Anda di halaman 1dari 51

1

REKRUTMEN

A. Pengertian Rekrutmen
Rekrutmen menrupakan salah satu fungsi MSDM pada aspek pengadaan
tenaga kerja yang khusus mendapatkan calon-calon karyawan untuk kemudian
diseleksi mana yang paling baik dan paling sesuai dengan persyaratan yang
diperlukan, salah satunya adalah melalui proses rekrutmen. Kesemuanya ini
menjadi tugas dan tanggung jawab utama dari departemen SDM. Kualitas sumber
Daya Manusia perusahaan tergantung pada kualitas suatu proses rekrutmen.
Menurutut (Hasibuan, 2007:40) rekrutmen sebagaiusaha mencari dan
mempengaruhi calon tenaga kerja agar mau melamar lowongan pekerjaan yang
ditawarkan oleh suatu perusahaan.
Devinisi yang serupa juga dikemukakan oleh (Nurmansyah, 2011:71) yang
mendefinisikan rekrutmen sebagai kegiatan untuk mendapatkan tenaga kerja
baru untuk mengisi lowongan-lowongan jabatan yang ada pada unit-unit dalam
perusahaan. Terjadinya lowongan jabatan itu disebabkan oleh beberapa hal yaitu
(Nurmansyah,2011:71):
1. Ada karyawan yang dipindahkan
2. Berhenti atas kemauan sendiri
3. Berhenti atas keputusan perusahaan
4. Pensiun
5. Meninggal dunia
6. Perluasan usaha
7. Penyesuaian organisasi

Sementara (Simamora, 2005:170)mendefinisikan rekrutmen sebagai


serangkaian aktivitas untuk mencari dan memikat pelamar kerja dengan
motivasi,kemampuan, keahlian, da pengetahuan yang diperlukan guna menutupi
kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Hasil rekrutmen
adalah sekumpulan pelamar kerja yang kemeudian akan diseleksi menjadi
karyawan-karyawan baru diperusahaan.

Rekrutmen pada hakikatnya merupakan proses menentukan dan menarik


pelamar yang mampu untuk bekerja dalan suatu perusahaan (Rivai & Sagala,
2009:148). Proses dimulai ketika pelamar dicari, dan berakhir ketika lamaran
mereka diserahkan dan diterima oleh perusahaan. Hasilnya berupa sekumpulan
pelamar calon karyawan baru untuk diseleksi dan dipilih. Selain itu rekrutmen juga
2

dapat dikatakan sebagai proses untuk mendapatkan sejumlah SDM yang


berkualitas untuk menduduki suatu jabatan atua pekerjaan dalam suatu
perusahaan.

Setelah perencanaan SDM ditetapkan, kemudian menjadi tugas manajer


SDM untuk memikirkan beberapa alternative rekrutmen yang bias dilakukan oleh
perusahaan dengan biaya yang paling efisien. Perlunya alternative ini, didasarkan
pada pertimbangna bahwa, rekrutmen memerlukan biaya yang tinggi, antara lain
untuk proses riset interview, pembayaran fee agen rekrutmen, dan masalah
relokasi, serta pemrosesan karyawan baru. Disamping, itu para karyawan yang
diproses dalam rekrutmen, kemudian diseleksi untuk kemudian diterima sebagai
karyawan, nantinya akan sulit dikeluarkan (diberhentikan), meskipun mereka
menunjukan kinerja yang rendah, sebab karyawna tersebut telah dilindungi oleh
undang-undang tenaga kerja yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing
pihak pada saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Biaya PHK di
Indonesia tidak murah, dan sering menjadi keluhan banyak investor asing. Oleh
karna itu, alternative harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan bijaksana
sebelum memutuskan rekrutmen.

Tujuan diadakannya rekrutmen adalah menrima pelamar sebnyak-


banyakknya sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan dari berbagia
sumber pelamar, sehingga akan memungkinkan terjaring calon karyawan dengan
kualitas tertinggi dan terbaik (Rivai & Sagala, 2009:150)

B. Alternatif Pengganti Rekrutmen

Yang dimaksud sebagai alternative disini adalah beberapa cara yang bias
dilakukan oleh perusahan untuk menghindari dari keputusan un tuk melakukan
rekrutmen baru. Ada beberapa alternative yang dapat dilakukan oleh perusahaan
untuk menghindari rekrutmen, diantaranya (Rivai & Sagalan,2009:149):

1. Overtime (kerja lembur)

Metode ini yang barangkali paling banyak dilakukan perusahaan, untuk


menghadapi peningkatan volume kerja jangka pendek.Perusahaan memilih
untuk membayar sedikit lebih banyak kepada karyawannya sendiri untuk
melakukan kerja tambahan yang frekuensinya tidak teratur dan sifatnya jangka
3

pendek. Metode ini membawa kebaikan bagi dua pihak, dimana perusahaan
lebih bias menghemat pengeluaran daripada harus menambah karyawan,
sedangkan bagi karyawan, overtime merupakan penghasilan tambahan bagi
mereka.

2. Subcontracting

Meskipun terdapat perkiraan volume pekerjaan jangka panjang, namun


perusahaan masih dapat menghindari dari kemungkinan untuk menambah
karyawan baru, caranya adalah dengan mengontrak pekerjaan tersebut
kepada pihak lain, uang diistilahkan dengan subcontracting. Selain alasan
efisiensi, cara ini juga merupakan solusi apabila perusahaan tidak memiliki
tenaga ahli pada satu bidang pekerjaan tertentu.

3. Temporary employees

Biaya total dari karyawan tetap pada umumnya adalah 30%-40% dari
biaya total perusahaan. Untuk menghindari biaya ini dan untuk
mempertahankan flesibilitas pada saat pekerjaan bervariasi, banyak
perusahaan mengunakan karyawan sementara yang disediakan oleh
perusahaan lain, atau yang dating secara individual.Di Indonesia karyawan
model ini dikenal dengan sebutan honorer atau timer yaitu karyawan yang
dibayar harian maupun perunit produktivitasnya.

4. Employee leasing

Menggunakan pendekatan ini, berarti perusahaan secara formal


memberhentikan beberapa atau sebagai besar karyawannya. Suatu leasing
company memperkerjakan mereka, biasanya dengan upah yang sama dan
menyewakannya (leaset) kembali kepada majikan semula yang mmenjadi
kliennya. Praktek ini lazim disebut sebagai outsourcing yang banyak sekali
dilakukan oleh perusahaan dewasa ini.

C. Prinsip Rekrutmen yang Efektif

Perekrutan yang efektiif menjadi sangan penting saat ini karena beberapa
alasan. Pertama, terjadi perubahan yang dramatis dimana pada beberapa Negara
muncul fenomena terjadi kekurangan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
4

perusahaan.Kedua, beberapa metode perekrutan lebih baik dari yang lain,


tergantung dari jenis pekerjaan. Ketiga, keberhasilan rekrutmen akan tergantung
pada luasan area masalah dan kebijakan rekrutmen (Dessler, 2011: 162).
Menurut (Rivai & Sagala, 2009 :150-151) prinsip-prinsip yang semestinya
dilakukan dalam sebuah proses rekrutmen adalah sebagai berikut :

1. Mutu karyawan yang harus direkrut harus sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahaan agar sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan
diisi, dengan menganalisis deskridsi dan speksifikasi pekerjaan.
2. Jumlah karyawan yang diperlukan harus sesuai dengan pekerjaan yang
tersedia. Untuk mendapatkan hal tersebut perlu dilakikan peramalan
kebutuhan tenaga kerja dan analisis terhadap kebutuhan tenaga kerja.
3. Biaya yang diperlukan minimal
4. Memiliki perencanaan dan keputusan-keputusan strategi tentang perekrutan.
5. Fleksibilitas
6. Pertimbangan-pertimbangan hukum
D. Tujuan dan Proses Rekrutmen

Tujuan utama rekrutmen adalah untuk menemukan pelamar-pelamar yang


berkualifikasi yang akan tetap bersama perusahaan dengan biaya yang paling
sedikit (Simamora, 2005 :173). Oleh Karen itu, pelamar yang under qualified
diprediksi akan segera diberhentikan ditengah jalan karena tidak mampu bekerja
sesuai dengan harapan. Sedangkan yang over qualified (kelebihan kualifikasi)
justru akan diprediksikan menguindurkan diri karena tidak puas dengan
pemenuhan yang bias dilakuka oleh perusahaan dalam menyaring para pelamar.
Yang paling aman adalah mencari pelamar yang benar-benar sesuai
kualifikasinya.

Rekrutmen dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan dari berbagai


sumber, mencakup internal (dari dalam perusahaan ) maupun eksternal (dari luar)
sebagaimana yang disajikan pada gambar berikut ini :
5

Rencana Suksesi

Job Posting

Internal Perbantuan Pekerja

Keluarga Pekerja

Promosi & Mutasi

Sumber
Rekrutmen

Metode
Pelamar
Rekrutmen
Lembaga Pendidikan
Rekomendasi
Rekomendasi
Internal
Agen Tenaga Kerja
Agen Tenaga
Kerja Organisasi Profesi

Iklan, dll

Sumber : Rivai dan Sagala, 2009 :152


Penjelasan secara garis besarnya adalah :
1. Dari seumber internal perusahaan yakni, SDM yang ditarik (diterima) adalah
berasal dari perusahaan itu sendiri. Dengan cara ini perusahaan akan
memperoleh keuntungan:
a. Biaya tidak terlalu mahal
b. Dapat memelihara loyalitas dan mendorong usaha yang lebih besar dari
karyawan perusahaan
c. Karyawan akan lebih mudah beradaptasi karena sudah mengenal medan
kerjanya.
d. Namun begitu, cara ini juga memiliki beberapa kelemahan :
e. Pembatasan terhadap bakat-bakat baru dari luar perusahaan
f. Mengurangi peluang kerja bagi masyarakat dan peluang mendapatkan
gagasan-gagasan dari orang baru.
6

Perekrutan dalam perusahaan dapat dilakukan melalui :

a. Penawaran terbuka untuk suatu jabatan (job posting programs), dimana


pada program yang di buka oleh perusahaan ini, karyawan dapat
mengajukan diri dan permohonan untuk mengikuti seleksi internal.
b. Perbantuan pekerjaan (departing employees). Cara ini dilakukan dengan
memperbantukan seorang karyawan pada departemen atau suatu
jabatan yang lain, dna perusahaan melakukan evaluasi selama proses
perbantuan tersebut, dan apabila karyawan yang bersangkutan
menunjukan kinerja yang bagus pada departemen atau jabatan itu, maka
perusahaan dapat mengangkatnya menjadi aryawan untuk mengisi posisi
tersebut.
2. Dari sumber eksternal dapat dilakukan dengan cara :
a. Walks-in dan writes-in yaitu pelamar yang dating langsung keperusahaan
dan mengisi formulir lamaran kerja yang disediakan.
b. Rekomendasi dari karyawan (teman, anggota keluarga karyawan, atau
karyawan dari perusahaan lain).
c. Pengiklanan, yaitu upaya perusahaan untuk menarik pelamar dengan
cara menerbitkan iklan lowongan kerja di media-media cetakk atau
elektronik.
d. Agen penempatan tenaga kerja, yang biasanya menyediakan layanan
informasi pekerjaan melalui papan pengumuman, publikasi secara
periodic, website, email, dan media lainnya.
e. Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menggunakan tenaga
kerja khusus yang menghasilkan calon-calon SDM yang berkulitas.
f. Departemen atau dinas tenaga kerja yang biasanya menampung dan
memberikan izin kerja kepada banyak calon pelamar kerja.
g. Organisasi profesi dan asosiasi-asosiasi, tempat dimana banyak tenaga
ahli dan professional berkumpul dan saling bertukar informasi
h. Head hunter yaitu pencari tenaga professional yang biasa diperuntukan
untuk mencari profesinal di level manajemen menengah dan eksekutif.

