Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENGEMBANGAN DIRI

BIMBINGAN TEKNIS (BIMTEK)


PROGRAM GURU BELAJAR DAN BERBAGI
SERI PENDIDIKAN INKLUSIF

Diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan


Riset dan Teknologi

Dalam Jaringan:
Tanggal 28 Juni - 5 Juli 2021

Disusun Oleh :
BUDI HARTANTO, S.Pd
NIP. 19880701 201503 1 004

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI


DINAS PENDIDIKAN
SMAN15 BUNGO
2021
IDENTITAS DIRI

1. Nama Sekolah : SMAN 15 Bungo


2. Nama Guru : Budi Hartanto, S.Pd., Gr.
3. NIP : 19880701 201503 1 004
4. NRG : 191571116575
5. NUPTK : 3033-7666-6713-0073
6. Jabatan/Golongan : Guru Pertama Tk. 1, III/b
7. Alamat Instansi :
 Alamat Sekolah : : Jalan Punai Dusun Tuo Limbur
 Desa/Kecamatan : Tuo Limbur
 Kabupaten, Provinsi : Bungo
 Provinsi : Jambi
 Telpon/Fax : -
Email : smansallm01@gmail.com

8.  Mengajar Mapel : Bahasa Inggris

9. SK Pengangkatan
a. Sebagai CPNS
 Pejabat yang mengangkat : Bupati Bungo
 Nomor SK : 813/099/BKD
 Tanggal SK : 15 – 05 – 2015
 TMT : 01 – 03 – 2015
b. Pangkat Terakhir
 Pejabat yang mengangkat : Gubernur Jambi
 Nomor SK : 222/KEP.GUB/BKD-3.2/2021
 Tanggal SK : 17 – 04 – 2021
 TMT : 01 – 04 – 2021
11. Alamat Rumah
 Jalan : Jl. Punai
 Kelurahan/Kecamatan : Tuo Limbur
 Kabupaten, Provinsi : Bungo, Jambi
 Telpon/Fax : 085363066260
 Email : Budihartanto17@guru.sma.belajar.id

ii
PENGESAHAN
LAPORAN PENGEMBANGAN DIRI

BIMBINGAN TEKNIS (BIMTEK)


PROGRAM GURU BELAJAR DAN BERBAGI
SERI PENDIDIKAN INKLUSIF

Oleh :
Budi Hartanto, S.Pd., Gr.
NIP. 19880701 201503 1 004

Tuo Limbur, 8 Juli 2021


Kepala Sekolah Penyusun,

DWI SUYONO, S.Pd BUDI HARTANTO, S.Pd


NIP. 19770605 200312 1 010 NIP. 19880701 201503 1 004

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga Laporan Pengembangan Diri Bimbingan Teknis (Bimtek)
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif yang diselenggarakan oleh
Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dapat diselesaikan sesuai dengan
rencana.
Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi pada
tanggal 28 Juni - 5 Juli 2021.
Di dalam Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Guru Belajar dan Berbagi
Seri Pendidikan Inklusif serta penyusunan laporan ini, penulis telah mendapat banyak
kesempatan, menerima bimbingan, petunjuk, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat dari
berbagai pihak, yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan dan menunjang dalam
menyelesaikan penulisan laporan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kepada:
1. Dirjen GTK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
2. Dwi Suyono, S.Pd., Kepala SMAN 15 Bungo.
3. Panitia, peserta dan narasumber serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu.
Penulis berupaya menyusun laporan sebaik mungkin. Meskipun demikian, jika
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penyusunan laporan pengembangan diri ini,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan
ini.
Akhirnya, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan bagi penulis sendiri khususnya.

Bungo, Juli 2021


Penulis,

Budi Hartanto, S.Pd., Gr


NIP. 19880701 201503 1 004

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


IDENTITAS.................................................................................................... ii
PENGESAHAN.............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI .....................................................
A. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
B. ALASAN MENGIKUTI BIMTEK .................................................... 1
C. PELAKSANAAN BIMTEK ............................................................... 1
D. TEMPAT DAN WAKTU ................................................................... 1
E. TUJUAN BIMTEK ............................................................................. 2
F. MATERI DALAM BIMTEK ............................................................. 2
G. NARASUMBER ................................................................................. 17
H. PESERTA BIMTEK ........................................................................... 17
I. HASIL / MANFAAT YANG DIPEROLEH ...................................... 17
J. TINDAK LANJUT ............................................................................. 17
K. DAMPAK SETELAH MENGIKUTI BIMTEK ................................ 18
L. PENUTUP............................................................................................ 18

LAMPIRAN – LAMPIRAN

 Surat Tugas
 Pengumuman Kegiatan Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif
 Jadwal Kegiatan
 Laman Bimtek
 Foto Kegiatan
 Matrik Kegiatan Pengembangan Diri

v
PELAKSANAAN KEGIATAN
“Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif”

A. PENDAHULUAN
Program Guru Belajar seri Pendidikan Inklusif oleh Direktorat Guru dan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus merupakan kegiatan
dirancang untuk menjawab tantangan guru-guru di sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi agar mereka mampu melayani keragaman peserta didik di kelasnya masing-
masing. Program ini dilaksanakan melalui tiga tahapan kegiatan yaitu Bimbingan Teknis
(Bimtek), Pelatihan, dan Pengimbasan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan guru tentang konsep
keberagaman peserta didik, konsep dasar pendidikan inklusif dan sistem layanan
pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Selain itu juga meningkatkan dan
memberikan pengalaman langsung kepada guru untuk melakukan identifikasi, menyusun
asesmen dan planning matrix, serta membuat program pembelajaran individual (PPI).
Memberikan pengalaman kepada guru dalam mengikuti kegiatan bimtek dan BIMTEK
secara daring.

B. ALASAN MENGIKUTI BIMTEK


1. Surat Undangan/Brosur Bimtek dari Dirjen GTK Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan
2. Surat Tugas dari Kepala SMAN 15 Bungo
3. Mengetahui bagaimana Menerapkan Pendidikan Inklusif di sekolah
4. Dapat mengupayakan Pendidikan Inklusif dapat dilaksanakan di Sekolah.
5. Meningkatkan profesionalisme sebagai guru.

C. PELAKSANA BIMTEK
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
dilaksanakan oleh Dirjen GTK Kementrian Penidikan dan Kebudayaan.

D. TEMPAT DAN WAKTU


Kegiatan Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif dilaksanakan tanggal 28 Juni - 5 Juli 2021, bertempat di
https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/

1
E. TUJUAN BIMTEK

Tujuan dilaksanakannya Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi


Seri Pendidikan Inklusif adalah untuk :
1. Mendapat pemahaman tentang latar belakang, tujuan umum, penyesuaian kebijakan,
pengantar program, dan struktur program Guru Belajar Seri Pendidikan Inklusif
2. Mendapat pemahaman tentang Konsep Keberagaman Peserta Didik, Jenis Hambatan
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dan Kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus
3. Mendapat pemahaman tentang hakikat pendidikan inklusif, Sekolah Ramah Anak
(SRA), dan Mekanisme Layanan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
4. Mendapat pemahaman tentang identifikasi, asesmen, dan program pembelajaran
individual (PPI)

F. MATERI DALAM BIMTEK


Materi pokok yang disajikan Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi
Seri Pendidikan Inklusif adalah sebagai berikut: Keberagaman Peserta Didik, Jenis
Hambatan PDBK, Kebutuhan Pembelajaran PDBK, Hakikat Pendidikan Inklusif, Sekolah
Ramah Anak, Mekanisme Layanan PDBK, Konsep Dasar Identifikasi, Konsep Dasar
Asasmen dan Planning Matrix, Akomodasi Kurikulum, Program Pembelajaran Individu
(PPI).
Adapun Ringkasan materi pokok di atas adalah sebagai berikut
1. Keberagaman Peserta Didik
a. Pengertian Keberagaman Peserta Didik
Keberagaman peserta didik di kelas inklusif memiliki karakteristik tersendiri,
baik pada peserta didik reguler maupun pada peserta didik berkebutuhan khusus
(PDBK). Keberadaan PDBK dipayungi Undang Undang Dasar 1945 pasal 31,
ayat 1 mengamanatkan bahwa; “Setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan” dan ayat 2; “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya’. Dengan demikian, peserta didik dalam
kelas walaupun berbeda keyakinan, fisik, gender, latar belakang keluarga,
harapan, kemampuan, kelebihan peserta didik memiliki hak untuk belajar.

b. Indikator Kualitas Hidup Peserta Didik


Ada empat indikator kualitas hidup bagi setaip peserta didik, yakni sebagai
berikut:
1) To Live, setiap peserta didik di sekolah inklusif memilki hak untuk hidup
mengembangkan potensi dirinya, tanpa harus terhalangi atau dibatasi oleh
kondisi hambatan yang dimilikinya.

2
2) To Love, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus merasa terlindungi,
mengikuti kegiatan pembelajaran dan aktivitas sekolah lainnya secara ramah,
nyaman dan tidak dibiarkan mendapat bully dari peserta didik lainnya.
3) To Play, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus memperooleh
kesempatan yang sama untuk mengikuti aktivitas belajar secara aktif dan
bermain di sekolah, seperti dalam diskusi kelompok, kegiatan ekstrakurikuler,
dan perlombaan yang diadakan sekolah.
4) To Work, setiap peserta dididk di sekolah inklusif memperoleh hak yang sama
untuk mengembangkan dirinya dalam upaya mengembangkan potensi dirinya
untuk nantinya menjadi individu yang mandiri dalam memasuki dunia kerja.

2. Jenis Hambatan PDBK


a. Anak Berkebutuhan Khusus dengan Hambatan Sensorik
1) Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
2) Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)
b. Anak dengan Hambatan Mental Kognitif
Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)
Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu anak
tungrahita dapat dikelompokkan.
1) Hambatan Intelektual
2) Hambatan Intelektual
3) Hambatan Intelektual Berat
c. Anak dengan Hambatan Fisik
Anak dengan Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)
d. Anak dengan Hambatan Lainnya
1) Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi
2) Anak Autis
3) Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa
4) Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)

3. Kebutuhan Pembelajaran PDBK


a. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik
1) Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
Layanan khusus dalam pendidikan bagi anak dengan gangguan
penglihatan yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf
Braille bagi yang hambatan penglihatan total. Bagi yang masih memiliki sisa
penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media
yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu, diperlukan

3
latihan Orientasi dan Mobilitas (OM) yang penerapannya bukan hanya di
sekolah, melainkan dapat diterapkan di lingkungan tempat tinggalnya.
2) Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)
Seperti sudah dikemukan sebelumnya, peserta didik yang mengalami
hambatan pendengaran perlu Alat Bantu Dengar (ABD), tetapi walaupun telah
diberikan pertolongan dengan ABD, mereka masih tetap memerlukan layanan
pendidikan khusus karena gangguan pendengaran berdampak pada aspek-
aspek di bawah ini.
(a) Aspek Motorik. Anak tunarungu yang tidak memiliki hambatan lain dapat
mencapai tugas- tugas perkembangan motorik (early major motor
milestones), seperti duduk, merangkak, berdiri dengan tanpa bantuan, dan
berjalan sama seperti yang terjadi pada anak yang mendengar (Preisler,
1995, dalam Alimin, 2007). Namun demikian, beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa anak yang mengalami hambatan pendengaran
memiliki kesulitan dalam hal kesimbangan dan koordinasi gerak umum,
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta
gerakan-gerakan yang kompleks.
(b) Aspek bicara dan Bahasa. Keterampilan berbicara dan bahasa merupakan
bidang perkembangan yang paling banyak dipengaruhi oleh peserta didik
hambatan pendengaran. Khususnya anak-anak yang mengalami hambatan
pendengaran dibawa sejak lahir. Menurut Rahardja (2006) bagi individu
yang congenital atau berat, suara yang keras tidak dapat didengarnya
meskipun dengan menggunakan alat bantu dengar.
b. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Mental Kognitif
1) Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak
secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan di mana mereka berada.
c. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Fisik
1) Anak dengan Hambatan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak
secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan di mana mereka berada.
d. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya
1) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Perilaku dan Emosi.

4
Kebutuhan pembelajaran bagi anak hambatan perilaku dan emosi yang harus
diperhatikan oleh guru antara lain adalah:
(a) Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang
beresiko mengalami gangguan emosi dan perilaku.
(b) Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk mengontrol
tingkah laku target dan menjaga atensi dalam pembelajaran.
(c) Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, dan terampil dalam
problem solving dan mengatasi konflik.
(d) Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara individual
dan modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat
perilaku.
(e) Mengintegrasikan proses belajar mengajar (akademik), pendidikan afektif,
dan manajemen perilaku baik secara individual maupun kelompok.
(f) Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dan problematik
pada siswa secara individual.
(g) Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi
setiap anak.
(h) Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang
dihadapi oleh setiap anak.
(i) Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan
minat anak.
(j) Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan sehari-
hari, dan contoh dari lingkungan.
2) Kebutuhan Pembelajaran Anak Cerdas dan Bakat Istimewa
Kebutuhan pembelajaran bagi anak cerdas istimewa dan bakat istimewa
adalah sebagai berikut.
(a) Program pengayaan horisontal, meliputi:
 Mengembangkan kemampuan eksplorasi.
 (Mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan
memperluas hal-hal yang ada di luar kurikulum biasa.
 eksekutif intensif dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti
program intensif bidang tertentu yang diminati secara tuntas dan
mendalam dalam waktu tertentu.
(b) Program pengayaan vertikal, yaitu:
 Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti program
yang sesuai dengan kemampuannya, dan jangan dibatasi oleh jumlah
waktu, atau tingkatan kelas.

5
 Independent study, memberikan seluas-luasnya kepada anak untuk
belajar dan menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
 Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan tallented
dengan para ahli yang ada di masyarakat.
3) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Autism
Kebutuhan pembelajaran bagi anak anak autis adalah sebagai berikut:
(a) Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam seting
kelompok.
(b) Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan perilaku-
perilaku negatif yang muncul dan mengganggu kelangsungan proses
belajar secara keseluruhan (stereotip).
(c) Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan
berbagai bantuan.
(d) Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan
menyenangkan bagi anak, sehingga tingkah laku anak dapat dikendalikan
pada hal yang diharapkan.
4) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Kesulitan Belajar Spesifik
Peserta didik yang mengalami hambatan belajar spesifik (disleksia,
diskalkulia, disgrafia) perlu adanya intervensi yang melibatkan seluruh indera
dalam proses belajar mengajarnya. Salah satu teknik yang dapat diterapkan
adalah teknik multi sensori. Berikut hal-hal yang harus dilakukan guru dalam
menangani di dalam kelas;
(a) Perkenalkan belajar alfabet secara sekuensial (berurutan) secara bertahap
dan berurut.
(b) Alfabet diperkenalkan menggunakan huruf-huruf dari kayu atau plastik,
sehingga anak dapat melihat huruf, mengambilnya, merasakannya dengan
mata terbuka atau tertutup dan mengucapkan bunyinya.
(c) Peserta didik perlu tahu bahwa huruf /i/ muncul sebelum /k/, Alfabet dapat
dibagi ke dalam beberapa kelompok, yang membuat mudah anak
mengingat di kelompok mana huruf tersebut berada.
(d) Menyortir dan mencocokkan huruf kapital, huruf kecil, bentuk cetak, dan
tulisan tangan dari huruf; melatih keterampilan sequencing dengan huruf
dan bentuk-bentuk terpotong; dan melatih menempatkan tiap huruf dalam
alfabet dalam hubungannya dengan huruf lain.
Alasan dari teknik ini karena saluran pembelajaran visual, auditori dan taktil-
kinestetik semua digunakan secara berkesinambungan. Teknik multisensori
juga melibatkan proses anak dalam hal (1) mengulang suara yang didengar;

6
(2) merasakan bentuk yang dibuat bunyi di mulut; (3) membuat bunyi dan
mendengarkan; dan (4) menulis huruf.
Visual (penglihatan)
Peserta didik belajar paling baik dengan cara melihat informasi. Karena itu,
cara mulai yang baik adalah dengan menggunakan kartu bergambar dengan
kata-kata tertulis di bawahnya (flash card). Pilihlah kata-kata yang sesuai
dengan level belajar anak. Selain itu, jika anak kesulitan dengan bunyi,
tunjukkan di mana bunyi itu dibuat di dalam mulut secara umum.
Auditori (pendengaran)
Anak-anak auditori belajar paling baik dengan cara mendengarkan apa yang
diajarkan. Untuk anak yang kesulitan pada masalah bunyi, ajarkan sepasang
kata singkat dan mintalah anak untuk mengatakan kata mana yang betul
(tas/das). Juga, mintalah mereka menulis huruf, kata, atau kalimat sementara
guru mengucapkannya.
Taktil (perabaan)
Anak-anak ini belajar paling baik dengan proses ‘menyentuh’. Ini adalah
anak-anak yang biasa terlihat memisahkan bagian suatu benda dan kemudian
menyatukannya kembali. Mereka belajar paling baik dengan melalui sentuhan,
sehingga sangatlah penting untuk memasukkan gaya belajar ini ke dalam
perintah-perintah guru.

4. Hakikat Pendidikan Inklusif


Pada awalnya pendidikan khusus menerapkan pembelajaran model
“segregasi” yaitu yang menempatkan anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah
khusus/Sekolah Luar Biasa (SLB), terpisah dari teman sebayanya. Dengan kata lain,
di sekolah ini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dipisahkan dari sistem sekolah
yang diselenggrakan secara reguler. Misalnya, Sekolah Luar Biasa (SLB) mulai
jenjang Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB),
Sekolah Menengah Luar Biasa (SMPLB), sampai Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
(SMALB). Sekolah dengan model segregasi tersebut menerima siswa dengan
hambatan yang sama, maka ada Sekolah Luar Biasa Tunanetra, Tunarungu,
Tunagrahita, Tunadaksa, dan Tunalaras
Dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan. Kerugian
tersebut sebagaimana pandangan Reynolds dan Birch (1988) antara lain bahwa model
segregatif tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus mengembangkan
potensi secara optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum
sekolah biasa. Kecuali itu, secara filosofis model segregasi tidak logis, karena
menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat pada

7
umumnya. Akan tetapi, mereka dipisahkan dengan masyarakat pada umumnya.
Kelemahan lain yang tidak kalah penting adalah bahwa model segregatif relatif
mahal.
Berbeda halnya dengan TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB menampung
berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, sehingga di dalamnya mungkin terdapat
anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis, ataupun hambatan
majemuk. Sekolah-sekolah tersebut memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana
pembelajaran, sistem evaluasi, dan guru khusus. Dari segi pengelolaan, model
segregasi memang menguntungkan, karena mudah bagi guru dan administrator. Akan
tetapi, dari sudut pandang peserta didik, model segregasi bisa jadi pada kondisi
tertentu merugikan peserta didik.
Dengan model segregatif tersebut, Depdiknas (2007:1) menjelaskan bahwa
tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus mengembangkan potensi
secara optimal. Hal ini mengingat, kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum
sekolah biasa. Di samping itu, peserta didik tidak disiapkan untuk kelak dapat
berintegrasi dengan masyarakat normal. Mereka dipisahkan dengan masyarakat
normal. Dengan demikian, perkembangan emosional dan sosialisasi siswa kurang luas
karena faktor lingkungan menjadi terbatas.
Kurangnya interaksi sosial yang bermakna menyebabkan kesepian dan
perasaan rendah diri bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Kurangnya kedekatan dan
stimulasi dapat pula mengakibatkan mereka mengembangkan prilaku stereotip dan
stimulasi diri. Ini menambah kondisi mereka dan membatasi perkembangan mereka
lebih lanjut.
Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, pertengahan abad 20
muncul model “mainstreaming”. Model mainstreaming ini memungkinkan berbagai
alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkebeutuhan khusus. Alternatif yang
tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas biasa penuh) sampai yang paling berbatas
(sekolah khusus sepanjang hari). Oleh karena itu, model ini juga dikenal dengan
model yang paling tidak berbatas (the least restrictive environment), artinya anak
berkebutuhan khusus harus ditempatkan pada lingkungan yang paling tidak berbatas
menurut potensi dan jenis/tingkat kemampuannya.
Para ahli berbagai disiplin ilmu, simpatisan, dan kelompok penyandang
disablitias melakukan berbagai usaha perbaikan untuk menyebutkan secara spesifik
orang penyandang disabilitas dan menekankan bahwa semua penyandang disabilitas–
tanpa memandang tingkat keparahannya–memiliki hak atas pendidikan. Usaha-usaha
yang dilakukan tersebut memperoleh hasil, maka pada Konvensi PBB tentang Hak
Anak tahun 1989 memuat instrumen-instrumen hak untuk memperoleh pendidikan di

8
dalam sistem pendidikan umum dan tidak mendiskriminasikan penyandang disabilitas
dan anak berebutuhan khusus lainnya.
Dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak 1989 tersebut telah ditandatangani
oleh semua negara kecuali dua negara (Amerika Serikat dan Somalia) suatu instrumen
yang secara sah mengikat hak untuk memperoleh pendidikan di dalam sistem
pendidikan umum. Bahkan Pasal 28 menyatakan bahwa pendidikan dasar “wajib dan
bebas biaya bagi semua”.
Perkembangan sejarah pendidikan inklusif di Indonesia mulai
mengembangkan pendidikan inklusif tahun 2000. Pada awalnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan sebagaiman dikutip
dari http://www.ditplb.or.id/2006, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan
khusus tertua, menampung anak dengan jenis hambatan yang sama, sehingga ada SLB
Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan
SLB Autis. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis hambatan anak, sehingga di
dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, autis ataupun hambatan majemuk.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal anak-anak
dengan hambatan tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa), tidak hanya di
Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian anak-anak berkebutuhan khusus, terutama
yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena
lokasi SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD
tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian
yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan
pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya
putus sekolah.
Perkembangan selanjutnya diawali dengan penyelenggaraan Konvensi
Nasional pada 8 s.d. 14 Agustus 2004. Konferensi tersebut diselenggarakan atas
kerjasama antara Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat PLB, Braillo Norway,
dan UNESCO Jakarta yang melahirkan Deklarasi Bandung untuk menuju Indonesia
pada pendidikan inklusif. Kelanjutan dari konvensi tersebut, tahun 2005 di
Bukittinggi dilaksanakan Simposium Internasional. Tujuan dari simposium tersebut
adalah upaya mengupayakan agar hak-hak anak yang mengalami hambatan belajar.
Hasil rekomendasi Bukittinggi tersebut yaitu perlu terus ditumbuhkembangkan
pendidikan inklusif untuk menjamin agar semua siswa memperoleh pendidikan yang
layak serta berkualitas.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebuthan khusus dididik bersama-sama
anak lainnya (reguler) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh karena

