Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

CKS (CIDERA KEPALA SEDANG)


RSUD Dr.LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun oleh:
Nama : Dino Mahardika I P
NIM : 920173061
Kelas : III B

PRODI S-1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi
(sylvia anderson Price, 2010)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera
kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap cedera
Menurut Mansjoer (2009) cedera kepala dibagi 3 yaitu :
1. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi durameter.
a. Trauma tumpul
- Kecepatan tinggi : tabrakan mobil
- Kecepatan rendah : terjatuh, dipukul.
b. Trauma tembus
- Luka tembus peluru
2. Tingkat keparahan cedera
a. Ringan
- GCS 13 – 15
- Tidak ada kehilangan kesadaran
- Tidak adan infoksikasi alkohol atau obat terlarang
- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
- Tidak adanya kriteria cedera sedang berat.
b. Sedang
- GCS 9 – 12
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hematimpanum, otorea atau
rinorea cairan serebrospinal)
- Kejang.
c. Berat
- GCS 3 – 8
- Penurunan derajat kesadaran secara progresif
- Tanda neurologis fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba farktur depresi kronium.
3. Morfologi
a. Fraktur tengkorak
- Kranium : linier : depresi atua non depresi, terbuka atau tertutup.
- Basis : dengan atau tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan atau tanpa
kelumpuhan nervus VII (facialis)
b. Lesi intrakranial
- Fokal : epidural, subdural, intra serebral
- Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma
oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan/energi
yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan  perlambatan (akselerasi-deselerasi)
pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien cedara kepala (Tucker, 1998) antara lain :
1. Perubahan tingkat kesadaran (letargi sampai koma)
2. Perubahan tingkah laku, seperti : cepat marah, gelisah, bingung, kacau mental.
3. Sakit kepala.
4. Mual dan muntah.
5. Perubahan pola pernafasan : nafas kuat dalam, cheyne stokes, henti nafas.
6. Perubahan motorik dan sensorik fokal : kelemahan progresif, parastesia.
7. Perubahan pupil : dilatasi.
8. Postur abnormal : rigiditas dekortikasi, rigiditas desebrasi.

D. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila
mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi
intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh
trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak
biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak
diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur
tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar
fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan
dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang
frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi
dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar
tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel
cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan.
Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang
mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat
mengalami regenerasi.

Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara
tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat
menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat
menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan
adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien
terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan
pucat.

Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat
paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :

1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)

Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural)
diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak
yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini
berada diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang
temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

2. hematoma subdural

hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang
pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena
dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang
subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada
ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma
subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau
laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada
bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma
subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada
lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan
akibat proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma

hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini


biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah
kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah,
ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan
perdarahan.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
·         CT Scan
·         Ventrikulografi udara
·         Angiogram
·         Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
·         Ultrasonografi

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

1.      Air dan Breathing


-          Perhatian adanya apnoe
-          Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi
dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang
tepat terhadap FiO2.
-          Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan
secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus
dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2.      Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada
CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat,
walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang
hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3.      disability (pemeriksaan neurologis)
-          Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya.
Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun,
ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal
-          Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

H. PENGKAJIAN

a.       Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan
otot bantu pernafasan, sianosis
b.      Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest,
gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi,
wheezing.
c.       Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat,
akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
d.      Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e.       Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
f.      Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani,
cedera jaringan lunak periorbital
g.         Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
h.        Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
i.        Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG
j.          Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
k.          Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang
lain

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak.
2. Potensial tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan adanya obstruksi
trakeabronkial.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan ADH.
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan
otot yang diperlukan untuk mengunyah.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan kerusakan jaringan otak dan
perdarahan otak atau peningkatan tekanan intrakranial.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
7. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui jaringan.
8. Gangguan integriatas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan kulit.
9. Resiko tinggi cedera aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
No DX NOC NIC
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji faktor-faktor yang menyebabkan koma,
perfusi keperawatan selama 3x24 kesadaran menurun dan peningkatan TIK.
jaringan jam, klien tidak terjadi b. Monitor dan catat status neurologik tentang
serebral masalah dengan kriteria frekuensi terjadi dan bandingkan dengan GCS.
berhubungan hasil: - Respon mata terhadap rangsangan.
dengan edema a. Tingkat kesadaran dalam - Respon verbal terhadap orang, waktu dan
otak. batas normal tempat.
b. Fungsi kognitif dan - Respon motorik (ekstremitas atas, bawah)
sensori / motorik normal c. Evaluasi pupil, besar dan responnya terhadap
cahaya.
d. Kurangi stimulus yang tidak berarti.

2 Potensial tidak Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kecepatan, kedalaman frekuensi dan
efektifnya pola keperawatan selama 3x24 bunyi napas.
pernapasan jam, klien tidak terjadi b. Atur posisi pasien dengan posisi semi fowler
berhubungan masalah dengan kriteria (150 – 450).
dengan hasil: c. Berikan posisi semi prone lateral atau miring.
adanya Pola napas efektif dalam d. Apabila pasien sudah sadar, anjurkan dan
obstruksi batas normal. ajak latihan napas dalam.
trakeabronkial. e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi oksigen.
f. Lakukan dengan tim analis dalam
melaksanakan analisa gas darah.

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor asupan haluaran setiap 8 jam sekali.
keseimbangan keperawatan selama 3x24 b. Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih
cairan dan jam, klien tidak terjadi dari 2000 cc.
elektrolit masalah dengan kriteria c. Kolaborasi dengan tim analisis untuk
berhubungan hasil: pemeriksaan kadar elektrolit tubuh.
dengan a. Cairan elektrolit tubuh d. Kolaborasi dengan tim medis dalam
penurunan seimbang pemberian lasix.
b. Turgor kulit baik
ADH.
4 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah,
gangguan keperawatan selama 3x24 menelan, batuk dan mengatasi cebresi.
nutrisi kurang jam, klien tidak terjadi b. Auskultasi bising usus.
dari masalah dengan kriteria c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
kebutuhan hasil: d. Berikan makan dalam jumlah kecil dan
berhubungan a. Mendemonstrasikan dalam waktu sering dan teratur.
dengan pemeliharaan / kemajuan e. Kaji feces, cairan lambung, muntah darah
peningkatan berat badan dan sebagainya.
kelemahan
sesuai tujuan
otot yang
b. Tidak mengalami tanda-
diperlukan tanda malnutrisi.
untuk
mengunyah.
5 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan a. Kaji mengenai lokasi, intensitas, penyebaran,
nyaman nyeri keperawatan selama 3x24 tingkat kegawatan dan keluhan-keluhan pasien.
kepala jam, klien tidak terjadi b. Ajarkan latihan tehnik relaksasi.
berhubungan masalah dengan kriteria c. Buat posisi kepala lebih tinggi.
dengan hasil: d. Kolaborasi dengan tim medis dalam
kerusakan Kebutuhan rasa nyaman pemberian obat-obatan analgetika.
jaringan otak terpenuhi.
dan
perdarahan
otak atau
peningkatan
tekanan
intrakranial.
6 Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
berhubungan jam, klien tidak terjadi b. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan skala
dengan masalah....dengan kriteria ketergantungan (0-4).
penurunan hasil: c. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk
kekuatan otot. a. Pasien dapat melakukan menghindari kerusakan karena tekanan.
kembali atua d. Instruksikan atau bantu pasien dengan
mempertahankan posisi program masuknya latihan dan penggunaan alat
fimasi optimal. mobilisasi.
b. Tidak ada kontraktur.
c. Mempertahankan
integritas kulit.

7 Potensial Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
terjadinya keperawatan selama 3x24 melakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
infeksi jam, klien tidak terjadi b. Monitor suhu tubuh dan penurunan
berhubungan masalah dengan kriteria kesadaran.
dengan hasil: c. Kolaborasi dengan tim medis dalam
masuknya Tidak terjadi infeksi pemberian obat antibiotik leukosti, liquor dari
kuman melalui hidung, telinga dan urin.
jaringan.
8 Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Inspeksi area kulit, kemerahan, bengkak,
integriatas keperawatan selama 3x24 penekanan, kelembaban.
kulit jam, klien tidak terjadi b. Observasi keutuhan / integritas kulit catata
berhubungan masalah dengan kriteria adanya pembengkakan, kemerahan, bersihkan
dengan hasil: secara rutin, berikan salf antibiotik sesuai
terjadinya a. Pasien dapat jadwal / instruksi.
kerusakan mengidentifikasi faktor- c. Rubah posisi pasien setiap dua jam miring
faktor resiko terjadinya kanan-kiri.
jaringan kulit.
gangguan integritas kulit. d. Gunakan pakaian tidur yang kering dan
b. Pasien dapat lunak.
berpartisipasi / kooperatif
pada setiap tindakan.

9 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji faktor-faktor penyebab dan


cedera aspirasi keperawatan selama 3x24 pendukungnya.
berhubungan jam, klien tidak terjadi b. Kurangi resiko terjadinya aspirasi.
dengan masalah dengan kriteria c. Pertahankan pada posisi miring, jika tidak
kesulitan hasil: merupakan kontra indikasi cedera.
menelan. Cedera aspirasi tidak terjadi. d. Tinggikan kepala.
e. Beritahu individu dan keluarga penyebab-
penyebab dan pencegahan aspirasi.
K. PENGGUNAAN REFERENSI
Carpenito, Lynda Juall (2009). Aplication of Practice Clinical. 8th Ed. Editor: Ester Monica,
Skp. Alih Bahasa: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 7.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dep Kes RI (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Penerbit Departeman Kesehatan RI.

Doenges, ME Moorhouse, MF dan Geiser, Ac. (2009). Nursing Care Plans. Editor: Canoggio,
MM. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer Arief (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 9. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Tucker, Susan Martin. (2009). Patients Care Standars: Nursing Proces, Diagnosis and
outcome. 5th Ed. Editor : Ester Monica, Skp. Standar Perawatan Pasien: Proses
Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi. Volume 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Siahaan E.S. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Editor : Ni Luh Gede Yasmin Asih. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai