TIM PENYUSUN :
Dr. drg. IGA Ayu Dharmawati, M.Biomed
Heri Setyo Bekti, S.ST., M.Biomed
I Gusti Putu Ferry SP, S.ST., M.Si
Surya Bayu Kurniawan, S.Si
Puji syukur kai panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin-Nyalah
penulisan “Buku Pedoman Praktikum Hematologi Semester IV” dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Buku pedoman ini disusun berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan
dengan tujuan agar mahasiswa mempunyai pedoman kerja dalam melaksanakan kegiatan
praktikum pada mata kuliah Praktikum Hematologi Semester IV, di Prodi D-IV Jurusan
Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Denpasar.
Kami sampaikan terimakasih kepada segenap pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukungan moril sehingga buku pedoman ini bisa tersusun, terutama untuk segenap
jajaran di Prodi D-IV Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Denpasar.
Kami menyadari bahwa buku pedoman praktikum ini masih jauh dari sempurna,
sehingga saran dan kritik yang membangun kami harapkan untuk penyempurnaan lebih
lanjut.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………...…………………………………..………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………… ii
Evaluasi Sediaan Apus Darah Tepi........................................................................................... 1
Hitung Jenis Leukosit............................................................................................................... 22
Haemostasis………………………………………….............................................................. 32
Pemeriksaan Penyaring Faktor Pembekuan Darah................................................................... 34
Prothombin Time………………….......................................................................................... 39
Activated Partial Thromboplastin Time.................................................................................... 42
Tekanan Darah……………...................................................................................................... 45
Pemeriksaan Tekanan Darah....…………………………...................................................... 47
3Percobaan Pada Kelainan Hemoragik....................................................................................... 51
Resistensi Osmotik…………………........................................................................................ 61
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 63
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………. 65
ii
EVALUASI SEDIAAN APUS DARAH TEPI
Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) adalah suatu cara yang sampai saat ini masih
digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Pembuatan sediaan apus darah tepi
mempunyai tujuan untuk pemeriksaan Evaluasi apusan darah tepi (EADT) yaitu, satu
pemeriksaan hematologi dasar yang penting untuk penapisan, diagnosis, dan pemantauan
perjalanan penyakit dan respon terapi. EADT memiliki nilai yang sangat besar untuk
diagnosis berbagai penyakit darah baik primer maupun sekunder karena penyakit lain.
Walaupun merupakan pemeriksaan manual, peran EADT masih belum bisa digantikan oleh
pesatnya perkembangan teknologi pemeriksaan hematologi secara otomatisasi dan teknik
biomolekuler. Sebagian besar pemeriksaan EADT karena adanya permintaan dari dokter
yang menangani pasien (indikasi klinis) dan sebagian kecil diminta sendiri oleh
laboratorium (indikasi laboratoris). Laboratorium dapat langsung mengerjakan EADT
berdasakan adanya temuan abnormal dari pemeriksaan darah lengkap sebagai konfirmasi.
Indikasi klinis pemeriksaan EADT yaitu, (a) investigasi temuan sitosis (peningkatan
sel darah) atau sitopenia (penurunan sel darah), (b) diagnosis dan pemantauan penyakit, (c)
gejala klinis mengarah pada anemia, netropenia, atau trombositopenia yang belum jelas
penyebabnya, (d) splenomegali, limfadenopati, atau gejala sistemik yang mengarah pada
kelainan hematologi, (e) kecurigaan infeksi yang dapat didiagnosis dari EADT, (f)
kecurigaan kelainan morfologi sel darah merah, seperti penyakit sel sabit, talasemia, (g)
adanya gangguan fungsi organ terutama pada anak, (h) ikterus yang tidak diketahui
penyebabnya atau ada kecurigaan hemolitik, (i) limfositosis atau monositosis, (j) keganasan
dengan kecurigaan metastasis ke sumsum tulang, (k) hiperleukositosis dengan kecurigaan
ke arah leukemia. Indikasi laboratoris pemeriksaan EADT yaiti, (a) konfirmasi kelainan
kuantitatif yang ditemukan pada hasil DL, atau terdapat perbedaan yang besar antara hasil
saat ini dengan hasil sebelumnya, (b) menindaklanjuti tanda peringatan dari alat hematologi
otomatis, seperti: blast, immature granulocyte, platelet clump, NRBC, dll, (c) melakukan
hitung jenis leukosit jika ada tanda peringatan populasi abnormal atau alat tidak bisa
membaca hitung jenis karena adanya sel muda.
1
Romanowsky, karena pewarnaan ini mampu memberikan hasil memuaskan pada apusan
darah tepi.
SADT dibagi menjadi 6 zona, berdasarkan susunan populasi sel darah merah, yaitu
: zona I, II, III, IV, V, dan VI. Zona I disebut dnegan zona ireguler. Didaerah tersebut
distribusi sel darah merah tidak teratur dan kadang ada yang padat bergerombol. Daerah ini
meliputi kira – kira 3 % dari seluruh badan SADT. Zona II disebut juga dengan zona tipis,
dimana penyebaran/distribusi sel darah merah tidak teratur, saling berdesakan (distorsion)
dan bertumpuk (overlapping). Zona ini meliputi sekitar 14%. Zona III disebut juga dengan
zona tebal, dimana sel – sel darah merah bergerombol rapat dan padat. Luas zona ini adalah
45% atau hampir separoh dari badan SADT. Zona IV disebut juga zona tipis yang sama juga
kondisinya dengan zona II hanya lebih tipis. Luasnya sekitar 18% dari badan sediaan apus.
Zona V atau zona reguler, merupakan tempat sel – sel tersebar rata, tidak saling bertumpuk,
dan bentuk – bentuknya masih asli. Daerah ini meliputi kira – kira 11% dari badan SADT.
Zona VI disebut juga zona sangat tipis, terletak diujung sediaan apus sebelum ekor. Disini
sel – sel tersusun lebih longgar, dan umumnya tersusun berderet. Zona ini luasnya sekitar
9% dari badan SADT.
Daerah yang cocok untuk pemeriksaan SADT adalah suitable region atau zona V yang
ditandai degan distribusi eritrosit yang baik dan struktur tiga dimensinya dapat dicermati
dengan baik pula (bagian tengah tampak terang).
2
Pemeriksaan Evaluasi apusan darah tepi (EADT) dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
Kriteria spesimen : (1) Darah kapiler segar akan memberikan morfologi dan hasil
pewarnaan yang optimal pada sediaan apus. (2) Darah EDTA (etilene diamine tetra acetic
acid). EDTA dapat dipakai karena tidak berpengaruh terhadap morfologi eritrosit dan
leukosit serta mencegah trombosit bergumpal. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam
waktu kurang dari 1 jam. Tiap 1 mg EDTA digunakan untuk 1 ml darah vena.
Meskipun secara umum EDTA tidak terpengaruh sel – sel, ada juga keadaan tertentu
dimana terjadi pseudotrombositopenia karena antikoagulan. Keadaan ini disebabkan
komplek imun antara trombosit dan EDTA. Pada hitung trombosit dengan alat hitung
otomatis ditemukan trombositopenia dan setelah dilakukan pengecekan di darah tepi,
banyak ditemukan trombosit yang bergerombol. Pemeriksaan harus diulang dengan
memakai Antikoagulan Na-Citrat 3,8% dan hasil yang didapat ternyata normal.
Prinsip sediaan apus yaitu suatu apusan darah tipis dibuat dengan meletakkan setetes
(kecil saja) darah pada kaca objek, diratakan sedemikian sehingga terbentuk apusan yang
tipis (hanya selapis). Prinsip pewarnaan didasarkan pada sifat kimiawi dalam sel. Zat warna
yang bersifat asam akan bereaksi dengan komponen sel yang bersifat alkalis, demikian pula
sebaliknya. Pewarnaan sediaan apus menggunakan prinsip Romanowsky yaitu
menggunakan dua zat warna yang berbeda yang terdiri dari Azure B (trimethylthionin)yang
bersifat basa dan eosin Y (tetrabromoflourescein) yang bersifat asam seperti yang
dianjurkan oleh The International Council for Standardization in Hematology (ICSH), dan
pewarnaan Romanowsky yang dianjurkan adalah pewarna kombinasi Wright-Giemsa dan
May Grunwald-Giemsa (MGG).
3
yang merupakan larutan dalam air, tidak seperti pewarna-pewarna di atas, yang merupakan
larutan dalam metanol. Pewarna Field ini dipakai untuk memulas apusan-darah tipis maupun
tebal. Pewarna-pewarna Romanowsky yang merupakan larutan dalam metanol dapat dipakai
untuk memfiksasi apusan-darah tipis, yang selanjutnya diencerkan dan dipulas pada kaca
objek. Kualitas pulasan yang dihasilkan akan lebih baik kalau apusan tersebut difiksasi dulu
dengan metanol, lalu dipulas dengan pewarna yang sudah diencerkan.
Alat terdiri dari (1) Mikroskop Binokuler, (2) Kaca objek 25x75 mm (harus sudah
dibilas sampai bersih dan, kalau perlu, dibersihkan lagi dengan kain-lap lembut yang
dibasahi etanol atau eter), (3) Lampu spiritus atau pemanas Bunsen, (4) Kaca pengapus, (5)
Lanset / Syringe, (6) Dua batang pengaduk, yang ditaruh di bak cuci atau di kotak reagen-
pewarnaan, (7) Gelas ukur 50 ml atau 100 ml, (8) Gelas piala atau botol yang berisi air
bersih (air dari keran), (9) Botol-semprot berisi air dapar, (10) Timer, (11) Rak untuk
mengeringkan kaca objek, (12) Pipet Pasteur.
Bahan terdiri dari (1) Metanol absolut dengan kadar air kurang dari 4%, disimpan
dalam botol yang tertutup rapat untuk mencegah masuknya uap air dari udara. (2) Zat warna
Wright. Zat warna Wright 1 gr dan Metanol absolut 600 ml. Penambahan alkohol sedikit
demi sedikit, sambil dikocok dengan baik dengan bantuan 10–20 butir gelas. Tutup rapat
untuk mencegah penguapan dan disimpan ditempat yang gelap selama 2 – 3 minggu, dengan
sering-sering dikocok, saring sebelum dipakai. (3) Larutan dapar pH 6,4. (4) Zat warna
Giemsa. (5) Zat warna May – Grunwald.
Menurut Chairlan & Lestari. 2011, untuk membuat kaca pengapus, pilih kaca objek
yang tepi-tepinya benar-benar rata. Dengan kikir, buat goresan diagonal di kedua sudut pada
salah satu sisi kaca objek (sebagai penanda). Patahkan bagian kaca objek yang ditandai
tersebut. Namun jika tidak bisa dilakukan dapat menggunakan kacaobyek yang berfungsi
sebagai kaca pengapus tanpa dikikir.
4
Gambar 2. Membersihkan kaca objek yang akan dipakai untuk membuat apusan-darah tipis
Pengambilan Spesimen :
Lakukan pengambilan darah kapiler dari ujung jari tangan (jari tengah atau jari
manis). Biarkan darah menetes spontan. Kalau memungkinkan, ambil dua sampel darah,
yang pertama untuk estimasi konsentrasi jumlah leukosit atau eritrosit dan yang kedua untuk
pemeriksaan apusan-darah tipis. Hal - hal yang harus diperhatikan: (a) Jangan mengambil
sampel darah dari: telunjuk atau ibu jari tangan, (b) jari tangan yang terinfeksi (misal:
paronikhia), (c) telinga (monositnya terlalu banyak). Kalau apusan tidak mungkin dibuat
dalam 1-2 jam setelah pengambilan spesimen, larutan garam dikalium EDTA harus
ditambahkan pada spesimen tersebut. Jangan memakai antikoagulan lain, seperti heparin,
karena dapat mengubah karakteristik leukosit dan trombosit.
5
Pewarna Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) :
a. Pewarna Wright
Pewarnaan wright sangat cocok untuk sediaan hapus darah rutin atau sumsum tulang,
banyak digunakan dalam hematologi karena mudah digunakan, hasil bagus, struktur inti
jelas dan sel muda terwarnai jelas. Namun, memiliki kelemahan yaitu memucat beberapa
tahun pada iklim tropik, warna kurang kontras hanya campuran 2 zat warna. Wright
memiliki kelebihan yaitu, plasma dan inti sel lebih jelas terlihat. Hal itu disebabkan karena
komposisi dari Wright, yang terdiri dari methylene blue yang akan memberi warna biru pada inti
(nukleus) yang mengandung DNA dan eosin yang memberi warna merah pada sitoplasma, Eritrosit
berwarna merah jambu, granula basofil jelas, granula eosinofil berwarna orange, cocok
untuk pewarnaan individu (sedikit), tidak perlu tambahan methanol disebabkan Wright telah
mengandung metil alkohol dalam konsentrasi tinggi sehingga tidak perlu dilakukan fiksasi,
pewarnaan dengan waktu yang tidak lama, harga zat warna tidak terlalu mahal.
6
c. Pewarna Giemsa
Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari
penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol. Dua zat
warna yang berbeda yaitu Azure B (Trimetiltionin) yang bersifat basa dan eosin y
(tetrabromoflurescin) yang bersifat asam seperti kromatin, DNA dan RNA. Sedangkan
eosin y akan mewarnai komponen sel yang bersifat basa seperti granula, eosinofili
dan hemoglobin. Ikatan eosin y pada azure B yang beragregasi dapat menimbulkan warna
ungu, dan keadaan ini dikenal sebagai efek Romanowsky Giemsa. Efek ini terjadi
sangat nyata pada DNA tetapi tidak terjadi pada RNA sehingga akan menimbulkan
kontras antara inti yang berwarna dengan sitoplasma yang berwarna biru.
Kelemahan giemsa yaitu, granula basofil larut, granula eosinofil coklat orange,
eritrosit kelabu kemerahan bahkan agak kehijauan, kurang mantap mewarnai anak intisel
leukosit. Pewarnaan Giemsa memerlukan teknik fiksasi terpisah menggunakan methanol
absolut. Kelebihan dari pewarnaan Giemsa yaitu, cocok untuk pewarnaan massal (banyak),
waktu pewarnaan dapat diatur, pewarnaan individu juga dapat dilaksanakan dengan teknik
pengenceran tetes per tetes perbandingan, struktur parasit lebih detail, kontras parasit pada
sitoplasma, inti dan benda sitoplasma lebih jelas dengan bantuan azur metilen.
(1). Giemsa stok baru boleh diencerkan dengan aquadest, air buffer atau air
sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal. (2). Encerkan gimesa
sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan terpaksa harus dibuang. (3). Untuk
mengambil stock giemsa dari botolnya, gunakan pipet khusus agar stock giemsa tidak
tercemari. (4). Methanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stock giemsa harus ditutup
7
rapat dan tidak boleh sering dibuka. (5).Takaran pewarnaan, Untuk melakukan pewarnaan
individu pada stock giemsa 1 tetes dapat ditambah dengan pengencer sepuluh tetes
lama pewarnaan 15-20 menit ( giemsa 10 % ) atau stock giemsa 1 tetes ditambah
pengencer 1 cc ( 20 tetes ) dengan lama pewarnaan 45-60 menit ( giemsa 20 % ). (6).
Gunakan air pengencer yang mempunyai pH 6.8-7.2 ( paling ideal dengan pH 7.2).
Apakah stock giemsa yang akan digunakan masih baik, perlu diadakan pengujian. Ada
2 cara menguji mutu Giemsa :
1. Dilakukan pewarnaan sel darah 1-2 sel darah lalu diperiksa mikroskop. Jika
hasilnya dengan kriteria yang ada, berarti giemsa dan air pengencernya
masih baik. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali akan melakukan
pewarnaan.
2. Dilakukan tes menggunakan kertas saring dan metil alkohol
a. Meletakkan kertas saring di atas gelas supaya bagian tengah kertas saring tidak
tersentuh apapun.
b. Meneteskan 1-2 stock giemsa pada kertas saring, menunggu sampai meresap dan
melebar, kemudian meneteskan 3-5 tetes metil alkohol absolutdipertengahan
bulatan giemsa satu persatu dengan jarak waktu beberapa detik, sampai garis
tengah giemsa menjadi 5-7 cm maka akan berbentuk bulatan biru ( metilen blue
) di tengah, lingkaran cincin ungu ( metilen azure ) berada di luarnya, Serta
lingkaran tipis warna merah ( eosin ) dipinggir sekali. Jika warna ungu atau
merah tidak terbentuk berarti giemsa sudah rusak dan tidak boleh dipakai lagi.
Larutan Penyangga buffer adalah suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH
yang besar ketika ion – ion hidrogen ditambahkan atau ketika larutan itu diencerkan disebut
larutan penyangga atau larutan dapar. Larutan buffer merupakan larutan yang memiliki
kemampuan untuk mempertahankan nilai pH pada penambahan asam atau basa. pH yang
rendah atau kurang dari 6,8 (pH 6,4) mengakibatkan sel darah merah banyak mengambil
pewarna asam atau eosin, sehingga sel darah merah menjadi lebih merah muda. Leukosit
juga akan memperlihatkan bagian – bagian inti yang kurang jelas.
8
Buffer fosfat memiliki pH antara 5,3-8,0. Buffer fosfat terdiri dari campuran
Na2HPO4 dan NaH2PO4 di mana molekul-molekul tersebut mampu menyerap air. Buffer
fosfat berfungsi untuk mengatur pH larutan agar tetap konstan di area yang mendekati nilai
7. Besarnya nilai pH pada larutan tersebut bergantung pada komposisi pencampuran
Na2HPO4 dan NaH2PO4 tersebut.
Dalam proses pewarnaan, methanol absolut berfungsi untuk melisiskan dinding sel
sehingga zat warna bisa masuk ke dalam sel darah. Sediaan apus yang telah dikeringkan di
udara, langsung difiksasi dengan methanol absolut selama 2 - 3 menit. Sebaiknya fiksasi
dilakukan < 1 jam setelah kering angin. Jika tidak, maka akan didapatkan latar belakang dari
plasma yang mengering berwarna kebiruan. Fiksasi yang tidak baik juga menyebabkan
perubahan morfologi dan warna sediaan apus darah tepi. Sediaan apus yang sudah kering
tidak dilakukan fiksasi segera, dapat menyebabkan perubahan morfologi leukosit.
1. Pewarna Giemsa :
a. Bubuk pewarna Giemsa 0,75g
b. Metanol (CH3OH) 65 ml
c. Gliserol (C3H8O3) 35 ml
Masukkan bahan-bahan di atas ke dalam botol berisi partikel gelas, kocok hingga
homogen. Kocok botol tiga kali sehari, selama 4 hari berturut-turut. Saring larutan
ke dalam botol pewarnaan. Labeli botol dengan menuliskan "GIEMSA
PEWARNA" dan cantumkan tanggal pembuatannya.
2. Pewarna May-Grunwald
a. Bubuk pewarna May-Grunwald 5g
b. Metanol q.s. 1000ml
Dengan metanol, bilas botol yang sudah dicuci bersih dan berkapasitas 1000 ml.
Masukkan beberapa partikel gelas kedalamnya. Tambahkan bubuk pewarna dan
metanol, kocok hingga homogen. Labeli botol dengan menuliskan
"MAYGRUNWALD PEWARNA" dan cantumkan tanggal pembuatannya.
Kualitas pewarna dapat ditingkatkan dengan menyimpannya selama 1-2 minggu,
9
sambil mengocok botol secara berkala. Selama pembuatannya dan
penyimpanannya, Anda harus mencegah pelembapan pewarna.
3. Pewarna Wright
a. Zat Warna Wright 1 gr
b. Methanol Absolut 600 ml
Penambahan alkohol sedikit demi sedikit, sambil dikocok dengan baik dengan
bantuan 10–20 butir gelas. Tutup rapat untuk mencegah penguapan dan disimpan
ditempat yang gelap selama 2 – 3 minggu, dengan sering-sering dikocok, saring
sebelum dipakai.
B. Tahap Analitik
Proses analitik dimulai dari pembuatan apusan, fiksasi, pengecatan dan pengeringan secara
manual kemudian dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop. Sekarang ini
mulai dikembangkan pembuatan SADT secara otomatis mulai pembuatan apusan, fiksasi,
pengecatan dan pengeringan.
1. Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sebagaikaca penghapus‟ sudut
kaca objek yang dipatahkan, menurut garis diagonal untuk dapat menghasilkan
sedian apus darah yang tidak mencapai tepi kaca objek.
2. Satu tetes kecil darah diletakkan pada ± 2 –3 mm dari ujung kaca objek. Kaca
penghapus diletakkan dengan sudut 30 – 45 derajat terhadap kaca objek didepan tetes
darah.
3. Kaca pengapus ditarik ke belakang sehingga menyentuh tetesan darah, ditunggu
sampai darah menyebar pada sudut tersebut.
4. Dengan gerak yang mantap, kaca penghapus didorong sehingga terbentuk apusan
darah sepanjang 3 – 4 cm pada kaca objek. Darah harus habis sebelum kaca
penghapus mencapai ujung lain dari kaca objek. Apusan darah tidak bolah terlalu
tipis atau terlalu tebal, ketebalan ini dapat diatur dengan mengubah sudut antara
kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat
menggeser, maka makin tipis apusan darah yang dihasilkan.
10
5. Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien ditulis pada bagian
tebal apusan dengan pensil kaca.
Sediaan apus harus cepat mengering pada kaca karena yang lambat mengering
seperti oleh hawa lembab sering mengalami perubahan morfologi eritrosit. Sudut
miringnya kaca penggeser dengan kaca sediaan dan kecepatan menggerakkan kaca
penggeser berpengaruh terhadap tebalnya sediaan yang dibuat, makin kecil sudut
makin tipis sediaan dan makin lambat menggeser makin tipis juga.
Pengeringan apusan
Fiksasi apusan : Kalau akan dipakai untuk estimasi fraksi jumlah jenis leukosit, apusan
harus difiksasi dulu dengan metanol sebelum dipulas dengan pewarna Giemsa.
• Pakailah peralatan gelas yang benar-benar bersih; cuci peralatan ini setiap hari. Jangan
mencucinya dengan asam. Bersihkan endapan zat warna dengan metanol.
• Pakailah air neutral (kalau ada, pakai air dapar, kecuali pada pulasan Field) untuk
membilas pulasan. Air yang asam akan menghasilkan pulasan yang terlalu merah; air
yang basa akan menghasilkan pulasan yang terlalu biru. Karena air neutral akan menjadi
asam kalau dibiarkan lama di udara, pakailah air neutral yang baru.
11
Ciri - ciri sediaan apus yang baik:
a. Sediaan tidak melebar sampai pinggir kaca objek, panjangnya 1/2 sampai
2/3 panjang kaca
b. Ujung apusan harus halus dan rata, tidak kasar (bergerigi) dan bergaris-garis.
c. Pada sediaan hapus harus ada bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada
bagian itu eritrosit - eritrosit terletak berdekatan tanpa bertumpukan dan tidak
menyusun gumpalan atau rouleaux.
d. Pinggir sediaan itu rata dan sediaan tidak boleh berlubang – lubang (apusan bisa
tampak berlubang-Iubang karena kaca objek yang dipakai berminyak) atau
bergaris – garis.
e. Penyebaran leukosit merata, leukosit tidak mengumpulpada pinggir - pinggir
atau ujung - ujung sediaan.
12
Gambar 5. Ciri-ciri sediaan apus yang baik
1. Pewarnaan Wright
Zat pulas Wright dapat dibeli dalam bentuk serbuk atau sebagai cairan siap pakai.
Untuk membuat larutan yang siap pakai, serbuk itu harus dilarutkan kedalam metilalkohol.
Tiap 0,1 gram serbuk itu digerus dalam sebuah mortir dengan metilalkohol yang
ditambahkan sedikit demi sedikit sampai terpakai 60 ml. Simpanlah larutan dalam botol
berwarna gelap. Jauhilah botol larutan Wright itu dari uap asam atau basa. Tutuplah botol
selalu rapat – rapat agar tidak kemasukan hawa lembab. Karena zat pulas Wright telah
mengandung metilalkohol dalam konsentrasi tinggi, tidak perlu dilakukan Fiksasi tersendiri.
Jagalah jangan sampai zat pulas Wright itu mengering diatas kaca, zat pulas yang telah
mengering sangat sukar dibuang dari permukaan kaca dan sangat mengganggu pemeriksaan.
Larutan penyangga dengan pH 6,4 dapat dibuat sebagai berikut : Kalium fosfat
primer (KH2PO4.0aq) 6,63 gram; Natriumfosfat sekunder (Na2HPO4.0aq) 2,56 gram;
aquadest ad 1000 ml. Sebagai pengganti penyanggah itu, dapat juga dipakai air suling biasa
yang pHnya diatur dengan pemberian lar.kaliumkarbonat 1% atau lar. Asam hidrochlorida
1% secara bertetesan terhadap indikator bromthymolblue (larutan dalam air 0,04%) sampai
berwarna hijau.
13
a. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas
b. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
c. Genangi sediaan apus dengan zat warna Wright biarkan 3 – 5 menit.
d. Tambahkan larutan dapar tercampur rata dengan zat warna. Biarkan selama 5 – 10
menit.
e. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat
dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan sediaan hapus
dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.
2. Pewarnaan Giemsa
Zat pulas Giemsa biasanya dibeli dalam keadaan larut. Jika hendak membuatnya
sendiri, pakailah reagensia yang khusus dibuat untuk hematologi dan bahan – bahan lain
yang murni.
Susunan larutan ialah sebagai berikut : azur II-eosin 3,0 gram; azur II 0,8 gram;
glycerin 250 ml; metilalkohol 250 ml. Sebelum dipakai, larutan pokok ini harus
diencerkan dengan larutan dapar : Terdapat 3 teknik pengenceran Giemsa yaitu 1 bagian
Giemsa : 4 bagian buffer dengan waktu pengecatan 10-15 menit, 1 bagian Giemsa : 9
bagian buffer dengan waktu pengecatan 20-25 menit, 1 bagian Giemsa : 19 bagian buffer
dengan waktu pengecatan 30 menit. Zat pulas Giemsa yang telah diencerkan tidak tahan
lebih lama dari satu hari, buatlah secukupnya saja agar hemat.
a. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat pewarnaan.
b. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
c. Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru diencerkan dengan
larutan Dapar, waktu inkubasi sesuai dengan perbandingan pengenceran.
d. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat
dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan sediaan hapus
dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.
14
3. Pewarnaan May-Grunwald
a. Fiksasi apusan-darah dengan metanol selama 2-3 menit.
b. Buat larutan pewarna dengan cara sebagai berikut:
Encerkan pewarna May-Grunwald 1:2, yaitu, dengan mencampurkan pewarna
dan air dapar sama banyaknya. Contoh: campurkan 10 ml pewarna dan 10 ml air
dapar.
c. Teteskan pewarna May-Grunwald yang sudah diencerkan hingga menutupi kaca
objek, diamkan selama 5 menit.
d. Bilas larutan pewarna dengan air dapar. Jangan menuang pewarna untuk
membuangnya karena akan menyisakan endapan zat warna pada apusan.
e. Teteskan air bersih hingga menutupi kaca objek, diamkan hingga pulasan "dapat
dibedakan", kira-kira selama 2-3 menit. Lama "pembedaan" ini bergantung pada
pewarna dan pH air yang dipakai. pH air harus berada pada kisaran 6,8-7,0.
f. Buang air tersebut dan letakkan kaca objek pada raknya, biarkan hingga kering.
4. Pewarnaan Kombinasi Wright-Giemsa
a. Meneteskan larutan Wright ke atas preparat sampai semua apusan tergenangi,
lalu dibiarkan selama 2 menit.
b. Menambahkan larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan dapar pH
6,4 atau 6,8 (1:4) sampai apusan tergenangi semua, lalu dibiarkan selama 15
menit.
c. Preparat dibilas dengan air kemudian dikeringkan di udara
15
Sumber Kesalahan Pembuatan SADT :
1. Pemeriksaan Leukosit :
a. Estimasi Jumlah : Cari lapang pandang dengan mikroskop obyektif 10x,
kemudian hitung sel darah putih/leukosit sebanyak 10 lapang pandang. Catat
hasil pengamatan jumlah leukosit setiap lapang pandang dan Hitung rata –
ratanya sebagai estimasi jumlah leukosit tersebut. Nilai normal 20 – 30
leukosit/LP.
16
b. Kelainan bentuk : sel abnormal/sel muda
c. Hitung Jenis Leukosit (different count) : Differensial counting merupakan hitung
jenis leukosit yang biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan apus
darah tepi. Pada hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis lekosit
normal sekaligus memperhatikan kemungkinan adanya sel lekosit abnormal
dalam darah tepi atau perifer. Sel lekosit normal merupakan sel lekosit yang
sudah matur atau dewasa yang beredar pada darah perifer dan terdiri dari basofil,
eosinofil, netrofil batang, netrofil segmen, limposit dan monosit. Sel lekosit
abnormal merupakan sel lekosit yang masih muda secara normal ada dalam
sumsum tulang dan dalam beberapa kasus dijumpai pada darah perifer.
d. Koreksi Jumlah Leukosit : Jika darah tepi mengandung banyak eritrosit berinti
(nucleated red blood cells, NRBCs) atau eritroblast, yaitu eritrosit yang masih
muda (misalnya pada anemia hemolitik), maka sel-sel tersebut akan turut
diperhitungkan seperti lekosit. Hal ini karena inti dari eritroblast tidak bisa
dilisiskan oleh larutan pengencer. Koreksi dapat dilakukan dengan memeriksa
apusan darah untuk dilakukan hitung differensial lekosit, kemudian persentase
jumlah eritrosit berinti dicatat. Koreksi jumlah lekosit dilakukan jika dijumpai
NRBC sebanyak 10% atau lebih. Perhitungannya adalah :
Lekosit terkoreksi = ( 100 x AL ) : ( 100 + NRBC )
Jika jumlah NRBCs yang ditemukan kurang dari 10%, maka tidak perlu
dilakukan koreksi jumlah lekosit, cukup dilaporkan saja.
2. Pemeriksaan Eritrosit:
1. Ukuran (Size)
a. Normositik : 6 – 8 mikron
b. Mikrositik : lebih kecil 6 mikron, pada defisiensi besi, Hemoglobinopati
17
c. Makrositik : lebih besar dari 8 mikron, pada defisiensi asam folat dan
vitamin B12, penyakit hati, alkoholisme.
d. Megalosit : > Makrosit (2x Normosit) pada Anemia Megaloblastik-oval
e. Anisositosis : Keadaan populasi sel darah merah terdapat ukuran yang
berbeda – beda (ringan, sedang, berat) pada satu sediaan.
2. Bentuk (shape)
Normal berbentuk bulat bikonkaf.
Bila ada kelainan – kelainan bentuk, maka akan dijumpai bentuk – bentuk seperti
target cells, elliptosit, epherocyte, crenated cell, siclic cell, dll.
Poikilositosis : Keadaan populasi sel darah merah terdapat bermacam – macam
bentuk (ringan, sedang, berat) pada satu sediaan.
3. Kromasi Eritrosit (Staining Characteristic)
Hanya ada dua kemungkinan, normokromik atau hipokromik. Tidak pernah
ditemukan hiperkromik, sebab normokromik kadar Hbnya sudah jenuh.
Normokrom : Normosit jingga muda dengan kadar Hb normal.
Hipokrom : Central pallor melebar, ukuran kecil : sel mikrositik hipokromik
Hiperkrom : Bukan oleh karena kadar Hb lebih tinggi, Sel membran darah merah
menebal, Mikrosferosit.
Polikromasi : Banyak sel polikromatik (gelap kebiruan), Retikulosit.
4. Susunan
Formasi rouleaux, aglutinasi (bergerombol)
5. Benda Inklusi
3. Pemeriksaan Trombosit :
a. Estimasi Jumlah :
Hitung trombosit harus dilakukan secara hati – hati terutama jika jumlahnya
sedikit. Berbagai metode telah dikembangkan dari mulai manual dengan mikroskop
fase kontras sampai alat otomatis, meski kecenderungan kesalahan tetap ada.
Pada prinsipnya semua hasil hitung trombosit baik normal maupun
abnormalyang diperiksa menggunakan alat otomatis maupun manual harus di
crosscheck pada SADT. Hasil hitung trombosit harus di konfirmasi dengan SADT
mengingat trombositopenia dapat beresiko perdarahan sehingga penetapannya harus
dilakukan dengan hati – hati. Crosscheck pada SADT bertujuan untuk mengetahui
18
ada tidaknya perbedaan hasil hitung trombosit dengan jumlah trombosit secara
estimasi.
Perbedaan mencolok antara hasil hitung trombosit dengan estimasi jumlah
trombosit selain karena disebabkan oleh kesalahan alat otomatis mengenali
trombosit, juga kemungkinan kesalahan preanalitik, analitik dan posanalitik. SADT
untuk estimasi jumlah trombosit harus dibuat sebaik mungkin sehingga terbentuk
daerah baca yang baik. Trombosit harus terdistribusi dengan baik dan tidak
bergerombol. Apabila cenderung bergerombol harus dibuat ulang SADT dengan
mencampur antara EDTA dengan darah dengan baik.
Menurut Barbara Brown, untuk mencari estimasi hitung trombosit terlebih
dahulu ditentukan jumlah trombosit sebanyak 5 – 10 lapang pandang menggunakan
perbesaran lensa obyektif 100x (minyak imersi), Jumlah trombosit normal perlapang
pandang adalah 7 – 15/LPB, pada daerah tipis dimana eritrosit tersusun bebas atau
sedikit overlaping. Rerata yang diperoleh dikalikan dengan 20.000/mm3. Hasil
perkalian tersebut merupakan jumlah trombosit secara estimasi. Contoh, apabila
rerata trombosit = 10, maka estimasi jumlah trombosit = 10 x 20.000/mm3 =
200.000/mm3. Metode ini berlaku untuk jumlah trombosit normal maupun abnormal.
Tetapi tidak dijelaskan alat hitung trombosit dan FN Mikroskop yang dipakai.
Terrel JC (1998) menganjurkan setiap laboratorium menentukan faktor
estimasi jumlah trombosit sesuai dengan alat hitung otomatis dan Field Number (FN)
Mikroskop yang dipakai. FN menentukan luas lapang pandang (Field of view
diameter) yang berpengaruh pada jumlah trombosit perlapang pandang. Kebanyakan
mikroskop mempunyai FN 18, sedangkan generasi baru sudah mulai memakai 20
atau 22. Lensa okuler pada mikroskop Leica DM500 menggunakan jenis lensa
dengan perbesaran standar 10x dan dengan Field Number (FN) = 20mm atau secara
singkat tertulis pada lensa 10x/20. Artinya lensa okuler pada paket dasar (basic)
adalah dengan perbesaran 10x dan diameter diafragma 20mm. Keuntungan bila
memakai lensa okuler dengan diafragma 20mm adalah luas lapang pandang (LLP)
atau Field of View (FOV) atau diameter lapang pandang menjadi lebih besar. FN 18
= Trombosit dalam 18 lp x 1000 = jumlah trombosit/mm3 (terdapat 8-25 trombosit/lp
adalah normal). FN 20 = trombosit dalam 11 lp x 1000 = jumlah trombosit/mm3
(terdapat 13-40 trombosit/lp adalah normal).
19
b. Kelainan Morfologi : adanya Giant platelet
1. Evaluasi Eritrosit
Morfologi secara umum adalah polikromatofilik, makrosit, dan sel eritrosit berinti.
Bentuk morfologi khusus bervariasi tergantung etiologi kerusakan eritrosit: (a) Akantosit
pada Abetalipoproteinemia, sirosis, uremia, Haemolytic Uremic Syndrome (HUS), anemia
hemolitik. (b) Ekinosit pada Abetalipoproteinemia, sirosis, uremia HUS. (c) Sel Target pada
Hb C atau E, penyakit hati, ikterus obstruktif, talasemia, pasca splenektomi. (d) Sel tetes Air
Mata pada mielofibrosis, talasemia, anemia hemolitik, mieloftisis. (e) Sickle Cell pada sickle
cell anemia. (f) Sferosit pada hemolisis didapat maupun herediter. Ovalosit pada ovalositosis
herediter. (g) Sistosit pada talasemia, anemia hemolitik, mikroangiopati
2. Evaluasi Lekosit
Pada suatu kondisi penyakit ditemukan tanda infeksi seperti persentase jumlah
netrofil, limfosis meningkat, hipersegmentasi, granulasitoksis, dan vakuolisasi sitoplasma.
Leukosit memiliki sebuah inti yang ukurannya dan bentuknya bervariasi sehingga mudah
20
dibedakan dengan eritrosit. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, terdapat lima jenis
leukosit yang utama-neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit.Proporsi tiap-tiap
jenis leukosit ini disebut fraksi jumlah jenis leukosit, yang memiliki makna diagnostik.
Sel-sel polimorfonuklear memiliki: sebuah inti yang terdiri dari beberapa lobus; granula-
granula pada sitoplasmanya istilah lazimnya adalah granulosit).
Limfosit don monosit : Limfosit dan monosit sama-sama memiliki inti yang padat, dengan
atau tanpa granula pada sitoplasmanya.
3. Evaluasi Trombosit
21
HITUNG JENIS LEKOSIT
Menghitung jenis lekosit sebenarnya menghitung jumlah relatif masing –masing jenis
lekosit ; dalam hal ini jumlah suatu jenis lekosit dinyatakan dalam (%) dari 100 buah lekosit
(semua jenis).Hitung jenis lekosit pada garis besarnya ada 2 macam yaitu : (1) Cara otomatis,
(2) Cara visual.
A. Cara otomatis
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dengan cara otomatis yang menggunakan alat
hematology analyzer bekerja berdasarkan beberapa prinsip diantaranya impedance dan
laser-based (optical) flowcytometry. Pada impedance flowcytometry, jenis-jenis leukosit
dibedakan menurut ukurannya saja, sehingga hanya bisa membedakan 3 (tiga) jenis
leukosit yaitu sel yang berukuran kecil dimasukkan dalam kelompok limfosit, sel yang
berukuran besar dimasukkan kelompok granulosit dan sel yang berukuran sedang
dimasukkan dalam kelompok mid-cells. Pada laser-based flowcytometry, untuk
membedakan sel-sel darah putih selain berdasarkan ukuran sel juga berdasarkan granula
yang kompleks dari masing-masing sel sehingga teknik ini dapat membedakan seluruh
jenis leukosit yang ada pada darah.
22
menambahkan pewarna pada reagen. Sel yang telah diberi pewarna akan memberikan
pendaran cahaya yang berbeda-beda, sehingga akan lebih banyak informasi yang didapat
untuk membedakan berbagai jenis sel.
Sel lekosit diwarnai dan dikelompokkan menjadi netrofil, eosinofil, basofil, monosit,
limfosit. Jika ada sel-sel muda, alat akan memberikan tanda yang harus dikonfirmasikan
dengan sediaan apus darah (Technicon). Alat yang menggunakan prinsip flowcytometry
dalam waktu 1 menit dapat menghitung 10.000 sel dengan presisi yang tinggi dan dalam
waktu yang singkat.
B. Cara visual
Hitung jenis lekosit biasanya dilakukan pada sediaan apus yang dibuat pada kaca objek
dengan pewarnaan tertentu. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan
mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
Cara Pemeriksaan:
2. Diperiksa dengan pembesaran lemah (lensa obyektif 10x dan lensa okuler 10x) untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh.
3. Pada daerah yang eritrositnya saling berdekatan adalah daerah yang paling baik untuk
melakukan hitungan jenis lekosit. Dengan pembesaran sedang (lensa obyektif 40x dan lensa
okuler 10x) dilakukan hitung jenis lekosit. Bila diperlukan dapat dilakukan penilaian lebih
lanjut dari sediaan apus menggunakan lensa objektif 100 x menggunakan minyak imersi.
Gambar 6. Lokasi dan arah pergerakan lapang pandang pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi
23
Dalam keadaan normal lekosit yang dapat dijumpai menurut ukuran yang telah
dibakukan adalah Basofil, Eosinofil, Netrofil batang, dan Netrofil segmen, Limfosit,
Monosit. Keenam jenis sel tersebut berbeda dalam ukuran, bentuk, inti, warna sitoplasma
serta granula di dalamnya. Proporsi jumlah masing-masing jenis lekosit tersebut dapat
mempunyai arti klinik yang penting.
a) Basofil
Fungsi basofil masih belum diketahui. Sel basofil mensekresi heparin dan histamin.
Jika konsentrasi histamin meningkat, maka kadar basofil biasanya tinggi. Jaringan
basofil disebut juga mast sel. Sel ini merupakan granulosit yang paling jarang
ditemukan.
Ukuran: 11-13 µm.
Bentuk: bulat.
Inti: sukar terlihat karena ketutupan granula.
Umumnya yang ditemukan basofil segmen (Bosofil polimorfonuklear). Granula
sitoplasmanya berwarna biru kehitaman, tidak sama besar dan ada beberapa
menutupi inti.
b) Eosinofil
Eosinofil memiliki kemampuan memfagosit, eosinofil aktif terutama pada tahap
akhir inflamasi ketika terbentuk kompleks antigen-antibodi. Eosinofil juga aktif pada
reaksi alergi dan infeksi parasit sehingga peningkatan nilai eosinofil dapat digunakan
untuk mendiagnosa atau monitoring penyakit.
Ukuran: 12-15 µm.
Inti: biasanya terdiri dari dua lobus
Sitoplasma: sempit, mengandung banyak granula yang besar, bulat, terwarnai
merah-jingga, dan tersusun padat berkelompok. Umumnya yang ditemukan adalah
eosinofil segmen atau Eosinofil polimorfonuklear.
c) Netrofil
Neutrofil adalah leukosit yang paling banyak. Neutrofil terutama berfungsi sebagai
pertahanan terhadap invasi mikroba melalui fagositosis. Sel ini memegang peranan
24
penting dalam kerusakan jaringan yang berkaitan dengan penyakit noninfeksi seperti
artritis reumatoid, asma dan radang perut.
Neutrofil batang
Ukuran : 10 – 15 mikron
Inti : berbentuk lebih besar dari 1/2 diameter sel. Inti mungkin bersatu.
Kromatinnya padat, sedang granula sitoplasma kecil – kecil.
Netrofil Segmen
Intinya berlobus, dimana antara satu lobus dengan lobus lainnya dihubungkan
dengan sebuah filamen. Inti sudah terpisah. Kromatinnya lebih padat daripada
netrofil batang, sedang sitoplasma bergranula kecil yang tersebar merata.
d) Limfosit
Merupakan sel darah putih yang kedua paling banyak jumlahnya. Sel ini bergerak ke
daerah inflamasi pada tahap awal dan tahap akhir proses inflamasi. Merupakan
sumber imunoglobulin yang penting dalam respon imun seluler tubuh. Kebanyakan
limfosit terdapat di limfa, jaringan limfatikus dan nodus limfa. Hanya 5% dari total
limfosit yang beredar pada sirkulasi.
Ukuran dan bentuknya bermacam – macam. Intinya relatif lebih besar dari
sitoplasmanya, kadang – kadang berlekuk dan mempunyai khromatin yang padat.
Intinya berlekuk (besar). Sitoplasmanya biru, kadang – kadang ada granula
szorophyll.
Limfosit yang kecil
Ukuran: 7-10 µm.
Bentuk: bulat.
Inti: besar (menempati sebagian besar ruang se!), dengan kromatin yang padat dan
terwarnai ungu dongker.
Sitoplasma: sempit, terwarnai biru, tanpa granula.
Limfosit yang besar
Ukuran: 10 - 15 µm.
Bentuk: bulat atau ireguler.
Inti : oval atau bulat, kadang-kadang eksentrik.
Sitoplasma : luas, terwarnai biru pucat, mengandung beberapa granula yang besar
dan terwarnai merah tua.
25
e) Monosit
Monosit merupakan sel darah yang terbesar. Sel ini berfungsi sebagai lapis kedua
pertahanan tubuh, dapat memfagositosis dengan baik dan termasuk kelompok
makrofag. Manosit juga memproduksi interferon.
Ukuran : 15-25 µm (leukosit terbesar).
Bentuk : ireguler (bulat kadang – kadang mempunyai pseudopodis).
Inti : bentuknya bervariasi, seringnya seperti ginjal, dengan kromatin yang terwarnai
ungu pucat dan tersusun seperti untaian.
Sitoplasma: terwarnai biru pucat, mengandung granula-granula yang halus seperti
debu dan biasanya terwarnai kemerahan. Biasanya, tampak vakuola-vakuola di
dalamnya.
Selain sel-sel di atas, pada keadaan abnormal mungkin pula dijumpai sel muda. Pada
keadaan demikian, urutan hitung jenis lekosit harus disusun menurut urutan maturasi seri
granulosit, yaitu mieloblast, promielosit, mielosit, metamielosit, batang, segmen, basofil,
eosinofil, limfosit, dan monosit. Perlu diingat bahwa kebenaran perhitungan jenis sel
dipengaruhi oleh jumlah sel yang dihitung, yang mengikuti hukum distribusi Poisson.
Makin banyak lekosit yang dihitung, makin kecil kesalahan yang terjadi. Hasil
hitung jenis berdasarkan 100 sel sebenarnya hanya bermakna jika dalam keadaan normal,
yaiitu normal jumlah lekosit dan normal morfologinya. Pada keadaan lekositosis jumlah
lekosit yang dihitung harus lebih banyak; pada lekositosis antara 10.000 – 20.000 hitung
jenis berdasarkan 200 sel, lekositosis antara 20.000 – 50.000 hitung jenis berdasarkan pada
300 sel dan lekositosis lebih dari 50.000 hitung jenis didasarkan pada 400 sel.
Untuk melakukan hitung jenis, sediaan digerakkan sedemikian rupa satu lapangan
pandangan tidak dinilai lebih satu kali. Catatlah semua jenis lekosit yang dijumpai, gunakan
alat differential cell counter, apabila tidak tersedia buatlah kolom-kolom seperti gambar.
26
Gambar 7. Kolom – kolom pada perhitungan hitung jenis lekosit
Interpretasi :
Pada berbagai keadaan klinik dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing
jenis lekosit, baik berupa peninggian jumlah atau penurunan jumlah nilai dari normalnya.
Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa disertai peninggian jumlah lekosit
secara keseluruhan. Peninggian yang relatif adalah peninggian jumlah suatu jenis lekosit
tanpa disertai kenaikan jumlah lekosit secara keseluruhan. Jenis lekosit yang normal yang
ditemukan dalam darah tepi adalah eosinofil (1% - 3%), basofil (0-1%), netrofil batang (2%-
6%), netrofil segmen atau sel PMN (50%-70%), limfosit (20%-40%) dan monosit (2%-8%).
Pada Tabel 1 menyajikan kisaran-normal fraksi jumlah jenis leukosit pada berbagai
kelompok usia. Normalnya, distribusi jenis-jenis leukosit menunjukkan dua pola utama: (1).
Pola pertama, predominan limfosit (pada bayi dan anak di bawah 10 tahun), (2). Pola kedua,
predominan neutrofil (pada bayi baru lahir, anak di atas 10 tahun, dan dewasa).
Tabel 1. Kisaran Normal fraksi jumlah jenis Leukosit, berdasarkan kelompok usia
Untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai komposisi sel darah putih per
mm3 darah harus diperhitungkan dengan jumlah absolut . Jika memakai satuan
27
konvensional (yaitu "dalam persentase”), nilai-nilai di atas dikali 100. Hitung jenisIeukosit
sama dengan angka persen jenis leukosit tertentu (misal: neutrofil) dikali konsentrasi jumlah
leukosit total dan dibagi 100.
Contoh (1):
konsentrasi jumlah leukosit total = 5000/mm3
persentase neutrofil = 42%
jumlah neutrofil "absolut" = (42 x 5000)/ 100 = 2100/ mm3
Cobtoh (2) :
Neutrofilia Relatif
Hitung jenis neutrofi = 80%
Total lekosi = 2000 / ul
Neutrofilia relatif menjadi neutropenia jika diperhitungkan dengan jumlah absolut
(80 x 2000)/100 = 1600/ ul
28
(karbimazol). (2) Benigna (ras atau familia). (3) Infeksi virus, misalnya hepatitis,
influenza, (4) Infeksi bakteri ganas (fulminant), misalnya tifus abdominalis, tuberkulosis
milier Hipersensitivitas dan anafilaksis, (5) Neutropenia otoimun, (6) Sindroma Felty, (7)
Systemic lupus erythematosis, (8) Sepsis.
Shift to left atau peningkatan band (sel belum dewasa) terjadi ketika neurofil muda
dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh infeksi, obat kemoterapi, gangguan
produksi sel (leukemia) atau perdarahan.
Shift of the right atau peningkatan segmen (sel dewasa) terjadi pada penyakit hati,
anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asam folat, hemolisis, kerusakan
jaringan, operasi, obat (kortikosteroid).
Faktor pengganggu : (1) Kondisi fisiologi seperti stres, senang, takut, marah dan
olahraga secara sementara menyebabkan peningkatan neutrofil. (2) Wanita yang
melahirkan dan menstruasi dapat terjadi neutrofilia. (3) Pemberian steroid: puncak
neutrofilia pada 4 hingga 6 jam dan kembali normal dalam 24 jam (pada infeksi parah,
neutrofilia tidak terjadi). (4) Paparan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. (5) Umur:
Anak-anak merespon infeksi dengan derajat leukositosis neutrofilia yang lebih besar
dibandingkan dewasa. Beberapa pasien lanjut umur merespon infeksi dengan derajat
netrofil yang lemah, bahkan ketika terjadi infeksi parah. (6) Resistensi : Orang pada
semua kisaran umur dalam kondisi kesehatan lemah tidak merespon dengan neutrofilia
yang bermakna. (7) Myelosupresif kemoterapi.
Hal yang harus diwaspadai:
Agranulositosis (ditandai dengan neutropenia dan leukopenia) sangat berbahaya dan
sering berakibat fatal karena tubuh tidak terlindungi terhadap mikroba. Pasien yang
mengalami agranulositosis harus diproteksi terhadap infeksi melalui teknik isolisasi
terbalik dengan penekanan pada teknik pencucian tangan.
b. Eosinofilia, yaitu peningkatan fraksi jumlah eosinofil (>0,05) atau di atas 0,4 x 109/L.
Ditemukannya eosinofilia hampir selalu dianggap berkaitan dengan infeksi parasit
jaringan (misalnya: skistosomiasis, filariasis, cacing tambang, askariasis). Eosinofilia
juga dapat disebabkan oleh alergi, Pemulihan dari infeksi akut, Penyakit kulit tertentu,
misalnya psoriasis, pemfigus dan dermatitis herpetiformis, Eosinopilia pulmoner dan
sindroma hipereosinofilik, Sensitivitas terhadap obat, Poliarteritisnodosa, Penyakit
Hodgkin dan beberapa tumor lain, Leukemia eosinofilik ( jarang ).
29
Eosinopenia terjadi pada : (1) Pemberian hormon / obat (kortikosteroid, adrenalin,
efedrin, insulin), (2) Stress: emosi, operasi, trauma, dingin, (3) Cushing Syndrom.
Jumlah eosinofil rendah pada pagi hari dan meningkat pada sore hari hingga tengah
malam. Eosinofilia dapat disamarkan oleh penggunaan steroid dan dapat meningkat
dengan L-triptofan.
Faktor pengganggu : (1) Ritme harian: jumlah eosinofil normal terendah pada pagi hari,
lalu meningkat dari siang hingga setelah tengah malam. Karena itu, jumlah eosinofil
serial seharusnya berulang pada waktu yang sama setiap hari. (2) Situasi stres, seperti
luka, kondisi pasca operasi, tersengat listrik menyebabkan penurunan eosinofil. (3)
Setelah pemberian kortikosteroid, eosinofil menghilang.
Hal yang harus diwaspadai:
Eosinofil dapat tertutup oleh penggunaan steroid. Berikan perhatian pada pasien yang
menerima terapi steroid, epinefrin, tiroksin atau prostaglandin.
c. Limfositosis, yaitu peningkatan fraksi jumlah limfosit (>0,35 pada dewasa dan >0,45
pada anak-anak), ditemukan pada infeksi viral tertentu (mis, campak), infeksi kronis
tertentu (mis, malaria, tuberkulosis), dan beberapa kondisi toksik, Leukemia limfositik
kronis (dan beberapa limfoma).
Limfopenia, biasanya pada penderita AIDS, Limfopenia tidak umum, dapat tidak terjadi
pada kegagalan sumsum tulang berat, dengan terapi kortikosteroid dan imunosupresif
lain, pada penyakit Hodgkin dan dengan penyinaran luas.
Virosites (limfosit stres, sel tipe Downy, limfosit atipikal) adalah tipe sel yang dapat
muncul pada infeksi jamur, virus dan paratoksoid, setelah transfusi darah dan respon
terhadap stres.
Faktor pengganggu : (1) Limfositosis pada pediatri merupakan kondisi fisiologis pada
bayi baru lahir yang meliputi peningkatan sel darah putih dan limfosit yang nampak tidak
normal yang dapat keliru dengan keganasan sel. (2) Olahraga, stres emosional dan
menstruasi dapat menyebabkan peningkatan limfositosis.
Hal yang harus diwaspadai:
Penurunan limfosit < 500/mm3 menunjukkan pasien dalam bahaya dan rentan terhadap
infeksi, khususnya infeksi virus. Harus dilakukan tindakan untuk melindungi pasien dari
infeksi.
d. Monositosis, yaitu peningkatan fraksijumlah monosit (>0,06), ditemukan pada infeksi
bakterial tertentu (mis., demam tifoid, mononukleosis infeksiosa) dan infeksi parasit
30
tertentu (mis., malaria, kala-azar (leishmaniasis viseral), Penyakit protozoa, Neutropenia
kronis, kerusakan jantung dan hematologi.
Monositopenia, biasanya tidak mengindikasikan penyakit, tetapi mengindikasikan stres,
penggunaan obat glukokortikoid, myelotoksik dan imunosupresan.
e. Basofilia, Peningkatan basofil darah diatas 0,1 x 109/L, tidak umum. Penyebab biasa
adalah kelainan mieloproliferatif seperti leukemia granulositik kronis atau polisitemia
vera. Peningkatan basofil reaktif kadang-kadang terlihat pada myxedema, selama infeksi
cacar atau cacar air, dan pada kolitis ulserativa.
Basofilopenia/Basopenia terjadi pada, Alergi, Hipertiroidisme, Infark miokard, Terapi
kortikosteroid, Jangka panjang, Cushing’s Syndrom.
31
HAEMOSTASIS
32
Tabel 2. Daftar faktor – faktor pembekuan
Beberapa faktor - faktor pembekuan darah disintesis di hati, faktor II, VII, IX dan
X, begitu juga faktor XI, XII, XIII, dan faktor V. Sebagian besar faktor - faktor
pembekuan darah ada dalam plasma, pada keadaan normal ada dalam bentuk inaktif dan
nantinya akan dirubah menjadi bentuk enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama
koagulasi.
Faktor - faktor pembekuan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa group
berdasarkan fungsinya. Faktor XII, faktor XI, prekallikrein, faktor X, faktor IX, faktor
VII, dan protrombin merupakan zimogen dari serine protease akan dirubah menjadi
enzim yang aktif selama pembekuan darah. Sedangkan faktor V, faktor VIII, High
Molecular Weight Kininogen (HMWK), dan tissue factor yang terdapat di ekstravaskuler
dan harus kontak dengan darah bukan merupakan proenzim tetapi berfungsi sebagai
kofaktor. Faktor V, faktor VIII, dan High Molecular Weight Kininogen (HMWK)
harus diaktifasi agar berfungsi sebagai kofaktor.
33
mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan kerja dari tissue factor.
Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi - reaksi yang melibatkan faktor
XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein, High Molecular Weight
Kininogen , dan platelet factor 3 (PF-3). Reaksi - reaksi ini berperan untuk pembentukan
suatu enzim yang mengaktifasi faktor X, dimana reaksi - reaksi tersebut dinamakan
jalur instrinsik (intrinsic pathway).
Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu interaksi
antara tissue factor ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim yang juga
mengaktifasi faktor X. Ini dinamakan jalur ekstrinsik ( extrinsic pathway ).
Langkahselanjutnya dalam proses koagulasi melibatkan faktor X dan V, PF-3,
protrombin, dan fibrinogen. Reaksi - reaksi ini dinamakan jalur bersama ( common
pathway ). Jalur ekstrinsik dimulai dengan pemaparan darah ke jaringan yang luka.
Disebut ekstrinsik karena tromboplastin jaringan ( tissue factor) berasal dari luar
darah. Pemeriksaan Protrombin Time (PT) digunakan untuk skrining jalur ini. Apabila
darah diambil secara hati - hati sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah
tersebut masih membeku didalam tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik,
karena substansi yang diperlukan untuk pembekuan ada dalam darah. Jalur intrinsik
dicetuskan oleh kontak faktor XII dengan permukaan asing. Partial thromboplastin
time (PTT) dan activated PTT (aPTT) adalah monitor yang baik untuk jalur ini. Kedua
jalur akhirnya sama - sama mengaktifasi faktor X, dan disebut jalur bersama. Konsep
dari dua jalur yang terpisah praktis untuk memahami koagulasi darah in vitro. Hasil
dari pemeriksaan PT dan PTT atau aPTT biasanya menolong lokasi suatu kelainan
dalam skema koagulasi untuk diagnosis kelainan - kelainan koagulasi.
34
diperlukan untuk membentuk bekuan darah. Uji masa protrombin (prothrombin
time, PT) untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur
bersama, yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), aktor V (proakselerin),
faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V dan
VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal.
Dilakukan dengan menambahkan suatu bahan yang berasal dari jaringan
(biasanya dari otak, plasenta dan paru - paru) pada plasma sitrat dan dengan
memberikan kelebihan Ca2+, kemudian diukur waktu terbentuknya bekuan.
Pemanjangan masa Protrombin berhubungan dengan defisiensi faktor - faktor
koagulasi jalur ekstrinsik, penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati,
jaundice), afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), disseminated
intravascular coagulation (DIC) dan fibrinolisis. Pada penyakit hati PT memanjang
karena sel hati tidak dapat mensintesis protrombin.Sedangkan hasil memendek dapat
terjadi pada tromboflebitis, infark miokardial, embolisme pulmonal. Serta pengaruh obat
: barbiturate, digitalis, diuretic, difenhidramin (Benadryl), kontrasepsi oral, dan rifampin.
International Normalized Ratio (INR) adalah satuan yang lazim digunakan untuk
pemantauan pemakaian antikoagulan oral. INR didadapatkan dengan membagi
nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal kemudian dipangkatkan dengan
International Sensitivity Index (ISI). INR merupakan rancangan untuk memperbaiki
proses pemantauan terhadap terapi warfarin sehingga INR digunakan sebagai uji
terstandardisasi internasional untuk PT. INR juga dapat dipakai pula untuk mengetahui
apakah dosis obat antikoagulan oral yang dipakai telah optimal atau belum.
35
(antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II
(protrombin) dan faktor I(fibrinogen).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan aktifator seperti kaolin, ellegic
acid atau celite dan juga fosfolipid standard untuk mengaktifkan faktor kontak pada
plasma sitrat. Lalu ditambahkan ion kalsium dan diukur waktu sampai
terbentuknya bekuan.
Pemeriksaan ini untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating anticoagulant.
APTT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika
kadarnya < 7 detik dari nilai normal, maka hasil pemeriksaan itu dianggap abnormal.
APTT memanjang dijumpai pada: Penyakit hati (sirosis hati), Leukemia (mielositik,
monositik), Penyakit Von Willebrand (hemophilia vaskular), Malaria Koagulopati
konsumtif, seperti pada disseminated intravascular coagulation (DIC), Circulating
anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating anticoagulant terhadap suatu faktor
koagulasi) Selama terapi antikoagulan oral atau heparin.
36
Spesimen Pemeriksaan Penyaring Faktor Pembekuan :
(a) Antikoagulan
Antikoagulan yang dipakai adalah Natrium sitrat 0,11 M dengan perbandingan 1
bagian Na sitrat : 9 bagian darah. Cara kerja antikoagulan ini adalah menghambat
aktivitas faktor pembekuan dengan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium
sitrat, sehingga menghambat aktifitas fibrinogen menjadi fribrin (bekuan). Cara
membuat Na sitrat 0,11 M adalah Na2C6H5O7.2H2O ditimbang sebanyak 32 gram,
lalu larutkan dalam air suling sampai volume 1 Liter. Supaya tahan lama sebaiknya
disimpan dalam lemari es.
(b) Tabung penampung
Untuk pemeriksaan koagulasi penampung harus terbuat dari plastik atau gelas yang
dilapisi silikon. Penampung harus bersih sekali, tidak boleh ada kotoran atau sisa
detergen yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. untuk mencuci tabung
penampung yang dipakai untuk pemriksaan koagulasi dianjurkan memakai HCl 3%.
Setelah itu dibilas bersih, jangan ada sisa asam yang dapat mempengaruhi pH.
(c) Semprit dan jarum
Ukuran jarum disesuaikan dengan vena pasien sehingga tidak menimbulkan resiko
spesimen menjadi rusak sebelum dilakukan pemeriksaan.
(d) Pengambilan darah
37
Penting untuk diperhatikan, bahwa pengambilan darah tidak boleh gagal. Artinya
jarum langsung masuk ke vena. Bila jarum tidak langsung masuk ke vena, maka akan
terbawa cairan jaringan yang alan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bila terjadi
kegagalan waktu pengambilan darah, maka jarum harus diganti dengan yang baru.
Dianjurkan menggunakan sistem pengambilan darah close system.
(e) Kontrol
Tiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa pula 1 kontrol
normal dan 1 kontrol abnormal. Kontrol dapat dibeli atau dibuat sendiri. Kontrol
normal dapat dibuat dengan mencampur beberapa plasma. Sebaiknya berasal dari 10
– 20 orang pria dan wanita. Untuk kontrol tidak boleh dipakai plasma yang ikterik,
hemolisa dan lipemik.
(f) Pengolahan bahan
Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung plastik yang telah diisi Na Sitrat
dengan perbandingan 9 : 1. Kemudian dicampur dengan membolak balikkan tabung.
Jangan dikocok sebab akan merusak beberapa faktor pembekuan. Sebaiknya segera
disentrifus, bila tidak, simpanlah dalam tempat yang dingin ( kecuali untuk masa
protombin plasma dan trombotest pada suhu kamar ).
(g) Penyimpanan dan pengiriman bahan (transport spesimen)
Plasma sebaiknya segera diperiksa, bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam
setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat tertutuppada keadaan
beku – 20 derajat. Bila pemeriksaan tidak dapat dikerjakan dan akan dirujuk ke
laboratorium lain, kirimlah plasma dalam tabung plastik tertutup dalam keadaan
dingin.
(h) Pemeriksaan
Pemeriksaan koagulasi dapat dikerjakan dengan cara manual atau dengan cara
semiotomatik. Alat – alat yang dipaki harus mempunyai ketepatan dan ketelitian
yang baik. Cara mengerjakan harus mengikuti petunjuk dari pabrik alat maupun
reagen.
(i) Pencatatan hasil
Hasil yang diperoleh harus dicatat dibuku selain pada formulir hasil (kecuali sudah
menggunakan sistem LIS). Penggantian reagen dengan nomor Lot baru atau reagen
dari pabrik lain harus dicatat, sebab nilai normal berbeda.
38
PROTHROMBIN TIME / PT
(Masa Protrombin)
Tujuan : Menentukan aktivitas faktor – faktor pembekuan jalur ekstrinsik dan jalur
bersama (Protombin, FV, FVII, FX)
Prinsip :
Tromboplastin jaringan dan ion kalsium ditambahkan kedalam plasma sitrat, kemudian
diukur lamanya waktu yang diperlukan untuk terjadinya pembekuan fibrin.
Cara Kerja :
Persiapan Sampel :
Tabung penampung Plasma Sitrat harus terbuat dari plastik, bertutup rapat (Centrifuge
Tube).
Segera lakukan pemeriksaan, bila ditunda hanya dalam batas waktu 2 jam setelah
pengambilan pada suhu kamar.
Jangan menginkubasi Plasma pada suhu 37C > 1 menit.
Persiapan & Penyimpanan Control :
Larutkan bahan Kontrol dengan 1,0 ml aquabidest dan diamkan selama 5 menit pada
suhu kamar agar terjadi rehidrasi.
Homogenkan hingga larut dengan sempurna selama 15 menit dengan menggunakan
Mixer Roller.
Diamkan kembali pada suhu kamar selama 20 menit.
Bagilah sebanyak yang dibutuhkan ke tabung plastik bertutup rapat (Centrifuge Tube)
dan segera simpan pada suhu 2 - 8º .
Ambil bila dibutuhkan dan diamkan pada suhu kamar sebelum digunakan. Kontrol yang
sudah dipakai tidak boleh disimpan kembali ke lemari es.
Stabilitas bahan Kontrol hanya 8 jam pada suhu 2 – 8 ºC dan rentan terhadap
perubahan suhu
39
Persiapan & Penyimpanan Reagen :
Reagen Cair Uniplastin adalah reagen siap pakai, diamkan terlebih dahulu pada suhu
kamar setelah dikeluarkan dari lemari es dan kemudian homogenkan.
Pindahkan seperlunya untuk pemeriksaan ketabung reagent yang baru (penambahan
reagent baru harus menggunakan tabung baru ,jangan dicampur dengan yang lama ).
Simpan kembali sisa reagen ke lemari es dengan segera di suhu 2 – 8 ºC (jangan
dibekukan).
Bila dibutuhkan kembali, ambil seperlunya dan diamkan pada suhu kamar sebelum
digunakan.
Inkubasi reagen Uniplastin pada alat (suhu 37 ºC ) tidak boleh lebih dari 30 menit,
bila lebih dari 30 menit reagen akan rusak.
Catatan :
a. Sebelum digunakan kuvet yang berisi stirer harus digunakan pada blok inkubator
selama 5-10 menit
b. Gunakan Pipet Tip, kuvet dan stir bar yang selalu baru.
c. Penambahan reagen ke dalam cuvette harus dilakukan dengan cepat.
d. Volume pemipetan reagen dan plasma harus tepat.
e. Perhatikan STABILITAS reagent and control terhadap SUHU.
1. Pada keadaan STANDBY tanpa kuvet untuk semua channel pengukuran, pada layar
akan tertera nilai temperatur dari blok inkubasi dan juga metode pemeriksaan yang
dipilih.Gunakan kursor panah [/] untuk memilih metode pemeriksaan PT.
Tekan Enter untuk melakukan pemeriksaan PT.
2. Alat akan melakukan pembacaan nilai blanko secara otomatis
40
3. Pipet 50 µl plasma sitrat masukkan kedalam kuvet yang berisi stirer. Buka light
protection cap dan segera masukkan kuvet dengan tepat kedalam channel
pengukuran.Tutup kembali light protection cap.
4. Alat secara otomatis akan mengenali kuvet yang dimasukkan dan timer akan
menghitung mundur waktu inkubasi plasma sitrat.
5. Sinyal suara akan terdengar untuk mengindikasikan sisa waktu inkubasi 5 detik.
6. setelah waktu inkubasi selesai alat dalam keadaan adjS (adjust Sample) artinya alat
sedang melakukan penyesuaian signal untuk sample.
7. pipet 100 µl reagen PT-S yang telah diinkubasi (prewarmed) dan masukkan tip pipet
melalui light protection cap secara tegak lurus dan lakukan pemipetan dengan cepat.
8. Segera setelah hasil diperoleh maka printer secara otomatis akan mencetak hasil
dalam Detik dan INR.
9. Keluarkan kuvet dari channel pengukuran di ikuti dengan menekan tombol CH(n)
(sesuai letak kuvet dalam channel pengukuran).
41
ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME / APTT
( Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi)
Prinsip :
Persiapan Sampel :
Tabung penampung Plasma Sitrat harus terbuat dari plastik, bertutup rapat (Centrifuge
Tube).
Segera lakukan pemeriksaan, bila ditunda hanya dalam batas waktu 2 jam setelah
pengambilan pada suhu kamar.
Jangan menginkubasi Plasma pada suhu 37C > 5 menit
42
Stabilitas bahan Kontrol hanya 24 jam pada suhu 2 – 8 ºC dan rentan terhadap
perubahan suhu.
Catatan : (1) Gunakan Pipet Tip, kuvet dan stir bar yang selalu baru, (2) Penambahan
reagen ke dalam cuvette harus dilakukan dengan cepat, (3) Volume pemipetan reagen
dan plasma harus tepat, (4) Perhatikan STABILITAS reagent and control terhadap
SUHU.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium : (1) Pembekuan sampel
darah, (2) Sampel darah hemolisis atau berbusa, (3) Pengambilan sampel darah pada
jalur intravena (misal pada infus heparin).
1. Pada keadaan STANDBY tanpa kuvet untuk semua channel pengukuran, pada layar
akan tertera nilai temperatur dari blok inkubasi dan juga metode pemeriksaan yang
dipilih. Gunakan kursor panah [/] untuk memilih metode pemeriksaan aPTT.
Tekan Enter untuk melakukan pemeriksaan aPTT
2. Alat akan melakukan pembacaan nilai blanko secara otomatis
43
3. Pipet 50 µl plasma sitrat + 50 µl reagen aPTT-S masukkan kedalam kuvet yang
berisi stirer. Buka light protection cap dan segera masukkan kuvet dengan tepat
kedalam channel pengukuran.Tutupkembali light protection cap.
4. Alat secara otomatis akan mengenali kuvet yang dimasukkan dan timer akan
menghitung mundur waktu inkubasi plasma sitrat
5. sinyal suara akan terdengar untuk mengindikasikan sisa waktu inkubasi 5 detik
6. setelah waktu inkubasi selesai alat dalam keadaan adjS (adjust Sample) artinya alat
sedang melakukan penyesuaian signal untuk sample.
7. pipet 50 µl CaCl2 yang telah diinkubasi (prewarmed) dan masukkan tip pipet melalui
light protection cap secara tegak lurus dan lakukan pemipetan dengan cepat
8. Segera setelah hasil diperoleh maka printer secara otomatis akan mencetak hasil
dalam Detik dan Rasio.
9. Keluarkan kuvet dari channel pengukuran di ikuti dengan menekan tombol CH(n)
(sesuai letak kuvet dalam channel pengukuran).
44
TEKANAN DARAH
Tekanan darah merupakan gaya yang dihasilkan oleh darah terhadap dindinng
pembuluh darah. Aktifitas jantung dapat dibagi menjadi dua periode kontraksi atau sistole
dan periode relaksasi atau diastole. Tekanan darah sistole adalah tekanan yang dihasilkan
otot jantung saat mendorong darah dari ventrikel kiri ke aorta (tekanan pada saat otot
ventrikel jantung kontraksi). Tekanan darah diastole adalah tekanan pada dinding arteri
dan pembuluh darah akibat mengendurnya otot ventrikel jantung (tekanan pada saat otot
atrium jantung kontraksi dan darah menuju ventrikel).Tekanan darah biasanya di
gambarkan sebagai rasio tekanan sistole terhadap tekanan diastole.
Hal – hal yang perlu dimengerti sehubungan dengan tekanan darah antara lain sebagai
berikut:
45
jantung atau tidak. (2) pengaruh dari luar jantung ( misal : Umur, Jenis kelamin,
temperatur, sikap badan , kerja keras, dll).
b) Reflek presor dan reflek depresor
Agar keadaan tubuh dan fungsi organ – organ selalu dalam keadaan konstan maka
tekanan darahpun selalu diusahakan dalam keadaan konstan. Untuk itu maka ada
reflek yang mengatur tekanan darah yaitu, reflek pressor & reflek Dpressor.
46
PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH
Dasar : tekanan darah dalam arteri tidaklah tetap besarnya antara tiap – tiap
denyutnya cor. Yaitu berubah – ubah antara tekanan sistole ( maximal ) dan tekanan diastole
( minimal ). Maka dari itu dalam mengukur tekanan darah haruslah disebutkan tekanan
sistole dan diastole , misalnya tekanan darah : 120 / 80 mmHg.
Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, (1) respirasi, (2)
sikap badan (tidur, duduk, berdiri, dll), (3) kerja, (4) waktu (pagi, siang, malam), (5) umur,
(6) kelamin, (7) keadaan emosi.
Terdapat 2 macam cara pengukuran tekanan darah yaitu (a). Secara Direct dan (b) secara
Indirect.
Pengukuran tekanan darah secara direct (secara terbuka), jarang dikerjakan, oleh
karena kurang praktis dan sukar. Yaitu dengan membuka arteri dan memasukkan kedalam
arteri menuju cor dan perifer, sedang kaki yang lain dihubungkan dengan manometer.
Pengukuran tekanan darah secara indirect , meskipun dengan tidak memberikan hasil
yang mutlak benar dan tepat, tetapi dapat kita pergunakan dalam klinik dengan memberi
penilaian nisbi pada hasil- hasil pengukuran itu. Artinya kita dapat membandingkan tekanan
darah dari penderita dengan tekanan darah dari orang normal.
Ada berbagai cara pengukuran tekanan darah secara indirect, antara lain: (1) cara
palpatoir, (2) cara vasculator/auskultasi (korotkov).
47
Alat :
(a) Sphygmomanometer yang terdiri dari : Sebuah manometer air raksa, sebuah manset
dari Riva Rocci, sebuah bola karet untuk memompa udara, sebuah katup jarum
(b) Stestokop
48
2. Fase 2 : suara itu menjadi lebih keras dan diikuti oleh desingan seperti
tiupan.
3. Fase 3 : suara itu menjadi maksimal dan desingan menjadi mulai hilang.
4. Fase 4 : sekonyong – konyong suara menjadi kurang nyata, menjadi suara
tertutup , ini pada fase 4 (muffing sound)
5. Fase 5 : suara hilang
(d) Tekanan sistole = sesuai dengan suara fase 1
Tekanan diastole = sesuai dengan suara fase 4
(e) Perlu diketahui bila suara fase 4 tidak jelas, maka dapat ditetapkan dengan
menambah 5 mmHg. Dari tekanan saat hilangnya suara dari fase 5.
(f) Bila setelah manset diatur berulang – ulang masih belum terdengar dengan jelas
batas diastolenya , maka probandus diberi 1 aspirin.
Cara Kerja :
I. Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada sikap berbaring, duduk dan berdiri.
Berbaring :
(1) Probandus berbaring terlentang dengan tenang selama 10 menit.
(2) Selama menunggu pasanglah manset sphygmomanometer pada lengan kanan
atas Probandus.
(3) Carilah dengan palpasi denyut arteria brachialis pada fossa cubiti dan denyut
arteria radialis pada pergelangan tangan Probandus.
(4) Setelah Probandus berbaring 10 menit pompakan udara kedalam manset hingga
kira – kira 20 – 40 mmHg diatas nilai normal kemudian secara perlahan – lahan
keluarkan udara hingga terdengar fase – fase korotkof. Tetapkanlah nilai – nilai
tekanan sistolis (cara auskultasi maupun cara palpasi) dan tekanan diastolisnya.
Ulangi pengukuran ini sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata – rata dan
catat lah hasilnya.
Duduk :
(5) Tanpa melepaskan manset Probandus disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit
ukurlah lagi tekanan darah arteria brachialisnya denagn cara yang sama. Ulangi
pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata – rata dan catatlah
hasilnya.
49
Berdiri :
(6) Tanpa melepaskan manset probandus disuruh berdiri. Setelah ditunggu 3 menit
ukurlah lagi tekanan darah arteria brachialisnyadengan cara yang sama. Ulangi
pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata – rata dan catat
hasilnya.
(7) Bandingkanlah hasil pengukuran tekanan darah Probandus pada ketiga sikap
yang berbeda diatas.
50
PERCOBAAN PADA KELAINAN HEMORAGIK
BLEEDING TIME
(Masa Perdarahan)
Pembuluh kapiler yang tertusuk akan mengeluarkan darah sampai luka itu tersumbat
oleh trombosit yang menggumpal. Bila darah keluar dan menutupi luka, terjadilah
pembekuan dan fibrin yang terbentuk akan mencegah perdarahan yang lebih lanjut . Pada
tes ini darah yang keluar harus dihapus secara perlahan-lahan sedemikian rupa sehingga
tidak merusak trombosit. Setelah trombosit menumpuk pada luka, perdarahan berkurang dan
tetesan darah makin lama makin kecil.
Tes masa perdarahan ada 2 cara yaitu metode Duke dan metode Ivy . Kepekaan
metode Ivy lebih baik, dengan nilai rujukan 1 - 7 menit dan metode Duke dengan nilai
rujukan 1 – 3 menit.
1. METODE DUKE
3. Prinsip : waktu perdarahan adalah waktu antara terjadinya perdarahan setelah dilakukan
penusukan pada kulit cuping telinga dan terhentinya perdarahan tersebut secara spontan
4. Alat dan bahan : Disposable Lanset steril, Kertas saring bulat, Stop Watch, Kapas alkohol
70%.
51
B. Tahap Analitik
Cara kerja :
1. Bersihkan daun telinga dengan kapas alkohol 70% , biarkan mengering.
2. Tusuklah pinggir anak daun telinga itu dengan lanset steril , sedalam 2 mm.
3. Jika terlihat darah mulai keluar jalankan stopwatch.
4. Isaplah tetes darah yang keluar itu tiap 30 detik dengan kertas saring bulat tetapi jangan
sampai menyentuh luka / jagalah jangan sampai menekan kulit pada waktu mengisap darah.
5. Bila perdarahan berhenti , hentikan stop watch dan catatlah waktu perdarahan.
Catatan : 1. Bila perdarahan 10 menit, hentikan perdarahan dengan menekan luka dengan
kapas alkohol . Dianjurkan untuk diulang dengan cara yang sama atau dengan metode Ivy.
2. Digunakan untuk bayi dan anak – anak. 3. Kepekaannya kurang
2. METODE IVY
Cara kerja:
1. Pasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompakan tensimeter sampai 40 mm Hg
selama pemeriksaan . Bersihkan permukaan volar lengan bawah dengan kapas alkohol 70
% . Pilih daerah kulit yang tidak ada vena superfisial , kira - kira 3 jari dari lipatan siku.
2. Rentangkan kulit dan lukailah dengan lebar 2 mm dalam 3mm.
3. Tepat pada saat terjadi perdarahan stop watch dijalankan
52
4. Setiap 30 detik hapuslah bintik darah yang keluar dari luka. Hindari jangan sampai
menutup luka.
5. Bila perdarahan berhenti ( diameter <1 mm ) hentikan stop watch dan
lepaskan manset tensimeter . Catat waktu perdarahan dengan pembulatan 0,5 menit.
Catatan : 1. Bila perdarahan sampai 15 menit belum berhenti, tekanlah lukanya . Tes diulangi
lagi terhadap lengan lainnya . Bila hasilnya sama, hasil dilaporkan bahwa masa perdarahan
> 15 menit. 2. Kesulitan dalam membuat luka yang standar. Jika hasil < 2 menit tes diulang.
53
CLOTTING TIME
(Masa Pembekuan)
B. Tahap Analitik
Cara kerja :
54
B. Cara dengan tabung Kapiler (Menurut Duke)
Tujuan : untuk mengukur waktu pembekuan berdasarkan terbentuknya benang
fibrin.
Prinsip : Sejumlah darah dimasukkan kedalam tabung kapiler , waktu pembekuan
dapat ditentukan berdasarkan terjadinya benang fibrin setelah tabung dipatahkan.
Bahan pemeriksaan : Darah Kapiler
Cara Kerja :
(1) Tabung Kapiler digores dengan kikir ampul dengan jarah 1 cm supaya mudah
dipatahkan.
(2) Buatlah tusukan pada ujung jari atau anak daun telinga sehingga darah keluar
leluasa.
(3) Apuslah 2 tetes yang pertama keluar dan isaplah tetes berikut kedalam tabung
kapiler itu oleh gaya kapilaritasnya.
(4) Mulailah menjalankan stopwatch pada saat darah keluar dari tusukan.
(5) Tiap 30 detik tabung kapiler itu dipatahkan pada goresan.
(6) Masa pembekuan ialah saat terlihatnya benang fibrin pada pematahan kapiler
terhitung mulai dari stopwatch dijalankan.
C. Cara dengan Kaca Objek
(1) Tusuklah Ujung jari atau anak daun telinga sehingga darah leluasa keluar.
(2) Apuslah kedua tetes pertama darah yang keluar.
(3) Taruhlah terpisah 2 tetes darah besar bergaris tengah kira – kira 5 mm diatas
kaca objek yang kering dan bersih.
(4) Tiap 30 detik ujung jarum digerakkan melalui tetes pertama itu sampai terlihat
adanya benang fibrin.
(5) Periksalah kemudian dengan cara sama tetes darah yang kedua.
55
(6) Masa pembekuan ialah saat adanya benang fibrin dalam tetes darah yang kedua
terhitung mulai dari darah mulai keluar dari tusukan kulit.
Nilai rujukan : (a) Metode Lee & White = 5 – 15 menit, (b) metode tabung kapiler
= 2 – 6 menit, (c) metode Kaca obyek = 2 – 6 menit.
56
TES RUMPLE LEEDE
( PERCOBAAN PEMBENDUNGAN)
Cara Kerja :
57
(4) Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas lebih kurang 3 jari diatas fossa
cubiti.
(5) Pompa sfigmomanometer sampai tekanan antara sistolik dan diastolik (100 mmHg)
yaitu di atas tekanan vena tapi kurang dari tekanan arteri sehingga darah dari jantung
ke perifer tetap jalan. Jika tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, pompalah sampai
tekanan ditengah – tengah nilai sistolik dan diastolik.
(6) Pertahankan tekanan itu selama 10 menit.
(7) Lepaskan ikatan sfigmomanometer dan tunggu sampai tanda stasis darah lenyap.
Stasis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung sama dengan
warna kulit lengan yang disebelahnya.
(8) Carilah dan hitung banyaknya ptekie yang timbul dalam lingkaran yang berdiemeter
5 cm di bagian volar lengan bawah.
Catatan :
Seandainya dalam lingkaran itu tidak ada ptekie , tetapi lebih jauh distal ada, percobaan ini
positif juga. Pada keadaan sehari – hari selalu terjadi kerusakan kecil dari kapiler dan ini
biasanya disumbat oleh trombosit dan lapisan fibrin.
Nilai Rujukan :
58
RETRAKSI BEKUAN
(CLOT RETRACTION)
(1) Ambillah kira – kira 5 ml darah dan masukkan darah itu kedalam tabung sentrifug
bergaris. Masukkan pula sebatang lidi kedalam tabung tadi. Catatlah volume darah
itu.
(2) Biarkan pada suhu kamar selama 2 – 3 jam. (satu jam dalam suhu 370C).
(3) Lepaskan bekuan darah dengan hati – hati dari dinding tabung, miringkan tabung
dan angkatlah bekuan itu dari tabung dengan memegang lidi itu.
(4) Catatlah volume serum (bersama sel – sel yang masih ketinggalan dalam tabung)
yang ada dalam tabung itu dan sebutlah volume itu dengan % dari volume darah
semula.
Cara melaporkan :
Volume serum yang dikeluarkan secara spontan dari bekuan menjadi ukuran bagi
retraksi bekuan yang terjadi. Dalam keadaan normal jumlah serum itu 40 – 60 % dari
jumlah darah, kurang dari 40% kemungkinan berarti abnormal.Selain mengukur jumlah
serum yang keluar, perhatikan juga konsistensi bekua, konsistensi itu harus kenyal.Kalau
retraksi tidak terjadi dengan baik, konsistensi bekuan menjadi lembek dan lapuk,
sehingga bekuan lebih mudah dapat dipecahkan.
59
Nilai Rujukan : jumlah serum yang diperas 40 – 60 %
Catatan :
Percobaan ini digunakan untuk menguji fungsi trombosit, sebenarnya fungsi
pemeriksaan ini ditentukan oleh beberapa faktor, selain trombosit antara lain : (a) Kadar
Fibrinogen, (b) jenis permukaan yang bersentuh dengan darah beku, (c) Kwalitas dan
jumlah trombosit, (d) Hematokrit /Hct, (e) beberapa keadaan seperti : Myeloma,
pneumonia dan icterus. Meningkatnya Hct diikuti dengan berkurangnya clot retraction
yang sebanding. Pada myeloma , protein yang abormal mempengaruhi clot retraction.
Retraksi bekuan terjadi sejam sesudah darah membeku, dan menjadi sempurna lewat
24 jam. Jika darah yang diperiksa mempunyai nilai Hct rendah dengan sendirinya jumlah
serum yang diperas keluar lebih banyak dari biasanya.
Gambar 9. Pengamatan bekuan yang terbentuk Gambar 10. Retraksi bekuan yang normal
60
PEMERIKSAAN DAYA KERAPUHAN ERITROSIT
(Resistensi Osmotik)
Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan
untuk mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit)
dalam larutan yang hipotonis. Osmosis terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan salah satu
konsentrasi yang lebih tinggi. Bila eritrosit berada dalam larutan yang hipotonis, cairan yang
kadar osmolalitasnya lebih rendah daripada plasma atau serum normal akan mengalir ke
dalam eritrosit, menyebabkan pembengkakan dan akhirnya eritrosit tersebut mengalami
ruptur. Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah merah
menuju ke cairan di sekelilingnya. Keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena pecahnya
membrane sel darah merah.
Hemolisa osmotik terjadi karena adanya perbedaan yang besar antara tekanan
osmosa cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling sel darah merah. Dalam
hal ini tekanan osmosa dalam sel jauh lebih besar daripada tekanan osmosa di luar sel.
Tekanan osmosa dalam sel darah merah adalah sama dengan tekanan osmosa larutan NaCl
0.9%. bila sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan 0,8 % belum terlihat adanya
hemolisa tetapi sel darah merah yang dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,4 % hanya
sebagian saja dari sel darah merah yang mengalami hemolisa sedangkan sebagian sel darah
merah yang lainnya masih utuh. Perbedaan ini disebabkan karena umur sel darah merah
berbeda-beda. Sel darah merah yang sudah tua, membran sel mudah pecah sedangkan sel
darah merah yang muda, memiliki membran sel kuat. Bila sel darah merah dimasukkan ke
dalam larutan NaCl 0,3%, semua sel darah merah akan mengalami hemolisa, hal ini disebut
hemolisa sempurna. Larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih kecil daripada tekanan
osmosa dalam sel darah merah disebut larutan hipotonis, sedangkan larutan yang
mempunyai tekanan osmosa lebih besar dalam sel darah merah disebut larutan hipertonis.
Suatu larutan yang mempunyai tekanan osmosa yang sama besar dengan tekanan osmosa
dalam sel disebut larutan isotonis.
Prinsip :
Eritrosit akan pecah atau membengkak bila dimasukkan kedalam larutan hipotonus dan
mengkerut dalam larutan hipertonus sedangkan dalam larutan isotonus tidak terjadi
perubahan.
61
Cara Kerja :
(1) Sediakan 10 Tabung reaksi dan isi dengan NaCl 1% pada masing-masing (1,2ml;
1,1ml; 1,0ml; 0,9ml; 0,8ml; 0,7ml; 0,6ml; 0,5ml; 0,4ml; 0,3ml)
(2) Tambahkan Aquadest secara berurutan pada tabung yang sama (0,6ml; 0,7ml; 0,8ml;
0,9ml; 1,0ml; 1,1ml; 1,2ml; 1,3ml; 1,4ml; 1,5ml)
(3) Tambahkan masing-masin 1 tetes darah
(4) Diamkan 15 menit
(5) Sentrifuge 2000rpm 15 menit
(6) Amati secara visual : dimana terjadi permulaan hemolysis dan hemolysis sempurna.
(7) Bandingkan dengan nilai Normal (cari di literatur) dan simpulkan.
No. Konsentrasi
NaCl 1% (ml) Aquadest Hasil
Tb NaCl (%)
1. 1,2 ml 0,6 ml 0,66
2. 1,1 ml 0,7 ml 0,61
3. 1,0 ml 0,8 ml 0,55
4. 0,9 ml 0,9 ml 0,50
5. 0,8 ml 1,0 ml 0,44
6. 0,7 ml 1,1 ml 0,39
7. 0,6 ml 1,2 ml 0,33
8. 0,5 ml 1,3 ml 0,27
9. 0,4 ml 1,4 ml 0,22
10. 0,3 ml 1,5 ml 0,17
62
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansyur. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi. Makasar : FK Unhas Press. 2015
Bain, B.J.. 2014. Blood cells: a practical guide. John Wiley & Sons.
Brown B. Hematology, Principels and Procedurs 4nd ed. Philadelpia ; Lea & Febriger. 1984
: 8-9, 59 – 63, 112-4
Chairlan & Lestari, Estu. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan
(Manual of basic techniques for a health laboratory).Jakarta : EGC, 2011 .xiv, 373
hIm. ; 21 x 29,5 cm.
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. 2011. Pedoman Interpretasi Data
Klinik. Jakarta : Kemenkes.
Gene Gulati, Ph.D.,corresponding author Jinming Song, M.D., Alina Dulau Florea, M.D., and Jerald
Gong. 2013. Purpose and Criteria for Blood Smear Scan, Blood Smear Examination, and
Blood Smear Review. Ann Lab Med.33(1): 1–7.[PMC free article].
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3535191/ )
Freund, M. H. 2012. Atlas Hematologi : Praktikum Hematologi dengan Mikroskop, Edisi 11.
Kedokteran EGC, Jakarta
International Consensus Group for Hematology Review; International Society for Laboratory
Hematology. Suggested criteria for action following automated CBC and WBC differential
analysis. 2004. Available at www.ISLH.org. [PubMed]
Kenneth Walker, MD, W Dallas Hall, MD, and J Willis Hurst, MD. 1990. Clinical Methods, 3rd
edition The History, Physical, and Laboratory Examinations. Emory University School of
Medicine, Atlanta, Georgia.
63
Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi. Elangga, Jakarta
McKenzie, S.B. 2014. Clinical Laboratory Hematology. Pearson Education Inc, New Jersey
Rodak, B.F., George, A. F, and Kathryn, D. 2007. Hematology: Clinical Principles and
Applications. Sanders Elsevier. USA
Samuel Baron. 1996. Medical Microbiology, 4th edition. University of Texas Medical Branch at
Galveston, Galveston, Texas.
64
LAMPIRAN ATLAS HEMATOLOGI
Monocyte.Size: 20 µm
Segmented neutrophil Lymphocyte
Nucleus
65
Prolymphocytes and Gigant PLT Band cells
lymphocytes
66
Stomatocytes Burr Cells or Echinocytes Teardrop cells or
Dacrocytes
67
Sferosit (Herediter, Anemia
Ovalosit
Hemolitik Imun)
Sel Burr (Pada Uremia,
Ulcus dengan perdarahan,
Ca Lambung)
Sel Cerutu/Cigar cell Sel Tear Drop (An. Sel fragment (An.
(An.Defisiensi Fe) Myelophthisic, Hemolitik
Myelofibrosis) Mikroangiopati, HUS)
68
Sel Lepuh (Blister) pada An. Sel Sabit (Sickle cell disorders, Sel Helmet (An.
Mikroangiopati Anemia Sel Sabit) Hemolitik Angiopati)
69
Tabel 4. ICSH recommendation for standardization of reporting units used in the
blood count, 2016
Reporting
Blood count Units Recommended Reason(s) for
parameter currently used reporting unit recommendation
worldwide
×109/L
Giga/L
SI unit; previously
WBC and platelet ×103/μL recommended by ICSH;
×109/L
counts current majority use
Number per μL worldwide
Number per
mm3
×109/L
Percentage (%)
×109/L (rather than SI unit; previously
×103/μL % where technology recommended by ICSH;
WBC differential count
and/or IT capability more clinically
Number per μL allows) meaningful than %
Number per
mm3
×109/L
×109/L (rather than
SI unit; more clinically
per 100 WBC where
Nucleated RBC count per 100 WBC meaningful than per 100
technology and/or IT
WBC
capability allow)
×103/μL
×1012/L
70
Reporting
Blood count Units Recommended Reason(s) for
parameter currently used reporting unit recommendation
worldwide
L/L
SI unit; previously
PCV/haematocrit L/L
recommended by ICSH
Percentage (%)
SI unit; previously
Fl
MCV (mean cell recommended by ICSH;
fL
volume) current majority use
μm 3
worldwide
SI unit; previously
Pg
MCH (mean cell recommended by ICSH;
pg
haemoglobin) current majority use
Fmol
worldwide
MCHC (mean cell
As per
haemoglobin As per haemoglobin As per haemoglobin
haemoglobin
concentration)
RDW (red Cell
%
distribution width)
fL as a preference
PDW (platelet SI unit; already reported
fL (where routinely
distribution width) and as fL in many countries
reported)
MPV (mean platelet
% CV
volume)
×109/L
71
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
PRINSIP :
HASIL PERCOBAAN :
KESIMPULAN :
72