Laporan Bimtek Seri Pendidikan Inklusif
Laporan Bimtek Seri Pendidikan Inklusif
Dalam Jaringan:
Tanggal 12-19 Juni 2021
Disusun Oleh :
SUPRIYANTO, S.Pd
NIP. 19xxxxxx 200903 1 xxx
10. SK Pengangkatan
a. Sebagai CPNS
Pejabat yang mengangkat : Bupati Sukoharjo
Nomor SK : 813.2/59/2009
Tanggal SK : 22–04–2009
TMT : 01–03–2009
b. Pangkat Terakhir
Pejabat yang mengangkat : Bupati Sukoharjo
Nomor SK : 823.3/39/2020
Tanggal SK : 28–09–2020
TMT : 01–10–2020
11. Alamat Rumah
Jalan : Karanganyar
Kelurahan/Kecamatan : Karanganyar
Kabupaten, Provinsi : Kab. Karanganyar , Prov. Jateng
Telpon/Fax : HP. 085xxxxxxxxx
Email : supri.511852@gmail.com
ii
PENGESAHAN
LAPORAN PENGEMBANGAN DIRI
Disusun Oleh :
SUPRIYANTO, S.Pd.
NIP. 19xxxxxx 200903 1 xxx
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Laporan Pengembangan Diri Bimbingan Teknis
(Bimtek) Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif yang
diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana.
Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset
dan Teknologi pada tanggal 12-19 Juni 2021.
Di dalam Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Guru Belajar dan
Berbagi Seri Pendidikan Inklusif serta penyusunan laporan ini, penulis telah mendapat
banyak kesempatan, menerima bimbingan, petunjuk, bantuan serta saran-saran yang
bermanfaat dari berbagai pihak, yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan dan
menunjang dalam menyelesaikan penulisan laporan ini. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kepada:
1. Dirjen GTK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
2. Drs. Slamet, M. Pd., Kepala UPTD SDN Tanjung 02 Kabupaten Sukoharjo.
3. Panitia, peserta dan narasumber serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Penulis berupaya menyusun laporan sebaik mungkin. Meskipun demikian,
jika terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penyusunan laporan pengembangan
diri ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini.
Akhirnya, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.
Supriyanto, S.Pd
NIP. 19xxxxxx 200903 1 xxx
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i
IDENTITAS DIRI.....................................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................................................v
KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI ....................................................
A. PENDAHULUAN.........................................................................................................1
B. ALASAN MENGIKUTI DIKLAT...........................................................................3
C. PELAKSANAAN DIKLAT.......................................................................................3
D. TEMPAT DAN WAKTU...........................................................................................4
E. TUJUAN DIKLAT........................................................................................................4
F. MATERI DALAM DIKLAT.....................................................................................4
G. NARA SUMBER........................................................................................................26
H. PESERTA DIKLAT...................................................................................................27
I. HASIL / MANFAAT YANG DIPEROLEH.......................................................27
J. TINDAK LANJUT.....................................................................................................27
K. DAMPAK SETELAH MENGIKUTI DIKLAT................................................28
L. PENUTUP.....................................................................................................................28
LAMPIRAN - LAMPIRAN
v
PELAKSANAAN KEGIATAN “Bimbingan Teknis Program Guru
Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif”
A. PENDAHULUAN
Program Guru Belajar seri Pendidikan Inklusif oleh Direktorat Guru dan
Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus merupakan
kegiatan dirancang untuk menjawab tantangan guru-guru di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi agar mereka mampu melayani keragaman
peserta didik di kelasnya masing-masing. Program ini dilaksanakan melalui tiga
tahapan kegiatan yaitu Bimbingan Teknis (Bimtek), Pelatihan, dan Pengimbasan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan guru tentang
konsep keberagaman peserta didik, konsep dasar pendidikan inklusif dan sistem
layanan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Selain itu juga
meningkatkan dan memberikan pengalaman langsung kepada guru untuk
melakukan identifikasi, menyusun asesmen dan planning matrix, serta membuat
program pembelajaran individual (PPI).Memberikan pengalaman kepada guru
dalam mengikuti kegiatan bimtek dan diklat secara daring.
