Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PROPOSAL METODE PENELITIAN HUKUM

TENTANG HUKUM PERJANJIAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM


KONTRAK KOMERSIAL

OLEH :

ROBET ANDRES MARIHOT SILITONGA

NPM : 198400194

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MEDAN AREA


KATA PENGANTAR
Penulisan proposal skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat akhir bagi mahasiswa
untuk menyelesaikan pendidikan tingkat Strata-1 (S1) dan guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Medan Area.

Segala Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Ridha-Nya maka
penulisan proposal skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, sebab masih banyak
kekurangan-kekurangannya. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
oleh penulis.

Tak lupa penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah terlibat dalam
penelitian proposal skripsi ini, khususnya bagi :

1. Bapak Dr. M. Citra Rahmadhan, S.H., M.H , Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Medan Area.
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para
pihak. Perumusan hubungan kontraktual diantara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual
tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak melalui
negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling
mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui tawar-menawar. Melalui kontrak
perbedaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga
mengikat para pihak.

Fenomena adanya ketidakseimbangan dalam berkontrak sebagaimana tersebut dapat dicermati


dari beberapa model kontrak, terutama kontrak-kontrak konsumen dalam bentuk standar/baku
yang didalamnya memuat klausul-klausul yang isinya (cenderung) berat sebelah. Namun demikian
untuk kontrak-kontrak komersial harus dikaji secara saksama dan hati-hati agar tidak serta-merta
menyatakan klausul kontrak tersebut tidak seimbang atau berat sebelah, semata-mata membaca
teks gramatikal substansi kontrak tersebut.

Sering kali terjadi kesalahan persepsi mengenai eksistensi kontrak yang pada akhirnya menjebak
dan menyesatkan penilaian yang objektif, khususnya mengenai pertanyaan, “apakah suatu kontrak
itu seimbang atau tidak seimbang berat sebelah”. Banyak pihak dengan mudah terjebak untuk
menyatakan suatu kontrak itu berat sebelah atau tidak seimbang, hanya mendasarkan pada
perbedaan status masing-masing pihak yang berkontrak. Pandangan tersebut tidak seluruhnya salah,
bahkan dalam beberapa hal harus diakui bahwa dalam suatu kontrak sering terdapat
ketidakseimbangan dan ketidakadilan manakala terdapat bargaining position yang berbeda,
khususnya apabila terkait dengan kontrak konsumen. Namun demikian, kiranya lebih fair dan
objektif apabila menilai keberadaan suatu kontrak terutama dengan mencermati substansinya, serta
kategori kontrak yang bersangkutan (kontrak konsumen atau kontrak komersial).

Problematika ini tentunya merupakan tantangan bagi para yuris untuk memberikan jalan keluar
terbaik demi terwujudnya kontrak yang saling menguntungkan para pihak (win-win solution
contract), di satu sisi memberikan kepastian hukum dan disisi lain memberikan keadilan. Meskipun
disadari untuk memadukan kepastian hukum dan keadilan, konon merupakan perbuatan yang
mustahil, namun melalui instrumen kontrak yang mampu mengakomodasi perbedaan kepentingan
secara proporsional, maka dilema pertentangan “semu” antara kepastian hukum dan keadilan
tersebut akan dapat dieliminasi. Bahkan akan menjadi suatu keniscayaan terwujudnya kontrak yang
saling menguntungkan para pihak (win-win solution contract).

Kontrak komersial yang menjadi fokus penelitian ini, sekedar menyoal ketidakseimbangan
kontraktual berdasarkan bunyi klausul kontrak justru bertentangan dengan esensi hubungan
kontraktual yang dibangun para pihak. Pada kontrak komersial, tujuan para pihak lebih ditujukan
membangun hubungan yang berlangsung fair.

Untuk menganalisis secara lebih cermat mengenai seluk-beluk hubungan para pihak dalam
kontrak komersial diperlukan suatu metode pengujian terhadap eksistensi suatu kontrak sebagai
proses yang sistematis dan padu. Keterpaduan asas-asas hukum kontrak, termasuk didalamnya asas
proporsionalitas, merupakan pisau analisis untuk membedah eksistensi kontrak yang dibuat para
pihak. Tentunya sudah bukan waktunya lagi untuk berkutat pada dilema semu ketidakseimbangan
atau ketidakadilan berkontrak, tetapi lebih difokuskan pada bagaimana perbedaan kepentingan para
pihak dapat diatur sedemikian rupa secara proporsional.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dalam penelitian ini terdapat isu
sentral, yaitu :

“ASAS PROPORSIONALITAS SEBAGAI LANDASAN PERTUKARAN HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
DALAM KONTRAK KOMERSIAL”.

Untuk menganalisis dan memecahkan problematika pada isu sentral tersebut diatas, maka
dalam penelitian ini diperinci lebih lanjut kedalam dua subisu hukum, sebagai berikut :

a. Makna dan fungsi asas proporsionalitas dalam kontrak komersial.


b. Penerapan asas proporsionalitas dalam kontrak komersial yang meliputi seluruh proses
kontrak mulai dari tahapan para kontraktual, pembentukan, pelaksanaan kontrak bahkan
apabila terjadi sengketa kontrak.

3. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini terkandung tujuan sebagai berikut :

a. Untuk menganalisis landasan filosofis, makna dan fungsi asas proporsionalitas serta
kaitannya dengan teori keadilan sebagai landasan hubungan kontraktual. Dasar keterikatan
kontraktual yang melandasi hubungan para pihak ditinjau dari perspektif proporsionalitas,
penentuan isi, dan bentuk kontrak dimaksud. Kesetaraan hubungan kontraktual antara para
pihak haruslah dikaji dari sudut pandang nilai keadilan yang bermakna proporsional.
b. Untuk menganalisis penerapan asas proporsionalitas pada seluruh proses tahapan kontrak,
baik pada tahap perundingan (pre-contractual phase), pembentukan kontrak (contractual
phase), serta kemungkinan timbulnya sengketa kontrak. Kesetaraan hubungan kontraktual
akan terwujud apabila pembagian hak dan kewajiban berlangsung secara proporsional.

4. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua manfaat yang dapat diperoleh, yaitu :
a. Dari sisi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan asas-asas dalam bidang
hukum kontrak, khususnya yang terkait dengan asas-asas hukum kontrak. Hukum kontrak
diharapkan mampu tampil dalam wujudnya yang akomodatif, artinya mampu mendukung
serta memfasilitasi kebutuhan para pihak. Oleh karena itu, perlu pengembangan asas hukum
sebagai model argumentasi hukum baru yang mampu mengombinasikan kebutuhan dunia
dengan bidang hukum, sejalan dengan ungkapan “Setiap langkah adalah langkah hukum”.
Asas proposionalitas ini diharapkan menjadi salah satu asas pokok yang mendasari
hubungan kontraktual, serta melengkapi mata rantai asas-asas hukum kontrak lainnya dalam
menganalisis eksistensi kontrak.
b. Dari sisi praktis, asas proporsionalitas menjadi asas yang dapat diterapkan dalam praktik,
artinya pelaku senantiasa mengakomodasi asas ini dalam aktivitas kegiatannya. Dengan
demikian diharapkan akan terwujud kontrak yang secara proporsional mampu memberikan
keadilan dan kepastian bagi para pihak. Melalui model kontrak ini diharapkan akan terwujud
pola hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).

5. Kerangka pemikiran

a. Keabsahan Kontrak

Pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait, ibaratnya sebuah kereta api
hanya akan dapat berjalan menuju tujuannya apabila ditopang dengan rel yang berfungsi
sebagai landasan geraknya. Dengan demikian bagaimana agar mereka berjalan sesuai tujuan
akan berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama. Kontrak akan melindungi
proses para pihak, apabila pertama-tama dan terutama, kontrak tersebut dibuat secara sah
karena hal ini menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya.

Menyikapi tuntutan dinamika tersebut diatas, pembuat undang-undang telah


menyiapkan seperangkat aturan hukum sebagai tolak ukur bagi para pihak untuik menguji
standar keabsahan kontrak yang mereka buat. Perangkat aturan hukum tersebut
sebagaimana yang diatur dalam sistematika Buku III BW yaitu :

a. Syarat sahnya kontrak yang diatur dalam Pasal 1320 BW, dan
b. Syarat sahnya kontrak yang diatur diluar pasal 1320 BW (vide Pasal 1335, Pasal 1337, Pasal
1339 dan Pasal 1347).

Pasal 1320 BW merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para
pihak. Dalam pasal 1320 BW tersebut terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu kontrak, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming van degenen die zich
verbinden);
b. Kecakapan untuk membuat perikatan (de bekwaamheid om eene verbintenis aan te gaan);
c. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);
d. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoorloofde oorzaak).

Dalam sistem common law untuk sahnya suatu kontrak juga mensyaratkan dipenuhinya
beberapa elemen. Secara garis besar elemen penting pembentuk kontrak,meliputi :

a. Intention to create a legal relationship, para pihak yang berkontrak memang bermaksud
bahwa kontrak yang mereka buat dapat dilaksanakan berdasarkan hukum.
b. Agreement, artinya harus ada kesepakatan diantara para pihak.
c. Consideration, merupakan janji diantara para pihak untuk saling berprestasi.

UPICC dan RUU Kontrak (ELIPS) merumuskan keabsahan kontrak secara a-contrario,
sebagaimana terdapat dalam pasal 3 ayat 1 yang menyatakan bahwa : “Undang-undang ini tidak
mengatur mengenai ketidakabsahan yang timbul dari :

(a) Tidak adanya kemampuan;


(b) Tidak adanya kewenangan;
(c) Bertentangan dengan kesusilaan yang baik atau bertentangan dengan hukum”.

Dari rumusan pasal tersebut sahnya kontrak harus memenuhi syarat, sebagai berikut :
a. Kemampuan
b. Kewenangan
c. Berdasar hukum dan kesusilaan

Suatu kontrak yang tidak memenuhi syarat sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 BW,
baik syarat subjektif maupun syarat objektif akan mempunyai akibat-akibat, sebagai berikut :

a. “noneksistensi”, apabial tidak ada kesepakatan maka tidak timbul kontrak;


b. Vernietigbaar atau dapat dibatalkan, apabila kontrak tersebut lahir karena adanya cacat
kehendak atau karena ketidakcakapan. Hal ini terkait dengan unsur subjektif, sehingga
berakibat kontrak tersebut dapat dibatalkan; dan
c. Nietig atau batal demi hukum, apabila terdapat kontrak yang tidak memenuhi syarat objek
tertentu atau tidak mempunyai causa atau causanya tidak diperbolehkan. Hal ini terkait
dengan unsur subyektif, sehingga berakibat kontrak tersebut batal demi hukum.

B. kesepakatan

a. Dasar keterikatan kontraktual dan penentuan saat lahirnya Kontrak

Pasal 1320 BW syarat 1 mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat
keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan
kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu atau
bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain. Pernyataan kehendak tidak selalu harus dinyatakan
secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan pernyataan
kehendak para pihak.

Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur,
yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran diartikan sebagai pernyataan kehendak yang
mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. Usul ini mencakup esensialia perjanjian yang akan
ditutup, sedangkan penerimaan merupakan pernyataan setuju dari pihak lain yang ditawari.

Syarat kesepakatan yang merupakan pencerminan asas konsensualisme, dimana dengan


adanya kata sepakat telah lahir kontrak, ternyata dalam lalu lintas hukum yang demikian kompleks
juga menimbulkan problem pelik mengenai pertanyaan “Kapan kontrak itu lahir?” penentuan sat
lahirnya kontrak menjadi kendala, terutama apabila penawaran dan penerimaan dilakukan melalui
korespondensi atau surat-menyurat. Hal ini mempunyai implikasi penting dalam hal :

a. Penentuan risiko;
b. Kesempatan penarikan kembali penawaran;
c. Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa; dan
d. Menentukan tempat terjadinya kontrak.

6. Metode Penelitian

6.1 Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu proses ilmiah untuk mencari pemecahan atas isu hukum
yang muncul dengan tujuan untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang muncul tersebut.
Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai
preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, pilihan terhadap satu
atau beberapa metode penelitian terkait era dengan perumusan masalah, objek yang diteliti
serta tradisi keilmuan itu sendiri. Pilihan terhadap metode yang digunakan untuk melakukan
analisis terkait dengan keperluannya, yaitu keperluan akademis dan keperluan praktis.
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian untuk kepentingan akademis (disertasi), maka
terkait dengan substansinya, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif.

Dalam penelitian hukum diperlukan metode pendekatan yang dimaksudkan untuk


mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk
dicari jawabnya. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan untuk menganalisis permasalahan
dalam penelitian ini meliputi :

a. Pendekatan konseptual
b. Pendekatan kasus
c. Pendekatan perbandingan

Pendekatan konseptual beranjak dari pendapat ahli (doktrin) yang terkait dengan materi
hukum kontrak, pendekatan kasus dilakukan untuk menganalisis kasus-kasus yang diputus oleh
pengadilan. Pendekatan perbandingan dimaksudkan sebagai bahan pendamping dengan
memerhatikan praktik sistem lain untuk diambi prinsip atau asas hukum yang bersifat universal.

Anda mungkin juga menyukai