Aktifitas rekrutmen tidak akan berjalan sampai seseorang dalam


organisasi telah menetapkan karyawan seperti apa yang akan dibutuhkan dan
berapa banyak jumlahnya.
7

Proses penarikan karyawan yang baik adalah :

a. Penentuan dasar penarikan

Dasar penarikan harus berpedoman kepada spesifikasi pekerjaan


yang telah ditentukan untuk menduduki jabatan tersebut. Job spesifikasi
harus diuraikan secara terperinci dan jelas agar pelamar mengetahui
kualifikasi yang dituntut oleh lowongan kerja tersebut.

b. Penentuan sumber-sumber penarikan

Setelah diketahui spesifikasi pekerjaan karyawan yang dibutuhkan


harus ditentukan sumber-sumber penarikan calon karyawan.Sumber
penarikan calon karyawan bisa berasal dari internal dan eksternal
perusahaan.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rekrutmen Efektif

Sering terjadi pada suatu informasi lowongan kerja, tidak banyak pelamar
yang berminat untuk mengajukan lamarannya.Oleh karenanya, perusaala yang
menjadi haan harus peka terhadap kendala-kendala yang men efektif. Factor-
faktor yang lazim ditemukan dalam rekrutmen meliputi :

1. Kerakteristik orgnaisasional

Hal ini mempengaruhi desain dan implementasi system rekrutmen yang


dijalankan perusahaan. Misalnya, organisasi yang sentralistik lebih suka
melakukan model rekrutmen berdasarkan kedekatan kronisme, atau
perusahaan yang tidak memiliki pola promosi dan mutasi yang efektif, akan
lebih suka melakukan pola rekrutmen dari luar perusahaan.

2. Citra organisasi

Banyak pelamar yang enggan melamar disuatu perusahaan tertentu yang


memiliki citra negative, sebaliknya pelamar akan berbondong-bondong
mengajukan aplikasi keperusahaan-perusahaan yang memiliki citra positif,
baik dari aspek kesejahteraan karyawan maupun keunggulan dalam bidang
usahanya.
8

3. Kebijakan organisasi

Kebijakan organisasi menjadi acuan bagi manajer untuk mengambil


keputusan mengenai rekrutmen. Misalnya kebijakan status
kepegawaian.Beberapa perusahaan yang lebih suka melakukan system
kontrak dengan karyawan baru dalam jangka waktu yang lama, biasanya
kurang disukai oleh para pelamar yang terdidik dan berpengalaman tinggi.

4. Rencana strategik dan rencana sumber daya manusia

Rencana strategis menunjukan arah perusahaan dan menetapkan jenis tugas


dan pekerjaan yang perlu dilaksanakan oleh sumber daya manusia. Banyak
perusahaan lebih suka merekrut dari internal perusahaan dengan alas an
pemahaman dan pengalaman yang lebih baik dari pada karyawan yang sama
sekali baru.

5. Kondisi eksternal

Para tenaga kerja akan berpengaruh pada proses perekrutan. Misalnya, pada
suatu daerah yang surplus (kelebihan angkatan kerja) maka tanpa melakukan
upaya iklan lowongan kerjapun perusahaan sudah dapat mendapatkan
banyak pelamar.

6. Persyaratan pekerjaan

Pelamar memiliki kemampuan dan minat terhadap posisi yang sesuai dengan
kompetensinya. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menjelaskan
secara detail apa-apa persyaratan yang dibutuhkan untuk posisi yang
ditawarkan.
9

KAJIAN TENTANG PELATIHAN


DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN

A. Definisi Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Penggunaan istilah pelatihan (training) dan pengembangan (development)


telah dikemukakan para ahli. Menurut Yoder (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009:
43) istilah pelatihan untuk karyawan pelaksana (teknis) dan pengawas.
Sedangkan istilah pengembangan ditujukan untuk karyawan tingkat manajemen.

Wexley dan Yulk (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009: 43) mengemukakan


bahwa :

“Training and development are term is referring to planned efforts designed


facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge and attitudes by
organizations members. Development focuses more on improving the
decision making and human relations skills and the presentation of a more
factual and narrow subject matter”.

Pendapat Wexley dan Yulk menjelaskan bahwa pelatihan dan


pengembangan adalah sesuatu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan
dengan usaha-usaha berencana yang dilaksanakan untuk mencapai penguasaan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap karyawan atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam
mengambil keputusan dan hubungan manusia (human relations).

Menurut Sikula (Susilo Martoyo, 1996: 55) pengertian pelatihan adalah


suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis
dan terorganisir dimana para karyawan non-manajerial mempelajari pengetahuan
dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Sedangkan pengembangan
merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang dimana para karyawan
manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai
tujuan yang umum.

Menurut Dessler (1997: 263) pelatihan memberikan karyawan baru atau


yang ada sekarang keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjalankan
pekerjaan yang sekarang. Selain itu menurut Mutiara S. Panggabean (2002: 51)
10

mengungkapkan bahwa pelatihan lebih berorientasi pada pekerjaan saat ini untuk
meningkatkan keterampilan-keterampilan tertentu. Di lain pihak pengembangan
karyawan lebih berorientasi pada masa depan dan lebih perduli terhadap
pendidikan, yaitu terhadap peningkatan kemampuan seseorang untuk
memahami dan menginterpretasi pengetahuan bukan mengajarkan kemampuan
teknis.

Menurut Oemar Hamalik (2007: 11) pelatihan juga diberikan dalam bentuk
pemberian bantuan. Bantuan dalam hal ini dapat berupa pengarahan, bimbingan,
fasilitas, penyampaian informasi, latihan keterampilan, pengorganisasian suatu
lingkungan belajar, yang pada dasarnya peserta telah memiliki potensi dan
pengalaman, motivasi untuk melaksanakan sendiri kegiatan latihan dan
memperbaiki dirinya sendiri sehingga dia mampu membantu dirinya sendiri.
Istilah pemberian bantuan lebih bersifat humanistik (manusiawi) dan tidak
memperlakukan peserta sebagai mesin (mekanistik). Bimbingan merupakan
proses bantuan yang diberikan kepada individu. Bimbingan bermanfaat bagi
karyawan dalam membantu agar mereka siap menerima pekerjaan atau
penugasan yang memerlukan keterampilan baru. sehingga dapat meningkatkan
produktifitas sehingga tercapailah kesejahteraan hidup.

Menurut Moegiadi (W.S Winkel dan Sri Hastuti, 2004: 29) bimbingan
merupakan suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu
dalam memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya
dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan dari lingkungan. Individu agar dapat
memahami dirinya dengan tuntutan lingkungan terutama lingkungan pekerjaan
memerlukan bimbingan yang disebut dengan bimbingan karir.

Bimbingan karir dimaksudkan agar individu dapat terhindarkan dari


kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan pekerjaannya. Menurut Bimo
Walgito (2005: 194) diperlukan adanya kesesuaian antara tuntutan pekerjaan
dengan dengan apa yang ada dalam diri individu. Oleh karena itulah pelatihan
dan pengembangan dilakukan sebagai wujud pemberian bantuan (bimbingan
karir) kepada karyawan agar dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan
pekerjaan yang ada.
11

Dari berbagai definisi yang telah diungkapkan di atas memang terdapat


persepsi yang membedakan pelatihan dan pengembangan. Setelah ditelaah
pembedaan tersebut pada intinya mengatakan bahwa pelatihan dimaksudkan
untuk membantu meningkatkan keterampilan para karyawan melaksanakan
tugas sekarang, sedangkan pengembangan lebih berorientasi pada peningkatan
kemampuan karyawan di masa depan. Menurut peneliti sesungguhnya
pembedaan tersebut tidak perlu ditonjolkan karena nantinya manfaat pelatihan
yang ditempuh sekarang dapat berlanjut sepanjang karir seseorang. Berarti suatu
pelatihan dapat bersifat pengembangan bagi karyawan yang bersangkutan
karena digunakan sebagai upaya untuk mempersiapkannya dalam memikul
tanggungjawab yang lebih besar di kemudian hari sehingga istilah pelatihan dan
pengembangan berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelatihan dimaksudkan


untuk peningkatan penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan
kerja tertentu untuk melakukan pekerjaan sekarang. Namun di lain pihak, bila
manajemen ingin menyiapkan para karyawan untuk memegang tanggungjawab
pekerjaan di waktu yang akan datang maka kegiatan ini disebut pula dengan
pengembangan. Pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam
upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap
dan sifat kepribadian. Hal penting lainnya adalah terdapat unsur-unsur bimbingan
karir dalam pelaksanaan pelatihan dan pengembangan karyawan tersebut.
Bimbingan karir berupa proses pemberian bantuan kepada karyawan untuk
membantu agar mereka siap menerima pekerjaan atau penugasan yang
memerlukan keterampilan baru.

B. Tujuan Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Menurut Carrel dkk. (1982: 401-402) tujuan umum pelatihan dan


pengembangan bagi karyawan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kinerja (improve performance). Karyawan yang kinerjanya


kurang memuaskan karena minimnya kecakapan merupakan target utama
dalam program pelatihan dan pengembangan.
2. Memperbaharui keterampilan karyawan (update employee’s skill). Manajer
diharuskan tanggap pada perkembangan teknologi yang akan membuat
12

fungsi organisasinya lebih efektif. Perubahan teknologi berarti perubahan


lingkup pekerjaan yang menandakan bahwa harus adanya pembaharuan
pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
3. Menghindari keusangan manajerial (avoid managerial obsolescence).
Banyak ditemukan sebagai kegagalan dalam mengikuti proses dan metode
baru. Perubahan teknis dan lingkungan sosial yang cepat berpengaruh pada
kinerja. Bagi karyawan yang gagal menyesuaikan diri maka apa yang mereka
miliki sebelumnya menjadi ‘usang’.
4. Memecahkan permasalahan organisasi (solve organizational problems). Di
setiap organisasi tentulah banyak sekali konflik yang terjadi dan pastinya
dapat diselesaikan dengan beragam cara. Pelatihan dan pengembangan
memberikan keterampilan kepada karyawan guna mengatasi konlik yang
terjadi.
5. Mempersiapkan diri untuk promosi dan suksesi manajerial (prepare for
promotion, and managerial succession). Hal penting guna menarik,
mempertahankan dan memotivasi karyawan yaitu dengan program
pengembangan karir. Dengan mengikuti program pelatihan dan
pengembangan karyawan dapat memperoleh keterampilan-keterampilan
yang diperlukan untuk promosi, dan memudahkan dalam perpindahan ke
tanggungjawab pekerjaan yang lebih tinggi.
6. Memenuhi kebutuhan kepuasan pribadi (satisfy personal growth needs).
Banyak karyawan yang berorientasi lebih kepada prestasi dan butuh
tantangan baru pada pekerjaannya.

Menurut Simamora (Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah, 2003: 176)


adapun tujuan pelatihan dan pengembangan meliputi :

1. Memperbaiki kinerja.
2. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi.
3. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten.
4. Membantu memecahkan persoalan operasional.
5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi.
6. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi.
13

Tujuan dan sasaran harus jelas dan dapat diukur. Menurut Anwar Prabu
Mangkunegara (2009: 45) tujuan dari pelatihan dan pengembangan karyawan
yaitu:

1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.