C. PELAKSANA BIMTEK
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif dilaksanakan oleh Dirjen GTK Kementrian Penidikan dan Kebudayaan.
1
D. TEMPAT DAN WAKTU
Kegiatan Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif dilaksanakan tanggal 12 – 19 Juni 2021 , bertempat di
https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/
E. TUJUAN BIMTEK
2
Undang Dasar 1945 pasal 31, ayat 1 mengamanatkan bahwa; “Setiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan ayat 2; “Setiap
warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya’. Dengan demikian, peserta didik dalam kelas walaupun
berbeda keyakinan, fisik, gender, latar belakang keluarga, harapan,
kemampuan, kelebihan peserta didik memiliki hak untuk belajar.
3
Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar
itu anak tungrahita dapat dikelompokkan.
1) Hambatan Intelektual
2) Hambatan Intelektual
3) Hambatan Intelektual Berat
c. Anak dengan Hambatan Fisik
Anak dengan Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)
d. Anak dengan Hambatan Lainnya
1) Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi
2) Anak Autis
3) Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa
4) Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)
4
motor milestones), seperti duduk, merangkak, berdiri dengan tanpa
bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi pada anak yang
mendengar (Preisler, 1995, dalam Alimin, 2007). Namun
demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak
yang mengalami hambatan pendengaran memiliki kesulitan dalam
hal kesimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta
gerakan-gerakan yang kompleks.
(b) Aspek bicara dan Bahasa. Keterampilan berbicara dan bahasa
merupakan bidang perkembangan yang paling banyak dipengaruhi
oleh peserta didik hambatan pendengaran. Khususnya anak-anak
yang mengalami hambatan pendengaran dibawa sejak lahir.
Menurut Rahardja (2006) bagi individu yang congenital atau berat,
suara yang keras tidak dapat didengarnya meskipun dengan
menggunakan alat bantu dengar.
b. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Mental Kognitif
1) Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
anak secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka berada.
c. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Fisik
1) Anak dengan Hambatan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
anak secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka berada.
d. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya
1) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Perilaku dan Emosi.
Kebutuhan pembelajaran bagi anak hambatan perilaku dan emosi yang
harus diperhatikan oleh guru antara lain adalah:
5
(a) Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang
beresiko mengalami gangguan emosi dan perilaku.
(b) Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk
mengontrol tingkah laku target dan menjaga atensi dalam
pembelajaran.
(c) Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, dan terampil
dalam
problem solving dan mengatasi konflik.
(d) Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara
individual dan modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai
dengan tingkat perilaku.
(e) Mengintegrasikan proses belajar mengajar (akademik), pendidikan
afektif, dan manajemen perilaku baik secara individual maupun
kelompok.
(f) Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dan
problematik pada siswa secara individual.
(g) Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan)
bagi setiap anak.
(h) Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah
yang dihadapi oleh setiap anak.
(i) Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat
dan minat anak.
(j) Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan
sehari-hari, dan contoh dari lingkungan.
2) Kebutuhan Pembelajaran Anak Cerdas dan Bakat Istimewa
Kebutuhan pembelajaran bagi anak cerdas istimewa dan bakat
istimewa adalah sebagai berikut.
(a) Program pengayaan horisontal, meliputi:
Mengembangkan kemampuan eksplorasi.
(Mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan
memperluas hal-hal yang ada di luar kurikulum biasa.
6
eksekutif intensif dalam arti memberikan kesempatan untuk
mengikuti program intensif bidang tertentu yang diminati
secara tuntas dan mendalam dalam waktu tertentu.
(b) Program pengayaan vertikal, yaitu:
Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti
program yang sesuai dengan kemampuannya, dan jangan
dibatasi oleh jumlah waktu, atau tingkatan kelas.
Independent study, memberikan seluas-luasnya kepada anak
untuk belajar dan menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan
tallented dengan para ahli yang ada di masyarakat.
3) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Autism Kebutuhan
pembelajaran bagi anak anak autis adalah sebagai berikut:
(a) Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam
seting kelompok.
(b) Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan
perilaku- perilaku negatif yang muncul dan mengganggu
kelangsungan proses belajar secara keseluruhan (stereotip).
(c) Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan
berbagai bantuan.
(d) Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan
menyenangkan bagi anak, sehingga tingkah laku anak dapat
dikendalikan pada hal yang diharapkan.
4) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Kesulitan Belajar
Spesifik
Peserta didik yang mengalami hambatan belajar spesifik (disleksia,
diskalkulia, disgrafia) perlu adanya intervensi yang melibatkan
seluruh indera dalam proses belajar mengajarnya. Salah satu teknik
yang dapat diterapkan adalah teknik multi sensori. Berikut hal-hal
yang harus dilakukan guru dalam menangani di dalam kelas;
(a) Perkenalkan belajar alfabet secara sekuensial (berurutan) secara
bertahap dan berurut.
7
(b) Alfabet diperkenalkan menggunakan huruf-huruf dari kayu atau
plastik, sehingga anak dapat melihat huruf, mengambilnya,
merasakannya dengan mata terbuka atau tertutup dan
mengucapkan bunyinya.
(c) Peserta didik perlu tahu bahwa huruf /i/ muncul sebelum /k/,
Alfabet dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yang membuat
mudah anak mengingat di kelompok mana huruf tersebut berada.
(d) Menyortir dan mencocokkan huruf kapital, huruf kecil, bentuk cetak,
dan tulisan tangan dari huruf; melatih keterampilan sequencing
dengan huruf dan bentuk-bentuk terpotong; dan melatih
menempatkan tiap huruf dalam alfabet dalam hubungannya dengan
huruf lain.
Alasan dari teknik ini karena saluran pembelajaran visual, auditori dan
taktil- kinestetik semua digunakan secara berkesinambungan. Teknik
multisensori juga melibatkan proses anak dalam hal (1) mengulang
suara yang didengar; (2) merasakan bentuk yang dibuat bunyi di
mulut; (3) membuat bunyi dan mendengarkan; dan (4) menulis huruf.
Visual (penglihatan)
Peserta didik belajar paling baik dengan cara melihat informasi.
Karena itu, cara mulai yang baik adalah dengan menggunakan kartu
bergambar dengan kata-kata tertulis di bawahnya (flash card). Pilihlah
kata-kata yang sesuai dengan level belajar anak. Selain itu, jika anak
kesulitan dengan bunyi, tunjukkan di mana bunyi itu dibuat di dalam
mulut secara umum.
Auditori (pendengaran)
Anak-anak auditori belajar paling baik dengan cara mendengarkan apa
yang diajarkan. Untuk anak yang kesulitan pada masalah bunyi,
ajarkan sepasang kata singkat dan mintalah anak untuk mengatakan
kata mana yang betul (tas/das). Juga, mintalah mereka menulis huruf,
kata, atau kalimat sementara guru mengucapkannya.
Taktil (perabaan)
8
Anak-anak ini belajar paling baik dengan proses ‘menyentuh’. Ini
adalah anak-anak yang biasa terlihat memisahkan bagian suatu benda
dan kemudian menyatukannya kembali. Mereka belajar paling baik
dengan melalui sentuhan, sehingga sangatlah penting untuk
memasukkan gaya belajar ini ke dalam perintah-perintah guru.
9
khusus. Dari segi pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan,
karena mudah bagi guru dan administrator. Akan tetapi, dari sudut pandang
peserta didik, model segregasi bisa jadi pada kondisi tertentu merugikan
peserta didik.
Dengan model segregatif tersebut, Depdiknas (2007:1) menjelaskan
bahwa tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus
mengembangkan potensi secara optimal. Hal ini mengingat, kurikulum
dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Di samping itu, peserta
didik tidak disiapkan untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat
normal. Mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Dengan demikian,
perkembangan emosional dan sosialisasi siswa kurang luas karena faktor
lingkungan menjadi terbatas.
Kurangnya interaksi sosial yang bermakna menyebabkan kesepian dan
perasaan rendah diri bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Kurangnya
kedekatan dan stimulasi dapat pula mengakibatkan mereka mengembangkan
prilaku stereotip dan stimulasi diri. Ini menambah kondisi mereka dan
membatasi perkembangan mereka lebih lanjut.
Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, pertengahan abad
20 muncul model “mainstreaming”. Model mainstreaming ini memungkinkan
berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkebeutuhan khusus.
Alternatif yang tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas biasa penuh)
sampai yang paling berbatas (sekolah khusus sepanjang hari). Oleh karena itu,
model ini juga dikenal dengan model yang paling tidak berbatas (the least
restrictive environment), artinya anak berkebutuhan khusus harus
ditempatkan pada lingkungan yang paling tidak berbatas menurut potensi dan
jenis/tingkat kemampuannya.
Para ahli berbagai disiplin ilmu, simpatisan, dan kelompok penyandang
disablitias melakukan berbagai usaha perbaikan untuk menyebutkan secara
spesifik orang penyandang disabilitas dan menekankan bahwa semua
penyandang disabilitas–tanpa memandang tingkat keparahannya–memiliki hak
atas pendidikan. Usaha-usaha yang dilakukan tersebut memperoleh hasil, maka
pada Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989 memuat instrumen-
10
instrumen hak untuk memperoleh pendidikan di dalam sistem pendidikan
umum dan tidak mendiskriminasikan penyandang disabilitas dan anak
berebutuhan khusus lainnya.
Dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak 1989 tersebut telah
ditandatangani oleh semua negara kecuali dua negara (Amerika Serikat dan
Somalia) suatu instrumen yang secara sah mengikat hak untuk memperoleh
pendidikan di dalam sistem pendidikan umum. Bahkan Pasal 28 menyatakan
bahwa pendidikan dasar “wajib dan bebas biaya bagi semua”.
Perkembangan sejarah pendidikan inklusif di Indonesia mulai
mengembangkan pendidikan inklusif tahun 2000. Pada awalnya pendidikan
bagi anak berkebutuhan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan
sebagaiman dikutip dari http://www.ditplb.or.id/2006, yaitu Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan
jenis hambatan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu,
SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Autis.
Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis hambatan anak, sehingga di
dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, autis ataupun hambatan majemuk.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal
anak-anak dengan hambatan tersebar hampir di seluruh daerah
(Kecamatan/Desa), tidak hanya di Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian
anak-anak berkebutuhan khusus, terutama yang kemampuan ekonomi orang
tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari
rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak
bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang
lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena
ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal
kelas dan akhirnya putus sekolah.
Perkembangan selanjutnya diawali dengan penyelenggaraan Konvensi
Nasional pada 8 s.d. 14 Agustus 2004. Konferensi tersebut diselenggarakan
atas kerjasama antara Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat PLB,
11
Braillo Norway, dan UNESCO Jakarta yang melahirkan Deklarasi Bandung
untuk menuju Indonesia pada pendidikan inklusif. Kelanjutan dari konvensi
tersebut, tahun 2005 di Bukittinggi dilaksanakan Simposium Internasional.
Tujuan dari simposium tersebut adalah upaya mengupayakan agar hak-hak
anak yang mengalami hambatan belajar. Hasil rekomendasi Bukittinggi
tersebut yaitu perlu terus ditumbuhkembangkan pendidikan inklusif untuk
menjamin agar semua siswa memperoleh pendidikan yang layak serta
berkualitas.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebuthan khusus dididik
bersama-sama anak lainnya (reguler) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus perlu diberi
kesempatan dan peluang yang sama dengan anak reguler untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan di sekolah. Pendidikan inklusif diharapkan dapat
memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus selama ini. Tidak mungkin membangun SLB di tiap
Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang
cukup lama.
12
dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa, khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1
sampai dengan 3, yaitu:
a. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan
inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
b. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya
pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
c. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber
daya pendidikan inklusif.
Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah
harus menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-
masing. Minimal terdapat satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
dalam satu kota. Hal ini perlu untuk memastikan bahwa semua warga negara
berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan.
13
tergolong: (1) tunanetra, (2), tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa (5)
anak tunalaras, (6) anak dengan gangguan spektrum autistik, dan (7) anak
berbakat (gifted dan talented), atau anak dengan gangguan/hambatan lainnya.
b. Tujuan Identifikasi
1) Penjaringan (screening)
2) Pengalihtanganan (referal)
3) Klasifikasi
4) Perencanaan pembelajaran
5) Pemantauan kemajuan belajar
14
b) Asesmen non-akademik (kekhususan)
c) Asesmen perkembangan
3) Tujuan dan fungsi
Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi
tentang kondisi anak, baik yang berkaitan dengan kemapuan akademik,
non akademik dan kekhususan secara lengkap, akurat dan obyektif.
Sedangkan fungsi asesmen dalam kontek ini adalah untuk
membantu guru dan terapis dalam menyusun perencanaan
pembelajaran dan program layanan kebutuhan khusus yang tepat.
Dalam hal ini hasil asesmen dapat difungsikan sebagai kondisi
kemampuan awal (baseline) anak sebelum diberikan layanan baik
akademik maupun program kebutuhan khusus.
15
b. Planning Matrix
1) Pengertian
Planning matrix adalah mapping diskripsi tentang kondisi ABK secara
individu yang menggambarkan tentang kondisi actual hambatan
karakteristiknya, dampak, strategi layanan dan media yang diperlukan
dalam intervensi. Deskripsi mapping karakteristik kebutuhan khusus
tersebut selanjutnya disusun skala prioritas yang menggambarkan
urutan urgensi masalah yang perlu segera ditangani. Oleh sebab itu
dengan adanya planning matrix ini, guru pendidikan khusus menjadi
sangat terbantu, karena untuk menetapkan program layanan kebutuhan
khusus, tinggal menyusun program layanan kebutuhan khusus tersebut
sesuai dengan skala prioritas yang telah diperoleh. Pada awalnya
planning matrix ini dibuat untuk anak autis spectrum disorder, namun
dalam perkembangannya, ABK dengan hambatan lainnya juga
menjadi sangat terbantu dengan plaanning matrix ini. Jenis
hambatan/kelainan pada ABK yang selanjutnya dapat dirumuskan.
2) Tujuan
a) Memetakan kondisi aktual akademik maupun kekhususan ABK
berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan
b) Menganalisis dampak dari masing-masing aspek kondisi aktual
ABK baik akademik maupun kekhususannya.
c) Menganalisis strategi layanan yang tepat pada ABK sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan khusus ABK baik akademik maupun
kekhususannya.
3) 3. Fungsi
a) Memudahkan guru/terapis dalam menetapkan kondisi awal aktual
(baseline) ABK baik aspek akademik maupun kekhususan.
b) Membantu guru/terapis dalam mempuan mapping kondisi ABK
secara komprehensif.
16
9. Akomodasi Kurikulum
Bagaimana cara melakukan akomodasi kurikulum di sekolah inklusif?
Akomodasi kurikulum yang dapat dilakukan bagi PDBK yang mengikuti
pendidikan di sekolah inklusif adalah melalui modifikasi dan adaptasi
kurilkulum.
Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan satu atau beberapa
komponen kurikulum dengan menggunakan standar isi (KI-KD) standar
kurikulum nasional. Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, maka model modifikasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan
bagi siswa-siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi,
kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani
kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan
mereka. Modifikasi dapat diberlakukan pada empat komponen utama,
yaitu tujuan, materi, proses, dan evaluasi.
Model Adaptasi
Adaptasi kurikulum bagi PDBK di sekolah inklusif meruapakan suatu
keharusan. Mengingat bervariasnya kemampuan dan hambatan yang
dimiliki oleh PDBK. Adaptasi kurikulum dilakukan dengan melakukan
penyesuaian pada salah satu atau beberapa komponen kurikulum dan
memungkinkan melakukan penyesuaian (menaikkan atau menurunkan)
standar isi (KI dan KD).
Dalam artikel Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand design
pendidikan inklusif nasional yang telah disepakati di Palembang tanggal
27-30 November 2007 bahwa yang menjadi substansi implementasi
pendidikan inklusif adalah adaptasi. Adapun adaptasi itu meliputi
kurikulum, pembelajaran, media dan alat pembelajaran, bahan ajar,
penilaian serta pelaporan hasil belajar.
17
Untuk melakukan adaptasi kurikulum perlu mempertimbangkan:
1) PDBK dengan kecerdasan rata-rata dapat menggunakan kurikulum
reguler.
2) PDBK dengan kecerdasan di atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125)
dapat diikutkan program akselerasi.
3) PDBK dengan kecerdasan di bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat
menggunakan mengadaptasi kurikum reguler sesuai dengan
karakteristik PDBK ABK.
4) Jenis PDBK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu
program kurikulum tambahan yang bersifat rehabilitatif-kompensatif
dan tidak ada di sekolah reguler.
5) PDBK yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat
digunakan program pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum
disusun atas dasar karakteristik PDBK secara individual.
Adapun pola yang dapat diterapkan sebagai berikut:
Membuang sebagian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dianggap kurang penting bagi kehidupan anak.
Membuang sebagian kompetensi dasar.
Menggunakan bagian awal dan membuang di bagian akhir baik pokok
bahasan dan atau sub pokok bahasan.
Membuang bagian awal dan menggunakan di bagian akhir baik pokok
bahasan dan atau sub pokok bahasan.
18
kebutuhannya dengan lebih memfokuskan pada kemampuan dan
kelemahan kompetensi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
MERCER and MERCER (1989) mengemukakan bahwa “program
pembelajaran individual menunjuk pada suatu program pembelajaran
dimana peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) bekerja dengan tugas-
tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”.
Hal ini disebabkan karena perbedaan antara individu pada peserta
didik berkebutuhan khusus (PDBK) sangat beragam, sehingga layanan
pendidikannya lebih diarahkan pada layanan yang bersifat individual,
walaupun demikian layanan yang bersifat klasikal dalam batas tertentu
masih diperlukan.
Progrm Pembelajaran Individual harus merupakan program yang
dinamis, artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK), yang diarahkan pada hasil
akhir yaitu kemandirian yang sangat berguna bagi kehidupannya, mampu
berperilaku sesuai dengan lingkungannya atau berperilaku adaptif.
Perlu dipahami, PPI merupakan fungsi mata rantai terpadu antara
asesmen dan pengajaran; jadi pengembangan PPI tergantung pada
pengumplan data asesmen. PPI memberi tekanan pada keterbatasan
minimal, kesesuaian penempatan dan garis besar program pengajaran.
Untuk itu PPI harus dievaluasi kemudian ditulis ulang dalam jangka
waktu satu tahun, sepanjang layanan masih dibutuhkan.
b. Fungsi Program Pembelajaran Individual
1) Untuk memberi arah pengajaran; dengan mengetahui kekuatan,
kelemahan dan minat peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
maka program yang diindividualisasikan terarah pada tujuan atas
dasar kebutuhan dan sesuai dengan tahap kemampuannya saat ini.
2) Menjamin setiap peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
memiliki suatu progrm yang diindividualkan untuk mempertemukan
kebutuhan khs mereka dan mengkomunikasikan program tersebut
kepada orang-orang yang berkepentingan.
19
3) Meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen tentang
karakteristik kebutuhan belajar tiap peserta didik berkebutuhan
khusus (PDBK) dan melakukan usaha mempertemukan dengan
kebutuhan-kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
4) Meningkatkan potensi untuk komunikasi antar atau dengan anggota
tim, khususnya keterlibatan orang tua, sehingga sering beretemu dan
saling mendukung untuk keberhasilan peserta didik berkebutuhan
khusus (PDBK) dalam pendidikan
5) Menjadi wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan
pelayanan pendidikan yang lebih efektif.
c. Komponen Program Pembelajaran Individual.
Secara garis besar komponen Progrm Pembelajaran Individual meliputi :
1) Deskripsi tingkat kecakapan/kemampuan saat ini (performance levels):
tingkat kemampuan/kecakapan yang diketahui setelah dilakukan
asesmen, sehingga guru kelas dapat mengetahui kekuatan, kelemahan
dan kebutuhan pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus
(PDBK) yang bersangkutan. Informasi ini umumnya berkaitan dengan
kemampuan akademik, pola perilaku khusus, keterampiln menolong
diri, bakat voksional, dan kemampuan berkomunikasi
2) Sasaran program tahunan/tujuan pengajaran tahunan ( longrange or
annual goals) Komponen ini merupakan kunci komponen
pembelajaran karena dapat memperkirakan program jangka panjang
selama kegiatan sekolah dan dapat dipecah-pecah menjadi beberapa
sasaran. Kerjasama antara guru dan orangtua perlu dilakukan
sehingga tujuan pembelajaran lebih realis.
