EDISI 1
Penulis:
DR. HERMANA SOMANTRIE, MA
ii
►PENGANTAR PENULIS
iii
►SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM
iv
►DAFTAR ISI
PENGANTAR iii
SAMBUTAN iv
DAFTAR ISI v
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Permasalahan 4
Metodologi Pengumpulan Informasi 6
Konteks Sejarah Nasional Indonesia Sebagai Prolog Pengungkapan 7
Sejarah Kurikulum
Pergantian Nomenklatur SMA Dari Masa Ke Masa 9
Nomenklatur SMA Yang Pernah Berlaku 9
SMAN 3 Yogyakarta 9
SMAN 3 Bandung 10
Harapan 10
v
5. KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ZAMAN 58
KOLONIAL
Masa Penjajahan Belanda 58
Prolog 58
Kurikulum 60
Masa Penjajahan Jepang 62
Prolog 62
Dokrin Pendidikan 63
Kurikulum 64
7. PENUTUP 200
Profil Kurikulum Yang Pernah Berlaku 200
Epilog 202
KEPUSTAKAAN 203
vi
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
1
Kurikulum Sebagai Komponen Pendidikan. Kurikulum memiliki arti yang
sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya
dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen utama
pendidikan, yang memiliki hubungan sangat erat dan saling mempengaruhi secara
signifikan dalam rangkaian antara teoritis dan empiris atau praksis.
Hubungan kedua hal tersebut, secara teoritis dan empiris, misalnya tampak
apabila terjadi suatu reformasi pendidikan (education reform) yang biasanya
dimulai: pertama, bisa dari perubahan sistem pendidikan terlebih dahlu yang
kemudian menstimulir terjadinya perubahan kurikulum (curriculum reform); dan
kedua, juga bisa dari perubahan kurikulum terlebih dahulu yang kemudian
menstimulir terjadinya perubahan sistem pendidikan.
2. What educational experiences can be provided that are likely to attain these
purposes? ---pengalaman belajar apa yang dapat disediakan untuk mencapai
tujuan pendidikan?
4. How can we determine whether these purposes are being attained? ---
bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan pendidikan sedang dan/atau
sudah dicapai?
2
Jawaban terhadap semua pertanyaan fundamental tersebut dituangkan ke dalam
suatu bentuk program pendidikan operasional yang dinamakan dengan
“kurikulum”, yang memuat tujuan pendidikan yang seharusnya dicapai oleh
sekolah, pengalaman belajar apa untuk melengkapi pencapaian tujuan pendidikan,
dan bagaimana pengalaman belajar tersebut diorganisasikan, dan bagaimana
menentukan pencapaian tujuan pendidikan.
3
Kurikulum dan Teori Pareto. Dalam teori 80-20 atau disebut dengan Pareto's
Principle or the 80–20 Rule ---Teori Pareto atau Hukum 80–20, yang
dikembangkan oleh Pareto (1971), dinyatakan bahwa keberhasilan Y (= 80%)
ditentukan oleh dan/atau datang dari faktor X (=20%). Selanjutnya, Pareto dalam
rangka menjelaskan teori 80%-20% membuat analogi bahwa 80% of your
behavior comes from 20% of your mind ---80% perilaku anda berasal dari 20%
pikiran anda; Analogi lainnya dari Pareto yaitu bahwa in 1906 that 80% of the
land in Italy was owned by 20% of the population ---dalam tahun 1906 bahwa
sebagian besar tanah di Italia dimiliki oleh 20% penduduk. Dari analogi Pareto
tersebut mengandung makna bahwa meskipun 20% hanya merupakan porsi yang
sangat sedikit, tetapi ternyata mampu menggerakkan atau menguasai porsi 80%
yang sangat banyak.
Tujuan Penulisan Buku. Sampai saat sekarang ini setelah 65 tahun proklamasi
kemerdekaan, di Indonesia belum pernah ditemukan adanya referensi yang
memuat kronologi sejarah Kurikulum SMA secara khusus dan lengkap. Sudah
barang tentu, dengan adanya buku sejarah Kurikulum SMA ini akan menjadi
referensi sangat penting yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelaahan
akademik dan empirik dalam khasanah pendidikan di Indonesia.
Dengan berdasarkan pada fakta itu dan kepentingan yang lebih luas bagi generasi
Indonesia yang akan datang, Pusat Kurikulum memandang perlu untuk melakukan
penelusuran sejarah (historical tracking) mengenai kurikulum yang pernah
berlaku di SMA sejak awal pendirian satuan pendidikan tersebut pada zaman
penjajahan Belanda sampai dengan masa kini. Hasil penelusuran ini diwujudkan
4
menjadi sebuah buku yang berjudul “Dinamika Perubahan Kurikulum Sekolah
Menengah Atas Di Indonesia: Suatu Analisis Historis Dari Masa Ke Masa”.
PERMASALAHAN
5
schools, the curriculum, the language adopted as the medium of instruction, the
extent Japanese language was taught and the number of Japanese teachers sent to
Java, remained a mystery ---bahkan informasi dasar mengenai struktur
administrasi pendidikan, reorganisasi sekolah, kurikulum, bahasa yang diadopsi
sebagai pengantar pembelajaran, tingkat penggunaan bahasa jepang yang
diajarkan, dan jumlah guru Jepang yang dikirim ke Jawa, semuanya masih misteri.
6
Sangat disadari bahwa dalam penulisan buku ini pun akan terjadi celah-celah
ketidak-sinambungan informasi kesejarahan kurikulum sebagai akibat dari
kelangkaan sumber acuan utama yang memuat informasi kurikulum yang pernah
berlaku pada masa-masa tertentu.
Telaah Pustaka dan Dokumen. Kajian ini mencakup kegiatan untuk membaca
dan menginterpretasi termasuk merekonstruksi informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber utama atau primary sources seperti kepustakaan, peraturan
perundang-undangan, dan dokumen lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah
dan pihak-pihak lainnya sesuai dengan masanya. Kajian ini dimaksudkan untuk
menggali data/informasi yang selengkap-lengkapnya berkaitan dengan sistem
pendidikan dan kurikulum yang berlaku pada zaman tertentu dan pemikiran
pendidikan nasional sebagai awal sejarah pembangunan sistem pendidikan
nasional Indonesia.
7
diduga banyak menyimpan berbagai dokumen yang diperlukan terkait dengan
informasi kurikulum.
8
Pra-sejarah Era Portugis (1509- Proklamasi (17
Kerajaan Hindu- 1602) Agustus 1945)
Buddha Era VOC (1602- Masa Perang
Kerajaan Islam 1800) Kemerdekaan (1945-
Era Belanda (1800- 1949)
1810) Masa Liberal (1950-
Era Inggris (1811- 1959)
1816) Masa Demokrasi
Era Belanda (1817- Terpimpin (1959-
1942) 1966)
Era Jepang (1942- Masa Orde Baru
1945) (1966-1998)
Masa Reformasi
(1998-sekarang)
Sumber: Kartodirdjo, dkk. (1975-a).
Berdasarkan fakta historis yang dimuat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia
(Kartodirdjo, dkk., 1975-a) diungkapkan bahwa pendidikan formal setingkat SMA
baru mulai diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada awal abad ke-
20 atau awal tahun 1900-an, khusus hanya bagi anak-anak yang berkebangsaan
Eropa, Cina, dan kaum bangsawan pribumi.
9
ZAMAN NOMENKLATUR
Kolonial Belanda Algemene Middlebare School (AMS)
Kolonial Jepang Sekolah Menengah Tinggi
Republik Indonesia Sekolah Menengah Umum Atas (SMUA)
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sekolah Menengah Umum (SMU)
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Hasil pemilihan dari sekian banyak SMA telah terpilih dua sekolah, yakni SMA 3
Yogyakarta yang berlokasi di Kota Yogyakarta Provinsi DI Yogyakarta dan SMA
3 Bandung yang berlokasi di Kota Bandung Provinsi jawa Barat, sebagai sekolah
kasus yang telah mengalami pergantian nomenklatur dari masa ke masa.
SMA 3 YOGYAKARTA
SMA 3 Yogyakarta yang oleh para alumninya disebut dengan nama “SMA
PADMANABA” secara historis mengalami suatu perjalanan panjang sejak
10
didirikan pertama kali oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1918. Dalam
buku “55 TAHUN (1942–1997) SMA 3 YOGYAKARTA” diuraikan bahwa
nama PADMANABA (Bahasa Sanskerta), yang juga sekaligus merupakan logo
SMA 3 Yogyakarta, memiliki arti sebagai “teratai merah”.
TAHUN NOMENKLATUR
1918 Algemene Middlebare School (AMS) Afdeling B
1942 Sekolah Menengah Tinggi Bagian B
1948 SMUA Bagian B
1956 SMA III B
1964 SMA Negeri 3 Yogyakarta
1994 SMU Negeri 3 Yogyakarta
2004 SMA Negeri 3 Yogyakarta
Menurut keterangan Kepala SMA 3 Yogyakarta, gedung sekolah sempat dijadikan
sebagai Markas Tentara Pelajar ketika melakukan perlawanan terhadap Jepang dan pada
masa perang kemerdekaan [Wawancara, Oktober 2010].
Total usia SMA 3 Yogyakarta sejak didirikan pada tahun 1918 sampai dengan
sekarang tahun 2010 yaitu 92 tahun dengan bangunan fisik gedung yang tampak
kokoh. Beberapa buku referensi yang disimpan dengan baik sejak berdirinya
sekolah tersebut sampai dengan sekarang ini merupakan bukti nyata lainnya
bahwa sekolah ini telah berusia panjang. Beberapa buku referensi yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
11
• Dr. C. Remigus Presening. (1898). Anleitung zur Quantitativen Chemischen
Analyse.
• Prof. Dr. C.C. Berg. (1938). Greschiedenis van Nederlandsch Indie. Deel II.
• Dr. F.W. Staffel. (1939). Greschiedenis van Nederlandsch Indie. Deel III.
• Capt. Frank Hurley. (1924). Pearls and Savages: Adventures in the Air, on
Land, and Sea in New Guinea.
Sampai sekarang ini, SMA 3 Yogyakarta merupakan sekolah favorit dan memiliki
kharisma pendidikan yang sangat baik dan tinggi terutama bagi masyarakat Kota
Yogyakarta.
SMA 3 BANDUNG
Secara historis, gedung SMA 3 Bandung yang berlokasi di Jl. Belitung – Kota
Bandung telah mengalami berbagai perubahan bukan saja nomenklatur tetapi juga
fungsi bangunan terutama pada zaman Jepang, yaitu dijadikan sebagai Markas
Bala Tentara Jepang. Pergantian nomenklatur dan fungsi yang dialami oleh SMA
3 Bandung sebagaimana yang dimuat dalam buku Dokumentasi Bangunan
12
Kolonial Kota Bandung dan dokumen sekolah yang bersangkutan disajikan dalam
ilustrasi berikut ini.
TAHUN NOMENKLATUR
1916 – 1942 Hoogere Burgerschool (HBS) & Algemene
Middlebare School (AMS) Afdeling B
1942 – 1945 Sekolah Menengah Tinggi Bagian B
1945 – 1961 SMUA Bagian A, B, C terdiri atas:
• SMUA 1 Bagian A [pagi hari]
• SMUA 2 & 3 Bagian B [pagi & siang hari]
• SMUA 4 Bagian C [siang hari]
1961 SMA 4 Bandung pindah ke Jl. Gardujati
1966 SMA 1 Bandung pindah ke Jl. Juanda
1966 SMA 2 Bandung pindah ke Jl. Cihampelas
1966 – sampai Gedung Sekolah di Jl. Belitung dibagi menjadi dua
sekarang fungsi, yaitu:
• SMA 3 Bandung
• SMA 5 Bandung
Menurut keterangan Kepala SMA 3 Bandung, gedung sekolah sempat dijadikan sebagai
Markas Bala Tentara Jepang pada tahun pertama kedatangannya [Wawancara, Oktober
2010].
Total usia SMA 3 Bandung sejak didirikan pada tahun 1916 sampai dengan
sekarang tahun 2010 yaitu 94 tahun dengan bangunan fisik gedung yang tampak
masih cukup kokoh. Sama halnya dengan SMA 3 Yogyakarta, popularitas dan
kharisma pendidikan di SMA 3 yang berlokasi di Jalan Belitung Kota Bandung
menjadi kebanggaan bagi masyarakat Kota Bandung sampai sekarang ini.
HARAPAN
13
historis diharapkan dapat membantu para pembaca dari berbagai kalangan untuk
memperoleh berbagai informasi dengan cara yang mudah dan sesuai dengan
kebutuhannya.
Menjadi Sumber Inspiratif Bagi Pihak Lain. Selain itu, dengan terbitnya buku
ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi pengungkapan masalah kurikulum
dengan skala yang lebih luas lagi ditinjau dari kajian aspek filosofis, psikologis,
sosiologis, dan ekonomis yang ditujukan bagi kepentingan peningkatan mutu
pendidikan Indonesia di masa yang akan datang. Kajian tersebut sangat penting
untuk dilakukan, karena hal itu akan menunjukkan bahwa mutu pendidikan
sebagai produk dari sebuah kurikulum di masa yang lalu dan masa kini akan
saling terkait dan merupakan siklus yang akan berulang dan terhubung lagi
dengan mutu pendidikan Indonesia di masa yang akan datang.
14
PEMIKIRAN KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
PROLOG
Ik heb de eer U hierbij mede te debeen, ik op heden, den 2 den POEASA v/h
Djimachir 1858 (Çaka) bij gelegenheid van de aanvaarding van mijn 40ste
levensjaar, naast mijn onden naam, de naam:
Ki-hadjar DEWANTARA
heb aangenomen.
Uw zegen zij mijn deel!
In Taman Siswa, 23/11 – 28.
SOEWARDI SURYANINGRAT.
Sumber: Kumpulan Dokumen Pribadi Ki-hajar Dewantara di Majelis Luhur Taman Siswa,
Daerah Istimewa Yogyakarta [Hasil Telaah Dokumen, 2010].
15
Ki-hajar Dewantara nerupakan sosok yang mengalami tiga masa pemerintahan,
yaitu: (1) dua pemerintahan kolonial ---Belanda dan Jepang, dan (2) pemerintahan
Republik Indonesia.
HAL PENDIDIKAN
1. Segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
keadaan (natuurlijkheid, realiteit).
2. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang
oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat
perikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya
semua usaha dan daya-upaya untuk mencapai hidup tertib-damai.
16
3. Adat-istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha
dan daya-upaya akan hidup tertib-damai itu tiada terluput dari pengaruh
jaman dan tempat; oleh karena itu tidak tetap, senantiasa berubah.
4. Akan mengetahui garis hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah kita
mempelajari jaman yang telah lalu, mengetahui tentang menjelmanya
jaman itu kedalam jaman sekarang dan menyelami jaman yang berlaku ini:
barulah kita dapat membayangkan jaman yang akan datang.
5. Pengaruh baru diperoleh karena bercampulgaulnya bangsa yang satu
dengan yang lain, percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi,
disebabkan oleh adanya hubungan modern. Haruslah kita waspada dalam
memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana
yang merugikan, dengan selalu mengingat, bahwa semua kemajuan dalam
lapangan ilmu pengetahuan serta segala perikehidupan itulah kemurahan
Tuhan untuk segenap manusia diseluruh dunia, sekalipun masing-masing
hidup menurut garisnya sendiri-sendiri yang tetap.
II. Pendidikan nasional menurut paham Taman Siswa ialah pendidikan yang
beralaskan garis-hidup dari bangsanya (cultureel – national) dan ditujukan
untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat
derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-
lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia.
17
segala hal itu niscayalah langkah kita untuk menuju pada jaman baru akan
berhasil tetap dan kekal, karena jaman baru kita jodohkan sebagai
“mempelai” dengan jaman yang lalu (Jawa: ngudi–tuwuh).
3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas perlulah anak-anak Taman Siswa kita
dekatkan hidupnya kepada perikehidupan rakyat agar supaya mereka tidak
hanya memiliki “pengetahuan” saja tentang hidup rakyatnya, akan tetapi
juga dapat “mengalaminya” sendiri, dan kemudian tidak hidup berpisahan
dengan rakyatnya.
4. Maka dari itu seyogyanyalah kita mengutamakan cara “pondok system”
sebagai alat untuk mempersatukan pengajaran-pengetahuan dengan
pengajaran-budipekerti, sistim mana dalam tambo peradaban bangsa kita
bukan barang asing (dulu bernama “asrama”, sekarang menjelma menjadi
“pondok pesantren”).
5. Pengajaran–pengetahuan yang bertujuan mendidik fikiran adalah sebagian
dari pendidikan yang terutama dijalankan untuk memperoleh alat-alat
penghidupan. Seyogyanyalah pendidikan fikiran ini dibangun setinggi-
tingginya, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, agar anak-anak kelak
dapat mewujudkan perikehidupannya dengan sebaik-baiknya.
6. Pendidikan jasmani (lichamelijke opvoeding) yang pada jaman dulu kala
juga sudah dikenal orang harus dipentingkan untuk mendatangkan
keturunan yang bertubuh kuat.
III. Sifat–sifatnya pendidikan. Sifat–sifat ini banyak yang sama dengan sifat-sifat
yang datang dari negeri asing tetapi banyak pula yang berlainan berhubung
dengan perikeadaban kita; ada juga yang terambil dari adapt-istiadat dari
bangsa kita tetapi ada pula corak baru. Dibawah inilah sifat-sifat yang pokok
saja dan yang selayaknya menjadi pangkal tuntunan bagi kalangan kita:
18
2. Dalam pondok-pondok itu haruslah anak-anak belajar menolong diri
sendiri dan hidup bersahaja: juga hendaknya dibiasakan mereka itu tolong
menolong, mengambil inisiatif dan berdasarkan kesucian menuju kearah
tertib damainya keadaan, semua itu dengan mengingat adat-istiadat dalam
kalangan rakyatnya.
3. Akan mengadakan syarat-syarat pendidikan haruslah diingat batas-batas
umurnya anak, yaitu:
a. hingga umur 10 – 12 tahun sama sekali tiada perbedaanya antara anak
laki-laki dan perempuan;
b. dari umur 10 – 12 tahun sampai 14 – 16 tahun mulai berbedalah
perangai dan tabiat laki-laki dan perempuan; haruslah kita selalu ingat
akan perbedaan itu untuk dapat mengembangkan kenginginan,
kebiasaan dan usaha diri dari mereka itu.
c. dari umur 14 – 16 sampai umur 18 – 20 tahun itulah waktunya birahi
(puberteits periode), dalam waktu mana anak-anak perempuan dan laki-
laki masing-masing sadar akan rasa-keperempuannya dan
kelelakiannya. Kita harus berhati-hati berhubung dengan perbedaan
tabiat antara yang satu dengan yang lain, dan harus ingat, bahwa
“periode” (waktu) itu adalah “ periode” yang luar biasa. Sifat perangai
yang baik pada waktu itu adalah nafsu akan membuktikan kekuatan diri
(offerzin, uitingsdrang, dadendrang dll). Sebaliknya “periode” itulah
juga seringkali terlihat adanya kelemahan diri (zwakheid uitputting).
Adapun yang sangat mengkhawatirkan yaitu berkembangnya kekuatan
nafsu dan datangnya kelemahan budi itu dikuasai oleh nafsu-birahi
(sexuale hartstocht). Kalau anak-anak sampai “lupa” dan yang
mendidik kurang awas, disitulah bahaya datang. Maka dari itu dalam
waktu birahi haruslah si pendidik memegang teguh segala peraturan
mengenai perhubungan anak-anak laki-laki dan perempuan.
d. Dari umur 18 – 20 tahun keatas datanglah waktu kesabaran dalam tabiat
anak-anak muda dan kita harus mengubah sikap kita terhadap mereka:
memberi kepercayaan yang luas, memberi kelonggaran bertenaga,
19
menuntun kearah tertib-damai, akan tetapi masih terus mempergunakan
pengaruh pendidikan terhadap mereka.
e. Mulai umur 24 – 26 tahun bolehlah anak–anak muda kami lepaskan
dari pengawasan kita.
4. Pengajaran. Tentang pengajaran pengetahuan haruslah ditujukan kearah
kecerdikan murid, selalu bertambahnya ilmu yang berfaedah,
mambiasakannya mencari pengetahuannya untuk keperluan umum, dengan
mementingkan falsat-falsat dibawah ini:
a. Pengetahuan tidak ada batasnya dan daripada batas tujuannya, yakni
agar supaya murid kelak dapat hidup dengan tertib – damai, semata-
mata dapat turut menambah kemuliaan negara dan bangsanya.
b. Pengajaran harus berdasarkan kodratnya keadaan (lihatlah diatas falsat
3). Umpamanya di Taman Anak (Kindertuin), Taman Muda (Lagere
School), Taman-Antara (Schakelschool), Taman Dewasa (MULO),
hendaknya dipakai cara-cara yang selaras.Taman Anak misalnya
seharusnya mementingkan bahasa ibunya (moedertaal), sedangkan
yang mengajar sedapat-dapatnya guru perempuan: pada kelas yang
lebih tinggi dipakai bahasa Indonesia, sesuai dengan cita-cita
paedagogik nasional.
c. Berhubung dengan a. dan b., seharusnyalah cita-cita itu dijelmakan
dalam rencana-pelajaran Taman Siswa, yang sedikit-dikitnya sama
tingginya dengan rencana-pelajaran sekolah negeri tentang pelajaran
umum, tetapi seboleh-bolehnya bersifat praktis, ditambah pula dengan
pelajaran “special” berhubung dengan kehidupan nasional: pengetahuan
tentang perikehidupan bangsanya (burgerkunde), tambo nasional,
bahasa, seni dsb.
d. Pelajaran bahasa asing (Belanda, Inggris dll) harus juga dianggap perlu
untuk menjadi alat mencari pengetahuan atau memudahkan
perhubungan internasional, tetapi jangan menarik murid kedunia
kebelandaan; oleh karena itu perlulah kita mengusahakan kitab-kitab
bacaan dalam bahasa-bahasa asing yang tidak merusakkan perangai
20
kenasionalan dan hendaknya ditahan nafsu anak-anak membaca roman
Barat yang umumnya merusakkan kesucian serta menjauhkan mereka
daripada jiwa kebangsaanya.
5. Pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani yang perlu juga diadakan
bertujuan mempergunakan segala gerak badan yang pantas untuk
mendatangkan kesehatan, menghaluskan tingkah-laku, memperoleh
ketangkasan, keteguhan hati, ketelitian, ketajaman, awas penglihatan,
ketertiban dsb.
Gerak badan yang pantas berarti jangan sampai merusakkan rasa kesucian
atau menyalahi kodrat, teristimewa mengenai gerak badan bagi
perempuan. Berhubung dengan keterangan tentang maksud pendidikan
tubuh secara nasional itu seyogyanyalah tari, jogged, pencak dimasukkan
dalam rencana-pelajaran dan kalau perlu dalam bentuk baru. Gerak badan
modern di Eropa juga mulai mencari jalan baru, yang bagi kita
sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru, yaitu mempersatukan gerak
badan dengan wirama dan kesenian; jadi paduan musik dan drama.
V. Hari Libur.
21
a. hari mengaso disesuaikan dengan keadaan yang umum dalam pergaulan
nasional; misalnya liburan besar jatuh dalam bulan Puasa, liburan kecil
jatuh di tengah-tengah, ialah dalam bulan Maulud; hari Ahad, tahun
baru 1 januari, kedua-duanya dianggap sebagai liburan umum; liburan
penutup tahun mula–mula 7 hari, tetapi sesudah tidak memakai hari
raya Nasrani, lalu ditambah sehingga menjadi 10 hari.
b. hari peringatan ada dua macam. Pertama yang berhubungan dengan
hidup kebatinan seperti Rebo Wage atau Selasa Kliwon, yang oleh
sebagian rakayat di Jawa dianggap sebagai hari suci: Rebo wekasan
buat penduduk Yogyakarta idem; Grebeg Besar, mikrad Nabi
Muhammad, Asyura. Kedua: hari peringatan nasional untuk
menghidupkan rasa-kebangsaan, seperti peringatan tahun baru
Indonesia pada hari 1 syura dan hari wafatnya Pangeran Diponegoro (8
Januari) yang dianggap hari berdukacita.
4. Hari raya Kristen kalau akan dipakai boleh juga; teristimewa harus diingat,
bahwa anggota-anggota dan murid-murid kita yang beragama Kristen
harus diberi kelonggaran sepenuhnya untuk menghormati hari sucinya.
5. Hari raya nasional Belanda tidak kita pakai, karena menghormati orang
yang masih hidup atau menghormati hari-politik dengan menutup sekolah
itu buat kita tidaklah selayaknya.
6. Tiap cabang Taman siswa boleh mengadakan hari liburan lain yang
berdasarkan rasa kebatinan (religie) dari golongan rakyat atau berhubung
dengan keperluan luar biasa, asal mengingati falsat 2 di atas.
7. Kalau terpaksa oleh keadaan penting, boleh cabang Taman Siswa
mengubah peraturan liburan di atas.
22
Perkataan “pendidikan” dan “pengajaran” itu seringkali dipakai bersama-sama.
Sebenarnya gabungan kedua perkataan itu dapat mengeruhkan pengertiannya
yang asli. Ketahuilah, pembaca yang terhormat, bahwa sebenarnya yang
dinamakan “pengajaran” (onderwijs) itu tak lain dan tak bukan ialah salah satu
bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran itu tidak lain ialah pendidikan
dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga memberi kecakapan
kepada anak-anak, yang keduanya dapat berfaedah buat hidup anak-anak, baik
lahir maupun batin.
Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang dapat kita saksikan dalam
semua macam pendidikan itu, maka teranglah bahwa yang dinamakan
pendidikan yaitu tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun
maksudnya pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Pertama kali haruslah kita ingat, bahwa pendidikan itu hanya suatu “tuntunan”
didalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Ini berarti, bahwa hidup tumbuhnya
anak-anak itu terletak diluar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik.
23
Anak-anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup,
teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti yang
termaktub didalam keterangan dimuka, maka apa yang dikatakan “kekuatan
kodrati yang ada pada anak-anak itu” tiada lain ialah segala kekuatan didalam
hidup batin dan hidup lahir dari anak – anak itu, yang ada karena kekuasaan
kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya
kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya)
hidup dan tumbuhnya itu.
Akan lebih teranglah uraian kita itu, jikalau kita ambil contoh atau
perbandingan dengan hidupnya tumbuh-tumbuhan. Seorang tani (yang dalam
hakekatnya sama kewajibannya dengan dengan seorang pendidik) yang
menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi. Ia dapat
memperbaiki tanahnya, memelihara tanamannya, begitu, memberi rabuk dan
air, memusnakan ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggur hidup
tanamannya, begitu sebagainya; tetapi meskipun ia dapat memperbaiki
pertumbuhan tanaman itu, mengganti kodrat-iradatnya padi, ia tak akan dapat.
Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh
sebagai jagung atau harus berbuah didalam 3 bulan: pun tak dapat ia
memeliharanya sebagai caranya memelihara tanaman kedele dan sebagainya.
Mustahil! Pak tani harus takluk pada kodratnya padi itu mustahillah.
Demikianlah pendidikan itu, walaupun hanya dapat “menuntun”, akan tetapi
besarlah faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak-anak.
24
mendapat kecerdasan yang lebihitu lalu menjadi orang yang berwatak
pemberani, hanya saja rasa takutnya (yang asli) itu tidak Nampak, oleh karena
ia sudah mendapat kecerdasan fikiran, hingga pandai menimbang-nimbang dan
memikir-mikir, kemudian dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut
…….itulah semuanya yang dapat menutup rasa “tertutup” saja oleh fikirannya,
maka anak tersebut ada kalanyadiserang rasa takut dengan sekonyong-
konyong, yaitu jika fikirannya sedang tak bergerak. Kalau fikirannya tidak
jalan sebentar saja ia seketika itu akan takut lagi menurut dasar biologisnya
sendiri.
Demikian pula orang yang bertabiat pemalu, belas kasihan, bengis, murka,
pemarah, dsb…. Selama ia sempat memikir-mikirkan segala keadaaannya,
dapat juga ia menahan nafsunya yang asli, akan tetapi jika fikirannya tidak
sempat bergerak (dalam keadaan yang sekonyong-konyong datangnya),
tentulah tabiat-tabiatnya yang asli itu akan muncul dengan sendiri.
25
tetap dan kuat adanya, senantiasa ia akan melenyapkan atau mengalahkan
tabiat-tabiat biologis yang tidak baik itu. Jadi kalau kecerdasan budi itu
sungguh baik, yaitu dapat mewujudkan kepribadian (persoonlijkheid) dan
“karakter” (jiwa yang berazas hukum kebatinan), itulah berarti orang akan
senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli, yang
biologis tadi.
Sampailah kita sekarang pada soal “budi pekerti”, yang dimuka sudah kita
sebut beberapa kali. Yang dinamakan “budi pekerti” atau “watak yaitu
bulatnya jiwa manusia, yang dalam bahasa asing disebut “karakter” dan diatas
sudah kita terangkan sebagi jiwa yang sudah “berazas hukum kebatinan”.
Orang yang telah mempunyai kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikir-
mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan dan
dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya tiap-tiap orang itu dapat kita
kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena yaitu karena watak dan budi pekerti
itu memang bersifat tetap dan pasti buat satu-satunya manusia, sehingga dapat
dibedakan orang yang satu daripada yang lain.
Budipekerti, watak atau karakter, itulah bersatunya gerak fikiran, perasaan dan
kehendak atau kemauan, yang lalu menimbulkan tenaga. Ketahuilah bahwa
“budi” itu berarti “fikiran-perasaan-kemauan”, dan “pekerti” itu artinya
“tenaga”. Jadi “budi pekerti” itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia
merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau yang beradab dan itulah
maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.
Jadi teranglah disini bahwa pendidikan itu berkuasa untuk mengalahkan dasar-
dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yang jahat
dan memang dapat dilenyapkan, maupun dalam arti “neutraliseeren”
26
(menutupi, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang “biologis” atau yang tak dapat
lenyap sama sekali, karena sudah bersatu dengan jiwa.
Pembagian budi-pekerti menjadi beberapa typen itu ada yang disandarkan pada
sifatnya angan-angan, sifatnya perasaan dan sifatnya kemauan (analytis); lalu
tiga sifat itu digabungkan menjadi satu (synthetis); kemudian lalu mewujudkan
suatu macam atau type budi-pekerti yang pasti. Yang amat tersohor adalah
pembagian dari almarhum Prof. Dr. Heymans guru besar di Universitas
Groningen, yang sudah mengadakan penyelidikan disertai pecobaan-percobaan
tentang soal itu dan kemudian menetapkan adanya 8 typen budi-pekerti orang.
Ada pula yang membagi-bagi budi-pekerti menjadi beberapa typen atau jenis
dengan bersandar atas hasrat seseorang; jadi ini (ethis = menurut rasa adab).
Yang kenamaan dalam hal ini ialah Prof. Sprangeryang membagi-bagi budi-
pekerti orang menjadi 6 jenis, bersandar atas hasrat orang akan: 1. kekuasaan
(machts mensch); 2. Agama (religieus mench); 3. keindahan (kunst mensch); 4.
kegunaan atau faedah (nutsmensch atau economisch mensch); 5. pengetahuan
atau kenyataan (wetenchaps atau waarheids mensch) dan 6. menolong
mendermakan atau mengabdi (sociale mensch).
Lain dari pada pembagian itu, masih ada pula theori-theori tentang jenis-
jenisnya budi-pekerti; misalnya yang menghubung-hubungkan sifat-jamaninya
seseorang dengan wataknya (Prof. Kretschner), jadi seperti ilmu firasat dari
Imam Syafii. Ada pula yang mengukur budi-pekerti orang dengan melihat
27
caranya seorang memandang dirinya sendiri sebagai pusatnya pemandangan,
atau sebaliknya, sebagai sebagian saja dari alam yang besar ini (Adler,
Kunkel). Ada pula yang mengadakan pembagian “introversen dan extroversen”
(Jung), yaitu orang yang selalu memandang kedalam batinnya sendiri, atau
yang memandang kearah luar demikianlah seterusnya.
1. Naluri Pendidikan.
Setelah ikhtisar tentang arti, maksud dan tujuan pendidikan termuat di dalam
uraian kita dimuka, baiklah sekarang kita menerangkan bagian-bagian yang
khusus, buat permulaan tentang syarat-syarat dan alat-alat didalam pendidikan
yang teratur. Yang “teratur”, kata saya, sebab pendidikan itu sebenarnya
berlaku didalam tiap-tiap keluarga dengan cara yang tidak teratur. Berlakunya
pendidikan dari tiap-tiap manusia untuk mendidik anak-anaknya, agar selamat
dan bahagia. Naluri atau instinct ini disebabkan pula oleh adanya naluri yang
pokok (oerintinct), yang bermaksud akan kekalnya keturunan (ngudhi-tuwuh,
behoud van de sort).
28
yakni tidak berdasarkan pengetahuan. Atau kalau ada dasar pengetahuan yang
Cuma berasal dari “pengalaman”: ini berarti kurang luas (eenzijdig).
2. Syarat-syarat pengetahuan.
29
Akhirnya seorang pengukir kayu dapat mewujudkan ukiran-ukiran yang bagus,
kalau ia mempunyai pengetahuan tentang macam-macam ukiran, yang telah
diadakan pengukir-pengukir lainnya, pada jaman sekarang dan jaman dahulu,
dinegerinya sendiri atau dinegeri asing. Itulah ilmu “tambo-pendidikan” buat
kaum pendidik.
3. Peralatan Pendidikan.
Alat-alat itu tidak perlu dilakukan semuanya, bahkan ada kaum pendidik yang
tidak mufakat adanya salah satubagian dari pada yang termaktub itu. Misalnya
pendidik-pendidik dari fitnah “vrije opvoeding” (pendidikan bebas) tidak suka
memakai alat yang nomor 4. (perintah, paksaan dan hukuman). Seringkali
seorang pendidik mementingkan sesuatu bagian dan pada umumnya
memilihnya cara-cara itu dihubungkan dengan macam-macam keadaan
teristimewa dihubungkan dengan umurnya anak-anak didik.
30
Untuk keperluan pendidikan, maka umur anak-anak didik itu dibagi menjadi 3
masa, masing-masing dari 7 atau 8 tahun (1 windu): a. waktu pertama (1 – 7
tahun) dinamakan masa kanak-kanak (kinderperiode); b. waktu ke-2 (7 – 14
tahun), yakni masa pertumbuhan jiwa fikiran (intellectueele periode) dan c.
masa ke-3 (14 – 21 tahun) dinamakan masa terbentuknya budi pekerti atau
sociale periode.
Ketiga-tiganya itu berlaku pada umumnya dan sebagi dasar. Sekian dahulu.
31
bagian B itu dianggap lebih tinggi daripada ijazah A (dan C), karena dengan
ijazah B dapatlah abiturienten S.M.U.A. memasuki perguruan tinggi,
sedangkan mereka yang berijazah A hanya dapat diterima untuk perguruan
tinggi Kesusasteraan, Kehakiman dll. Yang tidak memerlukan pengetahuan
Ilmu Alam dan Pasti, misalnya Fakulteit Ketabiban, Teknik, dan sebagainya.
3. Penghargaan lebih rendah atau lebih tinggi itu sebenarnya tidak terkadung
dalam maksud differensiasi, karena semata-mata didalam hal itu hanya
dihubungkan dengan jenisnya ilmu-ilmu yang harus dipelajari. Akan tetapi
tradisi kini membuktikan adanya perbedaan penghargaan tersebut dan ini
menurut pandangan saya disebabkan karena kurang baik organisasinya
differensiasi itu.
5. Kedua kalinya harus diingati, bahwa mereka yang memilih aliran A itu, tidak
hanya mereka yang tidak mempunyai bakat untuk ilmu Pasti-Alam, namun
ada juga yang memilih aliran A itu, semata-mata karena tertarik oleh ilmu
Kesusasteraan; jadi mereka yang juga mempunyai bakat Ilmu Pasti, memilih
aliran Kesusasteraan. Seandainya mereka itu (yang salah atau kurang tepat
pilihannya tadi) hendak berganti aliran (misalnya lalu tertarik oleh pengajaran
di perguruan tinggi Tabib atau Ingenieur), sudah terlanjur hanya berijzah A
(Kesusasteraan), jadi tak dapat diterima. Pemilihan aliran pengajaran itu bagi
32
pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi memang sukar sekali dapat berlaku
dengan obyektif; seringkali “keinginan”-nya bertentangan dengan bakatnya;
sebab-sebabnya banyak!
6. Berhubung dengan apa yang tersebut diatas semua itu, maka alangkah
baiknya jika differensiasi itu dilakukan sebagai berikut:
33
memasuki faculteit yang membutuhkan pengetahuan banyak dalam ilmu Pasti
dan ilmu Alam (Faculteit Tabib, Ingenieur, guru-menengah – Akte M.O. Ilmu
Pasti atau Alam, dan lain-lain sebagainya). Akan tetapi mereka itu, jika
sungguh-sungguh ingin dan merasa sanggup menuntut pengajaran-pengajaran
tsb.(karena misalnya timbul keinsyafan pula tentang diri sendiri ----sudah
lebih masak untuk melakukan beroepskeuze), diberi kesempatan untuk
menempuh “ujian tambahan” (aanvullend examen) dalam ilmu Pasti dan
Alam dan lin-lain ilmu sungguh diperlukan.
8. Sebaliknya, mereka yang berijazah B (Alam dan Pasti), dan ingin memasuki
faculteit-faculteit yang membutuhkan ilmu bahasa-bahasa, janganlah diberi
hak begitu saja untuk memberi kesempatan untuk menempuh ujian-tambahan
dalam ilmu-ilmu dan kepandaian yang diperlukan untuk faculteit-faculteit
tersebut.
10. Segala apa yang termaktub dalam stellingen di atas itu ialah pemandangan
saya tentang soal differensiasi S.M.U.A. pada umumnya, dan khususnya ialah
bahan-bahan dan alas an-alasan untuk menasihatkan kepada jawatan
Pengajaran “Wiyata-Praja”, hendaknya S.M.U.A. ke-1 dan ke-II dalam
organisasinya dipersatukan, dan dalam differensiasinya dibagi menjadi bagian
Kesusasteraan dan bagian Pasti dan Alam paling sedikitnya, jika mungkin
34
ditambah dengan bagian C (Administrasi dsb). Dengan mengingati fatsal 6,
ayat a, b, dan c.
Sekianlah pemandangan dan nasehat saya, yang diminta oleh jawatan Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan, dalam suratnya tanggal 14-V-1947, no.
3460/Sp/1008/SM di Yogyakarta, 19-V-1947.
35
Makna dari ing ngarso sung tulodo yaitu berada di depan untuk menjadi suri-
tauladan; ing madya mangun karso yaitu berada di tengah untuk membangun
semangat atau kehendak; dan tut wuri handayani yaitu berada di belakang untuk
membimbing atau mengarahkan.
36
THE EMPIRE STATE OF CURRICULUM
KERANGKA BERPIKIR
Dengan kata lain bahwa kerangka berpikir hubungan diantara ketiga unsur
tersebut dibangun atas dasar fungsi-fungsi dari ketiga hal tersebut yang saling
bertautan antara satu dan yang lainnya. Kurikulum tidak akan berarti apa-apa jika
tidak dioperasionalkan melalui pembelajaran dan penilaian; pembelajaran tidak
akan berarti apa-apa jika tidak ada acuan yang jelas dan tidak disertai dengan
ukuran pencapaiannya; begitu pula penilaian tidak akan berarti apa-apa jika tidak
ada substansi yang diukur dan/atau dinilai.
37
Jadi tampak sangat jelas bahwa di antara kurikulum, pembelajaran, dan penilaian
memiliki hubungan yang signifikan dan saling mempengaruhi antar ketiganya,
sebagaimana yang divisualkan dalam ilustrasi berikut ini.
HAKIKAT KURIKULUM
Hakikat kurikulum di negara mana pun di dunia ini secara prinsip mempunyai
kesamaan, yaitu kurikulum sebagai blueprint atau rancangan bagi proses
pembelajaran. Rancangan tersebut berupa seperangkat rencana yang digunakan
untuk membangun dan memberdayakan potensi peserta didik. Sedangkan,
perbedaan kurikulum yang dikembangkan di setiap negara adalah muatan dalam
kurikulum. Perbedaan muatan disebabkan oleh filosofi dan beliefs, konteks, dan
kondisi berbeda yang dimiliki dan dihadapi oleh masing-masing negara.
38
Banyak pengertian kurikulum yang bisa ditemukan dalam berbagai referensi,
namun untuk kepentingan di sini hanya akan dikemukakan beberapa pengertian
sesuai dengan kebutuhan. Menurut Glatthorn (1987) mengatakan bahwa the task
of defining the concept is perhaps the most difficult of all, for the term curriculum
has been used with quite different meanings ever since the field took form ---tugas
untuk mendefinisikan konsep mungkin merupakan hal paling sulit untuk kita
semua, istilah kurikulum telah digunakan dengan pengertian yang sangat berbeda
sejak bidang ini membentuk diri. Miller & Seller (1985) mengartikan bahwa
curriculum is an explicitly and implicitly intentional set of interactions designed
to facilitate learning and development and to impose meaning on experience. The
explicit intentions usually are expressed in the written curriculum and in courses
of study; the implicit intentions are found in the ”hidden curriculum,” by which
we mean the roles and norms that underlie interactions in the school. Learning
interactions usually occur between teacher and student ---kurikulum adalah suatu
perangkat harapan secara eksplisit dan implisit yang dirancang untuk
memudahkan belajar dan pengembangan dan untuk memperkuat makna pada
pengalaman. Harapan eksplisit biasanya dinyatakan dalam kurikulum tertulis dan
dalam mata pelajaran; harapan implisit ditemukan dalam kurikulum tersembunyi.
Interaksi belajar biasanya terjadi antara guru dan pelajar.
39
mencakup semua pengalaman yang ditawarkan kepada pelajar di bawah otoritas
sekolah; dan kurikulum mencakup semua pengalaman pelajar yang terencana dan
tidak terencana di sekolah atau di tempat lain yang cocok untuk pembelajaran.
Dengan demikian, menurut Glatthorn (1987) bahwa it would seem that a useful
definition of curriculum should meet two criteria: it should reflect the general
understanding of the term as used by educators; and it should be useful to
educators in making operational distinctions ---itu tampak bahwa definisi
kurikulum yang bermanfaat harus sesuai dengan 2 kriteria: (1) harus
mencerminkan pemahaman umum mengenai istilah yang digunakan guru, dan (2)
harus berguna bagi pendidik dalam pembuatan perbedaan operasional. Glatthorn
sendiri mengusulkan definisi kurikulum adalah the plans made for guiding
learning in the schools, usually represented in retrievable documents of several
levels of generality, and the actualization of those plans in the classroom, as
experienced by the learners and as recorded by an obeserver; those experiences
take place in a learning environment which also influences what is learned ---
rencana yang dibuat untuk membimbing belajar di sekolah, biasanya disajikan
dalam dokumen yang mudah ditemukan mengenai beberapa tingkat keumuman,
dan pengaktualisasian rencana tersebut di kelas, sebagaimana yang dialami oleh
pelajar dan sebagaimana yang dicatat oleh seorang pengamat. Penglaman
berlangsung dalam lingkungan belajar yang mempengaruhi apa yang dipelajari.
Jadi, hakikat kurikulum adalah rencana awal yang dibuat untuk membimbing anak
belajar di sekolah, disajikan dalam bentuk dokumen yang mudah ditemukan,
disusun berdasarkan pada tingkat-tingkat generalisasi dan perkembangan peserta
didik, dapat diaktualisasikan di dalam pembelajaran, dapat diamati oleh pihak
yang tidak berkepentingan sekalipun, dan membawa misi perubahan tingkah laku.
Kurikulum sebagai suatu bentuk rencana harus fleksibel agar bisa memberi
kemungkinan setiap saat untuk dilakukan perbaikan seperlunya dalam proses
implementasinya. Kurikulum sebagai suatu bentuk dokumen harus memberikan
petunjuk yang cukup rinci mengenai berbagai hal yang perlu dilakukan oleh
40
kepala sekolah dan guru dan juga dapat disimpan dalam perangkat komputer yang
bisa diakses oleh berbagai pihak melalui jaringan internet.
HAKIKAT PEMBELAJARAN
Apa yang dikemukakan oleh Bloom tentang individual differences adalah sama
dengan “keunikan peserta didik” yang menurut Aunurrahman (2009) bahwa setiap
orang berbeda satu sama lain dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri yang sama.
Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu
lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami.
Perbedaan individu disebabkan oleh besarnya variasi dalam kemampuan seperti
dikatakan oleh Hirsch (1999) bahwa variations in ability and learning style are
caused by individual differences ---perbedaan dalam kemampuan dan belajar
disebabkan oleh perbedaan individual. Oleh karena itu, Hirsch menyatakan bahwa
individual differences are mainly differences in academic preparation and ability,
41
and the accommodation of those differences take the form of ability tracking ---
perbedaan individual utamanya adalah perbedaan dalam persiapan dan
kemampuan akademik, dan akomodasi perbedaan tersebut mengambil bentuk
penelusuran kemampuan.
Berkenaan dengan pembelajaran yang efektif, Cole & Chan (1994) menyatakan
bahwa effective teaching is defined as the actions of professionally trained
persons that enhance the cognitive, personal, social, and physical development of
students ---pembelajaran efektif diartikan sebagai tindakan orang terlatih secara
professional yang meningkatkan pengembangan kognitif, personal, sosial, dan
fisik pelajar. Pembelajaran yang efektif dibangun atas dasar beberapa prinsip yang
menurut Cole & Chan yaitu: include principles for effective classroom
communication, lesson planning and preparation, demonstration and explaining,
questioning, assigning work tasks, feedback and correctives, assessment and
evaluation, motivation and reinforcement, class management, and the promotion
of self-directed and independent learning ---mencakup prinsip-prinsip komunikasi
kelas yang efektif, rencana dan persiapan pelajaran, demonstrasi dan penjelasan,
pertanyaan, penugasan tugas pekerjaan, umpan balik dan perbaikan, pengukuran
dan penilaian, motivasi dan penguatan, pengelolaan kelas, dan peningkatan belajar
terarah sendiri dan mandiri.
Hal-hal penting untuk dikritisi sebagaimana yang dimaksud oleh Sanjaya adalah
sebagai berikut: Pertama, usaha sadar berarti bahwa segala upaya yang dilakukan
42
dalam pendidikan diarahkan pada pembentukan sumber daya manusia (peserta
didik) yang dapat berkembang secara utuh; Kedua, usaha terencana berarti proses
pendidikan adalah proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan
pendidik dan peserta didik diarahkan pada pencapaian tujuan; Ketiga, wujud dari
usaha sadar dan terencana adalah suasana dan proses pembelajaran yang
berorientasi pada keaktifan peserta didik (student active learning) dalam rangka
pengembangan potensi dirinya; dan Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah
kemampuan peserta didik yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Bahaya “teaching to the test” menurut Ravitch adalah teachers tend to teach what
is tested. Teaching to the test is bad in current practice because so many tests ask
narrow questions about disconnected fragments of information, thus leading
teachers to drill their students on right answers rather than to teach a deep
understanding of the concepts involved ---guru cenderung mengajar apa yang
diujikan. Mengajar untuk tes adalah jelek dalam praktik sekarang ini, karena
begitu banyak tes menanyakan pertanyaan sempit mengenai fragmen informasi
yang terpenggal, jadi mengarahkan guru untuk melatih pelajar pada jawaban benar
daripada mengajar dengan pemahaman konsep yang mendalam.
Hal itu akan mengakibatkan kesenjangan prestasi (the achievement gap) seperti
yang disinyalir oleh Wagner (2008). Ia mengemukakan bahwa the achievement
gap is resulted by the children’s teachers take more than months before the
43
testing begins to teach and review the materials that are going to be on the test, so
they are cearly teaching to the test, rather than teaching for a deeper
understanding of the content ---kesenjangan prestasi diakibatkan oleh guru
mengambil waktu lebih dari berbulan-bulan sebelum ujian yang diawali dengan
mengajar dan membahas bahan-bahan yang akan diuji, jadi jelas mereka mengajar
untuk tes, daripada mengajar untuk memahami materi secara mendalam.
HAKIKAT PENILAIAN
Penilaian atau evaluasi dalam dunia pendidikan memiliki peranan yang sangat
penting, sebab hasil dari suatu penilaian dapat memberikan informasi yang
bermanfaat mengenai sesuatu hal tertentu melalui proses yang sistematik.
Berkenaan dengan hal tersebut, Gronlund (1976) menegaskan bahwa evaluation
may be defined as a systematic process of determining the extent to which
instructional objectives are achieved by pupils ---penilaian boleh diartikan sebagai
suatu proses sistematik penentuan tingkat di mana tujuan pembelajaran dicapai
oleh murid. Selanjutnya, Gronlund mengatakan bahwa evaluation is a much more
comprehensive and inclusive term than measurement. Evaluation includes both
qualitative and quantitative descriptions of pupil behavior plus value judgements
concerning the desirability of that behavior. Measurement is limited to
quantitative descriptions of pupil behavior. It does not include qualitative
descriptions nor does it imply judgements concerning the worth or value of the
behavior measured ---penilaian merupakan sesuatu istilah yang lebih
komprehensif dan inklusif daripada pengukuran. Penilaian mencakup deskripsi
kualitatif dan kuantitatif dari perilaku murid ditambah dengan pertimbangan nilai
mengenai kebaikan perilaku tersebut. Pengukuran terbatas pada deskripsi
kuantitatif perilaku murid. Itu tidak mencakup deskripsi kualitatif, tidak juga
pertimbangan mengenai makna atau nilau perilaku yang diukur.
44
penggunaan kedua istilah tersebut adalah bagaimana atau dengan cara apa fakta
atau data atau informasi hasil belajar dapat diperoleh dari peserta didik (dalam arti
ketuntasan dan penguasaan kompetensi).
Jadi pada intinya penilaian, menurut Sudjana (2004), adalah proses memberikan
atau menentukan nilai kepada obyek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Proses penilaian tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi dan
pertimbangan. Hal itu diperjelas lagi oleh Hamid Hasan (2008) bahwa evaluasi
adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu pengambilan keputusan.
Hasil evaluasi akan berbeda-beda, sebab tergantung pada rumusan tujuan dan
metodologi yang digunakannya.
Mengenai tujuan dari evaluasi oleh Bloom, Hastings, & Madaus (1971)
ditegaskan bahwa the purpose of evaluation is primarily the grading and
classifying of students ---tujuan penilaian utamanya adalah pemeringkatan dan
pengklasisikasian peserta didik. Selanjutnya Bloom, Hastings, & Madaus
menyajikan a broader view of evaluation (pandangan penilaian yang lebih luas)
sebagai berikut:
45
2. Evaluation as including a great variety of evidence beyond the usual final
paper and pencil examination ---penilaian sebagai cakupan berbagai bukti di
luar ujian akhir kertas dan pinsil;
3. Evaluation as an aid in clarifying the significant goals and objectives of
education and as a process for determining the extent in which the students are
developing in these desired ways ---penilaian sebagai suatu bantuan dalam
mengklarifikasi tujuan pendidikan dan sebagai suatu proses untuk menentukan
tingkat di mana siswa berkembang dengan cara yang dikehendaki;
4. Evaluation as a system of quality control in which it may be determined at each
step in the teaching-learning process whether the process is effective or not,
and if not, what changes must be made to ensure its effectiveness before it is
too late ---penilaian sebagai suatu sistem pengawasan kualitas di mana hal itu
dapat menentukan tiap-tiap langkah dalam proses belajar-mengajar apakah
proses efektif atau tidak, dan jika tidak, perubahan apa yang harus dibuat untuk
menjamin keefektivannya sebelum semuanya terlambat; dan
5. Finally, evaluation as a tool in education practice for ascertaining whether
alternative procedures are equally effective or not in achieving a set of
educational ends ---akhirnya, penilaian sebagai suatu alat dalam praktik
pendidikan untuk meyakinkan apakah prosedur alternatif efektif secara sama
atau tidak dalam mencapai perangkat tujuan pendidikan.
Banyak hal yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan penilaian, selain untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum, tetapi juga
menjamin keefektifan program baik kurikulum maupun pembelajaran sebelum
semuanya terlambat yang mengarah pada kemunduran. Hal inilah yang dikatakan
bahwa pada akhirnya penilaian dapat diartikan sebagai suatu proses pengambilan
keputusan.
46
acuannya dan tidak disertai dengan ukuran pencapaiannya; begitu pula penilaian
tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada substansi yang diukur dan/atau dinilai.
Namun dalam praktiknya sering kali hubungan ideal antara kurikulum,
pembelajaran, dan penilaian jauh dari impian dan kenyataannya. Beberapa fakta
yang menunjukkan ketidak-harmonisan hubungan tersebut yaitu antara lain
sebagai berikut:
Namun dalam kenyataannya semua itu tidak berjalan sepenuhnya, karena banyak
di antara guru yang hanya melaksanakan pembelajaran dengan cara jitu dan
seolah-olah tiada pilihan lain, kecuali ceramah dan mencatat. Kondisi inilah yang
menyebabkan ketidak-sesuaian antara tuntutan kurikulum yang seharusnya dan
pelaksanaan kurikulum melalui pembelajaran.
Guru mengajar lebih diarahkan hanya untuk menghadapi soal-soal ujian, atau guru
cenderung hanya mengajar apa yang akan diujikan. Mengajar untuk tes adalah
jelek dalam praktik sekarang ini, karena begitu banyak tes menanyakan
pertanyaan sempit mengenai fragmen informasi yang terpenggal. Jadi mengajar
untuk tes mengarahkan guru untuk melatih pelajar pada jawaban benar daripada
mengajar dengan pemahaman konsep yang mendalam.
Kesenjangan prestasi peserta didik diakibatkan oleh guru untuk mengambil waktu
lebih dari berbulan-bulan sebelum ujian yang diawali dengan mengajar dan
47
membahas bahan-bahan yang akan diuji, jadi jelas mereka mengajar untuk tes,
daripada mengajar untuk memahami materi secara mendalam dan holistik.
Seluruh mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum adalah dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan nasional, jadi tidak ada mata pelajaran yang perlu
dikecualikan secara khusus. Muncul pertanyaan, mengapa hanya beberapa mata
pelajaran saja yang diujikan secara nasional? Apapun argumentasi yang diberikan
untuk menjawab pertanyaan ini, semuanya tidak masuk akal dan kalaupun ada
jawaban yang diberikan, pasti jawabannya tidak akan masuk akal.
48
Mei)
• Ratusan siswa SMA dari beberapa daerah didapati
memperoleh nilai hasil ujian nasional kososng pada
sejumlah mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia
dan Biologi. Pengumuman kelulusan pun terpaksa
ditunda akibat persoalan yang diduga dipicu
kesalahan pemindaian ini. Kondisi ini salah satunya
terjadi di Provinsi Jawa Barat. Ini adalah sebuah
kesalahan fatal dan kelalaian teknis yang
mengakibatkan siswa tidak lulus, sehingga akhirnya
siswa dirugikan. (17 Juni)
49
ujian nasional. Hal itu terkait dengan relative tidak
setaranya akses para pelajar di kota besar dan kota
kecil atau desa. Fakta itu menjadi persoalan saat
standar akhir ujian nasional disamakan secara
menyeluruh untuk setiap daerah di Indonesia.
Apalagi jika menjelang ujian nasional ada peserta
yang kemudian terganggu kesehatannya, sehingga
tidak bisa bersiap secara penuh dan kemudian tidak
lulus. (17 Juni)
Mengacu pada beberapa fakta yang dimuat oleh berita harian tersebut,
pelaksanaan ujian nasional tampak di satu sisi belum bisa mengakomodasi
kepentingan masyarakat luas, tetapi di sisi lainnya kepentingan sepihak
pemerintah telah terakomodasi. Meskipun ujian nasional dirancang untuk
mengendalikan mutu, namun dalam pelaksanaannya terjadi sebagai berikut:
50
1. sangat diskriminatif yang dibuktikan dengan penyelenggaraan ujian nasional
hanya untuk beberapa mata pelajaran;
Terkait dengan hal itu, Kompas (2010) memuat salah satu bentuk inkonsistensi
dan kontroversi sebagai berikut:
51
Dengan kondisi semacam itu, ujian nasional akan selalu menimbulkan masalah
kontroversial di tengah masyarakat. Selain itu, masalah kontroversial juga muncul
karena mutu pendidikan tidak bisa diukur hanya oleh keberhasilan mencapai skor
tinggi dari mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional. Pada hakikatnya,
semua mata pelajaran memberikan kontribusi yang sama dan signifikan terhadap
pembentukan watak atau karakter peserta didik sebagaimana yang dirumuskan
dalam Tujuan Pendidikan Nasional.
52
GAMBARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA
ABAD KE-21
SMA sejak masa dulu sampai dengan sekarang abad ke-21 merupakan suatu
bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs.
53
utama pendidikan umum yaitu mempersiapkan seseorang untuk belajar bagaimana
belajar. Oleh karenanya kami percaya bahwa pendidikan umum tradisional akan
masih memiliki peranan penting untuk memerankan masyarakat Amerika
Merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan untuk SMA pada abad ke-21
merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena pastinya akan banyak ragam
pandangan yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi perumusannya.
Namun demikian, rumusan berikut ini mungkin dapat membantu untuk
menghasilkan rumusan yang lebih baik lagi.
Fungsi
54
Tujuan
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan
berkepribadian luhur;
Rumusan fungsi dan tujuan SMA ini dimaksudkan dalam rangka mengantarkan
peserta didik agar mampu hidup produktif dan beretika dalam masyarakat
majemuk, serta menjadi warga negara yang taat hukum dalam konteks kehidupan
global yang senantiasa berubah.
Peserta didik SMA adalah mereka yang berusia antara 16 dan 18 tahun di mana
pada usia ini sedang berada pada fase remaja antara 10 dan 19 tahun. Masa remaja
(adolescence) adalah periode peralihan atau perkembangan dari masa kekanakan
(childhood) menuju masa dewasa (adulthood). Seseorang yang berada pada masa
remaja ini ditandai antara lain dengan pubertas (keinginan untuk mendekat ke
lawan jenis) dan pencarian jati diri. Berkenaan dengan hal itu, Arnett (1999)
mengatakan bahwa G. Stanley Hall (1904) proposed that adolescence is
inherently a time of storm and stress. Conflict at this stage of development is
normal and unusual ---G. Stanley Hall merumuskan bahwa mara remaja
merupakan suatu masa penuh badai dan stress atau tekanan. Namun demikian,
menurut Arnett selanjutnya bahwa Hall’s view continues to be addressed by
psychologists. For the most part, contemporary psychologists reject the view that
adolescent storm and stress is universal and inevitable ---pandangan Hall
55
berlanjut dibicarakan oleh para ahli psikologi. Mereka menolak pandangan bahwa
badai dan tekanan masa remaja adalah sesuatu yang universal dan biasa.
Senada dengan Stanley Hall seperti yang dikemukakan oleh Arnett, Ki-hajar
Dewantara (1930) sependapat bahwa dari umur 14 – 16 sampai umur 18 – 20
tahun itulah waktunya birahi (puberteits periode), dalam waktu mana anak-anak
perempuan dan laki-laki masing-masing sadar akan rasa-keperempuannya dan
kelelakiannya. Kita harus berhati-hati berhubung dengan perbedaan tabiat antara
yang satu dengan yang lain, dan harus ingat, bahwa “periode” (waktu) itu adalah “
periode” yang luar biasa. Sifat perangai yang baik pada waktu itu adalah nafsu
akan membuktikan kekuatan diri (offerzin, uitingsdrang, dadendrang dll).
Sebaliknya “periode” itulah juga seringkali terlihat adanya kelemahan diri
(zwakheid uitputting). Adapun yang sangat mengkhawatirkan yaitu
berkembangnya kekuatan nafsu dan datangnya kelemahan budi itu dikuasai oleh
nafsu-birahi (sexuale hartstocht). Kalau anak-anak sampai “lupa” dan yang
mendidik kurang awas, disitulah bahaya datang. Maka dari itu dalam waktu birahi
haruslah si pendidik memegang teguh segala peraturan mengenai perhubungan
anak-anak laki-laki dan perempuan.
56
Jelasnya bahwa peserta didik SMA berada pada masa remaja yang sangat
berdekatan dengan gejolak, stres, pubertas, dan tingkat kemampuan berpikir
abstrak dan memaknai suatu obyek tanpa memerlukan fisiknya atau bahkan
pengalaman sebelumnya.
Keenam konsep tingkat tinggi dan kesadaran berpikir tingkat tinggi dalam era
konseptual tersebut akan dapat menghindari the global achievement gap, yang
menurut Wagner (2008), yaitu: the gap between what even our best suburban,
urban, and rural public schools are teaching and testing versus what all students
will need to succeed as learners, workers, and citizens in today’s global
knowledge economy ---kesenjangan antara sekolah di pinggiran kota, di kota, dan
di pedesaan adalah pembelajaran dan penilaian berlawanan dengan apa yang
semua pelajar akan perlukan untuk berhasil sebagai pembelajar, pekerja, dan
warga negara dalam ekonomi berbasis pengetahuan global sekarang ini.
Oleh karena itu, selanjutnya menurut Wagner, setiap orang sangat berkepentingan
untuk memiliki the Seven Survival Skills for the twenty-first century: (1) critical
57
thinking and problem solving; (2) collaboration across networks and leading by
influence; (3) agility and adaptability; (4) initiative and entrepreneurialism; (5)
effective oral and written communication; (6) accessing and analyzing
information; and (7) curiosity and imagination ---tujuh keterampilan bertahan
dalam abad ke-21: berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi lintas
jaringan dan memimpin dengan pengaruh, supel dan penyesuaian, inisiatif dan
wirausaha, komunikasi bicara dan tulisan yang efektif, menilai dan menganalisis
informasi, dan rasa ingin tahu dan imajinasi.
Sedangkan, Trilling & Fadel (2009) mengutarakan bahwa pada abad ke-21
memerlukan the 21st century skills:(1) thinking critically and making judgments;
(2) solving complex, multidisciplinary, open-ended problems that all workers, in
every kind of workplace, encounter routinely; (3) creativity and entrepreneurial
thinking—a skill set highly associated with job creation; (4) communicating and
collaborating with teams of people across cultural, geographic and language
boundaries—a necessity in diverse and multinational workplaces and
communities; (5) making innovative use of knowledge, information and
opportunities to create new services, processes and products; and (6) taking
charge of financial, health and civic responsibilities and making wise choices ---
keterampilan abad ke-21: berpikir secara kritis dan membuat pertimbangan;
memecahkan sesuatu yang kompleks, multidisipliner, mengurangi masalah yang
semua pekerja, dalam setiap jenis tempat kerja, menemukan secara rutin;
kreativitas dan berpikir wirausaha—suatu perangkat keterampilan tinggi yang
diasosiasikan dengan kreasi pekerjaan; berkomunikasi dan berkolaborasi dengan
tim orang-orang lintas batasan budaya, geografi, dan bahasa—suatu kebutuhan
dalam tempat kerja dan komunitas beragam dan multinasional; membuat
penggunaan inovatif pengetahuan, informasi dan kesempatan untuk menciptakan
pelayanan baru, proses dan produk; dan memnuhi keuangan, kesehatan, dan
tanggung jawab sebagai warga negara dan membuat pilihan yang bijaksana.
Mengapa memerlukan the 21st century skills khususnya pada tingkat SMA? Hal
itu menurut Jerald (2009) bahwa the service sector jobs will be growing, including
58
lower-wage service jobs. As the Baby Boom generation ages, for example, there
will be greater demand for elderly care workers. Such jobs cannot be automated.
However, high-wage work will increasingly require more education, and the
retirement of older workers also increases the demand for skilled workers to
replace many of them ---pekerjaan sektor pelayanan akan tumbuh, mencakup
pekerjaan pelayanan berupah-rendah. Sebagai contoh, sebagaimana usia generasi
ledakan atau eksplosi bayi (Baby Boom) akan terjadi tuntutan yang besar bagi
pekerja pengasuhan, terutama orang-orang yang sudah lanjut. Pekerjaan semacam
itu tidak bias otomatis. Bagaimanapun, pekerjaan berupah-tinggi akan
memerlukan pendidikan lanjutan secara meningkat, dan para pensiunan pekerja
tua juga menambah tuntutan pekerja terampil untuk menggantikan mereka.
Duapuluh Jenis Pekerjaan Dengan Pertumbuhan Yang Paling Cepat Dan Yang
Akan Manambah Pekerjaan Yang Sudah Ada
Twenty occupations with fastest rate Twenty occupations that will add the
of growth most jobs
Network systems and data communications Registered nurses
analysts
Personal and home care aides Retail salespersons
Home health aides Customer service representatives
Computer software engineers, applications Combined food preparation and serving
workers
Personal financial advisors Office clercks, general
Veterinary technologists and technicians Personal and home care aides
Makeup artists, theatrical and performance Home health aides
Medical assistants Postsecondary teachers
Veterinarians Janitors and cleaners, except maids and
housekeeping claeners
Substance abuse and behavioral disorder Nursing aides, orderlies, and attendants
counselors
Skin care specialists Bookkeeping, accounting, and auditing
clercks
Financial analysts Waiters and waitresses
Social and human service assistants Chold care workers
Gaming surveillance officers and gaming Executive secretaries and administrative
investigators assistants
Physical therapist assistants Computer software engineers, applications
Pharmacy technicians Accountants and auditors
Forensic science technicians Landscaping and groundskeeping workers
Dental hygienists Elementary school teachers, except special
education
Mental health counselors Receptionists and information clercks
Mental health and substance abuse social Truck drivers, heavy and tractor-trailer
workers
59
Sumber: Dohm, A. & Shniper, L. (2007).
Jenis pekerjaan di atas pada umumnya memerlukan tenaga lulusan sekolah pada
tingkat pendidikan menengah dan hanya sedikit yang lulusan di atas sekolah
menengah.
Mengingat peserta didik SMA berada pada masa remaja, lingkungan belajar
(learning environment) di SMA harus memenuhi persyaratan terutama bagi
pelaksanaan pembelajaran dalam rangka pemberdayaan potensi peserta didik
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya yang disertai dengan
pertumbuhan secara emosional, sosial, fisikal, dan akademikal. Istilah “learning
environment” perlu lebih diberdayakan lagi pada abad ke-21 karena pada abad ini
belajar lebih menekankan pada interconnected and technology-driven world, a
learning environment can be virtual, online, remote --- dunia yang bersambungan
dengan arahan teknologi.
Dengan kata lain, belajar dapat dilakukan tidak hanya di dalam kelas semata-mata.
Inilah keunikan belajar pada abad ke-21 yang perkembangannya perlu diantisipasi
sejak awal. Berkenaan dengan itu, Sammon (1999) mengatakan bahwa inherent in
these and other 21st century designs is the notion of buildings that flex to
accommodate the human relationships that are critical to successful learning. As
a leading school architect has noted, schools must “create an environment where
the kids know each other and know their instructors, not just academically but as
people” ---bangunan sekolah pada abad ke-21 perlu mengakomodasi hubungan
manusia yang sangat penting terhadap keberhasilan belajar. Sebagaimana yang
diungkapkan seorang arsitek sekolah ternama, sekolah harus “menciptakan suatu
lingkungan di mana anak-anak mengetahui satu dengan yang lainnya dan
mengetahui guru-guru mereka, tidak hanya secara akademik tetapi sebagai
manusia.
60
Ruang kelas seperti apakah yang cocok sebagai lingkungan belajar bagi
pembelajaran pada abad ke-21? Di bawah ini disajikan gambar ruang kelas pada
abad ke-21 yang dirancang oleh the American Architectural Foundation (2005).
Untuk memenuhi tuntutan belajar pada abad ke-21, menurut Sammon (1999),
kriteria bangunan sekolah (school designs) that convey friendliness, openness, and
accessibility promote cooperation and interaction, and reduce the tensions that
can lead to inattentiveness, acting up, and bullying. What goes for kids, goes for
adults, too? Educators need tools and spaces that enable collaborative planning
and information sharing ---bangunan sekolah mencerminkan persahabatan,
keterbukaan, mendorong kerja sama dan interaksi yang nyaman, dan mengurangi
tekanan yang dapat mengarah pada ketidak-pedulian, perilaku berlebihaan, dan
perilaku menyakiti orang lain.
Jelasnya bahwa ruang kelas atau belajar pada abad ke-21 harus dapat menampung
dan memenuhi segala kebutuhan belajar bagi peserta didik. Seperti apakah
kebutuhan ruang belajar yang dimaksudkan? Sandrock (2008) menjelaskan
bahwa: (1) Over a century ago John Dewey, the noted American philosopher and
61
educator, observed that learning that endures is “got through life itself” ---lebih
dari satu abad yang lalu John Dewey, filosoper dan pendidik ternama Amerika,
mengamati bahwa keberlangsungan belajar diperoleh melalui kehidupan itu
sendiri; (2) While the physical space of many 21st century learning environments
may be small, the learning they engender extends out into the local community
and the world at large ---sementara itu ruangan fisik beberapa lingkungan belajar
abad ke-21 mungkin kecil, belajar yang mereka hasilkan berkembang ke dalam
komunitas local dan dunia pada umumnya; (3) Students and community members
may work together on service projects and internships. Learners may connect
with their peers across the globe to share data on a common problem like climate
change or wildlife preservation ---siswa dan anggota komunitas boleh bekerja
bersama-sama dalam projek pelayanan; and (4) Teachers and students may seek
the advice of world-renowned experts to guide them in their inquiry-based
projects. Technology obviously enables such connections, but physical structure,
too, can play an important role in facilitating these essential 21st century learning
experiences ---guru dan siswa dapat mencari nasihat ahli terkenal dunia untuk
membimbing mereka dalam projek berbasis inkuiri mereka sendiri. Teknologi
secara jelas memungkinkan hubungan semacam itu, tetapi struktur fisik, juga,
dapat memainkan peranan penting dalam memudahkan pengalaman belajar yang
penting pada abad ke-21.
62
intergenerational gatherings, and more ---usaha seperti itu dapat mencakup
penjadawalan kelas dengan waktu yang berbeda (tidak hanya di antara jam 8 –
15), di luar dukungan pekerjaan rumah dan bimbingan, pertemuan antar-generasi,
dan lain-lain.
63
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA
ZAMAN KOLONIAL
PROLOG
Jauh sebelum kedatangan Belanda ke wilayah nusantara pada abad ke-17, para
penyebar agama Hindu, Budha, dan Islam yang datang secara berurutan telah
membangun masyarakat nusantara dengan faham keagamaan yang dibawa oleh
mereka masing-masing. Pada zaman kejayaan Hindu Budha, sistem pendidikan
dan pengajaran didasarkan pada keagamaan Hindu dan Budha. Sedangkan sistem
pendidikan dan pengajaran pada zaman kejayaan Islam berdasarkan pada
keagamaan Islam, yang berbentuk “pesantren”. Pendidikan semacam ini
berlangsung terus pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, karena penduduk
bumiputera pada waktu itu terutama di pedesaan belum mengenal dan tidak bisa
masuk pendidikan formal. Mereka hanya mengenal sistem pendidikan tradisional
yang dibangun oleh para tokoh dengan berdasarkan pada faham keagamaan.
64
pemerintah Belanda untuk mengelola tanah jajahan. VOC berkuasa mulai tahun
1602 sampai dengan 1796. Pada fase kedua, penjajahan dilakukan oleh
Pemerintah Belanda yang mengambil alih kekuasaan VOC pada tahun 1796.
Pengambil-alihan kekuasaan oleh Pemerintah Belanda dilakukan karena VOC
secara ekonomis telah merugikan Pemerintah Belanda dengan banyaknya korupsi,
kebocoran, dan tindakan-tindakan VOC lainnya yang tidak efisien. Kekuasaan
Pemerintah Belanda berakhir pada tahun 1942 seiring dengan kedatangan
Balatentara Jepang yang menguasai seluruh wilayah Hindia-Belanda.
A. Awal Perkembangan
1. Boedi Oetomo (1908)
2. Sarikat Islam (1911)
3. Indische Partij (1912)
65
4. Gerakan Pemuda Tri Koro Dharmo (1915)
5. Sumpah Pemuda (1928)
B. Masa Radikal
1. Perhimpunan Indonesia di Negara Belanda (1908)
2. Partai Komunis Indonesia (1914)
3. Partai Nasional Indonesia (1927)
C. Masa Bertahan
1. Fraksi Nasional (1930)
2. Petisi Soetardjo (1936)
3. Gabungan Politik Indonesia (1939).
KURIKULUM
66
Meskipun pada fase pemerintah Hindia-Belanda telah mulai menyelenggarakan
pendidikan formal sampai dengan pendidikan menengah dan tinggi, namun
tujuannya semata-mata bukan untuk mencerdaskan dan mensejahterakan
penduduk bumiputera. Atas dasar itu, muncul berbagai macam kritikan dan
kecaman dari para pembela kepentingan negara jajahan Hindia-Belanda seperti de
Waal, van Dedem, van Kol, van Berg, Schoepman, Bool, van Nunen, dan van
Deventer (Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto: 1975-b). Untuk
menanggapi kecaman dan kritikan tersebut, Pemerintah Belanda menjalankan
“politik etis” (etische politiek) sebagai politik balasan setelah selama bertahun-
tahun lamanya mereka menggaruk keuntungan yang besar dari kekayaan dan
keringat penduduk bumiputera melalui kerja paksa dalam rangka pelaksanaan
sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1810 – 1830.
Para pengkritik dan pengecam mengatakan bahwa politik etis sebagai politik
immoral (tak bermoral), yang merupakan balasan tidak setimpal dengan
perampokan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap harta kekayaan
tanah jajahan. Oleh karena itu, pemerintah Belanda harus: (1) memberikan
sebagian keuntungan mereka kepada bumiputera, dan (2) memperkenalkan
kebudayaan dan pengetahuan Barat telah menjadikan Belanda sebagai bangsa
yang besar dan kuat.
Pendidikan menengah setara SMA, yang pada fase penjajahan pemerintah Hindia-
Belanda disebut dengan nama Algemeene Middelbare School atau AMS, baru
didirikan pada awal abad ke-20 atau awal tahun 1900-an. AMS merupakan
kelanjutan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO atau SMP di
zaman sekarang. Sedangkan MULO merupakan dari Hollandsch Inlandsche
School atau HIS atau SD di zaman sekarang. Semua tingkatan sekolah tersebut
diperuntukkan khusus hanya bagi anak-anak dari masyarakat bumiputera
golongan atas dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar belajarnya
(Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto, 1975-b).
Kurikulum AMS disusun untuk masa belajar 3 tahun yang terdiri atas 2 afdeling
atau bagian, yaitu sebagai berikut:
67
KURIKULUM ALGEMEENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS)
AFDELING PROGRAM
Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1986); dan Kartodirdjo, Poesponegoro, &
Notosutanto, 1975-b).
68
MASA PENJAJAHAN JEPANG
PROLOG
Selama berlangsungnya Perang Dunia Ke-II tahun 1941 – 1942, seluruh Asia
Tenggara kecuali Thailand diduduki oleh Tentara Jepang. Di wilayah Netherlands
East Indies atau Hindia-Belanda (sekarang Indonesia), pemerintah kolonial
Belanda telah dikalahkan oleh Jepang bulan Maret 1941 dan selanjutnya mulai
memerintah sampai dengan Agustus 1945. Wilayah Hindia-Belanda dibagi oleh
Jepang ke dalam tiga yurisdiksi yang terpisah, yakni: (1) Jawa, (2) Sumatera, dan
(3) wilayah Hindia-Belanda bagian Timur termasuk Sulawesi dan Kalimantan.
Khusus Tentara Angkatan Darat Jepang ke-16 yang memerintah Jawa, menurut
Kurasawa (1991), telah mengeluarkan Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô
[Japanese Educational Policy in Java] as a secret report concerning educational
policy compiled in 1944 by the Japanese military government in Java. It contains
a lot of new data on the doctrine, the ideology, the basic principles and
implementation of the educational policy taken towards population in Java ---
kebijakan pendidikan Jepang di Jawa merupakan suatu laporan rahasia mengenai
kebijakan pendidikan yang dikompilasi tahun 1944 oleh pemerintahan militer
Jepang di Jawa. Dokumen laporan itu berisi banyak data baru tentang doktrin,
ideology, prinsip dasar dan implementasi kebijakan pendidikan yang digunakan
terhadap penduduk di Jawa.
DOKTRIN PENDIDIKAN
Salah satu doktrin khusus Jepang dalam bidang pendidikan di Jawa dirumuskan
bagi para pelajar dalam rangka memenuhi obsesi pembentukan Asia Timur Raya,
yang menurut Kurasawa, adalah sebagai berikut:
69
SUMPAH PELAJAR JAWA BARU
1. KAMI INI PELAJAR JAWA BARU.
2. KAMI BERSUMPAH:
HENDAK BELAJAR UNTUK MEMBENTUK ASIA TIMUR RAYA,
HENDAK MELATIH JIWA DAN RAGA UNTUK MEMBENTUK ASIA TIMUR
RAYA,
HENDAK MENJADI ORANG YANG BERGUNA UNTUK MEMBENTUK ASIA
TIMUR RAYA DI BAWAH PIMPINAN DAI NIPPON.
Doktrin tersebut dianggap penting agar para pelajar Jawa mengikuti pola
pendidikan Jepang, yang menurut Kurasawa bahwa under Japanese rule,
however, with the belief that it was necessary to give Indonesians the “new
educational system based on imperial ideology,” the Japanese system and
ideology was introduced in a form as close as possible to the original ---di bawah
kekuasaan Jepang, bagaimana pun, dengan keyakinan bahwa itu perlu untuk
memberikan bangsa Indonesia sistem pendidikan baru berdasarkan pada ideologi
imperial. Sistem dan ideologi Jepang diperkenalkan dalam bentuk sedekat
mungkin dengan aslinya.
Selanjutnya, Kurasawa menyatakan bahwa thus Dutch schools were all closed
down, and vernacular schools were reorganized into Japanese style kokumin
gakkô of six years. Above it there was a three-year junior high school and a three-
year senior high school Oleh karenanya semua sekolah buatan Belanda dan
berbahasa Belanda ditutup dan diorganisasikan ke dalam gaya Jepang dengan
berdasarkan pada pola 6 tahun sekolah dasar. Di atas itu, 3 tahun sekolah
menengah pertama dan 3 tahun sekolah menengah tinggi.
KURIKULUM
Kurikulum SMA atau Sekolah Menengah Tinggi (SMT) pada zaman Jepang
secara prinsip hampir sama dengan Kurikulum AMS pada zaman Belanda, karena
70
masih menggunakan pola AMS bagian A untuk Pengetahuan Kemasyarakatan dan
B untuk Pengetahuan Alam dan Pasti. Kurikulum SMT atau yang pada waktu itu
disebut dengan “Jadwal Jam Mata Pelajaran” adalah sebagai berikut.
Mata
Pelajara
5. Teknik Mekanika
2. Bahasa Indonesia
h
3. Bahasa Jepang
9. Ekonomi
11. Sejarah
u
13. Musik
7. Kimia
1. PKN
Kelas
Kela A 1 9 10 2 - - 2 - 2 2 2 2 - 5 37 Jam
s1 B 1 5 10 6 - 3 2 2 1 1 1 2 - 5 39 Jam
Kela A 1 9 10 2 - - 2 - 2 2 2 2 - 5 37 Jam
s2 B 1 5 9 5 2 3 3 1 1 1 1 2 - 5 39 Jam
Kela A 1 9 10 2 - - 2 - 3 2 2 1 - 5 37 Jam
s3 B 1 5 9 4 2 4 4 2 1 - 1 1 - 5 39 Jam
Pelaksanaan kurikulum ini berlaku hanya tiga tahun sesuai dengan lamanya
pendudukan Jepang di bekas wilayah pemerintahan Hindia-Belanda, yaitu mulai
tahun 1942 sampai dengan tahun 1945. Namun demikian, pada masa perang
kemerdekaan 1945-1949 sampai dengan Dekrit Presiden 1959, kurikulum tersebut
masih digunakan dengan beberapa perubahan yang dianggap perlu sampai dengan
keluarnya ketentuan yang mengatur pendidikan dengan berdasarkan pada
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
71
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA
ZAMAN KEMERDEKAAN
PROLOG
Yang dimaksud dengan masa perang kemerdekaan adalah masa di mana bangsa
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan dari gangguan militer, politik, dan
diplomatik Belanda yang hendak menguasai kembali Indonesia. Upaya
pemerintah Indonesia pada awal masa ini yaitu untuk mengubah pranata dan
tatanan sosial, politik, pendidikan, ekonomi, dan budaya dari bangsa jajahan
menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat.
72
Setelah proklamasi kemerdekaannya, Indonesia mengalami masa peralihan yang
cukup pelik atau kompleks karena dari semula sebagai bangsa yang terjajah dan
tertindas menjadi bangsa yang berdaulat penuh untuk mengurus dan menentukan
sendiri nasibnya. Dalam masa peralihan ini, banyak momen-momen kritis yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia yang sekaligus sebagai ancaman terhadap
keberadaan bangsa dan negara Indonesia yang baru saja memerdekakan dirinya.
Kondisi negara yang baru merdeka tersebut dipandang oleh Kartini Kartono
(1997) dengan mengatakan bahwa kemerdekaan politik sesudah penjajahan
Belanda dan Jepang itu memang lebih mudah dicapai, dibandingkan dengan usaha
rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi sistem pendidikan nasional. Hal itu
dikarenakan oleh banyak faktor atau kejadian yang memperlambatnya.
a. Perjanjian rahasia Civil Affairs Agreement antara Kerajaan Inggris dan Belanda
sebagai dua negara sekutu dalam Perang Dunia Kedua di Eropa tanggal 24
Agustus 1945 mengadakan perjanjian bahwa kepulauan Indonesia akan
diserahkan kembali kepada Kerajaan Belanda. Atas dasar itu, Belanda
membentuk pemerintahan di Indonesia dengan nama Netherlands Indies Civil
Administration atau NICA dan melakukan agresi militer pertama (Perang
Kolonial I) yang sangat brutal dengan algojonya Kapten Raymond Westerling.
b. Berbagai kegiatan diplomatik Belanda antara tahun 1947 dan 1948 dilakukan
untuk mengembalikan kekuasaannya di bekas tanah jajahannya, Indonesia.
Ketidak-berhasilan dalam bidang diplomatik, Belanda melakukan agresi militer
kedua (Perang Kolonial II) pada tanggal 19 Desember 1948.
Kegiatan militer tersebut telah menimbulkan reaksi keras dan hebat dari negara-
negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Setelah Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa memerintahkan penghentian peperangan antara
Belanda dan Indonesia dan tekanan internasional terhadap Belanda untuk
mengakui kedaulatan Indonesia, Pemerintah Kerajaan Belanda akhirnya mengakui
kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.
73
Pengakuan ini merupakan momen berakhirnya perjuangan bersenjata antara
rakyat Indonesia dan tentara penjajahan. Terdapat hal penting yang patut dicatat
dalam masa perang kemerdekaan ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Tilaar
dan Nugroho (2009), yaitu bahwa dalam era ini kita mengenal upaya penguatan
rasa nalionalisme. Rasa nasional yang menggelora tersebut bahkan menjadi
rujukan bagi bangsa-bangsa Asia-Afrika yang sedang berjuang melawan
kekuasaan kolonialisme pada waktu itu.
Meskipun Indonesia telah aman secara eksternal dari gangguan Belanda, namun
ancaman secara internal masih saja terjadi seperti sering terjadinya pergantian
kabinet dan sistem pemerintahan dan pecahnya negara menjadi dua bentuk
(Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat), pemberontakan Partai
Komunis Indonesia atau PKI, pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia atau PRRI, dan pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta atau
Permesta. Peristiwa-peristiwa itu hanya merupakan babak-babak penderitaan
rakyat dan proses politik yang belum selesai dalam proses Revolusi Indonesia
untuk mencapai nilai yang lebih tinggi, ialah masyarakat yang adil dan makmur.
74
3. Menyiapkan rencana-rencana peklajaran untuk tiap-tiap sekolah dan tiap-
tiap kelas, termasuk fakultas.
Salah satu hasil dari panitia tersebut yaitu merumuskan dasar-dasar dan tujuan
pendidikan dan pengajaran. Menurut Kartodirdjo dkk (1975-c) bahwa dasar-dasar
pendidikan menganut prinsip-prinsip demokrasi, kemerdekaan, dan keadilan
sosial; tujuan pendidikan dan pengajaran diarahkan kepada usaha mendidik dan
membimbing murid-murid agar menjadi warga-negara yang berguna dan
mempunyai rasa tanggungjawab, yang kelak dapat memberikan pengetahuannya
kepada negara.
Hal apa yang patut dicatat dalam bidang pendidikan pada masa perang
kemerdekaan selama tahun 1945-1950?
75
4. Di tengah pembahasan RUU tersebut Perang Kolonial II dengan diserangnya
kota Yogyakarta secara mendadak. Akibatnya adalah Republik Indonesia
terkepung dari dalam dan luar, dan hanya tinggal pulau Sumatera dan beberapa
karesidenan di pulau Jawa;
Aturan Umum: (1) Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengajaran
di sekolah, dan tidak berlaku di sekolah-sekolah agama dan pendidikan
masyarakat; dan (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah
ialah pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-sama kepada murid-
murid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih.
Mengingat kondisi negara yang masih serba darurat, sebenarnya kurikulum belum
memperoleh perhatian yang cukup pada masa perang kemerdekaan. Hal itu bisa
terjadi mengingat bahwa pada masa ini masih dipenuhi dengan peristiwa
perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan, sehingga kurikulum yang
digunakan pada masa ini masih meneruskan pola kurikulum yang dibuat pada
masa kolonial Belanda dan Jepang.
76
Pada masa perang kemerdekaan, Kurikulum Sekolah Menengah Tinggi atau SMA
hanya dirubah pola pembagiannya, yakni:
2. Bagian B – Budaya.
PROLOG
Indonesia sejak tahun 1950 mulai memasuki masa liberal, yang ditandai dengan
kekuasaan absolut partai politik untuk menentukan arah dan jalannya negara.
Pemilihan Umum (Pemilu) pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955
menunjukkan bukti bahwa partai politik sebagai peserta Pemilu sangat berkuasa
dalam rangka memilih calon anggota Konstituante yang mempunyai tugas pokok
merumuskan undang-undang dasar baru. Pemilu tersebut diikuti oleh 172
kontestan partai politik. Empat partai politik terbesar diantaranya adalah: PNI (22,
3 %), Masyumi (20, 9%), Nahdlatul Ulama (18, 4%), dan PKI (15, 4%).
Konstituante yang dibentuk dari hasil Pemilihan Umum tahun 1955 setelah 4
tahun mengadakan sidang, ternyata tidak mampu untuk merumuskan konstitusi
negara yang baru dan bahkan cenderung mengarah pada timbulnya perpecahan
bangsa. Kondisi ini mengakibatkan terancamnya kesatuan dan persatuan bangsa
dan negara Indonesia. Selain itu, kesulitan dan kerumitan dalam penyelenggaraan
negara pada masa liberal terutama selama 4 tahun terakhir telah mendorong
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit tersebut
berisi penetapan mengenai:
1. pembubaran Konstituante;
2. UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia;
77
UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
TAHUN 1954
Hal apa yang patut dicatat dalam bidang pendidikan pada masa perang
kemerdekaan selama tahun 1950-1959?
Hasil dari kerja keras selama 4 tahun, pada tanggal 12 Maret 1954 diberlakukan
undang-undang baru, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik
Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
untuk seluruh Indonesia. Alasan pemberlakuan kembali Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1950 kembali yaitu bahwa sebelumnya undang-undang tersebut secara de
facto telah pernah berlaku di Negara Republik Indonesia.
78
Aturan Umum: (1) Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengajaran
di sekolah, dan tidak berlaku di sekolah-sekolah agama dan pendidikan
masyarakat; dan (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah
ialah pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-sama kepada murid-
murid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih.
Mengingat kondisi negara yang masih serba darurat, kurikulum masih belum
memperoleh perhatian yang cukup, sehingga Kurikulum SMA yang digunakan
pada masa ini sebenarnya masih meneruskan pola kurikulum yang berlaku pada
masa perang kemerdekaan. Namun demikian, pada masa ini sudah terjadi
differensiasi yang lebih luas dari kurikulum sebelumnya, yaitu dengan
menggunakan pola aliran:
1. Bagian A – Kesusasteraan,
79
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN [ORDE LAMA] 1959 – 1965
PROLOG
Setelah mendekritkan untuk kembali kepada UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959,
Paduka Yang Mulia Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959
mengeluarkan amanat yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, yang
terkenal sebagai Manifesto Politik (MANIPOL) Republik Indonesia dan
kemudian disahkan sebagai Haluan Negara oleh Majelis Permusywaratan Rakyat
Sementara. Masa ini ditandai dengan politik Tahun “Vivere Pericoloso" (TAVIP)
atau tahun sedang menyerempet bahaya, yang mengarah pada pelaksanaan prinsip
“Demokrasi Terpimpin”.
Selain itu, pada masa pasca dekrit, Presiden menjalankan pemerintahannya tanpa
didampingi oleh seorang Wakil Presiden, karena Wakil Presiden telah
mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri tersebut disebabkan antara
lain sebagai akibat dari ketidak-sepahaman politik dengan Presiden, yang telah
mengukuhkan dirinya sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan menentukan segala
arah kebijakan nasional dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
Gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan pada awal masa ini tampak
ketika Departemen PPK berhasil merumuskan 2 konsepsi pendidikan, yaitu
konsepsi pendidikan sapta usaha tama dan konsepsi pendidikan nasional
pancawardhana.
Sapta Usaha Tama. Tahun 1959, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di bawah
Menteri PPK Mr. Prijono disusun suatu konsepsi pengajaran yang disebut dengan
Sapta Usaha Tama. Konsepsi ini terdiri atas 7 ketentuan, yaitu: (1) penertiban
aparatur dan usaha-usaha Departemen PPK, (2) meningkatkan seni dan olahraga,
(3) mengharuskan usaha halaman, (4) mengharuskan penabungan, (5)
80
mengharuskan usaha-usaha koperasi, (6) mengadakan kelas masyarakat, dan (7)
membentuk regu kerja di kalangan SLA dan universitas.
1. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air dan masalah moral nasional.
2. Perkembangan inteligensi.
5. Perkembangan jasmani.
Secara prinsip sesuai dengan jiwa Pidato TAVIP Presiden Soekarno, setiap aspek
pendidikan Pancawardhana harus dipadu-jalinkan dengan tiap-tiap kegiatan
pendidikan. Mata pelajaran, guru, buku, dan kegiatan ekstrakurikuler harus saling
melengkapi, dan kesemuanya diarahkan untu tujuan Pendidikan Nasional yang
diabadikan kepada strategi dasar Revolusi seperti yang digariskan dalam
MANIPOL.
Atas dasar itu, Kurikulum SMA perlu disusun dengan memenuhi prinsip-prinsip
Pancawardhana sebagai berikut:
81
fungsional-praktis dalam arti hal-hal yang terlampau teoritis yang bersifat
membebani anak didik harus dihilangkan.
b. Perkembangan kecerdasan;
e. Perkembangan jasmani.
82
3. Penyelenggaraan Hari Krida atau hari untuk kegiatan-kegiatan lapangan
kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan pada tiap hari Sabtu.
83
e. Prasarana-prasaran dari beberapa ahli kita dalam bidang-bidang Bahasa-
bahasa Timur Asing, Ilmu Pengetahuan Alam, Perpustakaan Sekolah,
Pembimbingan dan Penyuluhan.
f. Saran-saran dari berbagai urusan dilingkungan Dep. P dan K.
g. Saran-saran dari para Direktur SMA Negeri dan subsidi sebagaai peserta
pada Rapat Kerja di Tugu tersebut.
h. Saran-saran dari kepala Jawatan Pendidikan Umum.
i. Penilaian-penilaian dan petunjuk-petunjuk dari Pembantu Menteri, bidang
Pendidikan.
4. Pendirian yang dianut dalam peninjauan dan penyusunan kembali “Rencana
Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu berintikan unsur-unsur:
Pertama, Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu harus
merupakan pelaksanaan Dasar Pendidikan (Pantja Sila) dan Sistem
Pendidikan (Pantja Wardana), yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Dep. P.
dan K.;
Kedua, Arah pemikiran yang telah digoreskan oleh Pembantu Menteri Bidang
Pendidikan, harus diikuti secermat-cermatnya;
Ketiga, Kontinuita Pendidikan dan Pengajaran dari SMP ke SMA harus lebih
nyata terdapat dalam Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu;
Keempat: “Pembebanan yang berlebih-lebihan” harus dihindarkan dengan
menghilangkan pengulangan-pengulangan sesuatu materi yang sama dalam
berbagai mata pelajaran; dan
Kelima, Pendidikan dan Pengajaran di SMA Gaya Baru harus merupakan
suatu kesatuan yang bulat dan harmoni.
5. Sekalipun perlu diketengahkan, bahwa seluruh peserta rapat kerja UPSMA di
Tugu itu telah bekerja dengan kesungguhan dan kegiatan yang hamper tidak
mengenal lelah, kami menyadari, bahwa yang dicapai belum lagi merupakan
perumusan terakhir mutlak, karena penyempurnaan SMA Gaya Baru itu harus
berjalan terus-menerus sepanjang masa supaya SMA itu tetap dapat
mengikuti segala kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmiah maupun bidang-
bidang lainnya seirama dengan perkembangan zaman. Yang jelas ialah,
84
bahwa kita selangkah lebih dekat kepada cita-cita kita tentang pembaharuan
SMA kita. Dan dengan ini kami serukan kepada semua peminat Pendidikan
dan Pengajaran, agar senantiasa memberikan saran-saran yang dapat kami
pergunakan kelak, sebagai bahan-bahan pertimbangan dalam usaha-usaha
penyempurnaan-penyempurnaan yang lebih jauh lagi.
6. Kitab ini sengaja kami sebut Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya
Baru, sebab sebab ia berisi bukan hanya rentetan bab-bab dari berbagai mata
pelajaran yang harus diajarkan, tetapi segi-segi kependidikan yang tersimpul
dalam tiap mata pelajaran mendapat sorotan yang tajam pula di dalamnya.
7. Mengenai struktur SMA Gaya Baru itu, perlu kiranya kami tandaskan, bahwa
setiap SMA harus mempunyai:
a. Satu jenis kelas I,
b. Empat “jenis” kelas II (Budaya, Sosial, Ilmu Pasti, dan Ilmu Pengetahuan
Alam),
c. Empat “jenis” kelas III (Budaya, Sosial, Ilmu Pasti, dan Ilmu Pengetahuan
Alam).
Tidak dapat dibenarkan, bahwa suatu SMA hanya satu, dua, atau tiga “Jenis”
(Kelompok Khusus) Kelas II dan Kelas III, sebab struktur 1-4-4 itulah antara
lain mencerminkan peninggalan SMA itu.
8. Sehubungan dengan struktur 1-4-4 itu, maka peranan Pembimbingan dan
Penyuluhan dikelas I yang tunggal itu, sangat penting. Dikelas I itulah setiap
pelajar diberi kesempatan untuk lebih mengenal minat dan bakatnya, dengan
jalan menjelajahi segala jenis mata pelajaran yang ada di SMA, dan dengan
Pembimbingan dan Penyuluhan yang teliti dari para guru maupun orang tua.
Dengan mempegunakan “Peraturan kenaikan kelas” dan bahan-bahan catatan
dalam kartu pribadi setiap murid, para para pelajar di salurkan ke kelas II
Kelompok khusus: Budaya, Sosial, Ilmu Pasti atau Ilmu Pengetahuan Alam.
Karena itu pulalah pengisian Kartu Pribadi murid harus dilaksanakan seteliti-
telitinya.
9. Setelah pelajar-pelajar duduk di kelas II, maka barulah persiapan-persiapan
yang lebih intensif diberikan kepada kelompok khusus yang diutamakan kelas
85
II yang bersangkutan, sehingga setiap pelajar pada akhir kelas III benar-benar
siap (secara ilmiah dan mental) untuk melanjutkan pelajarannya ke Lembaga-
lembaga Pendidikan yang lebih tinggi.
10. Perlu kiranya ditegaskan juga, bahwa tujuan pokok dari pendidikan dan
pengajaran di SMA Gaya Baru itu ialah mempersiapkan para pelajar secara
ilmiah untuk perguruan-perguruan yang lebih tinggi. Disamping itu
keterampilan-keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakat masing-
masing serta sangat berguna bagi masyarakat yang bagi dirinya sendiri harus
harus dimiliki oleh setiap pelajar dengan jalan latihan-latihan praktis menurut
rancana yang dtertentu. Dalam tujuan-tujuan yang tersebut diatas terjalin
secara mutlak dan organis, persiapan mental setiap pelajar, sehingga ia
menjadi warga Negara patriot paripurna yang berguna bagi Nusa dan Bangsa,
yakin akan tugas pengabdiannya kepada Tanah Air.
11. SMA itu adalah milik kita bersama, ia harus tetap berada ditengah-tengah
masyarakat, ia sekali-sekali tidak boleh terasing dari masyarakat, agar ia
dapat berbakti kepada Nusa dan Bangsa menurut bidang tugasnya. Oleh
karena itu pulalah pelaksanaan dan pembinaan SMA itu harus berjalan
dengan cara gotong royong oleh suatu kesatuan Regu Kerja (Direktur. Guru-
guru, tata usaha) yang hidup dan harmonis ditiap sekolah, sambil bekerja
sama sebaik-baiknya dengan para orang tua serta masyarakat sekitarnya.
12. Marilah kita bina, sempurnakan, dan pupuk terus SMA Gaya Baru kita ini.
KELAS I
A. KELOMPOK DASAR TAHUN I
1. Kewargaan Negaraan 2
2. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 4
3. Sejarah Indonesia 1
4. Ilmu Bumi Indonesia 1
5. Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) 2
6. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan 3
Jumlah 13
*)
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.
86
B. KELOMPOK KHUSUS
7. Ilmu Pasti 4
8. Ilmu Alam 3
9. Ilmu Kimia 3
10. Ilmu Hajat 2
11. Sejarah 2
12. Bahasa Inggris 3
13. Salah satu bahasa Timur atau bahasa Asing lainnya 2
14. Ekonomi dan Koperasi 2
15. Menggambar 2
Jumlah 23
C. Prakarya 2
D. Krida *) 2
JUMLAH 2
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
87
17. Pengetahuan Alam *) 2 2
Jumlah 6 7
D. Prakarya 2 -
E. Krida *) 2 2
JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
D. Prakarya 2 -
E. Krida *) 2 2
JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
88
KELOMPOK KHUSUS ILMU PASTI (PAS)
A. KELOMPOK DASAR Tahun II Tahun III
1. Kewargaan Negaraan 2 2
2. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 4 4
3. Sejarah Indonesia 1 1
4. Ilmu Bumi Indonesia 1 1
5. Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) 2 2
6. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan 3 3
Jumlah 13 13
*)
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.
D. Prakarya 2 -
E. Krida *) 2 2
JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
89
7. Ilmu Kimia 4 5
8. Ilmu Hajat dan Ilmu Kesehatan 3 2
9. Ilmu Alam 4 4
10. Aljabar dan Ilmu Ukur Analitika 3 3
11. Ilmu Ukur Sudut 1 1
12. Ilmu Ukur Ruang 1 1
13. Mekanika 1 2
Jumlah 17 18
D. Prakarya 2 -
E. Krida *) 2 2
JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
PROLOG
90
Penyelenggaraan pemerintahan semacam itu telah menyebabkan tertutupnya
segala pemikiran. Pembaharuan pendidikan selalu datang dari pusat (top down),
sehingga mereka yang berada di lapangan hanya menunggu datangnya pedoman
atau panduan atau petunjuk teknis pelaksanaan dari pusat. Dengan kata lain bahwa
para pejabat pada tingkat pusat dan daerah tidak banyak yang berani mencoba
untuk mengemukan pemikiran mengenai pembaharuan yang datang dari mereka
sendiri (bottom up).
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya
melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari
ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.
Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka
yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang
didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap
provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II
1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.
Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak
91
lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta
dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Dalam bidang pendidikan pada awal masa Orde Baru ini, oleh karena belum
adanya kurikulum baru, Kurikulum 1964 SMA Gaya Baru yang berlaku pada
masa Demokrasi Terpimpin masih digunakan sampai dengan adanya kurikulum
baru pada tahun 1968.
KURIKULUM 1968
SMA Gaya Baru telah berjalan mulai 1962 dan pada tahun 1965 untuk pertama
kali sudah menghasilkan buahnya. Segera sesudah hasil itu, telah ada sementara
kalangan yang mulai mengeluarkan kritik, walaupun menurut pendapat kami
belum cukup waktu untuk mengadakan evaluasi. Dengan bertambahnya usianya,
ternyata memang ada kekurangan-kekurangan, tetapi pada hakekatnya kurikulum
SMA Gaya Baru itu an sich tidak buruk. Kita tidak boleh lupa, bahwa kurikulum
itu dibuat dengan berbagai asumsi, diantaranya, bahwa a) guru harus cukup
tersedia untuk semua mata pelajaran, b) kondisi sekolah serta fasilitas yang ada
harus baik, dan c) keadaan ekonomi negara kita sifatnya stabil.
92
Dinas SMA sibuk dalam usahanya menyelesaikan kurikulum SMA Gaya Baru
dengan tuntutan masa.
Kalau pada waktu diciptakan kurikulum SMA Gaya Baru telah dikerahkan funds
forces yang tidak sedikit lebih-lebih waktu semua direktur SMA seluruh Indonesia
berkumpul di Bandung dalam bulan April 1962, diturut sertakan juga sebanyak
mungkin tokoh-tokoh dari segala lapisan masyarakat yang dapat menyumbangkan
pikiran, karena keuangan negara masih memungkinkannya, maka dalam suasana
prihatin sekarang ini Dinas SMA harus berusasa mencapai hasil yang semaksimal
mungkin dengan funds yang sangat terbatas. Walaupun segala-galanya terbatas,
kami telah berusaha sebanyak mungkin mengikutsertakan tenaga luar, sering
secara tidak langsung.
Rapat dinas S.M.A telah diadakan dalam bulan Juli 1967 di Semarang dan
hasilnya telah disampaikan kepada pimpinan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan dikirimkan kedaerah – daerah untuk dibahas dan dimintai
pendapat.Kami sendiri telah ke beberapa daerah dan telah menghadapi langsung
tokoh-tokoh masyarakat dan orangtua untuk mendengarkan pendiriannya.Dengan
bahan2 yang dapat dikumpulkan dari daerah achirnya Dinas S.M.A Gaya baru itu
secara menyeluruh dalam rapat kerja Dinas S.M.A di Mega Mendung, Cipayung,
Bogor.
93
Surat Edaran Kepala Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan, Dan Kursus-
Kursus Atas Nama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar – Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan
Surat Edaran yang berupa Instruksi Pelaksanaan Rencana Pelajaran SMA Yang
Disempurnakan ini ditandatangani oleh Drs. Waskito TS di Jakarta pada tanggal
13 April 1968 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Inpro UKK, Kepala Urusan
SMA, Kepala SMA Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia. Instruksi tersebut
adalah sebagai berikut:
Seperti diketahui Rencana Pelajaran SMA yang terakhir dikeluarkan pada tahun
1964. Sudah barang tentu penyusunannya disesuaikan dengan keadaan zaman
pada waktu itu sehingga dianutlah suatu pendirian yang didasarkan antara lain
kepada Pancawardhana.
Sejak peristiwa G.30.S/P.K.I. tahun 1965 yang lalu, serta perubahan susunan
kemasjarakatan jang dimaklumatkannya telah ditimbulkan dorongan yang lebih
besar berapa perlunya Rencana Pelajaran itu ditinjau kembali.
94
d. Berdasarkan saran-saran itu para Kepala Dinas/Inpektur Pusat dengan Stafnya
dan bantuan ahli-ahli diluar lingkungan Dinas mengadakan pengolahan
kembali.
Inilah yang disebut pekerjaan yang dengan istilah teknis dikenal dengan nama:
Menyempurnakan Rencana Pelajaran yaitu pekerjaan routine teknis dari para
Inspektur baik didaerah maupun dipusat. Pekerjaan ini berjalan selaku proses terus
menerus. Tetapi akibat perubahan situasi politik sejak tahun 1965 itu tampak
adanya suatu keinginan dan keperluan untuk mengadakan perubahan yang
fundamentil bukan saja atas pendidikan di SMA tetapi juga di lembaga-lembaga
pendidikan sebelumnya. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa penyempurnaan
dan penertiban Rencana Pelajaran SMA itu ditujukan kepada penyempurnaan
syllabus dan segi pengorganisasian kelas-kelas SMA.
d. Akibat adanya empat kelompok itu, maka sering timbul konflik peyenologis
lebih-lebih menjelang kenaikan ke kelas II, antara keinginan orang tua, hasrat
95
pelajar dan penilaian sekolah dalam menentukan jurusan itu sering menjadi hal
yang sangat menyulitkan sekolah.
Oleh karena tidak sederhana susunan 1-4-4 itu nyata senyata-nyatanya, baik
seperti apa yang dilihat dan dikemukakan oleh masyarakat kepada kita, maupun
dari pengalaman kita, maka kesempatan untuk menyempurnakan syllabus itu
sekaligus dibarengi dengan penertiban organisasi SMA itu.
Oleh karena peristiwa seperti ini, yang terjadi dibeberapa daerah walaupun
maksudnya baik, tetapi dapat menimbulkan salah mengerti dalam lingkungan
msyarakat orang tua, bahwa seolah-olah ada dua macam SMA, maka untuk
menghilangkan keragu-raguan itu semua kami mengeluarkan Surat Edaran ini
yang berisi instruksi sebagai berikut:
b. Murid-murid kelas I SMA tahun 1969 dan murid-murid kelas II SMA tahun
1969 (yaitu yang sekarang duduk di kelas I tahun 1968) akan mempergunakan
Rencana Pelajaran yang disempurnakan.
96
c. Murid-murid kelas III SMA tahun 1969 (yaitu yang sekarang duduk di kelas II
tahun 1968) akan tetap mempergunakan Rencana Pelajaran lama.
e. Segala sesuatu yang mungkin timbul karena Instruksi ini akan ditampung
dalam instruksi khusus.
Dasar Pendidikan:
Tujuan:
Isi Pendidikan:
97
mengisi pendidikan di SMA sesuai dengan perumusan Sidang Umum IV MPRS
tersebut diatas; dan konsep rencana pelajaran hasil Semarang telah memenuhi
syarat.
Hal-hal lain yang diambilkan dari perumusan tentang Isi pendidikan tersebut di
atas ialah sebagai berikut: - mempertinggi kecerdasan dan keterampilan. Diktum
ini harus tergambar dalam didaktik dan metodik dan dalam perincian kurikulum
sebagai berikut:
II. Dalam perincian kurikulum harus ada wadah untuk membina “ketrampilan”
itu; Wadahnya ialah: KARYA – PELAJARAN, juga dalam hal ini
SEMARANG telah memenuhi syarat.
Dasar Pendidikan:
98
Isi Pendidikan terdiri atas suatu kurikulum, yang dikelompokkan dan terdiri atas
jenis kelompok sebagai berikut:
Metodik/Didaktik pendidikan:
Penjelasan pendahuluan:
2. Setiap mata pelajaran harus diberikan, yang akhirnya sampai pada pengertian
melalui pembangkita minat secara maksimal, dalam ko-relasi dengan mata
pelajaran.
99
4. Metode (problem solving) harus dilaksanakan dalam memberikan setiap mata
pelajaran.
Jadi pada hakekatnya setiap ilmu pengetahuan ditujukan untuk memajukan taraf
hidup manusia, untuk dimanfaatkan terhadap kemajuan dan kebahagian umat
manusia secara spirituil dan materiil. SMA sebagai suatu lembaga pendidikan
yang diantaranya, membina ilmu pengetahuan, wajib menyadari hal diatas
sedalam-dalamnya.
Salah satu terhadap pendidikan di SMA dewasa ini ialah bahwa sifatnya masih
terlalu intelektualistis dan teoritis. Menyadari akan kekurangan-kakurangan ini,
dan menyadari pula hakekat tujuan setiap ilmu pengetahuan, maka salah satu jlan
yang dapat di tempuh ialah secara konsekuen, wajar dan sejauh mungkin
mengamalkan kerja bagi setiap mata pelajaran, yang diatur dalam kurikulum.
100
karya pelajaran harus dimulai secara sungguh-sungguh dengan tak melupakan
kondisi-kondisi setempat.
Dengan demikian, kecuali menyadari hal diatas, pada anak didik akan timbul
distansi antara penguasaan suatu jenis ilmu pengetahuan dan segi aplikasinya, segi
pemanfaatannya, untuk penghidupan praktis.
Para pendidik harus benar-benar menyadari hal-hal ini, terlebih-lebih dewasa ini
dimana yang diutamakan pendidikan tenaga kerja, jadi pendidikan kejuruan.
Harus dicegah bersama suatu gejala sosial, di mana tamatan SMA akhirnya tak
dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, hanya menambah pengangguran belaka.
Dewasa ini makin di rasakan bahwa suatu ilmu pengetahuan tertentu dalam
aplikasinya untuk abdikan kepada kebahagiaan umat manusia tak mungkin dapat
berdiri sendiri jika ingin di capai sukses. Di perguruan tinggi setiap mata kuliah
pokok di kuliahkan bersama dengan beberapa mata kuliah pembantunya jadi
kalalu di nilai dari segi appliednya perlu di temukan suatu ko-relasi antara
beberapa cabang ilmu pengetahuan, agar pemanfaatannya, lebih ditingkatkan.
Agar dicapai sistematik yang baik dan manfaatnya terhadap pendidikan makin
meningkat, maka dalam memerinci kurikulum menurut mata pelajaran di sediakan
untuk ko-relasi mata pelajaran. Hal ini supaya mendapat perhatian sepenuhnya
dari pengajar mata pelajaran pokok dan pula dari pengajar mata pelajaran yang
ada sangkut pautnya, pada para pelajar dengan demikian dapat ditanamkan
pengertian adanya secara nyata hubungan dengan mata pelajaran (ilmu
pengetahuan) yang satu dengan yang lain.
101
a. Murid-murid SMA yang baru masuk tahun 1969 langsung menggunakan
Rencana Pelajaran 1968.
c. Murid-murid Kelas III tahun 1969, yang sekarang duduk di Kelas II tahun
1968, akan tetap mempergunakan Rencana Pelajaran yang lama.
e. Segala sesuatu yang mungkin timbul karena Instruksi ini akan ditampung
dalam instruksi khusus.
Rencana Pelajaran SMA 1968 yang telah disetujui adalah sebagaimana yang
diuraikan dalam tabel berikut ini.
102
RENCANA PELAJARAN SMA 1968
KELAS KELAS
KELAS SATU SASTRA-SOSIAL-BUDAYA ILMU PASTI-PENGETAHUAN ALAM
II III II III
KELOMPOK PEMBINAAN JIWA PANCASILA
1. Pendidikan Agama 3 1. Pendidikan Agama 3 3 1. Pendidikan Agama 3 3
2. PKN 2 2. PKN 2 2 2. PKN 2 2
3. Bahasa Indonesia 3 3. Bahasa Indonesia 3 3 3. Bahasa Indonesia 3 3
4. Pendidikan Olah Raga 3 4. Pendidikan Olah Raga 3 3 4. Pendidikan Olah Raga 3 3
JUMLAH 11 JUMLAH 11 11 JUMLAH 11 11
KELOMPOK PEMBINAAN PENGETAHUAN DASAR
1. Sejarah 3 1. Bahsa & Kesenian Indonesia/Mengarang 4 4 1. Aljabar dan Analit 3 4
2. Geografi 2 2. Sejarah 3 3 2. Ilmu Ukur: Sudut 1 1
3. Ilmu Pasti 5 3. Geografi & Antropologi Budaya 3 3 3. Ilmu Ukur: Ruang 2 2
4. Fisika 4 4. Ekonomi & Koperasi 3 3 4. Fisika 4 4
5. Kimia 3 5. Menggambar 2 2 5. Mekanika 2 2
6. Biologi 2 6. Bahasa Inggeris 4 4 6. Kimia 4 4
7. Ekonomi & Koperasi 2 7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 7. Biologi 3 3
8. Menggambar 2 Sastra-Budaya Sosial 8. Geografi 2 2
9. Bahasa Inggris 3 8. Bahasa Kawi Ilmu Pasti 2 3 9. Menggambar 2 2
9. Sejarah Kebudayaan Pengetahuan Dagang 1 2 10. Bahasa Inggeris 3 3
10. Ilmu Pasti Tata Buku 2 2
JUMLAH 26 JUMLAH 26 28 JUMLAH 26 28
KELOMPOK PEMBINAAN KECAKAPAN KHUSUS
1. PKK 2 1. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) 2 2 1. PKK 2 2
2. Prakarya Pilihan 2. Prakarya Pilihan 2. Prakarya Pilihan
a. Bahasa 1 a. Bahasa 1 a. Bahasa 1
b. Keterampilan 2 b. Keterampilan 2 b. Keterampilan 2
JUMLAH 42 JUMLAH 42 42 JUMLAH 42 42
103
KURIKULUM 1975
PENGANTAR
Sejak tahun 1968 masyarakat dan dunia pendidikan telah mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha
pembaharuan pendidikan. Kegiatan-kegiatan penilaian pendidikan secara
nasional, usaha-usaha pencetakan buku-buku pelajaran, kegiatan-kegiatan
pembaharuan pendidikan melalui Proyek-proyek Perintis Sekolah Pembangunan,
dan berbagai usaha lainnya telah mempengaruhi arah pembinaan pendidikan
secara nasional. Di samping perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari
usaha-usaha pembaharuan pendidikan, masyarakatpun selalu berubah dalam
tuntutannya terhadap dunia pindidikan. Arah dan tujuan pendidikan nasional yang
digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yang ditetapkan pada tahun
1973, mencerminkan betapa masyarakat dan negara Indonesia telah secara jelas
menggariskan harapannya kepada dunia pendidikan.
Dunia dan masyarakat yang telah mengalami perubahan sejak tahun 1968 belum
diperhitungkan pada saat kita menyusun kurikulum 1968. Oleh karena itu,
Pemerintah, cq. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada buian Mei 1974,
menyadari betapa kita harus meninjau dan mempengaruhi kurikulum yang sudah
berjalan selama 6 tahun itu agar sesuai dengan perkembangan dan tuntutan baru
masyarakat dan bangsa Indonesia
104
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 008-D/U
11975 dan Nomor 008-E/U/1975 kurikulum tersebut secara bertahap akan mulai
berlaku pada tahun pengajaran 1976.
Kiranya perlu disadari oleh semua pemimpin sekolah dan guru bahwa maksud
utama dari pada disusunnya kurikulum ini adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
DASAR PERTIMBANGAN:
b. bahwa sampai pada saat ini masih terdapat berbagai susunan dan materi
kurikulum untuk Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas;
LANDASAN YURIDIS:
105
c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 (Republik Indonesia Negara Bagian) jo.
Nomor 12 Tahun 1954;
MEMPERHATIKAN:
MENDENGAR:
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN:
Bab I: Umum
Pasal 1
106
(l) Yang dimaksudkan dalam Keputusan ini dengan:
(3) Sekolah Menengah Atas menggunakan sistim kelas, sehingga terdapat kelas I,
II dan III.
107
(4) Sekolah Menengah Atas menerapkan sistim semester sebagai satuan waktu
dan satu tahun pelajaran terbagi menjadi dua semester.
Pasal 2
Pasal 3
(2) Seluruh program pendidikan terutama program Pendidikan Umum dan bidang
studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila
dan Unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa dan nilai-nilai 1945
kepada Generasi Muda.
Bab III: Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Menengah
Atas
Pasal 4
a. Menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir
dan batin,
108
c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih
tinggi dengan menempuh:
Pasal 5
a. Di bidang pengetahuan:
109
b. Di bidang Ketrampilan:
110
9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku,
bebas dan jujur;
10. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasionil dan obyektif dalam
memecahkan persoalan;
12. Memiliki minat dan sikap yang positip dan konstruktip terhadap olahraga
dan hidup sehat;
13. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa
memindang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis
pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat;
Pasal 6
Pasal 7
(1) Program Pendidikan Umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
a. Pendidikan Agama;
d. Pendidikan Kesenian.
111
1. Matematika;
2. Bahasa Indonesia;
3. Bahasa Inggeris;
b. Pada semester selanjutnya, mata pelajaran wajib yang diikuti oleh semua
siswa, terdiri dari:
1. Matematika;
2. Bahasa Indonesia;
3. Bahasa Inggeris.
c. Mata pelajaran mayor yang merupakan ciri dari setiap jurusan dan diikuti
oleh siswa sesuai dengan jurusannya, terdiri dari:
1.a. Fisika;
1.b. Kimia;
1.c. Biologi.
2.b. Ekonomi/Koperasi;
2.c. Sejarah;
2.d. Geografi.
3. Jurusan Bahasa :
3.b. Sejarah;
3.c. Geografi/Antropologi;
112
3.d. Bahasa Daerah.
l.a. Menggambar;
2.a. Menggambar;
3. Jurusan Bahasa:
3.a. Menggambar,
3.c. Ekonomi/Koperasi.
l. Agraria;
2. Teknik;
3. Maritim;
113
4. Jasa;
5. Kerajinan.
l. Praktikum Fisika;
2. Bumi Antariksa;
3. Bahasa Asing.
Pasal 8
(1) Jam pelajaran dalam setiap minggu selama 4 (empat) semester pertama
berjumlah 37 (tiga puluh tujuh) dan pada semester 5 (lima) dan 5 (enam)
berjumlah 36 (tiga puluh enam).
(2) Alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran adalah sebagaimana yang
tercantum dalam tabel berikut ini:
114
TABEL ALOKASI WAKTU KURIKULUM 1975
115
Bab V: Susunan Program Pengajaran Dan Metode Penyampaian
Pasal 9
(1) Garis Besar Program Pengajaran disusun menurut bidang studi, yang meliputi:
a. Agama:
l) Islam;
2) Kristen / Protestan;
3) Katolik;
4) Hindu;
5) Budha;
e. Kesenian:
1) Seni Rupa;
2) Seni Musik;
3) Seni Drama;
4) Seni Tari.
f. Matematika
g. Bahasa
l) Bahasa Indonesia;
2) Bahasa Daerah;
i. Ketrampilan Khusus;
116
1) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga;
2) Jasa;
3) Agraria;
4) Maritim;
5) lndustri;
6) Kerajinan.
(2) Isi dari pada Garis Besar Program Pengajaran adalah sebagaimana tersebut
dalam lampiran Keputusan ini.
Pasal l0
Pasal 11
Kurikulum SMA - 1975 sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini mulai berlaku
dan dilaksanakan.pada tahun ajaran 1976, dengan ketentuan sebagai berikut:
c. tahun ajaran 1978 berlaku sepenuhnya dari kelas I sampai dengan kelas III.
117
Pasal 12
Pasal 13
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan tersendiri.
Pasal 14
LATAR BELAKANG
Setelah Kurikulum 1968/1969 berjalan selama kurang lebih enam tahun dirasakan
bahwa kurikulum tersebut perlu ditinjau kembali agar lebih sesuai dengan
tuntutan perkembangan dan perubahan jaman dan masyarakat. Kesadaran tentang
perlunya memperbaharui kurikulum ini dinyatakan untuk pertama kalinya oleh
Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada kesempatan Lokakarya
Perestuan (Sanctioning) Garis-garis Besar Program Pengajaran untuk kurikulum
PPSP pada tanggal 14 Februari 1974.
Sejak tahun 1969 memang telah banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat
dari lajunya program pembangunan nasional.
118
a. Kegiatan pembaharuan pendidikan selama PELITA I yang dimulai pada tahun
1969 telah melahirkan dan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang sudah
mulai memasuki pelaksanaan sistem pendidikan nasional,
Untuk jelasnya kiranya perlu kami sebutkan di sini beberapa dokumen yang
memuat kebijaksanaan Pemerintah di bidang pendidikan yang lahir sesudah tahun
1959:
119
2. Keputusan Presiden Nomor 17/1974 tentang Rencana Pembangunan Lima
Tahun II Bab 22 “Pendidikan dan Pembangunan Generasi Muda”
120
Untuk menjamin konsistensi antara hasil yang dikerjakan oleh team, dengan para
pemegang pimpinan dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Panitia Pengarah telah menempuh proses kerja yang mengenal tahap
pengembangan dan tahap perestuan. Pada tahap perestuan (sanctioning) hasil
kerja team diajukan kepada sidang Lokakarya yang diikuti oleh pada Kepala
Perwakilan para Rektor Universitas dan Institut, pada Direktur dari lingkungan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Badan penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.
Hasil terakhir konsep kerangka tujuan, struktur dan materi kurikulum diajukan
kepada Menteri melalui pimpinan teras (Sekretaris Jenderal, para Direktur
Jenderal, dan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan) setelah diolah bersama oleh para Kepala Perwakilan dan Direktur.
Kini kurikulum tersebut telah disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
untuk secara nasional dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pengajaran 1976,
dengan catatan bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut penilaian Kepala
Perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975.
Kurikulum SMA tahun 1975 ini berlaku bagi SMA dan Sekolah Menengah
Pembangunan Persiapan (SMPP). Sedangkan Kurikulum SMP 1975 adalah
kurikulum dari pada SLTP yang disempurnakan. Istilah SMP yang disempurnakan
ini lahir dari gagasan untuk mengintegrasikan Sekolah-sekolah Lanjutan Kejuruan
tingkat Pertama, secara berangsur-angsur dengan SMP dan menjadi Sekolah
Menengah Umum yang berorientasi Kejuruan. Proses lanjutan kejuruan tingkat
pertama menjadi SMP yang disempurnakan itu diatur dalam sebuah Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 08-f/U/1975.
121
l. Prinsip-prinsip dasar dan fungsi sesuatu bidang studi,
3. Pendekatan,
4. Metoda penyampaian,
5. Perlengkapan pengajaran,
6. Penilaian, dan
7. Alokasi waktu.
122
sesuatu program ketrampilan bisa terjadi bahwa program ketrampilan yang
dikembangkan ternyata tidak ditunjang oleh fasilitas yang memadai. Karena itu
dalam hal ketrampilan, kurikulum SMA menganut prinsip fleksibilitas diukur
dari ekosistem, kemampuan pemerintah dan masyarakat serta orang tua di
dalam menyediakan fasilitas yang memadai.
2. Prinsip Efisiensi dan Efektivitas. Waktu sekolah adalah sebagian kecil dari
waktu kehidupan siswa yang berlangsung selama 24 jam. Dari dua puluh empat
jam tersebut hanya sekitar enam jam mereka ada di sekoiah. Karena itu kalau
waktu yang sangat terbatas ini digunakan bagi kegiatan-kegiatan yang
sebenarnya dapat dilakukan para siswa di luar lingkungan, hubungan
siswa,guru dari fasilitas pendidikan, maka berarti akan terjadi pemborosan
yang merupakan gejala inefisiensi. Sering kita melihat bahwa waktu dua jam
pelajaran digunakan mencatat pelajaran yang mungkin dapat dilakukan oleh
murid di luar jam sekolah atau memperbanyak bahan tersebut, taiau di toko
buku bahan yang diperlukan tidak ada. Cara pemanfaatan waktu seperti kami
kemukakan di atas adalah bentuk inefisiensi penggunaan waktu.
123
Atas dasar prinsip efisiensi dan efektivitas inilah kurikulum 1975 memilih
jumlah jam pelajaran selama seminggu 36 jam dan bukan 42 jam, karena
pertimbangan bahwa para siswa dapat dituntut untuk bekerja lebih keras pada
setiap jam yang teredia dengan tetap memberikan kesempatan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih santai pada saat-saat tertentu. Oleh
karena itu kegiatan-kegiatan belajar yang sifatnya wajib dan akademis
ditekankan pada hari Senin sampai dengan Jum'at sedangkan kegiatan-kegiatan
pada hari Sabtu sifatnya pilihan wajib, ekspresif dan rekreatif.
Atas dasar prinsip ini juga disarankan agar setiap pelajaran hendaknya tidak
diberikan dalam 1 jam pelajaran saja untuk satu minggu melainkan antara 2
jam dan sebanyak-banyaknya 3 jam pada setiap pertemuan. Sistem semester
masih tetap digunakan tetapi dengan suatu pengertian yang akan menuntut guru
untuk secara sistematis dan berencana menyusun kegiatan-kegiatan belajar-
mengajar dalam satuan-satuan semester secara bulat. Bentuk usaha yang
dilaksanakan adalah agar waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh murid dan guru bagi kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang
efisien dan efektip. Prinsip ini juga akan mempengaruhi penyusunan jadwal
pelajaran setiap minggunya.
124
kenyataan bahan-bahan pelajaran makin tahun makin bertambah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan masyarakat, Karena itu
memilih kegiatan-kegiatan dan pengalaman-pengalaman belajar yang
fungsionil dan efektip memerlukan kriteria. Untuk itulah kami menggunakan
suatu prinsip kerja atau pendekatan dengan berorientasi pada tujuan. Ini berarti
bahwa sebelum menentukan jam dan bahan pelajaran terlebih dahulu akan
ditetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh para siswa dengan jalan
mempelajari sesuatu bidang pelaiaran (studi) Proses identifikasi dan perumusan
tujuan ini berlangsung dari tingkatan yang paling umum, seperti dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam bentuk tujuan-tujuan
institutionil, sampai pada tujuan-tujuan instruksionil khusus yang akan
memberi arah kepada pemilihan bahan dan kegiatan belajar untuk setiap satuan
pelajaran yang terkecil.
Dengan prinsip ini dimaksudkan agar setiap jam dan kegiatan pelajaran yang
dilakukan oleh siswa dan guru benar-benar terarah pada tercapainya tujuan-
tujuan pendidikan.
125
membosankan atau pemberian pelajaran yang sukar ditangkap dan dikunyah
oleh para siswa karerra mereka tidak memiliki dasar yang kokoh.
Bagi suatu bidang pelajaran yang menganut pendekatan spiral, seperti pelajaran
sejarah atau kewargaan negara, perluasan dan pendalaman sesuatu pokok
bahasan dari tingkat pendidikan satu ke tingkat berikutnya harus disusun secara
berencana dan sistimatis.
Prinsip ini mengandung makna, bahwa masa sekolah bukan satu-satunya masa
bagi setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari waktu belajar
yang akan berlangsung sepanjang hidup. Namun demikian kita menyadari
lahwa sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis bagi pemerintah
dan masyarakat untuk membina generasi muda dalam menghadapi masa
depannya. Bagi pemudapun usia sekolah adalah usia yang khusus
diperuntukkan bagi kegiatan belajar.
Dengan berprinsip kepada pendirian ini tugas sekolah tidak hanya membina
pengetahuan dan kecakapan yang berguna untuk dimanfaatkan secara langsung
126
setelah mereka lulus, melainkan juga menyiapkan sikap dan nilai serta
kemampuan untuk belajar terus bagi perkembangan pribadinya.
5) Sistem Penilaian,
Berikut ini akan kami jelaskan kedudukan masing-masing unsur tersebut di atas
sebagai bagian integral dari pada sistematik kurikulum 1975.
Tujuan-tujuan Institusionil:
127
Khusus dari pada pendidikan di SMP/SMA. Tujuan-tujuan tersebut pada pasal 4
adalah tujuan pendidikan yang secara melembaga harus dicapai oleh program
pendidikan pada masing-masing sekolah. Karena itu tujuan-tujuan pendidikan
pada tarap ini disebut tujuan institusionil.
Sebagai satu kesatuan sistem, segala kegiatan belajar baik yang sifatnya akademis,
ketrampilan, maupun pembinaan moral Pancasila telah disusun dan direncanakan
untuk mencapai tujuan-tujuan seperti termaksud dalam rumusan tujuan
institusionil.
Karena itu setiap guru dan pelaksana pendidikan untuk setiap tingkatan
pendidikan, harus memahami dan mendalami makna dari tujuan-tujuan tersebut.
Tujuan-tujuan itu sendiri pada hakekatnya adalah penjabaran dari pada tujuan-
tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan di dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara. Tanpa pemahaman yang mendalam akan makna tujuan-tujuan
pada tingkatan ini akan memungkinkan terjadinya suatu ketidak serasian antara
kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang kita rencanakan dengan tujuan-tujuan
yang harus dicapai.
Tujuan umum ini kemudian dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus
yang menggambarkan kualifikasi yang harus dimiliki oleh para lulusan dalam hal
pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya untuk berbagai bidang pelajaran. Dengan
demikian akan mudahlah bagi kita untuk menyusun program-program pengajaran
yang lebih khusus. Dengan itu pula kita akan mudah menyusun alat penilaian
128
untuk mengukur sampai berapa jauh rencana tentang kualifikasi lulusan sebuah
sekolah telah tercapai.
129
3) Waktu yang disediakan untuk menyelenggarakan program pelajaran tersebut
pada setiap minggu semester.
Bidang studi yang telah ditentukan jumlah jam yang disediakan untuk tiap minggu
lamanya bidang tersebut diberikan, seperti tertulis pada struktur program, pada
bagian ini secara terperinci dijelaskan :
Proses pengembangan pokok bahasan yang diambil dari bagian Garis-garis Besar
Program Pengajaran ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik dan
pendekatan Sistem Instruksionil yang kemudian dikenal dengan PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem lnstruksionil).
130
Sistem Penyajian:
Untuk memudahkan pelaksanaan kurikulum 1975 dalam seri buku kurikulum ini
dilengkapi dengan contoh-contoh konkrit tentang cara penyusunan proses
pengajaran di kelas, yang dinamakan Model Satuan Pelajaran. Dengan Model
Satuan Pelajaran sebagai contoh konkrit guru diwajibkan untuk selalu menyusun
persiapan dalam program satuan-satuan pelajaran sepanjang tahun ia mengejar
dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar tersebut di kelas.
131
I. Petunjuk Umum:
Tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dalam bentuk rumusan tingkah laku yang
seperasionil dan spesifik diukur dalarn rangka evaluasi.
V. Alat-alat Pelajaran:
Kurikulum 1975 ini akan mengubah pandangan lama tentang system penilaian
dalam hal mana pelaksanaan penilaian hanya dapat diadakan pada akhir semester
132
atau akhir tahun.. dangan lama tentang sistem penilaian dalam hal mana
pelaksanaan penilaian hanya dapat
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh di bawah ini diberikan
ikhtisar Buku Kurikulum SMP/SMA 1975 sebagai:
A. Pengantar
C. Penjelasan Umum
133
3. Seni Musik
4. Seni Drama
I. Bidang Studi Ketrampilan
l. Jasa
2. Teknik
3. Kerajinan
4. Pendidikan Kesejahteraen Keluarga
5. Pertanian
6. Maritim
BUKU III: PEDOMAN PELAKSANAAN KURIKULUM
A. Pedoman Khusus dan Model Satuan Pelajaran
B. Pedoman Penilaian
C. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan
D. Pedoman Administrasi dan Supervisi.
134
KURIKULUM 1984
PENGANTAR
135
Dengan perkataan lain, salah satu ciri yang dimiliki oleh kurikulum yang baru ini
adalah adanya keluwesan dalam progam kurikulum. Pada Sekolah Menengah
umum Tingkat Atas (SMA), dengan diterapkannya asas keluwesan, tidak akan ada
lagi jurusan-jurusan yang terpisah secara Ketat. Pemisahan jurusan-jurusan secara
ketat mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan guru, ruang, dan fasilitas,
penyaluran anak didik yang terlalu dini dan mengikat, serta kemungkinan pilihan
program belajar yang terlalu terbatas. Kurikulum yang baru memberikan
kemungkinan kepada Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas untuk mengadakan
berbagai program belajar. Melalui cara ini, sekolah tidak hanya menyiapkan
siswa-siswa yang memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikannya di
perguruan tinggi, melainkan juga menyiapkan mereka yang mempunyai bakat dan
minat untuk mendapatkan pendidikan tambahan jenis lain ataupun untuk
memasuki lapangan kerja.
Sehubungan dengan itu, kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas yang
baru ini mencakup Program Inti yang wajib bagi semua siswa dan Program
Khusus atau Pilihan yang disesuaikan dengan bakat dan minat siswa serta
kebutuhan lingkungan Ini mengandung arti bahwa disamping adanya program
belajar yang dirancang secara terpusat diberi kan pula kemungkinan kepada
daerah atau sekolah untuk merancang program-program tertentu yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing daerah. Upaya pengembangan Kurikulum ini
diadakan secara bertahap dalam arti meskipun kurikulum yang baru ini mulai
dilaksanakan pada tahun ajaran 1984/1985, upaya pemantapan tetap diadakan
secara terus menerus. Ini penting, mengingat Kurikulum harus selalu disesuaikan
dengan tahap pembangunan nasional melalui penyempurnaan isi, bentuk, dan cara
penyajiannya.
136
tujuan dan lingkup program pendidikan, pokok-pokok pelaksaaan kurikulum serta
pentahapan pelaksanaannya. Uraian yang lebih terperinci mengenai program-
program dan pokok-pokok pelaksanaan kurikulum dapat diikuti dalam petunjuk
pelaksanaan kurikulum, yang disusun secara terpisah.
MENIMBANG:
b. bahwa penyesuaian tersebut pada sub a dilakukan antara lain melalui perbaikan
kurikulum sekolah sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah;
MEMUTUSKAN:
137
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBATKAN
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH IJMUM TINGKAT
ATAS, yang selanjutnya disebut Kurikulum 1984 SMA.
Bab I: Umum
Pasal 1
b. Program Inti, adalah perangkat mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua
siswa;
c. Program Khusus (Pilihan), adalah perangkat mata pelajaran yang dapat dipilih
atas dasar perbedaan bakat, minat, dan tujuan belajar perorangan serta
kebutuhan lingkungan;
138
h. Kegiatan Kokurikuler, adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk
waktu libur), yang dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah, dengan tujuan
untuk memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan anlara berbagai
jenis pengetahuan, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya
pembinaan manusia seutuhnya;
j. Kredit, adalah ukuran satuan beban siswa yang ditentukan oleh jam pelajaran
tatap muka dan pekerjaan rumah per minggu per semester;
Pasal 2
Pasal 3
b. memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi, terutama di universitas dan institut;
c. memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan
pendidikan di sekolah tinggi, akademi, politeknik, program diploma atau
program lainnya yang setingkat;
139
d. memberi bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah
menyelesaikan pendidikannya
Pasal 4
(1) Pendidikan di SMA berlangsung selama 3 (tiga) tahun yang terdiri dari kelas
I, II, dan III.
(2) Setiap I (satu) tahun pelajaran terbagi menjadi 2 (dua) semester, sehingga
pendidikan di SMA berlangsung dari semester I (satu) sampai dengan 6
(enam).
Pasal 5
a. Program Inti;
Pasal 6
(2) Progam Inti mencakup 60% (enam puluh persen) dari keseluruhan program di
SMA.
(3) Program Inti terdiri dari 15 (lima belas) Mata Pelajaran yang isinya wajib
dikuasai oleh semua siswa.
140
Pasal 7
a. Progam A;
b. Program B.
(2) Siswa dapat memilih Program A dan B atas dasar kemampuan dan minat
yang bersangkutan.
(3) Program Khusus (Pilihan) mencakup 40% (empat puluh persen) dari
keseluruhan program.di SMA.
Pasal 8
(2) Setiap siswa dapat memilih salah satu di antara program yang terdapat
pada ayat (l) sesuai dengan kemampuan dan minat siswa yang
bersangkutan.
(3) Masing-masing program tersebut pada ayat (l) mencakup 40% (empat
puluh persen) dari keseluruhan program di SMA. Yang isinya terdiri dari
sejumlah mata pelajaran yang sesuai.
Pasal 9
141
c. Program-program di bidang pertanian dan Kehutanan;
(2) Setiap siswa dapat memilih salah satu di antara program-program dalam
setiap bidang yang terdapat pada pasal 9 ayat (l) sesuai dengan
kemampuan dan minat siswa yang bersangkutan;
Pasal 10
Pasal 11
Penyajian mata pelajaran dan penjatahan waktu, baik pada Program lnti maupun
pada Program Khusus (Pilihan) dari semester 1 sampai dengan 6 ditetapkan dalam
struktur program.
Pasal 1 2
142
(3) Kegiatan Kokurikuler dilakukan di luar jam pelajaran biasa secara teratur
dan hasilnya ikut menentukan dalam pemberian nilai bagi para siswa
untuk setiap mata pelajaran.
Pasal 13
(l) Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pendidikan Kurikulum
1984 SMA menerapkan sistem kredit. Secara umum satu kredit diartikan
dengan 1 (satu) jam pelajaran tatap muka ditambah 1/2 (setengah) jam
pelajaran pekerjaan rumah per minggu per semester.
Pasal 14
Pasal l5
(2) Program Bimbingan Karier tersebut pada ayat (1), dilaksanakan untuk
membantu siswa dalam:
a. memahami dirinya;
143
c. mengembangkan rencana dan kemampuan untuk mengambil
keputusan tentang masa depannya.
Pasal 16
Pasal 17
144
Pasal 18
Pasal 19
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan tersendiri.
Pasal 20
BAB I: PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dari penilaian kurikulum telah ditemukan masalah masalah dasar dalam bidang
kurikulum sebagai berikut:
1. Adanya beberapa unsur baru dalam GBHN 1983 yang perlu ditampung dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
145
4. Adanya kelemahan-kelemahan isi kurikulum dalam berbagai bidang/mata
pelajar di berbagai jenis/jenjang pendidikan, antara lain terlalu saratnya isi
kurikulun yang harus diajarkan.
Di samping itu, dari penilaian kurikulum tersebut dapat pula disimpulkan adanya
kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaanya dilapangan.
Dalam menuju cita-cita pendidikan nasional kita yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor II/ MPR/ 1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara telah dirumuskan
tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, kecerdasan dan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti
memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah
air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan tanpa menumbuhkan manusia-manusia pembangunan berarti
memberikan kesempatan kepadanya untuk mewujudkan dirinya secara bermakna,
sehingga setiap individu, seyogyanya terwujud sebagai bagian dari
lingkungannya. Guna mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan
perlu disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan masyarakat sedang
membangun serta kemajuan ilmu dan teknologi.
146
l. Perbaikan terhadap kurikulum mencakup:
147
e. pendekatan program kepada ketuntasan belajar dalam masing-masing
bagian maupun keseluruhan program kurikulum,
Pertama, sebagaimana halnya yang berlaku bagi setiap lembaga pendidikan, SMA
bertujuan mendidik para siswa untuk menjadi manusia pembangunan sebagai
warga negara Indonesia yang berpedoman pada Pancasila.
Kedua, sebagai lembaga pendidikan umum pada tingkat menengah atas, SMA
bertujuan memberikan bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
A. PROGRAM INTI
Program Inti, yang wajib diikuti semua siswa, terutama dimaksudkan untuk
memenuhi tujuan/fungsi SMA yang pertama, yakni mendidik siswa menjadi
manusia pembangunan sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman pada
Pancasila, dan sekaligus merupakan perwujudan upaya untuk menempatkan siswa
dalam suasana kebersamaan.
148
Program Inti merupakan progam pendidikan yang wajib bagi semua siswa dengan
mengacu pada kepentingan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, perubahan
masyarakat dalam rangka perkembangan ilmu dan teknologi, serta penguasaan
pengetahuan minimal bagi semua siswa. Progam Inti untuk SMA mencakup
kurang dari program keseluruhan di SMA.
l. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Pancasila
5. Ekonomi
6. Geografi
8. Pendidikan Seni
9. Pendidikan Keterampilan
10. Matematika
11. Biologi
12. Fisika
13. Kimia
14. Sejarah
Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga diwajibkan selama 6 semester
dengan jumlah waktu seluruhnya 18 jam pelajaran.
149
Mata pelajaran Ekonomi yang berisi bahan pelajaran tentang ekonomi dengan titik
berat pada koperasi, di wajibkan minimal selama dua semester dengan jumlah
waktu seluruhnya 6 jam pelajaran.
Mata Pelajaran Biologi, Fisika, Kimia dan Sejarah diwajibkan selama 1 atau 2
semester dengan jumlah waktu seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran 4
jam pelajaran, dengan catatan mata pelajaran Sejarah mencakup baik Sejarah
Dunia maupun sebagian Sejarah Indonesia yang materinya tidak mencakup dalam
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa.
150
politik, pendidikan bela negara, dan sebagainya, dimasukan kedalam mata
pelajaran yang sesuai.
Program ini diadakan dengan bertitik tolak pada perbedaan bakat dan minat
perorangan serta kebutuhan lingkungan. Program khusus untuk SMA mencakup
kurang lebih 40 persen dari program keseluruhan .
Program Khusus dari Kurikulum 1984 SMA terdiri dari 2 (dua) Jenis, yaitu
Program A dan Program B.
1. Program A
151
Masing-masing program berisi mata pelajaran yang diperlukan untuk dapat
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dengan bobot sebagai berikut:
MATA
Sejarah Budaya
Bahasa Inggris
Matematika
Tatanegara
PROGRAM
Ekonomi
Biologi
Kimia
Fisika
Sastra
Ilmu-ilmu Fisik 4 4 2 - - - - - 4 2 -
Ilmu-ilmu Biologi 3 4 4 - - - - - 4 2 -
Ilmu-ilmu Sosial - - - 4 3 3 - - 2 4 -
Pengetahuan Budaya - - - - 3 - 3 3 1 4 2
152
kehidupan sosial manusia seperti ilmu administrasi, ilmu ekonomi, ilmu
politik, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.
Siswa- siswa yang telah memilih suatu program tertentu dapat mengambil
juga mata pelajaran yang lain, asal hal tersebut tidak mengganggu
kelancaran penyelesaian program pokoknya.
2. Program B
Program B disediakan sebagai sarana untuk menampung minat dan bakat siswa
untuk mendalami berbagai bidang kehidupan yang ada di masyarakat.Program ini
lebih diarahkan untuk mempersiapkan siswa- siswa yang akan langsung bekerja
sesudah tamat SMA maupun yang akan memasuki akademi, politeknik, program
diloma, dan sebagainya, sebelum bekerja.
153
pendidikan ke akademi computer, program diploma bidang computer, dan
sebagainya.
154
Bidang Contoh Program Yang Dapat Dipilih Siswa
Teknologi Industri - Kerajinan Keramik
- Kerajinan Kulit
- Otomotif
- Instalasi Listrik
- Elektronika
- Pertukangan Kayu
- dan sebagainya
Komputer - Perangkat lunak
- Perangkat keras dan sebagainya
Pertanian dan Kehutanan - Pertanian
- Perikanan Darat
- Peternakan
- Kehutanan
- dan sebagainya
Jasa - Tataniaga
- Koperasi
- Pembukuan
- Pariwisata
- dan sebagainya
Kesejahteraan Keluarga - Tataboga
- Tatabusana
- dan sebagainya
Maritim - Pelayaran
- Penangkapan Ikan Laut
- dan sebaginya
Budaya - Bahasa Daerah (yang bersangkutan)
- Sastra Daerah (yang bersangkutan)
- Seni Daerah (yang bersangkutan)
- Sejarah Budaya Daerah (yang bersangkutan)
- dan sebagainya
Pengetahuan Agama - Agama Islam
- Agama Kristen Protestan
- Agama Katolik
- Agama Hindu
- Agama Budha
155
Masing-masing program terdiri dari baik mata pelajaran umum/ akademik sebagai
dasar untuk bidang-bidang kejuruan yang bersangkutan, maupun mata pelajaran
kejuruan yang berhubungan dengan masing-masing program.
156
C. STRUKTUR PROGRAM
Struktur program untuk Program A serta contoh struktur program untuk program
B dapat dilihat pada bagan struktur program kurikulum masing-masing berikut
ini.
157
2. PROGRAM STUDI: ILMU-ILMU BIOLOGI
158
PROGRAM 16.Ekonomi - - 5 5 5 5 20
PILIHAN 17.Sosiologi & Antropologi - - 3 3 3 3 12
18.Tata Negara - - 2 2 3 3 10
19.Matematika - - 3 4 4 3 14
20.Bahasa Inggris - - 3 5 5 6 20
21.Bahasa Asing lainnya - - 3 2 4 3 12
JUMLAH - - 19 21 25 23 88
JUMLAH BEBAN BELAJAR 37 37 38 38 38 34 222
Program B adalah dalam rangka menyiapkan siswa yang mempunyai bakat dan
minat untuk langsung memasuki lapangan kerja atau melalui latihan tambahan
guna memasuki lapangan kerja.
159
KESETARAAN PROGRAM A DAN PROGRAM B. Yang dimaksud dengan
kesetaraan dalam hal ini adalah penyamaan program yang dimuat dalam Program
A dengan bidang-bidang pilihan yang dimuat dalam Program B.
Program Inti
TABEL KESETARAAN
PROGRAM B
PROGRAM A
BIDANG PILIHAN
Ilmu-ilmu Fisik Teknologi Industri Kerajinan Tangan
Kerajinan Kulit
Otomotif
Instalasi Listrik
Elektronika
Pertukangan Kayu
Komputer Perangkat Lunak
Perangkat Keras
Maritim Pelayaran
Penangkapan Ikan Laut
Ilmu-ilmu Biologi Pertanian dan Pertanian
Kehutanan Perikanan Darat
Peternakan
Kehutanan
Ilmu-ilmu Sosial Jasa Tataniaga
Koperasi
Pembukuan
Pariwisata
Kesejahteraan Keluarga Tataboga
Tatabusana
Tatagraha
Pengetahuan Budaya Budaya Bahasa Daerah
160
Sastra Daerah
Seni Daerah
Sejarah Budaya
Bahasa Asing
Ilmu-ilmu Agama Pengetahuan Agama Agama Islam
Agama Kristen
Agama Katolik
Agama Hindu
Agama Budha
Ada beberapa segi pelaksanaan kurikulum yang perlu mendapat perhatian dan erat
hubungannya dengan ciri-ciri Kurikulum 1984 SMA. Segi-segi yang dimaksud
mencakup kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, administrasi kurikulum,
pendekatan belajar mengajar dan penilaian, serta bimbingan karir.
Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa, yang bertujuan
agar siswa lebih memperdalam dan lebih menghayati apa yang dipelajari dalam
kegiatan intrakurikuler.Kegiatan kokurikuler dilaksanakan dalam berbagai bentuk,
seperti mempelajari buku-buku tertentu, melakukan penelitian, membuat
karangan, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis,dengan tujuan untuk lebih
menghayati/ memperdalam apa yang telah dipelajari.Hasil kegiatan ini ikut
menentukan dalam pemberian nilai bagi para siswa.
161
tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa mengenal hubungan antara berbagai
mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan
manusia seutuhnya.
B. ADMINISTRASI KURIKULUM
Dalam rangka meningkatkan tepat guna dan daya guna pendidikan, dalam
kurikulum 1984 SMA diterapkan system kredit yang sekaligus pula dikaitkan
dengan system penilaian siswa.
Dengan kredit disini dimaksudkan ukuran satuan beban belajar siswa yang
ditentukan oleh jumlah jam pelajaran tatap muka dan pekerjaan rumah per
minggu, per semester, dengan cara perhitungan sebagai berikut:
Hal ini mengandung arti bahwa untuk setiap 1 jam pelajaran tatap muka, para
siswa diberi pekerjaan rumah yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu
kurang lebih ½ jam pelajaran.
Setiap siswa yang berhasil menamatkan SMA telah menyelesaikan minimal 222
kredit, dengan perincian:
162
Ketuntasan belajar ini menunjukan kepada hasil belajar, sedangkan
pelaksanaannya diarahkan pada penguasaan keterampilan mengelola
perolehannya.
D. BIMBINGAN KARIER
Bimbingan Karier bukan hanya berarti bimbingan jabatan atau bimbingan tugas,
tetapi memiliki arti yang lebih luas yaitu bimbingan agar seseorang dapat
memasuki kehidupan, tata hidup dan kejadian di dalam kehidupan, serta
mempersiapkan peralihan dari kehidupan sekolah ke dunia kerja.Secara lebih
khusus, program bimbingan karier terutama berperan membantu siswa dalam: (1)
memahami dirinya; (2) memahami lingkungan/ dunia kerja dalam tata hidup
tertentu; dan (3) mengembangkan rencana dan kemampuan untuk mengambil
keputusan tentang masa depannya.
Dalam pelaksanaanya, program bimbingan karier ini dapat dilakukan 1 atau 2 kali
dalam sebulan, dapat dalam bentuk tatap muka, system belajar sendiri, atau
gabungan antara keduanya.Nara sumber yang ada di masyarakat perlu
dimanfaatkan dalam melaksanakan program ini.Program bimbingan karier inipun
163
perlu sekaligus dikaitkan dengan masalah patokan tentang segi kesesuaian
program pendidikan untuk berbagai bidang kehidupan.
A. AZAS-AZAS PENGEMBANGAN
2. Keluwesan
3. Pendekatan Pengembangan
164
menjabarkan lebih lanjut pelaksanaan konsep tersebut, sesuai dengan cirri
dan kondisi daerah, terutama Program B.
Materi Kurikulum 1984 pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan materi
Kurikulum 1975; yang berbeda adalah organisasi pelaksanaanya, sehingga dengan
demikian Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan/buku-
buku serta sarana yang ada.
B. PENTAHAPAN PELAKSANAAN
Kurikulum 1984 SMA dilaksanakan secara bertahap mulai dengan I pada tahun
ajaran 1984/1985, kelas I dan kelas II pada tahun ajaran 1985/1986; dan kelas I,
kelas II, kelas III pada tahun ajaran 1986/1987; dan seterusnya.
Tahun
Pelajaran dan
1984/1985 1985/1986 1986/1987
Kelas seterusnya
I √ √ √ √
II - √ √ √
III - - √ √
165
Hakikat Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di
masa yang akan dating.
KURIKULUM 1994
PENGANTAR
166
Dengan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional serta sekalian peraturan pemerintah sebagai
pedoman pelaksanaannya, maka kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.
Buku Garis-garis Besar Program Pengajaran setiap mata pelajaran (Lampiran II)
memuat hal-hal sebagai berikut: pengertian dan fungsi mata pelajaran; tuuan
pengajaran mata pelajaran yang bersangkutan dan ruang lingkup bahan
kajian/pelajaran; pokok-pokok bahasan, konsep atau tema, dan uraian tentang
keluasan dan kedalamannya; dan rambu-rambu cara penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar.
167
Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum (Lampiran III) terdiri atas pedoman
kegiatan belajar-mengajar untuk setiap mata pelajaran, pedoman pengelolaan
kegiatan belajar-mengajar, dan pedoman bimbingan belajar/bimbingan karir serta
pedoman penilaian kegiatan dan hasil belajar.
Pengantar ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr.
Fuad Hasan di Jakarta, 25 Februari 1993.
MENGINGAT:
168
a. Nomor 0222b/0/1980 tanggal 11 September 1980 dengan semua
perubahannya;
MEMPERHATIKAN:
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN:
169
(2) Kurikulum Sekolah Menengah Umum yang disesuaikan dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan ditetapkan oleh Kepala
Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keempat : (1) Perubahan yang berkenaan dengan isi Landasan, Program dan
Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Surat Keputusan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1993 oleh
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan: Fuad Hasan.
170
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN NOMOR; 061/U/1993 TANGGAL, 25 FEBRUARI 1993
TENTANG LANDASAN, PROGRAM DAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH UMUM
BAB I: LANDASAN
171
Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang
dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar
secara berjenjan dan berkesinambungan. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi (Pasal 9 ayat (1), pasal 10 ayat (2), dan pasal 12 ayat (1)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989).
172
BAB II: TUJUAN
173
umum diselenggarakan di kelas I dan II SMU, sedangkan program pengajaran
khusus mulai diadakan dikelas III SMU.
2. PendidikanAgama
5. Bahasa Inggris
7. Matematika
a. Fisika
b. Biologi
c. Kimia
a. Ekonomi
b. Sosiologi
c. Geografi
174
10. Pendidikan Seni
Program Pengajaran Khusus diselenggarakan di kelas III dan dipilih oleh siswa
sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Program ini dimaksudkan
untukmempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan padajenjang pendidikan
tinggi dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional dan
mempersiapkan siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di
masyarakat.
Siswa di kelas III diberi peluang untuk berpindah ke program pengajaran khusus
lainnya sesuai dengan kemampuan, minat, dan kemajuan belajarnya. Kesempatan
untuk berpindah dari program khusus yang telah dipilihnya ke program khusus
lainnya diberikan sampai dengan akhir catur wulan I kelas III.
Jenis mata pelajaran umum dan jumlah jam pelajaran masing-masing mata
pelajaran umum pada setiap program khusus adalah sama.
l. Program Bahasa
Program pengajaran ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam
mata pelajaran berikut:
175
2) Pendidikan Agama,
5) Bahasa Inggris,
2) Bahasa Inggris,
4) Sejarah Budaya.
Program ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran
berikut:
2) Pendidikan Agama,
5) Bahasa Inggris,
176
6) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
l) Fisika,
2) Biologi,
3) Kimia
4) Matematika.
Program pengajaran ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam
mata pelajaran berikut:
2) PendidikanAgama,
5) Bahasa Inggris,
1) Ekonomi,
2) Sosiologi,
3) Tata Negara,
177
4) Antropologi.
c. Susunan Program
Program Umum
178
2. SUSUNAN PROGRAM PENGAJARAN SEKOLAH MENENGAH UMUM
KELAS III
a. PROGRAM BAHASA
JUMLAH JAM
MATA PELAJARAN
PELAJARAN
UMUM
1. Pendidikan Panacasila dan Kewarganegaraan 2
2. Pendidikan Agama 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 3
4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2
5. Bahasa Inggris 5
6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) 2
KHUSUS
1. Bahasa dan Sastra Indonesia 8
2. Bahasa Inggris 6
3. Bahasa Asing Lain **) 9
4. Sejarah Budaya 5
JUMLAH 42
JUMLAH JAM
MATA PELAJARAN
PELAJARAN
UMUM
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2
2. Pendidikan Agama 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 3
4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2
5. Bahasa Inggris 5
6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) 2
KHUSUS
179
1. Fisika 7
2. Biologi 7
3. Kimia 6
4. Matematika 8
JUMLAH 42
Keterangan: *) Diselenggarakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan
kesempatan yang tersedia di lingkungan sekolah.
JUMLAH JAM
MATA PELAJARAN
PELAJARAN
UMUM
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2
2. Pendidikan Agama 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 3
4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2
5. Bahasa Inggris 5
6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) 2
KHUSUS
1. Ekonomi 10
2. Sosiologi 6
3. Tata Negara 6
4. Antropologi 6
JUMLAH 42
180
Kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas dimaksudkan juga untuk lebih
mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh dalam program kurikulum dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan.
2. Pendidikan Agama
181
b. Mata pelajaran Agama Kristen Protestan berisi bahan kajian tentang
sigala sesuatu yang bersumber dari Tuhan Yesus seperti kasih, ibadah,
pengutusan, ketaatan, dan janji keielamatan, pengertian dan
penghayatan tentang dasar kehidupan sehari-hari.
e. Mata pelajaran Agama Budha berisi bahan kajian tentang bhakti, sila,
sadda, tripitaka, dan sejarah.
182
4. SejarahNasional dan Sejarah Umum
5. Bahasa Inggris
183
Alam pokok bahasan dan kosakatanya terutama dikaitkan dengan bidang
ilmu pengetahuan alam, sedangkan dalam program Bahasa pokok bahasan
dan kosakatanya terutama dikaitkan dengan sastra.
Mata pelajaran ini terdiri atas kegiaan pokok dan kegiatan pilihan.
Kegiatan pokok terdiri atas atletik, senam, permainan, dan pendidikan
kesehatan. Sedangkan kegiatan pilihan terdiri atas renang, pencak sila!
bulu tangkis, tenis mej4 tenis, sepak takraw, softball, j udo, olahraga yang
berkembang di daerah, pengobatan tradisional dan kegiatan usaha
kesehatan sekolah (UKS).
7. Matematika
184
dan matematika lebih lanjut sebagai bekal untuk menempuh pendidikan
yang lebih tinggi.
8. Fisika
9. Biologi
185
yang dipelajari di kelas tiga merupakan kelanjutan, pendalaman dan
perluasan konsep-konsep di kelas satu dan dua merupakan dasar untuk
mempelajari konsep-konsep lebih lanjut dijenjang pendidikan tinggi,
maupun untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari.
10. Kimia
186
11. Ekonomi
Mata pelajaran ini berisi bahan kajian ekonomi dan akuntansi. Bahan
kajian ekonomi mencakup masalah ekonomi, pengertian dasar ekonomi,
kegiatan ekonomi yang bersifat perseorangan dan bagian-bagian tertentu
dari masyarakat, ekonomi Indonesia
12. Sosiologi
187
13. Geografi
188
menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan
masa kini.
Mata Pelajaran ini berupa antara lain mata pelajaran Bahasa Arab, Bahasa
Jerman, Bahasa Jepang, dan atau Bahasa Perancis.
Matapelajaran ini berisikan bahan kajian seni musik, senirupa, seni tari,
dan seni teater.
18. Antopologi
189
dalam kehidupan sehari-hari; menanamkan kesadaran perlunya
menghargai nilai-nilai budaya suatu bangsa, terutama bangsa sendiri;
menanamkan kesadaran tentang peranan kebudayaan dalam perkembangan
dan pembangunan masyarakat serta dampak perubahan kebudayaan
terhadap kehidupan bermasyarakat. Mata pelajaran ini berisi kajian tentang
: asal mula kebudayaan Indonesia, dan factor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kebudayaan seperti lingkungan alam/fisik, ras dan sebagainya;
bentuk-bentuk masyarakat di Indonesia; tinjauan terhadap beberapa
masyarakat suku di Indonesia; peranan unsur kebudayaan tradisional
terhadap pembangunan dan bagaimana membentuk kebudayaan menuju
masa depan.
F. Lama Pendidikan
G. Perpindahan Sekolah
Siswa sekolah menengah umum dapat pindah ke sekolah menengah kejuruan atau
satuan pendidikan menengah lainnya yang setara asalkan memenuhi persyaratan
pada sekolah atau satuan pendidikan yang dituju.
A. Waktu Belajar
190
B. Sistem Guru
a. Perencanaan tahunan
D. Bahasa Pengantar
Bahasa pengantar dalam pendidikan pada sekolah menengah umum adalah bahasa
Indonesia (Pasal 41 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989).
E. Sistem Pengajaran
191
seperti kepustakaan, alat peraga, lingkungan alam, sosial, dan budaya,
serta narasumber.
BAB V: PENILAIAN
192
Penilaian hasil belajar pada akhir catur wulan, akhir tahun pelajaran, direncanakan
oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan dilaksankan
oleh sekolah yang bersangkutan, sedangkan penilaian akhir.peqdidikan SMU
direncanakan oleh Ditjen Dikdasmen dan dilaksanakan'oleh sekolah yang
bersangkutan dengan koordinasi Kantor Wilayah Depdikbud, berpedoman pada
ketentuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Penilaian hasil belajar pada akhir catur wulan 3 kelas II mencakup semua mata
pelajaran yang diajarkan di kelas II. Penilaian ini dapat digunakan sebagai:
Penilaian hasil belajar yang didasarkan atas ukuran yang ditetapkan secara
nasional dilakukan untuk mernperoleh keterangan tentang mutu hasil pendidikan
di SMU.
A. Tingkat Nasional
B. Tingkat Daerah.
193
mencakup: (1) Penjabaran lebih lanjut bahan kajian atau pokok bahasan dan atau
bahan pelajaran kurikulum yang berlaku nasional, misalnya mata pelajaran
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris; (2) Penambahan bahan pelajaran/bahan
kajian atau pokok bahasan, berdasarkan kurikulum yang berlaku nasional,
misalnya: mata pelajaran Pendidikan Seni dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan;
dan (3) Penyesuaian cara penyampaian yang tercantum dalam kurikulum nasional
dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
PROLOG
Puncaknya gerakan reformasi yaitu ketika krisis finansial Asia yang menyebabkan
ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat
Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
194
kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mendukung gerakan reformasi
harus dirubah secara total.
Atas dasar itu, pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berbangsa dan
bernegara dituntut untuk disempurnakan secepat mungkin. Langkah pertama yang
dilakukan adalah penyempurnaan kurikulum Kurikulum 1994.
Seiring dengan terjadinya gerakan Reformasi pada tahun 1998 yang menuntut
peningkatan kesadaran terhadap keterbukaan, bidang pendidikan sebagai salah
satu aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dituntut untuk segera direformasi.
Sorotan yang pertama kali untuk direformasi atau disempurnakan dalam bidang
pendidikan ditujukan kepada Kurikulum 1994 yang sedang berjalan pada waktu
itu. Pada hakikatnya, penyempurnaan ini merupakan proses dari penelitian dan
pengembangan kurikulum secara terus menerus.
195
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
4. Bahasa Inggris
6. Matematika
7. Fisika
8. Kimia
9. Biologi
11. Sosiologi
12. Geografi
16. Antropologi
196
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI [KURIKULUM
2004]
A. Landasan
197
3. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
4) Pasal 37 ayat (1) tentang muatan wajib pada kurikulum pendidikan dasar
dan menengah; dan;
198
5) Pasal 38 ayat (1) tentang penetapan Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah
dan ayat (2) tentang peran koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan
Provinsi dan untuk pendidikan menengah dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan dasar dan Menengah sesuai dengan relevansinya oleh setiap
kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah.
B. Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sesuai dengan
pengertian tersebut, Kurikulum 2004 berisi seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara
pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah
dan madrasah.
199
C. Prinsip-Prinsip Pengembangan dan Pelaksanaan
1. Prinsip-Prinsip Pengembangan
Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami,
dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
200
f. Pilar Pendidikan
i. Diversifikasi Kurikulum
2. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan
201
b. Berpusat Pada Anak
Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama, dan menilai
diri sendiri diutamakan agar peserta didik mampu membangun kemauan,
pemahaman, dan pengetahuannya. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik perlu terus menerus diupayakan. Penilaian berkelanjutan
dan komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian upaya
tersebut. Penyajiannya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan
peserta didik melalui pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.
D. Tujuan
202
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
beserta peraturan-peraturan pemerintah yang menyertainya.
Posisi SMA dalam jenjang dan jalur pendidikan digambarkan dalam struktur
persekolahan berikut ini.
203
STRUKTUR PERSEKOLAHAN DAN MADRASAH
Dunia Kerja/Hidup di Masyarakat
Universitas/Sekolah
Tinggi/Akademi/
TINGGI
Politeknik
XII SMA 18
XI SMK dan 17
MENENGAH dan SMLB Paket C
X MAK 16
MA
IX 15
VIII SMP dan MTs SMPLB Paket B 14
VII 13
DASAR
VI 12
V 11
IV 10
SD dan MI SDLB Paket A
III 9
II 8
I 7
TK dan RA TKLB 6
5
Taman Penitipan Anak & 4
Kelompok Bermain 3
USIA DINI
2
1
Lahir
JENJANG TINGKAT/ FORMAL NONFORMAL USIA
PENDIDIKAN KELAS JALUR (TH)
204
Sedangkan di setiap kelas berikutnya, penempatan siswa menggunakan sistem
kenaikan kelas yang didasarkan pada penguasaan kompetensi.
C. Sistem Belajar
Pengaturan waktu belajar di semua jenjang dan jenis pendidikan dasar dan
menengah menggunakan sistem semester, yaitu sistem yang membagi waktu
belajar satu tahun pelajaran ke dalam 2 periode belajar.
STANDAR KOMPETENSI
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, fungsi dan tujuan pendidikan
nasional diwujudkan ke dalam standar nasional dan kurikulum. Keterkaitan antara
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, standar nasional, dan kurikulum
dibagankan sebagai berikut.
205
kurikulum, seperangkat bahan kajian, mata pelajaran, pedoman, silabus, dan
bahan ajar.
Bahan Kajian merupakan penjabaran dari standar isi yang mencakup kajian yang
dibakukan dalam bentuk kompetensi.
Bahan ajar merupakan bahan pembelajaran yang sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan
kejiwaan peserta didik.
206
KETERKAITAN ANTARA FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN
NASIONAL, STANDAR KOMPETENSI LULUSAN, DAN STANDAR ISI
• Berpikir logis, kritis, inovatif, dan kreatif dalam memecahkan masalah, serta
berkomunikasi secara verbal baik lisan maupun tertulis sesuai dengan
konteksnya melalui berbagai media termasuk teknologi informasi.
207
• Memanfaatkan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki untuk hidup di
masyarakat.
208
yang lebih tinggi atau hidup di masyarakat.
5 X Penguasaan kompetensi yang mendukung pemilihan
dan/atau penentuan program studi atau pilihan atau
keahlian.
6 XI – XII Pencapaian kompetensi lulusan sekolah menengah atas dan
sekolah menengah kejuruan serta madrasah aliyah dan
madrasah aliyah kejuruan untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi, bekerja, atau hidup di masyarakat.
209
Pengorganisasian kesepuluh bahan kajian ke dalam mata pelajaran untuk SMA
dan MA adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama
2. Kewarganegaraan
4. Bahasa Inggris
5. Matematika
6. Kesenian
7. Pendidikan Jasmani
8. Sejarah
9. Geografi
10. Ekonomi
11. Sosiologi
12. Fisika
13. Kimia
14. Biologi
210
2. Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan
mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan
orang lain.
Struktur kurikulum berisi: (1) sejumlah mata pelajaran, (2) kegiatan belajar
pembiasaan, dan (3) alokasi waktu. Mata pelajaran mengutamakan kegiatan
instruksional yang berjadwal dan berstruktur. Kegiatan belajar pembiasaan
mengutamakan kegiatan pembentukan dan pengendalian perilaku yang
diwujudkan dalam kegiatan rutin, spontan, dan pengenalan unsur-unsur penting
211
kehidupan masyarakat. Alokasi waktu menunjukan satuan waktu yang digunakan
untuk tatap muka.
Program studi terdiri atas Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Kelas X
merupakan program bersama yang diikuti oleh semua peserta didik. Pada Kelas
XI dan XII dikelompokkan ke dalam tiga program studi, yaitu: Ilmu Alam, Ilmu
Sosial, dan Bahasa.
Program studi Ilmu Alam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip
alam.
Program studi Ilmu Sosial mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip
kemasyarakatan.
Struktur kurikulum program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa memuat
jumlah dan jenis mata pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terlihat dalam
tabel-tabel berikut ini.
212
STRUKTUR KURIKULUM Kelas X
Alokasi Waktu
Mata Pelajaran
Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4
5. Matematika 4 4
6. Kesenian 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2
8. Sejarah 1 2
9. Geografi 2 1
10. Ekonomi 2 2
11. Sosiologi 2 2
12. Fisika 3 3
13. Kimia 3 3
14. Biologi 3 3
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
16. Keterampilan/Bahasa Asing * *
Jumlah 38 38
213
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
7) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
Alokasi Waktu
Mata Pelajaran Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 3 3 3 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 5 5 5 5
6. Kesenian 2 2 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2
8. Sejarah 2 1 - -
9. Geografi 1 2 - -
10. Fisika 4 4 5 4
11. Kimia 4 4 4 5
12. Biologi 4 4 5 4
13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
14. Keterampilan /Bahasa Asing * * * *
Jumlah 39 39 38 36
214
5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap
muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka
semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
6) Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang
mencakup kecakapan hidup yang membekali peserta didik untuk hidup di
masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah.
7) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum
dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
8) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
Alokasi Waktu
Mata Pelajaran Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 3 3 3 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 4 4
6. Kesenian 2 2 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2
8. Sejarah 3 3 3 3
9. Geografi 3 3 3 2
10. Ekonomi 5 5 5 5
11. Sosiologi 5 5 4 4
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan/ Bahasa Asing * * * *
Jumlah 39 39 38 36
215
(1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam
(59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
4) Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap
muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap
muka semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap
muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka
semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
6) Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang
mencakup kecakapan hidup yang membekali peserta didik untuk hidup di
masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah.
7) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum
dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
8) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM STUDI BAHASA
Alokasi Waktu
Mata Pelajaran Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 3 3 3 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 6 6 6 5
5. Matematika 4 4 4 4
6. Kesenian 3 3 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2
8. Sejarah 3 3 3 3
9. Antropologi 2 2 2 2
10. Sastra Indonesia 4 4 4 4
11. Bahasa Asing lainnya 4 4 4 4
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan * * * *
Jumlah 39 39 38 36
216
total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan
siswa, sekolah, madrasah atau daerah.
2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
3) Minggu belajar untuk kelas XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester)
adalah 34 – 40 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 29,25 jam
(1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam
(59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
4) Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap
muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap muka
semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap
muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka
semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
6) Bahasa terdiri atas mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia,
Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing Lain (Arab, Jerman, Perancis, Jepang,
dan Mandarin).
7) Mata pelajaran Keterampilan pemilihannya disesuaikan dengan bakat, minat
siswa dan kebutuhan dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan
madrasah.
8) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum
dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
9) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
Struktur kurikulum Program Pilihan tersebut memuat jumlah dan jenis mata
pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terinci dalam tabel berikut ini.
217
STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM PILIHAN SEKOLAH MENENGAH
ATAS DAN MADRASAH ALIYAH
218
b. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Ilmu
Sosial dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang
tersebut dan ditambah dengan mata pelajaran lainnya, dan
c. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Bahasa
dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang tersebut
ditambah dengan mata pelajaran lainnya.
4) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas X dan XI adalah 36 jam
pelajaran per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah
alokasi waktu total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai
dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah. Madrasah
menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
5) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
6) Minggu belajar untuk kelas X dan XI dalam satu tahun pelajaran (2
semester) adalah 34 – 40 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 27
jam (1.620 menit), jumlah jam tatap muka per tahun adalah 918 jam (55.080
menit).
7) Minggu belajar untuk kelas XII dalam satu tahun pelajaran (2 semester)
adalah 34 - 40 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 24 jam (1440
menit), jumlah jam tatap muka per tahun adalah 816 jam (48.960 menit).
8) Bahasa terdiri atas mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia,
Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing Lain (Arab, Jerman, Perancis, Jepang,
dan Mandarin).
9) Alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran dalam Program Pilihan
disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
10) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
11) Penjelasan teknis untuk pelaksanaan program pilihan akan diatur dalam
pedoman tersendiri.
PELAKSANAAN KURIKULUM
A. Umum
219
Pelaksanaan kurikulum di daerah perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
Diversifikasi kurikulum yang melayani minat peserta didik dan kebutuhan daerah
dirancang oleh daerah dan sekolah dan madrasah. Perwujudan diversifikasi
kurikulum pendidikan kejuruan mengacu pada pencapaian penguasaan
kompetensi sesuai dengan dunia kerja setempat.
220
dari daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
B. Khusus
1. Bahasa Pengantar
2. Hari Belajar
Jumlah hari belajar satu tahun pelajaran adalah 204 sampai dengan 240 hari
dan jumlah minggu efektif adalah 34 - 40. Pengaturannya dilaksanakan
dengan sistem semester. Pengaturan hari efektif diwujudkan dalam kalender
pendidikan yang berlaku secara nasional.
3. Kegiatan Kurikuler
a. Intrakurikuler
Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran untuk
menguasai kompetensi dengan mempertimbangkan hak-hak dan kewajiban
peserta didik, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan kegiatan. Khusus
satuan pendidikan kejuruan, kegiatan intrakurikuler disesuaikan dengan
tuntutan dan kondisi dunia kerja dan industri. Kegiatan intra kurikuler
efektif per minggu dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam 5 hari atau 6
hari kerja sesuai dengan kebutuhan sekolah dan madrasah setelah
mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
221
b. Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran di luar
kegiatan intrakurikuler yang diselenggarakan secara kontekstual dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan untuk memenuhi tuntutan penguasaan
kompetensi mata pelajaran, pembentukan karakter bangsa, dan
peningkatan kecakapan hidup yang alokasi waktunya diatur secara
tersendiri berdasarkan pada kebutuhan dan kondisi sekolah dan
madrasah/daerah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa kegiatan
pengayaan dan kegiatan perbaikan atau kunjungan studi ke tempat-tempat
tertentu yang berkaitan dengan esensi materi pelajaran tertentu atau
kegiatan-kegiatan kepramukaan, perkoperasian, kewirausahaan, kesehatan
sekolah dan madrasah, olah raga, dan palang merah.
4. Tenaga Kependidikan
222
5. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sekolah dan madrasah memberikan layanan bagi peserta didik yang mendapat
kesulitan belajar melalui kegiatan remedial. Peserta didik yang mencapai
ketuntasan kompetensi lebih cepat dari waktu yang ditentukan memperoleh
pengayaan dan dapat mengikuti program percepatan belajar.
Standar kompetensi dan silabus muatan lokal dapat disusun untuk melayani
kebutuhan, potensi, kekhasan, dan keunggulan lokal. Silabus khusus perlu
disusun untuk melayani peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
223
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Silabus
khusus juga perlu disusun untuk melayani peserta didik dari daerah terpencil,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana
sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
9. Pengelolaan Kurikulum
C. Pentahapan Pelaksanaan
224
Bagi sekolah dan madrasah yang belum siap melaksanakan kurikulum mulai
tahun pelajaran 2004/2005 diharapkan dapat memulainya paling lambat tahun
pelajaran 2006/2007 dengan pentahapan seperti di atas.
D. Kegiatan Pembelajaran
225
Penilaian akhir dapat diselenggarakan oleh sekolah dan madrasah atau oleh pihak
luar (eksternal). Penilaian eksternal dapat digunakan sebagai pengendali mutu
pendidikan seperti Ujian Akhir Nasional dan Tes Kemampuan Dasar.
Penilaian Kelas sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran dilakukan oleh
guru. Dalam Penilaian Kelas, guru berwenang untuk menentukan kriteria
keberhasilan, cara, dan jenis penilaian. Penilaian Kelas berorientasi pada:
• Acuan/Patokan
Semua kompetensi perlu dinilai menggunakan acuan kriteria berdasarkan pada
indikator hasil belajar. Sekolah dan madrasah menetapkan kriteria sesuai
dengan kondisi dan kebutuhannya.
• Ketuntasan Belajar
Pencapaian hasil belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian
kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai
prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut.
• Alat Penilaian
Penilaian menggunakan berbagai cara, tes dan non-tes, untuk memantau
kemajuan dan hasil belajar peserta didik.
• Kriteria Penilaian
Penilaian memberikan informasi yang akurat tentang pencapaian kompetensi
dasar peserta didik, adil terhadap semua peserta didik, terbuka bagi semua
pihak, dan dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan terus menerus untuk
memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik.
Sekolah dan madrasah melaporkan hasil penilaian kepada siswa, orang tua, dan
pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan memuat deskripsi kemajuan dan hasil
belajar secara utuh dan menyeluruh. Hasil penilaian dapat digunakan untuk
mendiagnosis dan memberikan umpan balik untuk perbaikan pembelajaran dan
program.
226
PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM SELANJUTNYA
A. Penilaian Kurikulum
Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh Pusat dan
Daerah. Penilaian kurikulum dilakukan untuk mengetahui keterlaksanan
kurikulum sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta
kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Hasil
penilaian kurikulum digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan dan
mengembangkan kurikulum selanjutnya.
227
• pelaksanaan dan pengelolaan pembelajaran; serta pelaksanaan dan
pengelolaan penilaian hasil belajar.
Mengingat telah terjadi Amandemen terhadap UUD 1945 dan seiring dengan
bergulirnya prinsip desentralisasi dan otonomi dalam bidang pemerintahan,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
tanggal 27 Maret 1989 perlu disesuaikan atau disempurnakan lagi. Undang-
undang ini memuat aspek antara lain sebagai berikut:
228
KURIKULUM SMA 2006
Cakupan setiap kelompok mata pelajaran adalah sebagaimana yang disajikan pada
Tabel 1 berikut ini.
Kelompok Mata
No. Cakupan
Pelajaran
1. Agama dan Akhlak Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan
Mulia untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2. Kewarganegaraan Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
dan Kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
229
Kelompok Mata
No. Cakupan
Pelajaran
didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan
kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan
patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan
pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku
anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Ilmu Pengetahuan Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
dan Teknologi SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan
mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan
kemandirian kerja.
4. Estetika Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk
meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan
kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan
mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni
mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual
sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun
dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan
kebersamaan yang harmonis.
5. Jasmani, Olahraga Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
dan Kesehatan SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik
serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi
fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif,
disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup
sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif
kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas,
kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan
penyakit lain yang potensial untuk mewabah.
230
Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka
dasar kurikulum perlu dikemukakan prinsip pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum.
231
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional merupakan keniscayaan.
232
hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu,
serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas,
dinamis dan menyenangkan.
233
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran,
muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan,
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis
serta jenjang pendidikan.
STRUKTUR KURIKULUM
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan
kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan
dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar
yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan
standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri
merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
1) Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri seperti tertera pada Tabel 4.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
234
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor,
guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38
minggu.
235
Struktur Kurikulum SMA di Kelas XI dan XII:
1) Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program
Bahasa, dan Program Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal,
dan pengembangan diri. Kurikulum tersebut secara berturut-turut disajikan
pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.
4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38
minggu.
236
Komponen Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
4. Bahasa Inggris 4 4
5. Matematika 4 4
6. Fisika 4 4
7. Biologi 4 4
8. Kimia 4 4
9. Sejarah 1 1
10. Seni Budaya 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
13. Keterampilan Bahasa Asing 2 2
B. Muatan Lokal 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*)
Jumlah 39 39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran.
237
Komponen Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
5. Matematika 3 3
6. Sastra Indonesia 4 4
7. Bahasa Asing 4 4
8. Antropologi 2 2
9. Sejarah 2 2
10. Seni Budaya 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
13. Keterampilan Bahasa Asing 2 2
B. Muatan Lokal 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*)
Jumlah 39 39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran.
Alokasi Waktu
Komponen Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4
5. Matematika 4 4 4
6. Tafsir dan Ilmu Tafsir 3 3 3
7. Ilmu Hadist 3 3 3
8. Ushul Fiqih 3 3 3
9. Tasawuf/Ilmu Kalam 3 3 3
10. Seni Budaya 2 2 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan Bahasa Asing 2 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 38 38 38 38
238
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
BEBAN BELAJAR
Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem
penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan
mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan
untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan
pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan
dalam satuan jam pembelajaran.
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh
peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu
dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan
tingkat perkembangan peserta didik.
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi
antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam
pembelajaran pada SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.
239
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan
untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.
Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan
adalah sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.
Satu jam
Jumlah jam Minggu Waktu Jumlah jam
Satuan pembelajaran
Kelas pembelajaran Efektif per pembelajaran per tahun
Pendidikan tatap muka
Per minggu tahun ajaran per tahun (@60 menit)
(menit)
884-1064 jam
pembelajaran
I s.d. III 35 26-28 34-38 516-621
(30940 –
SD/MI/ 37240 menit)
SDLB*)
1088-1216 jam
pembelajaran
IV s.d. VI 35 32 34-38 635-709
(38080 –
42560 menit
1088 - 1216
jam
SMP/MTs/ VII s.d.
40 34-38 34-38 pembelajaran 725-811
SMPLB*) IX
(43520 –
48640 menit)
1292-1482 jam
SMA/MA/ pembelajaran
X s.d. XII 45 38-39 34-38 969-1111,5
SMALB*) (58140 - 66690
menit)
1292-1482 jam
pembelajaran 1026 (standar
SMK/MAK X s.d XII 45 36 38
(58140 – minimum)
66690 menit)
KALENDER AKADEMIK
Alokasi Waktu
Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap
tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
240
Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu,
meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan
lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan
pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat
berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran,
hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari
libur khusus.
Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera
pada tabel di bawah ini.
1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada
bulan Juni tahun berikutnya.
241
2. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya
keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi
penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.
242
PENUTUP
Perkembangan SMA yang dimulai pada zaman kolonial Belanda sampai dengan
zaman Republik Indonesia tampak sangat dinamis. Pada awal pendiriannya sekitar
awal abad ke-20, SMA saat itu dinamakan dengan Algemene Middlebare School
(AMS) yang merupakan sekolah elit hanya bagi peserta didik dari golongan
masyarakat Eropa khususnya Belanda yang ada di bumi nusantara dan masyarakat
pribumi kelas bangsawan. Namun sejak kolonial Jepang dan Republik Indonesia,
SMA mulai dibuka bagi peserta didik dari semua tingkatan golongan masyarakat
sepanjang memenuhi persyaratan untuk masuk SMA.
Perkembangan SMA atau nama lain yang setara sejak zaman kolonial Belanda
sampai dengan zaman kemerdekaan disajikan dalam tabel berikut ini.
KURIKULUM PROFIL
1. KURIKULUM SMA ZAMAN
KOLONIAL
Kurikulum AMS Masa Kolonial Belanda Menyiapkan peserta didik dari kalangan elite
kolonial Hindia-Belanda dan bangsawan pribumi
untuk menjadi pegawai pemerintahan kolonial
Hindia-Belanda.
Sekolah Belanda menggunakan pengantar bahasa
Belanda, sedangkan sekolah pribumi
243
KURIKULUM PROFIL
menggunakan bahasa Melayu.
Setelah tahun 1928, bahasa pengantar sekolah
pribumi menggunakan bahasa Indonesia.
Kurikulum SMT Masa Kolonial Jepang Menyiapkan peserta didik dalam rangka
membangun kawasan Asia Timur Raya yang kuat
di bawah kekuasaan Jepang.
Bahasa pengantar menggunakan bahasa Indonesia
dan Jepang.
2. KURIKULUM SMA ZAMAN
REPUBLIK
Kurikulum SMA Masa Perang Membentuk manusia dan warga negara yang
Kemerdekaan bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air.
Mulai dari Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945
dan seterusnya, Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan adalah bahasa pengantar dalam proses
pendidikan. Bahasa daerah sebagai bahasa ibu
boleh digunakan dalam proses pendidikan pada
kelas rendah di sekolah dasar.
Kurikulum SMA Masa Demokrasi Liberal Membentuk manusia dan warga negara yang
bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air.
Kurikulum SMA 1964 Gaya Baru Masa Menyiapkan manusia dan warga negara sebagai
Demokrasi Terpimpin pelaksana dan pengamal Panca Sila dan Panca
Wardana.
Kurikulum SMA 1968 Masa Demokrasi Membentuk manusia Panca Sila sejati
Pancasila berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang
dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isi
UUD 1945.
Kurikulum SMA 1975 Masa Demokrasi Mempersiapkan siswa untuk pendidikan yang
Pancasila lebih tinggi, serta juga mempunyai program
pendidikan untuk siswa yang tidak akan
melanjutkan studinya.
Kurikulum SMA 1984 Masa Demokrasi Memberikan bekal kemampuan yang diperlukan
Pancasila bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan di
perguruan tinggi dan memberikan bekal
kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia
kerja setelah menyelesaikan pendidikannya.
Kurikulum SMU 1994 Masa Demokrasi Melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar
Pancasila serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemapuan lebih lanjut
dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi..
Kurikulum SMA 2004 (KBK) Masa Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan
Demokrasi Partisipatori (Reformasi) teknologi; memiliki etos dan budaya kerja; dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Kurikulum SMA 2006 Masa Demokrasi Menguasai dan memberikan kesempatan kepada
Partisipatori (Reformasi) peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap
peserta didik.
244
EPILOG
245
KEPUSTAKAAN
246
Glatthorn, Allan A. (1987). Curriculum Leadership. Glenview, IL: Scott,
Foresman and Co.
Good, Thomas L. & Jere E. Broophy. (1990). Educational Psychology: A
Realistic Approach. New York: Longman.
Gronlund, Norman E. (1976). Measurement and Evaluation in Teaching. New
York: Mac-Millan Publishing Company.
Hasan, Hamid S. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Kerjasama antara UPI
Bandung dan PT Remaja Rosdakarya.
Hirsch, E.D. (1999). The Schools We Need and Why We Don’t Have It. New
York: Anchor Books Double Day.
Jasin, Anwar. (1987). Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi
Kemerdekaan. Jakarta: Balai Pustaka.
Jerald, Craig D. (2009). Defining A 21st Century Education. Alexandria, VA: The
Center for Public Education.
Kartodirdjo, Sartono; Marwati Djoened Poesponegoro; & Nugroho Notosutanto.
(1975-a). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
-------. (1975-b). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
-------. (1975-c). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kartono, Kartini. (1997). Tinjauan Politik mengenai Sistem Pendidikan Nasional:
Bebarapa Kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramita.
Kurasawa, Aiko. (1991). Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô (Japanese Educational
Policy in Java). Tokyo: Kita Zai Sei Kon.
Miller, John P. & Wayne Seller. (1985). Curriculum: Perspectives and Practices.
New York: Longman.
Pareto, Vilfredo. 1971. Manuale di economia politica (Manual of political
economy). Translation of French edition from 1927. Translated by Ann S.
Schwier. Edited by Ann S. Schwier and Alfred N. Page. New York: A.M.
Kelley.
Pink, Daniel H. (2006). A Whole New Mind. New York: Rinehead Books.
Ravitch, Diane. (1995). National Standards in American Education. Washington,
DC: Brooking Institution Press.
Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran berorientasi pada Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sekolah Menengah Atas Negeri 3, Yogyakarta. (1997). 55 Tahun (1942–1997)
SMA 3 Yogyakarta. Yogyakarta: Ikatan Alumni Padmanaba.
247
Sudjana, Nana. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Tilaar, HAR & Riant Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Trilling, Bernie & Charles Fadel. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in
Our Times. San Fransisco, CA: Jossey-Bass Publishing Co.
Wagner, Tony. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books. A
Member of the Perseus Books Group.
248