2. Meningkatkan produktivitas kerja.
3. Meningkatkan kualitas kerja.
4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia
5. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja
6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara
maksimal.
7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
8. Menghindarkan keusangan (obsolescence).
9. Meningkatkan perkembangan pegawai.

Dari tujuan pelatihan dan pengembangan karyawan yang telah


dikemukakan diatas pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa pada intinya tujuan
pelatihan dan pengembangan yaitu untuk meningkatkan kemampuan karyawan
baik secara afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotoriknya (perilaku)
serta mempersiapkan karyawan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi sehingga dapat mengatasi hambatan-hambatan yang sekiranya muncul
dalam pekerjaan. Seperti yang sudah dibahas.

C. Analisis Kebutuhan Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Pelatihan dan pengembangan karyawan dirancang untuk membantu


organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Oleh karena itu, penentuan dari
kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan tahapan diagnostik dari
penentuan tujuan- tujuan pelatihan. Penilaian ini melihat pada masalah-masalah
kinerja karyawan dan organisasional untuk menentukan apakah dengan
diadakannya pelatihan akan menolong (Mathis dan Jackson, 2006: 308). Alasan
diperlukannya program pelatihan dikemukakan oleh Cormick (Anwar Prabu
Mangkunegara, 2009: 46) bahwa :

An organization should commit its resources to training activity only if in the


best judgement of the managers, the training can be expected to achieve
some results other then modifying employee behavior. it must also support
14

some organizational and goal, such as more efficient production or


distribution of goods and services, reduction of operating costs, improved
quality, or more effective personal relation.

Berdasarkan pendapat Cormick tersebut bahwa suatu organisasi perlu


melibatkan karyawannya pada aktivitas pelatihan hanya jika hal itu merupakan
keputusan terbaik dari manajer. Pelatihan diharapkan dapat mencapai hasil lain
daripada memodifikasi perilaku karyawan. Hal ini juga perlu mendapat dukungan
secara organisasi dan tujuan, seperti produksi, distribusi barang dan pelayanan
lebih efisien, menekan biaya operasi, meningkatkan kualitas, dan hubungan
pribadi lebih efektif.
Tujuan dari kegiatan analisis kebutuhan antara lain untuk mencari atau
mengidentifikasi kemampuan-kemampuan apa yang diperlukan oleh karyawan
dalam rangka menunjang kebutuhan organisasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:
33). Hal lain kemukakan oleh Faustino Cordoso Gomes (2003: 205) bahwa tujuan
dari penentuan kebutuhan yaitu untuk mengumpulkan sebanyak mungkin
informasi yang relevan guna mengetahui dan menentukan apakah perlu tidaknya
pelatihan dan pengembangan dalam organisasi tersebut.
Berikut ada tiga sumber analisis dalam kebutuhan pelatihan dan
pengembangan :
1. Analisis Organisasional
Kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan dapat
didiagnosa melalui analisis-analisis organisasional. Sebuah bagian penting
dari perencanaan SDM strategis organisasional adalah identifikasi dari
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang akan di butuhkan di masa
depan seiring berubahnya pekerjaan dan organisasi. Baik kekuatan internal
maupun eksternal akan mempengaruhi pelatihan dan harus dipertimbangkan
ketika melakukan analisis organisasional. Misalnya, masalah-masalah yang
diakibatkan oleh ketertinggalan dalam bidang teknis dari karyawan yang ada
dan kurang terdidiknya kelompok tenaga kerja dimana pekerja baru diambil,
harus dihadapi lebih dahulu sebelum kebutuhan pelatihan tersebut menjadi
kritis.
Analisis organisasi menurut Mondy (2008: 215) merupakan langkah
dalam penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan dilihat dari
15

perspektif organisasi secara menyeluruh, misi-misi, tujuan-tujuan, dan


rencana-rencana stratejik perusahaan dipelajari, bersama dengan hasil-hasil
perencanaan sumber daya manusia.
Kegiatan analisis organisasi merupakan kegiatan menganalisis tujuan
organisasi, sumber daya yang ada dan lingkungan organisasi yang sesuai
dengan realita, Wexley dan Latham (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009: 46)
mengemukakan bahwa dalam menganalisis organisasi perlu memperhatikan
pertanyaan “where is training and development needed and where is it likely
to be succesfull within an organization?”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
melakukan survei mengenai sikap pegawai terhadap kepuasan kerja,
persepsi pegawai, dan sikap pegawai dalam administrasi. Selain itu pula
dapat menggunakan turnover, absensi, kartu pelatihan, data perencanaan
pegawai dan lain sebagainya.
Dari beberapa konsep yang diungkapkan diatas dapat di simpulkan
bahwa analisis organisasi lebih menitikberatkan pada analisis tujuan
organisasi dan kebutuhan pelatihan dan pengembangan di lihat dari aspek
organisasi itu sendiri. Cara-cara memperoleh informasi-informasi dalam
menganalisis dapat dilakukan melalui angket, wawancara, atau pengamatan.
2. Analisis Pekerjaan
Berfokus pada tugas-tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan-
tujuan perusahaan. Deskripsi-deskripsi pekerjaan merupakan sumber data
yang penting pada kegiatan ini (Mondy, 2008: 215). Terkait pula dengan apa
saja yang harus diajarkan atau diberikan dalam pelatihan agar para karyawan
yang bersangkutan mampu melakukan pekerjaan secara efektif.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003: 33) tujuan utama analisis tugas
ialah untuk memperoleh informasi tentang :
a. Tugas-tugas yang harus dilakukan oleh karyawan.
b. Tugas-tugas yang telah dilakukan pada saat ini.
c. Tugas-tugas yang seharusnya dilakukan, tetapi belum atau tidak
dilakukan karyawan.
d. Sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan dengan baik dan sebagainya.
16

Analisis pekerjaan atau tugas dilakukan dengan membandingkan


kebutuhan dalam pekerjaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan karyawan, kebutuhan-kebutuhan pelatihan dapat diidentifikasi
(Mathis dan Jackson, 2006: 311). Sebagai contoh, analisis pada perusahaan
manufaktur mengidentifikasi tugas-tugas untuk dilakukan oleh para insinyur
yang berlaku sebagai instruktur teknis untuk karyawan lain. Dengan membuat
daftar tugas yang dibutuhkan oleh instruktur teknis, manajemen mengadakan
program untuk mengajarkan keterampilan oral tertentu. Jadi insinyur tersebut
mampu untuk menjadi instruktur yang lebih baik.
3. Analisis Individual
Kegiatan ini merupakan langkah untuk menentukan kebutuhan
pelatihan dan pengembangan individual. Pertanyaan-pertanyan yang relevan
adalah, “siapa yang perlu dilatih?” dan “Pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan jenis apa yang dibutuhkan para karyawan?” (Mondy, 2008: 215).
Soekidjo Notoatmodjo (2003:34) mengungkapkan bahwa dalam melakukan
analisis individual diperlukan waktu untuk mengadakan diagnosis yang
lengkap tentang masing-masing personel mengenai kemampuan-
kemampuan mereka. Untuk memperoleh informasi ini dapat dilakukan
melalui achievement test, observasi, dan wawancara.
Lebih lanjut disebutkan bahwa pendekatan paling umum dalam
membuat analisis individual tersebut adalah dengan menggunakan data
penilaian kerja (Mathis dan Jackson, 2006: 311). Dalam beberapa contoh,
sistem informasi SDM yang baik dapat digunakan untuk mengidentifikasi
individu-individu yang membutuhkan pelatihan dalam area-area tertentu.
Untuk menilai kebutuhan-kebutuhan melalui proses penilaian kinerja,
kekurangan dalam kinerja seorang karyawan harus lebih dulu ditentukan
dalam sebuah tinjauan formal. Kemudian, beberapa jenis pelatihan dapat
dirancang untuk membantu karyawan.
Dari ketiga jenis analisis seperti diuraikan diatas diharapkan akan keluar
status kemampuan atau yang lebih tepat dikatakan kinerja (performance) pada
karyawan, dan seterusnya dapat dijadikan dasar penyelenggaraan program
pelatihan dan pengembangan. Namun dalam menyimpulkan hasil analisis
haruslah berhati-hati, perlu dicermati apakah benar kinerja yang ditemukan dari
analisis tersebut terapinya harus diselenggarakan program pelatihan atau tidak.
17

D. Metode-metode Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan


metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan yang dikendaki. Metode merupakan teknik yang
digunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Keberhasilan suatu program
pelatihan dan pengembangan tak luput dari penggunaan metode-metode yang
tepat.

Menurut Sikula (Anwar Prabu Mangkunegara, 2003: 52) mengatakan


bahwa metode pelatihan dan pengembangan yaitu :

“On the job, vestibule, demonstration and examples, simulation,


apprenticeship, classroom methods (lecture,conference, case study, role
playing, and programmed instruction), and other training method. Some of
the most commonly uses managerial development methods
include:training methods; understudies; job rotation and planned
progression; coaching-counseling; junior boards of executives or multiple
management; committee assignments; stattmeetings and projects;
bussines games; sensitivity training, and other development method.”

Menurut Sikula metode pelatihan meliputi: on the job, vestibule,


demonstrasi dan percontohan, simulasi, apprenticeship, metode di dalam kelas
(kuliah, konferensi, studi kasus, bermain peran, dan instruksi terprogram), dan
metode pelatihan lainnya. Sedangkan metode pengembangan yaitu : metode-
metode pelatihan, understudy, rotasi pekerjaan dan kemajuan berencana,
pembinaan-konseling.

Hani Handoko (2000: 110) menyatakan bahwa program-program pelatihan


dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi
absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori
pokok dalam metode pelatihan dan pengembangan yaitu :

1. Metode praktis (on the job) yang terdiri dari :


a. Rotasi jabatan.
b. Latihan instruksi pekerjaan.
c. Magang (apprenticeships).
18

d. Coaching.
e. Penugasan sementara.
2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job
training) yang meliputi :
a. Teknik-teknik presentasi Informasi yaitu metode kuliah, presentasi video,
metode konferensi, Instruksi pekerjaan (programmed instruction), studi
sendiri (self studi).
b. Metode-metode simulasi yaitu metode studi kasus, role playing,
bussiness games, vestibule training, Latihan laboratorium (laboratory
training), dan program-program pengembangan eksekutif.

Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2005: 186) menyebutkan bahwa


metode-metode pelatihan dan pengembangan terdiri dari :

1. Metode-metode Pelatihan On the job Training yaitu meliputi job instruction


training, coaching, job rotation, dan apprenticeship.
2. metode-metode pelatihan off the job Training yaitu lecture, video presentation,
vestibule training, role playing, case study, self study, program learning,
laboratory training dan action training.

Lebih jelas lagi metode-metode pelatihan dan pengembangan dapat


diuraikan sebagai berikut :

1. Metode On the Job (di tempat kerja)

Metode ‘on the job’ merupakan metode yang paling banyak digunakan
dalam pelatihan dan pengembangan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan
baru dengan supervisi langsung seorang ‘pelatih’ yang berpengalaman
(karyawan lain). Meliputi semua upaya bagi karyawan untuk mempelajari
suatu pekerjaan sambil mengerjakannya di tempat kerja yang
sesungguhnya.Berbagai macam metode yang digunakan adalah sebagai
berikut :

a. Rotasi Jabatan (Job rotation)

Memberikan karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian


organisasi yang berbeda dan praktek berbagai keterampilan manajerial
(Hani Handoko, 2000: 112). Rotasi pekerjaan melibatkan perpindahan
19

karyawan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Kadang-kadang dari


satu penempatan ke penempatan lainnya. Menurut Mathis dan Jackson
(2006: 362) di beberapa organisasi, rotasi pekerjaan tidak direncanakan.
Akan tetapi, organisasi-organisasi lain mengikuti grafik dan jadwal yang
terperinci, merencanakan program rotasi untuk setiap karyawan dengan
tepat.

Ketika jarang ada peluang untuk promosi, rotasi pekerjaan melalui


penggunaan pemindahan lateral mungkin bermanfaat untuk
membangkitkan kembali antusiasme dan mengembangkan bakat-bakat
para karyawan. Keuntungan job rotasi, antara lain karyawan
mendapatkan gambaran luas mengenai berbagai macam jenis pekerjaan,
mengembangkan kerjasama antara karyawan, menentukan jenis
pekerjaan yang sangat diminati oleh karyawan, mempermudah
penyesuaian diri dengan lingkungan tempat bekerja, dan juga sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan penempatan kerja sesuai
dengan potensi karyawan.

b. Latihan Instruksi Pekerjaan (Job Instruction Learning)

Menurut Hani Handoko (2000: 112) latihan instruksi pekerjaan


adalah metode yang digunakan dengan memberikan petunjuk-petunjuk
pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan
terutama untuk melatih para karyawan untuk melaksanakan pekerjaan
mereka sekarang.

c. Magang (Apprenticeship)

Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang


lebih berpengalaman.Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan
latihan ‘off the job’ yaitu dengan mengkombinasikan materi di kelas
dengan praktek di lapangan. Pelatihan ini umum dalam pekerjaan-
pekerjaan yang banyak membutuhkan keterampilan, seperti tukang
ledeng, tukang potong rambut, tukang kayu, masinis dan lain sebagainya.
Lebih ditekankan pada keterampilan perajin atau pertukangan.
20

d. Coaching

Menurut Hani Handoko (200: 112) coaching merupakan suatu


bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada karyawan dalam
pelaksanaan kerja rutin mereka. Hal senada juga di kemukakan oleh
Anwar Prabu Mangkunegara (2006: 58) bahwa coaching adalah suatu
prosedur pengajaran pengetahuan dan keterampilan-keterampilan
kepada karyawan bawahan. Peranan job coach adalah memberikan
bimbingan kepada karyawan bawahan dalam menerima suatu pekerjaan
atau tugas dari atasannya. Adakalanya kegiatan coaching ini juga diikuti
dengan konseling yang merupakan pemberian bantuan kepada
karyawan agar dapat menerima diri, memahami diri, dan merealisasikan
diri sehingga potensinya dapat berkembang secara optimal dan tujuan
organisasi dapat tercapai. Dengan penyuluhan karyawan diharapkan
aspirasinya dapat berkembang dengan baik dan karyawan yang
bersangkutan mampu mencapai kepuasan kerja.

e. Penugasan sementara

Merupakan kegiatan penempatan karyawan pada posisi manajerial


atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang
ditetapkan. Karyawan terlibat dalam pengambilan keputusan dari
pemecahan masalah-masalah organisasional nyata (Hani Handoko,
2000: 113). Karyawan turut serta dalam pembuatan keputusan dengan
beragam kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Dalam penugasan
sementara karyawan berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan,
merencanakan masa depan dan berdiskusi serta berperan dalam isu-isu
kritis bagi organisasi.

2. Metode Off the Job (di luar pekerjaan)

Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah


dengan tempat kerja. Program ini memberikan karyawan dengan keahlian dan
pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan pada
waktu terpisah dari waktu kerja reguler mereka. Metode-metode yang
digunakan sebagai berikut :
21

a. Metode-metode Simulasi

Simulasi adalah suatu situasi atau peristiwa menciptakan bentuk


realitas atau imitasi dari realitas (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009: 54).
Sebagai teknik duplikat yang mendekati kondisi nyata pada pekerjaan.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003: 38) Simulasi adalah suatu
penentuan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian
rupa sehingga para peserta dapat merealisasikan seperti keadaan
sebenarnya. Metode simulasi meliputi :

1) Metode studi kasus. Merupakan metode dimana uraian tertulis atau


lisan tentang masalah yang ada. Karyawan diminta untuk
mengidentifikasi masalah-masalah dan merekomendasi pemecahan
masalahnya. Diharapkan dapat mengembangkan keterampilan
karyawan dalam pengambilan keputusan.
2) Role playing (bermain peran). Metode yang memungkinkan para
karyawan untuk memainkan berbagai peran yang berbeda. Peserta
diberitahu mengenai suatu kesan dan peran yang harus mereka
mainkan. Metode ini terutama di gunakan untuk memberi kesempatan
kepada peserta mempelajari keterampilan berhubungan antara
manusia melalui praktik, mengembangkan pemahaman mengenai
pengaruh perilaku mereka pada peserta lainnya.
3) Bussiness games (permainan bisnis). Merupakan suatu simulasi
pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi
kehidupan bisnis yang nyata. Tujuannya adalah untuk melatih
karyawan dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola
operasi-operasi organisasi.
4) Vestibule training. Merupakan bentuk pelatihan yang dilaksanakan di
area-area terpisah yang dibangun dengan berbagai jenis peralatan
sama sepertii yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya. Jadi
metode pelatihan vestibule merupakan metode dimana telah
disediakan tempat khusus untuk melaksanakan pelatihan yang ditata
menyerupai lingkungan pekerjaan beserta tugas yang dilakukan.
5) Laboratory training. Merupakan suatu bentuk latihan kelompok
terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-
22

keterampilan antar pribadi. Melalui sharing pengalaman,perasaan,


persepsi, dan perilaku antar beberapa peserta (karyawan). Salah satu
bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas,
dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap
perasaan orang lain dan lingkungan.
b. Metode-metode Presentasi Informasi

Yang dimaksud dengan metode ini ialah penyajian informasi, yang


tujuannya untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep, atau keterampilan
kepada peserta (Hani Handoko, 2000: 115). Metode-metode yang
termasuk dalam presentasi informasi yaitu :

1) Kuliah

Merupakan metode tradisional dengan kemampuan


penyampaian informasi, banyak peserta dan biaya relatif murah.
Metode ini cenderung lebih tergantung pada komunikasi, bukan
modeling. Berupa ceramah yang disampaikan secara lisan. Metode
ini harus dikombinasikan dengan metode lainnya seperti diskusi dan
tanya jawab karena peserta cenderung pasif disebabkan adanya
komunikasi satu arah saja.

2) Presentasi Video

Presentasi TV, film, slide dan sejenisnya adalah serupa


dengan bentuk kuliah. Metode ini biasanya digunakan sebagai bahan
atau alat pelengkap bentuk-bentuk pelatihan lainnya.

3) Metode Konferensi

Metode ini analog dengan bentuk kelas seminar di perguruan


tinggi, sebagai pengganti metode kuliah. Berupa pertemuan moral
formal di mana terjadi diskusi atau konsultasi tentang sesuatu yang
penting. Menekankan adanya diskusi kelompok kecil dan melibatkan
peserta aktif. Tujuannya adalah untuk mengembangkan kecakapan
dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dan untuk
mengubah sikap karyawan. Sangat berguna untuk pengembangan
terhadap pengertian dan pembentukan sikap-sikap baru.
23

4) Studi sendiri (self study)

Metode ini biasanya menggunakan modul-mosul tertulis dan


kaset-kaset atau videotape rekaman di mana para karyawan
mempelajarinya sendiri. Studi sendiri berguna bila para karyawan
tersebar secara geografis atau bila proses belajar hanya memerlukan
sedikit interaksi.

Dari berbagai metode-metode pelatihan dan pengembangan yang telah


disebutkan diatas sebenarnya pada hakikatnya adalah sama. Hanya saja peneliti
lebih cenderung sepakat dengan metode-metode pelatihan dan pengembangan
yang diungkapkan oleh Hani Handoko. Sebab metode-metode yang disebutkan
sudah diklasifikasi tersendiri sehingga pembaca lebih mudah memahaminya.
Menurut Hani Handoko metode-metode pelatihan dan pengembangan dibagi
menjadi dua yaitu metode dalam pekerjaan (on the job) dan metode di luar
pekerjaan (off the job) yang masing-masing terdiri dari berbagai metode-metode
yang termasuk dalam klasifikasi tersebut.

Dalam pemilihan metode pelatihan dan pengembangan tergantung pada


kebutuhan. Menurut Hani Handoko (2000: 110) tidak ada teknik atau metode yang
di nilai paling baik. Namun setidaknya dalam penggunaan metode tersebut ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Efektifitas biaya (cost-effectiveness).


2. Isi program yang dikehendaki (desired program content).
3. Kelayakan fasilitas-fasilitas (appropriateness of the facilities).
4. Prefensi dan kemampuan peserta (trainee preferences and capabilities).
5. Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih (trainer preferences and
capabilities).
6. Prinsip-prinsip belajar (learning principles).

Dengan beberapa pertimbangan diatas diharapkan organisasi dapat


menggunakan metode pelatihan dan pengembangan yang tepat sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan organisasi. Hal ini dilakukan agar tujuan yang ingin
di capai dapat terwujud dan bermanfaat.
24

E. Evaluasi Program Pelatihan Dan Pengembangan Karyawan

Kriteria efektif yang digunakan untuk mengevaluasi pelatihan dan


pengembangan berfokus pada proses dan outcome (Sjafri Mangkuprawira, 2003:
156). Selanjutnya, ada beberapa hal yang penting yang perlu diperhatidkan dalam
mengevaluasi pelatihan dan pengembangan yaitu :

1. Reaksi peserta terhadap muatan isi dan proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan, dari sangat tidak puas sampai sangat puas.
2. Pengetahuan dari pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman
pelatihan dan pengembangan, dari sangat kurang sampai sangat meningkat.
3. Perubahan dalam perilaku, yaitu dari sikap dan keterampilan yang dihasilkan.
4. Hasil atau perbaikan terukur pada individual dan organisasi, seperti
menurunnya perputaran karyawan, kecelakaan kerja dan ketidakhadiran.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kirkpatrick (Mondy, 2008: 231) terkait
dengan model evaluasi pelatihan dan pengembangan yang terdiri dari
pendekatan sebagai berikut :

1. Opini Peserta

Mengevaluasi program pelatihan dan pengembangan dengan


menanyakan opini para peserta merupakan hal yang memberikan respons
dan saran untuk perbaikan. Pendekatan ini adalah cara yang baik untuk
mendapatkan umpan balik secara cepat dan murah.

2. Tingkat Pembelajaran

Beberapa organisasi melaksanakan tes-tes untuk menentukan apa


yang telah dipelajari para peserta dalam program pelatihan dan
pengembangan. Desain kontrol pretest-posttest adalah salah satu prosedur
evaluasi yang mungkin digunakan.

3. Perubahan Perilaku

Tes-tes bisa secara akurat menunjukkan apa yang telah dipelajari para
peserta, namun hanya memberikan sedikit petunjuk mengenai kemampuan
pelatihan dalam mengarahkan para peserta untuk mengubah perilaku
25

mereka. Hal yang dapat menjadi pembuktian dalam pelatihan dan


pengembangan yaitu dengan munculnya perubahan perilaku.

4. Pencapaian Tujuan pelatihan dan pengembangan

Pendekatan lain untuk mengevaluasi pelatihan dan pengembangan


melibatkan penentuan sampai dimana program-program tersebut telah
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan secara nyata berdampak
pada kinerja.

Dari beberapa konsep yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan


bahwa untuk mengevaluasi program pelatihan dan pengembangan dapat dilihat
dari empat aspek yang meliputi reaksi karyawan terhadap program yang
dilaksanakan, pembelajaran atau pengetahuan yang diperoleh oleh karyawan,
adanya perubahan perilaku karyawan dan yang terakhir yaitu sejauh mana
pelatihan dan pengembangan karyawan dapat berdampak pada perbaikan
organisasi yang tampak pada pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan. Aspek-
aspek tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi organisasi dalam
menindaklanjuti program yang telah dilaksanakan apakah perlu perbaikan dan
penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan baru.
26

PERENCANAAN KARIR

A. Definisi Perencanaan Karir

Menurut Corey & Corey (2006), perencanaan karir adalah suatu proses
yang mencakup penjelajahan pilihan dan persiapan diri untuk sebuah karir. Witko,
dkk (2005) menyatakan bahwa perencanaan karir adalah proses yang harus
dilewati sebelum melakukan pengambilan keputusan karir. Perencanaan karir
menjadi suatu hal yang penting karena dengan adanya perencanaan karir maka
akan mengurangi ketegangan dan kekalutan individu dalam mencari informasi
karir pengambilan keputusan akan karir yang diinginkan.

Menurut Supriatna (2010) perencanaan karier adalah aktivitas siswa yang


mengarah pada keputusan karier masa depan. Aktivitas perencanaan karier
sangat penting bagi siswa terutama untuk membangun sikap siswa dalam
menempuh karier masa depan. Tujuan utamanya adalah siswa memiiki sikap
positif terhadap karier masa depan terutama bidang karier yang diminatinya.
Super (1980) mengatakan perencanaan karier adalah proses pemikiran individu
dalam pencarian informasi dan pemahaman diri serta berbagai aspek pekerjaan.

Perencanaan karier menurut Feller dalam Capuzzi dan Stuffer (2006)


adalah proses pemahaman, mengekspresi dan pengambilan keputusan yang
langsung terhadap kehidupan individu, keluarga dan dalam konteks pekerjaan.
Winkel (2006) menyatakan bahwa Parsons merumuskan perencanaan karir
sebagai proses yang dilalui sebelum melakukan pemilihan karir. Proses ini
mencakup tiga aspek utama yaitu pengetahuan dan pemahaman akan diri sendiri,
pengetahuan dan pemahaman akan pekerjaan, serta penggunaan penalaran
yang benar antara diri sendiri dan dunia kerja.

Menurut Harris-Bowlsbey (2002) perencanaan karir adalah cara dalam


memutuskan apa yang ingin individu lakukan dalam hidupnya. Dengan adanya
perencanaan karir akan membantu individu dalam melihat gambaran pekerjaan
apa yang ideal bagi dirinya. Perencanaan karir akan menentukan apa yang
menjadi minat, potensi, dan kemampuan kita, membantu memutuskan apa yang
terbaik, dan mengarahkan kepada pekerjaan apa yang paling kita sukai untuk
dilakukan. Perencanaan karir akan membantu efektivitas keputusan ketika harus
memilih karir atau mengubah karir yang berubah sesuai dengan tuntutan jaman.
27

Menurut Simamora (2001) perencanaan karir adalah suatu proses dimana


individu dapat mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai
tujuan karirnya. Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian tujuan-tujuan
yang berkaitan dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai
tujuan tersebut. Perencanaan karir merupakan proses untuk: (1) menyadari diri
sendiri terhadap peluang-peluang, kesempatan-kesempatan, kendala-kendala,
pilihan-pilihan, dan konsekuensi-konsekuensi; (2) mengidentifikasi tujuan-tujuan
yang berkaitan dengan karir; (3) penyusunan program kerja, pendidikan, dan yang
berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat pengembangan
guna menyediakan arah, waktu, dan urutan langkah-langkah yang diambil untuk
meraih tujuan karir. Melalui perencanaan karir, setiap idividu mengevaluasi
kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir
alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas
pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir haruslah sesuai
antara tujuan pribadi dan kesempatan-kesempatan yang secara realistis tersedia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan karir


adalah sekumpulan pengetahuan sikap dan keterampilan yang diimiliki individu
dalam menyusun cara atau strategi tentang persiapan pilihan pendidikan lanjutan
atau pekerjaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan masa depan. Perencanaan
karir diukur berdasarkan skala perencanaan karir yang disusun berdasarkan tiga
aspek perencanaan karir menurut Parsons (dalam Winkel, 2006) yaitu (1)
pengetahuan dan pemahaman diri, (2) pengetahuan dan pemahaman dunia kerja,
serta (3) penalaran yang realistis akan hubungan pengetahuan dan pemahaman
diri sendiri dengan dunia kerja.

B. Aspek Perencanaan Karier

Menurut Dillard (1987) perencanaan karier mempunyai tiga aspek yaitu


pengetahuan diri, sikap dan keterampilan. Adapun indikator dari setiap aspek
yaitu: (1) pengetahuan diri meliputi: tujuan yang jelas setelah menyelesaikan
pendidikan, persepsi realistis terhadap diri dan lingkungan, (2) sikap meliputi: cita-
cita yang jelas terhadap pekerjaan, dorongan untuk maju dalam bidang
pendidikan dan pekerjaan yang dicita-citakan, memberi penghargaan yang positif
terhadap pekerjaan dan nilai-nilai, mandiri dalam proses pengambilan keputusan,
28

(3) keterampilan meliputi kemampuan mengelompokan pekerjaan yang diminati


dan menunjukan cara-cara realistis dalam mencapai cita-cita.

Menurut Super (dalam Savicas, 2002) perencanaan karier terdiri dari dua
aspek yaitu pengetahuan dan sikap. Aspek pengetahuan meliputi individu
mengetahui mengenai dirinya. Aspek sikap meliputi menggunakan berbagai
pengetahuan dan informasi pekerjaan. Menurut Feller (2013) perencanaan karier
didasari oleh aspek pengetahuan dan sikap. Aspek pengetahuan dengan adanya
pemahaman diri dan aspek sikap dengan adanya pengeksplorasi informasi
pekerjaan dan pengambilan keputusan yang langsung mempengaruhi kehidupan
individu dan keluarga.

Menurut Parsons (dalam Winkel, 2006), ada tiga aspek yang harus
terpenuhi dalam membuat suatu perencanaan karir, yaitu:

a. Pengetahuan dan pemahaman diri sendiri, yaitu pengetahuan dan


pemahaman akan bakat, minat, kepribadian, potensi, prestasi akademik,
ambisi, keterbatasan keterbatasan, dan sumber-sumber yang dimiliki.
b. Pengetahuan dan pemahaman dunia kerja, yaitu pengetahuan akan syarat-
syarat dan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk sukses dalam suatu
pekerjaan, keuntungan dan kerugian, kompensasi, kesempatan, dan prospek
kerja di berbagai bidang dalam dunia kerja.
c. Penalaran yang realistis akan hubungan pengetahuan dan pemahaman diri
sendiri dengan pengetahuan dan pemahaman dunia kerja, yaitu kemampuan
untuk membuat suatu penalaran realistis dalam merencanakan atau memilih
bidang kerja dan/atau pendidikan lanjutan yang mempertimbangkan
pengetahuan dan pemahaman diri yang dimiliki dengan pengetahuan dan
pemahaman dunia kerja yang tersedia.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa aspek


perencanaan karir dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan pemahaman diri
sendiri, pengetahuan dan pemahaman dunia kerja, dan penalaran yang realistis
akan hubungan pengetahuan dan pemahaman diri sendiri dengan pengetahuan
dan pemahaman dunia kerja.
29

C. Tujuan dari Perencanaan Karir

Menurut Dillard (1987) terdapat empat tujuan dari perencanaan karier,


yaitu: 1) meningkatkan kesadaran diri (selfawarenes) dan pemahaman diri (self
understanding); 2) mencapai kepuasan pribadi (personal satisfaction); 3)
mempersiapkan diri pada penempatan yang memadai (adequate placement)
dalam berkarier; 4) mengefisienkan waktu dan usaha yang dilakukan dalam
berkarier.

Menurut Holland (1973) perencanaan karir memiliki tujuan :

1. Mencocokkan individu dengan pekerjaan, baik dalam segi pemilihan


pekerjaan maupun pemilihan pelatihan/training yang sesuai.
2. Membantu merencanakan aktivitas karir untuk meningkatkan kualitas
individual.
3. Membantu individu dalam membuat keputusan karir yang tepat dan efektif
4. Membantu individu untuk memahami dirinya serta pekerjaannya
5. Membantu individu untuk mendapatkan kepuasan kerja

Berdasarkan beberapa teori dapat disimpulkan bahwa tujuan perencanaan


karir adalah meningkatkan kesdaran dan pemahaman diri, mencapai kepuasan
pribadi, mempersiapkan diri pada penempatan yang memadai dalam berkarir,
mengefisienkan waktu dan usaha yang dilakukan dalam berkarir, mencocokkan
individu dengan pekerjaan, baik dalam segi pemilihan pekerjaan maupun
pemilihan pelatihan/training yang sesuai, membantu merencanakan aktivitas karir
untuk meningkatkan kualitas individual, membantu individu dalam membuat
keputusan karir yang tepat dan efektif, membantu individu untuk memahami
dirinya serta pekerjaannya dan mempunyai tujuan akhir membantu individu untuk
mendapatkan kepuasan kerja.

D. Tahap Perkembangan Karir

Menurut Super (dalam Savickas, 2002) tahap perkembangan karir terdiri


dari:

1. Growth (4-13 tahun)


30

Individu pada tahap ini ditandai dengan perkembangan kapasitas,


sikap, minat dan kebutuhan yang terkait dengan konsep diri. Konsep diri yang
dimiliki individu terbentuk melalui identifikasi terhadap figur-figur keluarga dan
lingkungan sekolah. Awalnya, anak-anak mengamati lingkungan untuk
mendapatkan informasi mengenai dunia kerja dan menggunakan rasa
penasaran untuk mengetahui minat. Seiring berjalannya waktu, rasa
penasaran dapat mengembangkan kompetensi untuk mengendalikan
lingkungan dan kemampuan untuk membuat keputusan. Di samping itu, pada
tahap ini, anak-anak dapat mengenali pentingnya perencanaan masa depan
dan memilih pekerjaan. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap yaitu:

a. Sub tahap fantasy (4-10 tahun)

Sub tahap ini ditandai dengan minat anak berfantasi untuk menjadi
individu yang diinginkan, kebutuhan dan menjalani peran adalah hal yang
penting.

b. Sub tahap interest (11-12 tahun)

Individu pada sub tahap ini menunjukkan bahwa tingkah laku yang
berhubungan dengan karir mulai dipengaruhi oleh kesukaan anak. Hal
yang disukai dan yang tidak tersebut menjadi penentu utama aspirasi dan
aktifitas.

c. Sub tahap capacity (13-14 tahun)

Individu yang berada pada sub tahap ini mulai mempertimbangkan


kemampuan pribadi dan persyaratan pekerjaan yang diinginkan.

2. Exploration (14-24 tahun)

Individu pada tahap ini banyak melakukan pencarian tentang karir apa
yang sesuai dengan dirinya, merencanakan masa depan dengan
menggunakan informasi dari diri sendiri dan dari pekerjaan. Individu mulai
mengenali diri sendiri melalui minat, kemampuan dan nilai. Individu akan
mengembangkan pemahaman diri, mengidentifikasi pilihan pekerjaan yang
sesuai dan menentukan tujuan masa depan yang sementara tetapi dapat
diandalkan. Individu juga akan menentukan pilihan melalui kemampuan yang
31

dimiliki untuk membuat keputusan dengan memilih di antara alternatif


pekerjaan yang sesuai. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap, yaitu:

a. Sub tahap tentative (14-17 tahun)

Tugas perkembangan pada sub tahap ini adalah menentukan pilihan


pekerjaan. Individu mulai menggunakan pilihan tersebut dan dapat
melihat bidang serta tingkat pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Hal-
hal yang dipertimbangkan pada masa ini adalah kebutuhan, minat,
kapasitas, nilai dan kesempatan.

b. Sub tahap transition (18-21 tahun)

Sub tahap ini merupakan periode peralihan dari pilihan pekerjaan yang
bersifat sementara menuju pilihan pekerjaan yang bersifat khusus. Tugas
perkembangan pada masa ini yaitu mengkhususkan pilihan pekerjaan
dengan memasuki pasar pekerja, pelatihan profesional, bekerja sambilan
dan mencoba mewujudkan konsep diri.

c. Sub tahap trial (22-24 tahun)

Tugas perkembangan pada masa ini adalah melaksanakan pilihan


pekerjaan dengan memasuki dunia kerja.

3. Establishment (25-44 tahun)

Individu pada tahap ini mulai memasuki dunia kerja yang sesuai
dengan dirinya dan bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaan tersebut.
Masa ini merupakan masa paling produktif dan kreatif. Tahap ini terdiri dari 2
sub tahap, yaitu:

a. Sub tahap trial with commitment (25-30 tahun)

Individu pada sub tahap ini merasa nyaman dengan pekerjaan


sehingga ingin terus mempertahankan pekerjaan yang dimiliki. Tugas
perkembangan pada masa ini adalah menstabilkan pilihan pekerjaan.

b. Sub tahap stabilization (31-44 tahun)

Pola karir individu pada sub tahap ini menjadi jelas dan telah
menstabilkan pekerjaan. Tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh
32

individu pada masa ini adalah menetapkan pilihan pekerjaan agar


memperoleh keamanan dan kenyamanan dalam bekerja serta melakukan
peningkatan dalam dunia kerja dengan menunjukkan perilaku yang positif
dan produktif dengan rekan kerja.

4. Maintenance (45-64 tahun)

Individu pada tahap ini telah menetapkan pilihan pada satu bidang
karir, fokus mempertahankan posisi melalui persaingan dengan rekan kerja
yang lebih muda dan menjaga posisi tersebut dengan pengetahuan yang
baru. Tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada tahap ini,
yaitu:

a. Holding

Individu pada tahap ini menghadapi tantangan dengan berkompetisi


bersama rekan kerja, perubahan teknologi, memenuhi tuntutan keluarga
dan berkurangnya stamina.

b. Updating

Individu pada tahap ini harus bekerja keras dalam mengerjakan tugas
dengan lebih baik melalui memperbarui pengetahuan dan keterampilan.

c. Innovating

Individu pada tahap ini melakukan pekerjaan dengan cara yang berbeda,
melakukan pekerjaan yang berbeda dan menghadapi tantangan baru.

5. Disengagement (lebih dari 65 tahun)

Individu pada tahap ini mulai mempertimbangkan masa pra-pensiun,


hasil kerja dan akhirnya pensiun. Hal ini dikarenakan berkurang kekuatan
mental dan fisik sehingga menyebabkan perubahan aktivitas kerja. Tahap ini
terdiri dari 2 sub tahap, yaitu:

a. Sub tahap decelaration (65-70 tahun).

Tugas perkembangan pada sub tahap ini adalah mengurangi tingkat


pekerjaan secara efektif dan mulai merencanakan pensiun. Hal ini
33

ditandai dengan adanya penyerahan tugas sebagai salah satu langkah


mempersiapkan diri menghadapi pensiun.

b. Sub tahap retirement (lebih dari 71 tahun).

Sub tahap ini ditandai dengan masa pensiun dimana individu akhirnya
mulai menarik diri dari lingkungan kerja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan ada lima tahap dalam


perkembangan karir yaitu growth (4-13 tahun), exploration (14-24 tahun), c.
Establishment (25-44 tahun), maintenance (45-64 tahun), dan disengagement
(lebih dari 65 tahun).

E. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Karir

Winkel (2006) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi


seorang individu dalam membuat perencanaan karir, antara lain:

1. Nilai-nilai kehidupan, yaitu nilai ideal-ideal yang dikejar oleh seseorang


dimana dan kapan juga. Nilai-nilai kehidupan menjadi pedoman dan
pegangan dalam hidup serta sangat menentukan gaya hidup. Refleksi diri
terhadap nilai-nilai kehidupan akan memperdalam pengetahuan dan
pemahaman akan diri sendiri yang berpengaruh terhadap gaya hidup yang
akan dikembangkan termasuk didalamnya jabatan yang direncanakan untuk
diraih.
2. Keadaan jasmani, yaitu ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang. Untuk pekerjaan-
pekerjaan tertentu diberlakukan berbagai persyaratan yang menyangkut ciri-
ciri fisik.
3. Masyarakat, yaitu lingkungan sosial-budaya dimana seseorang dibesarkan.
Lingkungan ini luas sekali dan berpengaruh besar terhadap pandangan dalam
banyak hal yang dipegang teguh oleh setiap keluarga. Pandangan ini
mencakup gambaran tentang luhur atau tidaknya berbagai jenis pekerjaan,
peranan pria dan wanita dalam kehidupan masyarakat, dan cocok tidaknya
suatu pekerjaan untuk pria dan wanita.
4. Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah, yaitu laju pertumbuhan ekonomi
yang lambat atau cepat, stratifikasi masyarakat dalam golongan sosial
34

ekonomi, serta diversifikasi masyarakat atas kelompok-kelompok yang


terbuka atau tertutup bagi anggota dari kelompok lain.
5. Posisi anak dalam keluarga. Anak yang memiliki saudara kandung yang lebih
tua tentunya akan meminta pendapat dan pandangan mengenai perencanaan
karir sehingga mereka lebih mempunyai pandangan yang lebih luas
dibandingkan anak yang tidak mempunyai saudara yang lebih tua.
6. Pandangan keluarga tentang peranan dan kewajiban anak laki-laki dan
perempuan yang telah menimbulkan dampak psikologis dan sosial-budaya.
Berdasarkan pandangan masyarakat bahwa ada jabatan dan pendidikan
tertentu yang melahirkan gambaran diri tertentu dan mewarnai pandangan
masyarakat tentang peranan pria dan wanita dalam kehidupan masyarakat.
7. Orang-orang yang tinggal serumah selain orangtua sendiri dan kakak-adik
sekandung serta harapan keluarga mengenai masa depan anak akan
memberi pengaruh besar bagi anak dalam menyusun dan merencanakan
karirnya. Orangtua, saudara kandung orangtua, dan saudara kandung sendiri
menyatakan segala harapan mereka serta mengkomunikasikan pandangan
dan sikap tertentu terhadap perencanaan pendidikan dan pekerjan. Orang
muda harus menentukan sendiri sikapnya terhadap harapan dan pandangan
tersebut, hal ini akan berpengaruh pada perencanaan karirnya. Bila dia
menerimanya maka dia akan mendapat dukungan dalam perencanaan
karirnya, sebaliknya bila dia tidak menerima maka dia akan menghadapi
situasi yang sulit karena tidak adanya dukungan dalam perencanaan masa
depan.
8. Taraf sosial-ekonomi kehidupan keluarga, yaitu tingkat pendidikan orangtua,
tinggi rendahnya pendapatan orangtua, jabatan ayah atau ibu, daerah tempat
tinggal dan suku bangsa. Anak-anak akan dipengaruhi oleh status sosial
ekonomi keluarganya. Status ini akan ikut menentukan tingkat pendidikan
sekolah yang memungkinkan bagi anak tersebut. Beberapa orang yang
memegang jabatan-jabatan tertentu dianggap masih sesuai dengan status
sosial ekonominya.
9. Pergaulan dengan teman-teman sebaya, yaitu beraneka pandangan dan
variasi harapan tentang masa depan yang terungkap dalam pergaulan sehari-
hari. Pandangan dan harapan yang bernada optimis akan meninggalkan
35

kesan dalam hati yang jauh berbeda dengan kesan yang timbul bila
mendengarkan keluhan-keluhan.
10. Pendidikan sekolah, yaitu pandangan dan sikap yang dikomunikasikan
kepada anak didik oleh staf petugas bimbingan dan tenaga pengajar
mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam bekerja, tinggi rendahnya status
sosial jabatan-jabatan, dan kecocokan jabatan tertentu untuk anak laki-laki
dan perempuan.
11. Gaya hidup, suasana keluarga, dan status perkawinan orangtua, yaitu kondisi
keluarga dimana anak dibesarkan. Apakah mendukung atau tidak
mendukung, semua itu akan mempengaruhi anak dalam merencanakan dan
membuat keputusan tentang pendikan lanjutan maupun pekerjaan di masa
mendatang.

Dari urian di atas, dapat disimpulan bahwa beberapa faktor yang


mempengaruhi perencanaan karir seseorang, diantaranya adalah nilai-nilai
kehidupan, keadaan jasmani, masyarakat, keadaan sosial ekonomi negara, posisi
anak dalam keluarga, pandangan keluarga tentang peranan dan kewajiban anak
laki-laki dan perempuan yang telah menimbulkan dampak psikologis dan sosial-
budaya. Orang-orang yang tinggal serumah selain orangtua sendiri dan kakak-
adik sekandung serta harapan keluarga mengenai masa depan anak akan
memberi pengaruh besar bagi anak dalam menyusun dan merencanakan
karirnya, taraf kehidupan sosial ekonomi keluarga, pergaulan dari teman-teman
sebaya, pendidikan sekolah,dan gaya hidup.
36

PENDEKATAN DIAGNOSTIK UNTUK PERENCAAN


DAN PENGEMBANGAN KARIER

Dalam rangka menganalisis perencanaan dan pengembangan karier,


pendekatan umum yang sering digunakan adalah pendekatan diagnostic.
A. Pengaruh lingkungan eksternal
1. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang dikeluarkan oleh
pemerintah
2. Serikat pekerja
3. Kondisi ekonomi
4. Tingkat kompetisi
5. Komposisi angkatan kerja
6. Lokasi organisasi
B. Pengaruh lingkungan internal
1. Strategi perusahaan
2. Tujuan perusahaan
3. Budaya perusaan
4. Sifat pekerjaan
5. Gaya kepemimpinan
37

KOMPENSASI

A. Pengertian Kompensasi

Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai


pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi
merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan
semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam
melakukan tugas keorganisasian. Veithzal Rivai (2004:357).

Sedangkan menurut Sedangkan T. Hani Handoko (1995:155) kompensasi


adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk
kerja mereka. Masalah kompensasi mungkin merupakan fungsi manajemen
personalia yang paling sulit dan membingungkan. Tidak hanya karena pemberian
kompensasi merupakan salah satu tugas yang paling kompleks, tetapi juga salah
satu aspek yang paling berarti baik bagi karyawan maupun organisasi.

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006:118) kompensasi adalah semua


pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang
diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada karyawan.

Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi tidak langsung dan


kompensasi langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran karyawan
dalam bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. Kompensasi tidak langsung atau
benefit, terdiri dari semua pembayaran yang tidak tercakup dalam kompensasi
finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam asuransi, jasa seperti
perawatan anak atau kepedulian keagamaan, dan sebagainya. Penghargaan
finansial seperti pujian, mengahargai diri sendiri, dan pengakuan yang dapat
mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas dan kepuasan kerja.

Jika dikelola dengan baik, kompensasi akan membantu perusahaan untuk


mencapai tujuan dan memperoleh, memelihara, dan menjaga karyawan dengan
baik. Sebaliknya, tanpa kompensasi yang cukup, karyawan yang ada sangat
38

mungkin untuk meninggalkan perusahaan dan untuk melakukan penempatan


kembali tidaklah mudah.

Akibat dari keridakpuasan dalam pembayaran yang dirasa kurang akan


mengurangi kinerja, meningkatkan keluhan-keluhan, penyebab mogok kerja, dan
mengarah pada rindakan-tindakan fisik dan psikologis, seperti meningkatnya
derajat ketidakhadiran dan perputaran karyawan, yang pada gilirannya akan
menurunkan kesehatan juwa karyawan yang semakin parah. Sebaliknya, jika
terjadi kelebihan pembayaran, juga akan menyebabkan perusahaan dan
individual berkurang daya kompetisinya dan menimbulkan kegelisahan, perasaan
bersalah, dan suasana yang tidak nyaman di kalangan karyawan.

Menurut Dr. B. Siswanto Sastrohadiwiryo ( 2003 : 181 – 184 ) masalah


kompensasi selain sensitif karena menjadi pendorong seseorang untuk bekerja,
juga karena berpengaruh terhadap moral dan disiplin tenaga kerja. Oleh karena
itu, setiap perusahaan atau organisasi mana pun seharusnya dapat memberikan
kompensasi yang seimbang dengan beban kerja yang dipikul oleh tenaga kerja.
Dengan demikian tujuan pembinaan kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja
yang berdaya guna dan berhasil guna dapat terwujud. Lebih dari itu, tujuan
perusahaan untuk meningkatkan keluaran produksi dapat ditunjang.

Telah banyak penelitian yang dilakukan tentang tingkat kepuasan terhadap


kompensasi yang mereka terima dari perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dr. B. Siswanto Sastrohadiwiryo ( 2003 : 181 ) tentang imbalan, pada
beberapa industri tekstil di Bandung Barat menunjukan bahwa kepuasan
merupakan reaksi yang kompleks terhadap berbagai keadaan dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Menurut hasil penelitian tersebut, kepuasan atas
kompensasi yang diterima tenaga kerja dipengaruhi oleh :

1. Jumlah yang diterima dan jumlah yang diharapkan

Sebagian besar teori mengenai kepuasan menekankan bahwa


kepuasan tenaga kerja ditentukan oleh perbandingan yang dibuatnya antara
apa yang diterimanya dan berapa yang seharusnya (menurut keinginan)
diterima oleh tenaga kerja yang bersangkutan.
39

Apabila tenaga kerja menerima kurang dari yang seharusnya mereka


terima, mereka merasa tidak puas. Sebaliknya, apabila mereka menerima
lebih dari seharusnya mereka terima mereka cenderung merasa puas.

2. Perbandingan dengan apa yang diterima oleh tenaga kerja lain

Perasaan tidak puas seorang tenaga kerja banyak dipengaruhi oleh


perbandingan dengan apa yang diterima tenaga kerja lain yang posisinya
sama dengannya. Apabila perbandingan menyeluruh antara keadaan mereka
dengan keadaan tenaga kerja lain yang sama seperti mereka menunjukan
hasil yang baik, tenaga kerja yang bersangkutan akan merasa puas.

3. Pandangan yang keliru atas kompensasi yang diterima tenaga kerja lain

Seringkali tenaga kerja salah tanggap menegenai kompensasi yang


mereka terima. Hal ini disebabkan antara lain karena pada kebanyakan
perusahaan, kompensasi orang seorang, hasil pengamatan pengupahan,
imbalan, dan hasil pengukuran kinerja disimpan sebagai bahan rahasia.
Selain hal tersebut pandangan keliru terjadi apabila tenaga kerja melibatkan
perasaannya dan apabila membandingkannya dengan kompensasi yang
diterima oleh tenaga kerja lain.

4. Besarnya kompensasi intrinsik dan ekstrinsik yang diterimanya untuk


pekerjaan yang diberikan kepadanya.

pekerjaan yang diberikan kepadanya. Dari berbagai studi, menunjukan


bahwa kedua kompensasi (intrinsik dan ekstrinsik) sifatnya amat penting dan
memiliki pengaruh langsung yang besar pada kepuasan kerja secara
keseluruhan.

B. Tujuan Manajemen Kompensasi

Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu


perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin
terciptanya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa
pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi secara adil dengan membandingkan
pekerjaan yang sama dipasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa menimbulkan
konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi.
40

Selain itu tujuan kompensasi adalah untuk kepentingan karyawan, dan


kepentingan pemerintah/masyarakat. Supaya tujuan kompensasi tercapai dan
memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program kompensasi
ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip adil dan wajar, undang-undang
perburuhan, serta memperhatikan internal dan eksternal konsistensi. Program
kompensasi harus dapat menjawab pernyataan apa yang mendorong seseorang
bekerja dan mengapa ada orang yang bekerja keras, sedangkan orang lain
bekerjanya sedangsedang saja.

Tujuan manajemen kompensasi efektif menurut Veithzal Rivai (2004:359)


adalah :

1. Memperoleh SDM yang Berkualitas

Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberikan daya


tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus terponsif terhadap
penawaran dan permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi
untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.

2. Mempertahankan Karyawan Yang Ada

Para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan
akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.

3. Menjamin Keadilan

Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan eksternal


dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan
dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar
dengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap
pekerja merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain
dipasar kerja.

4. Penghargaan terhadap Perilaku yang Diinginkan

Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak


sebagai insentif untuk perbaikan perilaku dimasa depan, rencana
kompensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung
jawab, dan perilaku-perilaku lainnya.
41

5. Mengendalikan Biaya

Sistem kompensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan


mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa
manajemen kompensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar si bawah atau di atas
standar.

6. Mengikuti Aturan Hukum

Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor legal yang
dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.

7. Memfasilitasi Pengertian

Sistem manajemen kompensasi hendaknya denagn mudah dipahami oleh


spesialis SDM, manajer operasi, dan para karyawan.

8. Meningkatkan Efisiensi Administrasi

Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat


dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun
tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan
tujuan-tujuan lain.

Sedangkan tujuan kompensasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2006:121)


adalah sebagai :

1. Ikatan Kerja Sama. Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan


kerjasama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus
mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan
wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan Kerja. Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga
memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3. Pengadaan efektif. Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar,
pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih
mudah memotivasi bawahannya.
42

5. Stabilitas Karyawan. Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak
serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan akan
lebih terjamin karena turnover relatif kecil.
6. Disiplin. Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin
karyawan semakin baik, mereka akan menyadari serta mentaati
peraturanperaturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh. Dengan program kompensasi yang baik pengaruh
serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada
pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah. Jika program kompensasi sesuai dengan
undangundang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka
intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
C. Asas Kompensasi

Program kompensasi (balas jasa) harus ditetapkan atas asas adil dan layak
serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Prinsip
adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya supaya balas
jasa yang akan diberikan dapat merangsang gairah dan kepuasan kerja
karyawan, Malayu S.P Hasibuan (2006:122).

1. Asas Adil

Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus


disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan,
tanggung jawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal
konsistensi.

Jadi adil bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang


sama besarnya. Asas adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan, dan
pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan, dengan asas adil
akan tercapai suasana kerjasama yang baik, semangat kerja, disiplin,
loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.

2. Asas Layak dan Wajar

Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya


pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penetapan
43

besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimum pemerintah dan


eksternal konsistensi yang berlaku.

Manajer personalia diharuskan selalu memantau dan menyesuaikan


kompensasi dengan konsistensi eksternal yang sedang berlaku. Hal ini
penting supaya semangat kerja dan karyawan yang qualified tidak berhenti,
tuntutan serikat buruh dikurangi, dan lain-lain.

D. Komponen – komponen Kompensasi

Menurut Veithzal Rivai (2004:360) ada empat komponen-komponen


kompensasi, yaitu :

1. Gaji

Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan
sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang karyawan yang
memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan
perusahaan. Atau dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima
seseorang dari keanggotaannya dalam sebuah perusahaan.

2. Upah

Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada


karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau
banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya
relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah tergantung pada keluaran
yang dihasilkan.

3. Insentif

Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada


karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Insentif
merupakan bentuk lain dari upah langsung di luar upah dan gaji yang
merupakan kompensasi tetap, yang biasa disebut kompensasi berdasarkan
kinerja (pay for performance plan).

4. Kompensasi Tidak Langsung (Fringe Benefit)


44

Fringe Benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan


berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan sebagai upaya
meningkatkan kesejahteraan para karyawan. Contohnya, berupa
fasilitasfasilitas, seperti asuransi, tunjangan, uang pensiun, dan lain-lain.

E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi besar/kecilnya tingkat


upah/kompensasi. Hal ini perlu mendapat perhatian supaya prinsip pengupahan
adil dan layak lebih baik dan kepuasan kerja dapat tercapai. Menurut Malayu S.P
Hasibuan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi, antara lain
sebagai berikut :

1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja

Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan


pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari
kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif
semakin kecil.

2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan

Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar


semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi
sebaliknya, jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar
kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.

3. Serikat Buruh/Organisasi Karyawan

Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat


kompensasi semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang
berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil.

4. Produktivitas Kerja Karyawan


Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi
semakin besar. Sebaliknya jika produktivitasnya buruk dan sedikit maka
kompensasi relatif kecil.
5. Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppresnya
45

Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan


besarnya batas upah/balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat
penting supaya pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya
balas jasa bagi kryawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat
dari tindakan sewenang-wenang.
6. Biaya Hidup
Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi/upah
semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah maka
tingkat kompensasi/upah relatif kecil.
7. Posisi jabatan Karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gaji/
kompensasi yang lebih besar. Sebaliknya, jika karyawan yang menduduiki
jabatan yang lebih rendah akan memperoleh gaji/ kompensasi yang kecil. Hal
ini wajar karena seseorang yang mendapat wewenang dan tanggung jawab
yang besar harus mendapatkan gaji/ kompensasi yang lebih besar pula.
8. Pendidikan dan Pengalaman Karyawan
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka
gaji/kompensasi akan semakin besar, karena kecakapan serta
keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah
dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji/ kompensasinya kecil.
9. Kondisi Perekonomian Nasional

Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat


upah/ kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full
employmen. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju maka tingkat
upah rendah, karena terdapat banyak penganggur (disqueshed
unemployment).
10. Jenis dan sifat Pekerjaan
Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai resiko
(finansial, keselamatan) yang besar maka tingkat upah/ kompensasinya
semakin besar karena membutuhkan kecakapan dan ketelitian untuk
mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaannya mudah dan resiko
(finansial, kecelakaannya) kecil maka tingkat upah/ kompensasinya relatif
kecil.
46

F. Tahapan Menetapkan Kompensasi

Tujuan manajemen kompensasi bukanlah membuat berbagai aturan dan


hanya memberikan petunjuk saja. Namun, semakin banyak tujuan perusahaan
dan tujuan pemberian kompensasi juga harus diikuti dengan semakin efektif
administrasi penggajian dan pengupahan

Menurut Veithzal Rivai (2004:366) tahapan-tahapan dalam menetapkan


manajemen kompensasi adalah seperti berikut ini :

Tahap 1 : Mengevaluasi tiap pekerjaan, dengan menggunakan informasi


analisis pekerjaan, untuk menjamin keadilan internal yang
didasarkan pada nilai relatif setiap pekerjaan.
Tahap 2 : Melakukan survei upah dan gaji untuk menentukan keadilan
eksternal
yang didasarkan pada upah pembayaran dipasar kerja.
Tahap 3 : Menilai harga tiap pekerjaan untuk menentukan pembayaran upah
yang didasarkan pada kedilan internal dan eksternal.

Sedangkan menurut Hani Handoko (1995:162) pada umumnya,


pembayaran upah dalam organisasi ditentukan oleh aliran kegiatan-kegiatan yang
mencakup analisis pekerjaan, penulisan deskripsi pekerjaan, evaluasi pekerjaan,
survei upah dan gaji, analisis masalah-masalah organisasional yang relevan,
penentuan “harga” pekerjaan (yang harus melebihi peraturan upah minimum),
penetapan aturan-aturan administrasi pengupahan, dan akhirnya pembayaran
upah kepada karyawan.

G. Tantangan-tantangan Dalam Kompensasi

Sebagian besar metode-metode untuk menentukan pembayaran harus


bisa melakukan keputusan yang tepat ketika tantangan tibul. Implikasi inilah yang
menjadi alasan analis membuat penyesuaian lebih lanjut untuk menentukan
kompensasi.
47

1. Tujuan Strategik

Manajemen kompensasi tidak hanya dibatasi pada keadilan internal dan


eksternal saja. Hal itu juga dapat digunakan untuk strategi perusahaan yang
lebih jauh. Misalnya, sebuah perusahaan akan menekankan sistem
pembayarannya yang sangat didasarkan pada tingkat pengetahuan dan
keahlian karyawan; tidak inheren pada nilai permintaan pekerjaan. Makin
tinggi keahlian dan pengetahuna yang dimiliki, makin tinggi pula tingkat
pembayarannya.

2. Tingkat Upah Berlaku

Tekanan pasar dapat menyebabkan beberapa pekerjaan dibayar lebih mahal


daripada nilai relatif pekerjaan mereka. Pergeseran demografi dan hubungan
suplai dan permintaan tenaga kerja reltif mempengaruhi kompensasi. Sesuai
denagn teori, kelebihan permintaan tenaga kerja untuk bidang-bidang tertentu
akan meningkatkan nilai pembayaran terhadap pekerjaan tersebut. Hal ini
akan terjadi sebaliknya jika terjadi kelebihan suplai tenaga kerja.

3. Kekuatan Serikat Pekerja

Serikat pekerja memiliki kekuatan daya tawar yang relatif tinggi dalam
penentuan upah karyawan, khususnya untuk anggota serikat. Termasuk
didalamnya serikat berperan sebagai pemasok calon-calon karyawan yang
bermutu. Penentuan upah tersebut dapat dalam bentuk tekanan, tidak hanya
dalam konsep tertulis, tetapi juga dalam bentuk pemogokan-pemogokan jika
terjadi stagnasi perundingan.

4. Kendala Pemerintah

Kendala pemerintah dapat berupa undang-undang ketenagakerjaan,


peraturan pemerintah, dan kebijakan yang dianggap kurang adil, baik ditinjau
dari segi kepentingan perusahaan maupun karyawan itu sendiri. Misalnya,
dalam hal penentuan upah minimum regional, jaminan sosial, perselisihan
ketenagakerjaan, dan sebagainya. Termasuk didalamnya peraturan larangan
penggunaan tenaga kerja dibawah usiakerja.
48

5. Pemerataan Pembayaran

Pemerataan pembayaran perusahaan yang dilakukan tiap perusahaan sangat


didasarkan pada persamaan hak dan persamaan pekerjaan. Misalnya, jangan
sampai terjadi ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengikat
yang membedakan pemberian pembayaran hanya karena ada perbedaan
seks. Seharusnya yang lebih ditekankan adalah sistem merit dari
pembayaran, bukan faktor lain.

6. Penyesuaian dan Strategi Kompensasi

Kebanyakan perusahaan memiliki strategi dan kebijakan kompensasi dimana


gaji dan upah dapat disesuaikan setiap waktu. Sebuah strategi umum adalah
memberi pekerja yang bukan anggota serikat pekerja gaji yang sama dengan
mereka yang menjadi anggota. Hal ini sering dilakukan untuk mencegah
terjadinya unionisasi lebih lanjut.

7. Tantangan Kompensasi Internasional

Globalisasi bisnis mempengaruhi manajemen kompensasi. Analisis


kompensasi harus memfokuskan tidak hanya pada aspek keadilan, tetapi juga
pada daya saing. Perusahaan –perusahaan yang mampu berkompetisi
secara global dapat memanfaatkan survei gaji lokal di negaranya yang
mungkin menjamin terdapatnya keadilan di pasar kerja.

8. Produktivitas dan Biaya

Dalam keadaan apa pun sebuah perusahaan memiliki komitmen untuk


memperoleh keuntungan usaha agar dapat tetap hidup. Tanpa keuntungan,
mereka tidak dapat memberikan daya tarik tersendiri yang cukup untuk para
investor untuk mempertahankan daya saing. Oleh karena itu, sebuah
perusahaan bisa jadi tidak mampu membayar karyawannya lebih besar
daripada kontribusi yang diberikan karyawan dalam bentuk produktivitas.

H. Metode Kompensasi

Metode kompensasi (balas jasa) dikenal dengan metode tunggal dan


metode jamak, Malayu S.P. Hasibuan (2006:123).

1. Metode Tunggal
49

Metode tunggal yaitu suatu metode yang dalam penetapan gaji pokok hanya
didasarkan atas ijazah akhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan.
Jadi, tingkat golongan dan gaji pokok seseorang hanya ditetapkan atas ijazah
terakhir yang dijadikan standarnya.
2. Metode Jamak
Metode jamak yaitu suatu metode yang dalam gaji pokok didasarkan atas
beberapa pertimbangan seperti ijazah, sifat pekerjaan, pendidikan informal,
bahkan hubungan keluarga ikut menentukan besarnya gaji pokok seseorang.
Jadi standar pokok gaji tidak ada, biasanya ini terdapat pada perusahaan-
perusahaan swasta yang didalamnya masih sering terdapat diskriminasi.
I. Sistem Pemberian Kompensasi

Jenis sistem imbalan bagaimana yang diperlukan bagi tenaga kerja?


Belum ditemukan jawaban yang pasti. Meskipun bagi perusahaan terutama
perusahaan besar, hal ini harus ditemukan jawabannya, karena efektivitas sistem
imbalan bergantung pada diagnosis yang baik mengenai keadaan setempat.

Siswanto Sastrohadiwiryo (2003:189) memberikan beberapa patokan


umum agar sistem kompensasi yang ditetapkan oleh perusahaan dapat berjalan
efektif. Patokan umum yang diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam praktek
sistem kompensasi, menurut Sisanto Sastrohadiwiryo meliputi :

1. Individualitas

Pada saat mendatang sistem kompensasi yang ideal adalah adanya


kontrak individual antara majikan dan tenaga kerja yang meliputi rencana
tunjangan, jam kerja, kaitan imbalan dengan kinerja, dan seterusnya. Dewasa
ini, hal demikian sering dilakukan manajer puncak dari luar tetapi sudah tidak
bisa dipraktekan pada berbagai kondisi. Akan tetapi perlu ditemukan jalan
tengah antara kontrak individual dan sistem imbalan yang membayar setiap
tenaga kerja dengan cara yang sama. Suatu pendekatan yang dipandang
paling menguntungkan adalah mengkombinasikan tunjangan yang elastis
dengan kenaikan sejumlah uang tunai. Kedua pendekatan tersebut dapat
memberikan pilihan yang sangat luas kepada individu tenaga kerja.
50

2. Proses Keputusan terbuka

Banyak tenaga kerja saat ini yang diberikan kesempatan lebih banyak
untuk memberikan masukan pada keputusan dan diberi informasi lebih
banyak mengenai sifat keputusan tersebut. Namun demikian, untuk
memenuhi harapan yang mengikat tenaga kerja dari pihak pemerintah
terhadap perusahaan untuk mengadakan keputusan sistem imbalan,
perusahaan perlu mengambil keputusan sistem imbalan, perusahaan perlu
mengambil keputusan kompensasi secara terbuka, partisipatif, dan
memasukkan sistem yang memberi perlindungan hak.

3. Imbalan Berdasarkan Kinerja

Sistem imbalan dapat berperan dalam meningkatkan motivasi tenaga


kerja untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan produktivitas dalam
perusahaan, serta mengimbangi kekurangan dan keterlibatan komitmen yang
menjadi ciri angkatan kerja masa kini. Kuncinya adalah mengaitkan imbalan
dengan kinerja tenaga kerja.

4. Sistem Kepantasan yang Merata

Tenaga kerja tidak begitu saja menerima kompensasi yang tinggi,


tetapi tingkat upah seorang tenaga kerja ikut menentukan apakah tenaga
kerja tersebut berhak atas tunjangan khusus atau tidak. Pada perusahaan
besar terdapat tingkatan yang berbeda-beda dalam menetapkan sistem
imbalan. Pengaruh langsung yang terlihat adalah perusahaan terbagi-bagi
dalam beberapa lapisan berdasarkan jenis imbalan yang diterima tenaga
kerja. Hal ini agak bertentangan dengan keinginan tenaga kerja agar
perusahaan lebih partisipatif dan punya perhatian terhadap keadilan sosial
tenaga kerja.

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006:123) sistem pembayaran


kompensasi yang umum diterapkan adalah :

a. Sistem Waktu

Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji/upah) ditetapkan


berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Administrasi
51

pengupahan sistem waktu relatif mudah serta dapat diterapkan kepada


karyawan tetap maupun pekerja harian. Sistem waktu biasanya
ditetapkan jika prestasi kerja sulit diukur per unitnya dan bagi karyawan
tetap kompensasinya dibayar atas system waktu secara periodic setiap
bulannya. Besar kompensasi sistem waktu hanya didasarkan kepada
lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada prestasi kerjanya. Kebaikan
sistem waktu ialah administrasi pengupahan mudah dan besarnya
kompensasi yang akan dibayarkan tetap. Kelemahan sistem waktu ialah
pekerja yang malas pun kompensasinya tetap dibayar sebesar perjanjian.

b. Sistem Hasil (output)

Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi ditetapkan atas


kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan
kilogram. Dalam sistem hasil besarnya kompensasi yang dibayar selalu
didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada
lamanya waktu mengerjakannya. Sistem hasil ini dapat diterapkan
kepada karyawan tetap (sistem waktu) dan jenis pekerjaan yang tidak
mempunyai standar fisik, seperti bagi karyawan administrasi. Kebaikan
sistem hasil memberikan kesempatan kepada karyawan yang bekerja
bersungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas jasa
yang lebih besar, jadi prinsip keadilan betul-betul diterapkan. Kelemahan
sistem hasil ialah kualitas barang yang dihasilkan kurang sesuai dan
karyawan yang kurang mampu balas jasanya kecil, sehingga kurang
manusiawi.

c. Sistem Borongan

Sistem borongan ialah suata sistem pengupahan yang penetapan


besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama
pekerjaannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan sistem
borongan cukup rumit, lama mengerjakannya, serta banyak alat yang
diperlukan untuk menyelesaikannya. Jadi, dalam sistem borongan
pekerja bias mendapatkan balas jasa besar atau kecil, tergantung atas
kecermatan kalkulasi mereka.

Anda mungkin juga menyukai