Anda di halaman 1dari 39

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM KOROSI

ANDI RIDZKY WIDARTO


1906356424
KELOMPOK 20

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
DESEMBER 2021
UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI
LAPORAN AKHIR

MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI

ANDI RIDZKY WIDARTO


1906356424
KELOMPOK 20

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
DESEMBER 2021

1
2

MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI
1.1 Data Praktikum
Data Kelompok 20: Dipukul

Data Kelompok 19: Ditarik

Data Kelompok 18: Tanpa perlakuan

2
3

1.2 Analisis
1.2.1 Prosedur Kerja
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh gaya tarik dan tekan atau gaya
yang digerakkan oleh gaya pada laju korosi bahan selama retak korosi tegangan
(SCC). Alat yang digunakan dalam mata kuliah ini adalah 3 paku, 2 cawan Petri,
gelas ukur, pipet, timbangan digital dan pengaduk magnet. Bahan yang digunakan
dalam praktikum adalah K3 [Fe(CN) 6] 0,1 M hingga 1,65 g/10 ml, indikator PP
hingga 2 ml, KNO3 hingga 3 g dan agar hingga 1 g.
Langkah pertama dari tahap ini adalah menimbang 1,65 g K3 [Fe(CN) 6]
kemudian dituangkan ke dalam gelas kimia kosong dan dituangkan 10 ml air suling
ke dalam gelas kimia. Kemudian ditimbang 5 g kalium nitrat dan ditambahkan 1 g
bubuk agar-agar dan campuran tersebut kemudian dipindahkan ke dalam gelas kimia
yang berisi aquadest. Setelah dimasukkan ke dalam gelas kimia, tambahkan 10 tetes
indikator PP ke dalam larutan. Kemudian masak dengan magnetic stirrer di atas
kompor listrik selama 20 menit hingga mendidih. Larutan kemudian dituangkan ke
dalam cawan petri yang berisi paku dan kuku dicelupkan ke dalam larutan yang sudah
disiapkan. Setelah langkahlangkah tersebut dilakukan, amati hasil yang terjadi.

1.2.2 Pengaruh Gaya Pukul atau Tekan pada Korosi


Setelah dilakukan mekanisme percobaan, maka diamati ketiga specimen output
praktikum. Pada gambar grup 20, bisa terlihat bahwa paku yg dikenakan gaya pukul
atau tekan & ditempatkan dalam sebuah larutan misalnya dalam mekanisme ternyata
nir mengalami perpatahan. Persitiwa tadi terjadi lantaran dalam waktu diberikan gaya
tekan akan menghilangkan residual tertekan dalam material uji. Gaya tekan yg
diberikan akan menutup cracking yg terdapat sebagai akibatnya nir menyebabkan
cracking yg berkelanjutan. SCC bisa dicegah menggunakan menggunakan
shotpeening dalam material, dimana proses tadi pula mengaplikasikan gaya tekan.
Akibat diberikannya gaya tekan, maka kondisi terjadinya SCC akan hilang misalnya
berkurangnya tensile tertekan, faktor lingkungan, & paduan dalam material.
Fungsi larutan K3 [Fe(CN)6] adalah untuk mendeteksi keberadaan ion Fe+. Ini
menunjukkan apakah material tersebut telah terkorosi. Warna merah yang terlihat
pada foto menunjukkan PP yang menunjukkan adanya OH pada kuku. Adanya OH

3
4

dalam larutan menunjukkan proses oksidasi kuku. Kuku yang dikompresi secara
signifikan berwarna lebih merah daripada kuku yang tidak dirawat. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa reaksi oksidatif lebih banyak terjadi pada kuku tekan.

1.2.3 Pengaruh Gaya Tarik pada Korosi


Jika kita melihat foto-foto di Grup 19, Anda dapat melihat bahwa paku yang
terkorosi oleh beban tarik bengkok atau patah. Ini sangat berbeda dengan kasus di
mana material pecah atau SCC terjadi ketika gaya tekan diterapkan. Gaya tarik adalah
salah satu kondisi di mana SCC terjadi dengan lingkungan korosif dan paduan
material korosif. Hal ini disebabkan oleh perambatan retak yang lebih cepat dari
material yang retak ketika gaya tarik diterapkan.
Tegangan yang diberikan menyebabkan deformasi permukaan, meningkatkan
energi permukaan, dan larutan korosif memfasilitasi penerapan lapisan pada
material. Interaksi antara tegangan dan korosi juga mengurangi sifat mekanik
material. Stres berperan dalam patahnya lapisan pasivasi dan inisiasi deformasi
mikroplastik pada batas butir, yang tentunya berkaitan dengan inisiasi dan
penyebaran SCC.
SCC juga dapat disebabkan oleh beban statis di bawah titik luluh material.
Tegangan tarik pada SCC dapat dihasilkan dari tegangan yang diterapkan, tegangan
sisa, dan tegangan termal. SCC juga dapat terjadi pada atau di dalam grain.

1.2.3 Korosi Tanpa Diberikan Gaya


Jika Anda melihat foto-foto di Grup 18, Anda dapat melihat bahwa kuku yang tidak
dirawat tidak patah. Kejadian ini terjadi karena salah satu kondisi pembangkitan
SCC, yaitu kondisi dimana tegangan tarik ada pada material, tidak terpenuhi.
Pengamatan serupa dengan bahan yang hanya terkena tegangan tekan. Namun,
perbedaannya adalah bahwa bahan bebas tegangan di sekitar kuku tidak berubah
lebih merah dari pada kuku tekan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa peristiwa
korosi yang terjadi pada kuku yang tidak dirawat lebih sedikit daripada yang terjadi
pada bahan yang terkena gaya tekan.

4
5

1.3 Kesimpulan
SCC dapat terjadi ketika kondisi untuk itu terjadi terpenuhi. SCC lebih mungkin terjadi
pada material yang mengalami tarik. Dibandingkan dengan bahan yang tekan dan tidak
dirawat, gaya tekan menimbulkan korosi lebih dari logam ketika tidak ada gaya yang
diterapkan. Lebih banyak warna merah terlihat pada bahan tekan daripada pada logam
yang tidak diberi perlakuan, menunjukkan adanya daerah pereduksi di daerah OH atau
anoda.

1.4 Saran
• Data tentang gaya yang diterapkan pada material dapat diberikan untuk
mengetahui tegangan minimum yang diperlukan agar tegangan terjadi.

1.5 Referensi

D. A. Jones, Principles and prevention of corrosion. Upper Saddle River: Prentice


Hall, 1996.

Mahmoodian. L. Li. M., Li. C. Q., (2018). Effect of Corrosion on Mechanical


Properties of Steel Bridge Elements. maintenance, Safety, Risk, Management and
Life-Cycle Performance of Bridges.

Tyzack, C. (1983). A theory of stress corrosion. International Journal of Pressure


Vessels and Piping, 12(3), 141–166. https://doi.org/10.1016/0308-
0161(83)90070-4.

5
UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI
LAPORAN AKHIR

MODUL II
KINETIKA KOROSI

ANDI RIDZKY WIDARTO


1906356424
KELOMPOK 20

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
DESEMBER 2021

6
7

2.1 Weight Loss


2.1.1 Data Praktikum
Larutan : HCl 1 M (150 ml) + Inhibitor
Logam : Fe
Analisis : 1. Prosedur Kerja 2. Weight Loss 3. Efisiensi Inhibitor

Kelo Larut Loga Inhib Berat Berat Wakt Weig Corr Efisie CR
mpok an m itor Awal Akhi u ht osion nsi Inhibite
(ml) (gra r (jam) loss Rate Inhibit d
m) (gra nya Unin or
m) hibite
d

17 HCL Fe 0 13.17 12.92 24 0.242 737.7 0.00% 737.734


1M 14 86 Jam 8 3491 9163
63

18 HCL Fe 2 13.49 13.34 24 0.146 443.9 39.83 737.734


1M 12 51 Jam 1 1709 % 9163
75

19 HCL Fe 4 11.58 11.49 24 0.086 262.2 64.46 737.734


1M 33 70 Jam 3 1797 % 9163
07

20 HCL Fe 6 8.915 8.892 24 0.022 69.58 90.57 737.734


1M 5 6 jam 9 0434 % 9163
86

Tabel 1. Perhitungan kalibrasi weight loss sampel Fe dengan adanya inhibitor

2.1.2 Perhitungan Laju Korosi & Efisiensi Inhibitor


Perhitungan laju korosi dapat menggunakan rumus sebagai berikut,
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
8

Selanjutnya, perhitungan efisiensi inhibitor dapat menggunakan rumus sebagai


berikut,
Inhibitor Efficiency (%) = ((CR uninhibited-CR inhibited))/(CR uninhibited) x
100%
Keterangan:
CR : laju korosi (mpy)
W : weight loss (gram)
D : density (gram/cm3); 7,86 g/cm3
A : area (Inch2); 0.93 Inch2
T : waktu (jam)
Perhitungan Kelompok
● Kelompok 17 (0 mL inhibitor)
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
CR (mpy) = (534 x 0.2428)/(7.86 x 0.93 x 24)
CR (mpy) = 737.7349163 mpy

Inhibitor Efficiency (%) = ((CR uninhibited-CR inhibited))/(CR uninhibited) x 100%


Inhibitor Efficiency (%) = ((737.7349163-737.7349163))/(737.7349163) x 100%
Inhibitor Efficiency (%) = 0%

● Kelompok 18 (2 mL inhibitor)
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
CR (mpy) = (534 x 0.1461)/(7.86 x 0.93 x 24)
CR (mpy) = 443.9170975 mpy

Inhibitor Efficiency (%) = ((CR uninhibited-CR inhibited))/(CR uninhibited) x 100%


Inhibitor Efficiency (%) = ((737.7349163-443.9170975))/(737.7349163) x 100%
Inhibitor Efficiency (%) = 39.83%

● Kelompok 19 (4 mL inhibitor)
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
CR (mpy) = (534 x 0.0863)/(7.86 x 0.93 x 24)
9

CR (mpy) = 262.2179707 mpy

Inhibitor Efficiency (%) = ((CR uninhibited-CR inhibited))/(CR uninhibited) x 100%


Inhibitor Efficiency (%) = ((737.7349163-262.2179707))/(737.7349163) x 100%
Inhibitor Efficiency (%) = 64.46%

● Kelompok 20 (6 mL inhibitor)
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
CR (mpy) = (534 x 0.0229)/(7.86 x 0.93 x 24)
CR (mpy) = 69.58043486 mpy

Inhibitor Efficiency (%) = ((CR uninhibited-CR inhibited))/(CR uninhibited) x 100%


Inhibitor Efficiency (%) = ((737.7349163-69.58043486))/(737.7349163) x 100%
Inhibitor Efficiency (%) = 90.57%

2.1.3 Analisis
2.1.3.1 Prosedur
Langkah utama dalam praktikum ini adalah merendam logam Fe dalam
larutan HCL dan mengamati laju korosi dengan mengukur kehilangan berat
yang terjadi pada logam tersebut. Waktu digunakan sebagai variabel tetap dan
jumlah inhibitor digunakan sebagai variabel bebas. Alat dan bahan praktikum
ini antara lain amplas grit 50 dan 120, sample, pipet, air dryer, cawan petri,
beaker and lids, HCL, aquades, bristle brush, manicure, acetone, apple cider
vinegar/inhibitors, dan abrasive. .
Langkah utama dalam praktikum ini adalah merendam logam Fe dalam larutan
HCL dan mengamati laju korosi dengan mengukur kehilangan berat yang
terjadi pada logam tersebut. Waktu digunakan sebagai variabel tetap dan
jumlah inhibitor digunakan sebagai variabel bebas. Alat dan bahan praktikum
ini antara lain amplas grit 50 dan 120, sample, pipet, air dryer, cawan petri,
beaker and lids, HCL, aquades, bristle brush, manicure, acetone, apple cider
vinegar/inhibitors, dan abrasive. .
10

2.1.3.2 Weight Loss


Nilai weight loss diperoleh dengan mengurangkan berat awal dari berat akhir
sampel. Data weight loss dapat digunakan untuk memprediksi laju korosi yang
akan terjadi pada material. Semakin besar kehilangan berat, semakin tinggi laju
korosi. Logam dengan jumlah inhibitor tertinggi, seperti Grup 20, memiliki
kehilangan berat terendah karena kehadiran inhibitor menghambat laju korosi.
Untuk logam yang tidak mengandung inhibitor, seperti Grup 17, tidak ada
inhibitor untuk mengontrol laju korosi, sehingga kehilangan berat maksimum
dalam sampel.

2.1.3.3 Efisiensi Inhibitor


Efektivitas inhibitor ditunjukkan dengan membandingkan laju korosi yang
ditekan dengan laju korosi yang tidak ditekan. Semakin banyak inhibitor yang
ditambahkan, semakin efektif inhibitor tersebut. Kelompok 20 dengan inhibitor
6 ml mencapai efisiensi inhibitor 90,57%, sedangkan Kelompok 17 dengan
inhibitor 0 ml mencapai efisiensi inhibitor 0% karena tidak ada perbedaan laju
korosi.

2.1.4 Kesimpulan
• Inhibitor dapat mempengaruhi penurunan berat badan karena
memperlambat laju korosi
• Menambahkan inhibitor lebih lanjut dapat mengurangi laju korosi dan,
sebagai hasilnya, mengurangi kehilangan berat logam.

2.1.5 Saran
• Proses dalam menimbang dapat lebih hati-hati. Menerapkan nail polish
juga dapat mempengaruhi berat awal.
• Menggunakan sampel dengan bobot yang sama memudahkan
penghitungan dan membuat perbandingan yang dihasilkan lebih jelas.
11

2.1.6 Referensi
Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2021, Departemen Teknik
Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.
Ahmad, Z. (2006). Principles of Corrosion Engineering and Corrosion
Control. Amsterdam: Elsevier.
Jones, Denny A. (1996). Principles and Prevention of Corrosion. USA:
Prentice Hall.
12

2.1 Linear Polarization


2.2.1 Data praktikum

Percobaan linear polarization sama-sama dilakukan dengan pada working


electrode Fe, auxiliary electrode yaitu Pt, dan reference electrode yaitu
Ag/AgCl

Gambar Grafik linear polarization kelompok 18


13

Gambar Grafik linear polarization kelompok 19

Gambar Grafik linear polarization kelompok 20


2.2.2 Analisis
2.2.2.1 Grafik

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami secara


elektrokimia fenomena dan perilaku logam atau paduan dalam
lingkungan tertentu, dan laju korosi, seperti yang ditunjukkan oleh
kurva polarisasi linier dari diagram kerapatan tegangan-arus (E vs. i).
dilakukan. Keputusan. Arus (A) dan nilai potensial (V) diplot pada
kurva polarisasi. Ini berarti Anda mengetahui nilai untuk Ecorr dan
14

icorr. Pada foto di atas, kita dapat melihat kurva polarisasi linier grup
20 dan perbandingan grup 18 dan 19. Pada percobaan polarisasi linier,
hal yang sama dilakukan dengan menggunakan 1 larutan MHNO3
pada elektroda kerja, elektroda bantu, dan elektroda referensi yang
sama. Variabel turunan diberikan untuk jarak RE dan WE (2 mm, 4
mm, dan 6 mm). Kemudian jalankan pengujian dengan
menghubungkan ke perangkat lunak Nova Autolab untuk
menghasilkan kurva polarisasi linier atau diagram Evans. Pada kurva
tersebut diperoleh nilai E sebesar -875,010 mV dan i sebesar 9,6015
corr corr

μA/cm pada kelompok 19, nilai E sebesar -617.600 mV dan i


2
corr corr

sebesar 13.5990 μA/cm pada kelompok 20, dan nilai E sebesar -


2
corr

433,870 mV dan i corr sebesar 457,910 μA/cm pada kelompok 18.


2

Masing-masing kurva, menunjukkan titik temu antara garis anodik


dan katodik. Titik temu tersebut ialah titik E dan i dimana logam
corr corr

akan aktif dan memulai terjadinya korosi antara logam dengan


lingkungan. Garis yang mengarah ke potensial negatif disebut
polarisasi katodik dan garis yang mengarah ke potensial positif
disebut polarisasi anodik. Garis potong ini dihasilkan pada titik yang
berbeda akibat jarak RE dan WE yang divariasikan.

2.2.2.2 Laju Korosi

Logam yang diserang oleh lingkungan oleh reaksi elektrokimia dapat


diukur dengan menghitung kehilangan berat dari waktu ke waktu,
yang disebut laju korosi. Laju korosi pada perpotongan garis
polarisasi anodik dan katoda logam ditentukan oleh kurva polarisasi
linier. Laju korosi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,
konsentrasi oksigen, pH, ketahanan larutan spesifik, dan ketahanan
tanah.

Laju korosi pada masing-masing kelompok uji 18, 19, dan 20


memberikan hasil yang berbeda. Hal ini terjadi karena jarak RE dan
WE merupakan variabel variabel. Hal ini menyebabkan polarisasi
15

resistansi, yang nilainya sebanding dengan jarak antara RE dan WE.


Oleh karena itu, jarak yang jauh antara RE dan WE meningkatkan
ketahanan polarisasi dan memperlambat laju korosi sistem.
Sebaliknya, jika jarak antara RE dan WE kecil, resistansi polarisasi
akan kecil dan laju korosi sistem akan tinggi. Akan tetapi, dari hasil
percobaan yang dilakukan, adanya perbedaan representasi antara
literatur dengan data hasil percobaan. Seharusnya semakin besar jarak
RE dan WE maka polarisasi tahanan akan semakin besar sehingga laju
korosi-nya rendah. Dengan laju korosi paling tinggi dari data
percobaan kelompok 19 (2 mm) > kelompok 20 (4 mm) > kelompok
18 (6 mm). Adanya kesalahan representasi diakibatkan pada saat
pengolahan data, ketidaktelitian praktikan, dan adanya pengotor pada
logam uji.