Merumuskan tujuan PPI hrus memperhatikan empat kriteria yaitu:
1) dapat diukur -> pernyataan harus menggunakan kata kerja opersional
(menyebutkan ,menjelaskan, mendefinisikan,mengidentifikasi,
menulis dll) dan tidak menimbulkan penafsiran ganda (memahami,
mengetahui, mengerti )
2) positif -> tujuan itu harus membawa perubahan ke arah positif (mis.
“peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dpat merespon waktu
20
dengan tepat” bukan “peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
dapat bertahan menutup mulut”
3) orientasi pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) >
merumuskan apa yang dipelajari bukan apa yang peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) pikirkan (mis: siswa dapat
menanggapi secara lisan pertanyaan dengan dua-tiga prase)
4) relevan -> sesuai dengan kebutuhan individu.
G. NARASUMBER
H. PESERTA BIMTEK
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diikuti oleh Guru semua jenjang di Seluruh Indonesia yang telah
mendaftar kegiatan Bimtek ini, Adapun kriteria peserta yang bisa mengikuti
kegiatan ini adalah :
1. Semua guru PAUD, TK/TKLB, SD/SDLB, SMP/SMPLB,
SMA/SMALB/SMK.
2. Kepala Sekolah.
3. Pengawas Sekolah.
4. Tenaga Administrasi Sekolah.
5. Telah memiliki Akun SIMPKB.
6. Tidak terdaftar sebagai peserta Bimtek Daring Pemenuhan GPK.
21
I. HASIL / MANFAAT YANG DIPEROLEH
Hasil / manfaat yang diperoleh dalam Bimbingan Teknis Program Guru
Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif antara lain :
1. Pengalaman belajar yang seru untuk memahami Pendidikan Inklusif.
2. Kompetensi guru meningkat terkait topik-topik Pendidikan Inklusif sehingga
dapat mendukung peserta didik berkebutuhan khusus guna mencapai tujuan
pendidikan nasional Indonesia;
3. Berkembang keterampilan guru dalam memfasilitasi pembelajaran Pendidikan
Inklusif kepada peserta didik berkebtuhan khusus dengan menggunakan metode
pembelajaran yang aktif, partisipatif, dan menyenangkan.
J. TINDAK LANJUT
Tindak lanjut dari Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi
Seri Pendidikan Inklusif adalah sebagai berikut:
1. Peserta membuat laporan Bimtek dengan baik benar.
2. Mempersiapkan nilai pengembangan diri dan karya dalam pembelajaran
untuk kenaikan pangkat sedini mungkin.
3. Dapat semakin tergerak untuk menerapkan : Pendidikan Inklusif
22
L. PENUTUP
Melalui Bimtek Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diharapkan dapat meningkatkan semangat guru dalam mengambangkan
Perencanaan dan pengembangan Pembelajaran di Sekolah, terutama jika ada
peserta didik dengan kebutuhan khusus. Selain itu guru juga memperoleh angka
kredit unsur pengembangan diri nilai 1. Setelah mengikuti Bimtek ini diharapkan
Pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas semakin kreatif dan menarik,
selain itu kenaikan pangkat guru tidak lagi terkendala terlebih lagi perkembangan
kualitas pembelajaran di sekolah semakin bagus dan berkembang dengan baik
dalam Pendidikan Ketrampilan Hidup.
23
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Alamat: Dukuh, RT 01/06, Tanjung, Nguter, Sukoharjo 57571, Hp: 081904546415, Email : sdntanjung02@gmail.com
SURAT TUGAS
No:
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Untuk mengikuti Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi
pada tanggal 12-19 Juni 2021.
Demikian surat tugas ini kami buat untuk dapat dilaksanakan dengan baik dan penuh
tanggung jawab.
Pengumuman Kegiatan
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
JADWAL KEGIATAN
Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
JP) https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/
(PPI) (2 JP)
Lampiran 4
Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
Foto Kegiatan
Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
MATRIK KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif