Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MIKROTEKNIK

“Interpretasi Preparat Hasil Pembuatan dan Diagnosanya“

DOSEN PENGAMPU
Muhammad Zulhariadi, M.Pd

OLEH
Kelompok 2:

Ririn Seftia Hariyani (190104005)


Ihdal Husnayain (190104005)
Weny Suliningati (190104014)
Eka Aulia (190104001)
Fathul Ikhwan (190104022)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan banyak
nikmat terutama nikmat iman dan maupun nikmat kesehatan kepada kita sehingga makalah
mikroteknik tentang interpretasi prepaat hasil pembuatan dan diagnosanya ini dapat selesai
sebagai mestinya.
Tak lupa pula penyusun panjatkan solawat beseserta salam kejunjungan alam Nabi
besar kita yakni Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju
zaman islamiah,dan yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang
terang benderang dengan kata lain minazzuluma ti ilannur.
Penysusn juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dari awal sampai makalah ini selesai, berharap agar makalah ini dapat dijadikan acuan untuk
pembuatan makalah. selanjutnya penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan.

Mataram,

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Sediaan Apusan Darah Tepi.................................................................2
B. Larutan Penyangga Buffer....................................................................4
C. Pengeringan Apusan Darah Tepi..........................................................6
D. Teknik Pembacaan Apusan Preparat Darah.........................................7
E. Jenis Sediaan Darah..............................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................9
B. Saran.....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat terutama di daerah endemis, yang sangat mempengaruhi angka kesakitan
dan kematian para bayi,anak balita dan ibu melahirkan serta dapat menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB). Malaria merupakan penyakit protozoa yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles.
Untuk mendiagnosa penyakit malaria secara tepat perlu dilakukan pemeriksaan
darah di laboratorium. Salah satu teknik diagnosa malaria yang paling diyakini dan
dapat menemukan jenis serta stadium dari parasit plasmodium adalah pemeriksaan
mikroskopis. Pemeriksaan mikrokopis merupakan Gold Standart untuk identifikasi
malaria. Pemeriksaan mikroskopik sediaan darah malaria dapat diwarnai dengan
beberapa pewarna diantaranya Giemsa, Leishman, Field dan Wright. Pewarna yang
sering digunakan adalah giemsa. Pewarnaan giemsa merupakan proses osmosis,
sehingga dibutuhkan konsentrasi tertentu dari larutan giemsa yang tersedia.
Oleh sebab itu giemsa harus diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk
mewarnai sel darah. Tujuan pengenceran giemsa yaitu agar plasmodium yang berada
dalam sel darah merah dapat menyerap zat warna dari giemsa. Pewarnaan giemsa
adalah campuran antara methilen blue dengan larutan eosin,bila sediaan darah
diwarnai dengan larutan tersebut, maka akan terlihat eritrosit berwarna merah
muda,inti lekosit menjadi lembayung tua, sitoplasma parasit malaria menjadi biru, inti
parasit berwarna merah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan preparat apusan darah?
2. Bagaimanakah kriteria pembuatan apusan darah?
3. Apakah fungsi pengeringan preparat apusan darah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu dengan preparat apusan darah?
2. Untuk mengetahui kriteria pembuatan apusan darah?
3. Untuk mengetahui fungsi pengeringan preparat apusan darah?
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sediaan Apusan Darah Tepi