2.2.2.3 Pengaruh Jarak RE dan WE


Seperti dijelaskan dalam Deskripsi Laju Korosi, jarak yang lebih
besar antara RE dan WE menghasilkan polarisasi resistansi yang
lebih besar, menghasilkan laju korosi yang lebih rendah dan
sebaliknya. Pada kelompok eksperimen 19, ketika jarak antara
elektroda referensi (RE) dan elektroda kerja (WE) adalah 2 mm,
nilai
Ecorr adalah 875,010 mV dan icorr adalah 9,6015 A/cm 2. Menurut
literatur, semakin tinggi nilai icorr, semakin cepat laju korosi. Hal ini
dikarenakan jarak antara RE dan WE sangat kecil sehingga
hambatan atau polarisasi dari hambatan tersebut kecil, sehingga laju
korosi lebih cepat dibandingkan dengan jarak 4 mm dan 6 mm.
Namun, penyajian antara kelompok uji 19 berbeda dengan literatur.

Pada hasil percobaan Kelompok 20 didapatkan nilai Ecorr sebesar


433.870 mV, Icorr 457.910 A/cm2, dan jarak antara WE dan RE
sebesar 4 mm. Terdapat perbedaan antara literatur dan representasi
Kelompok Eksperimen 19 karena jaraknya lebih lebar dari
16

Eksperimen 19 dan sesuai dengan literatur. Jarak antara WE dan RE


dilaporkan memiliki ketahanan disolusi yang jauh lebih tinggi dan laju
korosi yang lebih tinggi. Itu akan ditekan dan nilainya akan kurang
dari kelompok ke-19.
Pada hasil percobaan Kelompok 18 didapatkan nilai Ecorr sebesar
0,5987 mV, icorr sebesar 23,9010 A/cm2, dan jarak antara WE dengan
RE sebesar 6 mm. Jaraknya lebih lebar dari kelompok uji 19 dan 20
dan sesuai dengan literatur, sehingga terdapat perbedaan
representasi literatur dan eksperimen. Kelompok uji 18 dilaporkan
memiliki laju korosi yang lebih lambat daripada kelompok uji 19 dan
20. Kesalahan ini dapat terjadi karena pemrosesan data,
ketidakakuratan aktual, dan adanya pengotor dalam logam uji.

2.2.3 Kesimpulan
• Pada kurva polarisasi linier, laju korosi dapat ditentukan oleh perpotongan garis
polarisasi katoda lingkungan dan polarisasi anodik logam.
• Pada kurva polarisasi linier, laju korosi dapat ditentukan oleh perpotongan garis
polarisasi katoda lingkungan dan polarisasi anodik logam.
• Jika jarak antara RE dan WE besar, resistansi akan lebih terpolarisasi dan laju
korosi akan lebih lambat.
• Semakin kecil jarak antara RE dan WE, semakin rendah polarisasi resistor dan
semakin tinggi laju korosi.

2.2.4 Saran

Pemrosesan data dapat dilakukan lebih tepat sesuai dengan perbedaan representasi
antara jarak RE dan WE dengan laju korosi

2.2.5 Referensi
Ahmad, Z. (2010). Principles of corrosion engineering and corrosion control.
Amsterdam: Elsevier/Butterworth-Heinemann.
Corrosion potential. PalmSens. (2021, August 31). Retrieved December 3, 2021.
17

Jones, D. (1996). Principles and prevention of corrosion. 2nd ed. Upper Saddle River,
NJ: Prentice Hall.

2.2 Pasivitas
2.3.1 Data praktikum

Kelompok Larutan Working Auxiliary Refrence


Electrode Electrode Electrode

19 Al
NaCl 3% Pt Ag/AgCl
20 SS

2.3.2 Analisis
2.3.2.1 Grafik

Kurva Pasivasi Logam Aluminium (Kelompok 19)


18

Kurva Pasivasi Stainless Steel (Kelompok 20)

Uji pasivasi ini dilakukan untuk mengamati fenomena pasivasi yang


menyebabkan logam membentuk lapisan pasivasi dari oksidanya. Hal ini
bertujuan untuk melindungi logam dari korosi akibat pengaruh lingkungan. Alat
dan bahan yang digunakan adalah 350 ml larutan NaCl 3%, elektroda kerja
berupa aluminium atau SS, elektroda bantu berupa platina, dan elektroda
referensi berupa Ag/AgCl. Logam yang diamati pada pasivasi ini adalah
aluminium dan stainless steel jika dilihat pada diagram polarisasi logam. Dalam
grafik yang dihasilkan dalam percobaan ini, menerima beberapa poin kunci:
rapat arus kritis (icrit), potensial pasif primer (Epp), rapat arus pasif (ipass), dan
E transpasif.

2.3.2.2 Perilaku logam Al/SS

Diagram Pourbaix Aluminium


19

Diagram Pourbaix SS
Menurut literatur yang tersedia, aluminium dan stainless steel cenderung
membentuk lapisan pasif. Namun tentunya ada perbedaan untuk masing-masing
logam, tergantung dari sifat dan kondisi itu sendiri. Pembentukan lapisan
pasivasi ini dapat diprediksi dengan menggunakan diagram Pourbaix.
Pada diagram Pourbaix di atas, kita dapat melihat bahwa logam aluminium
berperilaku pasif pada nilai pH 4-8. Hal ini menunjukkan bahwa logam Al
membentuk lapisan pasif yang netral. Selain itu, logam Al juga memiliki
kemampuan untuk membentuk lapisan pasivasi (Al2O3.3H2O). Ini lebih cepat
dari baja tahan karat, yang memiliki potensi sekitar 2 V. Logam aluminium juga
memiliki efek pasif alami yang tidak memerlukan penambahan. Dari unsur-
unsur yang pasif membuat logam atau membentuk lapisan pasif. Hal ini dapat
terjadi karena aluminium oksida (Al2O3) melindungi aluminium di bawah
lapisan dari kontak langsung dengan lingkungan korosif.
Di sisi lain, baja tahan karat menunjukkan perilaku pasif karena adanya
elemen tambahan seperti Cr, Ni, dan Mn yang memiliki afinitas tinggi terhadap
oksigen. Dalam diagram Pourbaix, baja tahan karat membentuk lapisan pasivasi
pada nilai pH asam sekitar pH 211 dengan beda potensial sekitar 9 V. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pasivasi terjadi di lingkungan
asam dan pasivasi tidak terjadi secara spontan.

2.3.2.3 Pasivitas pada logam berbeda


Ada beberapa logam lain yang cenderung membentuk lapisan pasivasi,
seperti nikel (Ni), timbal (Pb), dan krom (Cr). Dalam lingkungan dengan nilai
20

pH sekitar 8,5-14, lapisan pasivasi (Ni (OH) 2) terbentuk pada logam nikel. Di
sisi lain, ketika dibiarkan di udara, lapisan pasivasi terbentuk pada kromium,
yang dipasifkan oleh oksidasi untuk membentuk lapisan permukaan tipis
pelindung.

Diagram Pourbaix Cr

Diagram Pourbaix Ni

2.3.3 Kesimpulan
1. Lapisan pasif adalah lapisan oksidasi tipis yang terbentuk pada permukaan
logam jika mengalami kontak dengan oksigen.
2. Lapisan pasif dapat berfungsi untuk menghambat laju korosi.
3. Laju pembentukan lapisan pasif pada aluminium lebih cepat dibanding
dengan stainless steel.
4. Diagram pourbaix dapat digunakan untuk memberikan gambaran kondisi
lingkungan seperti apa yang akan mempengaruhi terjadinya pasivasi.
5. Setiap logam memiliki rentang kemampuan pasivasi yang berbeda dan pada
lingkungan yang berbeda pula.
21

2.3.4 Saran
1. Menambahkan sampel logam yang tidak dapat membentuk lapisan pasif
2. Menambahkan variasi konsentrasi larutan untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap pembentukan lapisan pasif

2.3.5 Referensi
Ahmad, Z. (2006). Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control.
Amsterdam : Elsevier.
Kelompok 20 Praktikum Korosi, Buku Dasar Teori. DTMM FTUI. Depok, 2021.

2.3 Cyclic Potentiodynamic Polarization


22

2.4.1 Data Praktikum

Larutan Working Electrode Auxiliary Electrode Reference Electrode

H2SO4 1M SS Pt Ag/AgCl

2.4.2 Analisis
2.4.2.1 Grafik

Gambar di atas adalah diagram daerah loop histeresis dari kurva CPDP.
Semakin besar daerah loop histeresis yang terbentuk, semakin sulit
bagi logam untuk membentuk lapisan pasivasi. Hal ini mempengaruhi
peningkatan laju korosi logam. Gambar ini menunjukkan bahwa luas
lingkaran sempit atau cukup kecil. Ini berarti bahwa bahan uji tidak
terlalu sulit untuk membentuk lapisan pasivasi, sangat tahan terhadap
korosi pitting, dan kurang rentan terhadap korosi pitting.

2.4.2.2 Pengaruh Larutan


Larutan yang digunakan adalah ion H2SO4 dan SO42 yang merupakan
ion agresif yang dapat merusak lapisan pasivasi logam dan
menyebabkan korosi pitting. Lapisan pasivasi yang rusak dapat
mengalami remodeling atau perbaikan film pasivasi. Hasil grafik CPDP
menunjukkan bahwa area loop histeresis tidak terlalu besar >> waktu
yang dibutuhkan untuk perbaikan singkat >> memiliki ketahanan korosi
pitting yang sangat baik.
23

2.4.3 Kesimpulan
• CPDP adalah metode polarisasi yang digunakan untuk mengamati korosi
lokal suatu material untuk memprediksi terjadinya korosi.
• Kurva CPDP memiliki loop histeresis yang dapat dipengaruhi oleh ukuran
perbedaan antara Epit dan Ep. Semakin besar jarak atau perbedaan antara
Epit dan Ep, semakin besar area loop histeresis. Ini berarti bahwa
kepekaan logam terhadap korosi lokal dan korosi pitting juga lebih
agresif.
• Ion sulfat dari larutan H2SO4 dapat merusak lapisan pasivasi sampel baja
tahan karat dan menyebabkan korosi lubang.
2.4.4 Saran
Melakukan perbandingan dengan larutan lain agar dapat melihat perbedaan
dari keagresifan ion di antara perbedaan larutan tersebut.

2.4.5 Referensi
Ahmad, Z. (2010). Principles of corrosion engineering and corrosion control.
Amsterdam: Elsevier/Butterworth-Heinemann.
Esmailzadeh, S., Aliofkhazraei, M., & Sarlak, H. (2018). Interpretation of
Cyclic Potentiodynamic Polarization Test Results for Study of
Corrosion Behavior of Metals: A Review. Protection of Metals and
Physical Chemistry of Surfaces, 54(5), 976–989. doi:
10.1134/s207020511805026x
Jones, D. A. (1996). Principles and prevention of corrosion. Upper Saddle
River, NJ: Prentice-Hall.
24

2.4 Electrochemical Impedance Spectroscopy


2.5.1 Data Praktikum

Kelom Larutan Inhibitor Working Auxiliary Reference Coating


pok (ml) Electrode Electrode Electrode

17 NaCl 3.5% 0 Fe Pt Ag/AgCl Iya

18 NaCl 3.5% 2 Fe Pt Ag/AgCl Iya

19 NaCl 3.5% 4 Fe Pt Ag/AgCl Tidak

20 NaCl 3.5% 6 Fe Pt Ag/AgCl Tidak

Grafik Kelompok 17
25

Grafik Kelompok 18

Grafik kelompok 19

Grafik Kelompok 20
26

2.5.2 Analisis
2.5.2.1 Grafik
Jika Anda melihat grafik 17 dan 18, Anda dapat melihat bahwa ada
grafik dengan pola yang sama, dan bahwa impedansi Z virtual pada sumbu
Y dan impedansi aktual pada sumbu X meningkat pesat pada waktu yang
sama. Kemudian berhenti di beberapa titik dan sumbu Y meningkat relatif
kuat dari sebelumnya. Sementara itu, berbeda dengan Gambar 19 dan 20,
impedansi imajiner Z dan impedansi nyata Z naik, dan pada titik tertentu
kurva naik (turun). ). Berdasarkan literatur, keempat gambar tersebut
seharusnya membentuk kurva Nyquist, yaitu kurva yang membentuk
setengah lingkaran pada sudut yang dibentuk oleh sumbu x kufa, yang
merupakan perbedaan fasa dari sumber listrik AC yang digunakan.
Perbedaan dari Bagan 17, 18, dan 19.20 kemungkinan besar disebabkan oleh
perbedaan keberadaan pelapis pada 17 dan 18, 19, dan 20, tetapi tidak ada.
Menambahkan inhibitor ke Gambar 17 dan 18 di bawah kondisi yang sama
harus membuat perbedaan pada gambar.
Berdasarkan literatur, nilai resistansi transfer muatan meningkat,
kapasitansi lapisan ganda menurun, dan semakin banyak inhibitor yang
diberikan. Selain itu, semakin tinggi nilai impedansi aktual untuk setiap
frekuensi dalam diagram Nyquist, semakin banyak inhibitor yang ada.
Semakin rendah nilai resistansi polarisasi, semakin tinggi laju korosi, dan
semakin tinggi resistansi polarisasi, semakin rendah laju korosi. Perbedaan
diagram yang dihasilkan dapat disebabkan oleh alat/bahan yang tidak tepat
digunakan untuk perakitan, kesalahan alur kerja, kurangnya variasi solusi
untuk kebingungan, dan sebagainya.

2.5.2.2 Pengaruh Sampel Coating dan Non Coating


Berdasarkan literatur, kurva semicircle/setengah lingkaran
mempresentasikan nilai tahanan transfer muatan (Rct). Semakin besar/lebar
diameter kurva semicircle yang dihasilkan maka semakin besar nilai tahanan
transfer muatan (Rct) pelapis yang berarti semakin rendah laju korosi pada
substrat. Jika dilihat pada grafik diatas, terlihat bahwa semicircle yang
27

terbentuk dan memiliki diameter paling besar adalah grafik 19 dan 20 yang
tidak menggunakan coatig. Tentu hal ini adalah salah, di samping grafik
tidak membentuk kurva Nyquist (kurva ½ lingkaran). Seharusnya grafik
yang terbentuk adalah ½ lingkaran dari keempatnya dan untuk grafik 17 dan
18 memiliki kecenderungan diameter yang relatif lebih lebar yang artinya
tahanan transfer muatan pelapis semakin rendah dan laju korosi semakin
rendah. Hal ini mungkin terjadi salah karena kesalahan praktikan dalam
melakukan prosedur kerja, peralatan yang rusak dan sebagainya.

2.5.3 Kesimpulan
• Spektroskopi impedansi elektrokimia disebut impedansi AC karena
mekanisme dari metode ini adalah mengukur impedansi sistem yang
membawa sinyal AC.
• Kurva setengah lingkaran mewakili nilai resistansi transfer muatan (Rct).
Semakin besar/lebar diameter kurva setengah lingkaran yang dihasilkan,
maka semakin tinggi nilai resistansi transfer muatan (Rct) lapisan tersebut.
H. Tingkat korosi papan akan rendah.
• Berdasarkan data percobaan, penggunaan coating untuk menghasilkan
kurva Nyquist sesuai dengan literatur, dan diameter kurva Nyquist sangat
lebar/besar, sehingga data untuk kelompok coating 17 dan 18 memiliki
laju korosi yang tinggi. paling rendah.

2.5.4 Saran
• Perhatikan semua peralatan sebelum melakukan ini
• Alat-alat yang digunakan sudah cukup tua dan kondisinya kurang baik dan
dapat diganti. • Tandai untuk mengubah solusi yang digunakan dalam
percobaan
• Berhati-hatilah dengan pengendalian diri saat melakukan proses kerja

2.5.5 Referensi
28

Aji, G. I. (2010). Analisa Lju Korosi Berdasarkan Perbandingan Hasil Kupon,


Corrotion modeling, dan Pengukuran Metal Loss Pada Sistem Perpipaan.
Lu, C., Mu, S., Du, J., Zhang, K., Guo, M., & Chen, L. (2020). Investigation on
the composition and corrosion resistance of cerium-based conversion
treatment by alkaline methods on aluminum alloy 6063. RSC
Advances, 10(60), 36654-36666.
Surakusumah, D. P., Rustandi, A., & Bangkit, R. B. J. (2014). Studi perbandingan
coating primer antara epoxy dengan alkyd serta topcoat antara
polyurethane dengan acrylic menggunakan metode electrochemical
impedance spectroscopy.
29
UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI
LAPORAN AKHIR

MODUL III
PROTEKSI KOROSI

ANDI RIDZKY WIDARTO


1906356424
KELOMPOK 20

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
DESEMBER 2021

29
30

MODUL III
PROTEKSI KOROSI
3.1 Anoda Korban
Tujuan: Mempelajari prinsip proteksi katodik menggunakan anoda korban
3.1.1 Data Praktikum
Kel. Berat awal (gr) Berat akhir (gr) Selisih berat (mg)
20 15.8483 14.5731 1275.2
18 13.6638 12.6174 1046.4
17 12.5372 11.8534 683.8

Luas
Panjang
Anoda Diameter Weight permukaan Rata-rata Potensial Waktu
Kel. Anoda Arus (A)
Korban Anoda Loss Anoda Arus (V) (menit)
(cm)
(cm2)
2.6 1.11 10
1 0.555 10
20 Al 20 3 1.2 1275.2 13.564 2.425
3.5 1.25 30
2.6 0.869 10
2.8 1.09 10
0.7 1.167 10
18 Al 18 3 1.2 1046.4 13.5648 2.2
2.5 1.153 30
2.8 1.167 10
2.6 1.11 10
1 0.555 10
17 Al 17 3.3 1.2 683.8 14.6952 2.425
3.5 1.25 30
2.6 0.869 10

3.1.2 Analisis
3.1.2.1 Prosedur
Tujuan dari percobaan anoda korban adalah untuk menentukan
dasar perlindungan korosi oleh anoda korban. Alat yang digunakan
adalah wadah, tripod, amplas, aerator, multitester, penyearah/power
supply, elektroda referensi Ag/AgCl, dan 6 kabel jumper. Bahan yang
digunakan dalam percobaan adalah aluminium sebagai anoda korban,
tiga pelat Cu, baja struktural, pendingin CuSO4, dan larutan air laut
(NaCl).
31

Percobaan dimulai dengan menuangkan air laut ke dalam wadah.


Kemudian ukur dimensi dan timbang massa awal anoda korban.
Selanjutnya, pelat Cu diproduksi, massa awal pelat Cu ditimbang, dan
baja struktural diproduksi dengan penggilingan dan pembersihan.
Setelah preparasi selesai, anoda korban Al ditempatkan pada elektroda
statis. Baja struktural kemudian ditempatkan dalam wadah yang berisi
larutan laut berair. Aerator dibangun ke dalam wadah yang berisi
larutan air laut untuk menghasilkan gelembung oksigen. Selain itu,
perlu dipasang tiga pelat Cu kemudian dimasukkan ke dalam larutan
coolometer agar pelat Cu tidak menyentuh permukaan. gelas kimia.
Langkah selanjutnya sambungkan semua rangkaian dengan kabel
jumper, sambungkan kutub () multitester ke anoda korban, kemudian
sambungkan kutub (+) multitester ke elektroda referensi Ag/AgCl, baja
struktural dan Cu. Masukkan ke dalam coolometer. Hubungkan kiri dan
kanan dengan jumper, sambungkan pelat Cu pusat ke anoda korban,
sambungkan tiang listrik () ke struktur baja, dan sambungkan kutub
daya (+) ke salah satu pelat Cu kiri atau kanan.
Setelah tersambung, arus dan tegangan akan keluar sesuai dengan
parameter yang ditentukan. Setelah percobaan, massa akhir anoda
korban ditimbang untuk mengetahui perbedaan berat sebelum dan
sesudah percobaan.
3.1.2.2 Pengaruh Luas Permukaan

Kelompok Luas permukaan anoda Weight loss (mg)


(cm2)
20 13.564 1257.2
18 13.5648 1046.4
17 14.6952 683.8

Untuk melakukan analisis pengaruh luas permukaan, dapat


dilakukan rujukkan pada rumus laju korosi sebagai berikut:
32

𝐾𝑥𝑊
𝑟 =
𝐴𝑥𝑇𝑥𝐿
Dimana:
r : laju korosi
T : waktu kontak atau lama pengujian (jam)
W : weight loss (gr)
A : luas permukaan total (cm2)
K : konstanta laju korosi, 8.67 x 104

Berdasarkan hukum Faraday, kita menemukan bahwa laju korosi


berbanding terbalik dengan luas permukaan. Semakin besar
permukaan sampel, semakin lambat laju korosi. Ketika anoda
menjadi lebih kecil, kerapatan arus anoda menjadi lebih tinggi,
sehingga kerapatan arus anoda memfasilitasi aliran elektron yang
tinggi. Ini berarti anoda akan dikonsumsi lebih cepat. Namun, jika
anoda besar, lebih banyak elektron dapat disuplai ke katoda dan
waktu kontak akan lebih lama.
Setelah pengujian beberapa kelompok, luas permukaan
anoda kelompok 20 sampel adalah 13.564 cm2 dan beratnya
berkurang 1275,2 mg. Hasil kelompok 20 tidak berbeda nyata
dengan kelompok 18. Artinya, luas permukaannya adalah 13,5648
cm2 dan beratnya berkurang 1046,4 mg. Kemudian dibandingkan
dengan data pada Kelompok 17, terlihat bahwa penurunan berat
yang dihasilkan lebih kecil dari penurunan berat pada Kelompok
18 dan 20, yaitu 683,8 mg untuk luas permukaan anoda 14,6952
cm2. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Grup 20
memiliki kehilangan berat yang lebih tinggi dan laju korosi yang
lebih tinggi daripada Grup 18 dan 17, tetapi memiliki luas
permukaan anoda yang lebih kecil daripada Grup 18 dan 17. Hal
ini tentunya sangat berbeda dengan literatur yang ada. Hal ini
tentunya sangat menyimpang dari literatur yang ada, bahwa
apabila luas permukaan besar maka weight loss nya pun akan
semakin besar dan laju korosinya menjadi kecil. Adanya
33

penyimpangan antara data dengan literatur ini kemungkinan dapat


disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurang teliti dalam
menimbang, sampel masih mengandung pengotor, dan faktor-
faktor lainnya.

3.1.2.3 Pengaruh Arus


Anoda Weight
Kel. Arus (A)
Korban Loss
2.6
1
20 Al 20 1275.2
3.5
2.6
2.8
0.7
18 Al 18 1046.4
2.5
2.8
2.6
1
17 Al 17 683.8
3.5
2.6

Dalam rangkaian anoda korban, arus bertindak sebagai sumber


elektron, dan elektron mengalir ke dalam struktur yang kemudian
bertindak sebagai katoda. Semakin tinggi arus yang digunakan maka
semakin banyak elektron yang berpindah dari anoda ke katoda,
akibatnya semakin banyak elektron yang berpindah dari anoda ke
katoda, mengakibatkan anoda semakin kekurangan elektron yang
semakin terkorosi. Laju korosi dapat dihitung dengan menggunakan
rumus berikut:

Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa terdapat


hubungan antara laju korosi dengan intensitas arus, dan semakin tinggi
arus maka semakin tinggi pula laju korosi material. Data eksperimen
menunjukkan bahwa penggunaan terbesar saat ini adalah pada
34

kelompok 20 dan 17, diikuti oleh kelompok 18. Data untuk Kelompok
17 mengalami penurunan berat badan sebesar 683,8 mg, Kelompok 20
mengalami penurunan berat badan sebesar 1275,2 mg, dan Kelompok
18 mengalami penurunan berat badan sebesar 1046,4 mg. Oleh karena
itu, kelompok 17 memiliki penurunan berat badan paling sedikit dari
ketiga data tersebut, sehingga terdapat ketidaksesuaian. Namun, karena
arus lebih tinggi dari Grup 18 dan sama dengan Grup 17, data di Grup
20 konsisten dengan literatur yang menunjukkan penurunan berat badan
maksimum.

3.1.3 Kesimpulan
• Anoda korban adalah proteksi katodik yang cukup mampu melindungi logam
dengan menggunakan logam lain yang potensialnya lebih rendah.
• Metode anoda korban ini didasarkan pada prinsip korosi anoda, dan karena ada
perbedaan potensial antara anoda dan katoda, dapat melindungi logam lain dengan
menjadi katoda.
• Semakin besar luas permukaan anoda, semakin banyak kontak yang akan terjadi,
menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan.

3.1.4 Saran
Data yang ditemukan hampir tidak sesuai dengan literatur dan memerlukan
eksperimen dan pengumpulan data baru.

3.1.5 Referensi
Ilham, R, K, & Inanty, R S. (2019). Proteksi Katodik Dengan Menggunakan
Anoda Korban Pada Struktur Baja Karbon Untuk Mengendalikan Laju
Korosi, 6(FTEKNIK), 1st ser.
S.. F.. Komalasan, K, & Zultiniar, Z. (2014, October 01). Proteksi Katodik
Metoda Anoda
Buku Dasar Teori Praktikum Korosi Kelompok 20 (2021)
Tugas Tambahan
35

1. Berapa nilai potensial minimum terjadinya reaksi korosi galvanis


Jawaban:
Logam atau paduan yang paling aktif adalah anoda setiap kali berada dalam kontak listrik
dengan logam atau paduan lain. Korosi galvanik diminimalkan dengan memilih paduan
dengan perbedaan potensial korosi terkecil. Sebagai contoh, korosi galvanik menjadi
signifikan ketika perbedaan potensial korosi antara dua logam yang akan disambung
adalah 25050 mV atau lebih besar.

2. Sebutkan beberapa hal yang mempengaruhi polarisasi aktivasi dan alasannya


Jawaban:
a. Kepadatan Arus :
Polarisasi aktivasi meningkat dengan rapat arus i, sesuai dengan
persamaan:
b. Material :
Polarisasi aktivasi bervariasi dengan satu logam ke logam lain karena sifat
spesifiknya pengaruh rapat arus.
c. Kekasaran Permukaan :
Polarisasi aktivasi tinggi pada permukaan yang halus dibandingkan
dengan permukaan mengkilap.
d. Suhu :
Peningkatan suhu kurangi polarisasi karena lebih sedikit energi aktivasi
akan dibutuhkan dan arus pertukaran kepadatan akan meningkat.
e. Tekanan :
Tegangan lebih hidrogen meningkat cepat dengan penurunan tekanan.
f. pH :
Tegangan lebih meningkat pada awalnya dan menurun dengan
meningkatnya nilai pH
g. Agitasi :
Tidak berpengaruh pada polarisasi aktivasi, karena merupakan proses
transfer muatan melibatkan elektron dan bukan perpindahan massa.
36

h. Adsorpsi Ion :
Hidrogen over-voltage berkurang dengan adsorpsi anion dan meningkat
dengan adsorpsi kation.
3. Kenapa pada EIS harus menggunakan arus AC kaitkan dengan bentuk gelombang
Jawab :
Dengan menggunakan arus bolak-balik atau alternating current (AC), EIS dapat
membentuk gelombang sinus yang berbeda dengan metode arus searah.

4. Pada aplikasi lambung kapal ICCP yang digunakan control potential bukan
constant current alasannya kenapa
Jawab :
Impressed Current Cathodic Protection. (ICCP) di Pelat Lambung Anoda-
anoda permanen dan elektroda-elektroda referensi dipasang pada pelat lambung
dibawah permukaan air. Kutub negatif (-) dari sumber arus DC dihubungkan
ke pelat lambung sedangkan kutub positif (+) pada anoda-anoda permanen
sedemikian sehingga arus proteksi dapat mengalir dari anoda melalui elektrolit
ke lambung kapal. Arus proteksi ini terkontrol secara otomatis, sehingga
terpelihara pada range beda potensial antara elektroda referensi dan lambung yang
konstan setiap saat.
ICCP yang digunakan yaitu potensial yang terkontrol karena apabila
diberikan potensial tinggi pada lambung kapal mengakibatkan tidak dapat
diterima potensi tinggi pada permukaan lambung kapal dan menghasilkan evolusi
hidrogen yang menyebabkan kegagalan disbondment progresif perisasi ke titik
dimana anoda tidak bisa lagi dioperasikan akibat dari kerusakan lapisan atau daerah
perisai akibat potensial yang tinggi. Daerah ini hampir selalu membutuhkan
pemeliharaan selama kurang lebih 5 tahun dockings kering.

5. Bagian mana yang bertindak sebagai katoda dan anoda beserta alasannya.
Jawab :
Pada bagian yang dipengaruhi oleh arus nyasar, lingkungan non-logam terlindung yang
terpengaruh oleh efek ini bertindak sebagai katoda, dan bagian yang menghasilkan efek
arus nyasar bertindak sebagai anoda. Proteksi katodik dapat mempengaruhi struktur
37

terdekat lainnya. Arus yang dihasilkan dari anoda dapat mengalir ke struktur lain (bukan
pipa yang dilindungi) dan menyebabkan korosi pada struktur tersebut. Arus yang
mengalir di tempat lain disebut tegangan nyasar. Korosi akibat arus nyasar disebut
interferensi.

6. Pencegahan dari stray current


Jawab :
• Struktur dirancang dengan benar untuk mengurangi arus nyasar
• Penggunaan Proteksi Katodik (ICCP)
• Pilih bahan dengan struktur yang baik
• Lapisan multi-layer
• Tambahkan anoda ke logam yang terkena arus nyasar
• Kendalikan sumber arus bocor dengan mengidentifikasi sumber arus bocor,
menjaga kestabilan sambungan listrik, dan menghentikan arus bocor dari
rangkaian dengan memutus saluran listrik.
• Lakukan proteksi katodik
• Galvanisasi

Referensi:
Solehudin, Ir. Agus, MT., Impressed Current Cathodic Protection (ICCP), Jurusan
Pendidikan Teknik mesin, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (2013).

Rosadi, Imron, Tugas Akhir Studi Perbandingan Karakteristik Sacrificial Anodes


dengan Impressed Current untuk Pencegahan Korosi Badan Kapal, Jurusan
Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya (2003).

Anda mungkin juga menyukai