BAB I
PENGENALAN KESELAMATAN DALAM PENYELENGGARAAN
TRANSPORTASI JALAN
1.1 UMUM
Kecelakaan fatal lalu lintas pertama terjadi di London pada bulan Nopember
1896 dengan kecepatan kendaraan 15 km/jam. Oang-orang pada waktu itu
berkata ”It will never happen again”, Tetapi saat ini 1,5 juta orang mati, 15 juta
orang luka/tahun, setengahnya terjadi di Asia-Pasifik.
Trend kematian dari tahun 1981 – 1993 adalah sbb: Eropa - 5%, Afrika + 15%
dan Asia Pasifik + 95%, kerugian ekonomi 2 – 4% GNP sehingga sudah
menjadi isu global dan serius serta menjadi masalah kesehatan dunia (WHO).
Indonesia telah dirugikan secara ekonomi sekurang-kurangnya 67 triliun rupiah.
Di seluruh Indonesia tiap 1 jam terjadi 10 kecelakaan lalulintas, tiap 10 menit 1
orang terluka ringan, tiap 15 menit 1 orang terluka parah dan setiap 30 menit 1
orang mati karena kecelakaan lalulintas.
Ditinjau dari geometrik jalan, keselamatan lalu lintas (Traffic Safety) merupakan
bagian dari program perencanaan sampai dengan pemeliharaan jalan, untuk itu
kita perlu meninjau ulang bentuk fisik ruas jalan tersebut apakah aman atau
membahayakan pengguna jalan agar, sehingga ruas jalan tersebut dapat
memenuhi fungsi dasar dalam memberikan pelayanan yang optimum pada arus
lalu lintas agar aman dan nyaman, sehingga dapat memaksimalkan rasio
tingkat penggunaan dibandingkan dengan biaya pelaksanaan pembangunan
dan pemeliharaan jalan.
Pemeliharaan Jalan 1
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 2
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 3
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pada Tabel 1-3 dibawah ini terlihat bahwa di Asia Pasifik angka kematian akibat
kecelakaan lalu lintas hampir 3 kali lipat dibandingkan dengan jumlah kecelakaannya.
(Bandingkan dengan di Negara maju) .
Data tahun 1997 pada Tabel 1-4 dibawah ini terlihat adanya perbedaan yang besar
dalam tingkat kematian pengemudi di negara berkembang dan di negara maju. Di
Ethiopia hampir 200 pengemudi sedangkan di Swedia hanya 2 pengemudi yang
meninggal karena kecelakaan lalu lintas, dalam 10.000 pengemudi.
Pemeliharaan Jalan 4
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Resiko kematian penduduk akibat kecelakaan lalu lintas lebih besar di Negara
berkembang dibandingkan di Negara maju, hal ini terlihat pada Tabel 1-5 dan Tabel 1 -
6 dibawah ini.
Pemeliharaan Jalan 5
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Studi Ghee et all, 1997 menemukan bahwa antara tahun 1968 – 1990 kematian akibat
lalu lintas meningkat rata-rata 350% di negara negara Afrika, lebih dari 200% di
Pemeliharaan Jalan 6
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
negara-negara Asia, sedangkan di negara negara maju turun 20% dalam waktu yang
sama.
PERTANYAAN BAB I.
Kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan karena faktor manusia, faktor lingkungan atau
karena faktor kendaraannya. Geometrik jalan termasuk dalam faktor lingkungan jalan,
bagaimana anda jelaskan hal ini ?
Pemeliharaan Jalan 7
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
BAB II
PERAN PENAMPANG MELINTANG DALAM MENINGKATKAN
KESELAMATAN JALAN
2.1 UMUM
Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang tegak lurus sumbu jalan,
dan terbagi menjadi bagian-bagian jalan, sebagai berikut :
A. Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas adalah Jalur lalu lintas, Lajur
lalu lintas, Bahu jalan, Trotoar, Median.
B. Bagian yang berguna untuk drainase jalan adalah: Saluran samping,
Kemiringan melintang jalur lalu lintas, Kemiringan melintang bahu, Kemiringan
lereng
C. Bagian pelengkap jalan adalah Kereb dan Pengaman tepi
D. Bagian konstruksi jalan adalah Lapisan perkerasan jalan, Lapisan pondasi
atas, Lapisan pondasi bawah, Lapisan tanah dasar
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2006 Tentang Jalan Bagian-bagian jalan
adalah sebagai berikut :
Pemeliharaan Jalan 8
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 2.1
Ruang milik jalan dan kecepatan rencana minimum
Pemeliharaan Jalan 9
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Swedia dan Finlandia mencapai 30%, di Portugal 23% dan di Noewegia 26%.
Prosentase kecelakaan run-off-road terjadi di luar kota.
Tingkat keparahan tabrakan run-off-road tergantung pada banyak factor. Beberapa
faktor yang terpenting diantaranya termasuk kemiringan lahan lingkungan sisi jalan,
karakteristik benda benda berbahaya, kecepatan kendaraan saat terjadi benturan, dan
faktor passive safety kendaraan.
Mengingat pentingnya faktor keamanan sisi jalan ini, maka fokus utama untuk
meningkatkan keselamatan harus dititik beratkan pada bagaimana mengurangi angka
kecelakaan run-off dan bagaimana mengurangi konsekuensi-konsekuensi dari
kecelakaan jenis ini. Kedua fokus ini dapat diterapkan pada jalan baru maupun pada
jalan yang telah terbangun.
Pemeliharaan Jalan 10
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 11
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 12
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Bahu jenis ini dipergunakan : untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan
berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti di sepanjang
jalan tol, di sepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan di tikungan-tikungan
yang tajam.
Dilihat dari letaknya bahu terhadap arah arus lalu lintas, maka bahu jalan dapat
dibedakan atas :
Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outer shoulder), adalah bahu yang terletak di
tepi sebelah kiri dari jalur lalu lintas.
Bahu kanan/bahu dalam (rightlinner shoulder), adalah bahu yang terletak di tepi
sebelah kanan dari jalur lalu lintas.
Pemeliharaan Jalan 13
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Lebar Trotoar
Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh volume pejalan kaki, tingkat pelayanan
pejalan kaki yang diinginkan, dan fungsi jalan. Untuk itu lebar 1,5 - 3,0 m merupakan
nilai yang umum dipergunakan.
Pemeliharaan Jalan 14
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 15
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 16
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 17
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Lebar dasar saluran disesuaikan dengan besarnya debit yang diperkirakan akan
mengalir pada saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.
Landai dasar saluran biasanya dibuatkan mengikuti kelandaian dari jalan. Tetapi pada
kelandaian jalan yang cukup besar, dan saluran hanya terbuat dari tanah asli,
kelandaian dasar saluran tidak lagi mengikuti kelandaian Jalan. Hal ini untuk mencegah
pengkikisan oleh aliran air.
Kelandaian dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar saluran, Jika terjadi
perbedaan yang cukup besar antara kelandaian dasar saluran dan kelandaian jalan,
maka perlu dibuatkan terasering.
Talud untuk saluran samping yang berbentuk trapesium dan tidak diperkeras adalah
2H:1V, atau sesuai dengan kemiringan yang memberikan kestabilan lereng yang aman.
Untuk saluran samping yang mempergunakan pasangan batu, talud dapat dibuat 1:1.
2.7. KEREB
Yang dimaksud dengan Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan
atau bahu jalan, yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase,
mencegah keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi
perkerasan.
Pada umumnya kereb digunakan pada jalan-Jalan di daerah perkotaan, sedangkan
untuk jalan-jalan antar kota kereb hanya dipergunakan jika jalan tersebut
direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau apabila melintasi
perkampungan
Berdasarkan fungsi dari kereb, maka kereb dapat dibedakan atas
A. Kereb Peninggi (mountable curb), adalah kereb yang direncanakan agar dapat
didaki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu
lintas Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai
bentuk permukaan lengkung yang baik. Tingginya berkisar antara 10-15 cm.
B. Kereb Penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk
menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama
di median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar
antara 25 - 30 cm.
C. Kereb Berparit (gutter curb), adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk
sistem drainase perkerasan Jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang
memerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di
Pemeliharaan Jalan 18
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam.
Tingginya berkisar antara 10-20 cm.
D. Kereb Penghalang berparit (barrier gutter curb), adalah kereb penghalang yang
direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya
berkisar antara 20 - 30 cm.
Pagar pengaman dari besi dipergunakan jika bertujuan untuk melawan tumbukan
(impact) dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga
kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang makin kecil sepanjang pagar
pengaman. Dengan adanya pagar pengaman diharapkan kendaraan tidak dengan tiba-
tiba berhenti atau berguling ke luar badan jalan.
Pemeliharaan Jalan 19
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 20
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 21
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 22
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
PERTANYAAN BAB II .
1. Apa saja obyek sisi jalan yang membahayakan keselamatan pengguna jalan ?
2. Agar kecelakaan akibat kendaraan keluar dari jalan dapat dikurangi, hal-hal apa
saja yang dapat kita lakukan pada sisi jalan ?
Pemeliharaan Jalan 23
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
BAB III
PERAN ALINYEMEN HORIZONTAL DALAM MENINGKATKAN
KESELAMATAN JALAN
3.1. Umum.
Ketua EuroRAP (European Road Assessment Programme), Mr. John Dawson
mengatakan sebagai berikut : Di Negara-negara yang pengguna jalannya
menghormati peraturan lalu lintas, meski tidak sangat sempurna, serta dari hasil-
hasil riset yang konsisten, menunjukkan bahwa jalan yang lebih aman ternyata
lebih banyak meneyelamatkan jiwa, daripada cara mengemudi yang lebih
aman ataupun kendaraan yang lebih aman.
Jalan yang lebih berkeselamatan adalah jalan yang self explaining dan
forgiving.
Kebutuhan akan cara mengemudi dan kendaraan yang lebih berkeselamatan telah
sangat dipahami, sedangkan kebutuhan terhadap jaan yang lebih berkeselamatan
belum banyak dimengerti.
Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, karena
itu dikenal juga dengan nama "situasi jalan" atau "trase jalan", Alinyemen
horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis
lengkung.
Dalam menciptakan jalan yang lebih berkeselamatan, yang perlu diperhatikan pada
alinyemen horisontal adalah sebagai berikut :
Daerah Tikungan
Gambar 3 – 1 di bawah ini memperlihatkan Penelitian Spacek tahun 2000 bahwa
penyebab kecelakaan di daerah tikungan dipengaruhi juga oleh 6 cara pengemudi
melewati tikungan.
Pemeliharaan Jalan 24
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 25
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
V = kecepatan kendaraan
R =jari-jari lengkung lintasan
GV 2
Maka besarnya gaya sentrifugal dapat ditulis : F
gR
Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada sumbu lajur jalannya,
maka perlu adanya gaya Sentripetal agar terjadi keseimbangan.
Gaya Sentripetal yang mengimbangi gaya sentrifugal tersebut dapat berasal dari :
• gaya gesekan melintang antara ban kendaraan dengan permukaan jalan.
• komponen berat kendaraan akibat kemiringan melintang permukaan jalan.
3.1.1 Gaya Gesekan Melintang (Fs) Antara Ban Kendaraan dan Permukaan
Jalan
Gaya gesekan melintang (Fs) adalah besarnya gesekan yang timbul antara ban dan
permukaan jalan dalam arah melintang jalan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya
sentrifugal.
Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan gaya normal yang bekerja disebut
koefisien gesekan melintang.
Besarnya koefisien gesekan melintang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis
dan kondisi ban, tekanan ban, kekasaran permukaan perkerasan, kecepatan
kendaraan, dan keadaan cuaca.
Untuk perencanaan disarankan mempergunakan nilai koefisien gesekan melintang
maksimum seperti garis lurus.
Pemeliharaan Jalan 26
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Superelevasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu jalan raya dibatasi oleh
beberapa keadaan seperti
Keadaan cuaca, seperti sering turun hujan, berkabut. Di daerah yang memiliki 4
musim, superelevasi maksimum yang dipilih dipengaruhi juga oleh sering dan
banyaknya salju yang turun.
Jalan yang berada di daerah yang sering turun hujan, berkabut, atau sering turun
salju, superelevasi maksimum lebih rendah daripada jalan yang berada di daerah
yang selalu bercuaca baik.
Pemeliharaan Jalan 27
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
GV2
G sin Fs cos
g R
GV2 GV2
G sin f G cos sin cos
g R g R
GV2
G sin fG cos cos f sin
g R
sin GV2
G fG 1 ftg
cos g R
e tg
Pemeliharaan Jalan 28
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
GV2
G e f 1 ef
g R
e f V2
1 ef gR
karena nilai e f kecil, maka dapat diabaikan, dengan demikian diperoleh rumus umum
lengkung horizontal sebagai berikut :
V2
e f
gR
jika V dinyatakan dalam km/jam, g = 9,81m/det², dan R dalam m, maka diperoleh :
V2
e f …………………………………. (10)
127 R
ketajaman lengkung horizontal dinyatakan dengan besarnya radius dari lengkung
tersebut atau dengan besarnya Derajat lengkung.
Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur
25 m (gambar 3-4).
Semakin besar R semakin kecil D dan semakin tumpul lengkung horizontal rencana.
Sebaliknya semakin kecil R, semakin besar D dan semakin tajam lengkung horizontal
yang direncanakan.
25
D 360
2R
1432,39
D ……………..(11)
R
R dalam m
Pemeliharaan Jalan 29
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
V2
R min ……………………..(12)
127emaks fmaks
181913,53emaks fmaks
atau Dmaks ………………………(13)
V2
Tabel 3-1. memberikan nilai R minimum yang dapat dipergunakan untuk superelevasi
maksimum 8% dan 10% serta untuk koefisien gesekan melintang maksimum
sehubungan dengan nilai kecepatan rencana yang dipilih. Koefisien gesekan melintang
maksimum diperoleh.
Tabel 3-1
Besarnya R minimum dan D maksimum untuk beberapa kecepatan rencana
dengan mempergunakan persamaan (11) dan (12)
Pemeliharaan Jalan 30
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 31
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Gambar 3-6
Panjang Lengkung Peralihan Menurut Bina Marga dan AASHTO’90
Pemeliharaan Jalan 32
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
sebelah luar dari elevasi kemiringan normal pada jalan lurus ke elevasi sesuai
kemiringan superelevasi pada busur lingkaran.
Landai relatif (l/m) adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi
perkerasan sebelah luar sepanjang lengkung peralihan, Perbedaan elevasi dalam hal ini
hanya berdasarkan tinjauan perubahan bentuk penampang melintang jalan, belum
merupakan gabungan dari perbedaan elevasi akibat kelandaian vertikal jalan.
Pemeliharaan Jalan 33
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 3-3
Pemeliharaan Jalan 34
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Metoda ketiga yaitu dengan mempergunakan tepi luar perkerasan sebagai sumbu
putar. Metoda ini jarang dipergunakan, karena umumnya tidak memberikan
keuntungan-keuntungan sebagaimana cara-cara yang lain, kecuali untuk penyesuaian
dengan keadaan medan (gambar 3-10).
Untuk jalan raya dengan median (jalan raya terpisah) cara pencapaian kemiringan
tersebut, tergantung dari lebar serta bentuk penampang melintang median yang
bersangkutan dan dapat dilakukan dengan salah satu dari ke tiga cara berikut:
A. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-masing
jalur jalan sebagai sumbu putar (gambar 3-11).
B. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi median
sebagai sumbu putar, sedang median dibuat tetap dalam keadaan datar (gambar
3-11).
C. Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama, sumbu
putar adalah sumbu median (gambar 3-11).
Pemeliharaan Jalan 35
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 36
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 37
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 38
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Perbaikan tikungan
Pemeliharaan Jalan 39
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Resiko terguling
Titik Berat Kend.
Gaya Sentrifugal
Pemeliharaan Jalan 40
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 41
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Jarak pandangan henti minimum merupakan jarak yang ditempuh pengemudi selama
menyadari adanya rintangan sampai menginjak rem, ditambah jarak untuk,
mengerem, Waktu yang dibutuhkan pengemudi dari saat dia menyadari adanya
rintangan sampai dia mengambil keputusan disebut waktu PIEV. Jadi waktu PIEV
adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses deteksi, pengenalan dan pengambilan
keputusan. Besarnya waktu ini dipengaruhi oleh kondisi jalan mental pengemudi,
kebiasaan, keadaan cuaca, penerangan. dan kondisi fisik pengemudi.
Untuk perencanaan AASHTO '90 mengambil waktu PIEV sebesar 1,5 detik.
Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi
membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata pengemudi
membutuhkan waktu 0,5 detik, kadangkala ada pula yang membutuhkan waktu 1
detik, Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan
dari saat dia melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai waktu
reaksi adalah 2,5 detik.
Jarak yang dhempuh selama waktu tersebut adalah d 1
d1 = kecepatan x waktu
d1 = V x t
Jika:
d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, m.
V = kecepatan km/jam
t = waktu reaksi = 2,5 detik
maka:
d1 = 0,278 V.t
Jarak mengerem ( d 2 ) adalah Jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari menginjak
pedal rem sampai kendaraan itu berhenti. Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh
faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka Jalan, dan kondisi perkerasan
jalan-
Pemeliharaan Jalan 42
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
GV 2
G. f m .d 2
2g
V2
d2
2 g. f m
jika :
fm = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang
jalan
d2 = jarak mengerem, m
V2
Jarak mengerem, d2
254. f m
Rumus umum dari jarak pandangan henti minimum adalah :
V2
d 0,278.V .t ...............................(4)
254. f m
Pemeliharaan Jalan 43
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 44
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tinggi rintangan pada lajur jalan dan tinggi mata pengemudi diukur dari tempat duduk
pengemudi mobil penumpang sesuai yang diberikan oleh AASHTO '90, Bina Marga
(urban) dan Bina Marga (luar kota) adalah seperti pada tabel 2-5.
Tabel 3-5.
Tinggi Rintangan dan Mata Pengemudi Untuk Perhitungan Jarak Pandangan
Henti Minimum
Tinggi rintangan h1 Tinggi mata h2
Standar
cm cm
AASHTO 90 15 (6 ft) 106 (3.5 ft)
Bina Marga (luar kota) 10 120
Bina Marga (urban) 10 100
Pemeliharaan Jalan 45
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
1. Tinggi mata pengemudi truk yang lebih tinggi tidak berarti lagi.
2. Kecepatan truk hampir sama dengan kecepatan mobil penumpang.
Dalam keadaan seperti ini maka jarak pandangan henti minimum sebaiknya diambil
lebih panjang dari pada keadaan normal.
Pemeliharaan Jalan 46
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 47
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Dimana
d 2 = jarak yang ditempuh seiama kendaraan yang menyiap berada pada lajur
kanan
t1 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang
(gambar 3.15.).
d 3 = diambil 30 - 100m
d1 = 2/3 d 2
Di dalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini
terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang
dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (d min)
Pemeliharaan Jalan 48
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 49
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
pandangan menyiap dan biaya pembangunan jalan yang disesuaikan dengan fungsi
Jalan.
Bina Marga (luar kota) menyarankan sekurang-kurangnya 10% panjang seluruh jalan
harus mempunyai jarak pandang menyiap,
Pemeliharaan Jalan 50
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
superelevasi maksimum 10% dan tabel 3-9 serta tabel 3-10 untuk superelevasi
maksimum 8%.
simbol Tc.
Ketajaman lengkung dinyatakan oleh radius Rc. Jika lengkung yang dibuat simetris,
maka garis 0-PH mempakan garis bagi sudut TC-O-CT. Jarak antara titik PH dan busur
lingkaran dinamakan EC. Lc adalah panjang busur lingkaran.
Tc Rctg 1 2 …………………………. (24)
Rc(1 cos 12
Ec
cos 12
Ec Tctg 1 4 ………………………. (25)
Lc Rc, β dalam derajat
180
Lc = 0,01745 β Rc, β dalam derajat ………………. (26)
Lc = β Rc, β dalam radial ………………. (27)
Pemeliharaan Jalan 51
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian superelevasi
dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian lengkung.
Karena bagian lengkung peralihan itu sendiri tidak ada, maka panjang daerah
pencapaian kemiringan disebut sebagai panjang peralihan fiktif (Ls').
Bina Marga menempatkan 3/4 Ls' dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT) dan 1/4 Ls'
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT).
AASHTO menempatkan 2/3 Ls' dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT) dan 1/3 Ls'
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT).
Dengan menggambarkan diagram superelevasi, dapat ditentukan bentuk
penampang melintang dititik TC dan CT, serta titik-titik di sepanjang lengkung.
Contoh perhitungan :
Kecepatan rencana = 60 km/jam
e maksimum = 0,10 dan sudut β = 20°.
Lebar jalan 2 x 3,75 m tanpa median.
Kemiringan melintang normal = 2 %.
Direncanakan lengkung berbentuk lingkaran sederhana dengan R= 716 m.
Metoda Bina Marga
Dari tabel 4.5 (metoda Bina Marga) diperoleh e = 0,029 dan Ls = 50m.
Tc Rtg 1 2 716.tg10
Tc = 126,25 m
Ec Ttg 1 4 126,25.tg 5
Ec = 11,05 m
Lc = 0,01745 β R = 0,01745.20.716
Lc = 249,88m
Data lengkung untuk lengkung busur lingkaran sederhana tersebut di atas :
V = 60 km/jam Lc = 249,88 m
= 20 e = 2,9 %
R = 716 m EC = 11,05 m
Tc = 126,25 m Ls = 50 m
Pemeliharaan Jalan 52
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Gambar 3-16.
Lengkung Lingkaran Sederbana Untuk β=20°, R=716m, e maks = 10%.
Ls' berarti Ls fiktif karena tidak terdapat khusus lengkung peralihan, hanya merupakan
panjang yang dibutuhkan untuk pencapaian kemiringan sebesar superelevasi, dan
dilaksanakan sepanjang daerah lurus dan lengkung lingkarannya sendiri.
Pemeliharaan Jalan 53
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Gambar 3-18
Diagram Superelevasi Berdasarkan Bina Marga Untuk Contoh Lengkung
Busur Lingkaran Sederhana (Contoh Perhitungan)
Landai relatif =
3,750,02 0,029
50
Landai relative = 0,003675
Pemeliharaan Jalan 54
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
L2 L2
x L1 2
y
40 R 6R
Jika panjang lengkung peralihan dari TS ke SC adalah Ls dan R pada SC adalah Re,
maka sesuai persamaan 16 dan 17:
Pemeliharaan Jalan 55
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Ls 2 Ls 2
Xs Ls1 2
Ys
40 Rc 6 Rc
Ls 90 Ls
s radial s derajat
2 Rc Rc
dari persamaan 20 dan 21 :
Ls 2
p Rc1 cos s
6 Rc
Ls 3
k Ls Rc sin s
40 Rc 2
untuk Ls = 1m, p = p* dan k = k*,
dan untuk Ls=Ls, p=p*.Ls dan k=k*.Ls
p* dan k* untuk setiap nilai θs diberikan pada tabel 4.8.
Sudut pusat busur lingkaran = θc, dan sudut spiral = θs.
Jika besarnya sudut perpotongan kedua tangen adalah β, maka:
c s
Es Rc p sec 1 2 Rc ………………….. (28)
c
Lc Rc …………………. (30)
180
Lc untuk lengkung s-c-s ini sebaiknya ≥ 20 m, sehingga jika perencanaan
mempergunakan tabel 3-7 s/d tabel 3-10, maka radius yang dipergunakan haruslah
memenuhi syarat tersebut. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut β, Jadi
terdapat radius minimum yang dapat dipergunakan untuk perencanaan lengkung
berbentuk spiral - lingkaran - spiral sehubungan dengan besamya sudut β, kecepatan
rencana, dan batasan superelevasi maksimum yang dipilih.
Contoh perhitungan:
Kecepatan rencana = 60 km/jarn, e m maksimum = 10% dan sudut β = 20°. Lebar
jalan 2 x 3,75 m tanpa median. Kemiringan melintang normal jalan = 2%. Jalan belok
ke kanan, direncanakan berbentuk lengkung spiral-lingkaran-spiral dengan Rc = 318
m,
Pemeliharaan Jalan 56
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Untuk metoda Bina Marga (luar kota) dari tabel 2-5 diperoleh e = 0,059 dan Ls= 50m.
dari persamaan 18, diperoleh:
Ls.90 50.90
s 4,504
.R .318
c 2s 20 2.4,504 10,99
c 10,99
Lc 2Rc 2 318 60,996m (> 20 m)
360 360
L = Lc + 2 Ls = 60,996 + 100 = 160,996 m
dari persamaan (20) dan (21) diperoleh:
Ls 2
p Rc(1 cos s )
6 Rc
50 2
p 318(1 cos 4,504)
6.318
p = 0,328 m
Jika mempergunakan tabel 2-8 diperoleh p* = 0,0065517
p = p* x Ls = 0,0065517. 50 - 0,328 m
Ls 3
k Ls Rc sin s
40 Rc 2
50 3
k 50 318 sin 4,504
40.318 2
k = 24,99 m
Jika mempergunakan table 2-8 diperoleh k* = 0.4996971
k = k* x Ls = 0,4996971.50 = 24,99 m
Es Rc p sec 1 2 Rc
= (318 + 0,328) sec 10º - 318
= 5,239 m
Ts Rc p tg 1 2 k
= (318 + 0,328) sec 10º + 24,99
= 81,12 m
Pemeliharaan Jalan 57
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
s - 4,504 “ Ls = 50 m
Rc = 318 m Lc = 60,996 m
Es = 5,239 m p = 0,328 m
Ts = 81,12 m
Landai relatip = ((0,02 + 0,059) . 3,75)/50 = 0,00593
Gambar 3-21.
Contoh Lengkung Spiral-Lingkaran-Spiral Untuk β = 20º dan R = 31
Gambar 3-22.
Diagram Superelevasi Untuk Spiral-Circle-Spiral (Contoh Perhitungan)
Pemeliharaan Jalan 58
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Jika ada seorang pengemudi menjalankan kendaraannya dengan kecepatan yang sama
dengan kecepatan rencana secara teoritis koefisien gesekan dapat dihitung sebagai
berikut:
a. Pada lokasi TS (dari gambar 2-22) terlihat:
e = - 0,02 karena jalan belok kanan dan penampang melintang berbentuk crown.
Dengan mempergunakan persamaan (10),
60 2
0,02 f diperoleh f = 0,109
127.318
b. Pada lokasi I-I, dari gambar 3.20 terlihat:
e = 0,02, sehingga dengan mempergunakan persamaan (10) diperoleh
f = 0,069.
c. Pada lokasi disepanjang busur lingkaran, dari gambar 3.20 terlihat:
e = 0,059, sehingga diperoleh f= 0.0301
kesimpulannya adalah bahwa dalam lengkung horizontal, koefisien gesekan pada
penampang melintang normal < koefisien gesekan pada penampang melintang yang
mempunyai elevasi dan superelevasi.
Contoh 2 :
Sudut β = 12°, kecepatan rencana V = 80 km/jam dan superelevasi maksimum =
10%. Jika direncanakan lengkung horizontal berbentuk spiral-lingkaran-spiral dengan R
= 286 m, dari tabel 3.8 diperoleh Ls = 70 m dan e = 9,3%.
Dari persamaan 18 supaya lengkung peralihan sepanjang 70 m itu berbentuk spiral,
maka θs harus 7,0º. Hal ini tak mungkin dapat dipergunakan karena sudut β hanya
12º.
Pemeliharaan Jalan 59
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Dicoba lagi dengan R = 358 m, dari tabel 3.8 diperoleh Ls = 50 m dan e = 5,4%
.Supaya lengkung peralihan sepanjang Ls berbentuk spiral. maka θs = 4,00º. Dengan
demikian θc = 12 – 2. 4,00 - 4º.
Dari persamaan (30) diperoleh Lc = 24,98m
Lc > 20 m, berarti lengkung spiral-lingkaran-spiral dengan data di atas dapat
direncanakan dengan mempergunakan R = 358m R < 358 m tak dapat dipergunakan
karena persyaratan yang ada tak terpenuhi, Dengan kata lain R = 358 m adalah radius
terkecil pada tabel 3.8 yang dapat dipergunakan untuk merencanakan lengkung
horizontal berbentuk s-c-s, dimana β = 12º, kecepatan rencana = 60 km/jam, dan
superelevasi maksimum yang diperkenankan = 10%.
Pemeliharaan Jalan 60
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Untuk menghindari hal lersebut di atas maka pada tikungan-tikungan yang tajam perlu
perkerasan jalan diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari-jari
lengkung, kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang
dipergunakan sebagai dasar perencanaan. Pada umumnya truk tunggal merupakan
jenis kendaraan yang dipergunakan sebagai dasar penentuan tambahan lebar
perkerasan yang dibutuhkan. Tetapi pada jalan-jalan dimana banyak dilewati
kendaraan berat, jenis kendaraan semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih
untuk kendaraan rencana. Tentu saja pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat
mempengaruhi kebutuhan akan pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan Jalan
tersebut.
Elemen-elemen dari pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari:
1. Off tracking (U)
2. Kesukaran dalam mengemudi di tikungan (Z)
Dan gambar 3-24, dapat dilihat:
b = lebar kendaraan rencana
B = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur
sebelah
dalam.
U =B-b
C = Iebar kebebasan samping di kiri dan kanan kendaraan
Z = Iebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan,
Bn = Iebar total perkerasan pada bagian lurus
Bt = Iebar total perkerasan di tikungan
n = Jumlah lajur
Bt = n(B+C)+Z
∆b = tambahan Iebar perkerasan di tikungan
∆b = Bt-Bn
Pemeliharaan Jalan 61
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 62
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
B Rw Ri
2
Ri b ( Rw ( p A) 2
Rw ( Ri b) 2 ( p A) 2
Ri Rw B
2
Rw B b ( Rw ( p A) 2
2
B Rw b ( Rw ( p A) 2
Rc = radius lengkung untuk lintasan luar roda depan yang besamya dipengaruhi
oleh sudut α.
RC diasumsikan sama dengan R, + ½ b
2
Rc ( Ri 1 2 b) 2 ( p A) 2
2
( Ri 1 2 b) 2 Rc ( p A) 2
( Ri 1 2 b) R w
2
( p A) 2
2
Ri ( Rc ( p A) 1 2 b
Rw R c
2
2
( p A) 2 1 2 b ( p A) 2
B R c
2
2
( p A) 2 1 2 b ( p A) 2
Pemeliharaan Jalan 63
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Sehingga:
B R c
2
2
2
64 1,25 64 ( Rc 64 1,25 ................. (31)
Pemeliharaan Jalan 64
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Contoh perhitungan :
Radius lajur tepi sebelah dalam adalah 300m, kecepatan rencana 60 km/jam. Jalan
terdiri dari jalan 2 lajur dengan lebar total pada bagian lurus 7,00m. Tentukan
tambahan lebar perkerasan yang perlu dilakukan dengan truk tunggal sebagai
kendaraan rencana.
B R c
2
2
2
64 1,25 64 ( Rc 64) 1,25
B 300,5 2
2
64 1,25 64 (300,5 2 64) 1,25
B = 2,61 m, U = B – b = 0,11m
0,105V 60
Z 0,105 0,36m
R 300
C = 1,0 m, Bt n( B C ) Z , Bt 2(2,26 1,0) 0,36 7,56m
Pelebaran tikungan
Pemeliharaan Jalan 65
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel dibawah ini menunjukkan, misal bila ada pelebaran tikungan 0,30 m
per lajur akan mengurangi kecelakaan 5% di perkerasan, 4% di bahu yang
diperkeras dan 3% pada bahu yang tidak diperkeras.
Pemeliharaan Jalan 66
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
S = Jarak pandang, m
L = panjang busur lingkaran, m
R’ = radius sumbu lajur sebelah dalam, m
Pemeliharaan Jalan 67
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 68
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 69
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 70
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 71
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
i. Penggunaan Rambu lalu lintas, marka jalan dan Guard rail dalam meningkatkan
keamanan pada daerah dengan jarak pandang terbatas.
Pemeliharaan Jalan 72
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
1. Jalan yang lebih aman ternyata lebih menyelamatkan jiwa daripada cara
mengemudi yang lebih aman ataupun kendaraan yang lebih aman. Seperti
apakah jalan yang lebih aman itu ?
2. Jalan yang lebih berkeselamatan adalah jalan yang self explaining dan forgiving.
Bagaimana anda menjelaskan hal ini ?
Pemeliharaan Jalan 73
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 3-7.
Pemeliharaan Jalan 74
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 3-8.
Pemeliharaan Jalan 75
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 3-9
Pemeliharaan Jalan 76
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 3-10
Pemeliharaan Jalan 77
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 78
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
BAB IV
PERAN ALINYEMEN VERTIKAL DALAM
MENINGKATKAN KESELAMATAN JALAN
4.1 UMUM
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan
perkerasan Jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi
dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga
sebagai penampang memanjang Jalan.
Konstruksi Alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang
tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi
pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak
mempunyai tikungan. Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang
diberikan sehubungan dengan fungsi jalannya.
Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga memudahkan
dalam pembuatan drainase jalannya, terutama di daerah yang datar.
Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang memanjang jalan
diletakkan diatas elevasi muka banjir,
Di daerah perbukitan atau pergunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian
seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga secara keseluruhan biaya yang
dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan.
Jalan yang terletak di atas lapisan tanah yang lunak harus pula diperhatikan akan
kemungkinan besamya penurunan dan perbedaan penurunan yang mungkin terjadi.
Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan seperti:
kondisi tanah dasar
keadaan medan
fungsi jalan
muka air banjir
muka air tanah
kelandaian yang masih memungkinkan
Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu akan berlaku
untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang dipilih tersebut dapat
dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan.
Pemeliharaan Jalan 79
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjang jalan yang terdiri dari garis-
garis lurus dan garis-garis lengkung.
Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai.
Landai Jalan dinyatakan dengan persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai
jalan diberi tanda positip untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatip untuk
penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi effek yang berarti terhadap
gerak kendaraan.
Pemeliharaan Jalan 80
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 4-1
Kelandaian maksimum jalan. Sumber : Traffic Engineering Handbook, 1992
dan PGJLK, Bina Marga '1990 (Rancangan Akhir)
50 6 10
64 5 6 8
60 5 9
80 4 5 7 4 8
96 3 4 6
113 3 4 5
Pemeliharaan Jalan 81
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Kelandaian Maksimal
3 3 4 5 8 9 10 10
(%)
tanjakan (Km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
Pemeliharaan Jalan 82
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Modifikasi
alinyemen
untuk
mengurangi
lengkung
tajam
pada grade
yang tajam
Pemeliharaan Jalan 83
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Jalur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan
sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter Sesudah puncak kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter seperti terlihat pada gambar 4.1a. dibawah ini.
Jalur pendakian
Pemeliharaan Jalan 84
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km diperlihatkan seperti gambar 4-
1b.
Pemeliharaan Jalan 85
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Gambar 4-2
Jenis Lengkung Vertikal Dilihat Dari Titik Perpotongan Kedua Tangen
Lengkung vertikal type a,b dan c dinamakan tengkung vertikal cekung, sedangkan
lengkung vertikal type d,e dan f dinamakan lengkung vertikal cembung.
Pemeliharaan Jalan 86
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Titik A, titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal. Biasa diberi
simbul PLV (peralihan lengkung vertikal). Titik B, titik peralihan dari bagian lengkung
vertikal kebagian tangen (Peralihan Tangen Vertikal = PTV),
Titik perpotongan kedua bagian tangen diberi nama titik PPV (pusat perpotongan
vertikal).
Letak titik-titik pada lengkung vertikal dinyatakan dengan ordinal Y dan X terhadap
sumbu koordinat yang melalui titik A.
Pada penurunan rumus lengkung vertikal terdapat beberapa asumsi yang dilakukan,
yaitu
Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung pada bidang
horizontal = L.
Perubahan garis singgung tetap ( d 2Y / dx 2 r )
Besarnya kelandaian bagian tangen dinyatakan dengan g1 dan g 2 %. Kelandaian
diberi tanda positip jika pendakian, dan diberi tanda negatip jika penurunan, yang
ditinjau dari kiri.
A = g 1 g 2 (perbedaan aljabar landai)
x = L dX/dx = g 2 rL + g1 = g 2
r = ( g1 - g 2 )/L
dY ( g 2 g 1 )
dY x g1
dx L
( g 2 g1 ) x 2
Y g1 x C '
L 2
x = 0 kalau Y = 0, sehingga C’ = 0
( g 2 g1 ) x 2
` Y g1 x
L 2
dari sifat segitiga sebangun diperoleh :
1 1
( y Y ) : g1 L x: L
2 2
Pemeliharaan Jalan 87
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
y Y g1 x
g1 x Y y
Y ( g1 g 2 ) / 2 Lx 2 Y y
( g1 g 2 ) 2
y x
2L
A
y x2
200 L
Jika A dinyatakan dalam persen
Untuk x = 1/2 L dan y = E v diperoleh:
AL
Ev .....................................
800
(36)
Persamaan di atas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun lengkung
vertikal cekung. Hanya bedanya, jika E v yang diperoleh positip, berarti lengkung
Pemeliharaan Jalan 88
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
PPV diketahui berada pada Sta 0+260 dan mempunyai elevasi + 100 m. Perubahan
kelandaian terjadi dari - 8% (menurun dari kiri) ke kelandaian sebesar - 2% (menurun
dari kiri), dan panjang lengkung vertikal direncanakan sepanjang 150m.
a. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+150 m ?
b. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+200 m ?
c. Berapakah tinggi rencana sumbu ja!an pada Sta 0+260 m ?
d. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+300 m ?
e. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sla 0+350 ra ?
g1 8% g 2 2%
A g1 g 2 8 (2) 6%
L = 150 m
Ax 2
Persamaan umum lengkung vertical: y
200 L
6x 2
y
200.150
x2
y
5000
y dihitung dari garis tangennya.
Bertanda negatif, berarti ke atas dari garis tangen (lengkung vertikal cekung).
Untuk persamaan lengkung di kiri. PPV, x dihitung dari titik PLV.
Untuk persamaan lengkung di kanan PPV, x tidak boleh dihitung dari titik PLV. Hal ini
disebabkan kelandaian tidak menerus, tetapi berubah di titik PPV. Jadi x dihitung dari
titik PTV.
Elevasi di sembarang titik pada alinyemen vertikal ditentukan dari kelandaian dan
ordinat y,
Sta PLV berada pada Sta 0 + 260 – ½ L, yaitu Sta 0 + 185
Sta PTV berada pada Sta 0 + 260 + ½ L, yaitu Sta 0 + 335
Pemeliharaan Jalan 89
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Sta 0+200 Terletak pada lengkung vertikal sebelah kiri titik PPV.
Elevasi bagian tangen pada Sta 0+200
= + 100 + 8%, (260 - 200) = + 104,80 m.
Elevasi sumbu jalan pada Sta 0+200 adalah elevasi bagian tangennya
dikurangi yi untuk xi sejauh (200 - 185) m = 15 m dari PLV.
Elevasi sumbu jalan = +104,80 + I5²/500 = +104,845m.
Sta 0+300 Teletak pada lengkung vertikal sebelah kanan titik PPV.
Elevasi bagian tangen pada Sta 0+300 =
+ 100 - 2%. (300-260) = + 99,20 m.
Elevasi sumbu jalan pada Sta 0+300 adalah elevasi bagian tangennya
dikurangi y 2 untuk x 2 sejauh
Pemeliharaan Jalan 90
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Ax 2
Dari persamaan (35) diperoleh v
200 L
atau dapat pula dinyatakan dengan y kx 2 ,
Dimana :
A
k
200 L
Lengkung parabola y kx 2 (k konstanta)
y Ev Ev k (1 / 2 L) 2
y h1 y kd12
y h2 h2 kd 2 2
2 2
h1 kd1 h2 kd 2
Ev 1 Ev 1
k L2 k L2
4 4
2 2
h1 4d 1 h2 4d 2
2 2
Ev L Ev L
h1 L2 h2 L2
d1 d2
4 Ev 4Ev
Pemeliharaan Jalan 91
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
h1 L2 h2 L2
S d1 d 2
4 Ev 4Ev
AL
Ev
800
200h1 L 200h2 L
S
A A
100 L
S ( 2h1 2h2 )
A
100 L
S2 ( 2h1 2h2 ) 2
A
AS 2
L ...........................................................(37)
2
100( 2h1 2h2 )
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandang henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m
AS 2
maka L
100( 2h1 2h2 ) 2
AS 2
L CAS 2 ........................................................................(38)
399
lihat tabel 3-3
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandang menyiap menurut Bina
Marga, dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m
AS 2
maka L
100( 2.40 2.40) 2
AS 2
L CAS 2 ...................................................(39)
960
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S<L
Pemeliharaan Jalan 92
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Tabel 4-3. Nilai C untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina
Marga
AASHTO '90 Bina Marga '90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi ( h1 ) 1,07 1.07 1.20 1,20
Tinggi objek ( h2 ) (m) 0,15 1.30 0,10 1,20
Konstanta C 404 946 399 960
PPV
200h1 200h2
L 2S
g1 g2
Panjang lengkung minimum jika dL/dg = 0, maka diperoleh
h1 h h1 h
2
22 0 2
22
g 1 g2 g 1 g2
h2
g 2 g1
h1
h2
A( 1) g1
h1
Pemeliharaan Jalan 93
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
A h1 A h2
g1 g2
h1 h2 h1 h2
200h1 ( h1 h2 ) 200h2 ( h1 h2 )
L 2S
A h1 A h2
200( h1 h2 ) 2
L 2S .....................................(40)
A
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandang henti menurut Bina Marga
dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m
Bina Marga
Pemeliharaan Jalan 94
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
L = 50 A ............................... (43)
b. Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kenyamanan
perjalanan
Panjang lengkung vertikal cembung juga harus baik dilihat secara visual. Jika
perbedaan aljabar landai kecil, maka panjang lengkung vertikal yang dibutuhkan
pendek, sehingga alinyemen vertikal tampak melengkung. Oleh karena itu disyaratkan
panjang lengkung yang diambil untuk perencanaan tidak kurang dari 3 detik
perjalanan.
Pemeliharaan Jalan 95
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Pemeliharaan Jalan 96
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Gambar 3-7
Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan penyinaran lampu
depan < L.
AL
DB
100.2
S
D ' B ' ( ) 2 ( DB)
L
S2A
D'B'
200.L
D’B’ = 0,60 + S tg 1º
tg 1º = 0,0175
S2A
0,60 S .tg .10
200.L
AS 2
L ………………. (44)
120 3,50S
Pemeliharaan Jalan 97
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
Gambar 4-8
Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan penyinaran lampu
depan > L
AL 1
DB ( S L) D’B’ = 0,60 + S tg 1º D’B’ = 0,60 +0,0175
100 2
A 1 120 3,5S
( S L 0,60 0,0175S L 2 S ……………….
100 2 A
(45)
Pemeliharaan Jalan 98
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
PPV
Gambar 4-9.
Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal
cekung dengan S < L
Pemeliharaan Jalan 99
Keselamatan Lalu Lintas Ditinjau Dari Geometrik Jalan
S 800m
( )2
L AL
S2A S2A
L dan m
800m 800 L
Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas ke jalan adalah C, maka:
h h2 S2A h h2
mC 1 C 1
2 800 L
S2A
L .............................. (46)
800C 400(h1 h2 )
AS 2
L ........................................ (47)
3480
S Em S 1 m
L 2.E L 2 2.E
AL h1 h2
E mC
800 2
800C 400(h1 h2 )
L 2S ............ ............ (48)
A
jika h 1 =1,80 m, h 2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (48) menjadi :
3480
L 2S ............... .............. ................ (49)
A
AV 2
yang dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah L ……….. …………(50)
380
V= kecepatan rencana, km/jam: A= perbedaan aljabar landai.
L = panjang lengkung vertikal cekung.
kelihatan melengkung. Untuk menghindari hal itu, panjang lengkung vertikal cekung
diambil ≥ 3 detik perjalanan.
Saluran samping di jalan sempit dan menanjak dapat membahayakan pengguna jalan.
Kombinasi
jalan-jalan
masuk &
drainase
terbuka
BAB V
KOMBINASI ALINYEMEN HORIZONTAL DAN VERTIKAL
Bentuk geometrik jalan merupakan bentuk fisik Jalan berupa 3 dimensi. Untuk
mempermudah dalam menggambarkan bagian-bagian fisik jalan tersebut digambarkan
dalam bentuk alinyemen horizontal atau trase jalan alinyemen vertikal atau
penampang memanjang jalan, dan potongan melintang jalan.
Penampilan bentuk fisik jalan yang baik dan menjamin keamanan dari pemakai jalan
merupakan hasil dari penggabungann bentuk alinyemen vertikal dan alinyemen
horizontal yang baik pula. Letak tikungan haruslah pada lokasi yang serasi dengan
adanya tanjakan ataupun penurunan.
Gambar 4-1. Lengkung vertikal dan horizontal terletak pada satu fase
Jika tikungan horizontal dan vertikal tidak terletak pada satu fase, maka pengemudi
sukar memperkirakan bentuk jalan selanjutnya, dan bentuk jalan terkesan patah,
Gambar 4-2. Lengkung vertikal dan horizontal tidak terletak pada satu
fase
3. Pada jalan yang lurus dan panjang sebaiknya tidak dibuatkan lengkung
vertikal cekung.
Gambar 4-4. Lengkung vertikal cekung pada jalan yang relatif lurus dan
panjang
4. Kelandaian yang landai dan pendek sebaiknya tidak diletakkan di antara dua
kelandaian yang curam, sehingga mengurangi Jarak pandangan pengemudi.
Kombinasi kegiatan
Kombinasi Kegiatan
PERTANYAAN BAB V.
1. Agar diperoleh jalan yang berkeselamatan, bagaimana kita memperbaiki
kombinasi alinyemen horisontal dan vertikal yang berbahaya ?
2. Agar diperoleh jalan yang berkeselamatan, bagaimana kita memperbaiki
adanya kombinasi kegiatan yang membahayakan pengguna jalan ?