Sediann apusan darah (apusan darah tepi atau preparat darah) adalah salah satu
teknik pemeriksaan sel-sel darah menggunakan mikroskop. Pemeriksaan darah umnya
digunakan untuk membantu pemeriksaan kelainan darah dan juga infeksi parasite
seperti malaria. Menurut Afriansyah (2016), tujuan pemeriksaan sediaan hapusan
darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit
dan trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria, tripanosoma, microfilaria.
Sediaan hapusan darah tepi yang dibuat dan diwarnai dengan baik merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Dasar dari pemeriksaan
Romanowsky adalah penggunaan dua zat warna yang berada yaitu Azur B
(Trimetiltionin) yang bersifat basa dan eosin y (tetrabromoflurescein) yang bersifat
asam. Azur B akan mewarnai komponen sel yang bersifat asam seperti kromatin,
DNA dan RNA. Sedangkan eosin yang akan mewarnai komponen sel yang bersifat
basa seperti granula eosinofil dan hemoglobin.
Ikatan eosin pada Azur B yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu,
dan keadaan ini dikenal sebagi efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi sangat
nyata pada DNA tetapi tidak pada RNA sehingga menimbulkan kontras antara inti
yang berwarna ungu dengan sitoplasma yang berwarna biru. Sediaan hapusan darah
yang baik harus memenuhi syarat yaitu lebar dan panjangnya tidah memenuhi seluruh
kaca objek,ekornya tidak terbentuk seperti bendera robek,secara granula
penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala kearah ekor
hapusan,tidak berlemak atau berlubang-lubang,tidak terputus-putus karena gesekan
yang ragu-ragu,tidak terlalu tebal dan pewarnaan yang baik.
Apusan Darah Tepi Yang Baik Secara Visual, hapusan darah yang baik secara
visual, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuat hapusan darah
tepi yang baik secara visual, diantaranya yaitu:
1. Ketebalan gradual, paling tebal di daerah kepala, makin menipis ke arah ekor
(pada saat proses pengeringan dimulai dari bagian ekor menuju ke kepala).
2. Hapusan tidak melampaui atau menyentuh pinggir kaca objek.
3. Tidak bergelombang atau tidak terputus.
4. Tidak berlubang-lubang atau berlemak.
5. Bagian ekornya tidak membentuk “bendera robek”.
6. Panjang hapusan kira-kira 2/3 panjang kaca objek.
7. Tidak membentuk garis tajam pada ujungnya
Macam-macam pewarnaan menurut Romanowsky ada 4 yaitu Pewarnaan
Wright, Pewarnaan Liesman, Pewarnaan May grunwald, dan Pewarnaan
Giemsa.
Kriteria pembuatan dan pewarnaan sediaan darah yang baik, yaitu :
a. Inti lekosit berwana ungu (tanda umum).
b. Trombosit berwarna ungu muda dan merah muda.
c. Sisa-sisa eritrosit muda berwarna biru atau biru muda.
d. Sitoplasma limfosit kelihatan biru pucat.
e. Sitoplasma monosit berwarna biru.
f. Granula eosinofil berwarna orange.
Latar belakang sediaan bersih dan keliatan biru pucat. Pewarnaan Wright
Pewarnaan Wright adalah zat warna yaang digunakan dalam metode
Romanowsky, merupakan campuran eosin Y, Azure B, metilen blue, dan metil
alkohol dalam konsentrasi tinggi. Sediaan apus yang telah dikeringkan di udara,
tidak perlu mengadakan fiksasi tersendiri, karena telah mengandung metil alkohol
dalam konsentrasi tinggi dan di cat Wright langsung ditambah penyanggah pH 6,4
sama banyak dan membiarkan selama 15-2- menit. Preparat apus yang telah
selesai dibuat kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x .
B. Larutan Penyangga Buffer
Larutan penyangga buffer adalah suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH
yang besar ketika ion-ion hydrogen atau hidroksida ditambahkan atau ketika larutan
itu diencerkan disebut larutan penyangga. Reagen dapat dipakai air suling biasa yang
pH nya sesuaikan dengan menambah larutan K karbonat 1% diteteskan bergantian,
menggunakan indikator Bromthymolblue 0,04% sampai mencapai warna hijau. Buffer
berfungsi untuk ionisasi komponen sel yang bersifat basa membentuk warna jingga
hingga merah muda, dan methylene blue bersifat basa memberi warna komponen sel
yang bersifat asam membentuk warna biru sedangkan komponen sel yang bersifat
netral akan mengikat warna biru dan merah sama banyak.
C. Pengeringan Apusan Darah Tepi
Faktor pengeringan seperti suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi suatu
pemeriksaan yang berhubungan dengan cairan tubuh salah satunya sediaan hapusan
darah tepi (Kiswari R, 2014). Faktor suhu dan kelembaban dapat menyebabkan
lambatnya proses pengeringan pada sediaan apus darah yang dapat menyebabkan
perubahan morfologi pada eritrosit. Pengeringan preparat befungsi agar darah pada
kaca obyek kering. Pengeringan yang optimal akan meyebabkan darah melekat kuat
