Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENGEMBANGAN DIRI

BIMBINGAN TEKNIS (BIMTEK)


PROGRAM GURU BELAJAR DAN BERBAGI
SERI PENDIDIKAN INKLUSIF

Diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan


Riset dan Teknologi

Dalam Jaringan:
Tanggal 12-19 Juni 2021

Disusun Oleh :
SUPRIYANTO, S.Pd
NIP. 19xxxxxx 200903 1 xxx

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UPTD SDN TANJUNG 02 KEC. NGUTER
TAHUN 2021
IDENTITAS DIRI

1. Nama Sekolah : UPTD SDN Tanjung 02


2. Nama Guru : Supriyanto, S.Pd.
3. NIP : 19xxxxxx 200903 1 xxx
4. NRG : xx027xxxxxxx
5. NUPTK : xxxxxxxxxxxxxxxx
6. Sertifikat Pendidik : xxxxx027xxxxx
7. Jabatan/Golongan : Guru Muda, III/c
8. Alamat Instansi :
 Alamat Sekolah : : Dukuh RT 01/06
 Desa/Kecamatan : Tanjung/Nguter
 Kabupaten, Provinsi : Kabupaten Sukoharjo
 Provinsi : Jawa Tengah
 Telpon/Fax : -
 Email : sdntanjung02@gmail.com
9. Mengajar Guru Kelas/Mapel : Guru Kelas
10. SK Pengangkatan
a. Sebagai CPNS
 Pejabat yang mengangkat : Bupati Sukoharjo
 Nomor SK : 813.2/59/2009
 Tanggal SK : 22 – 04 – 2009
 TMT : 01 – 03 – 2009
b. Pangkat Terakhir
 Pejabat yang mengangkat : Bupati Sukoharjo
 Nomor SK : 823.3/39/2020
 Tanggal SK : 28 – 09 – 2020
 TMT : 01 – 10 – 2020
11. Alamat Rumah
 Jalan : Karanganyar
 Kelurahan/Kecamatan : Karanganyar
 Kabupaten, Provinsi : Kab. Karanganyar , Prov. Jateng
 Telpon/Fax : HP. 085xxxxxxxxx
 Email : supri.511852@gmail.com

ii
PENGESAHAN
LAPORAN PENGEMBANGAN DIRI

BIMBINGAN TEKNIS (BIMTEK)


PROGRAM GURU BELAJAR DAN BERBAGI
SERI PENDIDIKAN INKLUSIF

Disusun Oleh :

SUPRIYANTO, S.Pd.
NIP. 19xxxxxx 200903 1 xxx

Sukoharjo, 21 Juni 2021


Kepala UPTD SD Negeri Tanjung 02 Koordinator PKB,
Kecamatan Kartasura

Drs. Slamet, M. Pd. Drs. Sutrisno, M.Pd.


NIP. 1962xxxx 198201 1 xxx NIP. 19610524 198012 1 004

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Laporan Pengembangan Diri Bimbingan Teknis
(Bimtek) Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif yang
diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana.
Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset
dan Teknologi pada tanggal 12-19 Juni 2021.
Di dalam Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Guru Belajar dan
Berbagi Seri Pendidikan Inklusif serta penyusunan laporan ini, penulis telah mendapat
banyak kesempatan, menerima bimbingan, petunjuk, bantuan serta saran-saran yang
bermanfaat dari berbagai pihak, yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan dan
menunjang dalam menyelesaikan penulisan laporan ini. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kepada:
1. Dirjen GTK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
2. Drs. Slamet, M. Pd., Kepala UPTD SDN Tanjung 02 Kabupaten Sukoharjo.
3. Panitia, peserta dan narasumber serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Penulis berupaya menyusun laporan sebaik mungkin. Meskipun demikian, jika
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penyusunan laporan pengembangan diri ini,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini.
Akhirnya, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.

Sukoharjo, 21 Juni 2021


Penulis,

Supriyanto, S.Pd
NIP. 19xxxxxx 200903 1 xxx

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


IDENTITAS DIRI ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI ....................................................
A. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
B. ALASAN MENGIKUTI DIKLAT .................................................... 3
C. PELAKSANAAN DIKLAT .............................................................. 3
D. TEMPAT DAN WAKTU .................................................................. 4
E. TUJUAN DIKLAT ............................................................................ 4
F. MATERI DALAM DIKLAT ............................................................. 4
G. NARA SUMBER ............................................................................... 26
H. PESERTA DIKLAT ........................................................................... 27
I. HASIL / MANFAAT YANG DIPEROLEH ..................................... 27
J. TINDAK LANJUT ............................................................................ 27
K. DAMPAK SETELAH MENGIKUTI DIKLAT ................................ 28
L. PENUTUP. .......................................................................................... 28

LAMPIRAN - LAMPIRAN

v
PELAKSANAAN KEGIATAN
“Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif”

A. PENDAHULUAN
Program Guru Belajar seri Pendidikan Inklusif oleh Direktorat Guru dan
Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus merupakan
kegiatan dirancang untuk menjawab tantangan guru-guru di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi agar mereka mampu melayani keragaman
peserta didik di kelasnya masing-masing. Program ini dilaksanakan melalui tiga
tahapan kegiatan yaitu Bimbingan Teknis (Bimtek), Pelatihan, dan Pengimbasan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan guru tentang
konsep keberagaman peserta didik, konsep dasar pendidikan inklusif dan sistem
layanan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Selain itu juga
meningkatkan dan memberikan pengalaman langsung kepada guru untuk
melakukan identifikasi, menyusun asesmen dan planning matrix, serta membuat
program pembelajaran individual (PPI).Memberikan pengalaman kepada guru
dalam mengikuti kegiatan bimtek dan diklat secara daring.

B. ALASAN MENGIKUTI BIMTEK


1. Surat Undangan/Brosur Bimtek dari Dirjen GTK Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan
2. Surat Tugas dari Kepala UPTD SDN Tanjung 02 Kabupaten Sukoharjo
3. Mengetahui bagaimana Menerapkan Pendidikan Inklusif di sekolah
4. Dapat mengupayakan Pendidikan Inklusif dapat dilaksanakan di Sekolah.
5. Meningkatkan profesionalisme sebagai guru.

C. PELAKSANA BIMTEK
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif dilaksanakan oleh Dirjen GTK Kementrian Penidikan dan Kebudayaan.

1
D. TEMPAT DAN WAKTU
Kegiatan Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri
Pendidikan Inklusif dilaksanakan tanggal 12 – 19 Juni 2021 , bertempat di
https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/

E. TUJUAN BIMTEK

Tujuan dilaksanakannya Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan


Berbagi Seri Pendidikan Inklusif adalah untuk :
1. Mendapat pemahaman tentang latar belakang, tujuan umum, penyesuaian
kebijakan, pengantar program, dan struktur program Guru Belajar Seri
Pendidikan Inklusif
2. Mendapat pemahaman tentang Konsep Keberagaman Peserta Didik, Jenis
Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dan Kebutuhan Pembelajaran
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
3. Mendapat pemahaman tentang hakikat pendidikan inklusif, Sekolah Ramah
Anak (SRA), dan Mekanisme Layanan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
4. Mendapat pemahaman tentang identifikasi, asesmen, dan program
pembelajaran individual (PPI)

F. MATERI DALAM BIMTEK


Materi pokok yang disajikan Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan
Berbagi Seri Pendidikan Inklusif adalah sebagai berikut: Keberagaman Peserta
Didik, Jenis Hambatan PDBK, Kebutuhan Pembelajaran PDBK, Hakikat
Pendidikan Inklusif, Sekolah Ramah Anak, Mekanisme Layanan PDBK, Konsep
Dasar Identifikasi, Konsep Dasar Asasmen dan Planning Matrix, Akomodasi
Kurikulum, Program Pembelajaran Individu (PPI).
Adapun Ringkasan materi pokok di atas adalah sebagai berikut
1. Keberagaman Peserta Didik
a. Pengertian Keberagaman Peserta Didik
Keberagaman peserta didik di kelas inklusif memiliki karakteristik
tersendiri, baik pada peserta didik reguler maupun pada peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK). Keberadaan PDBK dipayungi Undang

2
Undang Dasar 1945 pasal 31, ayat 1 mengamanatkan bahwa; “Setiap warga
Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan ayat 2; “Setiap warga Negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’.
Dengan demikian, peserta didik dalam kelas walaupun berbeda keyakinan,
fisik, gender, latar belakang keluarga, harapan, kemampuan, kelebihan
peserta didik memiliki hak untuk belajar.

b. Indikator Kualitas Hidup Peserta Didik


Ada empat indikator kualitas hidup bagi setaip peserta didik, yakni
sebagai berikut:
1) To Live, setiap peserta didik di sekolah inklusif memilki hak untuk
hidup mengembangkan potensi dirinya, tanpa harus terhalangi atau
dibatasi oleh kondisi hambatan yang dimilikinya.
2) To Love, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus merasa
terlindungi, mengikuti kegiatan pembelajaran dan aktivitas sekolah
lainnya secara ramah, nyaman dan tidak dibiarkan mendapat bully dari
peserta didik lainnya.
3) To Play, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus memperooleh
kesempatan yang sama untuk mengikuti aktivitas belajar secara aktif
dan bermain di sekolah, seperti dalam diskusi kelompok, kegiatan
ekstrakurikuler, dan perlombaan yang diadakan sekolah.
4) To Work, setiap peserta dididk di sekolah inklusif memperoleh hak
yang sama untuk mengembangkan dirinya dalam upaya
mengembangkan potensi dirinya untuk nantinya menjadi individu yang
mandiri dalam memasuki dunia kerja.

2. Jenis Hambatan PDBK


a. Anak Berkebutuhan Khusus dengan Hambatan Sensorik
1) Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
2) Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)
b. Anak dengan Hambatan Mental Kognitif
Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)

3
Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar
itu anak tungrahita dapat dikelompokkan.
1) Hambatan Intelektual
2) Hambatan Intelektual
3) Hambatan Intelektual Berat
c. Anak dengan Hambatan Fisik
Anak dengan Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)
d. Anak dengan Hambatan Lainnya
1) Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi
2) Anak Autis
3) Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa
4) Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)

3. Kebutuhan Pembelajaran PDBK


a. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik
1) Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
Layanan khusus dalam pendidikan bagi anak dengan gangguan
penglihatan yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan
huruf Braille bagi yang hambatan penglihatan total. Bagi yang masih
memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak
yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di
samping itu, diperlukan latihan Orientasi dan Mobilitas (OM) yang
penerapannya bukan hanya di sekolah, melainkan dapat diterapkan di
lingkungan tempat tinggalnya.
2) Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)
Seperti sudah dikemukan sebelumnya, peserta didik yang
mengalami hambatan pendengaran perlu Alat Bantu Dengar (ABD),
tetapi walaupun telah diberikan pertolongan dengan ABD, mereka
masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus karena gangguan
pendengaran berdampak pada aspek-aspek di bawah ini.
(a) Aspek Motorik. Anak tunarungu yang tidak memiliki hambatan lain
dapat mencapai tugas- tugas perkembangan motorik (early major

4
motor milestones), seperti duduk, merangkak, berdiri dengan tanpa
bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi pada anak yang
mendengar (Preisler, 1995, dalam Alimin, 2007). Namun demikian,
beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang
mengalami hambatan pendengaran memiliki kesulitan dalam hal
kesimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta gerakan-gerakan
yang kompleks.
(b) Aspek bicara dan Bahasa. Keterampilan berbicara dan bahasa
merupakan bidang perkembangan yang paling banyak dipengaruhi
oleh peserta didik hambatan pendengaran. Khususnya anak-anak
yang mengalami hambatan pendengaran dibawa sejak lahir.
Menurut Rahardja (2006) bagi individu yang congenital atau berat,
suara yang keras tidak dapat didengarnya meskipun dengan
menggunakan alat bantu dengar.
b. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Mental Kognitif
1) Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
anak secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka berada.
c. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Fisik
1) Anak dengan Hambatan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
anak secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka berada.
d. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya
1) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Perilaku dan Emosi.
Kebutuhan pembelajaran bagi anak hambatan perilaku dan emosi yang
harus diperhatikan oleh guru antara lain adalah:

5
(a) Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang
beresiko mengalami gangguan emosi dan perilaku.
(b) Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk
mengontrol tingkah laku target dan menjaga atensi dalam
pembelajaran.
(c) Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, dan terampil
dalam
problem solving dan mengatasi konflik.
(d) Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara
individual dan modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai
dengan tingkat perilaku.
(e) Mengintegrasikan proses belajar mengajar (akademik), pendidikan
afektif, dan manajemen perilaku baik secara individual maupun
kelompok.
(f) Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dan
problematik pada siswa secara individual.
(g) Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan)
bagi setiap anak.
(h) Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah
yang dihadapi oleh setiap anak.
(i) Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat
dan minat anak.
(j) Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan
sehari-hari, dan contoh dari lingkungan.
2) Kebutuhan Pembelajaran Anak Cerdas dan Bakat Istimewa
Kebutuhan pembelajaran bagi anak cerdas istimewa dan bakat
istimewa adalah sebagai berikut.
(a) Program pengayaan horisontal, meliputi:
 Mengembangkan kemampuan eksplorasi.
 (Mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan
memperluas hal-hal yang ada di luar kurikulum biasa.

6
 eksekutif intensif dalam arti memberikan kesempatan untuk
mengikuti program intensif bidang tertentu yang diminati
secara tuntas dan mendalam dalam waktu tertentu.
(b) Program pengayaan vertikal, yaitu:
 Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti
program yang sesuai dengan kemampuannya, dan jangan
dibatasi oleh jumlah waktu, atau tingkatan kelas.
 Independent study, memberikan seluas-luasnya kepada anak
untuk belajar dan menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
 Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan
tallented dengan para ahli yang ada di masyarakat.
3) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Autism
Kebutuhan pembelajaran bagi anak anak autis adalah sebagai berikut:
(a) Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam
seting kelompok.
(b) Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan
perilaku- perilaku negatif yang muncul dan mengganggu
kelangsungan proses belajar secara keseluruhan (stereotip).
(c) Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan
berbagai bantuan.
(d) Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan
menyenangkan bagi anak, sehingga tingkah laku anak dapat
dikendalikan pada hal yang diharapkan.
4) Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Kesulitan Belajar
Spesifik
Peserta didik yang mengalami hambatan belajar spesifik (disleksia,
diskalkulia, disgrafia) perlu adanya intervensi yang melibatkan seluruh
indera dalam proses belajar mengajarnya. Salah satu teknik yang dapat
diterapkan adalah teknik multi sensori. Berikut hal-hal yang harus
dilakukan guru dalam menangani di dalam kelas;
(a) Perkenalkan belajar alfabet secara sekuensial (berurutan) secara
bertahap dan berurut.

7
(b) Alfabet diperkenalkan menggunakan huruf-huruf dari kayu atau
plastik, sehingga anak dapat melihat huruf, mengambilnya,
merasakannya dengan mata terbuka atau tertutup dan mengucapkan
bunyinya.
(c) Peserta didik perlu tahu bahwa huruf /i/ muncul sebelum /k/,
Alfabet dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yang membuat
mudah anak mengingat di kelompok mana huruf tersebut berada.
(d) Menyortir dan mencocokkan huruf kapital, huruf kecil, bentuk
cetak, dan tulisan tangan dari huruf; melatih keterampilan
sequencing dengan huruf dan bentuk-bentuk terpotong; dan melatih
menempatkan tiap huruf dalam alfabet dalam hubungannya dengan
huruf lain.
Alasan dari teknik ini karena saluran pembelajaran visual, auditori dan
taktil- kinestetik semua digunakan secara berkesinambungan. Teknik
multisensori juga melibatkan proses anak dalam hal (1) mengulang
suara yang didengar; (2) merasakan bentuk yang dibuat bunyi di mulut;
(3) membuat bunyi dan mendengarkan; dan (4) menulis huruf.
Visual (penglihatan)
Peserta didik belajar paling baik dengan cara melihat informasi. Karena
itu, cara mulai yang baik adalah dengan menggunakan kartu bergambar
dengan kata-kata tertulis di bawahnya (flash card). Pilihlah kata-kata
yang sesuai dengan level belajar anak. Selain itu, jika anak kesulitan
dengan bunyi, tunjukkan di mana bunyi itu dibuat di dalam mulut
secara umum.
Auditori (pendengaran)
Anak-anak auditori belajar paling baik dengan cara mendengarkan apa
yang diajarkan. Untuk anak yang kesulitan pada masalah bunyi, ajarkan
sepasang kata singkat dan mintalah anak untuk mengatakan kata mana
yang betul (tas/das). Juga, mintalah mereka menulis huruf, kata, atau
kalimat sementara guru mengucapkannya.
Taktil (perabaan)

8
Anak-anak ini belajar paling baik dengan proses ‘menyentuh’. Ini
adalah anak-anak yang biasa terlihat memisahkan bagian suatu benda
dan kemudian menyatukannya kembali. Mereka belajar paling baik
dengan melalui sentuhan, sehingga sangatlah penting untuk
memasukkan gaya belajar ini ke dalam perintah-perintah guru.

4. Hakikat Pendidikan Inklusif


Pada awalnya pendidikan khusus menerapkan pembelajaran model
“segregasi” yaitu yang menempatkan anak berkebutuhan khusus di sekolah-
sekolah khusus/Sekolah Luar Biasa (SLB), terpisah dari teman sebayanya.
Dengan kata lain, di sekolah ini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dipisahkan
dari sistem sekolah yang diselenggrakan secara reguler. Misalnya, Sekolah
Luar Biasa (SLB) mulai jenjang Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMPLB),
sampai Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Sekolah dengan model
segregasi tersebut menerima siswa dengan hambatan yang sama, maka ada
Sekolah Luar Biasa Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, dan
Tunalaras
Dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan.
Kerugian tersebut sebagaimana pandangan Reynolds dan Birch (1988) antara
lain bahwa model segregatif tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan
khusus mengembangkan potensi secara optimal, karena kurikulum dirancang
berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Kecuali itu, secara filosofis model
segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat
berintegrasi dengan masyarakat pada umumnya. Akan tetapi, mereka
dipisahkan dengan masyarakat pada umumnya. Kelemahan lain yang tidak
kalah penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.
Berbeda halnya dengan TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB
menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, sehingga di dalamnya
mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
autis, ataupun hambatan majemuk. Sekolah-sekolah tersebut memiliki
kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem evaluasi, dan guru

9
khusus. Dari segi pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan,
karena mudah bagi guru dan administrator. Akan tetapi, dari sudut pandang
peserta didik, model segregasi bisa jadi pada kondisi tertentu merugikan
peserta didik.
Dengan model segregatif tersebut, Depdiknas (2007:1) menjelaskan
bahwa tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus
mengembangkan potensi secara optimal. Hal ini mengingat, kurikulum
dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Di samping itu, peserta
didik tidak disiapkan untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat
normal. Mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Dengan demikian,
perkembangan emosional dan sosialisasi siswa kurang luas karena faktor
lingkungan menjadi terbatas.
Kurangnya interaksi sosial yang bermakna menyebabkan kesepian dan
perasaan rendah diri bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Kurangnya
kedekatan dan stimulasi dapat pula mengakibatkan mereka mengembangkan
prilaku stereotip dan stimulasi diri. Ini menambah kondisi mereka dan
membatasi perkembangan mereka lebih lanjut.
Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, pertengahan abad 20
muncul model “mainstreaming”. Model mainstreaming ini memungkinkan
berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkebeutuhan khusus.
Alternatif yang tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas biasa penuh)
sampai yang paling berbatas (sekolah khusus sepanjang hari). Oleh karena itu,
model ini juga dikenal dengan model yang paling tidak berbatas (the least
restrictive environment), artinya anak berkebutuhan khusus harus ditempatkan
pada lingkungan yang paling tidak berbatas menurut potensi dan jenis/tingkat
kemampuannya.
Para ahli berbagai disiplin ilmu, simpatisan, dan kelompok penyandang
disablitias melakukan berbagai usaha perbaikan untuk menyebutkan secara
spesifik orang penyandang disabilitas dan menekankan bahwa semua
penyandang disabilitas–tanpa memandang tingkat keparahannya–memiliki
hak atas pendidikan. Usaha-usaha yang dilakukan tersebut memperoleh hasil,
maka pada Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989 memuat instrumen-

10
instrumen hak untuk memperoleh pendidikan di dalam sistem pendidikan
umum dan tidak mendiskriminasikan penyandang disabilitas dan anak
berebutuhan khusus lainnya.
Dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak 1989 tersebut telah
ditandatangani oleh semua negara kecuali dua negara (Amerika Serikat dan
Somalia) suatu instrumen yang secara sah mengikat hak untuk memperoleh
pendidikan di dalam sistem pendidikan umum. Bahkan Pasal 28 menyatakan
bahwa pendidikan dasar “wajib dan bebas biaya bagi semua”.
Perkembangan sejarah pendidikan inklusif di Indonesia mulai
mengembangkan pendidikan inklusif tahun 2000. Pada awalnya pendidikan
bagi anak berkebutuhan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan
sebagaiman dikutip dari http://www.ditplb.or.id/2006, yaitu Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan
jenis hambatan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu,
SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Autis. Sedangkan
SDLB menampung berbagai jenis hambatan anak, sehingga di dalamnya
mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
autis ataupun hambatan majemuk.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal
anak-anak dengan hambatan tersebar hampir di seluruh daerah
(Kecamatan/Desa), tidak hanya di Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian
anak-anak berkebutuhan khusus, terutama yang kemampuan ekonomi orang
tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah;
sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia
menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain,
mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan
pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan
akhirnya putus sekolah.
Perkembangan selanjutnya diawali dengan penyelenggaraan Konvensi
Nasional pada 8 s.d. 14 Agustus 2004. Konferensi tersebut diselenggarakan
atas kerjasama antara Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat PLB,

11
Braillo Norway, dan UNESCO Jakarta yang melahirkan Deklarasi Bandung
untuk menuju Indonesia pada pendidikan inklusif. Kelanjutan dari konvensi
tersebut, tahun 2005 di Bukittinggi dilaksanakan Simposium Internasional.
Tujuan dari simposium tersebut adalah upaya mengupayakan agar hak-hak
anak yang mengalami hambatan belajar. Hasil rekomendasi Bukittinggi
tersebut yaitu perlu terus ditumbuhkembangkan pendidikan inklusif untuk
menjamin agar semua siswa memperoleh pendidikan yang layak serta
berkualitas.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebuthan khusus dididik
bersama-sama anak lainnya (reguler) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus perlu diberi
kesempatan dan peluang yang sama dengan anak reguler untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan di sekolah. Pendidikan inklusif diharapkan dapat
memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus selama ini. Tidak mungkin membangun SLB di tiap
Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang
cukup lama.

5. Sekolah Ramah Anak


Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah sekolah/madrasah yang aman,
bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin,
memenuhi, menghargai hak hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan,
diskriminasi dan perlakuan salah lainya serta mendukung partisipasi anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik,
kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang
memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, terutama
dalam perencanaan kebijakan pembelajaran dan pegawasan.

6. Mekanisme Layanan PDBK


Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat
dilakukan dengan mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini
Pemerintah telah mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif

12
dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa, khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1
sampai dengan 3, yaitu:
a. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan
inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
b. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya
pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
c. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber
daya pendidikan inklusif.
Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah harus
menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing.
Minimal terdapat satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam satu
kota. Hal ini perlu untuk memastikan bahwa semua warga negara berhak untuk
mendapatkan layanan pendidikan.

7. Konsep Dasar Identifikasi


a. Pengertian Identifikasi
Istilah identifikasi erat hubungannya dengan kata mengenali,
menandai, dan menemukan. Kegiatan mengidentifikasi adalah kegiatan untuk
mengenal dan menandai sesuatu. Dalam pendidikan khusus, identifikasi
merupakan langkah awal yang sangat penting untuk menandai anak-anak yang
mengalami kebutuhan khusus.

Pengamatan yang seksama mengenai kondisi dan perkembangan anak


sangat diperlukan dalam melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan
khusus di sekolah oleh guru, dan ini dapat dilakukan guru pada awal siswa
masuk sekolah. Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap, maka
usaha identifikasi perlu dilakukan dengan berbagai cara, selain melakukan
pengamatan secara seksama, perlu juga dilakukan wawancara dengan orang
tua ataupun keluarga lainnya. Informasi yang telah diperoleh selanjutnya dapat
digunakan untuk menemukenali dan menentukan anak-anak mengalami
kesulitan/hambatan yang dialami, sehingga dapat diketahui apakah anak

13
tergolong: (1) tunanetra, (2), tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa (5) anak
tunalaras, (6) anak dengan gangguan spektrum autistik, dan (7) anak berbakat
(gifted dan talented), atau anak dengan gangguan/hambatan lainnya.

b. Tujuan Identifikasi
1) Penjaringan (screening)
2) Pengalihtanganan (referal)
3) Klasifikasi
4) Perencanaan pembelajaran
5) Pemantauan kemajuan belajar

8. Konsep Dasar Asasmen dan Planning Matrix


a. Asasmen
1) Pengertian
Asesmen anak berkebutuhan khusus adalah suatu proses
pengumpulan informasi tentang anak secara menyeluruh yang
berkenaan dengan kondisi dan karakteristik kelainan, kelebihan dan
kekurangan sebagai dasar dalam penyusunan program pembelajaran
dan program kebutuhan khusus yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan anak.
Identifikasi dan asesmen merupakan tahapan atau rangkaian
kegiatan dari suatu proses pelayanan pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus. Identifikasi sering disebut sebagai kegiatan
penjaringan, sedangkan asesmen disebut penyaringan (Direktorat
PSLB, 2007). Kegiatan penjaringan biasanya belum tentu dilanjutkan
ke kegiatan penyaringan. Sementara itu, kegiatan penyaringan sudah
tentu dilakukan karena adanya kegiatan penjaringan. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan identifikasi dapat dilakukan oleh guru dan
pihak lain yang dekat dengan anak, seperti orang tua dan keluarganya,
sedangkan asesmen biasanya perlu melibatkan tenaga profesional yang
ahli dalam bidangnya, seperti psikolog, sosiolog dan therapist.
2) Jenis asesmen dalam pendidikan khusus
a) Asesmen akademik

14
b) Asesmen non-akademik (kekhususan)
c) Asesmen perkembangan
3) Tujuan dan fungsi
Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi
tentang kondisi anak, baik yang berkaitan dengan kemapuan akademik,
non akademik dan kekhususan secara lengkap, akurat dan obyektif.
Sedangkan fungsi asesmen dalam kontek ini adalah untuk
membantu guru dan terapis dalam menyusun perencanaan
pembelajaran dan program layanan kebutuhan khusus yang tepat.
Dalam hal ini hasil asesmen dapat difungsikan sebagai kondisi
kemampuan awal (baseline) anak sebelum diberikan layanan baik
akademik maupun program kebutuhan khusus.
4) Sasaran
Sejalan dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas,
maka sasaran asesmen adalah semua peserta didik yang pada fase
identifikasi telah ditetapkan sebagai peserta didik berkebutuhan
khusus.
5) Strategi
a) Menetapkan jenis asesmen yang akan dilakukan (akademik, non-
akademik/kekhususan atau perkembangan)
b) Memilih/mengembangkan instrumen asesmen yang tepat
c) Melakukan asesmen sesuai dengan panduan yang dipersyaratkan.
d) Melakukan tabulasi, klasifikasi dan analisis hasil asesmen.
e) Melakukan case conference terhadap temuan dan hasil analisis
tersebut, untuk menentukan baseline dan penetapan perencanaan
pembelajaran/ program pengembangan/interfensi yang akan
dilakukan.
f) Mendokumentasikan semua data hasil asesmen dan kesepakatan
hasil case conference

15
b. Planning Matrix
1) Pengertian
Planning matrix adalah mapping diskripsi tentang kondisi ABK secara
individu yang menggambarkan tentang kondisi actual hambatan
karakteristiknya, dampak, strategi layanan dan media yang diperlukan
dalam intervensi. Deskripsi mapping karakteristik kebutuhan khusus
tersebut selanjutnya disusun skala prioritas yang menggambarkan
urutan urgensi masalah yang perlu segera ditangani. Oleh sebab itu
dengan adanya planning matrix ini, guru pendidikan khusus menjadi
sangat terbantu, karena untuk menetapkan program layanan kebutuhan
khusus, tinggal menyusun program layanan kebutuhan khusus tersebut
sesuai dengan skala prioritas yang telah diperoleh. Pada awalnya
planning matrix ini dibuat untuk anak autis spectrum disorder, namun
dalam perkembangannya, ABK dengan hambatan lainnya juga menjadi
sangat terbantu dengan plaanning matrix ini. Jenis hambatan/kelainan
pada ABK yang selanjutnya dapat dirumuskan.
2) Tujuan
a) Memetakan kondisi aktual akademik maupun kekhususan ABK
berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan
b) Menganalisis dampak dari masing-masing aspek kondisi aktual
ABK baik akademik maupun kekhususannya.
c) Menganalisis strategi layanan yang tepat pada ABK sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan khusus ABK baik akademik maupun
kekhususannya.
3) 3. Fungsi
a) Memudahkan guru/terapis dalam menetapkan kondisi awal aktual
(baseline) ABK baik aspek akademik maupun kekhususan.
b) Membantu guru/terapis dalam mempuan mapping kondisi ABK
secara komprehensif.

16
9. Akomodasi Kurikulum
Bagaimana cara melakukan akomodasi kurikulum di sekolah inklusif?
Akomodasi kurikulum yang dapat dilakukan bagi PDBK yang mengikuti
pendidikan di sekolah inklusif adalah melalui modifikasi dan adaptasi
kurilkulum.
 Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan satu atau beberapa
komponen kurikulum dengan menggunakan standar isi (KI-KD) standar
kurikulum nasional. Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, maka model modifikasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan
bagi siswa-siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi,
kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani
kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan
mereka. Modifikasi dapat diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu
tujuan, materi, proses, dan evaluasi.
 Model Adaptasi
Adaptasi kurikulum bagi PDBK di sekolah inklusif meruapakan suatu
keharusan. Mengingat bervariasnya kemampuan dan hambatan yang
dimiliki oleh PDBK. Adaptasi kurikulum dilakukan dengan melakukan
penyesuaian pada salah satu atau beberapa komponen kurikulum dan
memungkinkan melakukan penyesuaian (menaikkan atau menurunkan)
standar isi (KI dan KD).
Dalam artikel Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand design
pendidikan inklusif nasional yang telah disepakati di Palembang tanggal
27-30 November 2007 bahwa yang menjadi substansi implementasi
pendidikan inklusif adalah adaptasi. Adapun adaptasi itu meliputi
kurikulum, pembelajaran, media dan alat pembelajaran, bahan ajar,
penilaian serta pelaporan hasil belajar.

17
Untuk melakukan adaptasi kurikulum perlu mempertimbangkan:
1) PDBK dengan kecerdasan rata-rata dapat menggunakan kurikulum
reguler.
2) PDBK dengan kecerdasan di atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125)
dapat diikutkan program akselerasi.
3) PDBK dengan kecerdasan di bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat
menggunakan mengadaptasi kurikum reguler sesuai dengan
karakteristik PDBK ABK.
4) Jenis PDBK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu
program kurikulum tambahan yang bersifat rehabilitatif-kompensatif
dan tidak ada di sekolah reguler.
5) PDBK yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat
digunakan program pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum
disusun atas dasar karakteristik PDBK secara individual.
Adapun pola yang dapat diterapkan sebagai berikut:
 Membuang sebagian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dianggap kurang penting bagi kehidupan anak.
 Membuang sebagian kompetensi dasar.
 Menggunakan bagian awal dan membuang di bagian akhir baik pokok
bahasan dan atau sub pokok bahasan.
 Membuang bagian awal dan menggunakan di bagian akhir baik pokok
bahasan dan atau sub pokok bahasan.

10. Program Pembelajaran Individu (PPI).


a. Pengertian PPI
Program Pembelajaran Individual dikenal dengan The Individualized
Education Program (IEP) yang diprakarsai oleh SAMUEL GRIDLEY
HOWE tahun 1971, yang merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan
bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
Bentuk pembelajaran ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun
1992, yang merupakan satu rancangan pembelajaran bagi peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) agar mereka mendapatkan pelayanan sesuai

18
kebutuhannya dengan lebih memfokuskan pada kemampuan dan
kelemahan kompetensi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
MERCER and MERCER (1989) mengemukakan bahwa “program
pembelajaran individual menunjuk pada suatu program pembelajaran
dimana peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) bekerja dengan tugas-
tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”.
Hal ini disebabkan karena perbedaan antara individu pada peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) sangat beragam, sehingga layanan
pendidikannya lebih diarahkan pada layanan yang bersifat individual,
walaupun demikian layanan yang bersifat klasikal dalam batas tertentu
masih diperlukan.
Progrm Pembelajaran Individual harus merupakan program yang
dinamis, artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK), yang diarahkan pada hasil
akhir yaitu kemandirian yang sangat berguna bagi kehidupannya, mampu
berperilaku sesuai dengan lingkungannya atau berperilaku adaptif.
Perlu dipahami, PPI merupakan fungsi mata rantai terpadu antara
asesmen dan pengajaran; jadi pengembangan PPI tergantung pada
pengumplan data asesmen. PPI memberi tekanan pada keterbatasan
minimal, kesesuaian penempatan dan garis besar program pengajaran.
Untuk itu PPI harus dievaluasi kemudian ditulis ulang dalam jangka waktu
satu tahun, sepanjang layanan masih dibutuhkan.
b. Fungsi Program Pembelajaran Individual
1) Untuk memberi arah pengajaran; dengan mengetahui kekuatan,
kelemahan dan minat peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
maka program yang diindividualisasikan terarah pada tujuan atas
dasar kebutuhan dan sesuai dengan tahap kemampuannya saat ini.
2) Menjamin setiap peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
memiliki suatu progrm yang diindividualkan untuk mempertemukan
kebutuhan khs mereka dan mengkomunikasikan program tersebut
kepada orang-orang yang berkepentingan.

19
3) Meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen tentang
karakteristik kebutuhan belajar tiap peserta didik berkebutuhan
khusus (PDBK) dan melakukan usaha mempertemukan dengan
kebutuhan-kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
4) Meningkatkan potensi untuk komunikasi antar atau dengan anggota
tim, khususnya keterlibatan orang tua, sehingga sering beretemu dan
saling mendukung untuk keberhasilan peserta didik berkebutuhan
khusus (PDBK) dalam pendidikan
5) Menjadi wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan
pelayanan pendidikan yang lebih efektif.
c. Komponen Program Pembelajaran Individual.
Secara garis besar komponen Progrm Pembelajaran Individual meliputi :
1) Deskripsi tingkat kecakapan/kemampuan saat ini (performance
levels): tingkat kemampuan/kecakapan yang diketahui setelah
dilakukan asesmen, sehingga guru kelas dapat mengetahui kekuatan,
kelemahan dan kebutuhan pembelajaran peserta didik berkebutuhan
khusus (PDBK) yang bersangkutan. Informasi ini umumnya berkaitan
dengan kemampuan akademik, pola perilaku khusus, keterampiln
menolong diri, bakat voksional, dan kemampuan berkomunikasi
2) Sasaran program tahunan/tujuan pengajaran tahunan ( longrange or
annual goals) Komponen ini merupakan kunci komponen
pembelajaran karena dapat memperkirakan program jangka panjang
selama kegiatan sekolah dan dapat dipecah-pecah menjadi beberapa
sasaran. Kerjasama antara guru dan orangtua perlu dilakukan sehingga
tujuan pembelajaran lebih realis.
Merumuskan tujuan PPI hrus memperhatikan empat kriteria yaitu:
1) dapat diukur -> pernyataan harus menggunakan kata kerja opersional
(menyebutkan ,menjelaskan, mendefinisikan,mengidentifikasi,
menulis dll) dan tidak menimbulkan penafsiran ganda (memahami,
mengetahui, mengerti )
2) positif -> tujuan itu harus membawa perubahan ke arah positif (mis.
“peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dpat merespon waktu

20
dengan tepat” bukan “peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK)
dapat bertahan menutup mulut”
3) orientasi pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) >
merumuskan apa yang dipelajari bukan apa yang peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) pikirkan (mis: siswa dapat menanggapi
secara lisan pertanyaan dengan dua-tiga prase)
4) relevan -> sesuai dengan kebutuhan individu.

3) Sasaran belajar jangka pendek (shortterm objectives)


4) Diskripsi pelayanan(Description of services) , meliputi :* guru yang
mengajar, * isi program pengajaran dan kegiatan pembelajaran, * alat
yang dipergunakan.
5) Tanggal pelayanan (Dates of service)
6) Penilaian (Evaluation

G. NARASUMBER

Narasumber Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri


Pendidikan Inklusif adalah oleh TIM guru belajar di Dirjen GTK Kementrian
Penidikan dan Kebudayaan.

H. PESERTA BIMTEK
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diikuti oleh Guru semua jenjang di Seluruh Indonesia yang telah
mendaftar kegiatan Bimtek ini, Adapun kriteria peserta yang bisa mengikuti
kegiatan ini adalah :
1. Semua guru PAUD, TK/TKLB, SD/SDLB, SMP/SMPLB,
SMA/SMALB/SMK.
2. Kepala Sekolah.
3. Pengawas Sekolah.
4. Tenaga Administrasi Sekolah.
5. Telah memiliki Akun SIMPKB.
6. Tidak terdaftar sebagai peserta Bimtek Daring Pemenuhan GPK.

21
I. HASIL / MANFAAT YANG DIPEROLEH
Hasil / manfaat yang diperoleh dalam Bimbingan Teknis Program Guru
Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif antara lain :
1. Pengalaman belajar yang seru untuk memahami Pendidikan Inklusif.
2. Kompetensi guru meningkat terkait topik-topik Pendidikan Inklusif sehingga
dapat mendukung peserta didik berkebutuhan khusus guna mencapai tujuan
pendidikan nasional Indonesia;
3. Berkembang keterampilan guru dalam memfasilitasi pembelajaran Pendidikan
Inklusif kepada peserta didik berkebtuhan khusus dengan menggunakan
metode pembelajaran yang aktif, partisipatif, dan menyenangkan.

J. TINDAK LANJUT
Tindak lanjut dari Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi
Seri Pendidikan Inklusif adalah sebagai berikut:
1. Peserta membuat laporan Bimtek dengan baik benar.
2. Mempersiapkan nilai pengembangan diri dan karya dalam pembelajaran untuk
kenaikan pangkat sedini mungkin.
3. Dapat semakin tergerak untuk menerapkan : Pendidikan Inklusif

K. DAMPAK SETELAH MENGIKUTI BIMTEK


Dampak yang diharapkan melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif antara lain:
1. Peningkatan profesional guru, terutama di dalam penyusunan program
Pembelajaran di Sekolah dengan mengimplementasikan Pendidikan Inklusif
2. Tidak mengalami kesulitan dalam perolehan nilai angka kredit terutama dalam
pengembangan diri setelah mengikuti kegiatan ini.
3. Peningkatan profesionalitas guru yang dibuktikan dengan perubahan perilaku,
tingginya kreativitas, dan inovasi dalam pengembangan pembelajaran yang
terintegrasi dengan Pendidikan Inklusif.
4. Dengan adanya kreativitas guru dalam melaksanakan perencanaan
pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

22
L. PENUTUP
Melalui Bimtek Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diharapkan dapat meningkatkan semangat guru dalam mengambangkan
Perencanaan dan pengembangan Pembelajaran di Sekolah, terutama jika ada
peserta didik dengan kebutuhan khusus. Selain itu guru juga memperoleh angka
kredit unsur pengembangan diri nilai 1. Setelah mengikuti Bimtek ini diharapkan
Pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas semakin kreatif dan menarik,
selain itu kenaikan pangkat guru tidak lagi terkendala terlebih lagi perkembangan
kualitas pembelajaran di sekolah semakin bagus dan berkembang dengan baik
dalam Pendidikan Ketrampilan Hidup.

23
LAMPIRAN – LAMPIRAN

1. Surat Perintah Tugas dari Kepala UPTD SDN Tanjung 02


2. Undangan
3. Jadwal Kegiatan
4. Daftar Peserta Workshop / Daftar Hadir
5. Sertifikat
6. Foto kegiatan
Lampiran 1

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO


DINAS PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH
SD NEGERI TANJUNG 02 NSS : 101031105012
NPSN : 20310413
KECAMATAN NGUTER
Alamat: Dukuh, RT 01/06, Tanjung, Nguter, Sukoharjo 57571, Hp: 081904546415, Email : sdntanjung02@gmail.com

SURAT TUGAS
No:421.2/015/2017

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Drs. Slamet, M. Pd.
NIP : 1962xxxx 198201 1 xxx
Jabatan : Kepala Sekolah
Unit Kerja : UPTD SD Negeri Tanjung 02, Kec. Nguter
Menugaskan kepada :
Nama : Supriyanto, S. Pd.
NIP : 19xxxxxx 200903 1 xxx
Pekerjaan : Guru
Unit Kerja : UPTD SD Negeri Tanjung 02, Kec. Nguter
Untuk mengikuti Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan
Inklusif diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi
pada tanggal 12-19 Juni 2021.
Demikian surat tugas ini kami buat untuk dapat dilaksanakan dengan baik dan penuh
tanggung jawab.

Tanjung, 11 Juni 2021


Kepala UPTD SD Negeri Tanjung 02

Drs. Slamet, M. Pd.


NIP. 1962xxxx 198201 1 xxx
Lampiran 2

Pengumuman Kegiatan
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif

Pada laman https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/


Lampiran 3

JADWAL KEGIATAN

Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif

Pokok Materi Hari, Tanggal


1. Keberagaman Peserta Didik (2 JP)

2. Jenis Hambatan PDBK (6 JP) 12 s.d. 19 Juni 2021

3. Kebututhan Pembelajaran PDBK (4 secara daring pada laman

JP) https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/

4. Hakikat Pendidikan Inklusif (2 JP)

5. Sekolah Ramah Anak (2 JP)

6. Mekanisme Layanan PDBK (2 JP)

7. Konsep Dasar Identifikasi (2 JP)

8. Konsep Dasar Asasmen dan

Planning Matrix (4 JP)

9. Akomodasi Kurikulum (6 JP)

10. Program Pembelajaran Individu

(PPI) (2 JP)
Lampiran 4

Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif

Pada laman https://gurubelajar.kemdikbud.go.id/


Lampiran 6

Foto Kegiatan
Bimbingan Teknis
Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif
MATRIK KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI
Bimbingan Teknis Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Inklusif

Jumlah Jam Nama


Tempat Nama
Nama Diklat Kegiatan Mata Diklat/Kompetensi Penyelenggara Dampak*)
Kegiatan Fasilitator
Diklat Kegiatan
Guru Belajar dan Daring 32 Jam Tim 1. Keberagaman Peserta Didik (2 Direktorat 1. Peningkatan profesional
Berbagi Seri /Online GTK JP) Jenderal Guru guru, terutama di dalam
Pendidikan /PJJ Kemdikbud 2. Jenis Hambatan PDBK (6 JP) dan Tenaga penyusunan program
Inklusif 3. Kebututhan Pembelajaran PDBK Kependidikan Pembelajaran di Sekolah
(4 JP) dengan
4. Hakikat Pendidikan Inklusif (2 JP) mengimplementasikan
5. Sekolah Ramah Anak (2 JP) Pendidikan Inklusif
6. Mekanisme Layanan PDBK (2 2. Peningkatan
JP) profesionalitas guru yang
7. Konsep Dasar Identifikasi (2 JP) dibuktikan dengan
8. Konsep Dasar Asasmen dan perubahan perilaku,
Planning Matrix (4 JP) tingginya kreativitas, dan
9. Akomodasi Kurikulum (6 JP) inovasi dalam
10. Program Pembelajaran pengembangan
Individu (PPI) (2 JP) pembelajaran yang
terintegrasi dengan
Pendidikan Inklusif.
3. Dengan adanya kreativitas
guru dalam melaksanakan
perencanaan
pembelajaran diharapkan
dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Lampiran 5

Anda mungkin juga menyukai