9
itu, anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama
dengan anak reguler untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah. Pendidikan
inklusif diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus selama ini. Tidak mungkin membangun
SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu
yang cukup lama.

5. Sekolah Ramah Anak


Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih dan
sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi,
menghargai hak hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan
perlakuan salah lainya serta mendukung partisipasi anak berkebutuhan khusus di
sekolah inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak
perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus
dan/atau pendidikan layanan khusus, terutama dalam perencanaan kebijakan
pembelajaran dan pegawasan.

6. Mekanisme Layanan PDBK


Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan
dengan mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah
mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa,
khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1 sampai dengan 3, yaitu:
a. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
b. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan
inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
c. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya
pendidikan inklusif.
Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah harus
menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing.
Minimal terdapat satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam satu kota.
Hal ini perlu untuk memastikan bahwa semua warga negara berhak untuk
mendapatkan layanan pendidikan.

7. Konsep Dasar Identifikasi


a. Pengertian Identifikasi

10
Istilah identifikasi erat hubungannya dengan kata mengenali, menandai, dan
menemukan. Kegiatan mengidentifikasi adalah kegiatan untuk mengenal dan
menandai sesuatu. Dalam pendidikan khusus, identifikasi merupakan langkah awal
yang sangat penting untuk menandai anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus.

Pengamatan yang seksama mengenai kondisi dan perkembangan anak sangat


diperlukan dalam melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah
oleh guru, dan ini dapat dilakukan guru pada awal siswa masuk sekolah. Untuk dapat
memperoleh informasi yang lebih lengkap, maka usaha identifikasi perlu dilakukan
dengan berbagai cara, selain melakukan pengamatan secara seksama, perlu juga
dilakukan wawancara dengan orang tua ataupun keluarga lainnya. Informasi yang
telah diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk menemukenali dan menentukan
anak-anak mengalami kesulitan/hambatan yang dialami, sehingga dapat diketahui
apakah anak tergolong: (1) tunanetra, (2), tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa
(5) anak tunalaras, (6) anak dengan gangguan spektrum autistik, dan (7) anak berbakat
(gifted dan talented), atau anak dengan gangguan/hambatan lainnya.

b. Tujuan Identifikasi
1) Penjaringan (screening)
2) Pengalihtanganan (referal)
3) Klasifikasi
4) Perencanaan pembelajaran
5) Pemantauan kemajuan belajar

8. Konsep Dasar Asasmen dan Planning Matrix


a. Asasmen
1) Pengertian
Asesmen anak berkebutuhan khusus adalah suatu proses pengumpulan
informasi tentang anak secara menyeluruh yang berkenaan dengan kondisi dan
karakteristik kelainan, kelebihan dan kekurangan sebagai dasar dalam
penyusunan program pembelajaran dan program kebutuhan khusus yang
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.
Identifikasi dan asesmen merupakan tahapan atau rangkaian kegiatan dari
suatu proses pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Identifikasi sering disebut sebagai kegiatan penjaringan, sedangkan asesmen
disebut penyaringan (Direktorat PSLB, 2007). Kegiatan penjaringan biasanya
belum tentu dilanjutkan ke kegiatan penyaringan. Sementara itu, kegiatan
penyaringan sudah tentu dilakukan karena adanya kegiatan penjaringan.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan identifikasi dapat dilakukan oleh guru dan
pihak lain yang dekat dengan anak, seperti orang tua dan keluarganya,
11
sedangkan asesmen biasanya perlu melibatkan tenaga profesional yang ahli
dalam bidangnya, seperti psikolog, sosiolog dan therapist.
2) Jenis asesmen dalam pendidikan khusus
a) Asesmen akademik
b) Asesmen non-akademik (kekhususan)
c) Asesmen perkembangan
3) Tujuan dan fungsi
Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi tentang
kondisi anak, baik yang berkaitan dengan kemapuan akademik, non akademik
dan kekhususan secara lengkap, akurat dan obyektif.
Sedangkan fungsi asesmen dalam kontek ini adalah untuk membantu guru
dan terapis dalam menyusun perencanaan pembelajaran dan program layanan
kebutuhan khusus yang tepat. Dalam hal ini hasil asesmen dapat difungsikan
sebagai kondisi kemampuan awal (baseline) anak sebelum diberikan layanan
baik akademik maupun program kebutuhan khusus.
4) Sasaran
Sejalan dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas, maka
sasaran asesmen adalah semua peserta didik yang pada fase identifikasi telah
ditetapkan sebagai peserta didik berkebutuhan khusus.
5) Strategi
a) Menetapkan jenis asesmen yang akan dilakukan (akademik, non-
akademik/kekhususan atau perkembangan)
b) Memilih/mengembangkan instrumen asesmen yang tepat
c) Melakukan asesmen sesuai dengan panduan yang dipersyaratkan.
d) Melakukan tabulasi, klasifikasi dan analisis hasil asesmen.
e) Melakukan case conference terhadap temuan dan hasil analisis tersebut,
untuk menentukan baseline dan penetapan perencanaan pembelajaran/
program pengembangan/interfensi yang akan dilakukan.
f) Mendokumentasikan semua data hasil asesmen dan kesepakatan hasil case
conference

b. Planning Matrix
1) Pengertian
Planning matrix adalah mapping diskripsi tentang kondisi ABK secara
individu yang menggambarkan tentang kondisi actual hambatan
karakteristiknya, dampak, strategi layanan dan media yang diperlukan dalam

12
intervensi. Deskripsi mapping karakteristik kebutuhan khusus tersebut
selanjutnya disusun skala prioritas yang menggambarkan urutan urgensi
masalah yang perlu segera ditangani. Oleh sebab itu dengan adanya planning
matrix ini, guru pendidikan khusus menjadi sangat terbantu, karena untuk
menetapkan program layanan kebutuhan khusus, tinggal menyusun program
layanan kebutuhan khusus tersebut sesuai dengan skala prioritas yang telah
diperoleh. Pada awalnya planning matrix ini dibuat untuk anak autis spectrum
disorder, namun dalam perkembangannya, ABK dengan hambatan lainnya
juga menjadi sangat terbantu dengan plaanning matrix ini. Jenis
hambatan/kelainan pada ABK yang selanjutnya dapat dirumuskan.
2) Tujuan
a) Memetakan kondisi aktual akademik maupun kekhususan ABK
berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan
b) Menganalisis dampak dari masing-masing aspek kondisi aktual ABK baik
akademik maupun kekhususannya.
c) Menganalisis strategi layanan yang tepat pada ABK sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan khusus ABK baik akademik maupun kekhususannya.
3) 3. Fungsi
a) Memudahkan guru/terapis dalam menetapkan kondisi awal aktual
(baseline) ABK baik aspek akademik maupun kekhususan.
b) Membantu guru/terapis dalam mempuan mapping kondisi ABK secara
komprehensif.

9. Akomodasi Kurikulum
Bagaimana cara melakukan akomodasi kurikulum di sekolah inklusif?
Akomodasi kurikulum yang dapat dilakukan bagi PDBK yang mengikuti pendidikan
di sekolah inklusif adalah melalui modifikasi dan adaptasi kurilkulum.
 Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan satu atau beberapa komponen
kurikulum dengan menggunakan standar isi (KI-KD) standar kurikulum nasional.
Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan
khusus, maka model modifikasi berarti cara pengembangan kurikulum, dimana
kurikulum umum yang diberlakukan bagi siswa-siswa reguler dirubah untuk
disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan
pendidikan khusus.
Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani
kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka.

13
Modifikasi dapat diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi,
proses, dan evaluasi.
 Model Adaptasi
Adaptasi kurikulum bagi PDBK di sekolah inklusif meruapakan suatu
keharusan. Mengingat bervariasnya kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh
PDBK. Adaptasi kurikulum dilakukan dengan melakukan penyesuaian pada salah
satu atau beberapa komponen kurikulum dan memungkinkan melakukan
penyesuaian (menaikkan atau menurunkan) standar isi (KI dan KD).
Dalam artikel Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand design pendidikan
inklusif nasional yang telah disepakati di Palembang tanggal 27-30 November
2007 bahwa yang menjadi substansi implementasi pendidikan inklusif adalah
adaptasi. Adapun adaptasi itu meliputi kurikulum, pembelajaran, media dan alat
pembelajaran, bahan ajar, penilaian serta pelaporan hasil belajar.

Untuk melakukan adaptasi kurikulum perlu mempertimbangkan:


1) PDBK dengan kecerdasan rata-rata dapat menggunakan kurikulum reguler.
2) PDBK dengan kecerdasan di atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125) dapat
diikutkan program akselerasi.
3) PDBK dengan kecerdasan di bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat menggunakan
mengadaptasi kurikum reguler sesuai dengan karakteristik PDBK ABK.
4) Jenis PDBK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu program
kurikulum tambahan yang bersifat rehabilitatif-kompensatif dan tidak ada di
sekolah reguler.
5) PDBK yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat
digunakan program pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum disusun
atas dasar karakteristik PDBK secara individual.
Adapun pola yang dapat diterapkan sebagai berikut:
 Membuang sebagian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dianggap
kurang penting bagi kehidupan anak.
 Membuang sebagian kompetensi dasar.
 Menggunakan bagian awal dan membuang di bagian akhir baik pokok bahasan
dan atau sub pokok bahasan.
 Membuang bagian awal dan menggunakan di bagian akhir baik pokok bahasan
dan atau sub pokok bahasan.

10. Program Pembelajaran Individu (PPI).


a. Pengertian PPI

14
Program Pembelajaran Individual dikenal dengan The Individualized
Education Program (IEP) yang diprakarsai oleh SAMUEL GRIDLEY HOWE
tahun 1971, yang merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi peserta
didik berkebutuhan khusus (PDBK).
Bentuk pembelajaran ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1992,
yang merupakan satu rancangan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan
khusus (PDBK) agar mereka mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya dengan
lebih memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK).
MERCER and MERCER (1989) mengemukakan bahwa “program
pembelajaran individual menunjuk pada suatu program pembelajaran dimana
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) bekerja dengan tugas-tugas yang
sesuai dengan kondisi dan motivasinya”.
Hal ini disebabkan karena perbedaan antara individu pada peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) sangat beragam, sehingga layanan pendidikannya
lebih diarahkan pada layanan yang bersifat individual, walaupun demikian
layanan yang bersifat klasikal dalam batas tertentu masih diperlukan.
Progrm Pembelajaran Individual harus merupakan program yang dinamis,
artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK), yang diarahkan pada hasil akhir yaitu kemandirian
yang sangat berguna bagi kehidupannya, mampu berperilaku sesuai dengan
lingkungannya atau berperilaku adaptif.
Perlu dipahami, PPI merupakan fungsi mata rantai terpadu antara asesmen dan
pengajaran; jadi pengembangan PPI tergantung pada pengumplan data asesmen.
PPI memberi tekanan pada keterbatasan minimal, kesesuaian penempatan dan
garis besar program pengajaran. Untuk itu PPI harus dievaluasi kemudian ditulis
ulang dalam jangka waktu satu tahun, sepanjang layanan masih dibutuhkan.
b. Fungsi Program Pembelajaran Individual
1) Untuk memberi arah pengajaran; dengan mengetahui kekuatan, kelemahan
dan minat peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) maka program yang
diindividualisasikan terarah pada tujuan atas dasar kebutuhan dan sesuai
dengan tahap kemampuannya saat ini.
2) Menjamin setiap peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) memiliki suatu
progrm yang diindividualkan untuk mempertemukan kebutuhan khs mereka
dan mengkomunikasikan program tersebut kepada orang-orang yang
berkepentingan.
3) Meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen tentang
karakteristik kebutuhan belajar tiap peserta didik berkebutuhan khusus

15
(PDBK) dan melakukan usaha mempertemukan dengan kebutuhan-
kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
4) Meningkatkan potensi untuk komunikasi antar atau dengan anggota tim,
khususnya keterlibatan orang tua, sehingga sering beretemu dan saling
mendukung untuk keberhasilan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
dalam pendidikan
5) Menjadi wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang lebih efektif.
c. Komponen Program Pembelajaran Individual.
Secara garis besar komponen Progrm Pembelajaran Individual meliputi :
1) Deskripsi tingkat kecakapan/kemampuan saat ini (performance levels):
tingkat kemampuan/kecakapan yang diketahui setelah dilakukan asesmen,
sehingga guru kelas dapat mengetahui kekuatan, kelemahan dan kebutuhan
pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) yang bersangkutan.
Informasi ini umumnya berkaitan dengan kemampuan akademik, pola
perilaku khusus, keterampiln menolong diri, bakat voksional, dan
kemampuan berkomunikasi
2) Sasaran program tahunan/tujuan pengajaran tahunan ( longrange or annual
goals) Komponen ini merupakan kunci komponen pembelajaran karena dapat
memperkirakan program jangka panjang selama kegiatan sekolah dan dapat
dipecah-pecah menjadi beberapa sasaran. Kerjasama antara guru dan
orangtua perlu dilakukan sehingga tujuan pembelajaran lebih realis.
Merumuskan tujuan PPI hrus memperhatikan empat kriteria yaitu:
1) dapat diukur -> pernyataan harus menggunakan kata kerja opersional
(menyebutkan ,menjelaskan, mendefinisikan,mengidentifikasi, menulis dll)
dan tidak menimbulkan penafsiran ganda (memahami, mengetahui,
mengerti )
2) positif -> tujuan itu harus membawa perubahan ke arah positif (mis. “peserta
didik berkebutuhan khusus (PDBK) dpat merespon waktu dengan tepat”
bukan “peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dapat bertahan menutup
mulut”
3) orientasi pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) > merumuskan
apa yang dipelajari bukan apa yang peserta didik berkebutuhan khusus
(PDBK) pikirkan (mis: siswa dapat menanggapi secara lisan pertanyaan
dengan dua-tiga prase)
4) relevan -> sesuai dengan kebutuhan individu.

3) Sasaran belajar jangka pendek (shortterm objectives)

16
4) Diskripsi pelayanan(Description of services) , meliputi :* guru yang
mengajar, * isi program pengajaran dan kegiatan pembelajaran, * alat yang
dipergunakan.
5) Tanggal pelayanan (Dates of service)
6) Penilaian (Evaluation

G. NARASUMBER

Narasumber Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif adalah oleh TIM guru belajar di Dirjen GTK Kementrian Penidikan dan
Kebudayaan.

H. PESERTA BIMTEK
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
diikuti oleh Guru semua jenjang di Seluruh Indonesia yang telah mendaftar kegiatan
Bimtek ini, Adapun kriteria peserta yang bisa mengikuti kegiatan ini adalah :
1. Semua guru PAUD, TK/TKLB, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK.
2. Kepala Sekolah.
3. Pengawas Sekolah.
4. Tenaga Administrasi Sekolah.
5. Telah memiliki Akun SIMPKB.
6. Tidak terdaftar sebagai peserta Bimtek Daring Pemenuhan GPK.
I. HASIL / MANFAAT YANG DIPEROLEH
Hasil / manfaat yang diperoleh dalam Bimbingan Teknis Program Guru Belajar
dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif antara lain :
1. Pengalaman belajar yang seru untuk memahami Pendidikan Inklusif.
2. Kompetensi guru meningkat terkait topik-topik Pendidikan Inklusif sehingga dapat
mendukung peserta didik berkebutuhan khusus guna mencapai tujuan pendidikan
nasional Indonesia;
3. Berkembang keterampilan guru dalam memfasilitasi pembelajaran Pendidikan
Inklusif kepada peserta didik berkebtuhan khusus dengan menggunakan metode
pembelajaran yang aktif, partisipatif, dan menyenangkan.

J. TINDAK LANJUT
Tindak lanjut dari Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif adalah sebagai berikut:
1. Peserta membuat laporan Bimtek dengan baik benar.

17
2. Mempersiapkan nilai pengembangan diri dan karya dalam pembelajaran untuk
kenaikan pangkat sedini mungkin.
3. Dapat semakin tergerak untuk menerapkan : Pendidikan Inklusif

K. DAMPAK SETELAH MENGIKUTI BIMTEK


Dampak yang diharapkan melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis Program Guru
Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif antara lain:
1. Peningkatan profesional guru, terutama di dalam penyusunan program Pembelajaran
di Sekolah dengan mengimplementasikan Pendidikan Inklusif
2. Tidak mengalami kesulitan dalam perolehan nilai angka kredit terutama dalam
pengembangan diri setelah mengikuti kegiatan ini.
3. Peningkatan profesionalitas guru yang dibuktikan dengan perubahan perilaku,
tingginya kreativitas, dan inovasi dalam pengembangan pembelajaran yang
terintegrasi dengan Pendidikan Inklusif.
4. Dengan adanya kreativitas guru dalam melaksanakan perencanaan pembelajaran
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

L. PENUTUP
Melalui Bimtek Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
diharapkan dapat meningkatkan semangat guru dalam mengambangkan Perencanaan dan
pengembangan Pembelajaran di Sekolah, terutama jika ada peserta didik dengan
kebutuhan khusus. Selain itu guru juga memperoleh angka kredit unsur pengembangan
diri nilai 1. Setelah mengikuti Bimtek ini diharapkan Pembelajaran yang dilakukan guru
di dalam kelas semakin kreatif dan menarik, selain itu kenaikan pangkat guru tidak lagi
terkendala terlebih lagi perkembangan kualitas pembelajaran di sekolah semakin bagus
dan berkembang dengan baik dalam Pendidikan Ketrampilan Hidup.

18
PEMERINTAH PROVINSI JAMBI
DINAS PENDIDIKAN
SMAN 15 BUNGO
Jl. Punai, Ds. Tuo Limbur, SP 4, RT 015/01, Kec. Limbur Lubuk Mengkuang, Kab Bungo
Email : smansallmo1@gmail.com NPSN: 10505106

SURAT TUGAS
No:422/45/SMAN15.BGO/VI/2021

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : DWI SUYONO, S.Pd
NIP : 19770605 200312 1 010
Jabatan : Kepala Sekolah
Unit Kerja : SMAN 15 BUNGO
Menugaskan kepada :
Nama : BUDI HARTANTO, S.Pd., Gr.
NIP : 19880701 201503 1 004
Pekerjaan : Guru
Unit Kerja : SMAN 15 BUNGO

Untuk mengikuti Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi pada
tanggal 28 Juni - 5 Juli 2021.
Demikian surat tugas ini kami buat untuk dapat dilaksanakan dengan baik dan penuh
tanggung jawab.

Bungo, 26 Juni 2021


Kepala SMAN 15 Bungo

DWI SUYONO, S.Pd


NIP. 19770605 200312 1 010
Lampiran 2

Pengumuman Kegiatan
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif Pada
laman https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/
Lampiran 3
JADWAL KEGIATAN

Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif

Pokok Materi Hari, Tanggal


1. Keberagaman Peserta Didik (2 JP)

2. Jenis Hambatan PDBK (6 JP) 28 Juni - 5 Juli 2021

3. Kebututhan Pembelajaran PDBK (4 secara daring pada laman

JP) https://gurubelajar.kemdikbud.go.id

4. Hakikat Pendidikan Inklusif (2 JP) /

5. Sekolah Ramah Anak (2 JP)

6. Mekanisme Layanan PDBK (2 JP)

7. Konsep Dasar Identifikasi (2 JP)

8. Konsep Dasar Asasmen dan

Planning Matrix (4 JP)

9. Akomodasi Kurikulum (6 JP)

10. Program Pembelajaran Individu

(PPI) (2 JP)
Lampiran 4

Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
Pada laman https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/
Lampiran 6

Foto Kegiatan
Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
MATRIK KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
Jumlah Jam Nama
Tempat Nama
Nama BIMTEK Kegiatan Mata BIMTEK/Kompetensi Penyelenggara Dampak*)
Kegiatan Fasilitator
BIMTEK Kegiatan
Guru Belajar dan Daring 32 Jam Tim 1. Keberagaman Peserta Didik (2 Direktorat 1. Peningkatan profesional
Berbagi Seri /Online GTK JP) Jenderal Guru dan guru, terutama di dalam
Pendidikan /PJJ Kemdikbud 2. Jenis Hambatan PDBK (6 JP) Tenaga penyusunan program
Inklusif 3. Kebututhan Pembelajaran PDBK Kependidikan Pembelajaran di Sekolah
(4 JP) dengan
4. Hakikat Pendidikan Inklusif (2 JP) mengimplementasikan
5. Sekolah Ramah Anak (2 JP) Pendidikan Inklusif
6. Mekanisme Layanan PDBK (2 JP) 2. Peningkatan profesionalitas
7. Konsep Dasar Identifikasi (2 JP) guru yang dibuktikan
8. Konsep Dasar Asasmen dan dengan perubahan perilaku,
Planning Matrix (4 JP) tingginya kreativitas, dan
9. Akomodasi Kurikulum (6 JP) inovasi dalam
10. Program Pembelajaran Individu pengembangan
(PPI) (2 JP) pembelajaran yang
terintegrasi dengan
Pendidikan Inklusif.
3. Dengan adanya kreativitas
guru dalam melaksanakan
perencanaan pembelajaran
diharapkan dapat
meningkatkan kualitas
pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai