Anda di halaman 1dari 1

RANGKUMAN INVESTMENT LAW

Gloria Angeline (13501910028) - IBL 5A

Pada sesi perkuliahan hari ini, tanggal 15 Desember 2021, untuk mata kuliah Investment Law kami
berkesempatan untuk bertemu dengan Bapak Royhan Nevy Wahab, S.H., LL.M. sebagai Guest Lecture
kami. Adapun topik yang dibawakan oleh Bapak Royhan adalah terkait Trade Related Investment
Measures Agreement (TRIMS Agreement). Beliau memulai sesi dengan memberikan pemaparan bahwa
substansi-substansi yang masuk dalam TRIMS adalah bentuk penegasan ulang dari ketentuan yang juga
terdapat dalam Pasal 3 GATT 1947 khususnya mengenai perdagangan barang. Melanjuti hal tersebut,
Beliau juga sempat membahas Marrakesh Agreements yang merupakan bagian dari TRIMS itu sendiri
yang mana isinya juga meliputi 4 annexes, seperti annex 1 yang membahas mengenai penjualan dan
pembelian, annex 2 berisikan tentang penyelesaian sengketa, annex 3 berisikan trade policy mechanism.
Ketiga annex ini merupakan lampiran-lampiran yang termasuk dalam ketentuan-ketentuan yang
diratifikasi oleh banyak negara sesuai dengan prinsip “single undertaking”, sehingga dapat dipahami
bahwa annex ke-empat yang sifatnya adalah perjanjian pluralis tidak mengikat bagi seluruh negara. Lebih
lanjut, Beliau juga menjelaskan mengenai latar belakang perjanjian investasi dalam perdagangan
internasional yang dimulai pada tahun 1948 yaitu Havana Charter, selanjutnya pada tahun 1955
dikembangkan menjadi Resolution on International Investment for Economic Development, dan pada
tahun 1984 dikenal yang namanya FIRA Panel yang merupakan perjanjian internasional Kanada yang
meliputi kewajiban investor asing untuk mendapatkan perizinan untuk melakukan investasi, hal ini
tentunya menimbulkan sengketa dengan para investor, dan akhirnya berangkat dari isu tersebut dibuatlah
suatu panel untuk menyelesaikan sengketa antar para investor. Akhirnya pada tahun 1986-1994, selama 6
tahun Uruguay Round dibuat sebagai suatu forum untuk merundingkan masalah-masalah terkait polarisasi
negara maju dan berkembang agar terdapat keseimbangan open market access dan perkembangan
masyarakat. Adapun kesepakatan yang ditimbulkan setelah Uruguay Round ini, yaitu mengenai prinsip
non-diskriminasi serta kesepakatan mengenai pembatasan ekspor dan impor (trade restriction). Inilah
yang melatarbelakangi perjanjian TRIMS yang kita kenal pada saat ini. Adapun Beliau selanjutnya
menjelaskan tujuan dari pembentukan ketentuan dasar TRIMS ini yang diperuntukkan untuk
meliberalisasi perdagangan global termasuk perdagangan barang dan jasa. Pertama yakni mengenai
sistematika dasar, kewajiban-kewajiban dan norma penting lainnya, yang meliputi objektif dari TRIMS
itu sendiri dan bagaimana perjanjian tersebut dapat memfasilitasi aspek kepentingan nasional terutama
mengenai pembatasan kuantitatif dan prinsip non diskriminasi yang sudah disepakati oleh banyak negara.
Namun demikian, ternyata norma-norma yang diatur TRIMS masih mengandung banyak kelemahan,
sehingga sejatinya perlu perubahan maupun amandemen terkait ketentuan yang terdapat dalam TRIMS.
Hal ini juga dikuatkan dengan alasan adanya gugatan 1998 terkait sengketa mobil nasional, yang mana
Indonesia memiliki pengalaman lumayan buruk dan gelap terkait TRIMS pada kasus PT Timor Putra
Nasional. Ternyata hal ini merupakan suatu eye opener terhadap negara-negara lain bahwa ketentuan
TRIMS masih banyak sekali yang perlu diubah dan masih banyak sekali kelemahan apalagi terkait
perjanjian investasi yang seharusnya balance atau seimbang, terutama antara negara maju dan
berkembang, karena masih banyak sekali hal-hal dalam TRIMS yang merupakan transposisi dari GATT,
sehingga masih banyak sekali penetapan norma dalam TRIMS yang masih belum menagkomodir
kepentingan negara berkembang sampai saat ini. Maka dari itu pada penutup sesi Guest Lecture hari ini,
Beliau mengharapkan agar TRIMS dapat lebih mengakomodir keseimbangan antara negara maju dan juga
berkembang.

Anda mungkin juga menyukai