PRAKTIKUM KOROSI
LAPORAN AKHIR
MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI
1
2
MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI
1.1 Data Praktikum
Data Kelompok 20: Dipukul
2
3
1.2 Analisis
1.2.1 Prosedur Kerja
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh gaya tarik dan tekan atau gaya
yang digerakkan oleh gaya pada laju korosi bahan selama retak korosi tegangan
(SCC). Alat yang digunakan dalam mata kuliah ini adalah 3 paku, 2 cawan Petri,
gelas ukur, pipet, timbangan digital dan pengaduk magnet. Bahan yang digunakan
dalam praktikum adalah K3 [Fe(CN) 6] 0,1 M hingga 1,65 g/10 ml, indikator PP
hingga 2 ml, KNO3 hingga 3 g dan agar hingga 1 g.
Langkah pertama dari tahap ini adalah menimbang 1,65 g K3 [Fe(CN) 6]
kemudian dituangkan ke dalam gelas kimia kosong dan dituangkan 10 ml air suling
ke dalam gelas kimia. Kemudian ditimbang 5 g kalium nitrat dan ditambahkan 1 g
bubuk agar-agar dan campuran tersebut kemudian dipindahkan ke dalam gelas kimia
yang berisi aquadest. Setelah dimasukkan ke dalam gelas kimia, tambahkan 10 tetes
indikator PP ke dalam larutan. Kemudian masak dengan magnetic stirrer di atas
kompor listrik selama 20 menit hingga mendidih. Larutan kemudian dituangkan ke
dalam cawan petri yang berisi paku dan kuku dicelupkan ke dalam larutan yang sudah
disiapkan. Setelah langkahlangkah tersebut dilakukan, amati hasil yang terjadi.
3
4
dalam larutan menunjukkan proses oksidasi kuku. Kuku yang dikompresi secara
signifikan berwarna lebih merah daripada kuku yang tidak dirawat. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa reaksi oksidatif lebih banyak terjadi pada kuku tekan.
4
5
1.3 Kesimpulan
SCC dapat terjadi ketika kondisi untuk itu terjadi terpenuhi. SCC lebih mungkin terjadi
pada material yang mengalami tarik. Dibandingkan dengan bahan yang tekan dan tidak
dirawat, gaya tekan menimbulkan korosi lebih dari logam ketika tidak ada gaya yang
diterapkan. Lebih banyak warna merah terlihat pada bahan tekan daripada pada logam
yang tidak diberi perlakuan, menunjukkan adanya daerah pereduksi di daerah OH atau
anoda.
1.4 Saran
• Data tentang gaya yang diterapkan pada material dapat diberikan untuk
mengetahui tegangan minimum yang diperlukan agar tegangan terjadi.
1.5 Referensi
5
UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTIKUM KOROSI
LAPORAN AKHIR
MODUL II
KINETIKA KOROSI
6
7
Kelo Larut Loga Inhib Berat Berat Wakt Weig Corr Efisie CR
mpok an m itor Awal Akhi u ht osion nsi Inhibite
(ml) (gra r (jam) loss Rate Inhibit d
m) (gra nya Unin or
m) hibite
d
● Kelompok 18 (2 mL inhibitor)
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
CR (mpy) = (534 x 0.1461)/(7.86 x 0.93 x 24)
CR (mpy) = 443.9170975 mpy
● Kelompok 19 (4 mL inhibitor)
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
CR (mpy) = (534 x 0.0863)/(7.86 x 0.93 x 24)
9
● Kelompok 20 (6 mL inhibitor)
CR (mpy) = (534 x W)/(D x A x t)
CR (mpy) = (534 x 0.0229)/(7.86 x 0.93 x 24)
CR (mpy) = 69.58043486 mpy
2.1.3 Analisis
2.1.3.1 Prosedur
Langkah utama dalam praktikum ini adalah merendam logam Fe dalam
larutan HCL dan mengamati laju korosi dengan mengukur kehilangan berat
yang terjadi pada logam tersebut. Waktu digunakan sebagai variabel tetap dan
jumlah inhibitor digunakan sebagai variabel bebas. Alat dan bahan praktikum
ini antara lain amplas grit 50 dan 120, sample, pipet, air dryer, cawan petri,
beaker and lids, HCL, aquades, bristle brush, manicure, acetone, apple cider
vinegar/inhibitors, dan abrasive. .
Langkah utama dalam praktikum ini adalah merendam logam Fe dalam larutan
HCL dan mengamati laju korosi dengan mengukur kehilangan berat yang
terjadi pada logam tersebut. Waktu digunakan sebagai variabel tetap dan
jumlah inhibitor digunakan sebagai variabel bebas. Alat dan bahan praktikum
ini antara lain amplas grit 50 dan 120, sample, pipet, air dryer, cawan petri,
beaker and lids, HCL, aquades, bristle brush, manicure, acetone, apple cider
vinegar/inhibitors, dan abrasive. .
10
2.1.4 Kesimpulan
• Inhibitor dapat mempengaruhi penurunan berat badan karena
memperlambat laju korosi
• Menambahkan inhibitor lebih lanjut dapat mengurangi laju korosi dan,
sebagai hasilnya, mengurangi kehilangan berat logam.
2.1.5 Saran
• Proses dalam menimbang dapat lebih hati-hati. Menerapkan nail polish
juga dapat mempengaruhi berat awal.
• Menggunakan sampel dengan bobot yang sama memudahkan
penghitungan dan membuat perbandingan yang dihasilkan lebih jelas.
11
2.1.6 Referensi
Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2021, Departemen Teknik
Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.
Ahmad, Z. (2006). Principles of Corrosion Engineering and Corrosion
Control. Amsterdam: Elsevier.
Jones, Denny A. (1996). Principles and Prevention of Corrosion. USA:
Prentice Hall.
12
icorr. Pada foto di atas, kita dapat melihat kurva polarisasi linier grup
20 dan perbandingan grup 18 dan 19. Pada percobaan polarisasi linier,
hal yang sama dilakukan dengan menggunakan 1 larutan MHNO3
pada elektroda kerja, elektroda bantu, dan elektroda referensi yang
sama. Variabel turunan diberikan untuk jarak RE dan WE (2 mm, 4
mm, dan 6 mm). Kemudian jalankan pengujian dengan
menghubungkan ke perangkat lunak Nova Autolab untuk
menghasilkan kurva polarisasi linier atau diagram Evans. Pada kurva
tersebut diperoleh nilai E sebesar -875,010 mV dan i sebesar 9,6015
corr corr
2.2.3 Kesimpulan
• Pada kurva polarisasi linier, laju korosi dapat ditentukan oleh perpotongan garis
polarisasi katoda lingkungan dan polarisasi anodik logam.
• Pada kurva polarisasi linier, laju korosi dapat ditentukan oleh perpotongan garis
polarisasi katoda lingkungan dan polarisasi anodik logam.
• Jika jarak antara RE dan WE besar, resistansi akan lebih terpolarisasi dan laju
korosi akan lebih lambat.
• Semakin kecil jarak antara RE dan WE, semakin rendah polarisasi resistor dan
semakin tinggi laju korosi.
2.2.4 Saran
Pemrosesan data dapat dilakukan lebih tepat sesuai dengan perbedaan representasi
antara jarak RE dan WE dengan laju korosi
2.2.5 Referensi
Ahmad, Z. (2010). Principles of corrosion engineering and corrosion control.
Amsterdam: Elsevier/Butterworth-Heinemann.
Corrosion potential. PalmSens. (2021, August 31). Retrieved December 3, 2021.
17
Jones, D. (1996). Principles and prevention of corrosion. 2nd ed. Upper Saddle River,
NJ: Prentice Hall.
2.2 Pasivitas
2.3.1 Data praktikum
19 Al
NaCl 3% Pt Ag/AgCl
20 SS
2.3.2 Analisis
2.3.2.1 Grafik
Diagram Pourbaix SS
Menurut literatur yang tersedia, aluminium dan stainless steel cenderung
membentuk lapisan pasif. Namun tentunya ada perbedaan untuk masing-masing
logam, tergantung dari sifat dan kondisi itu sendiri. Pembentukan lapisan
pasivasi ini dapat diprediksi dengan menggunakan diagram Pourbaix.
Pada diagram Pourbaix di atas, kita dapat melihat bahwa logam aluminium
berperilaku pasif pada nilai pH 4-8. Hal ini menunjukkan bahwa logam Al
membentuk lapisan pasif yang netral. Selain itu, logam Al juga memiliki
kemampuan untuk membentuk lapisan pasivasi (Al2O3.3H2O). Ini lebih cepat
dari baja tahan karat, yang memiliki potensi sekitar 2 V. Logam aluminium juga
memiliki efek pasif alami yang tidak memerlukan penambahan. Dari unsur-
unsur yang pasif membuat logam atau membentuk lapisan pasif. Hal ini dapat
terjadi karena aluminium oksida (Al2O3) melindungi aluminium di bawah
lapisan dari kontak langsung dengan lingkungan korosif.
Di sisi lain, baja tahan karat menunjukkan perilaku pasif karena adanya
elemen tambahan seperti Cr, Ni, dan Mn yang memiliki afinitas tinggi terhadap
oksigen. Dalam diagram Pourbaix, baja tahan karat membentuk lapisan pasivasi
pada nilai pH asam sekitar pH 211 dengan beda potensial sekitar 9 V. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pasivasi terjadi di lingkungan
asam dan pasivasi tidak terjadi secara spontan.
pH sekitar 8,5-14, lapisan pasivasi (Ni (OH) 2) terbentuk pada logam nikel. Di
sisi lain, ketika dibiarkan di udara, lapisan pasivasi terbentuk pada kromium,
yang dipasifkan oleh oksidasi untuk membentuk lapisan permukaan tipis
pelindung.
Diagram Pourbaix Cr
Diagram Pourbaix Ni
2.3.3 Kesimpulan
1. Lapisan pasif adalah lapisan oksidasi tipis yang terbentuk pada permukaan
logam jika mengalami kontak dengan oksigen.
2. Lapisan pasif dapat berfungsi untuk menghambat laju korosi.
3. Laju pembentukan lapisan pasif pada aluminium lebih cepat dibanding
dengan stainless steel.
4. Diagram pourbaix dapat digunakan untuk memberikan gambaran kondisi
lingkungan seperti apa yang akan mempengaruhi terjadinya pasivasi.
5. Setiap logam memiliki rentang kemampuan pasivasi yang berbeda dan pada
lingkungan yang berbeda pula.
21
2.3.4 Saran
1. Menambahkan sampel logam yang tidak dapat membentuk lapisan pasif
2. Menambahkan variasi konsentrasi larutan untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap pembentukan lapisan pasif
2.3.5 Referensi
Ahmad, Z. (2006). Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control.
Amsterdam : Elsevier.
Kelompok 20 Praktikum Korosi, Buku Dasar Teori. DTMM FTUI. Depok, 2021.
H2SO4 1M SS Pt Ag/AgCl
2.4.2 Analisis
2.4.2.1 Grafik
Gambar di atas adalah diagram daerah loop histeresis dari kurva CPDP.
Semakin besar daerah loop histeresis yang terbentuk, semakin sulit
bagi logam untuk membentuk lapisan pasivasi. Hal ini mempengaruhi
peningkatan laju korosi logam. Gambar ini menunjukkan bahwa luas
lingkaran sempit atau cukup kecil. Ini berarti bahwa bahan uji tidak
terlalu sulit untuk membentuk lapisan pasivasi, sangat tahan terhadap
korosi pitting, dan kurang rentan terhadap korosi pitting.
2.4.3 Kesimpulan
• CPDP adalah metode polarisasi yang digunakan untuk mengamati korosi
lokal suatu material untuk memprediksi terjadinya korosi.
• Kurva CPDP memiliki loop histeresis yang dapat dipengaruhi oleh ukuran
perbedaan antara Epit dan Ep. Semakin besar jarak atau perbedaan antara
Epit dan Ep, semakin besar area loop histeresis. Ini berarti bahwa
kepekaan logam terhadap korosi lokal dan korosi pitting juga lebih
agresif.
• Ion sulfat dari larutan H2SO4 dapat merusak lapisan pasivasi sampel baja
tahan karat dan menyebabkan korosi lubang.
2.4.4 Saran
Melakukan perbandingan dengan larutan lain agar dapat melihat perbedaan
dari keagresifan ion di antara perbedaan larutan tersebut.
2.4.5 Referensi
Ahmad, Z. (2010). Principles of corrosion engineering and corrosion control.
Amsterdam: Elsevier/Butterworth-Heinemann.
Esmailzadeh, S., Aliofkhazraei, M., & Sarlak, H. (2018). Interpretation of
Cyclic Potentiodynamic Polarization Test Results for Study of
Corrosion Behavior of Metals: A Review. Protection of Metals and
Physical Chemistry of Surfaces, 54(5), 976–989. doi:
10.1134/s207020511805026x
Jones, D. A. (1996). Principles and prevention of corrosion. Upper Saddle
River, NJ: Prentice-Hall.
24
Grafik Kelompok 17
25
Grafik Kelompok 18
Grafik kelompok 19
Grafik Kelompok 20
26
2.5.2 Analisis
2.5.2.1 Grafik
Jika Anda melihat grafik 17 dan 18, Anda dapat melihat bahwa ada
grafik dengan pola yang sama, dan bahwa impedansi Z virtual pada sumbu
Y dan impedansi aktual pada sumbu X meningkat pesat pada waktu yang
sama. Kemudian berhenti di beberapa titik dan sumbu Y meningkat relatif
kuat dari sebelumnya. Sementara itu, berbeda dengan Gambar 19 dan 20,
impedansi imajiner Z dan impedansi nyata Z naik, dan pada titik tertentu
kurva naik (turun). ). Berdasarkan literatur, keempat gambar tersebut
seharusnya membentuk kurva Nyquist, yaitu kurva yang membentuk
setengah lingkaran pada sudut yang dibentuk oleh sumbu x kufa, yang
merupakan perbedaan fasa dari sumber listrik AC yang digunakan.
Perbedaan dari Bagan 17, 18, dan 19.20 kemungkinan besar disebabkan oleh
perbedaan keberadaan pelapis pada 17 dan 18, 19, dan 20, tetapi tidak ada.
Menambahkan inhibitor ke Gambar 17 dan 18 di bawah kondisi yang sama
harus membuat perbedaan pada gambar.
Berdasarkan literatur, nilai resistansi transfer muatan meningkat,
kapasitansi lapisan ganda menurun, dan semakin banyak inhibitor yang
diberikan. Selain itu, semakin tinggi nilai impedansi aktual untuk setiap
frekuensi dalam diagram Nyquist, semakin banyak inhibitor yang ada.
Semakin rendah nilai resistansi polarisasi, semakin tinggi laju korosi, dan
semakin tinggi resistansi polarisasi, semakin rendah laju korosi. Perbedaan
diagram yang dihasilkan dapat disebabkan oleh alat/bahan yang tidak tepat
digunakan untuk perakitan, kesalahan alur kerja, kurangnya variasi solusi
untuk kebingungan, dan sebagainya.
terbentuk dan memiliki diameter paling besar adalah grafik 19 dan 20 yang
tidak menggunakan coatig. Tentu hal ini adalah salah, di samping grafik
tidak membentuk kurva Nyquist (kurva ½ lingkaran). Seharusnya grafik
yang terbentuk adalah ½ lingkaran dari keempatnya dan untuk grafik 17 dan
18 memiliki kecenderungan diameter yang relatif lebih lebar yang artinya
tahanan transfer muatan pelapis semakin rendah dan laju korosi semakin
rendah. Hal ini mungkin terjadi salah karena kesalahan praktikan dalam
melakukan prosedur kerja, peralatan yang rusak dan sebagainya.
2.5.3 Kesimpulan
• Spektroskopi impedansi elektrokimia disebut impedansi AC karena
mekanisme dari metode ini adalah mengukur impedansi sistem yang
membawa sinyal AC.
• Kurva setengah lingkaran mewakili nilai resistansi transfer muatan (Rct).
Semakin besar/lebar diameter kurva setengah lingkaran yang dihasilkan,
maka semakin tinggi nilai resistansi transfer muatan (Rct) lapisan tersebut.
H. Tingkat korosi papan akan rendah.
• Berdasarkan data percobaan, penggunaan coating untuk menghasilkan
kurva Nyquist sesuai dengan literatur, dan diameter kurva Nyquist sangat
lebar/besar, sehingga data untuk kelompok coating 17 dan 18 memiliki
laju korosi yang tinggi. paling rendah.
2.5.4 Saran
• Perhatikan semua peralatan sebelum melakukan ini
• Alat-alat yang digunakan sudah cukup tua dan kondisinya kurang baik dan
dapat diganti. • Tandai untuk mengubah solusi yang digunakan dalam
percobaan
• Berhati-hatilah dengan pengendalian diri saat melakukan proses kerja
2.5.5 Referensi
28
PRAKTIKUM KOROSI
LAPORAN AKHIR
MODUL III
PROTEKSI KOROSI
29
30
MODUL III
PROTEKSI KOROSI
3.1 Anoda Korban
Tujuan: Mempelajari prinsip proteksi katodik menggunakan anoda korban
3.1.1 Data Praktikum
Kel. Berat awal (gr) Berat akhir (gr) Selisih berat (mg)
20 15.8483 14.5731 1275.2
18 13.6638 12.6174 1046.4
17 12.5372 11.8534 683.8
Luas
Panjang
Anoda Diameter Weight permukaan Rata-rata Potensial Waktu
Kel. Anoda Arus (A)
Korban Anoda Loss Anoda Arus (V) (menit)
(cm)
(cm2)
2.6 1.11 10
1 0.555 10
20 Al 20 3 1.2 1275.2 13.564 2.425
3.5 1.25 30
2.6 0.869 10
2.8 1.09 10
0.7 1.167 10
18 Al 18 3 1.2 1046.4 13.5648 2.2
2.5 1.153 30
2.8 1.167 10
2.6 1.11 10
1 0.555 10
17 Al 17 3.3 1.2 683.8 14.6952 2.425
3.5 1.25 30
2.6 0.869 10
3.1.2 Analisis
3.1.2.1 Prosedur
Tujuan dari percobaan anoda korban adalah untuk menentukan
dasar perlindungan korosi oleh anoda korban. Alat yang digunakan
adalah wadah, tripod, amplas, aerator, multitester, penyearah/power
supply, elektroda referensi Ag/AgCl, dan 6 kabel jumper. Bahan yang
digunakan dalam percobaan adalah aluminium sebagai anoda korban,
tiga pelat Cu, baja struktural, pendingin CuSO4, dan larutan air laut
(NaCl).
31
𝐾𝑥𝑊
𝑟 =
𝐴𝑥𝑇𝑥𝐿
Dimana:
r : laju korosi
T : waktu kontak atau lama pengujian (jam)
W : weight loss (gr)
A : luas permukaan total (cm2)
K : konstanta laju korosi, 8.67 x 104
kelompok 20 dan 17, diikuti oleh kelompok 18. Data untuk Kelompok
17 mengalami penurunan berat badan sebesar 683,8 mg, Kelompok 20
mengalami penurunan berat badan sebesar 1275,2 mg, dan Kelompok
18 mengalami penurunan berat badan sebesar 1046,4 mg. Oleh karena
itu, kelompok 17 memiliki penurunan berat badan paling sedikit dari
ketiga data tersebut, sehingga terdapat ketidaksesuaian. Namun, karena
arus lebih tinggi dari Grup 18 dan sama dengan Grup 17, data di Grup
20 konsisten dengan literatur yang menunjukkan penurunan berat badan
maksimum.
3.1.3 Kesimpulan
• Anoda korban adalah proteksi katodik yang cukup mampu melindungi logam
dengan menggunakan logam lain yang potensialnya lebih rendah.
• Metode anoda korban ini didasarkan pada prinsip korosi anoda, dan karena ada
perbedaan potensial antara anoda dan katoda, dapat melindungi logam lain dengan
menjadi katoda.
• Semakin besar luas permukaan anoda, semakin banyak kontak yang akan terjadi,
menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan.
3.1.4 Saran
Data yang ditemukan hampir tidak sesuai dengan literatur dan memerlukan
eksperimen dan pengumpulan data baru.
3.1.5 Referensi
Ilham, R, K, & Inanty, R S. (2019). Proteksi Katodik Dengan Menggunakan
Anoda Korban Pada Struktur Baja Karbon Untuk Mengendalikan Laju
Korosi, 6(FTEKNIK), 1st ser.
S.. F.. Komalasan, K, & Zultiniar, Z. (2014, October 01). Proteksi Katodik
Metoda Anoda
Buku Dasar Teori Praktikum Korosi Kelompok 20 (2021)
Tugas Tambahan
35
h. Adsorpsi Ion :
Hidrogen over-voltage berkurang dengan adsorpsi anion dan meningkat
dengan adsorpsi kation.
3. Kenapa pada EIS harus menggunakan arus AC kaitkan dengan bentuk gelombang
Jawab :
Dengan menggunakan arus bolak-balik atau alternating current (AC), EIS dapat
membentuk gelombang sinus yang berbeda dengan metode arus searah.
4. Pada aplikasi lambung kapal ICCP yang digunakan control potential bukan
constant current alasannya kenapa
Jawab :
Impressed Current Cathodic Protection. (ICCP) di Pelat Lambung Anoda-
anoda permanen dan elektroda-elektroda referensi dipasang pada pelat lambung
dibawah permukaan air. Kutub negatif (-) dari sumber arus DC dihubungkan
ke pelat lambung sedangkan kutub positif (+) pada anoda-anoda permanen
sedemikian sehingga arus proteksi dapat mengalir dari anoda melalui elektrolit
ke lambung kapal. Arus proteksi ini terkontrol secara otomatis, sehingga
terpelihara pada range beda potensial antara elektroda referensi dan lambung yang
konstan setiap saat.
ICCP yang digunakan yaitu potensial yang terkontrol karena apabila
diberikan potensial tinggi pada lambung kapal mengakibatkan tidak dapat
diterima potensi tinggi pada permukaan lambung kapal dan menghasilkan evolusi
hidrogen yang menyebabkan kegagalan disbondment progresif perisasi ke titik
dimana anoda tidak bisa lagi dioperasikan akibat dari kerusakan lapisan atau daerah
perisai akibat potensial yang tinggi. Daerah ini hampir selalu membutuhkan
pemeliharaan selama kurang lebih 5 tahun dockings kering.
5. Bagian mana yang bertindak sebagai katoda dan anoda beserta alasannya.
Jawab :
Pada bagian yang dipengaruhi oleh arus nyasar, lingkungan non-logam terlindung yang
terpengaruh oleh efek ini bertindak sebagai katoda, dan bagian yang menghasilkan efek
arus nyasar bertindak sebagai anoda. Proteksi katodik dapat mempengaruhi struktur
37
terdekat lainnya. Arus yang dihasilkan dari anoda dapat mengalir ke struktur lain (bukan
pipa yang dilindungi) dan menyebabkan korosi pada struktur tersebut. Arus yang
mengalir di tempat lain disebut tegangan nyasar. Korosi akibat arus nyasar disebut
interferensi.