnya hanya mengkaitkan konsep nilai dengan pelaku
organisasi (aktornya) yang disebut nilai-nilai personal atau individual
(personal values atau individual values) dan dengan pekerjaan, disebut nilai-
nilai kerja (work values atau work related values). Mengkaitkan nilai dengan
organisasi secara keseluruhan baru muncul belakangan bersamaan dengan
semakin populernya konsep budaya organisasi.
Belakangan bidang studi organiasasi juga mengadopsi konsep nilai yang jauh
sebelumnya sudah menjadi kajian yang intensif pada disiplin ilmu lain seperti
30
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
sosiologi dan anthropologi.Pada kedua disiplin ini dikenal istilah nilai yang
disebut nilai-nilai masyarakat (societal values).
Oleh karena bidang studi perilaku organisasi banyak berinteraksi dengan
disiplin ilmu lain seperti anthropologi, sosiologi dan psikologi dan mengadopsi
beberapa konsep darinya termasuk konsep nilai maka sangat tidak
mengherankan jika di dalam lingkup kehidupan sebuah organisasi bisa
dijumpai berbagai macam kategori nilai: nilai-nilai masyarakat – societal
values (diadopsi dari disiplin anthropologi dan sosiologi), nilai-nilai organisasi
(dikembangkan di dalam disiplin studi organisasi), dan nilai-nilai individual
dan nilai-nilai pekerjaan (keduanya diadopsi dari disiplin psikologi). Meski
demikian esensi dari setiap konsep nilai sesungguhnya sama yakni nilai
adalah
(1) Sebuah konsep atau keyakinan
(2) Tentang tujuan akhir atau sebuah prilaku yang patut dicapai
(3) Yang bersifat transendental untuk situasi tertentu,
(4) Menjadi pedoman untuk memilih atau mengevaluasi prilaku atau sebuah
kejadian dan
(5) Tersusun sesuai dengan arti pentingnya.
Jika komponen nilai diatas disederhanakan maka nilai terdiri dari dua
komponen utama:
(1) Setiap definisi memfokuskan perhatiannya pada dua jenis nilai
yaitu means (alat atau tindakan) dan ends (tujuan) dan
(2) Nilai dipandang sebagai preferensi (preference) atau prioritas (priority)
bagi seseorang.
a. Peran Nilai
Dalam bidang studi perilaku organisasi memahami nilai-nilai personal
karyawan bukan merupakan pilihan melainkan menjadi keharusan bagi
para manajer karena nilai-nilai personal merupakan landasan untuk
memahami sikap dan perilaku karyawan. Ketika seseorang bergabung
dengan sebuah organisasi, Ia juga membawa serta nilai-nilai personalnya.
Artinya, seseorang telah memiliki kriteria mana yang seharusnya dan
31
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
mana yang tidak seharusnya; mana yang baik dan mana yang buruk; mana
yang benar dan mana yang dianggap salah. Dengan kata lain, setiap orang
yang bergabung dengan sebuah organisasi pasti tidak pernah bebas nilai
(value free) sehingga dalam menjalankan pekerjaannya seseorang lebih
memilih prilaku atau outcome tertentu yang sesuai dengan tata nilainya
dibandingkan dengan perilaku atau outcome lainnya. Hal ini bisa diartikan
pula bahwa dalam batas-batas tertentu nilai personal seseorang seringkali
membatasi seseorang untuk bertindak obyektif atau rasional.
b. Tipe Nilai
Jika Rokeach membedakan nilai menjadi dua – terminal dan instrumental
value, Allport dan teman-teman membuat kategorisasi nilai dengan cara
berbeda, yaitu:
1) Nilai teoritik. Nilai-nilai teoritik memberi tempat yang sangat tinggi
terhadap upaya mencari kebenaran (discovery of truth) melalui
pendekatan kritis dan rasional.
2) Nilai ekonomik. Menekankan pentingnya nilai guna dan kepraktisan
3) Nilai estetika. Memberi penghargaan yang tinggi terhadap bentuk dan
harmoni
4) Nilai sosial. Memberi perhatian yang tinggi terhadap kepentingan
masyarakat
5) Nilai politik. Memperoleh kekuasaan (power) dan mampu
mempengaruhi banyak orang merupakan indikator dari nilai politik
6) Nilai religi. Menjunjung tinggi aturan-aturan agama
c. Konflik Nilai
Organisasi adalah tempat bertemunya berbagai macam konsep nilai – nilai
masyarakat (societal values), nilai institusi (institutional values), nilai
organisasi (organizational values), nilai kerja (work values), nilai profesi
(professional values) dan nilai personal (personal values). Akibat langsung
dari bertemunya konsep nilai tersebut adalah kemungkinan terjadinya
perbedaan antara satu konsep nilai dengan konsep nilai yang lain. Oleh
karena itu konflik nilai sering tidak bisa dihindarkan. Tiga diantaranya
32
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
akan mendapat perhatian pada KB ini yaituintrapersonal
conflict, interpersonal conflict, dan konflik antara nilai individu dengan
nilai organisasi. Ketiga jenis konflik nilai ini masing-masing bersumber
pada diri orang tersebut, hubungan antar manusia dan hubungan antara
person dengan organisasi.
d. Mengatasi Konflik Nilai
Untuk mengatasi konflik nilai, beberapa cara bisa dilakukan. Untuk
mengatasi intrapersonal conflict, Barbara Moses misalnya menyarankan
agar organisasi bisa menjadi tempat yang bersahabat dengan kehidupan
(life-friendly organization) yang memberi kesempatan kepada karyawan
untuk merefleksikan dirinya – bagimana seorang karyawan menjalani
hidup dan menghabiskan waktunya untuk kehidupan. Refleksi diri
tersebut bisa dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan (dapat
Anda baca pada halaman 2.54 dan 2.55).
Sementara itu untuk mengatasi interpersonal conflict, Thomas Behr
menyarankan agar para eksekutif menjadi value-centered leaders yakni
menjadi seorang pemimpin yang berbasis pada nilai-nilai. Dengan
menempatkan diri seperti ini para eksekutif diharapkan bisa menjadi
mediator ketika terjadi konflik nilai, khususnya konflik yang disebabkan
karena hubungan antar personal maupun konflik nilai yang terjadi karena
perbedaan nilai-nilai personal karyawan dengan nilai-nilai organisasi.
e. Sikap Kerja
Sikap adalah bentuk ungkapan perasaan seseorang terhadap pekerjaan,
baik ungkapan bernada positif maupun negatif. Ungkapan seperti ini
dalam bidang studi perilaku organisasi sering disebut sebagai sikap
karyawan terhadap sebuah pekerjaan. Dalam kehidupan organisasi, sikap
karyawan tidak hanya ditujukan kepada pekerjaan tetapi juga pada obyek-
obyek yang lain seperti gaji yang diterima, teman kerja, atasan langsung,
pimpinan perusahaan dan bahkan terhadap organisasi secara
keseluruhan.
33
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
Ada empat alasan mengapa seorang manajer perlu memahami sikap
karyawan. Pertama, pada situasi tertentu sikap seseorang berpengaruh
terhadap perilaku individu orang tersebut.Kedua, dalam konteks
pekerjaan, membangun sikap kerja positif sangat berguna bagi alasan
kemanusiaan terlepas bahwa sikap tersebut akan meningkatkan
produktivitas seseorang atau tidak. Ketiga, banyak organisasi yang dengan
sengaja mendesain program untuk menciptakan sikap positif, seperti
membangun citra (image) katakanlah melalui berbagai bentuk iklan agar
konsumen memiliki sikap positif terhadap perusahaan. Keempat, sikap
seseorang memainkan peran penting dalam studi perilaku organisasi
khususnya teori motivasi.
f. Definisi sikap
Sikap adalah sebuah konstruk/konsep/bangunan yang bersifat hipotetik
(hypothetical construct). Dikatakan demikian karena secara riil sikap tidak
bisa dilihat dengan mata kepala, disentuh dengan tangan atau dirasakan
dengan lidah. Untuk memahami sikap seseorang, yang bisa kita lakukan
adalah mendefinisikan atau menginterpretasikan apa yang dikatakan atau
dilakukan seseorang. Dengan demikian, untuk memahami sikap seseorang
terhadap sebuah obyek, pertama, kita perlu mencermati apa yang
dikatakan atau dilakukan seseorang terhadap sebuah obyek tersebut.
Langkah selanjutnya, kedua, adalah menginterpretasikan maksud dari
perkataan atau tindakan orang tersebut. Ketiga, memahami perilaku orang
bersangkutan.
Sikap merupakan ungkapan perasaan seseorang yang persisten (ajeg)
terhadap sebuah obyek, baik ungkapan yang bernada postif atau negatif.
Obyek dalam hal ini bersifat generic dan bisa diklasifikasikan menjadi dua
yaitu obyek fisik dan non-fisik. Oleh karena itu obyek bisa berupa orang,
tempat kerja (organisasi), gaji, pekerjaan, kejadian atau segala hal dimana
seseorang bisa mengungkapkan perasaannya. Jadi, ketika seseorang
mengatakan bahwa Ia mempunyai sikap positif terhadap perkerjaan
berarti Ia menpunyai perasaan senang berkaitan dengan pekerjaan
34
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
tersebut. Hanya saja perlu disadari pula bahwa seseorang terkadang
mempunyai perasaan positif terhadap beberapa aspek pekerjaan namun
di saat yang sama juga mempunyai perasaan negatif terhadap beberapa
aspek pekerjaan yang lain.
Sikap, seperti halnya nilai-nilai individu (lihat penjelasan tentang peran
nilai), berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Bedanya adalah jika
nilai-nilai individu mempengaruhi perilaku seseorang secara keseluruhan
bahkan pada situasi berbeda, sikap hanya mempengaruhi perilaku
seseorang terhadap obyek, orang atau situasi yang spesifik. Meski
demikian, meski tidak selalu, nilai-nilai individu dan sikap seseorang
biasanya berjalan seiring. Sebagai contoh seorang manajer yang sangat
menghargai seseorang yang suka membantu orang lain mungkin akan
bersikap negatif terhadap seseorang yang membantu orang lain tapi cara
membantunya tanpa mempertimbangkan etika.
g. Komponen Sikap
Sikap seseorang terhadap sebuah obyek, orang lain atau situasi secara
umum bisa dipahami melalui 3 komponen berbeda pembentuk sikap,
yaitu: cognitive, affective dan behavioral component. Cognitive
component adalah informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek yang
disikapi. Informasi ini meliputi data deskriptif seperti fakta, gambar, atau
pengetahuan lain yang spesifik. Affective component adalah perasaan dan
emosi seseorang tehadap obyek yang disikapi. Komponen ini melibatkan
aspek penilaian dan emosi, dan seringkali diekspresikan dalam bentuk
suka atau tidak suka terhadap sebuah obyek. Behavioral tendency
component merupakan cara seseorang menunjukkan prilakunya terhadap
sebuah obyek. Dalam kehidupan organisasi, sikap seseorang bisa dipahami
dengan baik berdasarkan kombinasi antara cognitive dan affective
component.
h. Hubungan antara Sikap dan Perilaku
Seringkali kita beranggapan bahwa sikap seseorang akan mempengaruhi
perilakunya. Oleh karena itu jika anda hendak mengubah perilaku
35
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
seseorang terlebih dahulu anda harus mengubah sikapnya. Namun dalam
kenyataannya hubungan antara sikap dan perilaku seseorang ternyata
tidak sesederhana itu. Hubungan keduanya sangat kompleks dan
merupakan hubungan resiprokal (saling mempengaruhi) – sikap bisa
mempengaruhi prilaku dan sebaliknya prilaku juga bisa mempengaruhi
sikap.
2. Nilai-nilai Organisasi
Organisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), organisasi adalah
kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas bagian-bagian (orang
dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu.
Organisasi juga adalah kelompok kerja sama antara orang-orang yang
diadakan untuk mencapai tujuan bersama.
Organisasi Menurut Para Ahli ;
a. Chester I. Bernard
Organisasi merupakan sebuah tujuan system aktifitas yang di dalamnya
saling bekerja sama yang mana di lakukan baik itu dua orang atau lebih.
b. James D. Mooney
Organisasi merupakan suatu perserikatan berbagai manusia bertujuan agar
bisa mencapai tujuan bersama.
c. Kochler
Beliau mengartikan mengenai pengertian Organisasi adalah suatu system
yang memiliki hubungan yang secara sistematis, terkordinasi baik melalui
usaha di dalam suatu kelompok didalamnya terdiri dari orang-orang yang
sedang melakukan kegiatan atas tujuan tertentu.
d. Max Weber
Seorang ahli bernama Max Weber menjelaskan bahwasanya organisasi
dapat di artikan suatu kerangka hubungan yang sudah terstruktur yang
mana di organisasi tersebut memiliki tangung jawab serta kewenangan dan
pembagian kerja bertujuan dalam mengeksekusi fungsi tertentu.
36
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
e. Philip Slznic
Beliau berpendapat bahwasanya Organisasi bisa di artikan sebagai suatu
peraturan dari beberapa anggota guna dalam memudahkan untuk bisa
mencapai dari berbagai tujuan yang sebelumnya telah di rumuskan lewat
alokasi fungsi dan tanggung jawab.
f. Richard Scott
Organisasi merupakan sebuah tindakan yang kolektif dan sengaja di bentuk
untuk bisa mencapai tujuan secara khusus yang mana di atas dasarkan
kelangsungan.
g. Schein
Beliau menyatakan bahwa Organisasi merupakan suatu koordinasi yang di
gerakan dengan system rasional pada setiap kegiatan yang di lakukan oleh
beberapa orang agar bisa mencapai tujuan dengan secara umum dengan
masing-masing memiliki pembagian fungsi serta pekerjaan dari hirarji
dengan memiliki otoritas dan tanggung jawab.
h. Stephen P. Robbins
Sebagai kegiatan dari suatu kesatuan social yang telah di koordinasikan
secara sadar yang mana di dalamnya terdapat batasan yang yang relatif
dapat dikenal, serta bekerja ber-atas dasarkan yang relative secara terus
menerus agar dapat mencapai tujuan bersama atau kelompok.
i. Stoner
Stoner menjelaskan bahwasanya Organisasi di artikan sebagai suatu pola
yang terdiri dari beberapa hubungan dari orang-orang yang sedang dalam
pengarahan oleh atasan bertujuan untuk bisa mencapai tujuan bersama.
j. Thomas Zimmerer dan Paul Preston
Paul Preston dan Thomas Zimmerer menuturkan bahwasanya organisasi
merupakan suatu perkumpulan yang telah tersusun pada berbagai
kelompok yang selalu saling bekerjasama, bertujuan agar dapat mencapai
tujuan bersama.
37
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
k. Victor A. Thompson
Ia menjelaskan mengenai pengertian organisasi, adalah berupa perpaduan
dari banyaknya para spesialis yang saling bekerjasama baik itu dengan cara
impersonal dan rasional agar bisa mencapai tujuan yang sebelumnya telah
di rencanakan.
3. Menghubungkan Nilai Organisasi dan Nilai Pribadi
Saya yakin bahwa setiap kita memiliki nilai-nilai yang kita anut dalam
kehidupan pribadi. Begitu juga dengan perusahaan tempat kita bekerja, setiap
organisasi pasti memiliki nilai-nilai. Ada tiga hal yang menghubungkan setiap
orang dengan nilai yang dianut oleh sebuah organisasi. Berikut adalah 3 hal
yang dapat menciptakan kondisi yang tepat dalam membina hubungan antara
orang-orang dalam sebuah organisasi.
a. Nilai-nilai perlu dioperasionalkan.
Berapa banyak organisasi yang mengoperasionalkan nilai-nilai yang
dimiliki? Jawabannya adalah tidak banyak. Organisasi seharusnya
mengoperasionalkan nilai-nilai yang dimiliki agar membantu proses bisnis
berjalan dengan lancar dan membantu organisasi dalam mengambil
keputusan. Ini adalah cara untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang
dimiliki perusahaan terkandung dalam perbincangan sehari-hari.
b. Nilai-nilai perlu dijalani, dimulai dari pimpinan tertinggi.
Ini adalah cara paling tepat untuk menerapkan nilai-nilai yang tertulis di
dinding sehingga nilai-nilai tersebut tidak hanya menggantung Indah di
suatu sudut. Para pemimpin perlu menghayati nilai-nilai inti yang dimiliki
organisasi dan menjalankannya dalam tindakan kecil sekalipun. Para
pemimpin adalah acuan para anggota organisasi lainnya untuk menerapkan
nilai-nilai sebuah organisasi. Jika seorang pemimpin tidak mampu untuk
menjalani sebuah nilai, maka sulit bagi anggota organisasi lainnya untuk
menjalankan nilai tersebut.
c. Nilai-nilai perlu dikomunikasikan.
Poin terakhir dalam membina hubungan antara orang-orang dengan nilai-
nilai adalah mengkomunikasikan nilai-nilai secara efektif. Salah satu cara
38
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
ampuh untuk melakukannya adalah dengan membuat program pengakuan
yang memberikan suatu waktu bagi setiap orang dalam organisasi
menunjukkan nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi.
Cara lain untuk melakukannya adalah dengan meminta setiap orang di
organisasi menceritakan kisah mereka yang mewujudkan nilai-nilai yang
dimiliki.
Nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi haruslah mencerminkan hal-hal
penting yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Ketika nilai-nilai sebuah
organisasi dijalankan, dihidupi dan dikomunikasikan, setiap orang dalam
organisasi akan mengetahui hal yang membutuhkan perhatian khusus setiap
orang dalam organisasi. Ini akan membantu mereka membuat keputusan yang
lebih cepat. Mereka juga akan berkomitmen penuh dengan keputusan yang
dibuat.
Ada yang mengatakan bahwa perusahaan lebih bersemangat dalam
membicarakan nilai-nilai yang dimilikinya dibanding nilai-nilai yang pribadi.
Ini mungkin dikarenakan kata-kata ‘nilai-nilai pribadi’ akan memunculkan
argumen bagi orang-orang yang memiliki nilai yang berbeda satu dengan yang
lainnya.
Nilai-nilai yang kita miliki adalah landasan kehidupan setiap kita sehingga
tidak mengherankan jika nilai-nilai yang kita miliki pastinya berbeda dengan
yang dimiliki orang lain. Nilai-nilai inilah yang menjadi acuan saat kita
melakukan suatu pekerjaan. Organisasi yang membangun tempat kerja
dengan berpusat pada hubungan antara setiap orang di dalamnya dengan
nilai-nilai yang dianut, akan mengalami terobosan besar dan juga
memiliki kekuatan yang besar. Organisasi ini pastinya siap membantu setiap
orang didalamnya untuk mencapai potensi maksimal.
B. Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan terdiri dari pihak-pihak internal dan eksternal organisasi
yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap kinerja humas pemerintah.
Setiap pemangku kepentingan memiliki kebutuhan yang berbeda sehingga
39
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
diperlukan pemetaan pemangku kepentingan secara akurat sesuai dengan kebutuhan
masing-masing. Hasil pemetaan pemangku kepentingan merupakan informasi penting
dalam perumusan kebijakan hubungan dengan pemangku kepentingan.
Kegiatan hubungan masasyarat pemerintah berkaitan erat dengan publik internal dan
publik eksternal. Kegiatan ini berkembang menjadi hubungan antara instansi
pemerintah dengan pemangku kepentingan internal dan pemangku kepentingan
eksternal.
Pemangku kepentingan internal merupakan khalayak/publik yang menjadi bagian dari
kegiatan organisasi atau instansi pemerintah, sedangkan pemangku kepentingan
eksternal adalah publik yang berada di luar organisasi/instansi yang harus diberi
informasi agar dapat membina hubungan dengan baik. Berdasarkan hal ini, pemangku
kepentingan internal dan pemangku kepentingan eksternal perlu menyesuaikan dengan
bentuk, sifat, jenis, dan karakter organisasi/instansi.
Pengelompokan pemangku kepentingan terdiri dari publik internal dan publik eksternal
berikut :
1. Internal
a. Publik Internal Primer
Pimpinan dan pegawai instansi pemerintah
b. Publik Internal Sekunder
Keluarga pimpinan dan keluarga pegawai instansi pemerintah
c. Publik Internal Tersier
Pensiunan, pegawai tidak tetap, dan alihdaya (outsourcing) instansi pemerintah
2. Eksternal
a. Publik Eksternal Primer
Lembaga pemerintah dan media
b. Publik Eksternal Sekunder
Lembaga negara lainnya, BUMN, BUMD, Badan Layanan Umum, lembaga
peradilan, KPK, KPU, dunia usaha/swasta, dan lembaga internasional
c. Publik Eksternal Tersier
Masyarakat Sekitar, Lembaga Swadaya masyarakat, Lembaga Kemasyarakatan
dan lembaga sosial budaya
40
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
d. Publik Pendukung (Proponent)
Publik yang menerima atau sejalan dengan kebijakan instansi pemerintah
e. Publik Penentang (Opponent)
Publik yang menolak atau tidak sejalan dengan kebijakan instansi pemerintah
f. Publik Mengambang (Uncommitted)
Publik yang tidak memiliki sikap yang jelas (mudah berubah dan terpengaruh)
terhadap kebijakan instansi pemerintah
g. Publik Minoritas Vokal (Vocal Minority)
Publik yang jumlahnya kecil, tetapi dalam menyuarakan pendapatnya selalu
lantang
h. Publik Mayoritas Pasif (Silent Majority)
Publik yang jumlahnya besar, tetapi tidak menyatakan pendapatnya secara
terbuka
Gambaran utuh mengenai karakteristik Integritas individu yang perlu dibangun, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Integritas dapat dikelola
Integritas dapat melemah atau menguat karena dipengaruhi oleh keyakinan individu,
lingkungan kerja, organisasi dan sistem yang berlaku. Oleh karena itu, Integritas dapat
dikelola melalui perbaikan keyakinan individu dan perbaikan lingkungan kerja dan
organisasi.
2. Integritas bersifat kontekstual dan fungsional
Individu hadir dalam sebuah konteks tertentu dan memenuhi fungsinya. Dalam konteks
ASN, maka Integritas akan memampukan individu untuk menjalankan perannya
sebagaimana disebut pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara yaitu pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan
pemersatu bangsa.
3. Integritas Terlihat dalam Proses Berinteraksi
Integritas akan terlihat ketika yang bersangkutan menjalankan interaksi dengan rekan
kerja, atasan, bawahan, pengguna layanan, dan pemangku kepentingan. yang
41
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
berIntegritas dalam melakukan interaksi selalu memperlihatkan/menunjukkan
kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai, mengedepankan etika moral, tidak
koruptif, menggunakan sumber daya publik secara bertanggung jawab, berorientasi
pada kinerja, berusaha untuk memberikan kontribusi positif, dan melayani secara
profesional.
Berdasarkan karakteristik Integritas di atas, maka peningkatan kualitas Integritas individu
dan organisasi tercermin dalam interaksi dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut juga
menjelaskan bahwa Integritas dapat dikelola dan diukur. Integritas tidak datang dengan
sendirinya tapi harus dibangun melalui proses dan komitmen pimpinan organisasi dan
seluruh SDM Aparatur yang ada.
a. Faktor Pembangun Integritas
Faktor Pembangun Integritas terdiri atas faktor keyakinan dasar, faktor daya nalar, dan
faktor keberanian moral. Faktor dimaksud dapat memperkuat atau memperlemah
Integritas seseorang. Keyakinan individu yang dapat memperkuat Integritas individu,
antara lain: jujur, adil, idealisme, independen, dan bermartabat. Sebaliknya, keyakinan
individu yang dapat memperlemah Integritas individu antara lain: curang, pragmatis
sempit, kepentingan untuk pribadi dan/kelompoknya, serta diskriminatif. Ketiga faktor
pembangunan intergritas dimaksud dapat dijelasakan sebagai berikut:
1. Faktor Keyakinan Dasar
Kualitas Integritas individu dipengaruhi oleh keyakinan dasar (beliefs), yakni nilai-
nilai yang telah terinternalisasi dan menjadi dasar pertimbangan yang bersangkutan
untuk bertindak. Sebagian besar sikap dan tindakan manusia baik secara individu
maupun kelompok berakar dari keyakinan yang dianutnya.
Keyakinan yang sudah sedemikian melekat pada seorang individu (terinternalisasi),
secara sadar atau tidak, akan membuat yang bersangkutan melakukan tindakan yang
sesuai dengan keyakinan yang dianutnya tersebut. Dalam hal Pembangunan
Integritas, keyakinan yang melandasinya terdiri atas:
a) Idealisme
Idealisme aparatur yang akan mendorong individu untuk berperilaku dan
bertindak yang mencerminkan pandangan bahwa sebaik-baik adalah yang paling
banyak manfaatnya bagi organisasi, masyarakat, bangsa dan negara. Perilaku
yang muncul adalah perilaku yang mencerminkan penggunaan sumber daya
42
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
dengan efektif dan efisien untuk mencapai kinerja yang optimal, pelayanan yang
baik tanpa diskriminasi ketika bekerja ataupun di luar jam kerja (sebagai ASN
melekat), berkontribusi pada perbaikan masyarakat, dan tidak koruptif.
b) Penerimaan Diri
Penerimaan diri aparatur yang akan mendorong individu untuk bersyukur dan
bangga berprofesi sebagai ASN dalam suka dan duka untuk mengabdi kepada
bangsa dan negara. Perilaku yang muncul salah satunya adalah kemampuan
bekerjasama dengan baik dan percaya diri.
c) Kemandirian
Kemandirian aparatur yang akan mendorong dalam berpikir, berperilaku, dan
bertindak secara mandiriselaras dengan kriteria Integritas. Perilaku yang muncul
salah satunya taat pada aturan, nilai, norma, kode etik, dan standar perilaku.
d) Bermartabat
Bermartabat aparatur akan mendorong individu untuk berperilaku dan bertindak
dengan menjaga kehormatan/martabat (nama baik dan reputasi), jujur, dan
menjaga kemuliaan profesi (etika profesi) dan budaya organisasi. Perilaku yang
muncul salah satunya adalah berkinerja baik dan berdisiplin tinggi.
2. Faktor Kekuatan Daya Nalar
Kekuatan daya nalar merupakan kapasitas Pegawai ASN untuk melakukan
pengendalian terhadap proses berpikir, memotivasi, mempengaruhi, dan bertindak.
Kemampuan ini merupakan kemampuan individu dalam menata dan mengatur diri
sendiri secara proaktif dan responsif, bukan sekedar reaktif terhadap peristiwa
eksternal
Kekuatan daya nalar terdiri atas :
a. Fokus Perhatian dan Tanggung Jawab
Kemampuan untuk merencanakan perubahan serta menempatkan diri sendiri
dalam kepentingan bersama dengan menyelaraskan kepentingan individu dan
kepentingan organisasi.
b. Terencana dan Antisipatif
Kemampuan untuk proaktif dan antisipatif, mampu berpikir lintas dan
berorientasi masa depan dengan tetap melihat dan memperhatikan pengalaman
43
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
masa lalu sehingga memberikan arah yang bermakna bagi organisasi, masyarakat,
bangsa, dan negara.
c. Disiplin Pribadi
Kemampuan menjaga diri dari situasi benturan kepentingan, cermat dan berhati-
hati dalam membuat perencanaan, merumuskan kebijakan, melaksanakan
kebijakan dan memberikan pelayanan dengan terus mengembangkan kompetensi
yang dimiliki secara memadai.
d. Evaluasi Diri
Kemampuan untuk melakukan introspeksi dan evaluasi diri terhadap keberhasilan
dan kegagalan serta melakukan penyesuaian dan perbaikan secara terus menerus.
3. Faktor Keberanian Moral
Keberanian moral merupakan kekuatan mental individu dan kepercayaan diri dalam
membuat keputusan moral untuk menyelesaikan dilema etika, yang terdiri atas:
a) Pengenalan Situasi Moral
Kemampuan individu untuk mengenali apakah situasi yang dihadapinya
merupakan permasalahan moral.
b) Pilihan Moral
Keberpihakan atau pilihan sikap individu terhadap situasi moral yang dihadapi
berdasarkan keyakinan dan kekuatan daya nalar individu.
c) Individualitas
Kemampuan individu untuk mengambil keputusan dengan memperhitungkan
risiko dalam situasi yang harus dilakukan secara individu.
d) Pengelolaan Rasa Takut
Kemampuan individu untuk mengendalikan rasa takut melalui pertimbangan
resiko dan tujuan pribadi dan organisasi yang ingin dicapai.
b. Tingkat Kematangan Integritas
Integritas individu dapat dikategorikan ke dalam beberapa tingkat kematangan
(maturitas) sebagai berikut:
1. Level 1: Kesadaran
mempunyai pengetahuan terbatas tentang Integritas individu namun mempunyai
kesadaran akan pentingnya Integritas individu Pada level Kesadaran, individu
mengetahui peran dan fungsi, kriteria Integritas individu, nilai dasar Aparatur yang
44
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
membangun Integritas, faktor yang membangun Integritas individu, dan
ketrampilan yang mendukung pembangunan Integritas, serta terbangunnya
persepsi, atensi, dan kesiapan untuk implementasi pembangunan Integritas pada
level individu.
2. Level 2: Pemahaman
mempunyai pengetahuan yang memadai dan memahami Integritas individu. Pada
level Pemahaman ini, individu memahami peran dan fungsi, kriteria Integritas, nilai
dasar Aparatur yang menjadi dasar pembangun Integritas individu, faktor yang
menjadi pembangun Integritas, memahami bentuk perilaku yang menggambarkan
Integritas, dan mempertahankan bentuk perilaku Integritas dalam memori sebagai
hasil proses belajar.
3. Level 3: Penerimaan
menerima Integritas sebagai salah satu bagian dari dirinya yang perlu
dikembangkan dan dijaga. Kemampuan melakukan produksi perilaku dan tindakan
Integritas sudah terlihat dalam kegiatan sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
mulai melakukan internalisasi nilai dasar pembangun Integritas, mempraktikkan
perilaku yang menggambarkan Integritas di lingkungan kerja, meningkatkan
keterampilan yang terkait dengan pembangunan Integritas individu, mulai
menumbuhkan keberanian moral dalam melaksanakan pekerjaannya, dan
terbangunnya reaksi yang natural dalam implementasi Integritas.
4. Level 4 : Kepemilikan
Sudah mampu menampilkan perilaku dan tindakan Integritas sebagai identitas dan
karakteristik dirinya atau dengan kata lain Integritas sudah menjadi motivasi
instrinsik individu, baik ada atau tidak ada pengawasan.
Memiliki kemampuan bekerjasama dengan baik (kolaboratif), percaya diri dan
mandiri. Selain itu, mampu mengimplementasikan Integritas dengan
mengedepankan etika moral, tidak koruptif, menggunakan sumber daya publik
secara bertanggung jawab, berorientasi pada kinerja, berusaha untuk memberikan
kontribusi positif, dan melayani secara professional.
c. Hubungan Antara Pembangunan Integritas Dengan Pembangunan Integritas Organisasi
Integritas dalam wilayah individu dapat dipahami sebagai individu yang memiliki
kesatuan sikap mental, pikiran, tindakan yang selaras dengan nilai yang baik dan
45
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
diyakini bermanfaat bagi dirinya sendiri dan organisasi sebagai bagian penting dari
suatu lingkungan yang lebih besar. Dengan kata lain Integritas merupakan konsistensi
antara nilai yang diyakini dan tindakan. Dalam konsep tentang Integritas terdapat
kombinasi dari nilai kejujuran, loyalitas, komitmen, dan niat perbaikan. Nilai ini bukan
hanya berada di dalam sikap mental atau pikiran diri individu tetapi harus muncul
dalam bentuk tindakan yang kongruen.
Sedangkan Integritas dalam konteks organisasi merupakan kesatuan Integritas individu
ditambah dengan nilai organisasi yang wajib diadopsi oleh setiap individu dalam
organisasi, dan diimplementasikan melalui berbagai sistem. Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa makna Integritas bagi individu, dalam hal ini adalah pola
pikir, karakter, dan tindakan yang sesuai dengan nilai kebaikan, norma dan aturan yang
berlaku di lingkungan pemerintahan.
Tantangan yang perlu dijawab adalah bagaimana membangun Integritas dalam diri
yang berada di dalam pemerintahan tersebut dapat memiliki pola pikir dan karakter
yang sesuai dengan nilai organisasi. Integritas harus dijadikan isu penting yang segera
ditindaklanjuti sekaligus dijadikan sebagai sikap dan komitmen oleh segenap aparatur
pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government). Salah
satu upayanya dengan mengembangkan kebijakan dan penegakan sistem Integritas
birokrasi, yang merupakan prasyarat penting untuk menciptakan pemerintah yang
bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hal ini akan dicapai antara lain melalui penerapan kebijakan sistem Integritas ASN
nasional. Sistem Integritas ASN nasional paling sedikit harus dilakukan dengan:
a) memahami nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, dan menerapkannya secara
konsisten dalam kegiatan sehari-hari;
b) memberikan keteladanan pelaksanaan kode etik dan kode perilaku pada setiap
tingkat pimpinan birokrasi (role model);
c) penerapan tindakan kedisiplinan atas penyimpangan terhadap kebijakan dan
prosedur atau pelanggaran terhadap kode etik dan kode perilaku.
d) memahami dan menghindari perilaku korupsi dan mengerti resiko perilaku korupsi
bagi diri, organisasi, keluarga, dan masyarakat.
Terlihat jelas bahwa untuk membangun Integritas dapat dicapai dengan menerjemahkan
ke dalam suatu standar perilaku atau disebut kode etik dan kode perilaku. Melalui
46
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
penerapan kode etik dan kode perilaku, tujuan organisasi harus tercapai lebih dari
sekedar ketaatan terhadap hukum dan peraturan tetapi juga ketaatan mematuhi nilai
yang berlaku di organisasi.
Hal itu harus disertai dengan penerapan mekanisme sanksi dan penghargaan yang ketat
bagi seluruh pejabat dan, dan disertai dengan kebijakan lainnya untuk
menginternalisasikan nilai Integritas, dan budaya kerja serta profesionalisme di
lingkungan pegawai. Dengan upaya ini, dan simultan dengan berbagai kebijakan
lainnya yang menunjang, diharapkan etos kerja yang bersih, kompeten, dan melayani
dapat segera terwujud.
Pembangunan Integritas dan pembangunan Integritas organisasi dilakukan secara
bersamaan dan bersinergi. Pembangunan Integritas menempatkan individu sebagai
fokus dari seluruh kegiatan, sedangkan fokus pembangunan Integritas organisasi adalah
tata kelola kelembagaan.
47
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
48
Integritas Kepemimpinan
Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II
BAB IV
STRATEGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG
BERSIH DAN AKUNTABEL
Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan
dapat:
1. Menjelaskan Pengertian Good Governance
2. Menjelaskan arah Kebijakan Pemerintahan yang bersih bebas dan melayani
3. Menerapkan Strategi untuk mencapai penyelenggaraan pemerintaha yang
bersih dan akuntabel
Good governance atau tata pemerintahan yang baik merupakan bagian dari
paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa yang cukup mewarnai
terutama pasca krisis multi dimensi seiring dengan tuntutan era reformasi. Situasi
dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpian nasional masa depan yang
diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang.
Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara
pemerintah dengan rakyatnya maupun partai yang mewakili rakyat dengan
konstituennya menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk dipahami
dengan logika awam masyarakat. Untuk mengatasi berbagai permasalah tersebut
di atas membutuhkan adanya komitmen dari berbagai pihak, tidak hanya
pemerintah dan para politikus namun masyarakat juga perlu untuk memberikan
andil terhadap pembangunan good governance tersebut. Untuk itu, pemahaman
tentang konsep, prinsip, dan pelaksanaan good governance merupakan hal yang
penting.
Indonesia di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini
menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua pihak.
Good governance atau tata pemerintahan yang baik merupakan bagian dari
paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa yang cukup mewarnai
terutama pasca krisis multi dimensi seiring dengan tuntutan era reformasi. Situasi
dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpian nasional masa depan yang
diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang.
Perkembangan situasi nasional dewasa ini dicirikan dengan tiga fenomena yang
dihadapi, yaitu : (1) Permasalahan yang semakin kompleks (multi-dimensi), (2)
Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi, kebijakan, dan aksi-reaksi
masyarakat), (3) Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih
berganti, situasi ekonomi yang tak mudah diprediksi, dan perkembangan politik
yang up and down.
Selain itu, kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara
pemerintah dengan rakyatnya maupun partai yang mewakili rakyat dengan
konstituennya menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk dipahami
dengan logika awam masyarakat. Untuk mengatasi berbagai permasalah tersebut
di atas membutuhkan adanya komitmen dari berbagai pihak, tidak hanya
pemerintah dan para politikusnamun masyarakat juga perlu untuk memberikan
andil terhadap pembangunan good governance tersebut.
Untuk itu, pemahaman yang kompleks tentang good governance perlu dipahami
oleh semua pihak sebagai bagian dari upaya untuk mendukung ketercapaian
pemerintahan yang bersih. Karena pentingnya hal tersebut, tulisan ini berupaya
memaparkan konsep dasar, prinsip hingga pelaksanaan good governance demi
kemajuan bangsa yang lebih baik.
1. Pengertian Good and Clean Governance
Good and Clean Governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau memengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai- nilai tersebut dalam
kehidupan sehari- hari. Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu
pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber sosial, budaya, politik,
serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat.
sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif,
efesien, transparan, jujur, dan bertanggung jawab.
Good and Clean Governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau memengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai- nilai tersebut dalam
kehidupan sehari- hari. Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu
pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber sosial, budaya, politik,
serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat.
sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif,
efesien, transparan, jujur, dan bertanggung jawab.
Good and Clean Governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur
negara dan masyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sektor swasta)
saling terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan
baik, yaitu bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan atau
berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat, pembangunan dilaksanakan
secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu.
Menurut United Nations Development Program (UNDP) salah satu badan
PBB, governance (kepemerintahan) mempunyai tiga model, yaitu :
a. Economic Governance, meliputi proses pembuatan keputusan yang
memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan transaksi di antara
penyelenggara ekonomi, serta mempunyai implikasi terhadap kesetaraan,
kemiskinan, dan kualitas hidup.
b. Political Governance, mencakup proses pembuatan keputusan untuk
perumusan kebijakan politik negara.
c. Administrative Governance, berupa sistem implementasi kebijakan.
a. Partisipasi
Asas Partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun lewat lembaga
perwakilan sah yang mewakili aspirasi mereka. Bentuk partisipasi
menyeluruh ini dibangun berdasarkan prinsip demokrasiyakni kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
b. Penegakan Hukum
Asas ini merupakan keharusan pengelolaan pemerintahan secara
professional yang didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.
Realisasi wujud pemerintahan yang baik dan bersih harus juga diimbangi
dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung
unsur-unsur berikut :
1) Supremasi Hukum : setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan
peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas,
dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.
2) Kepastian Hukum : setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur
oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif, dan tidak bertentangan
satu sama lainnya. Hukum yang responsif: aturan hukum diatur
berdasarkan aspirasi masyarakat luas dan mampu menyediakan berbagai
kebutuhan publik secara adil.
3) Penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif.
4) Independensi Peradilan : yakni perdilan yang independen, bebas dari
pengaruh kekuasaan atau kekuatan lainnya.
c. Transparansi
Asas ini merupakan unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean
governance. Menurut para ahli, jika tidak ada prinsip ini, bisa menimbulkan
tindakan korupsi. Ada 8 unsur yang harus diterapkan transparansi yaitu :
penetapan posisi / jabatan / kedudukan, kekayaan pejabat publik, pemberian
penghargaan, penetapan kebijakan, kesehatan, moralitas pejabat dan
aparatur pelayanan masyarakat, keamanan dan ketertiban, serta kebijakan
strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
d. Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaannya pemerintah harus tanggap
terhadap persoalan-persoalan masyarakat, harus memahami kebutuhan
masyarakat, harus proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan
masyarakat.
e. Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
proses musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan
konsensus memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat untuk
melaksanakan keputusan tersebut dan memuskan semua atau sebagian
pihak, serta mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah.
f. Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.
Asas ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan
berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis,
keyakinan, jenis kelamin, dan kelas sosial.
g. Efektivitas dan Efisiensi
Pemerintahan yang baik dan bersih harus memenuhi kriteria efektif
(berdaya guna) dan efesien (berhasil guna). Efektivitas dapat diukur dari
seberapa besar produk yang dapat menjangkau kepentingan masyarakat dari
berbagai kelompok. Efesiensi umumnya diukur dengan rasionalisitas biaya
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
h. Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan
mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggung jawabkan
semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap
masyarakat.
i. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan- pandangan strategis untuk menghadapi
masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka
realisasi good and clean governance. Dengan kata lain, kebijakan apapun
yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya untuk sepuluh
atau dua puluh tahun ke depan.
4. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-
prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui
prioritas program :
a. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan,
b. Kemandirian lembaga peradilan,
c. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah,
d. Penguatan partisipasi masyarakat madani, dan
e. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Dengan pelaksanaan otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteraan dapat
diwujudkan secara lebih tepat yang pada akhirnya akan mendorong
kemandirian masyarakat.
5. Good and Clean Governance dan Gerakan Anti korupsi
Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan
pembangunan nasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara secara spesifik. Korupsi
menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang tidak sehat, dan
kemerosotan moral bangsa yang terus menerus merosot. Jeremy Pope
mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan keinginan berada
dalam waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara
mengadakan perubahan secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat
dikurangi dengan cara membalikkan siasat “laba tinggi, resiko rendah”
menjadi “laba rendah, resiko tinggi” dengan cara menegakkan hukum dan
menakuti secara efektif, dan menegakkan mekanisme akuntabilitas.
Penanggulangan korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan
lembaga pemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk
melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan tindakan
korupsi.
b. Penegakan hukum secara tegas dan berat (mis. Eksekusi mati bagi para
koruptor).
c. Membangun lembaga- lembaga yang mendukung upaya pemberantasan
korupsi.
d. Membangun mekanisme penyelenggaran pemerintahan yang menjamin
terlaksananya praktik good and clean governance.
e. Memberikan pendidikan anti korupsi, baik dari pendidikan formal atau
informal.
f. Gerakan agama anti korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran
keagamaan dan mengembangkan spiritual anti korupsi.
6. Good and Clean Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/
atau kepentingan masyarakat. Beberapa alasan mengapa pelayanan publik
menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Good and
Clean Governance di Indonesia.
7. Good and Clean Governance Dalam Islam
Dalam sistem pemerintahan Islam, Imam (Khalifah) Mempunyai kawajiban
mensejahterakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat, salah
satunya adalah dengan memberikan subsidi atau pemberian yang meringankan
beban hidup rakyat, subsidi secara umum terbagi dua macam.
a. Pemberian, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada
orang-orang yang memiliki hak yang diberikan setiap tahunnya.
b. Rizki, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada
orang-orang yang memiliki hak yang diberikan setiap bulannya.
8. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi Pelayanan
Publik
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma
ataupun disertai dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-
cuma sebenarnya merupakan kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh
masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian pelayanan publik yang disertai
dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan pada harga pasar
ataupun didasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan berdasarkan
ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk
memulai pengembangan dan penerapan good and clean governance di
Indonesia, yaitu:
1) Pelayanan publik selama ini menjadi area di mana negara yang diwakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan
dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat
terhadap kerja birokrasi.
2) Pelayanan publik adalah wilayah di mana berbagai aspek good and clean
governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah.
3) Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu
pemerintah, maysarakat, dan mekanisme pasar.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitif yang menggambarkan
tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah didtetapkan dengan
memperhitungkan elemen-elemen indikator sebagai berikut:
1) Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi
mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi
sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.
2) Indikator proses, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan
berkaitan dengan kesesuaian anatar perencanaan dengan pelaksanaan yang
diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun
nonfisik.
3) Indikator produk, yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu
kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
4) Indikator hasil adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
5) Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
6) Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun
negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah
ditetapkan.
Good governance adalah cita-cita yang menjadi visi setiap penyelenggaraan negara
di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Secara sederhana good
governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang
memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan,
dan administrasinya bertanggungjawab pada publik (Mas’oed,2003:150-151).
Ada sembilan asas umum pemerintahan yang baik (good governance), berdasarkan
literatur yang selama ini menjadi acuan, yaitu :
1. Asas kecermatan
2. formal
3. Fairplay
4. Perimbangan
5. Kepastian hukum formal
6. Kepastian hukum material
7. Kepercayaan
8. Persamaan
9. Kecermatan
10. Asas keseimbangan
Dalam konteks good governance, secara umum kesembilan asas tersebut dapat
disarikan menjadi tiga hal, yaitu : akuntabilitas publik, kepastian hukum (rule of
law), transparansi publik (Masthuri:2001).
Salah satu bentuk tata pemerintahan yang baik tersebut adalah terlaksananya
pelayanan publik dengan baik (pelayanan prima). Unsur pelayanan yang harus
dipenuhi diantaranya adalah kesederhanaan, kepastian, keamanan, keterbukaan,
efisiensi, ekonomis, keadilan dan ketepatan waktu. Saat ini Indonesia berada di
urutan 91 dunia dalam urusan pelayanan publik. Kedepan Indonesia menargetkan
untuk memperbaiki peringkat tersebut di tahun-tahun mendatang. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Asman Abrur pada 28 Agustus 2017 yang lalu.
Pemerintah terus mengejar ketertinggalan Indoneisia dalam hal pelayanan publik
yang saat ini berada di posisi 91 menjadi posisi 40 peringkat dunia (Asman Abrur,
28 Agustus 2017, Denpasar).
Kesan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap birokrasi di Indonesia adalah
pelayanan yang berbelit-belit, biaya tinggi dan lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk penyelesaian suatu perizinan. Dengan kondisi birokrasi seperti yang telah
disampaikan diatas sesuai juga dengan tuntutan reformasi, pemerintah dituntut untuk
melakukan reformasi terhadap birokrasi.
Reformasi terhadap birokrasi merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance). Prinsip-prinsip dari penerapan tata
pemerintahan yang baik adalah terjadinya proses pengelolaan pemerintahan yang
demokratis, profesional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azazi
manusia, desentralistik, partisipatif, transparansi, keadilan, bersih dan akuntabel,
efektif dan efisien.
Di Indonesia birokrasi sering diidentikkan dengan pegawai negeri yang lamban dan
korup. Korupsi merupakan salah satu dampak penyelewengan dari sikap
ketidakjujuran dimana jujur merupakan poin utama dari integritas.
Kata integritas berasal dari bahasa Inggris, yaitu integrity, yang berarti menyeluruh,
lengkap atau segalanya. Integritas berarti ‘bertindak konsisten sesuai dengan nilai-
nilai dan kode etik’. Dalam bahasa Latin, integritas berasal dari kata integrate yang
berarti ‘komplit atau tanpa cacat, sempurna, tanpa kedok. Maksudnya adalah apa
yang ada dengan apa yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan (Bertens, 1994 dalam
Satria Hadi Lubis, Widyaiswara Madya STAN (STAN REVIEW:2012)
a. Dampak Penyimpangan Integritas
Seperti yang dijelaskan di pragraf sebelumnya bahwa korupsi merupakan salah
satu bentuk penyimpangan dari nilai integritas. Dalam UU No. 20 Tahun 2001
terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan
maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan
kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret
transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan
penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara. Bentuk
penyimpangan yang lebih mudah dan nyata terlihat adalah seperti misalnya
penggelapan, perjalanan fiktif, penyuapan. Praktik-praktik penyimpangan
integritas tersebut sudah menjadi rahasia umum dan sangat sulit untuk
dihilangkan padahal nyata terlihat dampak korupsi terhadap keberlangsungan
suatu negara sangat besar.
Berbagai studi komprehensif mengenai dampak korupsi terhadap ekonomi serta
variabel-variabelnya telah banyak dilakukan hingga saat ini. Dari hasil studi
tersebut jelas terlihat berbagai dampak negatif akibat korupsi. Korupsi dapat
memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi hingga dapat
mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas yang dapat diukur melalui
berbagai indikator fisik, seperti kualitas jalan raya. Korupsi tidak hanya
berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi menimbulkan efek
domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik
korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa, misalnya
harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap
pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam,
kerusakan lingkungan hidup, dan citra pemerintahan yang buruk di mata
internasional sehingga menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal
asing, krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin
terperosok dalam kemiskinan.
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat terhadap berbagai sisi
kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai
pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Korupsi memiliki korelasi negatif
dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran
pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian
dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi memiliki hubungan
langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya melanggulangi
korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif. Di sisi lain
meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang
kemudian dapat melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi
terjadi,yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun
disertai dengan maraknya praktik korupsi, bukannya memberikan nilai positif
misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan
nilai negatif bagi perekonomian secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan
yang sebaiknya diputar dalam perputaran ekonomi, justru dialokasikan untuk
birokrasi yangujung-ujungnya terbuang masuk ke kantong pribadi pejabat.
Berbagai permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila
korupsi sudah merajalela yang dapat mengakibatkan lesunya pertumbuhan
ekonomi dan investasi, rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik,
menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak, meningkatnya hutang negara.
b. Solusi Yang Dapat Dilakukan
Dalam dokumen roadmap reformasi birokrasi 2015-2019 dijelaskan bahwa
tujuan dar RB adalah untuk mewujudkan pemerintah yang profesional dengan
karakteristik:
1. Adaptif
2. Berintegritas
3. Berkinerja tinggi
4. Bersih dan bebas dari KKN
5. Mampu melayani publik
6. Netral
7. Sejahtera
8. Berdedikasi
9. Memegang teguh nilai-nilai dasar kode etik aparatur negara.
Dalam usaha untuk melakukan percepatan pencapaian terhadap sasaran
program reformasi birokrasi, maka pemerintah menuangkan program akselerasi
tersebut dalam bentuk pilot project pencapaian sasaran RB yaitu Zona
Integritas yang tertuang dalam Permenpan RB nomor 52 tahun 2014 tentang
Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi /
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang
diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya
mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/ WBBM melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (Menuju WBK) adalah predikat yang
diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar:
1. Manajemen perubahan,
2. Penataan tatalaksana,
3. Penataan sistem manajemen SDM,
4. Penguatan pengawasan, dan
5. penguatan akuntabilitas kinerja
Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (Menuju WBBM) adalah
predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian
besar :
1. Manajemen perubahan,
2. Penataan tatalaksana,
3. Penataan sistem manajemen SDM,
4. Penguatan pengawasan,
5. Penguatan akuntabilitas kinerja, dan
6. penguatan kualitas pelayanan publik;
Dalam proses pembangunan ZI, terdapat beberapa tahapan yang harus
dilakukan, yaitu :
1. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas (Inpres 9/2011&
PerMenPAN&RB No. 49/2011
2. Pencanangan Pembangunan ZI secara terbuka (Inpres 17/2011 &
PerMenPAN & RB 52/2014)
3. Proses Pembangunan ZI (Program Pencegahan Korupsi: LHKPN, Kode
Etik, Whistle Blower, Pengendalian Gratifikasi, penanganan conflict of
interest, rekrutmen secara terbuka, e-procurement, APIP sebagai Unit
Penggerak Integritas)
4. Identifikasi Pengajuan Calon Unit Kerja WBK kepada Menpan dan RB
5. Monitoring dan penilaian oleh Tim Penilai Nasional (Kem. PAN dan
RB, KPK, ORI)
6. Penetapan Unit Kerja Sebagai WBK/WBBM
Dalam perjalanan pembangunan ZI, tahap pertama (Penandatanganan dokumen
pakta integritas) dan langkah kedua (pencanangan pembangunan ZI secara
terbuka) sangat berpengaruh besar dalam merubah pola pikir pegawai di Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur (PPSDMA). Perubahan pola
pikir tersebut memang awalnya dimulai dari rasa takut akan akibat hukum dari
tindakan penyelewengan integritas. Pencanangan yang disebarkan secara luas
di masyarakat melalui berbagai media membuat siapapun dapat mengawasi dan
melaporkan siapapun jika mempunyai bukti yang kuat akan tindak
penyelewengan integritas. Hal ini juga membuat perubahan besar dalam tataran
manajemen dimana dahulu masih terdapat hal-hal non budjeter yang masih
harus dibiayai. ZI memperkuat pandangan dan prinsip setiap pegawai untuk
menolak apapun bentuk dari tindak penyelewengan integritas.
Sampai dengan saat ini yang merupakan tahapan awal pembangunan Zona
Integritas telah cukup menjadi shock terapy yang sangat kuat bagi setiap
pegawai untuk selalu menjaga integritas dalam setiap tindakan yang
dilakukan. Sebagai pegawai, kita dapat mempraktekkan integritas dalam
organisasi dengan cara selalu menjadi pribadi yang jujur kepada diri sendiri
untuk bertugas dan tanggung jawab sesuai aturan, integritas dalam melindungi
aset organisasi, integritas dalam melindungi informasi organsiasi, integritas
dalam menggunakan komunikasi elektronik, integritas dalam menerapkan
kesehatan dan keselamatan kerja, integritas dalam memelihara lingkungan kerja
yang bebas dari suap, korupsi, kolusi, pelecehan, perbuatan asusila, ancaman
dan kekerasan. Dengan integritas kita melakukan kebenaran, dengan integritas
kita tidak perlu takut terhadap apapun sebab kita tidak perlu menyembunyikan
apapun. Dan hal ini membenarkan bahwa perubahan dimulai dari sendiri dan
dari hal yang paling kecil
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi
Integritas Kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain :
a. Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para
Pegawai atau bawahan (fllowers). Para Pegawai atau bawahan harus
memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pimpinan.
b. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Para pemimpin dapat menggunakan
bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yeng berbeda untuk
mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
c. Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri
(integrity), sikap bertanggung jawab yang tulus (compassion),
pengetahuan (cignizance), keberanian bertindak dengan keyakinan
(commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain
(comminication) dalam mambangun organisasi.
C. Tindak lanjut