sehingga yakin bahwa sel-sel didalamnya strukturnya tetap normal.
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas sel darah
terutama dalam mengatur aktivitas biologis sel darah. Pengeringan menggunakan
suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan pada morfologi sel didalamnya. Suhu Api
Bunsen merupakan suhu yang cenderung panas, kondisi lingkungan yang panas dapat
menyebabkan darah menjadi hemolisis. Hemolisis yaitu pecahnya membran sel
eritrosit yang disebabkan oleh pemanasan sehingga menyebabkan kelainan morfologi.
Pengeringan menggunakan suhu tinggi dapat menyebabkan sel darah merah
menjadi rusak, yaitu pecahnya membran sel eritrosit yang disebabkan oleh
pemanasan, apabila membran sel eritrosit pecah maka cairan yang terdapat didalam
eritrosit akan keluar sel sehingga sel mengalami krenasi yang menyebabkan sel
berkeriput karena kekurangan air. Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan
perubahan yang jelas terhadap morfologi eritrosit seperti kehadiran echinocytes dan
spheronocytes. Kondisi penyimpanan darah yang berbeda dapat mempengaruhi secara
mikroskopis sel darah seperti kehadiran sel krenasi.
D. Teknik Pembacaan Preparat Apusan Darah
Faktor penilaian sediaan apus yang benar diperlukan preparat sediaan hapusan
yang memenuhi kriteria yang baik antara lain lebar, panjang tidak memenuhi seluruh
kaca obyek, ketebalannya gradual, tidak berlubang, tidak terputus-putus dan memiliki
pengecatan yang baik. Preparat darah apus yang baik memiliki tiga bagian yaitu
kepala, badan dan ekor. Bagian badan terdiri dari enam zona sampai ekor. Pembacaan
preparat apusan darah dapat dilakukan pada bagian atas dan bawah pada zona IV
sampai VI yang dekat dengan bagian ekor. Teknik pembacaan merupakan salah satu
faktor penentu dalam menilai keberhasilan penilaian sediaan apus darah.
E. Jenis sedian darah
1. Sediaan kering yang tipis
Sediaan kering yang tipis dan telah dipulas memungkinkan untuk mempelajari
morfologi parasit dan keadaan sel darah. Sedian ini memberikan suatu
kemungkinan untuk membedakan morfologi parasit protozoa,hubungannya
dengan sel darah lebih dipercaya daripada sediaan darah tebal. Teknik pembuatan
sediaan tipis baik pada kaca tutup maubukan pada kaca beda, sama seperti
penelitiaan hematologi.
2. Sediaan kering yang tebal
Sediaan tebal yang telah dihilangkan hemoglobinnya, yang menghasilkan suatu
konsentrasi parasit yang jauh lebih tinggi daripada sediaan yang tipis, berguna
apabila jumlah parasit kecil atau sediaan tipisnya negatif. Terutama ini berguna
untuk menemukan plasmodium dalam penyelidikan malaria dan pada penderita
dengan infeksi menahun atau dalam menemukan trypanosoma, leishmania, dan
mikrofilaria. Sediaan yang tebal bukanlah suatu tetesan yang tebal, tetapi suatu
usapan yang diratakan pada suatu ketebalan 50 mikron atau kurang,sehinggan
cukup jernih untuk pemeriksaan dengan mikroskop apabila telah dihilangkan
hemoglobinnya.
3. Sediaan Malaria
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosapenyakit malaria dapat
dilakukan dengan banyak metode. Salah satu metode yang paling diyakini dapat
menemukan jenis serta stadium dari parasit plasmodium adalah pembacaan
sediaan darah malaria (safar,2009).
1. Sediaan darah tipis
a. Kelebihan dan kekerungan
Kelebihan pada pembacaan pada sediaan ini,bentuk parasit plasmodum
berada dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh
dan morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan
spesies dan stadium parasit dan perubahan pada eritrosit yang
dihinggapi parasit dapat dilihat jelas. Kelemahan dari sediaan darah
tipis yaitu kemungkinan ditemukan parasit lebih kecil karena volume
darah yang digunakan relatif sedikit (Irianto, 2009).
b. Sediaan darah tipis yang baik. Pada sediaan darah tipis,ada bagian
yang tebal dan tipis. Jika sediaan terlalu tebal akan menutupi sel-sel
eritrosit satu sama lain sehingga mempersulit penilaian, jika sediaan
terlalu tipis maka sel-sel akan kehilangan bentuk binkonkafitasnya
terutama pada daerah tepi (zulkoni,2010) Pada sedian tidak seperti
bendera robek terutama pada bagian ekor sediaan. Karena pada bagian
ekor eritrosit menyebar, sehingga mempermudah untuk mengetahui
bentuk parasit plasmodium serta morfologinya, sedaian juga tidak
berlobang dan tidak terputus-putus (Zulkoni,2010)
c. Kriteria penilaian sedian darah tipis Kriteria penilaian darah tipis yang
baik secara mikroskopik dinilai dari gambaran bentuk sediaan terlihat
jernih, gambaran warna sediaan darah kombinasi warna merah ,ungu
dan biru. Sedangkan secara xxii mikroskopis dinilai dari latar belakang
jernih,biru pucat dan pucar kemerah-merahan, sel-sel eritrosit warna
kontras yang jelas, sebagian leukosit terlihat jelas dan bersih dari
partikel-partikel giemsa.
2. Sediaan darah tebal Sedian darah tebal biasanya di hemolisis terlebih dulu
sebelum pewarnaan, sehingga parasit tidak lagi tampak dalam eritrosit.
Kelebihan dari sediaan ini yaitu dapat menemukan parasit lebih cepat karena
volume darah yang digunakan lebih banyak. Jumlah parasit lebih banyak
dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah
ditemukan. Sedangkan kelemahan dari sediaan darah tebal bentuk parasit
yang kurang lengkap morfologinya (Safar,2009). Sediaan darah yang dibuat
harus bersih yaitu sediaan tanpa endapan zat pewarnaan. Sediaan juga tidak
terlalu tebal, ukuran ketebalan dapat dinilai dengan meletakkan sedian darah
tebal di atas arloji. Bila jarum arloji masih dapat dilihat samar-samar
menunjukkan ketebalan yang tepat (Sandjaja,2007).
Selain menggunakan arloji dapat juga dengan cara meletakkan sediaan
darah tebal di atas koran, kalau tulisan di bawah koran sediaan masih
terbaca, bearti tetesan tadi cukup baik (Sandjaja,2007). Hasil sediaan darah
yang baik ialah inti sel darah putih biru lembayung tua, granula biasanya
tidak tampak, hanya granula eosinofil. Trombosit berwarna lembayung
muda dan sering berkelompok. Parasit tampak kecil, batas sitoplasma sering
tidak nyata xxiii (Irianto,2009).
Titik maurer dan titik zieman (P.malariae) biasanya hilang. Titik
scuffner sering masih terlihat sebagai zona merah. Bentuk cincin sering
tampak sebagai koma, tanda seru atau burung terbang, terutama pada
P.falciparum(Irianto,2009).Tropozoid yang sudah agak besar tampak
pigmen. Sitoplasma P.vivax dapat terlihat jelas seperti amuboid. Sitoplasma
P.malariae mulai mengumpal disekitar inti, skizon tampak jelas (Irianto,
2009)
D. Giemsa
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen azur memberi warna
merah muda pada inti dan metilen blue memberi warna biru pada sitoplasma. Ketiga
jenis zat warna ini dilarutkan dengan metanol dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam
botol coklat dan dikenal sebagai Giemsa stock. Giemsa stok harus diencerkan terlebih
dulu sebelum dipakai mewarnai sel darah. Elemen-elemen zat warna giemsa akan
terlarut sempurna selama 40-90 menit dengan aquades atau buffer. Setelah itu semua
elemen zat warna akan mengendap dan sebagian lagi balik kepermukaan membentuk
lapisan tipis seperti minyak. Oleh sebab itu Giemsa stock tidak boleh tercemar air. G.
Pewarnaan Sediaan darah Pewarnaan sediaan darah malaria dapat menggunkan
beberapa macam pewarnaan, misalnya dapat menggunakan zat warna menurut
Romanowsky yaitu pewarnaan Leishman, Giemsa, Field dan Wright. Zat warna yang
sering digunakan adalah Giemsa (Sandjaja,2007).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sediann apusan darah (apusan darah tepi atau preparat darah) adalah salah satu teknik
pemeriksaan sel-sel darah menggunakan mikroskop. Pemeriksaan darah umnya
digunakan untuk membantu pemeriksaan kelainan darah dan juga infeksi parasite seperti
malaria.
Kriteria pembuatan dan pewarnaan sediaan darah yang baik, yaitu inti lekosit berwana
ungu (tanda umum), trombosit berwarna ungu muda dan merah muda, sisa-sisa eritrosit
muda berwarna biru atau biru muda, sitoplasma limfosit kelihatan biru pucat, sitoplasma
monosit berwarna biru, dan granula eosinofil berwarna orange.
Pengeringan preparat befungsi agar darah pada kaca obyek kering. Pengeringan yang
optimal akan meyebabkan darah melekat kuat sehingga yakin bahwa sel-sel didalamnya
strukturnya tetap normal.
B. Saran
Sebagai mahasiswa kita harus mengembangkan ilmu yang kita peroleh dan mencari
kebenaran ilu tersebut serta memanfaatkan ilmu yang kita peroleh untuk kepentingan
sendiri dan orang lain. Selain itu penyusun juga, mohon maaf apabila terdapat kesalahan
karena masih dalam proses pembelajaran, dan yang penyusun harapkan dengan adanya
makalah ini dapat menjadi wacana yang membuka pola pikir dan memberi saran yang
sifatnya tersirat maupun tersurat.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto, K. 2009. Panduan Praktikum Parasitologi Dasar Untuk Paramedis Dan Non
Paramedic. Bandung : Yiama Widya

Safar, R. 2009. Parasitologi Kedokteran Protozoologi Helmintologi Entologo. Bandung:


Yiama Widia

Sandjaja, Bernadus,2007. Parasitologi Kedokteran Buku I. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Tjokrosonto, S. 2003. Panduan Praktis Diagnosa Malaria. Yogyakarta : IAIM.

Zulkoni, H. 2010. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai