126 304 1 SM
126 304 1 SM
I Wayan Artika
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha
Jalan Ahmad Yani No. 67 Singaraja, Bali, Indonesia
Telepon (0362) 21541, Faksimile (0362) 21541
Pos-el: batungsel@yahoo.com
Naskah diterima: 16 Oktober 2016, direvisi: 11 November 2016, disetujui: 30 November 2016
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengungkap muatan, karakter, dan tujuan ditulisnya cerpen
propaganda; serta mengkaji hubungan sastra dan politik semasa Lekra (1950—1965).
Masalah penelitian adalah muatan, tujuan, karakter cerpen propaganda serta hubungan
sastra dan politik. Metode untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan penelitian,
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian membuktikan, cerpen propaganda
sarat muatan marxisme dan agenda perjuangan PKI. Tujuan cerpen propaganda adalah
memengaruhi massa rakyat agar mendukung perjuangan PKI. Karakter cerpen propaganda
dibedakan menjadi karakter umum (yaitu aktual, menyerang lawan, memengaruhi pembaca)
dan karakter yang tampak pada struktur karya (bertema komunisme; tidak mementingkan
alur; cerita berupa pandangan ideologis-politik pengarang; setting Revolusi Indonesia;
pelaku cerita; rakyat tertindas, kader partai progresif, partisipan, simpatisan, dan militan
PKI); dan bahasa mudah dimengerti. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, cerpen
propaganda menunjukkan hubungan erat antara sastra, ideologi, dan politik. Hubungan
sastra dan politik menunjukkan bahwa cerpen-cerpen tersebut merupakan alat propaganda
PKI sesuai dengan Mukadimah 1950 dan 1959, Konsepsi Kebudayaan Rakyat, dan prinsip
1-5-1. Dalam hubungan tersebut, sastra berada di bawah politik dan kebenaran ideologi
lebih tinggi daripada nilai sastra.
Abstract
This research aims to reveal the content, characters, and the purposes of propaganda short
stories; examines the relationship between literature and politics during Lekra (1950-1965).
The problem of this research is the content, purpose, character, and relationship propaganda
literature and politics. Method used to solve the problems and achieve the purpose of this
research is qualitative descriptive method. The result shows that the propaganda short
stories loaded by Marxism and the agenda of PKI struggle. The purpose of propaganda
short stories is to influence the masses to support the struggle of PKI. The characteristics
of propaganda short stories divided into general characteristics (i.e. real-time, attacking
the opponent, and affect the reader) and a characteristics that looked at the structure of
the literary works (themed communism, does not concerned to the plot; the story is in the
form of ideological and political views of the author; setting in the Indonesian Revolution;
the figures of the stories; the oppressed people, progressive party cadres, participants,
sympathizers, and PKI militants); and easy understand language. From the results of this
research, it can be concluded that propaganda short stories showed the close relationship
between literature, ideology, and politics. The relationships of literature and politics show
that the short stories are a propaganda tool of PKI in accordance with the Preamble of
the 1950 and 1959, Conception of Culture of the People, and the principle of 1-5-1. In this
relationship, the literature is under political and ideological correctness is higher than the
value of literature.
negatif terhadap PKI dan Lekra (Ismail, 1972, dan terisap. Pandangan tersebut diharapkan
hlm. 115—116) sebab dianggap menganut dapat mengungkap hubungan sastra, politik, dan
ideologi bertolak belakang dengan penguasa. ideologi, khususnya pada masa Pemerintahan
Selama pemerintahan Orde Baru (1966— Presiden Soekarno. Penelitian ini memiliki
1998), ideologi Marxis, bahkan buku-buku tujuan khusus, antara lain (1) mengkaji muatan
literatur, termasuk juga karya fiksi yang dan tujuan yang tecermin dalam cerpen
dianggap mengandung ideologi Marxis dilarang propaganda; (2) merumuskan karakter cerpen
terbit, beredar, dan dibaca. Estrelita (2009, propaganda; (3) mengkaji hubungan sastra dan
hlm. 2) juga mengungkapkan bahwa selama politik.
pemerintahan Orde Baru tidak tersedia tempat Dari berbagai pandangan dan kajian
bagi karya sastra Lekra. terdahulu, dapat dirumuskan tentang konsep
Secara umum, karya sastra Lekra belum propaganda, yakni menyebarkan suatu
diketahui oleh masyarakat karena pemerintah pandangan untuk memengaruhi khalayak
Orde Baru sengaja menutup akses publik (Lane, agar mendukung dan bertindak tertentu demi
2012, hlm. 6). Kajian terhadap lima cerpen kemenangan pihak tertentu, menggunakan
propaganda dalam penelitian ini merupakan media teks melalui teknik-teknik tertentu.
salah satu upaya untuk mengungkap hubungan Selama Orde Baru, kajian sastra Lekra
sastra dan PKI selama periode demokrasi liberal masih sangat terbatas karena pemerintah
dan terpimpin. Kajian ini penting mengingat melarang studi terhadap organisasi kebudayaan
walaupun kini Indonesia telah memasuki berhaluan kiri (Putra, 2006, hlm. 940).
era Reformasi sejak tahun 1998 tetapi, tidak Penelitian terdahulu lebih banyak mengenai
serta-merta akses terhadap dokumen Lekra Lekra sebagai lembaga pergerakan. Penelitian
mudah (Artika, 2014, hlm. 52). Penelitian ini khusus mengenai karya sastra Lekra hanya ada
merupakan salah satu usaha untuk membuka beberapa, seperti Artika (2014) yang mengkaji
akses bagi publik dalam rangka menyingkap puisi dan cerpen Lekra secara komprehensif dan
kabut sejarah yang masih menyelimuti Lekra. dilanjutkan mengkaji antologi puisi Matinja
Semasa Orde Baru, pembicaraan mengenai Seorang Petani (2015).
sastra Lekra didominasi oleh kubu Manifesto Menurut Teeuw (1996; 1979), hubungan
Kebudayaan/Manikebu, yang menganut sastra dan ideologi tidak khas Lekra karena
humanisme universal. Seharusnya, pembicaraan jauh sebelumnya telah muncul dalam novel
itu juga diimbangi dengan kajian terhadap sastra modern awal (pada karya Semaun dan Mas
yang berideologi sosialis. Untuk tujuan itu, Marco Kartodikromo), dilanjutkan oleh Rustam
penelitian ini berupaya mengungkap ideologi Effendi. Foulcher (1986) mengkaji konteks
sastra Lekra dengan menggunakan teori sastra sosial politik Lekra. Hal ini tidak tampak dalam
Marxis. Teeuw (1979). Foulcher (1986, hlm. 200)
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian menegaskan bahwa mustahil membicarakan
ini, meliputi muatan dan tujuan dalam cerpen sastra tanpa mempertimbangkan hubungan
propaganda Lekra; karakter cerpen propaganda sastra dan kekuatan di luarnya (politik dan
Lekra; hubungan sastra dan politik ditinjau dari ideologi) karena makna karya dibangun oleh
teori sastra Marxis. Tujuan umum penelitian proses sosial dan sejarah. Teeuw (1996)
ini adalah untuk mengetahui pandangan PKI dan Foulcher (1986) membangun landasan
terhadap sastra, khususnya cerpen yang secara akademik yang bersumber pada pola hubungan
sistematis dimanfaatkan oleh PKI dalam sastra dan ideologi/politik bagi studi Lekra
memperjuangkan kemenangan kelas tertindas selanjutnya. Landasan ini kemudian diterapkan
dalam kajian yang lebih khusus, seperti puisi Kajian Rizal (2016) tentang komik propaganda
(Suyatno, 2011), prosa (Taum, 2012), dan sejalan dengan Prabowo (2012), terutama
drama Lekra (Bodden, 2010, 2011). Perspektif dari sisi pelaku propaganda, yaitu Orde Baru.
ideologi/politik pada kajian sastra Lekra Rizal membicarakan komik Merebut Kota
sesuatu yang mutlak, sebagaimana diuraikan Perjuangan sebagai alat propaganda Presiden
dalam referat Konferensi Nasional Sastra Seni Soeharto untuk menunjukkan dirinya sebagai
Revolusioner (Aidit, 1964). tokoh penting dalam perebutan tersebut.
Tinjauan terhadap penelitian terdahulu Demikian pula halnya dengan di luar negeri,
mengindikasikan bahwa pengkajian cerpen propaganda unifikasi Korea Utara dan Korea
propaganda Lekra, belum ada. Artika (2014) Selatan dilakukan melalui serial drama televisi,
juga belum membicarakan cerpen propaganda. The King 2 Hearts (Prisilia, 2014).
Fokus Artika (2014) bukan pada sastra Bentuk propaganda Jepang di bidang
propaganda, melainkan hubungan sastra dan sastra pada majalah Djawa Baroe dikaji oleh
ideologi melalui pendekatan interteks dan teori Dewi dkk. (2015). Karya sastra propaganda
new historicism. Artika dkk. (2015) mengkaji tersebut, antara lain cerpen, cerber, drama, dan
puisi Lekra yang terkumpul dalam antologi esai. Dewi dkk. (2015, hlm. 47) menyatakan
Matinja seorang Petani dengan menggunakan bahwa muatan propaganda Jepang, antara lain
teori new historicism. Penelitian itu secara (1) gambaran akan keburukan Barat, (2) ajakan
khusus mengkaji puisi Lekra yang bertema membantu dan mendukung Jepang dalam
perjuangan kaum tani untuk memperoleh tanah perang Asia Timur Raya, (3) ajakan kerja keras
garapan seiring dengan disahkannya UU No. 5 dan hidup hemat, dan (4) gambaran Jepang
Tahun 1960 atau Undang-undang Agraria. sebagai harapan baru bagi rakyat Indonesia.
Di luar studi sastra Lekra, sejumlah Cerpen yang dimuat di dalam Djawa
penelitian mengenai sastra propaganda telah Baroe dan Pandji Poestaka dikaji dari aspek
dilakukan, utamanya pada masa pendudukan teknik propaganda, oleh Wasono (2007).
Jepang. Di antara sejumlah penelitian mengenai Wasono menemukan lima teknik propaganda
sastra propaganda pada masa pendudukan dalam cerpen pada kedua majalah tersebut,
Jepang, penelitian Yuliati dkk. (2002) tidak seperti (1) umpatan, (2) sebutan muluk-
hanya mencakup sastra tetapi seni secara muluk, (3) ikut-ikutan, (4) pujian, dan (5)
umum sebagai alat propaganda di Jawa. Jepang pura-pura orang kecil. Darmajati dkk. (2014,
menyiapkan dan menggunakan propaganda hlm. 8) menyatakan bahwa propaganda telah
secara sistematis dan intensif agar rakyat menjadi ciri pertama kesusastraan pada masa
Indonesia membantu Jepang memenangkan pendudukan Jepang. Mastuti (2014, hlm.
perang melawan Sekutu (Yuliati dkk., 2002, hlm. 323) secara khusus mengkaji propaganda
iii). Untuk itu, dibentuk lembaga propaganda dalam novel Tjinta Tanah Air, khususnya
yang bertanggung jawab mengatur atau propaganda agar pemuda Indonesia mau
mengontrol secara ketat spirit, metode, materi, menjadi anggota militer Jepang yang semakin
kemasan propaganda. Kesenian, seperti terdesak dalam Perang Pasifik. Nitayadnya
puisi, prosa, nyanyian, film, dan sandiwara, (2013) mengkaji muatan propaganda penjajah
digunakan untuk mengemas materi propaganda Jepang dalam cerpen dan drama karya Idrus.
(Yuliati dkk., 2002, hlm. iv). Penelitian Penelitian ini mengungkap karya Idrus yang
Prabowo (2012) menunjukkan bahwa pada ditulis semasa pendudukan Jepang yang sarat
masa Orde Baru juga ada kegiatan propaganda muatan politis, yaitu politik propaganda dalam
melalui media massa dan tembang macapat. rangka menggelorakan semangat perjuangan
rakyat Indonesia; agar rakyat tidak hanya teori kesadaran dan perjuangan kelas, sastra
memikirkan kepentingan pribadi tetapi juga harus bersumber dan sekaligus sebagai senjata
harus memikirkan kepentingan bangsa; agar perjuangan kelas karena perjuangan kelas
rakyat giat bekerja untuk membantu Jepang sebagai energi dinamika kehidupan (Birchall,
dalam memenangkan perang Pasifik; sehingga 1977, hlm. 92; Fokkema dan Kunne-Ibsch,
Jepang akan memberi kemerdekaan yang telah 1998, hlm. 105); panggung merefleksikan
dijanjikan (Nitayadnya, 2013, hlm. 215). perjuangan kelas. Menurut Dharta (2010, hlm.
Varadyna (2016) mengkaji peranan 15), perkembangan kesusastraan sejajar dengan
karya sastra sebagai media propaganda pada sejarah pertarungan dan pertentangan dua
masa pendudukan Jepang di Jakarta (1942— kekuatan. Teori sastra Marxis juga menegaskan,
1945). Penelitian ini merupakan satu-satunya sastra mutlak menjadi alat partai (Barry, 2010,
penelitian yang menyoroti propaganda dari dua hlm. 187—188); pedoman atau panduan
pihak, yakni Indonesia dan Jepang. Propaganda bertindak dan alat untuk mendidik manusia
Jepang dilakukan untuk mendukung perang dalam rangka mengidealkan kehidupan. Sejalan
melawan Sekutu dan propaganda Indonesia dengan itu, kehidupan sastra seperti partai,
untuk membangkitkan nasionalisme rakyat harus terorganisasi (Barry, 2010, hlm. 188).
demi meraih kemerdekaan. Varadyna juga
menyebutkan antipropaganda di tengah METODE
kondisi sosial yang timpang, kenyataan dan Penelitian ini menggunakan ancangan kualitatif
janji tidak sejalan. Jika pada umumnya kajian dengan pendekatan sosiologis. Data berupa
propaganda dikaitkan dengan masa pendudukan dokumen karya sastra. Tiga objek formal yang
Jepang, tidak begitu halnya dengan Anhari diungkap, yaitu (1) muatan dan tujuan yang
(2016), penelitiannya mengkaji novel Student tecermin dalam cerpen propaganda Lekra, (2)
Hidjo karya ”pengarang liar”, Mas Marco, karakter cerpen propaganda, dan (3) hubungan
semasa penjajahan Belanda. Sebagaimana sastra dan politik ditinjau dari teori sastra
pandangan Varadyna (2016), propaganda Marxis.
semasa Jepang dapat dilihat dari dua sisi yang Sumber data penelitian ini sebanyak lima
berlawanan (Jepang dan Indonesia), demikian cerpen, yaitu (1) ”Subang” karya Ira, (2) ”Istri
pula propaganda yang dilakukan oleh Mas Kawanku” karya Jadi, (3) Atik” karya Koe
Marco. Bagi Belanda, propaganda dalan novel Irmanto, (4) ”Menyambut Kongres Nasional
Student Hidjo merupakan propaganda negatif ke-VI PKI” karya L.S. Retno, dan (5) ”Pesta
dan sebaliknya bagi kaum perintis kemerdekaan Rakyat” karya Namikakanda. Kelima cerpen
menganggapnya sebagai propaganda positif. itu dimuat dalam antologi Laporan dari Bawah,
Teori sastra Marxis menjelaskan bahwa Sehimpunan Cerita Pendek Lekra Harian Rakjat
proses budaya bukan kenyataan independen. 1950—1965 (Yuliantri dan Dahlan, eds. 2008).
Sastra lahir dari relasi kontradiktif pengarang, Antologi tersebut memuat 96 judul cerpen dari
ideologi, dan struktur sosial serta sastrawan 63 pengarang. Seluruh karya dalam antologi
terus-menerus dibentuk oleh konteks sosialnya itu pernah dipublikasikan di Harian Rakjat
(Barry, 2010, hlm. 185—186). Kritik sastra selama periode 1951—1965. Data dikumpulkan
Marxis bersandar pada tinjauan historis dengan metode pustaka (Ratna, 2010, hlm.
(Eagleton, 2002, hlm. vi), mengingat karya 196) dengan teknik mengutip (Ratna, 2010,
sastra tidak dapat dipahami di luar totalitas hlm. 206—207). Instrumen pengumpulan data
kehidupan masyarakat (Damono, 1984, hlm. berupa sistem kartu data (Ratna, 2010, hlm.
40). Konsep sastra Marxis dipengaruhi oleh 207). Ada dua jenis cara mengutip data, yaitu
secara langsung dan tidak langsung (Ratna, cerpen propaganda Lekra yang terbit antara
2010, hlm. 206—207). Dalam penelitian ini tahun 1950—1965. Muatan dan tujuan lima
digunakan teknik mengutip secara langsung. cerpen propaganda Lekra ini memuat ideologi
Data yang telah dikumpulkan, kemudian dan politik yang terjadi pada tahun 1950—
dianalisis dengan menggunakan metode 1965. Kelima cerpen propaganda Lekra lahir
kualitatif interpretatif (Ratna, 2010, hlm. 305). dalam hubungan antara sastra, politik, dan
Metode itu terdiri atas sejumlah kegiatan, ideologi. Uraian tentang muatan, tujuan, dan
seperti mendeskripsi, mengklasifikasi, hubungan antara sastra dan politik dipaparkan
dan mengkomparasi, untuk memahami berikut ini.
dan menjelaskan keberadaan data. Tahap
selanjutnya, melakukan interpretasi. Cerpen Propaganda Lekra (1950—1965)
Ada sejumlah muatan dan tujuan yang ditemukan
HASIL DAN PEMBAHASAN dalam kelima cerpen propaganda, seperti pada
Hasil dan pembahasaan ini menguraikan lima tabel di bawah ini.
”Menyam- antusiasme kaum tani menyongsong setiap kongres menyambut Kongres Nasional VI PKI
but Kon- PKI
gres ke-VI
ideologi marxis-lenin menggelorakan cinta rakyat kepada PKI
PKI”
dengan kerja nyata dan kerja keras
kebencian kepada Amerika, sebagai bangsa gila memuliakan PKI karena perjuangannya bagi
perang rakyat tertindas
kader militan PKI hidup di tengah kaum tani
membebaskan kaum tani dari pengisapan dan penin-
dasan tuan tanah
”Pesta massa sebagai sumber ilmu pengetahuan dan seni menyerang sikap mahasiswa yang tidak sang-
Rakyat” gup memandang rakyat sebagai sumber ilmu
pengetahuan dan seni
rasa bangga dan kagum terhadap kekuatan rakyat,
yang identik dengan kekuatan PKI
Kolonialisme memiskinkan rakyat
mahasiswa PKI, ia turut serta membebaskan manusia
dari kemiskinan
harapan kemenangan rakyat tertindas yang diberi mengagungkan PKI, partai yang dicintai rakyat
oleh PKI karena berjuang untuk kemenangan rakyat
seni diciptakan rakyat tertindas yang mencerminkan
penderitaan mereka dan keluar dari penderitaan
tersebut
tidak semata-mata mengagungkan seni tradisi menyerang seni tradisi yang tidak mencer-
minkan penderitaan dan perjuangan rakyat
tertindas
Tabel tersebut menunjukkan bahwa cerpen semuanya kusatukan dengan ucapan batin
propaganda sarat dengan muatan atau materi yang membenarkan kemenangan sikenek,
situkang becak, petani, buruh kereta api[...]
propaganda. Muatan cenderung lebih dominan
(Ira, 2008, hlm. 121).
dibandingkan dengan tujuan. Ada beberapa
muatan yang langsung dijelmakan menjadi Muatan cerpen digunakan sebagai sarana
tujuan dan beberapa muatan tidak dijelmakan atau pesan untuk mencapai tujuan. Dalam
menjadi tujuan. Tabel 1 untuk menunjukkan cerpen propaganda tidak ada tujuan artistik,
keterkaitan antara muatan dan tujuan dalam tetapi hanya ada tujuan politik atau ideologi,
cerpen propaganda. Muatan cerpen ”Subang”, dipayungi oleh prinsip Lekra: ”politik sebagai
misalnya, (1) membangun harapan rakyat panglima” dan ”tinggi mutu ideologi”.
tertindas (tukang becak, buruh, buruh kereta api, Karakter cerpen propaganda dibedakan
kenek, dan tani) terhadap kemenangan, lewat menjadi dua, yakni (1) karakter umum:
”mencoblos” PKI; merendahkan partai ”Bulan bersifat aktual, menyerang lawan (partai),
Bintang” atau partai Islam; (2) mengagungkan bertujuan memengaruhi pandangan dan
kebesaran dan memupuk rasa cinta terhadap tindakan pembaca (massa rakyat pekerja),
orang komunis, seperti pada kutipan berikut. mengagungkan dan memupuk cinta kepada
PKI, berlandaskan ideologi kerakyatan,
Lamunanku terus mendahului bumi-bumi
yang terbatas oleh kesanggupan mata, dan membangun harapan kemenangan rakyat
akhirnya aku sendiri jadi menang setelah tertindas, dan menghadirkan sosok PKI sebagai
”juru selamat” rakyat tertindas; (2) karakter dari relasi kontradiktif pengarang, ideologi
struktur: bertema politik (ideologi dan kiprah kerakyatan atau realisme sosialis dan struktur
PKI), umumnya tidak memiliki alur atau urutan sosial. Ketiga kutipan di bawah ini menunjukkan
peristiwa, cerita disusun dari pemikiran atau relasi pengarang dengan ideologi Marxis.
pandangan ideologis dan politik pengarang;
Keesokan harinya aku dibangunkan oleh
seting semasa Revolusi Indonesia; para pelaku
sorak-sorai anak-anak berkeliling di
cerita: rakyat tertindas dan terisap, serta kader kampung. Makin lama barisan anak-anak
partai, tokoh-tokoh progresif; dan bahasa itu makin panjang. Mereka bersorak sorai
mudah dimengerti: minim gaya dan simbol, gembira ria:
judul mencerminkan isi, menyampaikan dengan ”Hidup P.K.I.”
”Hidup P.K.I.” (Namikakanda, 2008,
cara langsung. Serangan terhadap ajaran hlm.243).
Islam, terutama praktik poligami misalnya,
dikemukakan dalam cerpen ”Istri Kawanku”, Kepada Partai Komunis Indonesia yang selalu
seperti pada kutipan berikut. mereka cintai, mereka memasrahkan suatu
harapan supaya partai bisa memperjuangkan
sepenuhnya segala tuntutan itu kepada
[...] Sejak lama Bung Idrus sudah meninggalkan
Pemerintah. Keyakinan akan kepercayaan
ajaran-ajaran orang tuanya mengenai soal
kepada Partai tidak bisa ditawar-tawar lagi,
agama Islam. Dia tak pernah lagi menjalankan
sebab mereka juga tahu, hanya PKI lah yang
sembahyang lima waktu, tak pernah lagi puasa
dengan sepenuh tenaga memperjuangkan
jika bulan puasa (Jadi, 2008, hlm.125).
nasib mereka (Retno, 2008, hlm. 170).
Kelima cerpen Lekra yang dibicarakan [...]Sebab pagi itu memang dia berniat
dalam penelitian ini lahir dalam kerangka mengunjungi ceramah PKI[...]Semula istrinya
hubungan sastra, politik, dan ideologi. Hubungan tidak pernah mau membaca Harian Rakjat,
karena dianggapnya koran komunis, tetapi
ini diatur dalam Mukadimah Lekra (1950 dan
lama-lama dia terpaksa membacanya, dan
1959) dan Konsepsi Kebudayaan Rakyat, dan belakangan karena dia mulai rajin mengikuti
prinsip 1-5-1. Hubungan cerpen propaganda Harian Rakjat, maka dipikirannya mulai
dan politik tampak pada muatan dan tujuannya. berubah menjadi baik. Suatu bukti lagi ialah,
Sastra digunakan pengarang sebagai ”partai bahwa pagi itu dia mau juga mendengarkan
ceramah yang diselenggarakan oleh PKI
politik dan ruang parlemen” untuk mengambil (Jadi, 2008, hlm. 126—127).
hak politik atau hak bersuara. Pada mulanya, hal
itu bersifat perserorangan, tetapi dengan adanya Sejalan dengan Bary (2010, hlm. 185—
kesadaran mendukung dan menghimpun 186) bahwa pada masa Revolusi Indonesia
kekuatan massa, serta meyakini betapa besarnyakondisi sosial tersebut terus-menerus terbentuk
pengaruh kekuatan massa, terjadi transformasi dari pertarungan ideologi, sebagaimana tampak
dari ekspresi individu menjadi ekspresi massa.dalam ajaran Nasakom Presiden Soekarno.
Hubungan sastra dan politik seperti itu harus Dengan bersandar pada pendapat Damono
dilihat melalui proses yang bergerak pada (1984, hlm. 40), kelima cerpen propaganda
bagian yang paling dasar, yaitu naluri politikitu tidak dapat dipahami dari luar totalitas
setiap manusia dan hubungan itu di Indonesia kehidupan masyarakatnya karena akan tampak
telah dipraktikkan oleh Lekra. seperti ”barang asing” dan secara diakronik,
sebagai masa lalu.
Hubungan Sastra dan Politik Sastra Marxis diterapkan oleh pengarang
Kelima cerpen propaganda tersebut lahir bukan Lekra dalam memahami struktur masyarakat
sebagai kenyataan independen, melainkan lahir Indonesia pada revolusi yang sebenarnya
jiwa. Anak-anak itu mengajak rakyat Sejalan dengan pendapat Kurasawa (2016,
Indonesia bersama-sama memilih partai hlm. 214), isi cerpen propaganda, yakni
mereka: P.K.I. Padaku nada dan rythme lagu
memuat pesan mempengaruhi masyarakat pada
itu mengandung suatu kesucian. Ya, padaku
ia merupakan lagu yang suci, sesuci lagu masa itu untuk mendukung PKI dan memilih
Malam Kudus bagi umat Katholik. Rakyat partai itu dalam pemilu; menentramkan dan
bertepuk tangan gegap gempita setelah lagu menyenangkan hati rakyat tertindas melalui
itu selesai. Tepuk tangan rakyat. Tepuk tangan
pembangunan harapan hidup dalam masyarakat
perjuangan. Tepuk tangan tanda kegembiraan
mereka menyongsong kemenangan hari sosialis, tanpa pengisapan dan penindasan
depan nanti. Tepuk tangan menggetarkan hati manusia oleh manusia karena tidak ada lagi
dan mendirikan bulu kuduk kaum imperialis kelas dalam masyarakat.
dengan pemimpin-pemimpin Masjumi dan Lekra mencontoh cara Jepang melakukan
P.S.I. juga mungkin tentunya (Namikakanda,
2008, hlm. 243).
propaganda, misalnya, melalui majalah Djawa
Baroe. Pendapat (Dewi dkk., 2015, hlm. 48)
Tujuan teknik propaganda tersebut untuk menyatakan bahwa ada banyak majalah dan
mendukung perjuangan PKI dalam meraih surat kabar PKI, salah satunya adalah Harian
kemenangan sehingga cerpen propaganda Rakjat. Cerpen propaganda pada harian itu
Lekra menguatkan atau mengunggulkan PKI diterbitkan untuk menjangkau massa yang luas.
dan komunis dalam meraih kemenangan politik Tidak ada catatan bahwa Lekra melakukan
atau ideologi semasa Revolusi Indonesia. propaganda melalui media film keliling,
Tujuan lain propaganda dengan media cerpen, sebagaimana diungkapkan Kurasawa (2016,
mengerdilkan atau menciutkan mental atau hlm. 214), yang mana menjadi media paling
nyali lawan politik PKI, seperti partai Islam, populer pada masa Jepang. Lekra lebih tertarik
ajaran Islam dalam pembenaran poligami, dan menggunakan media ketoprak, ludruk, dan
gerombolan bersenjata sehingga menjadi lemah wayang orang karena merupakan kesenian
dan pada akhirnya dapat dikalahkannya. rakyat yang sudah dikenal oleh rakyat secara
Munculnya sastra propaganda yang turun-temurun. Film bagi Lekra dipandang
tampak dalam cerpen Lekra merupakan lanjutan sebagai perwujudan kelas penindas.
dari propaganda Jepang dalam melawan Sekutu Dukungan kuat PKI terhadap Lekra
selama Perang Asia Timur Raya. Mengacu dilandasi tujuan untuk melakukan propaganda
kepada pendapat Jassin (1985, hlm. 14), pada melalui aturan yang sangat ketat, seperti yang
masa pendudukan Jepang, seni semata-mata dilakukan oleh Jepang. Lekra dapat disejajarkan
dipergunakan untuk propaganda. Demikian dengan departemen propaganda milik Jepang
halnya dengan yang terjadi pada kurun yang bernama Sedenbu dan Komisi Kebudayaan
1950—1965, semasa hidup Lekra, PKI melalui atau Keimin Bunka Shidoso yang bertugas
Lekra atau Lekra sendiri dengan gerakan seni, menyeleksi, menetapkan, dan menyebarkan
ilmu, dan kebudayaan melakukan kontrol bacaan kepada rakyat. Aturan berkarya seni
terhadap opini rakyat Indonesia, sebagaimana yang dirumuskan oleh Lekra tampak pada
Jepang lakukan terhadap rakyat Indonesia agar Mukadimah (1950 dan 1959), Konsepsi
mendukung perang Jepang melawan Sekutu Kebudayaan Rakyat, dan prinsip 1-5-1.
(Nitayadnya, 2013, hlm. 219). Jika Jepang Dengan adanya aturan dalam mencipta karya
melakukan propaganda melalui berbagai media, seni dan kebudayaan tersebut, Lekra berkarya
seperti media massa (cetak dan elektronik) dan bergerak untuk mencapai tujuan praktis:
dan seni (film, sastra, pertunjukan), Lekra membebaskan massa rakyat pekerja dari
melakukan propaganda melalui kebudayaan. segala penindasan dan pengisapan di bawah
naungan realisme sosialis. Hal itu sama artinya atau keunggulan PKI dalam membebaskan
dengan membantu perjuangan PKI. Itulah rakyat tertindas dari penderitaan.
sebabnya cerpen propaganda Lekra terikat oleh Cerpen propaganda Lekra merupakan
keadaan, tempat, dan waktu semasa revolusi, produk sastra yang mengabdi kepada tujuan
sesuai dengan pandangan Jassin (1985, hlm. politik PKI. D.N. Aidit menjelaskan hubungan
15). Sejalan dengan pandangan Nitayadnya sastra dan politik pada konteks cerpen
(2013, hlm. 220), tujuan propaganda melalui propaganda Lekra, sastrawan memiliki peranan
media cerpen untuk mendukung kekuasaan penting dalam kehidupan masyarakat sosialis.
PKI sehingga rakyat mau berkorban secara Konsep ”sastra dan seni rakyat” mengandung
immaterial dan material bagi perjuangan pengertian sastra dan seni berbicara tentang
PKI dalam rangka membebaskan rakyat dari kehidupan rakyat atau sastra dan seni mengabdi
imperialisme Eropa dan Amerika. kepada massa rakyat pekerja. Rakyat tertindas
Dikaitkan dengan pendapat Dewi dkk., dan terisap selalu hadir di dalam cerpen-cerpen
(2015, hlm. 51), propaganda dalam cerpen tersebut. Hal itu merupakan materi atau muatan
Lekra juga mengandung beberapa ciri, seperti dari kelima cerpen propaganda yang dibahas
melawan musuh rakyat atau musuh partai dalam penelitian ini. Cerpen propaganda Lekra
dengan cara mengecam dan memberi berbagai merupakan wujud integrasi sastra dan seni ke
predikat buruk. Masih mengacu pendapat Dewi dalam gerakan revolusioner.
dkk. (2015, hlm. 54), muatan atau isi propaganda Cerpen propaganda yang dibicarakan
dalam cerpen Lekra, antara lain (1) semangat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
berkorban untuk kemenangan rakyat atau PKI terdapat hubungan atau integrasi sastra dengan
karena partai ini berjuang untuk membebaskan politik, sejarah, geografi, dan antropologi.
rakyat Indonesia dari penindasan dan pengisapan Cerpen-cerpen propaganda tersebut juga
kelas, (2) berisi anjuran atau ajakan masuk PKI lahir melalui pendalaman kehidupan massa
untuk mendukung kemenangan PKI dalam rakyat pekerja dalam kurun waktu Revolusi
pemilu, dan (3) memuji keunggulan PKI dan Indonesia. D.N. Aidit berpandangan bahwa
memandang serba buruk lawan PKI, misalnya cerpen propaganda sebagai ”hatinya PKI dan
Islam atau partai Islam. Selanjutnya, Dewi pekerjaan politik adalah otaknya”. Cerpen
dkk., (2015, hlm. 56) menyatakan bahwa propaganda Lekra merupakan wujud kepaduan
klasifikasi muatan propaganda cerpen Lekra atau kesatuan sastrawan, seniman, dan massa.
dapat dikategorikan menjadi (1) propaganda Muatan propaganda juga tidak terlepas dari
untuk meningkatkan semangat kerja massa prinsip ”realisme revolusioner dan romantisme
rakyat pekerja dalam mendukung PKI, (2) revolusioner”. Hal itu mengandung pengertian
propaganda untuk meningkatkan semangat bahwa sastrawan atau seniman Lekra selalu
perlawanan kelas, dan (3) propaganda untuk bersikap revolusioner terhadap kenyataan dan
meningkatkan cinta kepada PKI. Berdasarkan masa lalu yang tidak sejalan dengan kemajuan
catatan Kurasawa (2015, hlm. 224) ”[...] paling yang menguntungkan kehidupan massa rakyat
tidak ada efek tertentu untuk membangkitkan pekerja. Dengan demikian, kelima cerpen
kebencian terhadap penjajahan negara Barat propaganda tersebut mendobrak lawan ideologi
dan meyakinkan penduduk atas keunggulan dan partai.
bangsa Asia”, propaganda dalam cerpen Lekra
telah mampu membangun efek tertentu, seperti SIMPULAN
membangkitkan kebencian terhadap lawan PKI Lekra dalam kedudukannya sebagai front
dan membangun keyakinan terhadap kekuatan kebudayaan merupakan departemen atau
lembaga propaganda PKI. Hal itu digariskan Anhari, A. F. (2016). “Teknik Propaganda dalam
dalam Mukadimah Lekra (1950 dan 1959), Novel Student Hidjo Karya Mas Marco”.
Konsepsi Kebudayaan Rakyat, dan Prinsip Skripsi. Kediri: Univeritas PGRI.
1-5-1. Lembaga atau departeman propaganda Artika, I W. (2014). “Representasi Ideologi dalam
telah ada dalam tradisi Katolik Roma, yang Sastra Lekra: Kajian New Historicism
kemudian diikuti oleh Hitler, dan Jepang melalui Antologi Gugur Merah dan Laporan dari
lembaga Sedenbu dan Komisi Kebudayaan atau Bawah”. Disertasi. Denpasar: Program
Keimin Bunka Shidoso. Peran Lekra sebagai Pascasarjanan Universitas Udayana.
departemen propaganda PKI melalui media Barry, P. (2010). Beginning Theory: Pengantar
kebudayaan sesungguhnya bukan hal baru. Komprehensif Teori Sastra dan Budaya.
Muatan, tujuan, dan karakter cerpen Terjemahan Harviyah Widyawati dan
propaganda Lekra pada kelima cerpen yang Evy Setyarini. Yogyakarta: Jalasutra.
dikaji sebagai konsekuensi karya yang tunduk Birchall, I.H. (1977). “Marxism and Literature”.
kepada ideologi dan partai sebagai alat Dalam The Sociology of Literature
mencapai tujuan praktis. Karena cerpen- Theoritical Approaches. Janet Wolf dan
cerpen itu dijadikan alat propaganda, muatan Jane Routh (Eds.) Keele: University of
Keele. Hlm. 92—108.
atau materi dan ciri-ciri propaganda melekat
padanya. Cerpen-cerpen tersebut mengabdi Damono, S.D. (1984). Sosiologi Sastra:
kepada tujuan dan tunduk di bawah lembaga Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
propaganda yang mengaturnya. Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Hubungan sastra dan politik terjadi Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
karena adanya kepentingan PKI dalam me
nyelenggarakan propaganda. PKI menggunakan Darmajati, S.J.R. (2014). ”Kesusastraan
cerpen sebagai alat propaganda. Hal itu Indonesia di Masa Jepang”. Makalah.
menunjukkan bahwa sastra terintegrasi dengan Bangkalan: Universitas Trunojoyo.
tujuan politik, tidak berdiri sendiri sebagai karya Dewi dkk. (2015). ”Bentuk Propaganda Jepang
seni, tetapi terlibat dalam kehidupan politik. di Bidang Sastra pada Majalah Djawa
Hubungan sastra dan politik itu dilandasi oleh Baroe semasa Pendudukan Jepang di
Mukadimah Lekra (1950 dan 1959), Konsepsi Indonesia 1942—1945”. Dalam JIA,
Volume 1 April 2015, hlm. 47—39.
Kebudayaan Rakyat, dan Prinsip 1-5-1.
Dharta, A.S. 2010. “Dari Idealism ke Realisme”.
DAFTAR PUSTAKA Dalam Kepada Seniman Universal,
Kumpulan Esai Sastra A.S. Dharta.
Aidit, D.N. (1964). ”Dengan Sastra dan Seni Setyono, Budi (Ed.). Bandung: Ultimus.
yang Berkepribadian Nasional Mengabdi Hal. 15-18.
Buruh, Tani dan Prajurit, Pokok-pokok Eagleton, T. (2002). Marxisme dan Kritik
Referat Di Hadapan Konfernas Sastra Sastra. Terjemahan Roza Muliati dkk.
dan Seni Revolusioner”. Diucapkan Yogyakarta: Sumbu.
di Jakarta tanggal 28 Agustus 1964.
Dalam Tentang Sastra dan Seni. Yayasan Estrelita, G.T. (2009). ”Penyebaran Hate
Pembaruan Jakarta, 1964. Available from: Crime oleh Negara terhadap Lembaga
URL: http://www.marxist.org/indonesia/ Kebudayaan Rakyat”. Tesis. Jakarta:
indones/aidit (1964)-sastra dan seni.pdf. Program Pascasarjana Universitas
diakses pada hari Sabtu tanggal 2 Maret Indonesia.
2013.
Fokkema, D.W. dan E. Kunne-Ibsch. (1998). Mastuti S.P.S. (2014). ”Analisis Novel Tjinta
Teori Sastra Abad Kedua Puluh. Tanah Air sebagai Media Masuk Militer
Terjemahan J. Praptadiharja dan Kepler pada Masa Pendudukan Jepang (1994—
Silaban. Jakarta: PT Gramedia Pustaka 1945)”. Dalam Avatara, e-Journal
Utama. Pendidikan Sejarah Volume 2, Nomor, 3,
Oktober 2014, hlm. 323—333.
Foulcher, K. (1986). Social Commitment in
Literature and The Arts, The Indonesian Namikakanda. 2008. ”Pesta Rakyat” dalam
“Institute of People’s Culture” 1050— Laporan dari Bawah, Sehimpunan Cerita
1965. Clayton, Victoria: Southeast Asian Pendek Lekra Harian Rakjat 1950—1965
Studies, Monash University. (Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin
M. Dahlan Ed.) Yogyakarta: Indonesia
Ira. (2008). ”Subang” dalam Laporan dari Buku. Hal. 240—243.
Bawah, Sehimpunan Cerita Pendek Lekra
Harian Rakjat 1950-1965”. Rhoma Dwi Nitayadnya, I W. (2013). ”Muatan Politik
Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan Propaganda Kolonial Jepang dalam
(Eds.). Yogyakarta: Indonesia Buku. Cerpen dan Drama Karya Idrus”. Dalam
Hlm. 188—123. Atavisme, Jurnal Ilmiah Kesastraan,
Volume 16, Nomor 2, Edisi Desember
Iramanto, K. (2008). ”Atik” dalam Laporan 2013, hlm. 215—227.
dari Bawah, Sehimpunan Cerita Pendek
Lekra Harian Rakjat 1950—1965. Prabowo, P.D. (2012). ”Sastra Propaganda:
Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin Sebuah Studi Kasus Tembang Macapat
M. Dahlan (Eds.). Yogyakarta: Indonesia pada Era Orde Baru di KMD Kandha
Buku. Hlm. 134—193. Raharja”. Dalam Widyaparwa, Jurnal
Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan,
Ismail, Y. (1972). Pertumbuhan, Perkembangan Volume 40, Nomor 2, Desember 2012,
dan Kejatuhan Lekra di Indonesia, suatu hlm. 1—12.
Tinjauan dari Aspek Sosio-Budaya. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Prasilia, J. (2014). ”Propaganda Unifikasi
Kementerian Pelajaran Malaysia. Korea Utara dan Korea Selatan dalam
Serial Drama Televisi Korea The King
Jadi. (2008). ”Istri Kawanku”. Dalam Laporan 2 Hearts”. Dalam Komunikasi, e-jurnal,
dari Bawah, Sehimpunan Cerita Pendek Volume 2, Nomor 1, 2014, hlm. 1—14.
Lekra Harian Rakjat 1950—1965.
Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin Ratna, I N.K. (2010). Metodologi Penelitian
M. Dahlan (Eds.). Yogyakarta: Indonesia Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Buku. Hlm. 124—129. Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jassin, H.B. (1985). Tifa Penyair dan Daerahnya.
Jakarta: Gunung Agung. Retno, L.S. (2008). ”Menyambut Kongres ke-
VI PKI”. Dalam Laporan dari Bawah,
Kurasawa, A. (2016). Masyarakat dan Perang Sehimpunan Cerita Pendek Lekra Harian
Asia Timur Raya, Sejarah dengan Rakjat 1950-1965. Rhoma Dwi Aria
Foto yang Tak Terceritakan. Jakarta: Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan (Eds.)
Komunitas Bambu. Yogyakarta: Indonesia Buku. Hlm.
Lane, M. (2012). Malapetaka di Indonesia, 165—171.
S e b u a h E s a i R e n u n g a n t e n t a n g Rizal, M.D.F. (2016). ”Komik sebagai
Pengalaman Sejarah Gerakan Kiri. Propaganda; Tinjauan Sosiologi Sastra
Jakarta: Djamanbaroe. terhadap Merebut Kota Perjuangan”.
Malna, A. (2000). Sesuatu Indonesia. Dalam Konferensi Nasional Bahasa III,
Yogyakarta: Bentang. hlm. 267—272.
Suyatno, S. (2011). ”Sajak-sajak Realisme Violeta, S.S. (2012). ”Pengaruh Politik terhadap
Sosialis Lekra: Kajian Tematik”. Dalam Perkembangan Sastra Indonesia masa
Humaniora, Jurnal Sastra, Volume 23, Demokrasi Terpimpin”. Skripsi. Jakarta:
Nomor 1, Februari 2011, hlm. 49— Universitas Indonesia.
58.Yogyakarta: Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada. Wasono, S. (2007). “Teknik Propaganda dalam
Sejumlah Cerpen Indonesia pada Masa
Taum, Y.Y. (2012). “Prosa Lekra 1950— Pendudukan Jepang”. Tesis. Jakarta:
1965, Studi tentang Karya Sastra, Universitas Indonesia.
Sastrawan, dan Kedudukannya dalam
Sejarah Sastra Indonesia”. Laporan Yuliantri, R.D.A. dan M.M. Dahlan (Eds.)
Penelitian. Yogyakarta: Lembaga (2008a). Lekra Tak Membakar Buku.
Penelitian dan Pengabdian kepada Yogyakarta: Merakesumba.
Masyarakat-USD. Yuliantri, R.D.A. dan M.M. Dahlan (Eds.)
Teeuw, A. (1996). Modern Indonesian Literature (2008b). Laporan dari Bawah,
II. Leiden: KITLV Press. Sehimpunan Cerpen Lekra Harian Rakjat
1950—196. Yogyakarta: Merakesumba.
Varadyna, Y. (2016). ”Karya Sastra sebagai
Media Propaganda pada Masa Pendudukan Yuliati, dkk. (2002). ”Seni sebagai Media Propa-
Jepang di Jakarta 1942—1945”. Skripsi. ganda pada Masa Pendudukan Jepang di
Surabaya: Universitas Airlangga. Jawa (1942—1945)”. Laporan Penelitian.
Semarang: Universitas Diponogoro.