Anda di halaman 1dari 254

PERKEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH

MENENGAH ATAS DI INDONESIA

[SUATU PERSPEKTIF HISTORIS DARI MASA KE MASA]

EDISI 1

Penulis:
DR. HERMANA SOMANTRIE, MA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT KURIKULUM
Jakarta, 2010
PERKEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS: SUATU
PERSPEKTIF HISTORIS DARI MASA KE MASA

Oleh: Dr. Hermana Somantrie, MA

© Hak Cipta (Copyright) Penulis dilindungi undang-undang.

Edisi 1 Tahun 2010.

ii
►PENGANTAR PENULIS

Dr. Hermana Somantrie, MA

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Penulis telah


menyelesaikan naskah buku PERKEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH
MENENGAH ATAS DI INDONESIA [Suatu Perspektif Historis Dari Masa Ke
Masa]. Penulisan buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran perkembangan
kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) dari masa ke masa sejak masa kolonial
sampai dengan masa kemerdekaan.
Penulisan buku ini bertujuan untuk mengungkap kembali “the lost generation of
curriculum”, yaitu generasi-generasi Kurikulum SMA yang hampir hilang dari
ingatan masyarakat Indonesia masa kini. Padahal kurikulum tersebut pernah
memberikan kontribusi dalam penyiapan sumber daya manusia Indonesia sesuai
dengan kebutuhannya pada setiap masa yang berbeda.
Pentingnya penelusuran terhadap kurikulum yang pernah berlaku yaitu, pada
dasarnya, setiap generasi kurikulum pasti memuat berbagai gagasan atau
pemikiran yang brilian pada zamannya dalam rangka membentuk peserta didik
sesuai dengan tujuan pendidikan di zaman tersebut. Pemikiran tersebut perlu
dipahami oleh masyarakat secara mendalam untuk menjawab pertanyaan,
mengapa kurikulum selalu berubah-ubah?
Menelusuri kembali dokumen kurikulum terutama pada masa kolonial dan masa
awal kemerdekaan merupakan suatu upaya yang harus disertai dengan kesabaran,
karena pada kenyataannya dokumen tersebut sudah sangat sulit ditemukan.
Meskipun ada yang tersisa, namun dokumen tersebut sudah tidak lengkap lagi
isinya, sehingga sulit untuk dianalisis dan ditafsirkan.
Kepada semua pihak yang memberi akses dan dukungan dalam rangka pencarian
berbagai dokumen, Penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga,
karena atas bantuanya tersebut buku ini dapat diwujudkan. Ucapan terima kasih
secara khusus disampaikan kepada Bapak Drs. Mohammad Sholeh yang telah
memberikan banyak masukkan konstruktif bagi penyempurnaan draf buku ini
sebelum diterbitkan secara luas.

Jakarta, ….. 2010.

iii
►SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM

Dra. Diah Harianti, M.Si.

Penulisan naskah buku sejarah perkembangan kurikulum yang dilakukan secara


serial oleh beberapa penulis merupakan salah satu program kegiatan Pusat
Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan
Nasional tahun 2010. Para Penulis buku adalah para person yang memiliki
kualifikasi dan pengalaman yang sangat memadai untuk menghasilkan suatu
produk buku serial kurikulum ini.
Khusus mengenai naskah buku “Dinamika Perubahan Kurikulum Sekolah
Menengah Atas Di Indonesia: Suatu Perspektif Historis Dari Masa Ke Masa” ini
merupakan karya tulis dari Saudara Dr. Hermana Somantrie, MA., yang pada saat
ini adalah sebagai Peneliti Kebijakan Pendidikan pada Pusat Kurikulum, Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan untuk mengisi
perbendaharaan kepustakaan pendidikan nasional khususnya di bidang kurikulum,
sehingga masyarakat yang berkepentingan dapat mempelajari dan
memperdalamnya bagi peningkatan mutu pendidikan. Dengan segala kelebihan
dan keterbatasan jangkauan konseptual yang dimiliki oleh Penulis, buku ini
merupakan karya yang sangat bernilai dan bermanfaat bagi kepentingan pemajuan
dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para Penulis yang telah dengan ikhlas
dan tulus menyumbangkan tenaga, pikiran, waktu untuk mewujudkan produk-
produk buku serial perkembangan kurikulum yang terdiri atas:
1. Sejarah Perkembangan Pusat Kurikulum: Prof. Dr. Soediyarto, MA
2. Sejarah Perkembangan Kurikulum PAUD: Dr. Herlina
3. Sejarah Perkembangan Kurikulum SD: Dr. S. Bellen
4. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP: Prof. Dr. S. Hamid Hasan, MA
5. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMA: Dr. Hermana Somantrie, MA
6. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMK: Ir. Bagiono / Karyana
7. Sejarah Perkembangan Kurikulum PLB: Prof. Dr. Sunardi
Penulisan seluruh seri buku tersebut dikoordinasikan oleh Pusat Kurikulum yang
sekaligus sebagai penyandang dana dengan berdasarkan pada mata anggaran
kegiatan tahun 2010.
Jakarta, ………. 2010.

iv
►DAFTAR ISI

PENGANTAR iii
SAMBUTAN iv
DAFTAR ISI v

1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Permasalahan 4
Metodologi Pengumpulan Informasi 6
Konteks Sejarah Nasional Indonesia Sebagai Prolog Pengungkapan 7
Sejarah Kurikulum
Pergantian Nomenklatur SMA Dari Masa Ke Masa 9
Nomenklatur SMA Yang Pernah Berlaku 9
SMAN 3 Yogyakarta 9
SMAN 3 Bandung 10
Harapan 10

2. PEMIKIRAN KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN 14


Prolog 14
Ki-hajar Dewantara: Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran 15
Hal Pendidikan 15
Dasar-dasar Pendidikan 21
Syarat-syarat dan Alat-alat Pendidikan 26
Ki-hajar Dewantara: Differensiasi Sekolah Menengah Umum Atas 29
Internalisasi Pemikiran Ki-hajar Dewantara 32

3. THE EMPIRE STATE OF CURRICULUM 34


Kerangka Berpikir 34
Hakikat Kurikulum 35
Hakikat Pembelajaran 38
Hakikat Penilaian 40
Ketidak-harmonisan Inter-relasi dalam Praktik 43

4. GAMBARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ABAD KE-21 48


Karakteristik SMA sebagai Pendidikan Umum 48
Tujuan dan Fungsi 49
Fungsi 49
Tujuan 49
Karakteristik Remaja sebagai Peserta Didik SMA 50
Tuntutan Pengembangan Potensi Diri Remaja 51
Lingkungan Belajar SMA Yang Ideal 54

v
5. KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ZAMAN 58
KOLONIAL
Masa Penjajahan Belanda 58
Prolog 58
Kurikulum 60
Masa Penjajahan Jepang 62
Prolog 62
Dokrin Pendidikan 63
Kurikulum 64

6. KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ZAMAN 65


KEMERDEKAAN
Masa Perang Kemerdekaan 1945 – 1950 65
Prolog 65
Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Tahun 1950 68
Kurikulum 69
Masa Demokrasi Liberal 1950 – 1959 69
Prolog 69
Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Tahun 1954 70
Kurikulum 72
Masa Demokrasi Terpimpin [Orde Lama] 1959 – 1965 72
Prolog 72
Konsepsi Pendidikan Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana 73
Kurikulum 1964 75
Masa Demokrasi Pancasila [Orde Baru] 1966 – 1998 82
Prolog 82
Kurikulum 1968 83
Kurikulum 1975 94
Kurikulum 1984 103
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989 130
Kurikulum 1994 131
Masa Demokrasi Partisipatori [Reformasi] 1999 – sekarang 155
Prolog 155
Kurikulum 1994 Yang Disempurnakan/Disesuaikan Tahun 1999 156
Kurikulum Berbasis Kompetensi 158
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 186
Kurikulum 2006 187

7. PENUTUP 200
Profil Kurikulum Yang Pernah Berlaku 200
Epilog 202

KEPUSTAKAAN 203

vi
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Dinamika Kurikulum. Perlukah kurikulum selalu berubah? Pada kenyataannya,


kurikulum di Indonesia selalu berubah-ubah ---dalam arti “disempurnakan”---
secara terus menerus (continuous improvement) untuk mengakomodasi berbagai
perkembangan dan tuntutan yang dianggap penting dan baru pada zamannya. Hal
itu sesuai dengan salah satu prinsip kurikulum bahwa suatu kurikulum harus
selalu bersifat dinamis dan fleksibel, sehingga siap untuk disempurnakan kapan
saja sesuai dengan kebutuhannya. Agar kurikulum memenuhi aspirasi seluruh
komponen masyarakat, maka setiap perubahan kurikulum harus selalu dilakukan
secara terencana, sistemik, dan sistematik.

Perubahan kurikulum bukan hanya terjadi di Indonesia, di negara-negara lain pun


kurikulum selalu berubah sesuai dengan kebutuhannya. Meskipun demikian,
perubahan kurikulum di berbagai negara dipandang sebagai sesuatu hal yang biasa
dan wajar terjadi. Namun berbeda dengan yang terjadi di negara lain, perubahan
kurikulum di Indonesia masih dipandang oleh masyarakat sebagai sesuatu yang
aneh dan negatif, sehingga muncul pemeo “ganti pejabat, ganti kurikulum”.
Seharusnya pandangan semacam ini juga harus melihat pada sisi lainnya bahwa
perubahan kurikulum tidak akan pernah bisa berhenti atau akan selalu terjadi
sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan budaya.

Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan kurikulum di Indonesia sudah sering


kali terjadi dalam setiap periode tertentu, sejak zaman kolonial sampai dengan
zaman proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Dari hasil analisis
terhadap fakta perubahan kurikulum selama ini juga menunjukan bahwa
perubahan kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konstelasi
politik, sosial, dan budaya bangsa Indonesia yang selalu berkembang dari satu
masa ke masa berikutnya.

1
Kurikulum Sebagai Komponen Pendidikan. Kurikulum memiliki arti yang
sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya
dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen utama
pendidikan, yang memiliki hubungan sangat erat dan saling mempengaruhi secara
signifikan dalam rangkaian antara teoritis dan empiris atau praksis.

Hubungan kedua hal tersebut, secara teoritis dan empiris, misalnya tampak
apabila terjadi suatu reformasi pendidikan (education reform) yang biasanya
dimulai: pertama, bisa dari perubahan sistem pendidikan terlebih dahlu yang
kemudian menstimulir terjadinya perubahan kurikulum (curriculum reform); dan
kedua, juga bisa dari perubahan kurikulum terlebih dahulu yang kemudian
menstimulir terjadinya perubahan sistem pendidikan.

Secara praksis, dalam setiap penyelenggaraan pendidikan akan selalu diperlukan


komponen kurikulum yang memuat tentang rencana mengenai tujuan pengajaran,
apa yang akan diajarkan, cara mengorganisasikan pengalaman belajar, dan cara
mengukur keberhasilan dan/atau pencapaiannya.

Hakikat Kurikulum. Kurikulum sebagaimana yang dijelaskan dalam teori klasik


kurikulum Ralph W. Tyler (1949) yaitu bahwa kurikulum harus memuat 4
pertanyaan fundamental yang perlu dijawab oleh para pengembang program
pendidikan sebagai berikut:

1. What educational purposes should the school seek to attain? ---tujuan


pendidikan apa yang harus dicapai oleh sekolah?

2. What educational experiences can be provided that are likely to attain these
purposes? ---pengalaman belajar apa yang dapat disediakan untuk mencapai
tujuan pendidikan?

3. How can these educational experiences be effectively organized? ---bagaimana


pengalaman belajar dapat diorganisasikan secara efektif?

4. How can we determine whether these purposes are being attained? ---
bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan pendidikan sedang dan/atau
sudah dicapai?

2
Jawaban terhadap semua pertanyaan fundamental tersebut dituangkan ke dalam
suatu bentuk program pendidikan operasional yang dinamakan dengan
“kurikulum”, yang memuat tujuan pendidikan yang seharusnya dicapai oleh
sekolah, pengalaman belajar apa untuk melengkapi pencapaian tujuan pendidikan,
dan bagaimana pengalaman belajar tersebut diorganisasikan, dan bagaimana
menentukan pencapaian tujuan pendidikan.

Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran. Rencana yang dimuat dalam


kurikulum hanya dapat tercapai apabila dioperasionalkan melalui kegiatan
sebagaimana adanya (curriculum as it is), yaitu proses pembelajaran. Artinya
bahwa kurikulum dan pembelajaran mempunyai hubungan yang sangat erat.
Dalam hal ini, hubungan antara kurikulum dan pembelajaran apabila dianalogikan
dengan bulatan dan permukaan dua sisi uang koin akan selalu sama seperti
divisualkan dalam ilustrasi berikut ini.

Secara implementatif, kurikulum dan pembelajaran harus selalu sinkron dan


harmonis serta saling mengisi kekuatan dan kelemahannya masing-masing.
Kurikulum harus dapat memberikan arahan yang jelas bagi pelaksanaan
pembelajaran, dan sebaliknya pembelajaran harus menjabarkan secara operasional
seluruh tuntutan yang dimuat dalam kurikulum.

3
Kurikulum dan Teori Pareto. Dalam teori 80-20 atau disebut dengan Pareto's
Principle or the 80–20 Rule ---Teori Pareto atau Hukum 80–20, yang
dikembangkan oleh Pareto (1971), dinyatakan bahwa keberhasilan Y (= 80%)
ditentukan oleh dan/atau datang dari faktor X (=20%). Selanjutnya, Pareto dalam
rangka menjelaskan teori 80%-20% membuat analogi bahwa 80% of your
behavior comes from 20% of your mind ---80% perilaku anda berasal dari 20%
pikiran anda; Analogi lainnya dari Pareto yaitu bahwa in 1906 that 80% of the
land in Italy was owned by 20% of the population ---dalam tahun 1906 bahwa
sebagian besar tanah di Italia dimiliki oleh 20% penduduk. Dari analogi Pareto
tersebut mengandung makna bahwa meskipun 20% hanya merupakan porsi yang
sangat sedikit, tetapi ternyata mampu menggerakkan atau menguasai porsi 80%
yang sangat banyak.

Apabila Pareto's Principle or the 80–20 Rule dihubungkan dengan kurikulum,


secara prinsip dapat dijelaskan bahwa keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum
di lapangan (80%) akan ditentukan oleh dan/atau berasal dari (20%) kebijakan
kurikulum. Dalam arti bahwa meskipun kebijakan kurikulum hanya memiliki
porsi 20%, namun kebijakan tersebut harus mampu untuk menggerakkan dan
memberikan pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan kurikulum yang memiliki
porsi 80%.

Tujuan Penulisan Buku. Sampai saat sekarang ini setelah 65 tahun proklamasi
kemerdekaan, di Indonesia belum pernah ditemukan adanya referensi yang
memuat kronologi sejarah Kurikulum SMA secara khusus dan lengkap. Sudah
barang tentu, dengan adanya buku sejarah Kurikulum SMA ini akan menjadi
referensi sangat penting yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelaahan
akademik dan empirik dalam khasanah pendidikan di Indonesia.

Dengan berdasarkan pada fakta itu dan kepentingan yang lebih luas bagi generasi
Indonesia yang akan datang, Pusat Kurikulum memandang perlu untuk melakukan
penelusuran sejarah (historical tracking) mengenai kurikulum yang pernah
berlaku di SMA sejak awal pendirian satuan pendidikan tersebut pada zaman
penjajahan Belanda sampai dengan masa kini. Hasil penelusuran ini diwujudkan

4
menjadi sebuah buku yang berjudul “Dinamika Perubahan Kurikulum Sekolah
Menengah Atas Di Indonesia: Suatu Analisis Historis Dari Masa Ke Masa”.

PERMASALAHAN

Keterbatasan Referensi. Dalam penulisan buku yang bersifat perspektif historis


selalu dihadapkan pada permasalahan kelangkaan dokumen atau arsip utama
sebagai primary sources. Begitu pula dalam penulisan buku sejarah kurikulum ini,
arsip kurikulum sebagai sumber utama yang pernah berlaku pada masa-masa
tertentu sudah sangat sulit ditemukan keberadaannya. Mungkin terlalu ekstrim
apabila dikatakan tidak ada arsip kurikulum sama sekali, padahal kurikulum di
Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang. Demikian
pula, dalam berbagai referensi sejarah pendidikan di Indonesia hanya sedikit yang
mendeskripsikan perihal kurikulum terutama yang digunakan pada masa
penjajahan Belanda, Jepang, dan masa perang kemerdekaan.

Penyebab Hilangnya Sumber Acuan Utama. Mengapa sulit menemukan


dokumen kurikulum masa lalu yang akan dijadikan sebagai acuan utama dalam
penulisan sejarah kurikulum di Indonesia? Sehubungan dengan itu menurut
Kurasawa (2001) bahwa so far, education has been one of the least clear fields of
historical study on Japanese occupation in Java, since no detailed information
has been available. This is mainly because Japanese military authorities
deliberately burned most of the important documents at the time of their surrender
(August 1945), and as a result, few records survived ---sejauh ini, pendidikan
telah menjadi salah satu bidang yang kurang jelas dari studi historis selama
pendudukan Jepang di Jawa, karena tiada informasi rinci yang tersedia. Hal itu
utamanya pada waktu pemerintahan Militer Jepang menyerah kepada Tentara
Sekutu (Agustus 1945) telah membakar dengan sengaja hampir sebagian besar
dokumen, dan sebagai hasilnya, hanya sedikit dokumen yang tersisa.

Jenis Sumber Acuan Utama Yang Hilang. Berkaitan dengan dokumen


pendidikan yang masih misteri, Kurasawa (2001) mengatakan bahwa even the
basic information on the educational administrative structure, reorganization of

5
schools, the curriculum, the language adopted as the medium of instruction, the
extent Japanese language was taught and the number of Japanese teachers sent to
Java, remained a mystery ---bahkan informasi dasar mengenai struktur
administrasi pendidikan, reorganisasi sekolah, kurikulum, bahasa yang diadopsi
sebagai pengantar pembelajaran, tingkat penggunaan bahasa jepang yang
diajarkan, dan jumlah guru Jepang yang dikirim ke Jawa, semuanya masih misteri.

Upaya Memenuhi Kelangkaan Sumber Acuan Utama. Apa yang dapat


dilakukan agar penulisan sejarah kurikulum pada masa tertentu dapat tetap
berlangsung? Menurut Kurasawa selanjutnya yaitu all we could consult, so far,
were contemporary newspaper, journals, almanacs which were published under
strict sensorship and such materials as the remaining textbooks, credit
certificates, and diplomas which were privately owned by the former pupils and
teachers ---semua hal yang dapat diacu, sejauh ini, adalah surat kabar
kontemporer, jurnal, almanak yang diterbitkan di bawah sensor yang ketat dan
bahan-bahan tersisa seperti buka pelajaran, sertifikat penghargaan, ijazah yang
dimiliki secara pribadi oleh bekas murid dan guru.

Namun diduga bahwa dokumen penting termasuk mengenai pendidikan yang


dibakar oleh Jepang bukan hanya dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Jepang, tetapi juga banyak dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia-
Belanda. Hal itu didukung dengan ketiadaan dan/atau tidak ditemukannya sama
sekali dokumen kurikulum yang pernah berlaku di beberapa SMA yang pernah
mengalami pergantian beberapa zaman.

Akibat Dari Kelangkaan Sumber Acuan Utama. Kelangkaan sumber acuan


utama dalam penulisan sebuah buku historis kurikulum akan mengalami fragmen
atau penggalan historis (historical fragmentation) dalam penuangan informasi
kesejarahan kurikulum pada zaman tertentu. Fragmentasi dalam penulisan buku
yang bersifat kesejarahan sering kali terjadi sebagaimana yang dinyatakan oleh
Kurasawa (1991) bahwa historical study had to be made on the basis of those
fragmental sources ---studi historis harus dibuat dengan dasar sumber-sumber
yang terpenggal atau terputus.

6
Sangat disadari bahwa dalam penulisan buku ini pun akan terjadi celah-celah
ketidak-sinambungan informasi kesejarahan kurikulum sebagai akibat dari
kelangkaan sumber acuan utama yang memuat informasi kurikulum yang pernah
berlaku pada masa-masa tertentu.

METODOLOGI PENGUMPULAN INFORMASI

Metode Triangulasi. Penulisan sebuah buku yang bersifat kesejarahan perlu


menggunakan metodologi triangulasi informasi untuk meminimalisir segi
kekurangan atau kesalahan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
informasi tersebut. Dengan penggunaan metode triangulasi informasi tersebut,
naskah buku ini telah melalui prosedur dan proses kajian yang didasarkan pada
logika dan argumentasi baik secara teoritik-akademik maupun secara praktik-
empirik. Dalam rangka penulisan buku ini, triangulasi mencakup: (1) telaah
pustaka dan dokumen, (2) visitasi, dan (3) validasi dan konsultasi. Lebih jelasnya,
ketiga hal tersebut diuraikan masing-masing di bawah ini.

Telaah Pustaka dan Dokumen. Kajian ini mencakup kegiatan untuk membaca
dan menginterpretasi termasuk merekonstruksi informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber utama atau primary sources seperti kepustakaan, peraturan
perundang-undangan, dan dokumen lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah
dan pihak-pihak lainnya sesuai dengan masanya. Kajian ini dimaksudkan untuk
menggali data/informasi yang selengkap-lengkapnya berkaitan dengan sistem
pendidikan dan kurikulum yang berlaku pada zaman tertentu dan pemikiran
pendidikan nasional sebagai awal sejarah pembangunan sistem pendidikan
nasional Indonesia.

Visitasi. Visitasi ini mencakup kegiatan untuk mendapatkan data/informasi dari


beberapa pihak terkait yang memiliki informasi mengenai kurikulum dan sekolah
yang mengalami dinamika perubahan kurikulum sepanjang masa, baik pada
zaman pra kemerdekaan maupun pada zaman pasca kemerdekaan. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia merupakan salah satu pihak yang divisitasi, karena

7
diduga banyak menyimpan berbagai dokumen yang diperlukan terkait dengan
informasi kurikulum.

Validasi dan Konsultasi. Untuk mendapatkan masukan mengenai substansi dan


redaksional buku ini dilakukan validasi dan konsultasi kepada para ahli dan
praktisi yang terkait dalam bidang pendidikan, kurikulum, dan kebahasaan yang
dilengkapi dengan diskusi fokus. Kegiatan ini dilakukan lebih dari satu kali untuk
menjaga konsistensi informasi yang akan dimuat dalam buku ini.

KONTEKS SEJARAH NASIONAL INDONESIA SEBAGAI


PROLOG PENGUNGKAPAN SEJARAH KURIKULUM

Pentingnya Konteks Historis. Penulisan sejarah kurikulum di suatu negara


termasuk Indonesia tidak akan terlepas dari konteks sejarah nasionalnya.
Pemberlakuan suatu kurikulum di suatu zaman tertentu sudah pasti akan selalu
terkait dengan kebijakan, situasi, dan kondisi nasional Indonesia pada zaman
tersebut. Berkaitan dengan pentingnya sejarah nasional Indonesia menjadi konteks
latar belakang historis kurikulum, Jasin (1987) menyatakan bahwa pembaharuan
kurikulum hanya dapat dipahami lebih baik apabila konteks historis dari
pembaharuan itu diketahui.

Hubungan Konteks Historis Dan Kurikulum. Menghubungkan keterkaitan


konteks antara sejarah kurikulum dan sejarah nasional Indonesia merupakan
sesuatu hal yang sangat signifikan, masuk akal, dan perlu. Hal itu juga didasarkan
pada pertimbangan bahwa kelahiran suatu kurikulum pada masa tertentu tidak
terlepas dari konstelasi negara, politik, sosial, dan budaya pada masa tersebut.
Rangkuman secara singkat Sejarah Nasional Indonesia disajikan dalam tabel di
bawah ini.

SEJARAH NASIONAL INDONESIA


MASA KEJAYAAN MASA KOLONIAL MASA REPUBLIK
NUSANTARA [Pra [1509-1945] INDONESIA [Pasca
1509] 1945]

8
ƒ Pra-sejarah ƒ Era Portugis (1509- ƒ Proklamasi (17
ƒ Kerajaan Hindu- 1602) Agustus 1945)
Buddha ƒ Era VOC (1602- ƒ Masa Perang
ƒ Kerajaan Islam 1800) Kemerdekaan (1945-
ƒ Era Belanda (1800- 1949)
1810) ƒ Masa Liberal (1950-
ƒ Era Inggris (1811- 1959)
1816) ƒ Masa Demokrasi
ƒ Era Belanda (1817- Terpimpin (1959-
1942) 1966)
ƒ Era Jepang (1942- ƒ Masa Orde Baru
1945) (1966-1998)
ƒ Masa Reformasi
(1998-sekarang)
Sumber: Kartodirdjo, dkk. (1975-a).

Berdasarkan fakta historis yang dimuat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia
(Kartodirdjo, dkk., 1975-a) diungkapkan bahwa pendidikan formal setingkat SMA
baru mulai diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada awal abad ke-
20 atau awal tahun 1900-an, khusus hanya bagi anak-anak yang berkebangsaan
Eropa, Cina, dan kaum bangsawan pribumi.

Dengan demikian, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kartodirdjo dkk.,


penulisan sejarah Kurikulum SMA hanya mencakup dua zaman, yaitu: (1) zaman
kolonial Belanda dan Jepang; dan (2) Zaman Republik Indonesia sampai kini.

PERGANTIAN NOMENKLATUR SMA DARI MASA KE


MASA

NOMENKLATUR SMA YANG PERNAH


BERLAKU

Nomenklatur Persekolahan. Sistem persekolahan (schooling system) di


Indonesia selalu berganti sesuai dengan kebijakan pendidikan yang berlaku pada
zamannya dan tuntutan perkembangan masyarakat pada saat itu. Khusus, untuk
SMA telah berganti nomeklatur sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini.

9
ZAMAN NOMENKLATUR
Kolonial Belanda Algemene Middlebare School (AMS)
Kolonial Jepang Sekolah Menengah Tinggi
Republik Indonesia Sekolah Menengah Umum Atas (SMUA)
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sekolah Menengah Umum (SMU)
Sekolah Menengah Atas (SMA)

Di berbagai kota di Indonesia terdapat beberapa SMA yang mengalami sejarah


yang panjang terkait dengan pergantian nomenklatur dari masa ke masa.
Pergantian tersebut terjadi, baik zaman kolonial maupun zaman pasca
kemerdekaan, yang sudah berlangsung hampir selama satu abad lamanya.
Meskipun jumlah SMA yang mengalami hal tersebut jumlahnya tidak banyak,
namun sejarah telah membuktikan bahwa banyak lulusan SMA pada zaman
kolonial telah menjadi tokoh perjuangan bangsa dan perintis kemerdekaan
(Kartodirdjo, dkk., 1975-b).

SMA Yang Pernah Mengalami Pergantian Nomenklatur. Dengan tidak


bermaksud mengenyampingkan peran dari sekian banyak SMA yang tersebar di
berbagai daerah lainnya dan juga sama-sama memiliki sejarah panjang, SMA
yang dijadikan sebagai kasus dalam penulisan buku ini dilakukan dengan teknik
random purposif (purposive random technique). Bahwa hasil dari pemilihan
tersebut terdapat ada kesamaan dalam hal tertentu, semua itu terjadi hanya secara
kebetulan saja (by chance).

Hasil pemilihan dari sekian banyak SMA telah terpilih dua sekolah, yakni SMA 3
Yogyakarta yang berlokasi di Kota Yogyakarta Provinsi DI Yogyakarta dan SMA
3 Bandung yang berlokasi di Kota Bandung Provinsi jawa Barat, sebagai sekolah
kasus yang telah mengalami pergantian nomenklatur dari masa ke masa.

SMA 3 YOGYAKARTA

SMA 3 Yogyakarta yang oleh para alumninya disebut dengan nama “SMA
PADMANABA” secara historis mengalami suatu perjalanan panjang sejak

10
didirikan pertama kali oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1918. Dalam
buku “55 TAHUN (1942–1997) SMA 3 YOGYAKARTA” diuraikan bahwa
nama PADMANABA (Bahasa Sanskerta), yang juga sekaligus merupakan logo
SMA 3 Yogyakarta, memiliki arti sebagai “teratai merah”.

Selain itu, penggunaan nama PADMANABA mengandung kisah perjuangan para


pelajar sekolah ini yang gugur menyemburkan darah merah dan mewarnai persada
bumi pertiwi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Yogyakarta. Ini
menjadi bukti keikhlasan mereka yang mengabdikan dirinya bagi martabat
bangsa. Atas dasar itu, Pemerintah Yogyakarta mengabadikan nama-nama para
pejuang pelajar tersebut menjadi nama-nama jalan di kawasan Kotabaru - Kota
Yogyakarta yang menjadi lokasi dari SMA 3 Yogyakarta.

Pergantian nomenklatur yang dialami oleh SMA 3 Yogyakarta sebagaimana yang


dimuat dalam dokumen sekolah yang bersangkutan disajikan dalam ilustrasi
berikut ini.

TAHUN NOMENKLATUR
1918 Algemene Middlebare School (AMS) Afdeling B
1942 Sekolah Menengah Tinggi Bagian B
1948 SMUA Bagian B
1956 SMA III B
1964 SMA Negeri 3 Yogyakarta
1994 SMU Negeri 3 Yogyakarta
2004 SMA Negeri 3 Yogyakarta
Menurut keterangan Kepala SMA 3 Yogyakarta, gedung sekolah sempat dijadikan
sebagai Markas Tentara Pelajar ketika melakukan perlawanan terhadap Jepang dan pada
masa perang kemerdekaan [Wawancara, Oktober 2010].

Total usia SMA 3 Yogyakarta sejak didirikan pada tahun 1918 sampai dengan
sekarang tahun 2010 yaitu 92 tahun dengan bangunan fisik gedung yang tampak
kokoh. Beberapa buku referensi yang disimpan dengan baik sejak berdirinya
sekolah tersebut sampai dengan sekarang ini merupakan bukti nyata lainnya
bahwa sekolah ini telah berusia panjang. Beberapa buku referensi yang dimaksud
adalah sebagai berikut:

11
• Dr. C. Remigus Presening. (1898). Anleitung zur Quantitativen Chemischen
Analyse.

• Dr. Carl Schnabel. (1901). Handbuch der Metallhuttenkunde.

• Prof. Dr. C.C. Berg. (1938). Greschiedenis van Nederlandsch Indie. Deel II.

• Dr. F.W. Staffel. (1939). Greschiedenis van Nederlandsch Indie. Deel III.

• Charles Kendall Adams. (1896). Johnson’s Universal Cyclopedia.

• Prof. P.J. Veth. (1912). Java: Geographisch, Ethnologisch, Historisch.

• E.S. De Klerck. (1908). De Java-Oorlog 1825-1830.

• Henry Thomas Buckle. (1913). History of Civilization in England.

• Capt. Frank Hurley. (1924). Pearls and Savages: Adventures in the Air, on
Land, and Sea in New Guinea.

Sampai sekarang ini, SMA 3 Yogyakarta merupakan sekolah favorit dan memiliki
kharisma pendidikan yang sangat baik dan tinggi terutama bagi masyarakat Kota
Yogyakarta.

SMA 3 BANDUNG

Dalam buku “Dokumentasi Bangunan Kolonial Kota Bandung” yang dikeluarkan


oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat tahun 2001, bangunan
atau gedung SMA 3 Bandung yang didirikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda
pada tahun 1916 telah dicatat sebagai gedung bersejarah Kota Bandung yang tidak
boleh dirubah bentuknya dan/atau dijaga keasliannya.

Secara historis, gedung SMA 3 Bandung yang berlokasi di Jl. Belitung – Kota
Bandung telah mengalami berbagai perubahan bukan saja nomenklatur tetapi juga
fungsi bangunan terutama pada zaman Jepang, yaitu dijadikan sebagai Markas
Bala Tentara Jepang. Pergantian nomenklatur dan fungsi yang dialami oleh SMA
3 Bandung sebagaimana yang dimuat dalam buku Dokumentasi Bangunan

12
Kolonial Kota Bandung dan dokumen sekolah yang bersangkutan disajikan dalam
ilustrasi berikut ini.

TAHUN NOMENKLATUR
1916 – 1942 Hoogere Burgerschool (HBS) & Algemene
Middlebare School (AMS) Afdeling B
1942 – 1945 Sekolah Menengah Tinggi Bagian B
1945 – 1961 SMUA Bagian A, B, C terdiri atas:
• SMUA 1 Bagian A [pagi hari]
• SMUA 2 & 3 Bagian B [pagi & siang hari]
• SMUA 4 Bagian C [siang hari]
1961 SMA 4 Bandung pindah ke Jl. Gardujati
1966 SMA 1 Bandung pindah ke Jl. Juanda
1966 SMA 2 Bandung pindah ke Jl. Cihampelas
1966 – sampai Gedung Sekolah di Jl. Belitung dibagi menjadi dua
sekarang fungsi, yaitu:
• SMA 3 Bandung
• SMA 5 Bandung
Menurut keterangan Kepala SMA 3 Bandung, gedung sekolah sempat dijadikan sebagai
Markas Bala Tentara Jepang pada tahun pertama kedatangannya [Wawancara, Oktober
2010].

Total usia SMA 3 Bandung sejak didirikan pada tahun 1916 sampai dengan
sekarang tahun 2010 yaitu 94 tahun dengan bangunan fisik gedung yang tampak
masih cukup kokoh. Sama halnya dengan SMA 3 Yogyakarta, popularitas dan
kharisma pendidikan di SMA 3 yang berlokasi di Jalan Belitung Kota Bandung
menjadi kebanggaan bagi masyarakat Kota Bandung sampai sekarang ini.

HARAPAN

Menjadi Perbendaharaan Informasi Kurikulum. Meskipun dihadapkan pada


keterbatasan primary sources, namun buku ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan yang tiada ternilai dengan menyediakan perbendaharaan informasi
tentang Kurikulum SMA yang pernah berlaku di setiap masa sekaligus dengan
dinamika perubahannya. Pengungkapan dinamika perubahan Kurikulum SMA
yang disajikan dengan menggunakan pola historical sequence atau rangkaian

13
historis diharapkan dapat membantu para pembaca dari berbagai kalangan untuk
memperoleh berbagai informasi dengan cara yang mudah dan sesuai dengan
kebutuhannya.

Menjadi Sumber Inspiratif Bagi Pihak Lain. Selain itu, dengan terbitnya buku
ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi pengungkapan masalah kurikulum
dengan skala yang lebih luas lagi ditinjau dari kajian aspek filosofis, psikologis,
sosiologis, dan ekonomis yang ditujukan bagi kepentingan peningkatan mutu
pendidikan Indonesia di masa yang akan datang. Kajian tersebut sangat penting
untuk dilakukan, karena hal itu akan menunjukkan bahwa mutu pendidikan
sebagai produk dari sebuah kurikulum di masa yang lalu dan masa kini akan
saling terkait dan merupakan siklus yang akan berulang dan terhubung lagi
dengan mutu pendidikan Indonesia di masa yang akan datang.

14
PEMIKIRAN KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

PROLOG

Riwayat Dan Penggantian Nama. Ki-hajar Dewantara (2 Mei1889 – 26 April


1959) yang awalnya bernama Soewardi Suryaningrat merupakan “Bapak
Pendidikan Nasional” dan Perintis Kemerdekaan Indonesia. Selama hidupnya, Ki-
hajar Dewantara telah melahirkan berbagai pemikiran dasar mengenai konstruk
pendidikan dan pengajaran di Indonesia, baik sebelum maupun sesudah
proklamasi kemerdekaan, yang ditujukan dalam rangka membangun sistem
pendidikan nasional Indonesia. Sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan, Ki-
hajar Dewantara pernah dibuang ke negeri Belanda karena aktivitasnya
memperjuangkan nasib pribumi yang dijajah.

Penggantian nama dari semula Soewardi Suryaningrat menjadi Ki-hajar


Dewantara dilakukan sendiri pada tahun 1928 yang tertera dalam sebuah dokumen
atau testamen otentik tulisan tangan dalam Bahasa Belanda (Hasil Studi
Dokumentasi di Taman Siswa Yogyakarta, 2010) sebagai berikut:

Ik heb de eer U hierbij mede te debeen, ik op heden, den 2 den POEASA v/h
Djimachir 1858 (Çaka) bij gelegenheid van de aanvaarding van mijn 40ste
levensjaar, naast mijn onden naam, de naam:
Ki-hadjar DEWANTARA
heb aangenomen.
Uw zegen zij mijn deel!
In Taman Siswa, 23/11 – 28.
SOEWARDI SURYANINGRAT.
Sumber: Kumpulan Dokumen Pribadi Ki-hajar Dewantara di Majelis Luhur Taman Siswa,
Daerah Istimewa Yogyakarta [Hasil Telaah Dokumen, 2010].

15
Ki-hajar Dewantara nerupakan sosok yang mengalami tiga masa pemerintahan,
yaitu: (1) dua pemerintahan kolonial ---Belanda dan Jepang, dan (2) pemerintahan
Republik Indonesia.

Pemikiran Konstruktif Pendidikan Nasional. Banyak pemikiran orisinal dan


brilian Ki-hajar Dewantara yang tidak hanya berlaku dalam konteks zamannya,
tetapi juga masih bisa berlaku sampai ke masa kini dan masa yang akan datang.
Beberapa orisinalitas pemikirannya mengenai pendidikan yang menjadi dasar
konstruk pendidikan nasional antara lain adalah sebagaimana yang diuraikan
berikut ini.

KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG DASAR-DASAR


PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

Pandangan orisinalitas Ki-hajar Dewantara mengenai dasar-dasar pendidikan dan


pengajaran adalah sebagaimana yang diuraikan berikut ini.

HAL PENDIDIKAN

I. Pendidikan. Umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya


budipekerti (kekuatan – batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak;
dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan dengan bagian–
bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan
dunianya. Karena itulah falsal-falsal dibawah ini kita utamakan:

1. Segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
keadaan (natuurlijkheid, realiteit).
2. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang
oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat
perikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya
semua usaha dan daya-upaya untuk mencapai hidup tertib-damai.

16
3. Adat-istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha
dan daya-upaya akan hidup tertib-damai itu tiada terluput dari pengaruh
jaman dan tempat; oleh karena itu tidak tetap, senantiasa berubah.
4. Akan mengetahui garis hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah kita
mempelajari jaman yang telah lalu, mengetahui tentang menjelmanya
jaman itu kedalam jaman sekarang dan menyelami jaman yang berlaku ini:
barulah kita dapat membayangkan jaman yang akan datang.
5. Pengaruh baru diperoleh karena bercampulgaulnya bangsa yang satu
dengan yang lain, percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi,
disebabkan oleh adanya hubungan modern. Haruslah kita waspada dalam
memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana
yang merugikan, dengan selalu mengingat, bahwa semua kemajuan dalam
lapangan ilmu pengetahuan serta segala perikehidupan itulah kemurahan
Tuhan untuk segenap manusia diseluruh dunia, sekalipun masing-masing
hidup menurut garisnya sendiri-sendiri yang tetap.

II. Pendidikan nasional menurut paham Taman Siswa ialah pendidikan yang
beralaskan garis-hidup dari bangsanya (cultureel – national) dan ditujukan
untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat
derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-
lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia.

1. Pendidikan budipekerti harus mempergunakan syarat-syarat yang selaras


dengan jiwa kebangsaan menuju kepada kesucian, ketertiban dan
kedamaian lahir batin, tidak saja syarat-syarat yang sudah ada dan ternyata
baik, melainkan juga syarat-syarat jaman baru yang berfaedah dan sesuai
dengan maksud dan tujuan kita.
2. Teristimewa haruslah kita memperhatikan pangkal kehidupan kita yang
terus hidup dalam kesenian, peradaban, syarat-syarat agama, atau terdapat
dalam kitab-kitab ceritera (dongeng, mythen en legenden, babad dan lain-
lain); semua itu adalah “arsip nasional”, dalam mana tersimpan beberapa
kekayaan batin dari bangsa kita (geestelijke warden). Dengan mengetahui

17
segala hal itu niscayalah langkah kita untuk menuju pada jaman baru akan
berhasil tetap dan kekal, karena jaman baru kita jodohkan sebagai
“mempelai” dengan jaman yang lalu (Jawa: ngudi–tuwuh).
3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas perlulah anak-anak Taman Siswa kita
dekatkan hidupnya kepada perikehidupan rakyat agar supaya mereka tidak
hanya memiliki “pengetahuan” saja tentang hidup rakyatnya, akan tetapi
juga dapat “mengalaminya” sendiri, dan kemudian tidak hidup berpisahan
dengan rakyatnya.
4. Maka dari itu seyogyanyalah kita mengutamakan cara “pondok system”
sebagai alat untuk mempersatukan pengajaran-pengetahuan dengan
pengajaran-budipekerti, sistim mana dalam tambo peradaban bangsa kita
bukan barang asing (dulu bernama “asrama”, sekarang menjelma menjadi
“pondok pesantren”).
5. Pengajaran–pengetahuan yang bertujuan mendidik fikiran adalah sebagian
dari pendidikan yang terutama dijalankan untuk memperoleh alat-alat
penghidupan. Seyogyanyalah pendidikan fikiran ini dibangun setinggi-
tingginya, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, agar anak-anak kelak
dapat mewujudkan perikehidupannya dengan sebaik-baiknya.
6. Pendidikan jasmani (lichamelijke opvoeding) yang pada jaman dulu kala
juga sudah dikenal orang harus dipentingkan untuk mendatangkan
keturunan yang bertubuh kuat.

III. Sifat–sifatnya pendidikan. Sifat–sifat ini banyak yang sama dengan sifat-sifat
yang datang dari negeri asing tetapi banyak pula yang berlainan berhubung
dengan perikeadaban kita; ada juga yang terambil dari adapt-istiadat dari
bangsa kita tetapi ada pula corak baru. Dibawah inilah sifat-sifat yang pokok
saja dan yang selayaknya menjadi pangkal tuntunan bagi kalangan kita:

1. Rumah sekolah haruslah rumahnya pemimpin, dimana juga tinggal guru-


guru lain dan murid-murid yang tidak mungkin mendapat tuntunan sendiri
dari orangtuanya.

18
2. Dalam pondok-pondok itu haruslah anak-anak belajar menolong diri
sendiri dan hidup bersahaja: juga hendaknya dibiasakan mereka itu tolong
menolong, mengambil inisiatif dan berdasarkan kesucian menuju kearah
tertib damainya keadaan, semua itu dengan mengingat adat-istiadat dalam
kalangan rakyatnya.
3. Akan mengadakan syarat-syarat pendidikan haruslah diingat batas-batas
umurnya anak, yaitu:
a. hingga umur 10 – 12 tahun sama sekali tiada perbedaanya antara anak
laki-laki dan perempuan;
b. dari umur 10 – 12 tahun sampai 14 – 16 tahun mulai berbedalah
perangai dan tabiat laki-laki dan perempuan; haruslah kita selalu ingat
akan perbedaan itu untuk dapat mengembangkan kenginginan,
kebiasaan dan usaha diri dari mereka itu.
c. dari umur 14 – 16 sampai umur 18 – 20 tahun itulah waktunya birahi
(puberteits periode), dalam waktu mana anak-anak perempuan dan laki-
laki masing-masing sadar akan rasa-keperempuannya dan
kelelakiannya. Kita harus berhati-hati berhubung dengan perbedaan
tabiat antara yang satu dengan yang lain, dan harus ingat, bahwa
“periode” (waktu) itu adalah “ periode” yang luar biasa. Sifat perangai
yang baik pada waktu itu adalah nafsu akan membuktikan kekuatan diri
(offerzin, uitingsdrang, dadendrang dll). Sebaliknya “periode” itulah
juga seringkali terlihat adanya kelemahan diri (zwakheid uitputting).
Adapun yang sangat mengkhawatirkan yaitu berkembangnya kekuatan
nafsu dan datangnya kelemahan budi itu dikuasai oleh nafsu-birahi
(sexuale hartstocht). Kalau anak-anak sampai “lupa” dan yang
mendidik kurang awas, disitulah bahaya datang. Maka dari itu dalam
waktu birahi haruslah si pendidik memegang teguh segala peraturan
mengenai perhubungan anak-anak laki-laki dan perempuan.
d. Dari umur 18 – 20 tahun keatas datanglah waktu kesabaran dalam tabiat
anak-anak muda dan kita harus mengubah sikap kita terhadap mereka:
memberi kepercayaan yang luas, memberi kelonggaran bertenaga,

19
menuntun kearah tertib-damai, akan tetapi masih terus mempergunakan
pengaruh pendidikan terhadap mereka.
e. Mulai umur 24 – 26 tahun bolehlah anak–anak muda kami lepaskan
dari pengawasan kita.
4. Pengajaran. Tentang pengajaran pengetahuan haruslah ditujukan kearah
kecerdikan murid, selalu bertambahnya ilmu yang berfaedah,
mambiasakannya mencari pengetahuannya untuk keperluan umum, dengan
mementingkan falsat-falsat dibawah ini:
a. Pengetahuan tidak ada batasnya dan daripada batas tujuannya, yakni
agar supaya murid kelak dapat hidup dengan tertib – damai, semata-
mata dapat turut menambah kemuliaan negara dan bangsanya.
b. Pengajaran harus berdasarkan kodratnya keadaan (lihatlah diatas falsat
3). Umpamanya di Taman Anak (Kindertuin), Taman Muda (Lagere
School), Taman-Antara (Schakelschool), Taman Dewasa (MULO),
hendaknya dipakai cara-cara yang selaras.Taman Anak misalnya
seharusnya mementingkan bahasa ibunya (moedertaal), sedangkan
yang mengajar sedapat-dapatnya guru perempuan: pada kelas yang
lebih tinggi dipakai bahasa Indonesia, sesuai dengan cita-cita
paedagogik nasional.
c. Berhubung dengan a. dan b., seharusnyalah cita-cita itu dijelmakan
dalam rencana-pelajaran Taman Siswa, yang sedikit-dikitnya sama
tingginya dengan rencana-pelajaran sekolah negeri tentang pelajaran
umum, tetapi seboleh-bolehnya bersifat praktis, ditambah pula dengan
pelajaran “special” berhubung dengan kehidupan nasional: pengetahuan
tentang perikehidupan bangsanya (burgerkunde), tambo nasional,
bahasa, seni dsb.
d. Pelajaran bahasa asing (Belanda, Inggris dll) harus juga dianggap perlu
untuk menjadi alat mencari pengetahuan atau memudahkan
perhubungan internasional, tetapi jangan menarik murid kedunia
kebelandaan; oleh karena itu perlulah kita mengusahakan kitab-kitab
bacaan dalam bahasa-bahasa asing yang tidak merusakkan perangai

20
kenasionalan dan hendaknya ditahan nafsu anak-anak membaca roman
Barat yang umumnya merusakkan kesucian serta menjauhkan mereka
daripada jiwa kebangsaanya.
5. Pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani yang perlu juga diadakan
bertujuan mempergunakan segala gerak badan yang pantas untuk
mendatangkan kesehatan, menghaluskan tingkah-laku, memperoleh
ketangkasan, keteguhan hati, ketelitian, ketajaman, awas penglihatan,
ketertiban dsb.
Gerak badan yang pantas berarti jangan sampai merusakkan rasa kesucian
atau menyalahi kodrat, teristimewa mengenai gerak badan bagi
perempuan. Berhubung dengan keterangan tentang maksud pendidikan
tubuh secara nasional itu seyogyanyalah tari, jogged, pencak dimasukkan
dalam rencana-pelajaran dan kalau perlu dalam bentuk baru. Gerak badan
modern di Eropa juga mulai mencari jalan baru, yang bagi kita
sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru, yaitu mempersatukan gerak
badan dengan wirama dan kesenian; jadi paduan musik dan drama.

IV. Leerplan. Dibawah ini Majelis – Luhur mempermaklumkan rencana-


pelajaran yang dibuat oleh Ki Sukemi dari Taman Siswa Bandung mengenai
falsat-falsat yang umum bagian Taman–Anak dan Muda serta Taman–Antara,
dan diserahkan atas nama cabang Bandung kepada kongres.

V. Hari Libur.

1. Hari libur itu diberikan:


a. untuk memberi istirahat kepada anak-anak, agar terpelihara
kesehatannya, berhubung dengan pekerjaannya yang berat karena
mempergunakan otaknya;
b. untuk memperingati hari-hari yang pantas dikenangkan berhubung
dengan pendidikan.
2. Guna tertibnya pengajaran, maka jumlah hari liburan dalam setahunnya
kurang lebih 110 hari, sedangkan hari pelajaran kurang lebih 255 hari.
3. Peraturan liburan dalam Taman – Siswa:

21
a. hari mengaso disesuaikan dengan keadaan yang umum dalam pergaulan
nasional; misalnya liburan besar jatuh dalam bulan Puasa, liburan kecil
jatuh di tengah-tengah, ialah dalam bulan Maulud; hari Ahad, tahun
baru 1 januari, kedua-duanya dianggap sebagai liburan umum; liburan
penutup tahun mula–mula 7 hari, tetapi sesudah tidak memakai hari
raya Nasrani, lalu ditambah sehingga menjadi 10 hari.
b. hari peringatan ada dua macam. Pertama yang berhubungan dengan
hidup kebatinan seperti Rebo Wage atau Selasa Kliwon, yang oleh
sebagian rakayat di Jawa dianggap sebagai hari suci: Rebo wekasan
buat penduduk Yogyakarta idem; Grebeg Besar, mikrad Nabi
Muhammad, Asyura. Kedua: hari peringatan nasional untuk
menghidupkan rasa-kebangsaan, seperti peringatan tahun baru
Indonesia pada hari 1 syura dan hari wafatnya Pangeran Diponegoro (8
Januari) yang dianggap hari berdukacita.
4. Hari raya Kristen kalau akan dipakai boleh juga; teristimewa harus diingat,
bahwa anggota-anggota dan murid-murid kita yang beragama Kristen
harus diberi kelonggaran sepenuhnya untuk menghormati hari sucinya.
5. Hari raya nasional Belanda tidak kita pakai, karena menghormati orang
yang masih hidup atau menghormati hari-politik dengan menutup sekolah
itu buat kita tidaklah selayaknya.
6. Tiap cabang Taman siswa boleh mengadakan hari liburan lain yang
berdasarkan rasa kebatinan (religie) dari golongan rakyat atau berhubung
dengan keperluan luar biasa, asal mengingati falsat 2 di atas.
7. Kalau terpaksa oleh keadaan penting, boleh cabang Taman Siswa
mengubah peraturan liburan di atas.

[“Wasita” Jilid II No. 1 – 2 – Juli – Agustus 1930]

DASAR – DASAR PENDIDIKAN

1. Arti dan Maksud pendidikan

22
Perkataan “pendidikan” dan “pengajaran” itu seringkali dipakai bersama-sama.
Sebenarnya gabungan kedua perkataan itu dapat mengeruhkan pengertiannya
yang asli. Ketahuilah, pembaca yang terhormat, bahwa sebenarnya yang
dinamakan “pengajaran” (onderwijs) itu tak lain dan tak bukan ialah salah satu
bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran itu tidak lain ialah pendidikan
dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga memberi kecakapan
kepada anak-anak, yang keduanya dapat berfaedah buat hidup anak-anak, baik
lahir maupun batin.

Sekarangakan saya terangkan apakah arti dan maksud pendidikan (opvoeding)


pada umumnya. Dengan sengaja saya memakai keterangan “pada
umumnya”,karena dalam arti khususnya banyak dan berjenis-jenislah maksud
pendidikan itu. Boleh dibilang tiap-tiap aliran, baik aliran agama maupun aliran
kemasyarakatan itu mempunyai maksud sendiri-sendiri. Tidak hanya maksud
atau tujuannya berbeda-beda, pun caranya mendidik juga tidak sama. Tentang
keadaan yang penting ini kemudian akan saya terangkan lebih luas.

Walaupun bermacam-macam maksud, tujuan, cara, bentuk, syarat-syarat dan


alat-alat di dalam soal pendidikan itu, akan tetapi nyatalah, bahwa pendidikan
yang berhubungan dengan aliran-aliran hidup yang berjenis-jenis itu, ada pula
dasar-dasar atau garis-garis yang sama.

Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang dapat kita saksikan dalam
semua macam pendidikan itu, maka teranglah bahwa yang dinamakan
pendidikan yaitu tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun
maksudnya pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

2. Hanya tuntunan dalam hidup.

Pertama kali haruslah kita ingat, bahwa pendidikan itu hanya suatu “tuntunan”
didalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Ini berarti, bahwa hidup tumbuhnya
anak-anak itu terletak diluar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik.

23
Anak-anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup,
teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti yang
termaktub didalam keterangan dimuka, maka apa yang dikatakan “kekuatan
kodrati yang ada pada anak-anak itu” tiada lain ialah segala kekuatan didalam
hidup batin dan hidup lahir dari anak – anak itu, yang ada karena kekuasaan
kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya
kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya)
hidup dan tumbuhnya itu.

Akan lebih teranglah uraian kita itu, jikalau kita ambil contoh atau
perbandingan dengan hidupnya tumbuh-tumbuhan. Seorang tani (yang dalam
hakekatnya sama kewajibannya dengan dengan seorang pendidik) yang
menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi. Ia dapat
memperbaiki tanahnya, memelihara tanamannya, begitu, memberi rabuk dan
air, memusnakan ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggur hidup
tanamannya, begitu sebagainya; tetapi meskipun ia dapat memperbaiki
pertumbuhan tanaman itu, mengganti kodrat-iradatnya padi, ia tak akan dapat.
Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh
sebagai jagung atau harus berbuah didalam 3 bulan: pun tak dapat ia
memeliharanya sebagai caranya memelihara tanaman kedele dan sebagainya.
Mustahil! Pak tani harus takluk pada kodratnya padi itu mustahillah.
Demikianlah pendidikan itu, walaupun hanya dapat “menuntun”, akan tetapi
besarlah faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak-anak.

3. Perlukah tuntunan pendidikan itu?

Meskipun pendidikan itu hanya “tuntunan” saja di dalam tumbuhnya anak-


anak, tetapi perlu juga, berhubungan dengan kodrat dan keadaannya masing-
masing anak. Jikalau anak tidak baik dasarnya, tentulah kita mengerti sendiri,
bahwa ia harus mendapat tuntunan, agar bertambah baiklah budi pekertinya.
Anak yang baik dasar jiwanya dan tidak mendapat tuntunan pendidikan, barang
tentulah akan mudah menjadi orang jahat Walaupun anak sudah baik dasarnya,
pun tuntunan masih amat perlu. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan

24
mendapat kecerdasan yang lebihitu lalu menjadi orang yang berwatak
pemberani, hanya saja rasa takutnya (yang asli) itu tidak Nampak, oleh karena
ia sudah mendapat kecerdasan fikiran, hingga pandai menimbang-nimbang dan
memikir-mikir, kemudian dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut
…….itulah semuanya yang dapat menutup rasa “tertutup” saja oleh fikirannya,
maka anak tersebut ada kalanyadiserang rasa takut dengan sekonyong-
konyong, yaitu jika fikirannya sedang tak bergerak. Kalau fikirannya tidak
jalan sebentar saja ia seketika itu akan takut lagi menurut dasar biologisnya
sendiri.

Demikian pula orang yang bertabiat pemalu, belas kasihan, bengis, murka,
pemarah, dsb…. Selama ia sempat memikir-mikirkan segala keadaaannya,
dapat juga ia menahan nafsunya yang asli, akan tetapi jika fikirannya tidak
sempat bergerak (dalam keadaan yang sekonyong-konyong datangnya),
tentulah tabiat-tabiatnya yang asli itu akan muncul dengan sendiri.

4. Perlunya menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti.

Contoh-contoh tentang adanya watak-watak yang “biologis” dan tak dapat


lenyap dari jiwa manusia itu ada banyak dan dapat kita lihat juga dalam
hidupnya tiap manusia. Misalnya orang yang karena pendidikannnya,
keadaannya dan pengaruh lain-lainnya, sebenarnya harus berbudi dermawan,
kalau ia memang mempunyai dasar watak kikir, akan selalu kelihatanlah
wataknya “kikir” itu sungguhpun ia tetap insyaf akan kewajibanya sebagai
dermawan terhadap fakir miskin (ini pengaruhnya pendidikannya yang baik);
biasanya semasa ia tidak sempat “berfikir”, tentulah tabiatnya “kikir” itu akan
selalu kelihatan, setidak-tidaknya kedermawanan orang itu akan berbeda
dengan orang yang memang berdasar watak dermawan.

Janganlah sekarang agaknya pendidik lalu “berputus asa”, karena menganggap


bahwa tabiat-tabiat yang “biologis” itu (hidup perasaan) tidak dapat
dilenyapkan sama sekali. Memang benar kecerdasan intelligible (hidup angan-
angan) itu hanya dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik itu,
akan tetapi ingatlah, bahwa dengan menguasai-diri (zelfbeheersching), asalkan

25
tetap dan kuat adanya, senantiasa ia akan melenyapkan atau mengalahkan
tabiat-tabiat biologis yang tidak baik itu. Jadi kalau kecerdasan budi itu
sungguh baik, yaitu dapat mewujudkan kepribadian (persoonlijkheid) dan
“karakter” (jiwa yang berazas hukum kebatinan), itulah berarti orang akan
senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli, yang
biologis tadi.

Maka dari itulah “menguasai diri” atau “zelfbeheersching” itu disebut


tujuannya pendidikan dan maksudnya keadaban. “Beschaving is
Zelfbeheersching” (adab itu tak bukan dan tak lain berarti dapat menguasai
diri)’ demikian menurut pengajaran adab atau ethika.

Sampailah kita sekarang pada soal “budi pekerti”, yang dimuka sudah kita
sebut beberapa kali. Yang dinamakan “budi pekerti” atau “watak yaitu
bulatnya jiwa manusia, yang dalam bahasa asing disebut “karakter” dan diatas
sudah kita terangkan sebagi jiwa yang sudah “berazas hukum kebatinan”.
Orang yang telah mempunyai kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikir-
mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan dan
dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya tiap-tiap orang itu dapat kita
kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena yaitu karena watak dan budi pekerti
itu memang bersifat tetap dan pasti buat satu-satunya manusia, sehingga dapat
dibedakan orang yang satu daripada yang lain.

Budipekerti, watak atau karakter, itulah bersatunya gerak fikiran, perasaan dan
kehendak atau kemauan, yang lalu menimbulkan tenaga. Ketahuilah bahwa
“budi” itu berarti “fikiran-perasaan-kemauan”, dan “pekerti” itu artinya
“tenaga”. Jadi “budi pekerti” itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia
merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau yang beradab dan itulah
maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.

Jadi teranglah disini bahwa pendidikan itu berkuasa untuk mengalahkan dasar-
dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yang jahat
dan memang dapat dilenyapkan, maupun dalam arti “neutraliseeren”

26
(menutupi, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang “biologis” atau yang tak dapat
lenyap sama sekali, karena sudah bersatu dengan jiwa.

5. Jenis-jenisnya budi pekerti.

Setelah kita mengetahui, bahwa budi-pekerti seseorang itu dapat mewujudkan


sifat kebatinan seseorang dengan pasti dan tetap, haruslah kita mengetahui
pula, bahwa tidak adalah dua budi-pekerti orang yang sama. Jadi samalah
keadaannya denga roman muka manusia, tiadalah dua yang sama. Meskipun
begitu, orang dapat juga membagi-bagi budi-pekerti manusia menjadi beberapa
macam atau jenis atau “typen”, dengan maksud agar orang dapat mempunyai
ikhtisar tentang garis’garis atau sifat-sifat watak orang yang umum.

Pembagian budi-pekerti menjadi beberapa typen itu ada yang disandarkan pada
sifatnya angan-angan, sifatnya perasaan dan sifatnya kemauan (analytis); lalu
tiga sifat itu digabungkan menjadi satu (synthetis); kemudian lalu mewujudkan
suatu macam atau type budi-pekerti yang pasti. Yang amat tersohor adalah
pembagian dari almarhum Prof. Dr. Heymans guru besar di Universitas
Groningen, yang sudah mengadakan penyelidikan disertai pecobaan-percobaan
tentang soal itu dan kemudian menetapkan adanya 8 typen budi-pekerti orang.

Ada pula yang membagi-bagi budi-pekerti menjadi beberapa typen atau jenis
dengan bersandar atas hasrat seseorang; jadi ini (ethis = menurut rasa adab).
Yang kenamaan dalam hal ini ialah Prof. Sprangeryang membagi-bagi budi-
pekerti orang menjadi 6 jenis, bersandar atas hasrat orang akan: 1. kekuasaan
(machts mensch); 2. Agama (religieus mench); 3. keindahan (kunst mensch); 4.
kegunaan atau faedah (nutsmensch atau economisch mensch); 5. pengetahuan
atau kenyataan (wetenchaps atau waarheids mensch) dan 6. menolong
mendermakan atau mengabdi (sociale mensch).

Lain dari pada pembagian itu, masih ada pula theori-theori tentang jenis-
jenisnya budi-pekerti; misalnya yang menghubung-hubungkan sifat-jamaninya
seseorang dengan wataknya (Prof. Kretschner), jadi seperti ilmu firasat dari
Imam Syafii. Ada pula yang mengukur budi-pekerti orang dengan melihat

27
caranya seorang memandang dirinya sendiri sebagai pusatnya pemandangan,
atau sebaliknya, sebagai sebagian saja dari alam yang besar ini (Adler,
Kunkel). Ada pula yang mengadakan pembagian “introversen dan extroversen”
(Jung), yaitu orang yang selalu memandang kedalam batinnya sendiri, atau
yang memandang kearah luar demikianlah seterusnya.

Dalam soal watak atau budipekerti manusia janganlah kiranya dilupakan,


bahwa tiap-tiap manusia itu mendapat pengarah dari yang menurunkan
(erfelijkheidsleer); jadi sama pula dengan turun temurunnya sifat-sifat jasmani
dari tiap-tiap orang (sifat roman mukanya, rambutnya, warna kulitnya, pendek-
tingginya badan dll.) Juga janganlah dilupakan, bahwa seperti yang sudah
diuraikan dimuka, pendidikan dan segala pengalaman serta keadaan itu
semuanya berpengaruh besar pada tumbuhnya budipekerti.

SYARAT-SYARAT DAN ALAT-ALAT PENDIDIKAN

1. Naluri Pendidikan.

Setelah ikhtisar tentang arti, maksud dan tujuan pendidikan termuat di dalam
uraian kita dimuka, baiklah sekarang kita menerangkan bagian-bagian yang
khusus, buat permulaan tentang syarat-syarat dan alat-alat didalam pendidikan
yang teratur. Yang “teratur”, kata saya, sebab pendidikan itu sebenarnya
berlaku didalam tiap-tiap keluarga dengan cara yang tidak teratur. Berlakunya
pendidikan dari tiap-tiap manusia untuk mendidik anak-anaknya, agar selamat
dan bahagia. Naluri atau instinct ini disebabkan pula oleh adanya naluri yang
pokok (oerintinct), yang bermaksud akan kekalnya keturunan (ngudhi-tuwuh,
behoud van de sort).

Pendidikan yang dilakukan tiap-tiap orang terhadap anak-anaknya itulah


umumnya hanya bersandar atas cara-kebiasaan (traditie, sleur) dan seringkali
amat dipengaruhi oleh perasaan yang berganti-ganti dari si pendidik; jadi tidak
dengan “keinsyafan” dan tidak tetap. Kalau kadang-kadang ada keinsyafan,
maka keinsyafan itu hanya berdasar atas “perkiraan” atau “rabaan” belaka,

28
yakni tidak berdasarkan pengetahuan. Atau kalau ada dasar pengetahuan yang
Cuma berasal dari “pengalaman”: ini berarti kurang luas (eenzijdig).

2. Syarat-syarat pengetahuan.

Pendidikan yang teratur yaitu pendidikan yang bersandar atas pengetahuan,


yang dinamakan “ilmu pendidikan”. Ilmu ini tidak berdi sendiri, akan tetapi
masih memakai ilmu-ilmu lainnya, yang dinamakan ilmu syarat-syarat
pendidikan atau “hulpwetenschappen”, yang terbagi menjadi 5 jenis, yaitu:

a. ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psychologie);

b. ilmu hidup-jasmani manusia (fysiologie);

c. ilmu keadaan atau kesopanan (ethika atau moral);

d. ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (aesthetika);

e. ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan);

Untuk mengerti perlunya mempunyai pengetahuan yang lima macam itu,


perlulah kiranya kita mengadakan sedikit perbandingan antara keadaan seorang
“juru didik” dengan seorang pengukir kayu. Seorang pengukir kayu barang
tentu wajib mempunyai pengetahuan yang dalam dan luas tentang hakekatnya
atau keadaannya kayu; jadi harus tahu akan ilmu kayu (lihat no. 1 dan 2 diatas).
Ia wajib mengetahui kayu-kayu yang keras dan yang tidak keras, yang boleh
dipergunakan untuk ukiran-ukiran yang halus atau yang kasar, begitu
seterusnya. Karena pendidik itu “mengukir” manusia, sedang manusia
mempunyai hidup lahir dan batin, maka ilmu-kemanusiaan itu ada dua
macamnya, ialah “psychologie” dan “fysiologie”, seperti tersebut diatas no. 1
dan 2.

Seorang pengukir kayu yang hendak mewujudkan pekerjaan (ukiran-ukiran)


yang baik, haruslah mengerti tentang keindahan-keindahan ukiran. Bagi
seorang pendidik sama halnya harus mengerti tntang keindahan-keindahan
batin dan lahir (ethika dan aesthetika), karena manusia itu bersifat batin dan
lahir (lihat no. 3 dan 4).

29
Akhirnya seorang pengukir kayu dapat mewujudkan ukiran-ukiran yang bagus,
kalau ia mempunyai pengetahuan tentang macam-macam ukiran, yang telah
diadakan pengukir-pengukir lainnya, pada jaman sekarang dan jaman dahulu,
dinegerinya sendiri atau dinegeri asing. Itulah ilmu “tambo-pendidikan” buat
kaum pendidik.

Dengan mengadakan perbandingan itu, tidak usahlah kita memberi keterangan


sendiri yang luas, karena tiap pembaca lalu dapat membuat keterangan sendiri
yang panjang, lebar dan terang.

3. Peralatan Pendidikan.

Yang kita maksudkan dengan perkataan “peralatan” itu sebenarnya alat-alat


yang pokok, cara-caranya mendidik. Ketahuilah bahwa cara-cara itu amat
banyaknya, akan tetapi dalam pokoknya bolehlah semua cara itu kita bagi
seperti berikut:

a. memberi contoh (voorbeeld);

b. pembiasaan (pakulinan, gewoontevorming);

c. pengajaran (leering, wulang wuruk);

d. perintah, paksaan dan hukuman (regeering en tucht);

e. laku (zelfbeheersching, zelfdiscipline);

f. pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving).

Alat-alat itu tidak perlu dilakukan semuanya, bahkan ada kaum pendidik yang
tidak mufakat adanya salah satubagian dari pada yang termaktub itu. Misalnya
pendidik-pendidik dari fitnah “vrije opvoeding” (pendidikan bebas) tidak suka
memakai alat yang nomor 4. (perintah, paksaan dan hukuman). Seringkali
seorang pendidik mementingkan sesuatu bagian dan pada umumnya
memilihnya cara-cara itu dihubungkan dengan macam-macam keadaan
teristimewa dihubungkan dengan umurnya anak-anak didik.

4. Hubungan dengan Umur.

30
Untuk keperluan pendidikan, maka umur anak-anak didik itu dibagi menjadi 3
masa, masing-masing dari 7 atau 8 tahun (1 windu): a. waktu pertama (1 – 7
tahun) dinamakan masa kanak-kanak (kinderperiode); b. waktu ke-2 (7 – 14
tahun), yakni masa pertumbuhan jiwa fikiran (intellectueele periode) dan c.
masa ke-3 (14 – 21 tahun) dinamakan masa terbentuknya budi pekerti atau
sociale periode.

Berhubung dengan alat-alat atau cara-cara pendidikan, yang dihubungkan


dengan umur kanak-kanak, maka dibawah inilah kita sajikan pemakaian cara-
cara, sesuai dengan umur itu: (a) masa kanak-kanak: cara no. 1 dan 2; (b) masa
ke 2: cara nomor 3 dan 4; dan (c) masa ke 3; cara nomor 5 dan 6.

Ketiga-tiganya itu berlaku pada umumnya dan sebagi dasar. Sekian dahulu.

[“Keluarga” Th. I No. 1, 2, 3, 4. Nop., Des. 1936, Jan. Pebr. 1937]

KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG DIFFERENSIASI


SEKOLAH MENENGAH UMUM ATAS (SMUA)

Pandangan orisinalitas Ki-hajar Dewantara mengenai SMA adalah sebagaimana


yang disampaikan pada acara pertemuan tentang “Differensiasi Pengajaran di
S.M.U.A dan Reorganisasi S.M.U.A I dan II di Yogyakarta” pada tahun 1947
berikut ini.

1. Diferensiasi pengajaran pada tingkatan S.M.U.A. mengandung maksud,


menyesuaikan dasar kejiwaan murid dengan aliran pengajaran masing-
masing, agar memudahkan kemajuan serta berkembangnya akal-budinya
menurut kodratnya masing-masing. Dengan demikian maka dapatlah
dikurangi jumlah mereka yang keputusan jalan-hidupnya (mislukkelingen)
karena salahnya atau kurang tepatnya pemilihan aliran-pengajaran.

2. Hingga kini differensiasi itu telah dilakukan untuk aliran A (Kesusasteraan),


B (Ilmu Alam dan Pasti) dan C (untuk pekerjaan administrasi dll). Dengan
begitu maka mereka yang mempunyai bakat yang khusus itu dapat memilih
aliran-alirannya sendiri. Dalam pada itu memang betul ijazah dari pada

31
bagian B itu dianggap lebih tinggi daripada ijazah A (dan C), karena dengan
ijazah B dapatlah abiturienten S.M.U.A. memasuki perguruan tinggi,
sedangkan mereka yang berijazah A hanya dapat diterima untuk perguruan
tinggi Kesusasteraan, Kehakiman dll. Yang tidak memerlukan pengetahuan
Ilmu Alam dan Pasti, misalnya Fakulteit Ketabiban, Teknik, dan sebagainya.

3. Penghargaan lebih rendah atau lebih tinggi itu sebenarnya tidak terkadung
dalam maksud differensiasi, karena semata-mata didalam hal itu hanya
dihubungkan dengan jenisnya ilmu-ilmu yang harus dipelajari. Akan tetapi
tradisi kini membuktikan adanya perbedaan penghargaan tersebut dan ini
menurut pandangan saya disebabkan karena kurang baik organisasinya
differensiasi itu.

4. Yang pertama kali, harus diingati, bahwa pemilihan aliran pengajaran


(studiekeuze) itu seringkali dilakukan oleh para abiturienten S.M. Pertama
sendiri, dengan tidak sesuai dengan bakatnya sendiri yang sebenarnya;
seringkali malah orangtuanya murid turut-turut memilih dengan memberatkan
keinginannya sendiri (subyektif). Kebanyakan mereka itu memilih aliran
Alam-Pasti, agar kelak dapat meneruskan pelajarannya di semua perguruan
tinggi. Kadang-kadang bila anak-anak di bagian B itu putus jalannya
(mislukt) dan pindah ke bagian A, terbukti mereka itu kelak dapat lulus dalam
ujian-penghabisan. Semua keadaan ini memberi suggestie (saran), bahwa
aliran “kesusasteraan” itu lebih gampang, lebih rendah dari pada aliran “Pasti-
Alam”.

5. Kedua kalinya harus diingati, bahwa mereka yang memilih aliran A itu, tidak
hanya mereka yang tidak mempunyai bakat untuk ilmu Pasti-Alam, namun
ada juga yang memilih aliran A itu, semata-mata karena tertarik oleh ilmu
Kesusasteraan; jadi mereka yang juga mempunyai bakat Ilmu Pasti, memilih
aliran Kesusasteraan. Seandainya mereka itu (yang salah atau kurang tepat
pilihannya tadi) hendak berganti aliran (misalnya lalu tertarik oleh pengajaran
di perguruan tinggi Tabib atau Ingenieur), sudah terlanjur hanya berijzah A
(Kesusasteraan), jadi tak dapat diterima. Pemilihan aliran pengajaran itu bagi

32
pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi memang sukar sekali dapat berlaku
dengan obyektif; seringkali “keinginan”-nya bertentangan dengan bakatnya;
sebab-sebabnya banyak!

6. Berhubung dengan apa yang tersebut diatas semua itu, maka alangkah
baiknya jika differensiasi itu dilakukan sebagai berikut:

a. Pada tingkatan kelas-1 belum diadakan perpisahan aliran; baru pada


penghabisan tahun-pengajaran (akan naik ke kelas 2), menurut isinya:
rapport”, dewan guru menetapkan: siapa yang tidak naik kelas, siapa yang
naik ke kelas 2 bagian A, siapa yang naik ke bagian B, siapa yang boleh
memilih naik ke bagian A dan B dengan timbangan umum. Adapun
mereka yang tidak mempunyai bakat untuk A dan B, tetapi tidak “bodoh”,
dinaikan ke bagian C (administrasi, kepandaian tangan dan sebagainya).
b. Pada penghabisan pengajaran di kelas 2 (akan naik ke kelas 3), masih
diadakan saringan pula, sebab saringan yang pertama (akhir kelas 1) boleh
jadi belum tepat, karena banyak “twijfelachtige gevallen” (keadaan-
keadaan yang membimbangkan) dan banyak pula anak-anak sendiri yang
tambah keinsyafannyaterhadap kesanggupan dan kemampuan diri sendiri.
Dengan begitu maka penghargaan sama antara aliran A dan B prinsipiel
dibuktikan pula dan ……………….. “mislukkelingen” akan kurang.
c. Sesudah tamat kelas 3, maka hendaknyalah diadakan saringan pula tentang
pemberian ijazah, dengan mengadakan ijazah 4 macam: 1. Ijazah A, 2.
Ijazah B, 3. Ijazah C (administrasi), ke-4 ijazah D, yaitu dengan
disebutkan: “Tamat belajar, tidak untuk meneruskan pelajaran ke
perguruan tinggi”. Yang amat kurang angka-angkanya ialah mereka yang
tidak lulus, tidak tamat. Dengan begitu akan kurang lagilah jumlah
“mislukkelingen”. (Ingatilah: orang yang tidak berijazah itu mengandung
perasaan-rendah atau “inferioteis complexen” dan karena banyak yang
tenggelam didalam gelombang-gelombang masyarakat).

7. Untuk meneruskan pelajarannya ke arah perguruan-tinggi (universiteit), maka


ijazah S.M.U.A. bagian A (Kesusasteraan) tidak memberi hak untuk

33
memasuki faculteit yang membutuhkan pengetahuan banyak dalam ilmu Pasti
dan ilmu Alam (Faculteit Tabib, Ingenieur, guru-menengah – Akte M.O. Ilmu
Pasti atau Alam, dan lain-lain sebagainya). Akan tetapi mereka itu, jika
sungguh-sungguh ingin dan merasa sanggup menuntut pengajaran-pengajaran
tsb.(karena misalnya timbul keinsyafan pula tentang diri sendiri ----sudah
lebih masak untuk melakukan beroepskeuze), diberi kesempatan untuk
menempuh “ujian tambahan” (aanvullend examen) dalam ilmu Pasti dan
Alam dan lin-lain ilmu sungguh diperlukan.

8. Sebaliknya, mereka yang berijazah B (Alam dan Pasti), dan ingin memasuki
faculteit-faculteit yang membutuhkan ilmu bahasa-bahasa, janganlah diberi
hak begitu saja untuk memberi kesempatan untuk menempuh ujian-tambahan
dalam ilmu-ilmu dan kepandaian yang diperlukan untuk faculteit-faculteit
tersebut.

9. Untuk dapat memperbaiki atau menyempurnakan pelajaran dalam S.M.U.A.


bagian Kesusasteraan, lagi pula untuk memberi penghargaan sama dengan
bagian Pasti dan Alam, serta untuk memberi alasan menempuh “aanvullend
examen” bagi para pemegang ijazah B yang hendak beralih kealiran
kesusasteraan pada perguruan-tinggi khusus, maka pelu sekali S.M.U.A.
bagian Kesusasteraan diberi pengajaran bahasa-bahasa lebih banyak dari pada
di bagian Pasti-Alam. Bahasa-bahasa sendiri (bahsa Indonesia dan Daerah),
Jawa-Kuno atau Sansekerta, Arab atau Tionghwa (facultative) hendaknya
dipelajarkan di S.M.U.A. bagian kesusasteraan, disamping bahasa modern
(Ingggeris dan Jerman atau Perancis – facultative memilih).

10. Segala apa yang termaktub dalam stellingen di atas itu ialah pemandangan
saya tentang soal differensiasi S.M.U.A. pada umumnya, dan khususnya ialah
bahan-bahan dan alas an-alasan untuk menasihatkan kepada jawatan
Pengajaran “Wiyata-Praja”, hendaknya S.M.U.A. ke-1 dan ke-II dalam
organisasinya dipersatukan, dan dalam differensiasinya dibagi menjadi bagian
Kesusasteraan dan bagian Pasti dan Alam paling sedikitnya, jika mungkin

34
ditambah dengan bagian C (Administrasi dsb). Dengan mengingati fatsal 6,
ayat a, b, dan c.

Sekianlah pemandangan dan nasehat saya, yang diminta oleh jawatan Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan, dalam suratnya tanggal 14-V-1947, no.
3460/Sp/1008/SM di Yogyakarta, 19-V-1947.

INTERNALISASI PEMIKIRAN KI-HAJAR DEWANTARA

Pentingnya Memahami Pemikiran Ki-hajar Dewantara. Meskipun banyak


pemikiran pendidikan Ki-hajar Dewantara yang dapat dipakai sebagai dasar
konstruksi pendidikan pada masa kini, namun baru sedikit sekali dari jumlah
bangsa Indonesia terutama yang bergerak dalam bidang pendidikan, mempelajari
aliran pemikirannya. Apabila aliran pemikiran tersebut dipadukan dengan aliran
pemikiran modern sekarang ini akan menjadikan pendidikan di Indonesia
sekarang ini semakin bermutu.

Apabila ditelaah, seluruh pemikiran Ki-hajar Dewantara mengikuti aliran


konstruktivisme. Hal itu tampak dari kehendaknya untuk membangun dan
membebaskan bangsanya sebagai bangsa yang terjajah dan teraniaya yang
disalurkan melalui berbagai tulisan atau artikel yang dimuat dalam berbagai
terbitan majalah dan surat kabar pada zaman kiolonial. Ki-hajar Dewantara harus
menerima akibat dari kritikan tajamnya untuk dibuang ke negara Belanda, yaitu
negara yang menjajah bangsanya.

Simbolisasi Pemikiran Ki-hajar Dewantara dalam Pendidikan Nasional.


Salah satu dari pemikiran utama Ki-hajar Dewantara yang dirangkum menjadi
filosofi atau prinsip pendidikan nasional Indonesia yaitu: Ing ngarso sung tulodo;
Ing madya mangun karso; Tut wuri handayani. Sebagai upaya untuk menghargai
dan menginternalisasi pemikiran Ki-hajar Dewantara tersebut, Kementerian
Pendidikan Nasional telah mencantumkan salah satu prinsipnya dalam logo
kementerian, yakni “Tut Wuri Handayani” sebagaimana tampak dalam gambar
logo berikut ini.

35
Makna dari ing ngarso sung tulodo yaitu berada di depan untuk menjadi suri-
tauladan; ing madya mangun karso yaitu berada di tengah untuk membangun
semangat atau kehendak; dan tut wuri handayani yaitu berada di belakang untuk
membimbing atau mengarahkan.

36
THE EMPIRE STATE OF CURRICULUM

KERANGKA BERPIKIR

Hubungan erat dan saling keterkaitan antara kurikulum, pembelajaran, dan


penilaian dalam perspektif makro menjadikan semacam negara kerajaan
kurikulum ---the empire state of curriculum, sebab keberadaan kurikulum
merupakan unsur sentral bagi keberadaan unsur pembelajaran dan penilaian.
Kerangka berpikir hubungan ini dibangun atas pemahaman terhadap hal berikut
ini: pertama bahwa kurikulum pada intinya memuat tujuan apa yang hendak
diraih, bahan apa yang akan diajarkan, dan pengalaman belajar apa yang
diperlukan untuk mewujudkan tujuan; kedua bahwa pembelajaran pada intinya
merupakan aktivitas untuk menyajikan seluruh muatan kurikulum dengan
menerapkan metode-metode penyajian secara efektif yang sesuai dengan
organisasi pengalaman belajarnya; dan ketiga bahwa penilaian yang terdiri atas
penilaian internal dan penilaian eksternal adalah untuk mengukur keberhasilan
pencapaian kurikulum. Penilaian internal diarahkan untuk menentukan apakah
tujuan telah dicapai serta bahan ajar dan pengalaman belajar telah dikuasai;
sedangkan penilaian eksternal diarahkan untuk menentukan kekuatan dan
kelemahan program, baik secara dokumentatif maupun secara implementatif,
dalam kaitannya dengan proses yang dijalankan dan output yang dihasilkan.

Dengan kata lain bahwa kerangka berpikir hubungan diantara ketiga unsur
tersebut dibangun atas dasar fungsi-fungsi dari ketiga hal tersebut yang saling
bertautan antara satu dan yang lainnya. Kurikulum tidak akan berarti apa-apa jika
tidak dioperasionalkan melalui pembelajaran dan penilaian; pembelajaran tidak
akan berarti apa-apa jika tidak ada acuan yang jelas dan tidak disertai dengan
ukuran pencapaiannya; begitu pula penilaian tidak akan berarti apa-apa jika tidak
ada substansi yang diukur dan/atau dinilai.

37
Jadi tampak sangat jelas bahwa di antara kurikulum, pembelajaran, dan penilaian
memiliki hubungan yang signifikan dan saling mempengaruhi antar ketiganya,
sebagaimana yang divisualkan dalam ilustrasi berikut ini.

Pertautan ketiga unsur (kurikulum, pembelajaran, dan penilaian) tersebut secara


teoritik dan praktik pendidikan membentuk menjadi semacam kekuatan yang
dinamis untuk menghasilkan output. Dengan kata lain bahwa output pendidikan
dihasilkan dari interaksi dengan sejumlah pelajaran yang dimuat dalam
kurikulum, disajikan melalui proses edukatif pembelajaran, dan dinilai untuk
mengetahui seberapa tingkat pencapaian atau penguasaannya.

HAKIKAT KURIKULUM

Hakikat kurikulum di negara mana pun di dunia ini secara prinsip mempunyai
kesamaan, yaitu kurikulum sebagai blueprint atau rancangan bagi proses
pembelajaran. Rancangan tersebut berupa seperangkat rencana yang digunakan
untuk membangun dan memberdayakan potensi peserta didik. Sedangkan,
perbedaan kurikulum yang dikembangkan di setiap negara adalah muatan dalam
kurikulum. Perbedaan muatan disebabkan oleh filosofi dan beliefs, konteks, dan
kondisi berbeda yang dimiliki dan dihadapi oleh masing-masing negara.

38
Banyak pengertian kurikulum yang bisa ditemukan dalam berbagai referensi,
namun untuk kepentingan di sini hanya akan dikemukakan beberapa pengertian
sesuai dengan kebutuhan. Menurut Glatthorn (1987) mengatakan bahwa the task
of defining the concept is perhaps the most difficult of all, for the term curriculum
has been used with quite different meanings ever since the field took form ---tugas
untuk mendefinisikan konsep mungkin merupakan hal paling sulit untuk kita
semua, istilah kurikulum telah digunakan dengan pengertian yang sangat berbeda
sejak bidang ini membentuk diri. Miller & Seller (1985) mengartikan bahwa
curriculum is an explicitly and implicitly intentional set of interactions designed
to facilitate learning and development and to impose meaning on experience. The
explicit intentions usually are expressed in the written curriculum and in courses
of study; the implicit intentions are found in the ”hidden curriculum,” by which
we mean the roles and norms that underlie interactions in the school. Learning
interactions usually occur between teacher and student ---kurikulum adalah suatu
perangkat harapan secara eksplisit dan implisit yang dirancang untuk
memudahkan belajar dan pengembangan dan untuk memperkuat makna pada
pengalaman. Harapan eksplisit biasanya dinyatakan dalam kurikulum tertulis dan
dalam mata pelajaran; harapan implisit ditemukan dalam kurikulum tersembunyi.
Interaksi belajar biasanya terjadi antara guru dan pelajar.

Armstrong (1989) mengartikan bahwa: (a) curriculum is the school’s adopted


program of studies; (b) curriculum consists of contents of the various courses
taught in the school; (c) curriculum involves planned interactions among
instructors, learners, and learning resources in the school or in other appropriate
instructional settings; (d) curriculum encompasses all of the experiences offered
to learners under the authority of the school or under the authority of other
appropriate instructional agencies; and (e) curriculum includes all planned and
unplanned experiences of learners in the school and in other appropriate
instructional settings ---kurikulum merupakan program pelajaran teradopsi;
kurikulum terdiri atas materi dari berbagai pelajaran yang diajarkan di sekolah;
kurikulum melibatkan interaksi terencana di antara guru, pelajar, dan sumber
belajar di sekolah atau di tempat lain yang cocok untuk pembelajaran; kurikulum

39
mencakup semua pengalaman yang ditawarkan kepada pelajar di bawah otoritas
sekolah; dan kurikulum mencakup semua pengalaman pelajar yang terencana dan
tidak terencana di sekolah atau di tempat lain yang cocok untuk pembelajaran.

Dengan demikian, menurut Glatthorn (1987) bahwa it would seem that a useful
definition of curriculum should meet two criteria: it should reflect the general
understanding of the term as used by educators; and it should be useful to
educators in making operational distinctions ---itu tampak bahwa definisi
kurikulum yang bermanfaat harus sesuai dengan 2 kriteria: (1) harus
mencerminkan pemahaman umum mengenai istilah yang digunakan guru, dan (2)
harus berguna bagi pendidik dalam pembuatan perbedaan operasional. Glatthorn
sendiri mengusulkan definisi kurikulum adalah the plans made for guiding
learning in the schools, usually represented in retrievable documents of several
levels of generality, and the actualization of those plans in the classroom, as
experienced by the learners and as recorded by an obeserver; those experiences
take place in a learning environment which also influences what is learned ---
rencana yang dibuat untuk membimbing belajar di sekolah, biasanya disajikan
dalam dokumen yang mudah ditemukan mengenai beberapa tingkat keumuman,
dan pengaktualisasian rencana tersebut di kelas, sebagaimana yang dialami oleh
pelajar dan sebagaimana yang dicatat oleh seorang pengamat. Penglaman
berlangsung dalam lingkungan belajar yang mempengaruhi apa yang dipelajari.

Jadi, hakikat kurikulum adalah rencana awal yang dibuat untuk membimbing anak
belajar di sekolah, disajikan dalam bentuk dokumen yang mudah ditemukan,
disusun berdasarkan pada tingkat-tingkat generalisasi dan perkembangan peserta
didik, dapat diaktualisasikan di dalam pembelajaran, dapat diamati oleh pihak
yang tidak berkepentingan sekalipun, dan membawa misi perubahan tingkah laku.
Kurikulum sebagai suatu bentuk rencana harus fleksibel agar bisa memberi
kemungkinan setiap saat untuk dilakukan perbaikan seperlunya dalam proses
implementasinya. Kurikulum sebagai suatu bentuk dokumen harus memberikan
petunjuk yang cukup rinci mengenai berbagai hal yang perlu dilakukan oleh

40
kepala sekolah dan guru dan juga dapat disimpan dalam perangkat komputer yang
bisa diakses oleh berbagai pihak melalui jaringan internet.

Untuk kepentingan pendidikan di Indonesia, kurikulum telah didefinisikan secara


formal sebagaimana yang dimuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa kurikulum
adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu."

HAKIKAT PEMBELAJARAN

Berkenaan dengan pembelajaran yang berkualitas, Bloom (1976) menyatakan


bahwa quality of instruction is the extent to which the cues, practice, and
reinforcement of the learning are appropriate to the needs of the learners ---
kualitas pembelajaran adalah tingkat di mana tanda, praktik, dan penguatan
belajar sesuai dengan kebutuhan pelajar. Selain metode pembelajaran, hal yang
perlu diperhatikan dalam pembelajaran menurut Bloom selanjutnya adalah
individual differences in learning that is an observable phenomenon which can be
predicted, explained, and altered in a great variey of ways ---perbedaan individual
dalam belajar yang merupakan fenomena dapat diamati, diprediksi, dijelaskan,
dan disesuaikan dengan bermacam-macam cara.

Apa yang dikemukakan oleh Bloom tentang individual differences adalah sama
dengan “keunikan peserta didik” yang menurut Aunurrahman (2009) bahwa setiap
orang berbeda satu sama lain dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri yang sama.
Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu
lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami.
Perbedaan individu disebabkan oleh besarnya variasi dalam kemampuan seperti
dikatakan oleh Hirsch (1999) bahwa variations in ability and learning style are
caused by individual differences ---perbedaan dalam kemampuan dan belajar
disebabkan oleh perbedaan individual. Oleh karena itu, Hirsch menyatakan bahwa
individual differences are mainly differences in academic preparation and ability,

41
and the accommodation of those differences take the form of ability tracking ---
perbedaan individual utamanya adalah perbedaan dalam persiapan dan
kemampuan akademik, dan akomodasi perbedaan tersebut mengambil bentuk
penelusuran kemampuan.

Berkenaan dengan pembelajaran yang efektif, Cole & Chan (1994) menyatakan
bahwa effective teaching is defined as the actions of professionally trained
persons that enhance the cognitive, personal, social, and physical development of
students ---pembelajaran efektif diartikan sebagai tindakan orang terlatih secara
professional yang meningkatkan pengembangan kognitif, personal, sosial, dan
fisik pelajar. Pembelajaran yang efektif dibangun atas dasar beberapa prinsip yang
menurut Cole & Chan yaitu: include principles for effective classroom
communication, lesson planning and preparation, demonstration and explaining,
questioning, assigning work tasks, feedback and correctives, assessment and
evaluation, motivation and reinforcement, class management, and the promotion
of self-directed and independent learning ---mencakup prinsip-prinsip komunikasi
kelas yang efektif, rencana dan persiapan pelajaran, demonstrasi dan penjelasan,
pertanyaan, penugasan tugas pekerjaan, umpan balik dan perbaikan, pengukuran
dan penilaian, motivasi dan penguatan, pengelolaan kelas, dan peningkatan belajar
terarah sendiri dan mandiri.

Pentingnya menggunakan metode dalam pembelajaran, Undang-Undang Nomor


20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Apabila dikaji secara cermat, menurut
Sanjaya (2009), konsep pendidikan menurut undang-undang itu mengandung
beberapa hal yang sangat penting untuk dikritisi.

Hal-hal penting untuk dikritisi sebagaimana yang dimaksud oleh Sanjaya adalah
sebagai berikut: Pertama, usaha sadar berarti bahwa segala upaya yang dilakukan

42
dalam pendidikan diarahkan pada pembentukan sumber daya manusia (peserta
didik) yang dapat berkembang secara utuh; Kedua, usaha terencana berarti proses
pendidikan adalah proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan
pendidik dan peserta didik diarahkan pada pencapaian tujuan; Ketiga, wujud dari
usaha sadar dan terencana adalah suasana dan proses pembelajaran yang
berorientasi pada keaktifan peserta didik (student active learning) dalam rangka
pengembangan potensi dirinya; dan Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah
kemampuan peserta didik yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Lebih jelasnya lagi bahwa penggunaan metode dalam pembelajaran merupakan


suatu hal yang mutlak untuk dilakukan agar pembelajaran dapat diselenggarakan
secara optimal sebagai usaha sadar, usaha terencana, usaha untuk menciptakan
suasana dan proses keaktifan, dan usaha untuk menghasilkan kemampuan peserta
didik yang holistik. Selain itu, penggunaan metode dapat menghindarkan upaya
yang mengarah pada apa yang disebut oleh Ravitch (1995) sebagai “teaching to
the test” atau mengajar yang lebih diarahkan hanya untuk menghadapi soal-soal
ujian.

Bahaya “teaching to the test” menurut Ravitch adalah teachers tend to teach what
is tested. Teaching to the test is bad in current practice because so many tests ask
narrow questions about disconnected fragments of information, thus leading
teachers to drill their students on right answers rather than to teach a deep
understanding of the concepts involved ---guru cenderung mengajar apa yang
diujikan. Mengajar untuk tes adalah jelek dalam praktik sekarang ini, karena
begitu banyak tes menanyakan pertanyaan sempit mengenai fragmen informasi
yang terpenggal, jadi mengarahkan guru untuk melatih pelajar pada jawaban benar
daripada mengajar dengan pemahaman konsep yang mendalam.

Hal itu akan mengakibatkan kesenjangan prestasi (the achievement gap) seperti
yang disinyalir oleh Wagner (2008). Ia mengemukakan bahwa the achievement
gap is resulted by the children’s teachers take more than months before the

43
testing begins to teach and review the materials that are going to be on the test, so
they are cearly teaching to the test, rather than teaching for a deeper
understanding of the content ---kesenjangan prestasi diakibatkan oleh guru
mengambil waktu lebih dari berbulan-bulan sebelum ujian yang diawali dengan
mengajar dan membahas bahan-bahan yang akan diuji, jadi jelas mereka mengajar
untuk tes, daripada mengajar untuk memahami materi secara mendalam.

HAKIKAT PENILAIAN

Penilaian atau evaluasi dalam dunia pendidikan memiliki peranan yang sangat
penting, sebab hasil dari suatu penilaian dapat memberikan informasi yang
bermanfaat mengenai sesuatu hal tertentu melalui proses yang sistematik.
Berkenaan dengan hal tersebut, Gronlund (1976) menegaskan bahwa evaluation
may be defined as a systematic process of determining the extent to which
instructional objectives are achieved by pupils ---penilaian boleh diartikan sebagai
suatu proses sistematik penentuan tingkat di mana tujuan pembelajaran dicapai
oleh murid. Selanjutnya, Gronlund mengatakan bahwa evaluation is a much more
comprehensive and inclusive term than measurement. Evaluation includes both
qualitative and quantitative descriptions of pupil behavior plus value judgements
concerning the desirability of that behavior. Measurement is limited to
quantitative descriptions of pupil behavior. It does not include qualitative
descriptions nor does it imply judgements concerning the worth or value of the
behavior measured ---penilaian merupakan sesuatu istilah yang lebih
komprehensif dan inklusif daripada pengukuran. Penilaian mencakup deskripsi
kualitatif dan kuantitatif dari perilaku murid ditambah dengan pertimbangan nilai
mengenai kebaikan perilaku tersebut. Pengukuran terbatas pada deskripsi
kuantitatif perilaku murid. Itu tidak mencakup deskripsi kualitatif, tidak juga
pertimbangan mengenai makna atau nilau perilaku yang diukur.

Meskipun menurut Gronlund terdapat perbedaan antara penilaian dan pengukuran,


namun dalam konteks ini kedua peristilahan tersebut dapat digunakan secara
timbal balik sesuai dengan kebutuhannya. Hal yang paling penting dari

44
penggunaan kedua istilah tersebut adalah bagaimana atau dengan cara apa fakta
atau data atau informasi hasil belajar dapat diperoleh dari peserta didik (dalam arti
ketuntasan dan penguasaan kompetensi).

Dengan demikian, kompetensi dalam kurikulum yang dioperasionalkan dalam


pembelajaran harus mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hal itu
ditegaskan lebih lanjut oleh Bloom, Hasting, & Madaus (1971) bahwa sekurang-
kurangnya ada tiga hal yang dapat dinilai dari pembelajaran, yaitu: (1) knowledge,
(2) skills, and (3) attitudes. Pengetahuan (knowledge) mencakup pengetahuan
tentang fakta dan pemahaman tentang konsep, generalisasi, struktur dan model.
Keterampilan (skills) mencakup keterampilan-keterampilan tentang meneliti,
berpikir kritis, dan berpartisipasi dalam kelompok. Sikap (attitudes) mencakup
sikap-sikap intelektual, ilmiah, dan sosial.

Jadi pada intinya penilaian, menurut Sudjana (2004), adalah proses memberikan
atau menentukan nilai kepada obyek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Proses penilaian tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi dan
pertimbangan. Hal itu diperjelas lagi oleh Hamid Hasan (2008) bahwa evaluasi
adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu pengambilan keputusan.
Hasil evaluasi akan berbeda-beda, sebab tergantung pada rumusan tujuan dan
metodologi yang digunakannya.

Mengenai tujuan dari evaluasi oleh Bloom, Hastings, & Madaus (1971)
ditegaskan bahwa the purpose of evaluation is primarily the grading and
classifying of students ---tujuan penilaian utamanya adalah pemeringkatan dan
pengklasisikasian peserta didik. Selanjutnya Bloom, Hastings, & Madaus
menyajikan a broader view of evaluation (pandangan penilaian yang lebih luas)
sebagai berikut:

1. Evaluation as a method of acquiring and processing the evidence needed to


improve the student’s learning and the teaching ---penilaian sebagai suatu
metode pengolahan bukti yang diperlukan untuk memperbaiki belajar siswa
dan pembelajaran;

45
2. Evaluation as including a great variety of evidence beyond the usual final
paper and pencil examination ---penilaian sebagai cakupan berbagai bukti di
luar ujian akhir kertas dan pinsil;
3. Evaluation as an aid in clarifying the significant goals and objectives of
education and as a process for determining the extent in which the students are
developing in these desired ways ---penilaian sebagai suatu bantuan dalam
mengklarifikasi tujuan pendidikan dan sebagai suatu proses untuk menentukan
tingkat di mana siswa berkembang dengan cara yang dikehendaki;
4. Evaluation as a system of quality control in which it may be determined at each
step in the teaching-learning process whether the process is effective or not,
and if not, what changes must be made to ensure its effectiveness before it is
too late ---penilaian sebagai suatu sistem pengawasan kualitas di mana hal itu
dapat menentukan tiap-tiap langkah dalam proses belajar-mengajar apakah
proses efektif atau tidak, dan jika tidak, perubahan apa yang harus dibuat untuk
menjamin keefektivannya sebelum semuanya terlambat; dan
5. Finally, evaluation as a tool in education practice for ascertaining whether
alternative procedures are equally effective or not in achieving a set of
educational ends ---akhirnya, penilaian sebagai suatu alat dalam praktik
pendidikan untuk meyakinkan apakah prosedur alternatif efektif secara sama
atau tidak dalam mencapai perangkat tujuan pendidikan.

Banyak hal yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan penilaian, selain untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum, tetapi juga
menjamin keefektifan program baik kurikulum maupun pembelajaran sebelum
semuanya terlambat yang mengarah pada kemunduran. Hal inilah yang dikatakan
bahwa pada akhirnya penilaian dapat diartikan sebagai suatu proses pengambilan
keputusan.

KETIDAK-HARMONISAN INTER-RELASI DALAM


PRAKTIK

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kurikulum, pembelajaran, penilaian


mempunyai keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lainnnya. Kerangka
berpikir dibangun atau hubungan diantara ketiga unsur tersebut dengan
berdasarkan pada fungsi-fungsi dari ketiga hal tersebut. Kurikulum tidak akan
berarti apa-apa jika tidak dioperasionalkan melalui pembelajaran dan penilaian;
pembelajaran tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada kurikulum sebagai

46
acuannya dan tidak disertai dengan ukuran pencapaiannya; begitu pula penilaian
tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada substansi yang diukur dan/atau dinilai.
Namun dalam praktiknya sering kali hubungan ideal antara kurikulum,
pembelajaran, dan penilaian jauh dari impian dan kenyataannya. Beberapa fakta
yang menunjukkan ketidak-harmonisan hubungan tersebut yaitu antara lain
sebagai berikut:

Kesenjangan Kurikulum dan Pembelajaran ---Curriculum Gap.

Suatu kurikulum, yang dirancang untuk mengembangkan potensi peserta didik


yang mencakup pengetahuan-sikap-keterampilan, biasanya memuat secara ideal
tujuan yang yang ingin dicapai, apa yang akan diajarkan, pengalaman belajar yang
diorganisasikan, dan cara untuk mengukur ketercapaiannya. Agar pengembangan
potensi tersebut berlangsung secara lengkap, kurikulum menuntut pelaksanaannya
dalam pembelajaran dengan menggunakan metode berbasis masalah, inkuiri,
berpikir logis dan kritis, dan diskusi.

Namun dalam kenyataannya semua itu tidak berjalan sepenuhnya, karena banyak
di antara guru yang hanya melaksanakan pembelajaran dengan cara jitu dan
seolah-olah tiada pilihan lain, kecuali ceramah dan mencatat. Kondisi inilah yang
menyebabkan ketidak-sesuaian antara tuntutan kurikulum yang seharusnya dan
pelaksanaan kurikulum melalui pembelajaran.

Mengajar Hanya Untuk Menghadapi Ujian ---Teaching to the Test.

Guru mengajar lebih diarahkan hanya untuk menghadapi soal-soal ujian, atau guru
cenderung hanya mengajar apa yang akan diujikan. Mengajar untuk tes adalah
jelek dalam praktik sekarang ini, karena begitu banyak tes menanyakan
pertanyaan sempit mengenai fragmen informasi yang terpenggal. Jadi mengajar
untuk tes mengarahkan guru untuk melatih pelajar pada jawaban benar daripada
mengajar dengan pemahaman konsep yang mendalam.

Kesenjangan prestasi peserta didik diakibatkan oleh guru untuk mengambil waktu
lebih dari berbulan-bulan sebelum ujian yang diawali dengan mengajar dan

47
membahas bahan-bahan yang akan diuji, jadi jelas mereka mengajar untuk tes,
daripada mengajar untuk memahami materi secara mendalam dan holistik.

Kegelisahan Menghadapi Ujian Nasional ---National Test Fear-Provoking.

Seluruh mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum adalah dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan nasional, jadi tidak ada mata pelajaran yang perlu
dikecualikan secara khusus. Muncul pertanyaan, mengapa hanya beberapa mata
pelajaran saja yang diujikan secara nasional? Apapun argumentasi yang diberikan
untuk menjawab pertanyaan ini, semuanya tidak masuk akal dan kalaupun ada
jawaban yang diberikan, pasti jawabannya tidak akan masuk akal.

Mengapa terjadi fear-provoking ketika menghadapi ujian nasional? Beberapa


kasus yang diungkap oleh berbagai media massa, antara lain Kompas dan Media
Indonesia, menunjukkan bahwa ujian nasional telah memprovokasi ketakutan atau
kecemasan (national test fear-provoking) terhadap berbagai kalangan, bukan saja
peserta didik, tetapi juga kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat.

HARIAN UMUM BERITA TERKAIT UJIAN NASIONAL

Kompas (2009) • Standar kelulusan telah menghantui para peserta


ujian nasional. Di balik ujian nasional, sejumlah
siswa SMA merasakan kecemasan. Utamanya
terkait dengan standar nilai kelulusan yang oleh
pemerintah dinaikkan dari 5, 25 menjadi 5, 5 untuk
semua mata pelajaran yang diujikan. (28 April)
• Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan
mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam
penyelenggaraan ujian nasional, karena banyaknya
persoalan, termasuk berbagai kecurangan dan
kebocoran soal tingkat SMP dan SMA. DPR
menganggap bahwa tingkat kelulusan sangat
ditentukan oleh nilai mata pelajaran yang diuji-
nasionalkan. Nilai mata pelajaran lainnya selama
tiga tahun siswa belajar terabaikan. Peran guru pun
yang selama tiga tahun mendidik tidak ada, karena
kelulusan ditentukan oleh nilai ujian nasional. (1

48
Mei)
• Ratusan siswa SMA dari beberapa daerah didapati
memperoleh nilai hasil ujian nasional kososng pada
sejumlah mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia
dan Biologi. Pengumuman kelulusan pun terpaksa
ditunda akibat persoalan yang diduga dipicu
kesalahan pemindaian ini. Kondisi ini salah satunya
terjadi di Provinsi Jawa Barat. Ini adalah sebuah
kesalahan fatal dan kelalaian teknis yang
mengakibatkan siswa tidak lulus, sehingga akhirnya
siswa dirugikan. (17 Juni)

Media Indonesia • Perbuatan yang memalukan dalam dunia pendidikan


(2009) terjadi di Kabupaten Bengkulu Selatan, yaitu kepala
sekolah dan guru bersekongkol mengisi jawaban
soal-soal ujian nasional SMA, karena takut banyak
siswa yang tidak lulus. Mereka langsung diciduk
dan di tahan di kantor polisi setempat, termasuk
Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas
Pendidikan Kabupaten Bengkulu Selatan. (1 Mei)
• Di Purwokerto, seorang siswi SMA pingsan akibat
stress menghadapi ujian nasional. (1 Mei)
• Di Kendal, beberapa siswa SMA mengundurkan diri
untuk tidak mengikuti ujian nasional karena belum
siap dengan tingginya beban standar kelulusan ujian
nasional 5, 5. (1 Mei)
• Berbagai bentuk kecurangan pada ujian nasional
selama ini merupakan alasan sangat nyata (obvious)
yang digunakan pengelola perguruan tinggi negeri
untuk menolak hasil ujian nasional dijadikan syarat
masuk perguruan tinggi. Berbagai kejadian
memilukan pada saat ujian nasional itu sebenarnya
bukanlah sesuatu yang tidak bisa diantisipasi.
Namun, mengingat keterbatasan yang dimiliki
BSNP, menyebabkan tumbuhnya perilaku koruptif
secara berulang dalam ujian nasional. (1 Juni)
• Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf
mengisyaratkan perlu peninjauan ulang terhadap

49
ujian nasional. Hal itu terkait dengan relative tidak
setaranya akses para pelajar di kota besar dan kota
kecil atau desa. Fakta itu menjadi persoalan saat
standar akhir ujian nasional disamakan secara
menyeluruh untuk setiap daerah di Indonesia.
Apalagi jika menjelang ujian nasional ada peserta
yang kemudian terganggu kesehatannya, sehingga
tidak bisa bersiap secara penuh dan kemudian tidak
lulus. (17 Juni)

Kompas (2010) • Setelah hasil ujian nasional SMA sederajat


diumumkan Senin (26/4) kemarin, sejumlah sekolah
langsung memanggil siswa yang tidak lulus untuk
diberi pengarahan dan jadwal ujian ulang pada 10-
14 Mei. Sekolah juga menyiapkan jadwal
pendalaman materi.
• Kepala SMA 79 Jakarta mengatakan, di sekolah ini
dalam pengumuman kelulusan di web site sekolah,
para siswa yang tidak mampu memenuhi standar
minimal nilai ujian nasional itu dinyatakan dengan
status “mengulang”.
• Di SMA 70 Jakarta, pendalaman materi dan latihan
soal ujian ulang belum dijadwalkan karena
menunggu siswa yang tidak lulus tenang dulu secara
psikologis. “Mungkin mereka masih stress. Nanti
kami Tanya orangtua mereka, apakah anak-anaknya
sudah siap belajar atau belum. Kalau sudah siap,
kami akan mulai lagi pendalaman materi,” ungkap
Osman Sitompul, guru senior bagian Pengendali
Mutu di SMA 70 DKI Jakarta.

Mengacu pada beberapa fakta yang dimuat oleh berita harian tersebut,
pelaksanaan ujian nasional tampak di satu sisi belum bisa mengakomodasi
kepentingan masyarakat luas, tetapi di sisi lainnya kepentingan sepihak
pemerintah telah terakomodasi. Meskipun ujian nasional dirancang untuk
mengendalikan mutu, namun dalam pelaksanaannya terjadi sebagai berikut:

50
1. sangat diskriminatif yang dibuktikan dengan penyelenggaraan ujian nasional
hanya untuk beberapa mata pelajaran;

2. selalu mengundang masalah kontroversial di kalangan masyarakat luas,


sehingga menimbulkan keresahan psikologis yang meluas;

3. tidak memiliki format baku (inkonsisten) yang dibuktikan dengan perubahan


aturan hampir setiap tahun.

Terkait dengan hal itu, Kompas (2010) memuat salah satu bentuk inkonsistensi
dan kontroversi sebagai berikut:

Evaluasi Siswa: Tak Ada Ujian Nasional Ulang. (31 Desember)


Dalam penyelenggaraan Ujian Nasional 2011, ada beberapa perubahan di
antaranya tak ada lagi ujian nasional ulang. Bagi yang tidak lulus ujian nasional
tetap bisa mengikuti ujian Paket C untuk siswa SMA. “Hasil ujian Paket C itu
tetap bisa dipakai untuk masuk perguruan tinggi,” kata Menteri Pendidikan
Nasional Mohammad Nuh, Kamis (30/12). Perubahan lainnya, nilai akhir
kelulusan siswa dihitung dengan menggabungkan nilai ujian nasional dengan
nilai ujian sekolah. Formulanya, 60% untuk bobot nilai ujian nasional dan 40%
nilai ujian sekolah. “Prestasi siswa selama kelas I, II, dan III akan diperhitungkan
untuk kelulusan siswa,” kata Nuh. Melalui pembobotan tersebut, kata Nuh, siswa
akan lulus meski nilai ujian nasional 4 untuk mata pelajaran tertentu, tetapi ujian
sekolah harus mendapat nilai minimal 8. “Sebaiknya nilai ujian nasional yang
diraih siswa tidak minimal sehingga nilai ujian sekolah yang harus dicapai siswa
tidak terlalu besar untuk meraih kelulusan,” kata Nuh.
Menanggapi perubahan formula ujian nasional 2011, Direktur Eksekutif Institute
for Education Reform di Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen menilai,
pemerintah sebenarnya hanya mengulang format lama dan tak ada perubahan
mendasar. “Ini perubahan alakadarnya saja karena sejak awal pendirian
pemerintah itu ujian nasional harus ada,” ujarnya. Abduhzen menilai, ujian
nasional bukan satu-satunya cara untuk memetakan mutu pendidikan karena
hasil belajar siswa hanya salah satu komponen pengukur. Masih ada komponen
lain, seperti kualitas guru dan sarana belajar yang harus ditingkatkan. (LUK)

51
Dengan kondisi semacam itu, ujian nasional akan selalu menimbulkan masalah
kontroversial di tengah masyarakat. Selain itu, masalah kontroversial juga muncul
karena mutu pendidikan tidak bisa diukur hanya oleh keberhasilan mencapai skor
tinggi dari mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional. Pada hakikatnya,
semua mata pelajaran memberikan kontribusi yang sama dan signifikan terhadap
pembentukan watak atau karakter peserta didik sebagaimana yang dirumuskan
dalam Tujuan Pendidikan Nasional.

52
GAMBARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA
ABAD KE-21

KARAKTERISTIK SMA SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

SMA sejak masa dulu sampai dengan sekarang abad ke-21 merupakan suatu
bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs.

Berdasarkan hal tersebut, SMA pada hakikatnya merupakan satuan pendidikan


yang berfungsi untuk menyelenggarakan “pendidikan bersifat umum”. Yang
dimaksud dengan pendidikan bersifat umum yaitu pendidikan yang menyediakan
kurikulum dengan sejumlah bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan
the student’s rational thought and general intellectual capabilities ---kemampuan
berpikir rasional dan intelektual umum peserta didik. Melalui pendidikan umum,
peserta didik diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menggali, mengolah,
dan menggunakan informasi (well-informed person) yang dimuat dalam berbagai
bahan kajian dan pelajaran melalui pemikiran dan diskusi rasional.

Dengan demikian, pendidikan bersifat umum berbeda dengan pendidikan yang


menekankan pada sifat profesional, vokasional, dan teknikal. Dalam konteks
universal, bahan kajian dan pelajaran bagi satuan pendidikan bersifat umum
(liberal arts education) dikelompokkan ke dalam bidang-bidang keilmuan:
Humanities (Humaniora); Language & Arts (Bahasa dan Seni); Mathematics
(Matematika); Natural Sciences (Ilmu-ilmu Alam); dan Social Sciences (Ilmu-
ilmu Sosial). Sampai sekarang ini, pendidikan SMA di Amerika Serikat masih
menggunakan pendidikan bersifat umum, karena menurut Jerald (2009) bahwa
one of the great attributes of a liberal arts education is preparing people to learn
how to learn. So we absolutely believe that traditional liberal arts educations will
still have an important role to play in American society ---salah satu karakteristik

53
utama pendidikan umum yaitu mempersiapkan seseorang untuk belajar bagaimana
belajar. Oleh karenanya kami percaya bahwa pendidikan umum tradisional akan
masih memiliki peranan penting untuk memerankan masyarakat Amerika

FUNGSI DAN TUJAN

Merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan untuk SMA pada abad ke-21
merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena pastinya akan banyak ragam
pandangan yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi perumusannya.
Namun demikian, rumusan berikut ini mungkin dapat membantu untuk
menghasilkan rumusan yang lebih baik lagi.

Fungsi

Pendidikan di SMA masa sekarang sebagai pendidikan menengah yang bersifat


umum berfungsi:

a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak


mulia, dan kepribadian luhur;

b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta


tanah air;

c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan


keindahan, kehalusan, dan harmoni;

e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan


dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan

f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke


jenjang pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat.

54
Tujuan

Pendidikan di SMA masa sekarang bertujuan untuk membentuk peserta didik


menjadi insan yang:

a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan
berkepribadian luhur;

b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;

c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan

d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

Rumusan fungsi dan tujuan SMA ini dimaksudkan dalam rangka mengantarkan
peserta didik agar mampu hidup produktif dan beretika dalam masyarakat
majemuk, serta menjadi warga negara yang taat hukum dalam konteks kehidupan
global yang senantiasa berubah.

KARAKTERISTIK REMAJA SEBAGAI PESERTA DIDIK


SMA

Peserta didik SMA adalah mereka yang berusia antara 16 dan 18 tahun di mana
pada usia ini sedang berada pada fase remaja antara 10 dan 19 tahun. Masa remaja
(adolescence) adalah periode peralihan atau perkembangan dari masa kekanakan
(childhood) menuju masa dewasa (adulthood). Seseorang yang berada pada masa
remaja ini ditandai antara lain dengan pubertas (keinginan untuk mendekat ke
lawan jenis) dan pencarian jati diri. Berkenaan dengan hal itu, Arnett (1999)
mengatakan bahwa G. Stanley Hall (1904) proposed that adolescence is
inherently a time of storm and stress. Conflict at this stage of development is
normal and unusual ---G. Stanley Hall merumuskan bahwa mara remaja
merupakan suatu masa penuh badai dan stress atau tekanan. Namun demikian,
menurut Arnett selanjutnya bahwa Hall’s view continues to be addressed by
psychologists. For the most part, contemporary psychologists reject the view that
adolescent storm and stress is universal and inevitable ---pandangan Hall

55
berlanjut dibicarakan oleh para ahli psikologi. Mereka menolak pandangan bahwa
badai dan tekanan masa remaja adalah sesuatu yang universal dan biasa.

Senada dengan Stanley Hall seperti yang dikemukakan oleh Arnett, Ki-hajar
Dewantara (1930) sependapat bahwa dari umur 14 – 16 sampai umur 18 – 20
tahun itulah waktunya birahi (puberteits periode), dalam waktu mana anak-anak
perempuan dan laki-laki masing-masing sadar akan rasa-keperempuannya dan
kelelakiannya. Kita harus berhati-hati berhubung dengan perbedaan tabiat antara
yang satu dengan yang lain, dan harus ingat, bahwa “periode” (waktu) itu adalah “
periode” yang luar biasa. Sifat perangai yang baik pada waktu itu adalah nafsu
akan membuktikan kekuatan diri (offerzin, uitingsdrang, dadendrang dll).
Sebaliknya “periode” itulah juga seringkali terlihat adanya kelemahan diri
(zwakheid uitputting). Adapun yang sangat mengkhawatirkan yaitu
berkembangnya kekuatan nafsu dan datangnya kelemahan budi itu dikuasai oleh
nafsu-birahi (sexuale hartstocht). Kalau anak-anak sampai “lupa” dan yang
mendidik kurang awas, disitulah bahaya datang. Maka dari itu dalam waktu birahi
haruslah si pendidik memegang teguh segala peraturan mengenai perhubungan
anak-anak laki-laki dan perempuan.

Masa remaja usia 16 – 18 tahun menurut teori perkembangan kognitif Piaget


(1958) yang juga diungkapkan oleh Good & Broophy (1990) adalah the period of
formal operation that begins at about age twelve and gradually consolidates over
the next several years. Much is involved in this transformation, but the hallmark is
the development of the ability to think in symbolic terms and comprehend content
meaningfully without requiring physical objects or even imagery based on
previous experience with such objects ---periode operasi formal yang dimulai
pada usia 12 tahun dan menguat secara bertahap melampaui beberapa tahun ke
depan. Banyak hal terlibat dalam transformasi ini, tetapi pertanda utamanya
adalah pengembangan kemampuan untuk berpikir abstrak dan memahami bahan
pelajaran secara bermakna tanpa memerlukan objek fisik atau bahkan pencitraan
berdasarkan pada pengalaman terdahulu.

56
Jelasnya bahwa peserta didik SMA berada pada masa remaja yang sangat
berdekatan dengan gejolak, stres, pubertas, dan tingkat kemampuan berpikir
abstrak dan memaknai suatu obyek tanpa memerlukan fisiknya atau bahkan
pengalaman sebelumnya.

TUNTUTAN PENGEMBANGAN POTENSI DIRI REMAJA

Banyak hal perlu dipertimbangkan dalam upaya pengembangan kurikulum yang


dipersiapkan bagi pengembangan potensi diri peserta didik SMA pada abad ke-21
ini, yang oleh Pink (2006) disebut sebagai “conceptual era” atau era konseptual.
Manusia yang ingin memimpin dalam era ini menurut Pink perlu memilki “Six
High-Concept And High-Tought Senses In The Conceptual Age ---Enam Konsep
Tingkat Tinggi dan Kesadaran Berpikir Tingkat Tinggi”: (1) Not just function but
also DESIGN; (2) Not just argument but also STORY; (3) Not just focus but also
SYMPHONY; (4) Not just logic but also EMPHATY; (5) Not just seriousness but
also PLAY; and (6) Not just accumulation but also MEANING ---tidak hanya
memfungsikan tetapi juga mendesain; tidak hanya berpendapat tetapi juga
bercerita; tidak hanya memusatkan tetapi juga berkomposisi; tidak hanya logis
tetapi juga berperasaan; tidak hanya keseriusan tetapi juga kesenangan; tidak
hanya menghimpun tetapi juga memaknai.

Keenam konsep tingkat tinggi dan kesadaran berpikir tingkat tinggi dalam era
konseptual tersebut akan dapat menghindari the global achievement gap, yang
menurut Wagner (2008), yaitu: the gap between what even our best suburban,
urban, and rural public schools are teaching and testing versus what all students
will need to succeed as learners, workers, and citizens in today’s global
knowledge economy ---kesenjangan antara sekolah di pinggiran kota, di kota, dan
di pedesaan adalah pembelajaran dan penilaian berlawanan dengan apa yang
semua pelajar akan perlukan untuk berhasil sebagai pembelajar, pekerja, dan
warga negara dalam ekonomi berbasis pengetahuan global sekarang ini.

Oleh karena itu, selanjutnya menurut Wagner, setiap orang sangat berkepentingan
untuk memiliki the Seven Survival Skills for the twenty-first century: (1) critical

57
thinking and problem solving; (2) collaboration across networks and leading by
influence; (3) agility and adaptability; (4) initiative and entrepreneurialism; (5)
effective oral and written communication; (6) accessing and analyzing
information; and (7) curiosity and imagination ---tujuh keterampilan bertahan
dalam abad ke-21: berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi lintas
jaringan dan memimpin dengan pengaruh, supel dan penyesuaian, inisiatif dan
wirausaha, komunikasi bicara dan tulisan yang efektif, menilai dan menganalisis
informasi, dan rasa ingin tahu dan imajinasi.

Sedangkan, Trilling & Fadel (2009) mengutarakan bahwa pada abad ke-21
memerlukan the 21st century skills:(1) thinking critically and making judgments;
(2) solving complex, multidisciplinary, open-ended problems that all workers, in
every kind of workplace, encounter routinely; (3) creativity and entrepreneurial
thinking—a skill set highly associated with job creation; (4) communicating and
collaborating with teams of people across cultural, geographic and language
boundaries—a necessity in diverse and multinational workplaces and
communities; (5) making innovative use of knowledge, information and
opportunities to create new services, processes and products; and (6) taking
charge of financial, health and civic responsibilities and making wise choices ---
keterampilan abad ke-21: berpikir secara kritis dan membuat pertimbangan;
memecahkan sesuatu yang kompleks, multidisipliner, mengurangi masalah yang
semua pekerja, dalam setiap jenis tempat kerja, menemukan secara rutin;
kreativitas dan berpikir wirausaha—suatu perangkat keterampilan tinggi yang
diasosiasikan dengan kreasi pekerjaan; berkomunikasi dan berkolaborasi dengan
tim orang-orang lintas batasan budaya, geografi, dan bahasa—suatu kebutuhan
dalam tempat kerja dan komunitas beragam dan multinasional; membuat
penggunaan inovatif pengetahuan, informasi dan kesempatan untuk menciptakan
pelayanan baru, proses dan produk; dan memnuhi keuangan, kesehatan, dan
tanggung jawab sebagai warga negara dan membuat pilihan yang bijaksana.

Mengapa memerlukan the 21st century skills khususnya pada tingkat SMA? Hal
itu menurut Jerald (2009) bahwa the service sector jobs will be growing, including

58
lower-wage service jobs. As the Baby Boom generation ages, for example, there
will be greater demand for elderly care workers. Such jobs cannot be automated.
However, high-wage work will increasingly require more education, and the
retirement of older workers also increases the demand for skilled workers to
replace many of them ---pekerjaan sektor pelayanan akan tumbuh, mencakup
pekerjaan pelayanan berupah-rendah. Sebagai contoh, sebagaimana usia generasi
ledakan atau eksplosi bayi (Baby Boom) akan terjadi tuntutan yang besar bagi
pekerja pengasuhan, terutama orang-orang yang sudah lanjut. Pekerjaan semacam
itu tidak bias otomatis. Bagaimanapun, pekerjaan berupah-tinggi akan
memerlukan pendidikan lanjutan secara meningkat, dan para pensiunan pekerja
tua juga menambah tuntutan pekerja terampil untuk menggantikan mereka.

Duapuluh Jenis Pekerjaan Dengan Pertumbuhan Yang Paling Cepat Dan Yang
Akan Manambah Pekerjaan Yang Sudah Ada

Twenty occupations with fastest rate Twenty occupations that will add the
of growth most jobs
Network systems and data communications Registered nurses
analysts
Personal and home care aides Retail salespersons
Home health aides Customer service representatives
Computer software engineers, applications Combined food preparation and serving
workers
Personal financial advisors Office clercks, general
Veterinary technologists and technicians Personal and home care aides
Makeup artists, theatrical and performance Home health aides
Medical assistants Postsecondary teachers
Veterinarians Janitors and cleaners, except maids and
housekeeping claeners
Substance abuse and behavioral disorder Nursing aides, orderlies, and attendants
counselors
Skin care specialists Bookkeeping, accounting, and auditing
clercks
Financial analysts Waiters and waitresses
Social and human service assistants Chold care workers
Gaming surveillance officers and gaming Executive secretaries and administrative
investigators assistants
Physical therapist assistants Computer software engineers, applications
Pharmacy technicians Accountants and auditors
Forensic science technicians Landscaping and groundskeeping workers
Dental hygienists Elementary school teachers, except special
education
Mental health counselors Receptionists and information clercks
Mental health and substance abuse social Truck drivers, heavy and tractor-trailer
workers

59
Sumber: Dohm, A. & Shniper, L. (2007).

Jenis pekerjaan di atas pada umumnya memerlukan tenaga lulusan sekolah pada
tingkat pendidikan menengah dan hanya sedikit yang lulusan di atas sekolah
menengah.

LINGKUNGAN BELAJAR SMA YANG IDEAL

Mengingat peserta didik SMA berada pada masa remaja, lingkungan belajar
(learning environment) di SMA harus memenuhi persyaratan terutama bagi
pelaksanaan pembelajaran dalam rangka pemberdayaan potensi peserta didik
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya yang disertai dengan
pertumbuhan secara emosional, sosial, fisikal, dan akademikal. Istilah “learning
environment” perlu lebih diberdayakan lagi pada abad ke-21 karena pada abad ini
belajar lebih menekankan pada interconnected and technology-driven world, a
learning environment can be virtual, online, remote --- dunia yang bersambungan
dengan arahan teknologi.

Dengan kata lain, belajar dapat dilakukan tidak hanya di dalam kelas semata-mata.
Inilah keunikan belajar pada abad ke-21 yang perkembangannya perlu diantisipasi
sejak awal. Berkenaan dengan itu, Sammon (1999) mengatakan bahwa inherent in
these and other 21st century designs is the notion of buildings that flex to
accommodate the human relationships that are critical to successful learning. As
a leading school architect has noted, schools must “create an environment where
the kids know each other and know their instructors, not just academically but as
people” ---bangunan sekolah pada abad ke-21 perlu mengakomodasi hubungan
manusia yang sangat penting terhadap keberhasilan belajar. Sebagaimana yang
diungkapkan seorang arsitek sekolah ternama, sekolah harus “menciptakan suatu
lingkungan di mana anak-anak mengetahui satu dengan yang lainnya dan
mengetahui guru-guru mereka, tidak hanya secara akademik tetapi sebagai
manusia.

60
Ruang kelas seperti apakah yang cocok sebagai lingkungan belajar bagi
pembelajaran pada abad ke-21? Di bawah ini disajikan gambar ruang kelas pada
abad ke-21 yang dirancang oleh the American Architectural Foundation (2005).

A 21ST CENTURY CLASSROOM DESIGN

Sumber: the American Architectural Foundation (2005).

Untuk memenuhi tuntutan belajar pada abad ke-21, menurut Sammon (1999),
kriteria bangunan sekolah (school designs) that convey friendliness, openness, and
accessibility promote cooperation and interaction, and reduce the tensions that
can lead to inattentiveness, acting up, and bullying. What goes for kids, goes for
adults, too? Educators need tools and spaces that enable collaborative planning
and information sharing ---bangunan sekolah mencerminkan persahabatan,
keterbukaan, mendorong kerja sama dan interaksi yang nyaman, dan mengurangi
tekanan yang dapat mengarah pada ketidak-pedulian, perilaku berlebihaan, dan
perilaku menyakiti orang lain.

Jelasnya bahwa ruang kelas atau belajar pada abad ke-21 harus dapat menampung
dan memenuhi segala kebutuhan belajar bagi peserta didik. Seperti apakah
kebutuhan ruang belajar yang dimaksudkan? Sandrock (2008) menjelaskan
bahwa: (1) Over a century ago John Dewey, the noted American philosopher and

61
educator, observed that learning that endures is “got through life itself” ---lebih
dari satu abad yang lalu John Dewey, filosoper dan pendidik ternama Amerika,
mengamati bahwa keberlangsungan belajar diperoleh melalui kehidupan itu
sendiri; (2) While the physical space of many 21st century learning environments
may be small, the learning they engender extends out into the local community
and the world at large ---sementara itu ruangan fisik beberapa lingkungan belajar
abad ke-21 mungkin kecil, belajar yang mereka hasilkan berkembang ke dalam
komunitas local dan dunia pada umumnya; (3) Students and community members
may work together on service projects and internships. Learners may connect
with their peers across the globe to share data on a common problem like climate
change or wildlife preservation ---siswa dan anggota komunitas boleh bekerja
bersama-sama dalam projek pelayanan; and (4) Teachers and students may seek
the advice of world-renowned experts to guide them in their inquiry-based
projects. Technology obviously enables such connections, but physical structure,
too, can play an important role in facilitating these essential 21st century learning
experiences ---guru dan siswa dapat mencari nasihat ahli terkenal dunia untuk
membimbing mereka dalam projek berbasis inkuiri mereka sendiri. Teknologi
secara jelas memungkinkan hubungan semacam itu, tetapi struktur fisik, juga,
dapat memainkan peranan penting dalam memudahkan pengalaman belajar yang
penting pada abad ke-21.

Menurut the American Architectural Foundation (2005) bahwa one-way to do this


is through innovative sharing of space with the schools’ local community, such as
making performance spaces and meeting rooms available to the public ---salah
satu cara untuk melakukan ini melalui kerja sama inovatif ruangan dengan
komunitas lokal sekolah, seperti membuat ruangan penampilan dan ruangan
pertemuan yang berlaku untuk publik. Some communities are establishing school
facilities and developing programs that bring students together in meaningful
ways ---beberapa komunitas membangun fasilitas sekolah dan mengembangkan
program yang membawa siswa bersama-sama dalam cara yang bermakna. Such an
effort can include scheduling classes at different times (not just between the hours
of 8 and 3), as well as going beyond to include homework support and mentoring,

62
intergenerational gatherings, and more ---usaha seperti itu dapat mencakup
penjadawalan kelas dengan waktu yang berbeda (tidak hanya di antara jam 8 –
15), di luar dukungan pekerjaan rumah dan bimbingan, pertemuan antar-generasi,
dan lain-lain.

Sack-Min (2007) menegaskan bahwa schools must become community centers


with hours that extend well beyond the current school day to provide access to
technology resources, recreational activities, and health services. Such
collaborative arrangements can offset costs for all stakeholders that enrich
relationships among community members ---sekolah harus menjadi pusat
komunitas dengan jam yang melebihi jam sekolah sekarang ini untuk memenuhi
akses sumber teknologi, kegiatan rekreasi, dan pelayanan kesehatan. Pengaturan
kolaboratif seperti ini dapat mengurangi biaya untuk semua pengguna kepentingan
yang memperkaya hubungan di antara anggota komunitas.

63
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA
ZAMAN KOLONIAL

MASA PENJAJAHAN BELANDA

PROLOG

Jauh sebelum kedatangan Belanda ke wilayah nusantara pada abad ke-17, para
penyebar agama Hindu, Budha, dan Islam yang datang secara berurutan telah
membangun masyarakat nusantara dengan faham keagamaan yang dibawa oleh
mereka masing-masing. Pada zaman kejayaan Hindu Budha, sistem pendidikan
dan pengajaran didasarkan pada keagamaan Hindu dan Budha. Sedangkan sistem
pendidikan dan pengajaran pada zaman kejayaan Islam berdasarkan pada
keagamaan Islam, yang berbentuk “pesantren”. Pendidikan semacam ini
berlangsung terus pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, karena penduduk
bumiputera pada waktu itu terutama di pedesaan belum mengenal dan tidak bisa
masuk pendidikan formal. Mereka hanya mengenal sistem pendidikan tradisional
yang dibangun oleh para tokoh dengan berdasarkan pada faham keagamaan.

Hampir sama dengan kedatangan para penyebar Hindu-Budha dan Islam,


kedatangan para penjelajah Portugis dan Belanda di bawah restu pemerintahnya
masing-masing pada abad ke-17 selain bertujuan untuk mengeksplorasi wilayah
belahan bumi bagian timur yang bermuatan nilai ekonomis tetapi juga sekaligus
menyebarkan faham keagamaan Nasrani, yaitu Kristen dan Katolik. Dari
pertarungan kekuatan antara Portugis dan Belanda di wilayah nusantara, akhirnya
Belanda mampu mengalahkan Portugis sehingga Belanda memperoleh wilayah
yang sangat luas, yaitu hampir seluruh wilayah nusantara.

Kemenangan Belanda tersebut merupakan titik mulainya penjajahan Belanda,


yang terdiri atas 2 fase. Pada fase pertama, penjajahan dilakukan oleh perusahaan
dagang swasta dengan nama “The Dutch East India Company” (Bahasa
Belanda: Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC), yang diberi ijin oleh

64
pemerintah Belanda untuk mengelola tanah jajahan. VOC berkuasa mulai tahun
1602 sampai dengan 1796. Pada fase kedua, penjajahan dilakukan oleh
Pemerintah Belanda yang mengambil alih kekuasaan VOC pada tahun 1796.
Pengambil-alihan kekuasaan oleh Pemerintah Belanda dilakukan karena VOC
secara ekonomis telah merugikan Pemerintah Belanda dengan banyaknya korupsi,
kebocoran, dan tindakan-tindakan VOC lainnya yang tidak efisien. Kekuasaan
Pemerintah Belanda berakhir pada tahun 1942 seiring dengan kedatangan
Balatentara Jepang yang menguasai seluruh wilayah Hindia-Belanda.

Selama masa penjajahan perusahaan swasta Belanda VOC dan Pemerintah


Hindia-Belanda telah terjadi proses hubungan yang sangat buruk dengan
masyarakat bumiputra, sehingga menimbulkan banyak pemberontakan rakyat dan
gerakan sosial secara massal-acak dan tidak terorganisir di seluruh wilayah
Hindia-Belanda untuk membebaskan diri dari cengkeraman mereka. Kartodirdjo,
Poesponegoro, & Notosutanto, 1975-a) mencatat beberapa perlawanan rakyat
terhadap kolonialisme Belanda dalam abad ke-19 seperti Thomas Matulesi di
Maluku, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponedoro di Jawa
Tengah, dan Cut Nyak Dien di Aceh. Mereka semua merupakan tokoh di antara
banyak tokoh lainnya pada abad ke-19 yang memimpin perlawanan terhadap
Belanda.

Perlawanan yang dilakukan secara terorganisir terhadap Belanda baru dimulai


pada awal abad ke-20 atau pada awal tahun 1900-an. Perlawanan terorganisir
yang selanjutnya disebut sebagai “pergerakan nasional” dimulai oleh para pemuda
yang telah mengenyam pendidikan tinggi, baik di Hindia-Belanda maupun di
negara Belanda. Tercatat dalam sejarah (Kartodirdjo, Poesponegoro, &
Notosutanto: 1975-b), beberapa pergerakan nasional terdiri atas babakan sebagai
berikut:

A. Awal Perkembangan
1. Boedi Oetomo (1908)
2. Sarikat Islam (1911)
3. Indische Partij (1912)

65
4. Gerakan Pemuda Tri Koro Dharmo (1915)
5. Sumpah Pemuda (1928)
B. Masa Radikal
1. Perhimpunan Indonesia di Negara Belanda (1908)
2. Partai Komunis Indonesia (1914)
3. Partai Nasional Indonesia (1927)
C. Masa Bertahan
1. Fraksi Nasional (1930)
2. Petisi Soetardjo (1936)
3. Gabungan Politik Indonesia (1939).

KURIKULUM

Sebagaimana diketahui bahwa VOC adalah suatu perusahaan swasta yang


bergerak dalam bidang perdagangan yang diberi ijin untuk menggarap negeri
jajahan Hindia-Belanda. Tujuan VOC semata-mata adalah hanya untuk
memperoleh keuntungan ekonomi sebesar-besarnya bagi para pemegang saham
dan pemerintah Belanda sebagai pemberi ijin atau lisensi penggarapan tanah
jajahan Hindia-Belanda. Oleh karena itu, VOC sama sekali tidak mempunyai
perhatian yang besar terhadap penyelenggaraan pendidikan di negeri jajahan.

Kalaupun ada kegiatan pendidikan, VOC menyerahkannya kepada Gereja Kristen


dan harus menjadi bagian dari kegiatan VOC secara keseluruhan dalam rangka
aktivitas komersialnya, sehingga pendidikannya akan bersifat atau bercorak
agama Kristen (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986). Pada masa
VOC, pendirian sekolah hanya terbatas paling tinggi pada tingkatan sekolah
rakyat yang berlangsung selama 3 tahun dan dikelola oleh pihak Gereja. Anak-
anak yang diperbolehkan masuk ke sekolah hanya mereka yang berasal dari
golongan masyarakat pribumi kelas atas. Para personil sekolah adalah sekaligus
pegawai VOC Lebih jelasnya bahwa pada fase penjajahan VOC tidak ada sekolah
yang setara dengan SMP dan SMA.

66
Meskipun pada fase pemerintah Hindia-Belanda telah mulai menyelenggarakan
pendidikan formal sampai dengan pendidikan menengah dan tinggi, namun
tujuannya semata-mata bukan untuk mencerdaskan dan mensejahterakan
penduduk bumiputera. Atas dasar itu, muncul berbagai macam kritikan dan
kecaman dari para pembela kepentingan negara jajahan Hindia-Belanda seperti de
Waal, van Dedem, van Kol, van Berg, Schoepman, Bool, van Nunen, dan van
Deventer (Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto: 1975-b). Untuk
menanggapi kecaman dan kritikan tersebut, Pemerintah Belanda menjalankan
“politik etis” (etische politiek) sebagai politik balasan setelah selama bertahun-
tahun lamanya mereka menggaruk keuntungan yang besar dari kekayaan dan
keringat penduduk bumiputera melalui kerja paksa dalam rangka pelaksanaan
sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1810 – 1830.

Para pengkritik dan pengecam mengatakan bahwa politik etis sebagai politik
immoral (tak bermoral), yang merupakan balasan tidak setimpal dengan
perampokan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap harta kekayaan
tanah jajahan. Oleh karena itu, pemerintah Belanda harus: (1) memberikan
sebagian keuntungan mereka kepada bumiputera, dan (2) memperkenalkan
kebudayaan dan pengetahuan Barat telah menjadikan Belanda sebagai bangsa
yang besar dan kuat.

Pendidikan menengah setara SMA, yang pada fase penjajahan pemerintah Hindia-
Belanda disebut dengan nama Algemeene Middelbare School atau AMS, baru
didirikan pada awal abad ke-20 atau awal tahun 1900-an. AMS merupakan
kelanjutan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO atau SMP di
zaman sekarang. Sedangkan MULO merupakan dari Hollandsch Inlandsche
School atau HIS atau SD di zaman sekarang. Semua tingkatan sekolah tersebut
diperuntukkan khusus hanya bagi anak-anak dari masyarakat bumiputera
golongan atas dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar belajarnya
(Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto, 1975-b).

Kurikulum AMS disusun untuk masa belajar 3 tahun yang terdiri atas 2 afdeling
atau bagian, yaitu sebagai berikut:

67
KURIKULUM ALGEMEENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS)

AFDELING PROGRAM

A Cultuurwetenschap (Pengetahuan Kebudayaan)

A1 – Oostersch-Letterkunde (Sastra Timur)

A2 – Westersch-Klassiek (Klasik Barat)

B Natuurwetenschap (Pengetahuan Alam)

Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1986); dan Kartodirdjo, Poesponegoro, &
Notosutanto, 1975-b).

Sebagaimana dikemukakan oleh Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto


(1975-b) bahwa sampai dengan tahun 1930-an, AMS hanya ada di beberapa ibu
kota provinsi Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat),
Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur).
Selain itu AMS ada di Yogyakarta (Kasultanan Yogyakarta), Surakarta
(Kasunanan Surakarta), dan beberapa kota Karesidenan seperti di Malang.

Banyak orang tua menyekolahkan anaknya ke AMS dengan harapan dapat


melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu misalnya ke
Technische Hooge School (THS) di Bandung yang didirikan tahun 1920 ---
sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB); Rechts Hooge School (RHS) di
Jakarta yang didirikan tahun 1924 ---sekarang Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (UI) Jakarta; Geneeskudige Hooge School (GHS) di Jakarta yang
didirikan tahun 1927 ---sekarang Fakultas Kedokteran UI Jakarta; dan Landbouw
Hooge School (LHS) di Bogor yang didirikan tahun 1940 ---sekarang Institut
Pertanian Bogor (IPB).

68
MASA PENJAJAHAN JEPANG

PROLOG

Selama berlangsungnya Perang Dunia Ke-II tahun 1941 – 1942, seluruh Asia
Tenggara kecuali Thailand diduduki oleh Tentara Jepang. Di wilayah Netherlands
East Indies atau Hindia-Belanda (sekarang Indonesia), pemerintah kolonial
Belanda telah dikalahkan oleh Jepang bulan Maret 1941 dan selanjutnya mulai
memerintah sampai dengan Agustus 1945. Wilayah Hindia-Belanda dibagi oleh
Jepang ke dalam tiga yurisdiksi yang terpisah, yakni: (1) Jawa, (2) Sumatera, dan
(3) wilayah Hindia-Belanda bagian Timur termasuk Sulawesi dan Kalimantan.

Khusus Tentara Angkatan Darat Jepang ke-16 yang memerintah Jawa, menurut
Kurasawa (1991), telah mengeluarkan Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô
[Japanese Educational Policy in Java] as a secret report concerning educational
policy compiled in 1944 by the Japanese military government in Java. It contains
a lot of new data on the doctrine, the ideology, the basic principles and
implementation of the educational policy taken towards population in Java ---
kebijakan pendidikan Jepang di Jawa merupakan suatu laporan rahasia mengenai
kebijakan pendidikan yang dikompilasi tahun 1944 oleh pemerintahan militer
Jepang di Jawa. Dokumen laporan itu berisi banyak data baru tentang doktrin,
ideology, prinsip dasar dan implementasi kebijakan pendidikan yang digunakan
terhadap penduduk di Jawa.

DOKTRIN PENDIDIKAN

Salah satu doktrin khusus Jepang dalam bidang pendidikan di Jawa dirumuskan
bagi para pelajar dalam rangka memenuhi obsesi pembentukan Asia Timur Raya,
yang menurut Kurasawa, adalah sebagai berikut:

69
SUMPAH PELAJAR JAWA BARU
1. KAMI INI PELAJAR JAWA BARU.
2. KAMI BERSUMPAH:
ƒ HENDAK BELAJAR UNTUK MEMBENTUK ASIA TIMUR RAYA,
ƒ HENDAK MELATIH JIWA DAN RAGA UNTUK MEMBENTUK ASIA TIMUR
RAYA,
ƒ HENDAK MENJADI ORANG YANG BERGUNA UNTUK MEMBENTUK ASIA
TIMUR RAYA DI BAWAH PIMPINAN DAI NIPPON.

Sumber: Kurasawa, Aiko. (1991).

Doktrin tersebut dianggap penting agar para pelajar Jawa mengikuti pola
pendidikan Jepang, yang menurut Kurasawa bahwa under Japanese rule,
however, with the belief that it was necessary to give Indonesians the “new
educational system based on imperial ideology,” the Japanese system and
ideology was introduced in a form as close as possible to the original ---di bawah
kekuasaan Jepang, bagaimana pun, dengan keyakinan bahwa itu perlu untuk
memberikan bangsa Indonesia sistem pendidikan baru berdasarkan pada ideologi
imperial. Sistem dan ideologi Jepang diperkenalkan dalam bentuk sedekat
mungkin dengan aslinya.

Selanjutnya, Kurasawa menyatakan bahwa thus Dutch schools were all closed
down, and vernacular schools were reorganized into Japanese style kokumin
gakkô of six years. Above it there was a three-year junior high school and a three-
year senior high school Oleh karenanya semua sekolah buatan Belanda dan
berbahasa Belanda ditutup dan diorganisasikan ke dalam gaya Jepang dengan
berdasarkan pada pola 6 tahun sekolah dasar. Di atas itu, 3 tahun sekolah
menengah pertama dan 3 tahun sekolah menengah tinggi.

KURIKULUM

Kurikulum SMA atau Sekolah Menengah Tinggi (SMT) pada zaman Jepang
secara prinsip hampir sama dengan Kurikulum AMS pada zaman Belanda, karena

70
masih menggunakan pola AMS bagian A untuk Pengetahuan Kemasyarakatan dan
B untuk Pengetahuan Alam dan Pasti. Kurikulum SMT atau yang pada waktu itu
disebut dengan “Jadwal Jam Mata Pelajaran” adalah sebagai berikut.

TABEL JADWAL JAM PELAJARAN ALGEMEENE MIDDELBARE SCHOOL


(AMS) ATAU SEKOLAH MENENGAH TINGGI PADA ZAMAN JEPANG

Mata
Pelajara

10. Geografi / Ilmu Bumi


n
Jumla
4. Geometri / Aljabar

5. Teknik Mekanika
2. Bahasa Indonesia

h
3. Bahasa Jepang

8. Flora & Fauna

12. Gambar Peta


Jam/
6. Fisika / IPA

14. Olah Raga


Mingg

9. Ekonomi

11. Sejarah
u

13. Musik
7. Kimia
1. PKN

Kelas

Kela A 1 9 10 2 - - 2 - 2 2 2 2 - 5 37 Jam
s1 B 1 5 10 6 - 3 2 2 1 1 1 2 - 5 39 Jam

Kela A 1 9 10 2 - - 2 - 2 2 2 2 - 5 37 Jam
s2 B 1 5 9 5 2 3 3 1 1 1 1 2 - 5 39 Jam

Kela A 1 9 10 2 - - 2 - 3 2 2 1 - 5 37 Jam
s3 B 1 5 9 4 2 4 4 2 1 - 1 1 - 5 39 Jam

Sumber: Kurasawa, Aiko. (1991).

Pelaksanaan kurikulum ini berlaku hanya tiga tahun sesuai dengan lamanya
pendudukan Jepang di bekas wilayah pemerintahan Hindia-Belanda, yaitu mulai
tahun 1942 sampai dengan tahun 1945. Namun demikian, pada masa perang
kemerdekaan 1945-1949 sampai dengan Dekrit Presiden 1959, kurikulum tersebut
masih digunakan dengan beberapa perubahan yang dianggap perlu sampai dengan
keluarnya ketentuan yang mengatur pendidikan dengan berdasarkan pada
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.

71
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA
ZAMAN KEMERDEKAAN

MASA PERANG KEMERDEKAAN 1945–1950

PROLOG

Yang dimaksud dengan masa perang kemerdekaan adalah masa di mana bangsa
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan dari gangguan militer, politik, dan
diplomatik Belanda yang hendak menguasai kembali Indonesia. Upaya
pemerintah Indonesia pada awal masa ini yaitu untuk mengubah pranata dan
tatanan sosial, politik, pendidikan, ekonomi, dan budaya dari bangsa jajahan
menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat.

Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


dikumandangkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 yang menjadi
tonggak eksistensi bangsa Indonesia yang berdaulat. Satu hari setelah proklamasi
kemerdekaan, PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 telah mengadakan sidang yang
menghasilkan beberapa keputusan (Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto:
1975-c) sebagai berikut:

a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara.

b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yakni Ir.


Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.

c. Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite


Nasional.

Konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia selanjutnya


dikenal dengan sebutan “Undang-Undang Dasar (UUD) 1945”. Konstitusi ini
merupakan aturan hukum utama dalam seluruh penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

72
Setelah proklamasi kemerdekaannya, Indonesia mengalami masa peralihan yang
cukup pelik atau kompleks karena dari semula sebagai bangsa yang terjajah dan
tertindas menjadi bangsa yang berdaulat penuh untuk mengurus dan menentukan
sendiri nasibnya. Dalam masa peralihan ini, banyak momen-momen kritis yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia yang sekaligus sebagai ancaman terhadap
keberadaan bangsa dan negara Indonesia yang baru saja memerdekakan dirinya.
Kondisi negara yang baru merdeka tersebut dipandang oleh Kartini Kartono
(1997) dengan mengatakan bahwa kemerdekaan politik sesudah penjajahan
Belanda dan Jepang itu memang lebih mudah dicapai, dibandingkan dengan usaha
rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi sistem pendidikan nasional. Hal itu
dikarenakan oleh banyak faktor atau kejadian yang memperlambatnya.

Momen-momen kritis sebagai ancaman eksternal yang dihadapi oleh bangsa


Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan yaitu sebagai berikut:

a. Perjanjian rahasia Civil Affairs Agreement antara Kerajaan Inggris dan Belanda
sebagai dua negara sekutu dalam Perang Dunia Kedua di Eropa tanggal 24
Agustus 1945 mengadakan perjanjian bahwa kepulauan Indonesia akan
diserahkan kembali kepada Kerajaan Belanda. Atas dasar itu, Belanda
membentuk pemerintahan di Indonesia dengan nama Netherlands Indies Civil
Administration atau NICA dan melakukan agresi militer pertama (Perang
Kolonial I) yang sangat brutal dengan algojonya Kapten Raymond Westerling.

b. Berbagai kegiatan diplomatik Belanda antara tahun 1947 dan 1948 dilakukan
untuk mengembalikan kekuasaannya di bekas tanah jajahannya, Indonesia.
Ketidak-berhasilan dalam bidang diplomatik, Belanda melakukan agresi militer
kedua (Perang Kolonial II) pada tanggal 19 Desember 1948.

Kegiatan militer tersebut telah menimbulkan reaksi keras dan hebat dari negara-
negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Setelah Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa memerintahkan penghentian peperangan antara
Belanda dan Indonesia dan tekanan internasional terhadap Belanda untuk
mengakui kedaulatan Indonesia, Pemerintah Kerajaan Belanda akhirnya mengakui
kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.

73
Pengakuan ini merupakan momen berakhirnya perjuangan bersenjata antara
rakyat Indonesia dan tentara penjajahan. Terdapat hal penting yang patut dicatat
dalam masa perang kemerdekaan ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Tilaar
dan Nugroho (2009), yaitu bahwa dalam era ini kita mengenal upaya penguatan
rasa nalionalisme. Rasa nasional yang menggelora tersebut bahkan menjadi
rujukan bagi bangsa-bangsa Asia-Afrika yang sedang berjuang melawan
kekuasaan kolonialisme pada waktu itu.

Meskipun Indonesia telah aman secara eksternal dari gangguan Belanda, namun
ancaman secara internal masih saja terjadi seperti sering terjadinya pergantian
kabinet dan sistem pemerintahan dan pecahnya negara menjadi dua bentuk
(Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat), pemberontakan Partai
Komunis Indonesia atau PKI, pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia atau PRRI, dan pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta atau
Permesta. Peristiwa-peristiwa itu hanya merupakan babak-babak penderitaan
rakyat dan proses politik yang belum selesai dalam proses Revolusi Indonesia
untuk mencapai nilai yang lebih tinggi, ialah masyarakat yang adil dan makmur.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintah Republik


Indonesia segera menunjuk Ki-hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan,
Pengjaran, dan Kebudayaan (PPK) yang pertama dan bertugas sampai dengan 14
November 1945.

Berita Republik Indonesia, sebagaimana yang dikutip dalam Kartodirdjo dkk


(1975-c), mengabarkan bahwa pada masa Mr. Suwandi menjabat Menteri PPK
tahun 1946 telah dibentuk suatu panitia kerja penyelidik pendidikan dan
pengajaran dengan ketua Ki-hajar Dewantara yang mempunyai tugas sebagai
berikut:

1. Merencanakan susunan baru untuk tiap-tiap macam sekolah.

2. Menetapkan bahan-bahan pengajaran dan menimbang keperluan yang


praktis dan tidak terlalu berat.

74
3. Menyiapkan rencana-rencana peklajaran untuk tiap-tiap sekolah dan tiap-
tiap kelas, termasuk fakultas.

Salah satu hasil dari panitia tersebut yaitu merumuskan dasar-dasar dan tujuan
pendidikan dan pengajaran. Menurut Kartodirdjo dkk (1975-c) bahwa dasar-dasar
pendidikan menganut prinsip-prinsip demokrasi, kemerdekaan, dan keadilan
sosial; tujuan pendidikan dan pengajaran diarahkan kepada usaha mendidik dan
membimbing murid-murid agar menjadi warga-negara yang berguna dan
mempunyai rasa tanggungjawab, yang kelak dapat memberikan pengetahuannya
kepada negara.

UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN


TAHUN 1950

Hal apa yang patut dicatat dalam bidang pendidikan pada masa perang
kemerdekaan selama tahun 1945-1950?

Antara tahun 1945 dan 1950, dinamika penyelenggaraan pendidikan ditandai


dengan beberapa hal sebagai berikut:

1. Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang pertama Ki-hajar Dewantara


beberapa bulan sesudah Proklamasi mengeluarkan “Instruksi Umum”, yang
menyerukan kepada para Guru supaya membuang sistem pendidikan kolonial
dan mengutamakan Patriotisme;

2. Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang berikutnya tetap mengupayakan


jalannya pendidikan dan pengajaran di sekolah secara teratur, seiring dengan
proses penyusunan rancangan undang-undang sistem pendidikan dan
pengajaran yang disusun oleh suatu panitia perancang dengan ketua Ki-hajar
Dewantara;

3. Hasil kerja tim perancang yang telah menjadi Rancangan Undang-Undang


(RUU) tersebut diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada
tahun 1948;

75
4. Di tengah pembahasan RUU tersebut Perang Kolonial II dengan diserangnya
kota Yogyakarta secara mendadak. Akibatnya adalah Republik Indonesia
terkepung dari dalam dan luar, dan hanya tinggal pulau Sumatera dan beberapa
karesidenan di pulau Jawa;

5. Diberlakukannya undang-undang pendidikan pertama pada tanggal 5 April


1950 yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang
Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.

Beberapa aspek penting yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun


1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah antara lain
adalah sebagai berikut:

Aturan Umum: (1) Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengajaran
di sekolah, dan tidak berlaku di sekolah-sekolah agama dan pendidikan
masyarakat; dan (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah
ialah pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-sama kepada murid-
murid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih.

Tujuan Pendidikan Dan Pengajaran. Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah


membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Pendidikan dan pengajaran berdasar


atas yang termaktub dalam “Panca Sila”, Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.

KURIKULUM SMA MASA PERANG KEMERDEKAAN

Mengingat kondisi negara yang masih serba darurat, sebenarnya kurikulum belum
memperoleh perhatian yang cukup pada masa perang kemerdekaan. Hal itu bisa
terjadi mengingat bahwa pada masa ini masih dipenuhi dengan peristiwa
perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan, sehingga kurikulum yang
digunakan pada masa ini masih meneruskan pola kurikulum yang dibuat pada
masa kolonial Belanda dan Jepang.

76
Pada masa perang kemerdekaan, Kurikulum Sekolah Menengah Tinggi atau SMA
hanya dirubah pola pembagiannya, yakni:

1. Bagian A – Alam dan Pasti, dan

2. Bagian B – Budaya.

MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

PROLOG

Indonesia sejak tahun 1950 mulai memasuki masa liberal, yang ditandai dengan
kekuasaan absolut partai politik untuk menentukan arah dan jalannya negara.
Pemilihan Umum (Pemilu) pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955
menunjukkan bukti bahwa partai politik sebagai peserta Pemilu sangat berkuasa
dalam rangka memilih calon anggota Konstituante yang mempunyai tugas pokok
merumuskan undang-undang dasar baru. Pemilu tersebut diikuti oleh 172
kontestan partai politik. Empat partai politik terbesar diantaranya adalah: PNI (22,
3 %), Masyumi (20, 9%), Nahdlatul Ulama (18, 4%), dan PKI (15, 4%).

Konstituante yang dibentuk dari hasil Pemilihan Umum tahun 1955 setelah 4
tahun mengadakan sidang, ternyata tidak mampu untuk merumuskan konstitusi
negara yang baru dan bahkan cenderung mengarah pada timbulnya perpecahan
bangsa. Kondisi ini mengakibatkan terancamnya kesatuan dan persatuan bangsa
dan negara Indonesia. Selain itu, kesulitan dan kerumitan dalam penyelenggaraan
negara pada masa liberal terutama selama 4 tahun terakhir telah mendorong
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit tersebut
berisi penetapan mengenai:

1. pembubaran Konstituante;

2. UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia;

3. tidak berlakunya lagi Undag-Undang Dasar Sementara;

4. pembentukan MPRS dan DPAS.

77
UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
TAHUN 1954

Hal apa yang patut dicatat dalam bidang pendidikan pada masa perang
kemerdekaan selama tahun 1950-1959?

Antara tahun 1950 dan 1959 terjadi dinamika penyelenggaraan pendidikan


sesudah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu
bergabungnya Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat yang memiliki
konstitusi masing-masing. Setelah penggabungan, Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Serikat dan Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia menandatangani “Piagam
Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik
Indonesia” pada tanggal 19 Mei 1950 dan mengeluarkan “Pengumuman Bersama
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Serikat dan
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia” pada
tanggal 30 Juni 1950.

Pengumuman tersebut pada intinya menyatakan mengenai berlakunya penggunaan


Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah untuk seluruh daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sambil menunggu terbentuknya undang-undang baru yang lebih sempurna.

Hasil dari kerja keras selama 4 tahun, pada tanggal 12 Maret 1954 diberlakukan
undang-undang baru, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik
Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
untuk seluruh Indonesia. Alasan pemberlakuan kembali Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1950 kembali yaitu bahwa sebelumnya undang-undang tersebut secara de
facto telah pernah berlaku di Negara Republik Indonesia.

Undang-undang baru tersebut memuat hal yang sama dengan Undang-Undang


Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
yang antara lain sebagai berikut:

78
Aturan Umum: (1) Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengajaran
di sekolah, dan tidak berlaku di sekolah-sekolah agama dan pendidikan
masyarakat; dan (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah
ialah pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-sama kepada murid-
murid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih.

Tujuan Pendidikan Dan Pengajaran. Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah


membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Pendidikan dan pengajaran berdasar


atas yang termaktub dalam “Panca Sila”, Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.

KURIKULUM SMA MASA DEMOKRASI LIBERAL

Mengingat kondisi negara yang masih serba darurat, kurikulum masih belum
memperoleh perhatian yang cukup, sehingga Kurikulum SMA yang digunakan
pada masa ini sebenarnya masih meneruskan pola kurikulum yang berlaku pada
masa perang kemerdekaan. Namun demikian, pada masa ini sudah terjadi
differensiasi yang lebih luas dari kurikulum sebelumnya, yaitu dengan
menggunakan pola aliran:

1. Bagian A – Kesusasteraan,

2. Bagian B – Ilmu Alam dan Pasti, dan

3. Bagian C – Sosial dan Administrasi.

Pada masa ini (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986) Menteri


Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan menginstruksikan agar pengembangan
kurikulum harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Pendidikan pikiran
harus dikurangi; (2) Isi pelajaran harus dihubungkan dengan kehidupan sehari-
hari; (3) Memberikan perhatian terhadap kesenian; dan (4) Mengutamakan
pendidikan watak, jasmani, kewarganegaraan dan masyarakat.

79
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN [ORDE LAMA] 1959 – 1965

PROLOG

Setelah mendekritkan untuk kembali kepada UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959,
Paduka Yang Mulia Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959
mengeluarkan amanat yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, yang
terkenal sebagai Manifesto Politik (MANIPOL) Republik Indonesia dan
kemudian disahkan sebagai Haluan Negara oleh Majelis Permusywaratan Rakyat
Sementara. Masa ini ditandai dengan politik Tahun “Vivere Pericoloso" (TAVIP)
atau tahun sedang menyerempet bahaya, yang mengarah pada pelaksanaan prinsip
“Demokrasi Terpimpin”.

Selain itu, pada masa pasca dekrit, Presiden menjalankan pemerintahannya tanpa
didampingi oleh seorang Wakil Presiden, karena Wakil Presiden telah
mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri tersebut disebabkan antara
lain sebagai akibat dari ketidak-sepahaman politik dengan Presiden, yang telah
mengukuhkan dirinya sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan menentukan segala
arah kebijakan nasional dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara.

Gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan pada awal masa ini tampak
ketika Departemen PPK berhasil merumuskan 2 konsepsi pendidikan, yaitu
konsepsi pendidikan sapta usaha tama dan konsepsi pendidikan nasional
pancawardhana.

KONSEPSI PENDIDIKAN SAPTA USAHA TAMA DAN


PANCAWARDHANA

Sapta Usaha Tama. Tahun 1959, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di bawah
Menteri PPK Mr. Prijono disusun suatu konsepsi pengajaran yang disebut dengan
Sapta Usaha Tama. Konsepsi ini terdiri atas 7 ketentuan, yaitu: (1) penertiban
aparatur dan usaha-usaha Departemen PPK, (2) meningkatkan seni dan olahraga,
(3) mengharuskan usaha halaman, (4) mengharuskan penabungan, (5)

80
mengharuskan usaha-usaha koperasi, (6) mengadakan kelas masyarakat, dan (7)
membentuk regu kerja di kalangan SLA dan universitas.

Pancawardhana. Tahun 1960, pemerintah telah mencetuskan konsepsi


pendidikan “Pancawardhana” atau Lima Pokok Perkembangan yang mencakup
asepk-aspek:

1. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air dan masalah moral nasional.

2. Perkembangan inteligensi.

3. Perkembangan emosionil-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir


batin.

4. Perkembangan keprigelan (kerajinan tangan).

5. Perkembangan jasmani.

Pokok-pokok Pikiran Pendidikan Pancawardhana. Dalam rangka


implementasi Haluan Negara MANIPOL di bidang pendidikan, Panitia Negara
Penyempurnaan Sistem Pendidikan Nasional Pancawardhana dengan bantuan
pemikiran masyarakat Indonesia pada umumnya dan dunia pendidikan Indonesia
khususnya telah menghasilkan Sistem Pendidikan Nasional Pancawardhana.

Secara prinsip sesuai dengan jiwa Pidato TAVIP Presiden Soekarno, setiap aspek
pendidikan Pancawardhana harus dipadu-jalinkan dengan tiap-tiap kegiatan
pendidikan. Mata pelajaran, guru, buku, dan kegiatan ekstrakurikuler harus saling
melengkapi, dan kesemuanya diarahkan untu tujuan Pendidikan Nasional yang
diabadikan kepada strategi dasar Revolusi seperti yang digariskan dalam
MANIPOL.

Atas dasar itu, Kurikulum SMA perlu disusun dengan memenuhi prinsip-prinsip
Pancawardhana sebagai berikut:

a. Harus dapat mencerminkan garis tegas dari Revolusi Indonesia, yaitu


semangat anti imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme.

b. Harus mempunyai prinsip ilmiah, yaitu ilmu pengetahuan terbaru yang


penyajiannya disesuaikan dengan tingkatan dan situasi yang benar-benar

81
fungsional-praktis dalam arti hal-hal yang terlampau teoritis yang bersifat
membebani anak didik harus dihilangkan.

c. Harus mempunyai prinsip berpihak, yaitu ilmu pengetahuan yang


mendukung kepada kepentingan Revolusi dan kehidupan umat manusia
terutama golongan yang terbanyak dalam masyarakat.

d. Harus dapat memadukan teori dengan praktik, yaitu segala pengetahuan di


dalam kelas dapat dihubungkan dengan kehidupan konkrit di masyarakat
dan di tempat kerja sesuai dengan lingkungan sekolah yang bersangkutan.

e. Harus sesuai dengan perkembangan anak, yaitu memperhtikan


kemampuan berpikir dan perkembangan fisik anak.

Pemberlakuan Pancawardhana. Pemberlakuannya didasarkan pada Instruksi


Menteri Pendididkan Dasar dan Kebudayaan Nomor 2 tanggal 17 Agustus 1961
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pancawardhana/Hari Krida. Dalam instruksi
Menteri Pendididkan Dasar dan Kebudayaan tersebut pada intinya memuat hal-hal
sebagai berikut:

1. Penegasan bahwa Pancasila dan MANIPOL sebagai pelengkapnya


menjadi azas pendidikan nasional.

2. Penetapan bahwa Pancawardhana sebagai sistem pendidikan yang


berisikan prinsip-prinsip:

a. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional-internasional-


keagamaan;

b. Perkembangan kecerdasan;

c. Perkembangan emosional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan


lahir-bathin;

d. Perkembangan keprigelan atau kerajinan tangan;

e. Perkembangan jasmani.

82
3. Penyelenggaraan Hari Krida atau hari untuk kegiatan-kegiatan lapangan
kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan pada tiap hari Sabtu.

Sebagai perwujudan dari Konsepsi Pendidikan Sapta Usaha Tama dan


Pancawardhana, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah berhasil
merumuskan atau mengembangkan Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya
Baru yang merupakan pelaksanaan Dasar Pendidikan (Panca Sila) dan Sistem
Pendidikan (Panca Wardana).

KURIKULUM GAYA BARU 1964 - PANCAWARDHANA

Pengantar Pemberlakuan Kurikulum SMA 1964

Dalam kata pengantar pemberlakuan Kurikulum SMA 1964, Ketua Direktorium


Jawatan Pendidikan Umum (JAPU) Slamet dan Kepala Urusan Pendidikan SMA
Idris M.T. Hutapea yang disetujui oleh Pembantu Menteri Bidang Pendidikan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Soepardo S.H. di Jakarta pada tanggal
29 Maret 1963 menyatakan sebagai berikut:

1. Urusan Pendidikan SMA dengan ini menyajikan “Rencana Pelajaran


Pendidikan SMA Gaya Baru”, yang disusunnya setelah menelaah dan
membahas kembali “Rencana Pelajaran SMA Gaya Baru” hasil Rapat Kerja
Direktur-direktur SMA Negeri dan Swasta Seluruh Indonesia di Bandung dari
tanggal 25 April s.d. 2 Mei 1962.
2. Penelaahan, pembahasan, dan penyusunan kembali itu dilaksanakan dalam
Rapat Kerja UPSMA yang telah diadakan khusus untuk tujuan itu di Tugu
dari tanggal 21 Maret 1963.
3. Bahan-bahan yang dipergunakan dalam Rapat Kerja di Tugu tersebut, ialah:
a. Rencana Pelajaran Gaya Baru yang disusun di Bandung
b. Laporan-laporan pelaksanan Rencana Pelajaran tersebut dari beberapa
puluh SMA Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia.
c. Rencana Pelajaran SMP yang telah di perbarui
d. Gagasan-gagasan dari UPSMA.

83
e. Prasarana-prasaran dari beberapa ahli kita dalam bidang-bidang Bahasa-
bahasa Timur Asing, Ilmu Pengetahuan Alam, Perpustakaan Sekolah,
Pembimbingan dan Penyuluhan.
f. Saran-saran dari berbagai urusan dilingkungan Dep. P dan K.
g. Saran-saran dari para Direktur SMA Negeri dan subsidi sebagaai peserta
pada Rapat Kerja di Tugu tersebut.
h. Saran-saran dari kepala Jawatan Pendidikan Umum.
i. Penilaian-penilaian dan petunjuk-petunjuk dari Pembantu Menteri, bidang
Pendidikan.
4. Pendirian yang dianut dalam peninjauan dan penyusunan kembali “Rencana
Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu berintikan unsur-unsur:
Pertama, Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu harus
merupakan pelaksanaan Dasar Pendidikan (Pantja Sila) dan Sistem
Pendidikan (Pantja Wardana), yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Dep. P.
dan K.;
Kedua, Arah pemikiran yang telah digoreskan oleh Pembantu Menteri Bidang
Pendidikan, harus diikuti secermat-cermatnya;
Ketiga, Kontinuita Pendidikan dan Pengajaran dari SMP ke SMA harus lebih
nyata terdapat dalam Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu;
Keempat: “Pembebanan yang berlebih-lebihan” harus dihindarkan dengan
menghilangkan pengulangan-pengulangan sesuatu materi yang sama dalam
berbagai mata pelajaran; dan
Kelima, Pendidikan dan Pengajaran di SMA Gaya Baru harus merupakan
suatu kesatuan yang bulat dan harmoni.
5. Sekalipun perlu diketengahkan, bahwa seluruh peserta rapat kerja UPSMA di
Tugu itu telah bekerja dengan kesungguhan dan kegiatan yang hamper tidak
mengenal lelah, kami menyadari, bahwa yang dicapai belum lagi merupakan
perumusan terakhir mutlak, karena penyempurnaan SMA Gaya Baru itu harus
berjalan terus-menerus sepanjang masa supaya SMA itu tetap dapat
mengikuti segala kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmiah maupun bidang-
bidang lainnya seirama dengan perkembangan zaman. Yang jelas ialah,

84
bahwa kita selangkah lebih dekat kepada cita-cita kita tentang pembaharuan
SMA kita. Dan dengan ini kami serukan kepada semua peminat Pendidikan
dan Pengajaran, agar senantiasa memberikan saran-saran yang dapat kami
pergunakan kelak, sebagai bahan-bahan pertimbangan dalam usaha-usaha
penyempurnaan-penyempurnaan yang lebih jauh lagi.
6. Kitab ini sengaja kami sebut Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya
Baru, sebab sebab ia berisi bukan hanya rentetan bab-bab dari berbagai mata
pelajaran yang harus diajarkan, tetapi segi-segi kependidikan yang tersimpul
dalam tiap mata pelajaran mendapat sorotan yang tajam pula di dalamnya.
7. Mengenai struktur SMA Gaya Baru itu, perlu kiranya kami tandaskan, bahwa
setiap SMA harus mempunyai:
a. Satu jenis kelas I,
b. Empat “jenis” kelas II (Budaya, Sosial, Ilmu Pasti, dan Ilmu Pengetahuan
Alam),
c. Empat “jenis” kelas III (Budaya, Sosial, Ilmu Pasti, dan Ilmu Pengetahuan
Alam).
Tidak dapat dibenarkan, bahwa suatu SMA hanya satu, dua, atau tiga “Jenis”
(Kelompok Khusus) Kelas II dan Kelas III, sebab struktur 1-4-4 itulah antara
lain mencerminkan peninggalan SMA itu.
8. Sehubungan dengan struktur 1-4-4 itu, maka peranan Pembimbingan dan
Penyuluhan dikelas I yang tunggal itu, sangat penting. Dikelas I itulah setiap
pelajar diberi kesempatan untuk lebih mengenal minat dan bakatnya, dengan
jalan menjelajahi segala jenis mata pelajaran yang ada di SMA, dan dengan
Pembimbingan dan Penyuluhan yang teliti dari para guru maupun orang tua.
Dengan mempegunakan “Peraturan kenaikan kelas” dan bahan-bahan catatan
dalam kartu pribadi setiap murid, para para pelajar di salurkan ke kelas II
Kelompok khusus: Budaya, Sosial, Ilmu Pasti atau Ilmu Pengetahuan Alam.
Karena itu pulalah pengisian Kartu Pribadi murid harus dilaksanakan seteliti-
telitinya.
9. Setelah pelajar-pelajar duduk di kelas II, maka barulah persiapan-persiapan
yang lebih intensif diberikan kepada kelompok khusus yang diutamakan kelas

85
II yang bersangkutan, sehingga setiap pelajar pada akhir kelas III benar-benar
siap (secara ilmiah dan mental) untuk melanjutkan pelajarannya ke Lembaga-
lembaga Pendidikan yang lebih tinggi.
10. Perlu kiranya ditegaskan juga, bahwa tujuan pokok dari pendidikan dan
pengajaran di SMA Gaya Baru itu ialah mempersiapkan para pelajar secara
ilmiah untuk perguruan-perguruan yang lebih tinggi. Disamping itu
keterampilan-keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakat masing-
masing serta sangat berguna bagi masyarakat yang bagi dirinya sendiri harus
harus dimiliki oleh setiap pelajar dengan jalan latihan-latihan praktis menurut
rancana yang dtertentu. Dalam tujuan-tujuan yang tersebut diatas terjalin
secara mutlak dan organis, persiapan mental setiap pelajar, sehingga ia
menjadi warga Negara patriot paripurna yang berguna bagi Nusa dan Bangsa,
yakin akan tugas pengabdiannya kepada Tanah Air.
11. SMA itu adalah milik kita bersama, ia harus tetap berada ditengah-tengah
masyarakat, ia sekali-sekali tidak boleh terasing dari masyarakat, agar ia
dapat berbakti kepada Nusa dan Bangsa menurut bidang tugasnya. Oleh
karena itu pulalah pelaksanaan dan pembinaan SMA itu harus berjalan
dengan cara gotong royong oleh suatu kesatuan Regu Kerja (Direktur. Guru-
guru, tata usaha) yang hidup dan harmonis ditiap sekolah, sambil bekerja
sama sebaik-baiknya dengan para orang tua serta masyarakat sekitarnya.
12. Marilah kita bina, sempurnakan, dan pupuk terus SMA Gaya Baru kita ini.

IKHTISAR MATA PELAJARAN DENGAN PEMBAGIAN JUMLAH JAM DALAM


SATU MINGGU

KELAS I
A. KELOMPOK DASAR TAHUN I
1. Kewargaan Negaraan 2
2. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 4
3. Sejarah Indonesia 1
4. Ilmu Bumi Indonesia 1
5. Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) 2
6. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan 3
Jumlah 13
*)
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.

86
B. KELOMPOK KHUSUS
7. Ilmu Pasti 4
8. Ilmu Alam 3
9. Ilmu Kimia 3
10. Ilmu Hajat 2
11. Sejarah 2
12. Bahasa Inggris 3
13. Salah satu bahasa Timur atau bahasa Asing lainnya 2
14. Ekonomi dan Koperasi 2
15. Menggambar 2
Jumlah 23

C. Prakarya 2

D. Krida *) 2

JUMLAH 2
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.

KELAS II & III


KELOMPOK KHUSUS BUDAYA (BUD)
A. KELOMPOK DASAR Tahun II Tahun III
1. Kewargaan Negaraan 2 2
2. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 4 4
3. Sejarah Indonesia 1 1
4. Ilmu Bumi Indonesia 1 1
5. Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) 2 2
6. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan 3 3
Jumlah 13 13
*)
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.

B. KELOMPOK KHUSUS BUD Tahun II Tahun III


7. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 2 2
8. Sejarah 4 4
9. Ilmu Bumi 2 2
10. Antropologi Budaya 1 1
11. Bahasa Kawi 2 3
12. Bahasa Inggris 4 4
13. Ekonomi dan Koperasi 2 2
Jumlah 17 18

C. KELOMPOK PENYERTA Tahun II Tahun III


14. Menggambar 2 2
15. Salah satu bahasa Timur atau bahasa Asing lain 2 3
16. Bahasa Daerah *) 2 2

87
17. Pengetahuan Alam *) 2 2
Jumlah 6 7

D. Prakarya 2 -

E. Krida *) 2 2

JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.

KELOMPOK KHUSUS SOSIAL (SOS)


A. KELOMPOK DASAR Tahun II Tahun III
1. Kewargaan Negaraan 2 2
2. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 4 4
3. Sejarah Indonesia 1 1
4. Ilmu Bumi Indonesia 1 1
5. Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) 2 2
6. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan 3 3
Jumlah 13 13
*)
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.

B. KELOMPOK KHUSUS SOS Tahun II Tahun III


7. Bahasa & Kesusasteraan Indonesia II 1 1
8. Sejarah Dunia & Sejarah Perekonomian 2 1
9. Ilmu Bumi Alam 2 2
10. Bahasa Inggris 2 3
11. Ilmu Pasti 2 3
12. Tata Buku 2 3
13. Ekonomi & Koperasi 2 3
Jumlah 17 18

C. KELOMPOK PENYERTA Tahun II Tahun III


14. Menggambar 2 2
15. Salah satu bahasa Timur atau bahasa Asing lain 2 3
16. Bahasa Daerah *) 2 2
17. Pengetahuan Alam *) 2 2
Jumlah 6 7

D. Prakarya 2 -

E. Krida *) 2 2

JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.

88
KELOMPOK KHUSUS ILMU PASTI (PAS)
A. KELOMPOK DASAR Tahun II Tahun III
1. Kewargaan Negaraan 2 2
2. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 4 4
3. Sejarah Indonesia 1 1
4. Ilmu Bumi Indonesia 1 1
5. Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) 2 2
6. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan 3 3
Jumlah 13 13
*)
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.

B. KELOMPOK KHUSUS PAS Tahun II Tahun III


7. Aljabar & Ilmu Ukur Analitika 2 3
8. Ilmu Ukur Sudut 1 1
9. Ilmu Ukur Ruang 2 2
10. Mekanika 2 2
11. Ilmu Alam 4 4
12. Ilmu Kimia 3 3
13. Ilmu Hayat & Kesehatan 2 2
Jumlah 17 18

C. KELOMPOK PENYERTA Tahun II Tahun III


14. Bahasa Inggris 2 3
15. Menggambar 2 2
16. Ekonomi dan Koperasi *) 2 2
17. Ilmu Bumi Alam dan Ilmu Falak *) 2 2
Jumlah 6 7

D. Prakarya 2 -

E. Krida *) 2 2

JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.

KELOMPOK KHUSUS ILMU PENGETAHUAN ALAM (PAL)


A. KELOMPOK DASAR Tahun II Tahun III
1. Kewargaan Negaraan 2 2
2. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia 4 4
3. Sejarah Indonesia 1 1
4. Ilmu Bumi Indonesia 1 1
5. Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) 2 2
6. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan 3 3
Jumlah 13 13
*)
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.

B. KELOMPOK KHUSUS PAL Tahun II Tahun III

89
7. Ilmu Kimia 4 5
8. Ilmu Hajat dan Ilmu Kesehatan 3 2
9. Ilmu Alam 4 4
10. Aljabar dan Ilmu Ukur Analitika 3 3
11. Ilmu Ukur Sudut 1 1
12. Ilmu Ukur Ruang 1 1
13. Mekanika 1 2
Jumlah 17 18

C. KELOMPOK PENYERTA Tahun II Tahun III


14. Bahasa Inggris 2 3
15. Menggambar 2 2
16. Ekonomi dan Koperasi *) 2 2
17. Ilmu Bumi Alam dan Ilmu Falak *) 2 2
Jumlah 6 7

D. Prakarya 2 -

E. Krida *) 2 2

JUMLAH 40 40
*)
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida
diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.

Penyelenggaraan Prakarya bertujuan untuk: (1) mengajarkan keterampilan dasar


yang berguna untuk kehidupan sehari-hari, (2) mendidik menghargai pekerjaan
tangan, dan (3) mengimbangi pelajaran otak dengan keterampilan tangan.
Penyelenggaraan Krida bertujuan untuk memperkenalkan kegemaran (hobby)
murid yang “nonbookish” dalam rangka PANCAWARDHANA.

MASA DEMOKRASI PANCASILA [ORDE BARU] 1966 – 1998

PROLOG

Setelah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dipimpin oleh Presiden


Soekarno berakhir pada tahun 1966, selanjutnya tampil pemerintahan Demokrasi
Pancasila yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto sebagai Presiden Ke-2 Republik
Indonesia. Pemerintahan Demokrasi Pancasila, selanjutnya disebut dengan
pemerintahan Orde Baru. Meskipun di satu pihak pemerintah pada masa ini
melakukan pembangunan untuk mensejahterkan dan memajukan rakyatnya,
namun di pihak lain pemerintahan dijalankan dengan pola diktator-totaliter.

90
Penyelenggaraan pemerintahan semacam itu telah menyebabkan tertutupnya
segala pemikiran. Pembaharuan pendidikan selalu datang dari pusat (top down),
sehingga mereka yang berada di lapangan hanya menunggu datangnya pedoman
atau panduan atau petunjuk teknis pelaksanaan dari pusat. Dengan kata lain bahwa
para pejabat pada tingkat pusat dan daerah tidak banyak yang berani mencoba
untuk mengemukan pemikiran mengenai pembaharuan yang datang dari mereka
sendiri (bottom up).

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di


Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas
penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik
korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang
kaya dan miskin juga semakin melebar.

Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya
melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari
ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.
Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka
yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang
didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap
provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II
1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.
Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak

91
lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta
dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Dalam bidang pendidikan pada awal masa Orde Baru ini, oleh karena belum
adanya kurikulum baru, Kurikulum 1964 SMA Gaya Baru yang berlaku pada
masa Demokrasi Terpimpin masih digunakan sampai dengan adanya kurikulum
baru pada tahun 1968.

KURIKULUM 1968

Pengantar Pemberlakuan Kurikulum SMA 1968 Dari Dinas SMA Pada


Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan, Dan Kursus-Kursus

SMA Gaya Baru telah berjalan mulai 1962 dan pada tahun 1965 untuk pertama
kali sudah menghasilkan buahnya. Segera sesudah hasil itu, telah ada sementara
kalangan yang mulai mengeluarkan kritik, walaupun menurut pendapat kami
belum cukup waktu untuk mengadakan evaluasi. Dengan bertambahnya usianya,
ternyata memang ada kekurangan-kekurangan, tetapi pada hakekatnya kurikulum
SMA Gaya Baru itu an sich tidak buruk. Kita tidak boleh lupa, bahwa kurikulum
itu dibuat dengan berbagai asumsi, diantaranya, bahwa a) guru harus cukup
tersedia untuk semua mata pelajaran, b) kondisi sekolah serta fasilitas yang ada
harus baik, dan c) keadaan ekonomi negara kita sifatnya stabil.

Seandainya asumsi-asumsi itu dipenuhi semuanya, kiranya kurikulum SMA Gaya


Baru itu akan mencapai hasil yang dicita-citakan. Lebih dari siapapun,
kekurangan-kekurangan itu disadari oleh petugas-petugas dalam pendidikan SMA
mulai dari guru sampai dengan pengawas-pengawas di Dinas SMA. Terdorong
oleh kesadaran itu dan dirangsang lagi oleh policy pendidikan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan untuk lebih mengutamakan pendidikan kejuruan
sesuai dengan pembangunan negara kita yang bersumber kepada Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita), maka dalam waktu-waktu terachir ini

92
Dinas SMA sibuk dalam usahanya menyelesaikan kurikulum SMA Gaya Baru
dengan tuntutan masa.

Kalau pada waktu diciptakan kurikulum SMA Gaya Baru telah dikerahkan funds
forces yang tidak sedikit lebih-lebih waktu semua direktur SMA seluruh Indonesia
berkumpul di Bandung dalam bulan April 1962, diturut sertakan juga sebanyak
mungkin tokoh-tokoh dari segala lapisan masyarakat yang dapat menyumbangkan
pikiran, karena keuangan negara masih memungkinkannya, maka dalam suasana
prihatin sekarang ini Dinas SMA harus berusasa mencapai hasil yang semaksimal
mungkin dengan funds yang sangat terbatas. Walaupun segala-galanya terbatas,
kami telah berusaha sebanyak mungkin mengikutsertakan tenaga luar, sering
secara tidak langsung.

Rapat dinas S.M.A telah diadakan dalam bulan Juli 1967 di Semarang dan
hasilnya telah disampaikan kepada pimpinan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan dikirimkan kedaerah – daerah untuk dibahas dan dimintai
pendapat.Kami sendiri telah ke beberapa daerah dan telah menghadapi langsung
tokoh-tokoh masyarakat dan orangtua untuk mendengarkan pendiriannya.Dengan
bahan2 yang dapat dikumpulkan dari daerah achirnya Dinas S.M.A Gaya baru itu
secara menyeluruh dalam rapat kerja Dinas S.M.A di Mega Mendung, Cipayung,
Bogor.

Hasil usaha itu kemudian dipersembahkan kepada Bapak Direktur Jenderal


Pendidikan Dasar dengan penjelasan, bahwa yang dipersembahkan itu bukan
kurikulum baru, tetapi kurikulum yang disempurnakan. Hal itu sangat disadari
bahwa Dinas S.M.A tidak berwenang untuk menciptakan kurikulum baru, sebab
itu adalah wewenang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui suatu
Curiculum Board. Oleh karena itu perlu sekali ditegaskan, bahwa hasil usaha
Dinas S.M.A Gaya Baru yang disempurnakan. Dan kami berbesar hati, bahwa
Bapak Direktur Jenderal Pendidikan Dasar telah dapat memahami penjelasan
kami itu dan telah menyetujui penyempurnaan itu pada Rapat.

93
Surat Edaran Kepala Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan, Dan Kursus-
Kursus Atas Nama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar – Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan

Surat Edaran yang berupa Instruksi Pelaksanaan Rencana Pelajaran SMA Yang
Disempurnakan ini ditandatangani oleh Drs. Waskito TS di Jakarta pada tanggal
13 April 1968 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Inpro UKK, Kepala Urusan
SMA, Kepala SMA Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia. Instruksi tersebut
adalah sebagai berikut:

Seperti diketahui Rencana Pelajaran SMA yang terakhir dikeluarkan pada tahun
1964. Sudah barang tentu penyusunannya disesuaikan dengan keadaan zaman
pada waktu itu sehingga dianutlah suatu pendirian yang didasarkan antara lain
kepada Pancawardhana.

Sejak peristiwa G.30.S/P.K.I. tahun 1965 yang lalu, serta perubahan susunan
kemasjarakatan jang dimaklumatkannya telah ditimbulkan dorongan yang lebih
besar berapa perlunya Rencana Pelajaran itu ditinjau kembali.

Sementara itu patutlah disadari, bahwa pekerjaan menyempurnakan Rencana


Pelajaran itu sesungguhnya adalah pekerjaan teknis routine dari aparat kami, yaitu
aparat yang memang tugasnya bergerak dibidang teknis pendidikan.

Lazimnya mekanisme untuk menyempurnakan Rencana Pelajaran itu adalah


sebagai berikut:

a. Rencana Pelajaran itu dilaksanakan disekolah oleh guru-guru. Karena


pengalaman itu diketahuilah kekurangan-kekurangannya. Kekurangan-
kekurangan ini disampaikan kepada Kepala Sekolah disertai saran-saran
penyempurnaan.

b. Saran-saran tadi oleh Kepala Sekolah disampaikan kepada Inspektur Daerah.

c. Dalam Rapat Dinas yang sedikitnya diselenggarakan setahun sekali, saran-


saran penyempurnaan itu disampaikan oleh Inspektur Daerah kepada Kepala
Dinas Inspektur pusat.

94
d. Berdasarkan saran-saran itu para Kepala Dinas/Inpektur Pusat dengan Stafnya
dan bantuan ahli-ahli diluar lingkungan Dinas mengadakan pengolahan
kembali.

e. Hasil pengolahan itu sebagai suatu penyempurnaan atas Rencana Pelajaran,


baik untuk tiap-tiap vak maupun untuk semua vak disampaikan kepada
instansi-instansi yang lebih tinggi untuk disahkan.

Inilah yang disebut pekerjaan yang dengan istilah teknis dikenal dengan nama:
Menyempurnakan Rencana Pelajaran yaitu pekerjaan routine teknis dari para
Inspektur baik didaerah maupun dipusat. Pekerjaan ini berjalan selaku proses terus
menerus. Tetapi akibat perubahan situasi politik sejak tahun 1965 itu tampak
adanya suatu keinginan dan keperluan untuk mengadakan perubahan yang
fundamentil bukan saja atas pendidikan di SMA tetapi juga di lembaga-lembaga
pendidikan sebelumnya. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa penyempurnaan
dan penertiban Rencana Pelajaran SMA itu ditujukan kepada penyempurnaan
syllabus dan segi pengorganisasian kelas-kelas SMA.

Yang dimaksudkan dengan segi pengorganisasian kelas-kelas SMA itu adalah


sebagai berikut:

Sejak dipergunakan pengorganisasian kelas SMA dengan cara penyusunannya


menjadi satu kelas tunggal untuk kelas 1 dan 4 kelompok kelas untuk kelas II dan
III, maka timbullah hal-hal yang kurang baik sebagai berikut:

a. Organisasi SMA menjadi tidak sederhana.

b. Menimbulkan administrasi jenis guru, pengeluaran honorarium, dan


pengeluaran lain-lain yang bersifat memboroskan. Yang secara singkat
menimbulkan tak efisiensi dalam penggunaan ruang, tenaga, materiil dan
keuangan.

c. Sambutan masyarakat dan pelajar terhadap kelompok budaya pada umumnya


sangat kurang.

d. Akibat adanya empat kelompok itu, maka sering timbul konflik peyenologis
lebih-lebih menjelang kenaikan ke kelas II, antara keinginan orang tua, hasrat

95
pelajar dan penilaian sekolah dalam menentukan jurusan itu sering menjadi hal
yang sangat menyulitkan sekolah.

Oleh karena tidak sederhana susunan 1-4-4 itu nyata senyata-nyatanya, baik
seperti apa yang dilihat dan dikemukakan oleh masyarakat kepada kita, maupun
dari pengalaman kita, maka kesempatan untuk menyempurnakan syllabus itu
sekaligus dibarengi dengan penertiban organisasi SMA itu.

Pikiran dan kegiatan untuk mengadakan penyempurnaan yang terakhir sekali


dilakukan dalam tingkatan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar pada bulan
Desember 1967 di Tugu. Walaupun belum satupun dikeluarkan Instruksi tentang
usaha penyempurnaan dan penertiban Rencana Pelajaran tersebut diatas, tetapi
sejak itu telah tersebarlah berita kedaerah-daerah tentang Rencana Pelajaran SMA
itu.

Ada daerah-daerah yang karena antusiasmenya terhadap penyempurnaan Rencana


Pelajaran itu, tanpa menunggu dulu instruksi resmi dari Instruksi Pusat di Jakarta,
mengambil langkah-langkah persiapan untuk menyongsong realisasi Rencana
Pelajaran yang disempurnakan itu dengan jalan menggabungkan dua kelompok
Pus-Pal menjadi satu juga.

Oleh karena peristiwa seperti ini, yang terjadi dibeberapa daerah walaupun
maksudnya baik, tetapi dapat menimbulkan salah mengerti dalam lingkungan
msyarakat orang tua, bahwa seolah-olah ada dua macam SMA, maka untuk
menghilangkan keragu-raguan itu semua kami mengeluarkan Surat Edaran ini
yang berisi instruksi sebagai berikut:

a. Rencana Pelajaran yang penyempurnaannya terakhir dilakukan di


Megamendung, sesudah rapat dinas di Semarang akan berlaku pada tgl. 1
Januari 1969.

b. Murid-murid kelas I SMA tahun 1969 dan murid-murid kelas II SMA tahun
1969 (yaitu yang sekarang duduk di kelas I tahun 1968) akan mempergunakan
Rencana Pelajaran yang disempurnakan.

96
c. Murid-murid kelas III SMA tahun 1969 (yaitu yang sekarang duduk di kelas II
tahun 1968) akan tetap mempergunakan Rencana Pelajaran lama.

d. Penggabungan-penggabungan dari kelompok Sos-Pal manjadi satu seperti yang


sudah dilakukan oleh beberapa daerah dalam tahun 1968 ini diizinkan, karena
masih tetap mempergunakan Rencana Pelajaran lama.

e. Segala sesuatu yang mungkin timbul karena Instruksi ini akan ditampung
dalam instruksi khusus.

TENTANG DASAR, TUJUAN, DAN ISI PENDIDIKAN SMA

Mengenai Pendidikan, Ketetapan Sidang Umum IV Majelis Permusyawaratan


Rakyat Sementara (MPRS), Ketetapan Nomor XXVII/MPRS/1966 merumuskan
sebagai berikut:

Dasar Pendidikan:

--- Falsafah Negara Panca Sila.

Tujuan:

--- Membentuk manusia Panca Sila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan


seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.

Isi Pendidikan:

(1) Mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan


beragama;

(2) Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan; dan

(3) Membina perkembangan physic yang kuat dan sehat.

Jelas bahwa perumusan Keputusan Sidang Umum IV MPRS Nomor


XXVII/MPRS/1966 di atas mengenai Dasar, Tujuan dan Isi pendidikan di
Indonesia harus mencakup sesuai dengan tingkatan dan bidangnya dalam
pendidikan di SMA menjadi sumber pokok dalam menyusun dasar, tujuan dan isi
pendidikan di SMA dan merupakan kelompok-kelompok mata pelajaran yang

97
mengisi pendidikan di SMA sesuai dengan perumusan Sidang Umum IV MPRS
tersebut diatas; dan konsep rencana pelajaran hasil Semarang telah memenuhi
syarat.

Hal-hal lain yang diambilkan dari perumusan tentang Isi pendidikan tersebut di
atas ialah sebagai berikut: - mempertinggi kecerdasan dan keterampilan. Diktum
ini harus tergambar dalam didaktik dan metodik dan dalam perincian kurikulum
sebagai berikut:

I. Dalam didaktik/metodik harus dirumuskan adanya keseimbangan yang paling


menguntungkan anak didik aantara teori dan praktek mata pelajaran, antara
ilmu pengetahuan dan segi “appliednya”. Jadi harus “experience-centered”
dengan menggunakan “problem solving method” untuk membangkitkan,
minat, daya kreasi dan aktivitas anak didik. Takusah di jelaskan, bahwa hal ini
menyangkut pertama-tama si pendidik sendiri, yang akan menjadi pelaksana
utamanya.

II. Dalam perincian kurikulum harus ada wadah untuk membina “ketrampilan”
itu; Wadahnya ialah: KARYA – PELAJARAN, juga dalam hal ini
SEMARANG telah memenuhi syarat.

Maka perumusan mengenai pendidikan di SMA menjadi sebagai berikut:

Dasar Pendidikan:

--- Falsafah Negara Pancasila.

Tujuan Pendidikan: (1) membentuk manusia Pancasila sejati berdasrkan ketentuan


seperti dikehendaki oleh pembukaan dan isi UUD 1945; (2) mempersiapkan anak
didik untuk memasuki perguruan tinggi dengan jalan mematangkan mental.
Intelegensinya yang dilengkapi dengan dasar-dasar umum kecakapan, kejujuran
dan pembinaan perkembangan pisik yang kuat dan sehat; dan (3) memberikan
dasar-dasar keahlian umum kepada anak didik, sesuai dengan bakat dan minat
masing-masing, dalam pelbagai lapangan, sehingga tamatannya dapat
mengembang dirinya pada lembaga-lembaga pendidikan lainnya dan lembaga-
lembaga masyarakat, yang memerlukan SMA sebagai dasarnya.

98
Isi Pendidikan terdiri atas suatu kurikulum, yang dikelompokkan dan terdiri atas
jenis kelompok sebagai berikut:

a. Kelompok mata pelajaran yang menitik beratan pada pembinaan-pembinaan


mental-mental budi pekerti Pancasila dan memperkuat keyakinan
beragama……. Kelompok pembinaan jiwa Pancasila.

b. Kelompok mata pelajaran yangmenitik beratkan pada penguasaan dasar-dasar


ilmu pengetahuan beserta segi kegiatan mata pelajarannya masing-masing
……. Kelompok pembinaan pengetahuan dasar

c. Olahraga ……… dimasukkan keliompok jiwa Pancasila.

d. Pendidikan kesejahteraan keluarga da prakarya pilihan ……. Dimasukan


kedalam kelompok pembinaan kecakapan khusus.

Metodik/Didaktik pendidikan:

Penjelasan pendahuluan:

Untuk dapat menjalani tujuan pendidikan (membentuk manusia Pancasila sejati


dan sebagainya) perlu keseimbangan pada anak didik antara segi mental moral,
segi penguasaan ilmu pengetahuan dengan mental intelegensi, segi pemanfaatan
apa yang diketahui itu dengan daya kreatif dan aktivitasnya dan kesehatan fisik
serta daya penyesuaian sosialnya. Tanpa adanya keseimbangan dan keserasian
antara kelima unsur itu, maka tujuan pendidikan belum dapat tercapai.Jalannya
metodik/didktik disini bertujuan mencapai sasaran itu secara menyeluruh.

1. Unsur pembentukan mental moral Pancasila harus dimanfaatkan secara


maksimal dala mengajarkan dalam setiap mata pelajaran.

2. Setiap mata pelajaran harus diberikan, yang akhirnya sampai pada pengertian
melalui pembangkita minat secara maksimal, dalam ko-relasi dengan mata
pelajaran.

3. Setiap mata pelajaran diberikan secara “experience-centered”, sehingga


melalui pengalaman dibangkitkan minat untuk mempraktekkan apa yang
dikuasai.

99
4. Metode (problem solving) harus dilaksanakan dalam memberikan setiap mata
pelajaran.

5. Melalui olahraga yang sistematis harus ditingkatkan daya kemampuan fisik;


serta cara menyeluruh perlu di perhatikan segi hygiene pendidikan.

6. Dalam menjadikan pelajaran perlu diperhatika hubungannya dengan tanah air,


dunia dan masyarakat sekelilingnya, agar anak didik dapat meningkatkan
mentalnya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan alam sosialnya, tetapi juga
tidak terasing dengan perkembangan dewasa ini.

Penjelasan tentang Karya Pelajaran:

Sepanjang masa umat manusia secara berkelompok atau secara perseorangan


senantiasa berusaha untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan menambah
pengetahuannya, menyempurnakan cara-cara pembutan alat-alatnya dan dipakai
sehari-hari, mamperbaiki keaadaan dan bentuk rumahnya, pakaiannya dan
menyempurnakan gizi makanannya. Bentuk ini akhirnya tumbuh menjadi cabang-
cabang dan ranting-ranting Ilmu Pengetahuan yang terpencil, terurai dan jelas
bidang geraknya.

Jadi pada hakekatnya setiap ilmu pengetahuan ditujukan untuk memajukan taraf
hidup manusia, untuk dimanfaatkan terhadap kemajuan dan kebahagian umat
manusia secara spirituil dan materiil. SMA sebagai suatu lembaga pendidikan
yang diantaranya, membina ilmu pengetahuan, wajib menyadari hal diatas
sedalam-dalamnya.

Salah satu terhadap pendidikan di SMA dewasa ini ialah bahwa sifatnya masih
terlalu intelektualistis dan teoritis. Menyadari akan kekurangan-kakurangan ini,
dan menyadari pula hakekat tujuan setiap ilmu pengetahuan, maka salah satu jlan
yang dapat di tempuh ialah secara konsekuen, wajar dan sejauh mungkin
mengamalkan kerja bagi setiap mata pelajaran, yang diatur dalam kurikulum.

Dengan sepenuhnya menyadari, bahwa fasilitas pendidikan di daerah-daerah dan


di sekolah-sekolah itu tak sama dan pula mengahadapi berbagai kesulitan, namun

100
karya pelajaran harus dimulai secara sungguh-sungguh dengan tak melupakan
kondisi-kondisi setempat.

Dengan demikian, kecuali menyadari hal diatas, pada anak didik akan timbul
distansi antara penguasaan suatu jenis ilmu pengetahuan dan segi aplikasinya, segi
pemanfaatannya, untuk penghidupan praktis.

Para pendidik harus benar-benar menyadari hal-hal ini, terlebih-lebih dewasa ini
dimana yang diutamakan pendidikan tenaga kerja, jadi pendidikan kejuruan.

Harus dicegah bersama suatu gejala sosial, di mana tamatan SMA akhirnya tak
dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, hanya menambah pengangguran belaka.

Penjelasan tentang ko-relasi pelajaran:

Dewasa ini makin di rasakan bahwa suatu ilmu pengetahuan tertentu dalam
aplikasinya untuk abdikan kepada kebahagiaan umat manusia tak mungkin dapat
berdiri sendiri jika ingin di capai sukses. Di perguruan tinggi setiap mata kuliah
pokok di kuliahkan bersama dengan beberapa mata kuliah pembantunya jadi
kalalu di nilai dari segi appliednya perlu di temukan suatu ko-relasi antara
beberapa cabang ilmu pengetahuan, agar pemanfaatannya, lebih ditingkatkan.

Ditingkat S.M.A pun mengajarkan ilmu hayat misalnya adakalanya menyinggung


bagian-bagian dari kimia ataupun fisika, agar dapat diperoleh pengertian yang
lebih dari bagian yang sedang diajarkan.

Agar dicapai sistematik yang baik dan manfaatnya terhadap pendidikan makin
meningkat, maka dalam memerinci kurikulum menurut mata pelajaran di sediakan
untuk ko-relasi mata pelajaran. Hal ini supaya mendapat perhatian sepenuhnya
dari pengajar mata pelajaran pokok dan pula dari pengajar mata pelajaran yang
ada sangkut pautnya, pada para pelajar dengan demikian dapat ditanamkan
pengertian adanya secara nyata hubungan dengan mata pelajaran (ilmu
pengetahuan) yang satu dengan yang lain.

Pentahapan pemberlakuan Rencana Pelajaran agar dapat dilaksanakan di tiap-tiap


SMA diatur sebagai berikut:

101
a. Murid-murid SMA yang baru masuk tahun 1969 langsung menggunakan
Rencana Pelajaran 1968.

b. Murid-murid Kelas II tahun 1969, yang sekarang duduk di Kelas I tahun


1968, akan mempergunakan Rencana Pelajaran yang disempurnakan.

c. Murid-murid Kelas III tahun 1969, yang sekarang duduk di Kelas II tahun
1968, akan tetap mempergunakan Rencana Pelajaran yang lama.

d. Penggabubangan dari kelompok Sos – Bud menjadi satu, demikian juga


dari kelompok Pas – Pal menjadi satu seperti yang sudah dilakukan oleh
beberapa daerah dalam tahun 1968 ini diizinkan, karena masih tetap
mempergunakan Rencana Pelajaran lama.

e. Segala sesuatu yang mungkin timbul karena Instruksi ini akan ditampung
dalam instruksi khusus.

Rencana Pelajaran SMA 1968 yang telah disetujui adalah sebagaimana yang
diuraikan dalam tabel berikut ini.

102
RENCANA PELAJARAN SMA 1968

KELAS KELAS
KELAS SATU SASTRA-SOSIAL-BUDAYA ILMU PASTI-PENGETAHUAN ALAM
II III II III
KELOMPOK PEMBINAAN JIWA PANCASILA
1. Pendidikan Agama 3 1. Pendidikan Agama 3 3 1. Pendidikan Agama 3 3
2. PKN 2 2. PKN 2 2 2. PKN 2 2
3. Bahasa Indonesia 3 3. Bahasa Indonesia 3 3 3. Bahasa Indonesia 3 3
4. Pendidikan Olah Raga 3 4. Pendidikan Olah Raga 3 3 4. Pendidikan Olah Raga 3 3
JUMLAH 11 JUMLAH 11 11 JUMLAH 11 11
KELOMPOK PEMBINAAN PENGETAHUAN DASAR
1. Sejarah 3 1. Bahsa & Kesenian Indonesia/Mengarang 4 4 1. Aljabar dan Analit 3 4
2. Geografi 2 2. Sejarah 3 3 2. Ilmu Ukur: Sudut 1 1
3. Ilmu Pasti 5 3. Geografi & Antropologi Budaya 3 3 3. Ilmu Ukur: Ruang 2 2
4. Fisika 4 4. Ekonomi & Koperasi 3 3 4. Fisika 4 4
5. Kimia 3 5. Menggambar 2 2 5. Mekanika 2 2
6. Biologi 2 6. Bahasa Inggeris 4 4 6. Kimia 4 4
7. Ekonomi & Koperasi 2 7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 7. Biologi 3 3
8. Menggambar 2 Sastra-Budaya Sosial 8. Geografi 2 2
9. Bahasa Inggris 3 8. Bahasa Kawi Ilmu Pasti 2 3 9. Menggambar 2 2
9. Sejarah Kebudayaan Pengetahuan Dagang 1 2 10. Bahasa Inggeris 3 3
10. Ilmu Pasti Tata Buku 2 2
JUMLAH 26 JUMLAH 26 28 JUMLAH 26 28
KELOMPOK PEMBINAAN KECAKAPAN KHUSUS
1. PKK 2 1. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) 2 2 1. PKK 2 2
2. Prakarya Pilihan 2. Prakarya Pilihan 2. Prakarya Pilihan
a. Bahasa 1 a. Bahasa 1 a. Bahasa 1
b. Keterampilan 2 b. Keterampilan 2 b. Keterampilan 2
JUMLAH 42 JUMLAH 42 42 JUMLAH 42 42

103
KURIKULUM 1975

PENGANTAR

Sejak tahun 1968 masyarakat dan dunia pendidikan telah mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha
pembaharuan pendidikan. Kegiatan-kegiatan penilaian pendidikan secara
nasional, usaha-usaha pencetakan buku-buku pelajaran, kegiatan-kegiatan
pembaharuan pendidikan melalui Proyek-proyek Perintis Sekolah Pembangunan,
dan berbagai usaha lainnya telah mempengaruhi arah pembinaan pendidikan
secara nasional. Di samping perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari
usaha-usaha pembaharuan pendidikan, masyarakatpun selalu berubah dalam
tuntutannya terhadap dunia pindidikan. Arah dan tujuan pendidikan nasional yang
digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yang ditetapkan pada tahun
1973, mencerminkan betapa masyarakat dan negara Indonesia telah secara jelas
menggariskan harapannya kepada dunia pendidikan.

Dunia dan masyarakat yang telah mengalami perubahan sejak tahun 1968 belum
diperhitungkan pada saat kita menyusun kurikulum 1968. Oleh karena itu,
Pemerintah, cq. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada buian Mei 1974,
menyadari betapa kita harus meninjau dan mempengaruhi kurikulum yang sudah
berjalan selama 6 tahun itu agar sesuai dengan perkembangan dan tuntutan baru
masyarakat dan bangsa Indonesia

Kebijaksanaan tersebut telah melahirkan serangkaian kegiatan, untuk meneliti dan


mengembangkan kurikulum baru yang lebih sesuai dengan tuntutan baru. Hasil
kegiatan-kegiatan tersebut, yang secara bersama telah dilakukan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan – Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, telah diterima dan disetujui oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan untuk dibakukan sebagai kurikulum SMP dan SMA
tahun 1975.

104
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 008-D/U
11975 dan Nomor 008-E/U/1975 kurikulum tersebut secara bertahap akan mulai
berlaku pada tahun pengajaran 1976.

Kiranya perlu disadari oleh semua pemimpin sekolah dan guru bahwa maksud
utama dari pada disusunnya kurikulum ini adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 008-


E/U/1975 TENTANG PEMBAKUAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH
TINGKAT ATAS

DASAR PERTIMBANGAN:

a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana


tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara secara efektif dan efisien,
perlu dilakukan usaha pembaharuan pendidikan, baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang;

b. bahwa sampai pada saat ini masih terdapat berbagai susunan dan materi
kurikulum untuk Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas;

c. bahwa dalam rangka melakanakan usaha pembaharuan pendidikan dan


peningkatan mutu pendidikan pada Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas
berdasarkan hasil-hasil pembaharuan melalui PPSP dan kegiatan-kegiatan
lainnya selama PELITA I dan sambil menunggu pemantapan hasil-hasil
Proyek-proyek Perintis Sekolah Pembangunan, dipandang perlu untuk
mengadakan usaha pembakuan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat
Atas.

LANDASAN YURIDIS:

a. Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor


IV/MPR/73;

105
c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 (Republik Indonesia Negara Bagian) jo.
Nomor 12 Tahun 1954;

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia:

1) Nomor 9 Tahun 1973;

2) Nomor 6 / M Tahun 1974;

3) Nomor 44 Tahun 1974;

4) Nomor 45 Tahun 1974;

e. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 13 Januari 1974


Nomor 041/O/1974.

MEMPERHATIKAN:

Hasil-hasil serangkaian lokakarya bersama antara Badan Penelitian dan


Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan dengan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Kantor-kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang terakhir diselenggarakan dalam bulan Agustus
dan Nopember 1974.

MENDENGAR:

Saran-saran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktur Jenderal


Pendidikan Tinggi, dan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
dan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

MEMUTUSKAN:

Dengan membatalkan semua ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini.

MENETAPKAN:

Pembakuan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, yang selanjutnya


disebut Kurikulum SMA-1975.sebagai berikut:

Bab I: Umum

Pasal 1

106
(l) Yang dimaksudkan dalam Keputusan ini dengan:

a. Sekolah Menengah Umum tingkat Atas, untuk selanjutnya disingkat SMA,


ialah lembaga Pendidikan sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Umum
tingkat Pertama dan yang mempersiapkan siswanya untuk pendidikan yang
lebih tinggi, serta juga mempunyai program pendidikan untuk siswa yang
tidak akan melanjutkan studinya;

b. Garis Besar Program Pengajaran, ialah ikhtisar daripada keseluruhan


program pengajaran yang terdiri atas tujuan-tujuan kurikuler,tujuan-tujuan
instruksionil dengan ruang lingkup bahan-bahan pengajaran yang diatur
dan disusun secara berurutan menurut semester dan kelas yang bertujuan
memberikan pedoman kepada para pengawas, kepala sekolah dan guru-
guru dalam rangka peningkatan kegiatan belajar-mengajar dalam kelas
untuk mencapai tujuan pendidikan;

c. Jam pelajaran, ialah satuan waktu pemberian pelajaran yang berlangsung


selama 45 (empat puluh lima) menit;

d. Semester, ialah satuan waktu pemberian pelajaran yang berlangsung


selama 120 (seratus dua puluh) hari belajar efektif;

e. Pendidikan Umum, ialah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib


diikuti oleh semua siswa dan mencakup Program Pendidikan Moral
Pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik;

f. Pendidikan Akademis, ialah pendidikan yang diberikan sebagai persiapan


untuk melanjutkan studi;

g. Pendidikan Ketrampilan, ialah pendidikan yang diberikan kepada siswa


agar memiliki sesuatu kemampuan untuk bekerja, yang dapat digunakan
bila tidak melanjutkan studinya.

(2) Pendidikan di SMA berlangsung selama 3 (tiga) tahun.

(3) Sekolah Menengah Atas menggunakan sistim kelas, sehingga terdapat kelas I,
II dan III.

107
(4) Sekolah Menengah Atas menerapkan sistim semester sebagai satuan waktu
dan satu tahun pelajaran terbagi menjadi dua semester.

Bab II: Dasar Dan Tujuan Pendidikan

Pasal 2

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar Pendidikan Nasional


adalah Falsafah Negara Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Pasal 3

(1) Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang


ber-Pancasila dan membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan
rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan
kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan
penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan
disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama
manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang
Dasar 1945.

(2) Seluruh program pendidikan terutama program Pendidikan Umum dan bidang
studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila
dan Unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa dan nilai-nilai 1945
kepada Generasi Muda.

Bab III: Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Menengah
Atas

Pasal 4

Tujuan Umum Pendidikan SMA adalah agar lulusan:

a. Menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir
dan batin,

b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari


pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama

108
c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih
tinggi dengan menempuh:

1) program umum yang sama bagi semua siswa;

2) program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di


lembaga pendidikan yang lebih tinggi;

d. Memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil ketrampilan


untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan
kebutuhan masyarakat.

Pasal 5

Tujuan khusus pendidikan SMA adatah agar lulusan:

a. Di bidang pengetahuan:

l. Memiliki pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan kepada Tuhan


Yang Maha Esa;

2. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan pemerintahan


sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945;

3. Memiliki pengetahuan yang fungsionil tentang fakta dan kejadian penting


yang aktuil, baik lokal, regional, nasional maupun internasional;

4. Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu pengetahuan


alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa (Khusus bahasa Indonesia dan
bahasa Inggeris) serta menguasai pengetahuan yang cukup lanjut dalam satu
atau beberapa dari bidang pengetahuan tersebut di atas;

5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan yang


ada di masyarakat serta syarat-syaratnya;

6. Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi


nasional;

7. Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan keluarga


dan kesehatan.

109
b. Di bidang Ketrampilan:

1. Menguasai cara belajar yang baik;

2. Memiliki ketrampilan memecahkan masalah dengan sistimatis;

3. Mampu membaca/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa


Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggeris yang berguna
baginya;

4. Memiliki ketrampilan mengadakan komunikasi sosial dengan orang lain,


lisan maupun tulisan dan ketrampilan mengekspresi diri sendiri, lisan
maupun tertulis;

5. Memiliki ketrampilan olah raga dan kebiasaan olah raga;

6. Memiliki ketrampilan sekurang-kurangnya dalam satu Cabang kesenian;

7. Memiliki ketrampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi kesehatan;

8. Memiliki ketrampilan dalam bidang administrasi dan kepemimpinan;

9. Menguasai sekurang-kurangnya satu jenis ketrampilan untuk bekerja sesuai


dengan minat dan kebutuhan lingkungan.

c. Di bidang Nilai dan Sikap:

1. Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;

2. Menerima dan melalsanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap


Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati ajaran agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain;

3. Mencintai sesama manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya;

4. Memiliki sikap demokratis dan tenggang rasa;

5. Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat;

6. Dapat mengapresiasikan kebudayaan dan tradisi nasional;

7. Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya;

8. Memiliki minat dan sikap positip terhadap ilmu pengetahuan;

110
9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku,
bebas dan jujur;

10. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasionil dan obyektif dalam
memecahkan persoalan;

11. Memiliki sikap hemat dan produktip;

12. Memiliki minat dan sikap yang positip dan konstruktip terhadap olahraga
dan hidup sehat;

13. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa
memindang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis
pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat;

14. Memiliki kesadaran menghargai waktu.

Bab IV: Susunan Kurikulum

Pasal 6

Kurikulum SMA tersusun atas program pendidikan, yang meliputi:

a. Program Pendidikan Umum;

b. Program Pendidikan Akademis;

c. Program Pendidikan Ketrampilan.

Pasal 7

(1) Program Pendidikan Umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:

a. Pendidikan Agama;

b. Pendidikan Moral Pancasila;

c. Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan;

d. Pendidikan Kesenian.

(2) Program Pendidikan Akademis, yang meliputi:

a. Pada semester pertama, mata-pelajaran:

111
1. Matematika;

2. Bahasa Indonesia;

3. Bahasa Inggeris;

4. IImu Pengetahuan Alam;

5. Ilmu Pengetahuan Sosial.

b. Pada semester selanjutnya, mata pelajaran wajib yang diikuti oleh semua
siswa, terdiri dari:

1. Matematika;

2. Bahasa Indonesia;

3. Bahasa Inggeris.

c. Mata pelajaran mayor yang merupakan ciri dari setiap jurusan dan diikuti
oleh siswa sesuai dengan jurusannya, terdiri dari:

1. Jurusan llmu pengetahuan Alam:

1.a. Fisika;

1.b. Kimia;

1.c. Biologi.

2. Jurusan llmu pengetahuan Sosial :

2.a. Tata buku/Ilmu pengetahuan Dagang dan Hitung Dagang;

2.b. Ekonomi/Koperasi;

2.c. Sejarah;

2.d. Geografi.

3. Jurusan Bahasa :

3.a. Bahasa Asing:

3.b. Sejarah;

3.c. Geografi/Antropologi;

112
3.d. Bahasa Daerah.

d. Mata pelajaran minor, yang merupakan mata pelajaran pelengkap dalam


jurusan yang dipilih, terdiri dari 3 (tiga) mata pelajaran dan setiap siswa
diwajibkan memilih salah satu di antaranya, yakni:

l. Jurusan llmu Pengetahuan Alam:

l.a. Menggambar;

l.b. Ilmu Bumi/Antariksa;

l.c. Bahasa Asing.

2. Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial:

2.a. Menggambar;

2.b. Iimu Pengetahuan Alam;

2.c. Bahasa Asing.

3. Jurusan Bahasa:

3.a. Menggambar,

3.b. Ilmu Pengetahuan Sosial;

3.c. Ekonomi/Koperasi.

(3) Program Pendidikan Ketrampilan, terdiri atas:

a. Program Pendidikan Ketrampilan wajib, yang bersifat pemberian bekal


untuk dapat bekerja disusun dalam bentuk. paket yang merupakan
kebulatan kesatuan program paling sedikit untuk 1 (satu) semester dan
disesuaikan dengan kemampuan sekolah dan kebutuhan daerah, meliputi
bidang-bidang :

l. Agraria;

2. Teknik;

3. Maritim;

113
4. Jasa;

5. Kerajinan.

Dengan ketentuan bahwa bidang pelajaran ketrampilan wajib makin


banyak diberikan kepada mereka yang akan terjun ke masyarakat.

b. Program Pendidikan Ketrampilan penunjang teori, untuk llmu


Pengetahuan Alam, terdiri dari:

l. Praktikum Fisika;

2. Bumi Antariksa;

3. Bahasa Asing.

dengan ketentuan bahwa mata pelajaran ketrampilan penunjang teori


makin banyak diberikan kepada mereka yang akan melanjutkan studi.

(4) Bidang Pelajaran Kependudukan diintegrasikan dalam bidang studi yang


relevan.

Pasal 8

(1) Jam pelajaran dalam setiap minggu selama 4 (empat) semester pertama
berjumlah 37 (tiga puluh tujuh) dan pada semester 5 (lima) dan 5 (enam)
berjumlah 36 (tiga puluh enam).

(2) Alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran adalah sebagaimana yang
tercantum dalam tabel berikut ini:

114
TABEL ALOKASI WAKTU KURIKULUM 1975

MA JURUSAN IPA IPS BAHASA


SA
OR KELAS I II III I II III I II III
PROGRA BIDANG
IEN
M STUDI
- SEMESTER 2 3 4 5 6 2 3 4 5 6 2 3 4 5 6
TA
SI
Pendidikan Pend.
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Umum Agama
PMP 2 2 2 2 - - 2 2 2 - - 2 2 2 - -
Orkes 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Pend.
2 2 2 2 - - 2 2 2 - - 2 2 2 - -
Kesenian
Pendidikan Matemati Matemati
6 6 6 5 5 5 3 3 3 3 2 2 2 2 - -
Akademis ka ka
B. Waji B.
5 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 6 6 6 7 7
Indonesia b Indonesia
B.
B. Inggris 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 5 6 6 7 7
Inggris
IPA 7 IPA IPS Bahasa
IPS 7 Fisika TB / HD B. Asing 2 3 3 4 4 4 4 4 6 6 2 2 2 4 4
May
Kimia Eko/Kop Sejarah 2 3 3 4 4 2 4 4 4 4 - - - 5 5
or
Biologi Sejarah Geografi 2 2 3 4 4 4 3 3 - - 3 2 3 - -
Geografi B. Daerah - - - - - - - - 3 3 2 2 2 - -
Mengga Menggam
Min Menggambar
mbar bar
or Bumi
(Pili IPA IPS 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Antariksa
han)
B. Asing B. Asing Eko/Kop
Pendidikan - Pilihan Pra Vokasional 4 4 4 - - 4 4 4 - - 4 4 4 - -
Keterampil
an - Pilihan Penunjang 3 3 3 7 7 3 3 3 7 7 3 3 3 7 7
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
37 Jam / Minggu
7 7 7 6 6 7 7 7 6 6 7 7 7 6 6
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9 Jumlah Mata Pelajaran 8 8
3 3 3 0 0 3 3 3 0 0 3 3 3

115
Bab V: Susunan Program Pengajaran Dan Metode Penyampaian

Pasal 9

(1) Garis Besar Program Pengajaran disusun menurut bidang studi, yang meliputi:

a. Agama:

l) Islam;

2) Kristen / Protestan;

3) Katolik;

4) Hindu;

5) Budha;

b. Pendidikan Moral Pancasila :

c. Ilmu Pengetahuan Sosial.

d. Olahraga dan Kesehatan.

e. Kesenian:

1) Seni Rupa;

2) Seni Musik;

3) Seni Drama;

4) Seni Tari.

f. Matematika

g. Bahasa

l) Bahasa Indonesia;

2) Bahasa Daerah;

3) Bahasa Inggeris, dan Bahasa Asing lainnya;

h. Ilmu Pengetahuan Alam;

i. Ketrampilan Khusus;

116
1) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga;

2) Jasa;

3) Agraria;

4) Maritim;

5) lndustri;

6) Kerajinan.

(2) Isi dari pada Garis Besar Program Pengajaran adalah sebagaimana tersebut
dalam lampiran Keputusan ini.

Pasal l0

Dalam metode penyampaian di SMA digunakan pendekatan berdasarkan Prosedur


Pengembangan Sistem Instruksionil (PPSI) yang dikembangkan melalui Model
Satuan Pelajaran.

Bab VI: Lain-Lain/Penutup

Pasal 11

Kurikulum SMA - 1975 sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini mulai berlaku
dan dilaksanakan.pada tahun ajaran 1976, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. mulai tahun ajaran 1976 dilaksanakan di kelas I;

b. tahun ajaran 1977 dilaksanakan di kelas I dan II;

c. tahun ajaran 1978 berlaku sepenuhnya dari kelas I sampai dengan kelas III.

Tahap pelaksanaan tersebut dilakukan secara nasional, dengan memberikan


kemungkinan bahwa SMA yang menurut penilaian Kepala Perwakilan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setempat secara teknis dan
administrative sudah mampu, dapat melaksanakan Kurikulum SMA – 1975 mulai
tahun ajaran 1975.

117
Pasal 12

Kurikulum SMA–1975 tersebut dalam Keputusan ini mulai berlaku dan


dilaksanakan pula untuk Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan pada tahun
ajaran 1975, dengan ketentuan bahwa pentahapan pelaksanaan sebagaimana
tersebut pada pasal 11 secara mutatis-mutandis berlaku bagi sekolah Menengah
Pembangunan Persiapan.

Pasal 13

Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan tersendiri.

Pasal 14

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

SURAT KEPUTUSAN INI DITETAPKAN DI JAKARTA PADA TANGGAL 17


JANUARI 1975 OLEH MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN: SYARIF
THAJEB.

PENJELASAN UMUM KURIKULUM SMA 1975

LATAR BELAKANG

Setelah Kurikulum 1968/1969 berjalan selama kurang lebih enam tahun dirasakan
bahwa kurikulum tersebut perlu ditinjau kembali agar lebih sesuai dengan
tuntutan perkembangan dan perubahan jaman dan masyarakat. Kesadaran tentang
perlunya memperbaharui kurikulum ini dinyatakan untuk pertama kalinya oleh
Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada kesempatan Lokakarya
Perestuan (Sanctioning) Garis-garis Besar Program Pengajaran untuk kurikulum
PPSP pada tanggal 14 Februari 1974.

Sejak tahun 1969 memang telah banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat
dari lajunya program pembangunan nasional.

Program-program, kebijaksanaan dan fenomena yang telah mempengaruhi dan


melahirkan perubahan-perubahan tersebut antara lain:

118
a. Kegiatan pembaharuan pendidikan selama PELITA I yang dimulai pada tahun
1969 telah melahirkan dan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang sudah
mulai memasuki pelaksanaan sistem pendidikan nasional,

b. Kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan di


dalam Garis-garis Besar Haluan Negara menurut implementasinya,

c. Hasil analisa dan penilaian pendidikan nasional telah mendorong Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau kebijaksanaan pelaksanaan
pendidikan nasional,

d. Inovasi di dalam sistem belajar-mengajar yang dirasakan dan dinilai lebih


efisien dan efektif telah memasuki dunia pendidikan Indonesia,

e. Keluhan-keluhan Masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan mendorong


petugas-petugas pendidikan untuk meninjau system yang kini sedang berlaku.
Kesemuanya ini merupakan faktor-faktor yang melatar-belakangi perlunya
dilakukan peninjauan kurikulum SMP/SMA agar lebih sesuai dengan tuntutan
perubahan dan lebih efisien dan efektif di dalam menunjang tercapainya tujuan
pendidikan.

Kenyataan-kenyataan, kebijaksanaan baru, dan inovasi baru di bidang pendidikan


yang secara garis besar kami utarakan di atas belum diperhitungkan pada saat kita
menyusun kurikulum 1968/1969. Karena itu tema penyusunan kurikulum 1975
adalah untuk menyelaraskan kurikulum SMP/SMA dengan kebijaksanaan baru di
bidang pendidikan nasional, dan inovasi di bidang sistem belajar-mengajar dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional, sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang sedang membangun.

Untuk jelasnya kiranya perlu kami sebutkan di sini beberapa dokumen yang
memuat kebijaksanaan Pemerintah di bidang pendidikan yang lahir sesudah tahun
1959:

1. Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/I973 tentang Garis-garis Besar Haluan


Negara,

119
2. Keputusan Presiden Nomor 17/1974 tentang Rencana Pembangunan Lima
Tahun II Bab 22 “Pendidikan dan Pembangunan Generasi Muda”

3. Pidato tertulis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyambut Hari


Pendidikan Nasional 2 Mei 1974,

4. Pidato-pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan:

4.1. Pada Lokakarya Perestuan Garis-garis Besar Program Pengajaran pada


PPSP di Cisarua (Lokawiratama), tanggal l4 Pebruari 1974,

4.2. Pidato Pengarahan tertulis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada


Rapat Koordinasi PPSP di Bandungan, Semarang tanggal 27 luli 1974,

5. Penjelasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Sidang Komisi IX DPR.

Beberapa hasil pembaharuan pendidikan yang ikut diperhitungkan di dalam


pembakuan kurikulum SD antara lain adalah:

1. Hasil-hasil Proyek Penulisan Buku-buku Pelajaran,

2. Inovasi di bidang metoda belajar-mengajar, terutama PPSI (Prosedur


Pengembangan Sistem Instruksionil),

3. Konsep Sekolah Pembangunan tentang integrasi pendidikan umum dan


pendidikan kejuruan.

Di dalam melaksanakan program pembakuan kurikulum Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan telah membentuk team yang terdiri dari unsur-unsur Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Badan Penelitian dan
Pengembangan pendidikan dan Kebudayaan (khususnya Direktorat Pendidikan
Menengah Umum dan Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan)
sebagai Panitia Pengarah dengan beranggotakan para ahli bidang-bidang pelajaran
yang meliputi unsur-unsur Kepala Kantor Urusan Pembinaan SMP/SMA, para
guru SMP/SMA yang terpilih dan para ahli dari lingkungan Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, serta tenaga ahli dari Departemen Agama, Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga, dan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

120
Untuk menjamin konsistensi antara hasil yang dikerjakan oleh team, dengan para
pemegang pimpinan dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Panitia Pengarah telah menempuh proses kerja yang mengenal tahap
pengembangan dan tahap perestuan. Pada tahap perestuan (sanctioning) hasil
kerja team diajukan kepada sidang Lokakarya yang diikuti oleh pada Kepala
Perwakilan para Rektor Universitas dan Institut, pada Direktur dari lingkungan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Badan penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.

Hasil terakhir konsep kerangka tujuan, struktur dan materi kurikulum diajukan
kepada Menteri melalui pimpinan teras (Sekretaris Jenderal, para Direktur
Jenderal, dan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan) setelah diolah bersama oleh para Kepala Perwakilan dan Direktur.

Kini kurikulum tersebut telah disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
untuk secara nasional dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pengajaran 1976,
dengan catatan bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut penilaian Kepala
Perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975.

Kurikulum SMA tahun 1975 ini berlaku bagi SMA dan Sekolah Menengah
Pembangunan Persiapan (SMPP). Sedangkan Kurikulum SMP 1975 adalah
kurikulum dari pada SLTP yang disempurnakan. Istilah SMP yang disempurnakan
ini lahir dari gagasan untuk mengintegrasikan Sekolah-sekolah Lanjutan Kejuruan
tingkat Pertama, secara berangsur-angsur dengan SMP dan menjadi Sekolah
Menengah Umum yang berorientasi Kejuruan. Proses lanjutan kejuruan tingkat
pertama menjadi SMP yang disempurnakan itu diatur dalam sebuah Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 08-f/U/1975.

Agar kurikulum yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan oleh para pelaksana seperti maksud dari
rencana kurikulum tersebut, maka disusunlah Penjelasan ini. Di samping
Penjelasan Umum ini akan ditulis juga penjelasan-penjelasan khusus setiap
bidang studi yang secara terperinci akan menjelaskan hal-hal berikut:

121
l. Prinsip-prinsip dasar dan fungsi sesuatu bidang studi,

2. Ruang lingkup dan tata urutan bahan pengajaran,

3. Pendekatan,

4. Metoda penyampaian,

5. Perlengkapan pengajaran,

6. Penilaian, dan

7. Alokasi waktu.

Penjelasan Umum ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan kepada para


pelaksana (guru dan tenaga-tenaga administrasi dan supervisi pendidikan)
beberapa pengertian yang menyangkut:

l. Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum 1975,

2. Sistematik kurikulum 1975,

3. Struktur program kurikulum 1975,

4. Garis-garis Besar Program Pengajaran kurikulum 1975,

5. Sistem penyajian yang akan digunakan dalam kurikulum 1975, dan

6. Sistem evaluasi yang akan digunakan dalam kurikulum 1975.

PRINSIP-PRINSIP YANG MELANDASI KURIKULUM 1975

Dalam menyusun dan membakukan kurikulum ini digunakanlah beberapa prinsip


yang memungkinkan sistem pendidikan pada SMA benar-benar lebih efisien dan
efektif.

1. Prinsip Fleksibilitas Program. Penyelenggaraan pendidikan ketrampilan di


SMP/SMA harus mengingat faktor-faktor: ekosistem dan kemampuan untuk
menyediakan fasilitas bagi berlangsungnya program ketrampilan Kalau setiap
sekolah harus melaksanakan program-program yang sama, akibatnya
kejenuhan bisa terjadi. Dan bila setiap sekolah harus menyelenggarakan

122
sesuatu program ketrampilan bisa terjadi bahwa program ketrampilan yang
dikembangkan ternyata tidak ditunjang oleh fasilitas yang memadai. Karena itu
dalam hal ketrampilan, kurikulum SMA menganut prinsip fleksibilitas diukur
dari ekosistem, kemampuan pemerintah dan masyarakat serta orang tua di
dalam menyediakan fasilitas yang memadai.

2. Prinsip Efisiensi dan Efektivitas. Waktu sekolah adalah sebagian kecil dari
waktu kehidupan siswa yang berlangsung selama 24 jam. Dari dua puluh empat
jam tersebut hanya sekitar enam jam mereka ada di sekoiah. Karena itu kalau
waktu yang sangat terbatas ini digunakan bagi kegiatan-kegiatan yang
sebenarnya dapat dilakukan para siswa di luar lingkungan, hubungan
siswa,guru dari fasilitas pendidikan, maka berarti akan terjadi pemborosan
yang merupakan gejala inefisiensi. Sering kita melihat bahwa waktu dua jam
pelajaran digunakan mencatat pelajaran yang mungkin dapat dilakukan oleh
murid di luar jam sekolah atau memperbanyak bahan tersebut, taiau di toko
buku bahan yang diperlukan tidak ada. Cara pemanfaatan waktu seperti kami
kemukakan di atas adalah bentuk inefisiensi penggunaan waktu.

Efisiensi tidak hanya menyangkut penggunaan waktu secara tepat melainkan


juga menyangkut masalah pendayagunaan tenaga secara optimal. Kami
beranggapan bahwa tenaga manusia tidak dimanfaatkan secara optimal kalau
dia harus belajar dan bekerja tanpa dan perhatian yang penuh. Murid-murid
adalah manusia-manusia yang mengenal kelelahan dan batas perhatian. Kalau
kita memaksakan murid-murid untuk belajar di luar perhatian dan kemampuan
tenaganya akan berakibatkan penghamburan tenaga dan waktu. Karena itu di
dalam menetapkan jumlah jam dan lamanya setiap pelajaran yang diberikan
harus diukur dari sudut tingkat kemampuan, tenaga, luas dan lama perhatian
yang dapat diharapkan dari seorang siswa. Melupakan kedua prinsip efisiensi
tersebut akan mengakibatkan hasil belajar anak-anak kurang memuaskan. Atau
dengan kata lain proses belajar yang dilakukan siswa tidak berjalan secara
efektip.

123
Atas dasar prinsip efisiensi dan efektivitas inilah kurikulum 1975 memilih
jumlah jam pelajaran selama seminggu 36 jam dan bukan 42 jam, karena
pertimbangan bahwa para siswa dapat dituntut untuk bekerja lebih keras pada
setiap jam yang teredia dengan tetap memberikan kesempatan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih santai pada saat-saat tertentu. Oleh
karena itu kegiatan-kegiatan belajar yang sifatnya wajib dan akademis
ditekankan pada hari Senin sampai dengan Jum'at sedangkan kegiatan-kegiatan
pada hari Sabtu sifatnya pilihan wajib, ekspresif dan rekreatif.

Atas dasar prinsip ini juga disarankan agar setiap pelajaran hendaknya tidak
diberikan dalam 1 jam pelajaran saja untuk satu minggu melainkan antara 2
jam dan sebanyak-banyaknya 3 jam pada setiap pertemuan. Sistem semester
masih tetap digunakan tetapi dengan suatu pengertian yang akan menuntut guru
untuk secara sistematis dan berencana menyusun kegiatan-kegiatan belajar-
mengajar dalam satuan-satuan semester secara bulat. Bentuk usaha yang
dilaksanakan adalah agar waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh murid dan guru bagi kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang
efisien dan efektip. Prinsip ini juga akan mempengaruhi penyusunan jadwal
pelajaran setiap minggunya.

3. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan. Seperti telah kami singgung di atas,


waktu para siswa berada dalam lingkungan sekolah hanyalah sekitar
seperempat dari pada waktu yang dimiliki siswa selama 24 jam, Ini berarti
bahwa proses perkembangan siswa kea rah kedewasaannya tidak dapat
sepenuhnya digunakan kepada sekolah semata-mata. Namun demikian kami
menyadari bahwa sekolah adalah tempat yang paling strategis untuk
pembinaan nilai dan sikap, ketrampilan dan kecerdasan yang berguna bagi
masyarakat, negara dan bangsa.

Atas dasar pertimbangan di atas waktu yang terbatas harus benar-benar


dimanfaatkan bagi pembinaan murid untuk hal-hal tersebut di atas, terutama
untuk kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang tidak mungkin dilakukan dan
diperoleh di luar sekolah. Dalam konteks yang demikian kami melihat

124
kenyataan bahan-bahan pelajaran makin tahun makin bertambah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan masyarakat, Karena itu
memilih kegiatan-kegiatan dan pengalaman-pengalaman belajar yang
fungsionil dan efektip memerlukan kriteria. Untuk itulah kami menggunakan
suatu prinsip kerja atau pendekatan dengan berorientasi pada tujuan. Ini berarti
bahwa sebelum menentukan jam dan bahan pelajaran terlebih dahulu akan
ditetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh para siswa dengan jalan
mempelajari sesuatu bidang pelaiaran (studi) Proses identifikasi dan perumusan
tujuan ini berlangsung dari tingkatan yang paling umum, seperti dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam bentuk tujuan-tujuan
institutionil, sampai pada tujuan-tujuan instruksionil khusus yang akan
memberi arah kepada pemilihan bahan dan kegiatan belajar untuk setiap satuan
pelajaran yang terkecil.

Dengan prinsip ini dimaksudkan agar setiap jam dan kegiatan pelajaran yang
dilakukan oleh siswa dan guru benar-benar terarah pada tercapainya tujuan-
tujuan pendidikan.

4. Prinsip Kontinuitas. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyatakan


bahwa pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup. Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah (Pertama dan Atas) adalah sekolah-sekolah
umum yang masing-masing fungsinya dinyatakan dalam tujuan-tujuan
institusionil. Namun demikian satu dengan yang lain berhubungan secara
hirarkis. Karena itu dalam menyusun, kurikulum ketiga sekolah tersebut selalu
diingat hubungan hirarkis yang fungsionil.

Pendidikan Dasar disusun agar lulusannya, di samping siap untuk berkembang


menjadi anggota masyarakat juga siap untuk mengikuti Pendidikan Menengah
tingkat Pertama, demikian juga dengan Sekolah Menengah tingkat Pertama di
samping memiliki bekal ketrampilan untuk memasuki masyarakat kerja, juga
harus siap memasuki pendidikan yang lebih tinggi. Hubungan fungsionil
hirarkis ini harus diingat dalam menyusun program-program pengajaran dari
ketiga sekolah tersebut. Kalau tidak dapat terjadi pengurangan yang

125
membosankan atau pemberian pelajaran yang sukar ditangkap dan dikunyah
oleh para siswa karerra mereka tidak memiliki dasar yang kokoh.

Bagi suatu bidang pelajaran yang menganut pendekatan spiral, seperti pelajaran
sejarah atau kewargaan negara, perluasan dan pendalaman sesuatu pokok
bahasan dari tingkat pendidikan satu ke tingkat berikutnya harus disusun secara
berencana dan sistimatis.

Garis-garis Besar Program Pengajaran yang disusun setiap bidang studi


dikerjakan secara integral dengan maksud agar jelas perbedaan antara pokok
bahasan, yang kelihatannya sama, yang diberikan di SD dengan di SMP.

Para pelaksana (terutama guru) diharapkan untuk memahami hubungan yang


fungsionil hirarkis antara pelajaran yang di SD dengan SMP, antara satu
semester dengan semester berikutnya, dan bahkan antara satuan pelajaran satu
bulan dengan bulan berikutnya. Pelaksanaan prinsip ini mengharuskan kita
untuk memahami hubungan secara hirarkis antara satuan-satuan pelajaran.

5. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Garis-garis Besar Haluan Negara


(GBHN) menganut pendidikan prinsip pendidikan seumur hidup. Ini berarti
bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan untuk selalu berkembang
sepanjang hidupnya dan di lain pihak masyarakat dan pemerintah diharapkan
dapat menciptakan situasi yang menantang untuk belajar.

Prinsip ini mengandung makna, bahwa masa sekolah bukan satu-satunya masa
bagi setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari waktu belajar
yang akan berlangsung sepanjang hidup. Namun demikian kita menyadari
lahwa sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis bagi pemerintah
dan masyarakat untuk membina generasi muda dalam menghadapi masa
depannya. Bagi pemudapun usia sekolah adalah usia yang khusus
diperuntukkan bagi kegiatan belajar.

Dengan berprinsip kepada pendirian ini tugas sekolah tidak hanya membina
pengetahuan dan kecakapan yang berguna untuk dimanfaatkan secara langsung

126
setelah mereka lulus, melainkan juga menyiapkan sikap dan nilai serta
kemampuan untuk belajar terus bagi perkembangan pribadinya.

Masyarakat belajar yang dicita-citakan akan terjadi bila generasi pengisi


masyarakat tersebut bergairah untuk belajar dan masyarakatnya menantang
para warganya untuk belajar.

SISTEMATIK KURIKULUM 1975

Yang dimaksud dengan kurikulum SMA 1975 oleh Keputusan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan adalah serangkaian ketentuan dan pedoman yang
meliputi unsur-unsur berikut:

1) Tujuan-tujuan Institusionil SMA,

2) Struktur Program Kurikulum,

3) Garis-garis Besar Program Pengajaran,

4) Sistem Penyajian yang Menggunakan Pendekatan PPSI (Prosedur


Pengembangan Sistem Instruksionil),

5) Sistem Penilaian,

6) Sistem Bimbingan dan Penyuluhan, dan

7) Supervisi dan Administrasi.

Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa seseorang belum dapat disebut


memahami kurikulum 1975 apabila baru mempelajari tujuan-tujuan
institusionilnya saja atau Garis-garis Besar Program Pengajaran, melainkan harus
kesemuanya unsur tersebut. Karena kesemuanya unsur tersebut akan memberikan
warna pada kurikulum 1975 sebagai sistem pengajaran.

Berikut ini akan kami jelaskan kedudukan masing-masing unsur tersebut di atas
sebagai bagian integral dari pada sistematik kurikulum 1975.

Tujuan-tujuan Institusionil:

Di dalam Keputusan-keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang


Kurikulum SMP/SMA tahun 1975 telah digariskan Tujuan Umum dan Tujuan

127
Khusus dari pada pendidikan di SMP/SMA. Tujuan-tujuan tersebut pada pasal 4
adalah tujuan pendidikan yang secara melembaga harus dicapai oleh program
pendidikan pada masing-masing sekolah. Karena itu tujuan-tujuan pendidikan
pada tarap ini disebut tujuan institusionil.

Sebagai satu kesatuan sistem, segala kegiatan belajar baik yang sifatnya akademis,
ketrampilan, maupun pembinaan moral Pancasila telah disusun dan direncanakan
untuk mencapai tujuan-tujuan seperti termaksud dalam rumusan tujuan
institusionil.

Karena itu setiap guru dan pelaksana pendidikan untuk setiap tingkatan
pendidikan, harus memahami dan mendalami makna dari tujuan-tujuan tersebut.
Tujuan-tujuan itu sendiri pada hakekatnya adalah penjabaran dari pada tujuan-
tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan di dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara. Tanpa pemahaman yang mendalam akan makna tujuan-tujuan
pada tingkatan ini akan memungkinkan terjadinya suatu ketidak serasian antara
kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang kita rencanakan dengan tujuan-tujuan
yang harus dicapai.

Penjabaran tujuan dan arah pendidikan nasional ke dalam tujuan-tujuan


institusionil adalah bentuk usaha agar tujuan umum pendidikan nasional benar-
benar menjadi pedoman di dalam menyusun program-program kegiatan belajar-
mengajar pada setiap lembaga pendidikan nasional. Tujuan-tujuin inititusionil
tersebut di dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan disusun dalam
bentuk dua rumusan. Rumusan bersifat umum yang menggambarkan kualifikasi
umum seorang lulusan setiap lembaga pendidikan. Rumusan umum ini disebut di
dalam Keputusan tersebut sebagai tujuan umum.

Tujuan umum ini kemudian dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus
yang menggambarkan kualifikasi yang harus dimiliki oleh para lulusan dalam hal
pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya untuk berbagai bidang pelajaran. Dengan
demikian akan mudahlah bagi kita untuk menyusun program-program pengajaran
yang lebih khusus. Dengan itu pula kita akan mudah menyusun alat penilaian

128
untuk mengukur sampai berapa jauh rencana tentang kualifikasi lulusan sebuah
sekolah telah tercapai.

Di dalam tujuan-tujuan khusus ini secara umum digambarkan pengetahuan yang


hendaknya dikuasai oleh murid dalam bidang kewargaanegara, kesehatan
pengetahuan dan ketrampilan harus dikuasai dan sikapnya yang harus telah
mempribadi.

Sebelum mengakhiri penjelasan kami tentang tujuan insitusionil, kiranya perlu


kami tegaskan di sini bahwa tujuan tersebut melukiskan ketrampilan, pengetahuan
dan sikap yang hendaknya dimiliki dan dikuasai setelah menyelesaikan program-
program yang diselenggarakan pada sekolah tersebut.

Dengan jelasnya tujuan-tujuan yang secara institusionil harus dikuasai itu,


mudahlah kiranya bagi kita untuk memahami struktur program kurikulum yang
akan dijelaskan pada bagian berikut ini.

Struktur Program Kurikulum:

Kerangka umum dari program-program pengajaran yang akan diberikan pada


setiap sekolah dapat dipelajari pada Struktur Program, (Lihat pasal Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 008-d/U/l975). Pada bagian ini dapat
dipelajari :

1) Jenis-jenis progam pengajaran yang akan diselenggarakan di SMP/SMA,

2) Perbandingan alokasi yang diberikan kepada masing-masing jenis program


pengajaran jam pelajaran yang disediakan untuk setiap minggu.

3) Alokasi jam pelajaran untuk setiap bidang-studi dari tingkatan-tingkatan,

4) Jenis-jenis bidang studi yang.diselenggarakan.

Dengan mempelajari ini guru pemegang mata pelajaran akan mengetahui:

1) Kedudukan mata pelajaran / bidang pelajaran (bidang studi) yang dipegangnya


dalam program-program setiap jurusan,

2) Lamanya pelajaran tersebut diberikan,

129
3) Waktu yang disediakan untuk menyelenggarakan program pelajaran tersebut
pada setiap minggu semester.

Dengan pengetahuan ini setiap guru dapat secepatnya memperkirakan strategi


yang harus disusun dalam penyelenggaraan program yang harus dilaksanakan.

Garis-garis Besar Program Pengajaran:

Bidang studi yang telah ditentukan jumlah jam yang disediakan untuk tiap minggu
lamanya bidang tersebut diberikan, seperti tertulis pada struktur program, pada
bagian ini secara terperinci dijelaskan :

l) Tujuan yang harus dicapai setelah mgngikuti program pengajaran yang


bersangkutan selama masa pendidikan di SMP/SMA dalam bentuk rumusan
tujuan-tujuan kurikuler,

2) Tujuan-tujuan yang hendaknya dicapai dalam setiap satuan pelajaran (baik


semester atau tahunan) dalam bentuk tujuan instruksionil umum.

3) Pokok-pokok bahasan yang harus dikembangkan untuk dijadikan bahan


pelajaran bagi para siswa agar mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan,

4) Urutan penyampaian bahan-bahan pelajaran tersebut dari tahun pelajaran satu


ke tahun pelajaran berikutnya dan dari semester ke satu semester berikutnya.

Di dalam mempelajari bagian ini harus diingat bahwa kedudukan tujuan-tujuan


dan bahan-bahan adalah untuk mencapai tujuan jelas sasarannya (dalam bentuk
rumusan tujuan instruksionil yang lebih khusus), perincian pokok-pokok bahasan,
alat-alat pelajaran yang harus disediakan dan digunakan, cuta mengajar dan
belajar yang harus ditempuh, lamanya pelajaran itu diadakan, alat evaluasi yang
perlu disusun untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pada siswa.

Proses pengembangan pokok bahasan yang diambil dari bagian Garis-garis Besar
Program Pengajaran ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik dan
pendekatan Sistem Instruksionil yang kemudian dikenal dengan PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem lnstruksionil).

130
Sistem Penyajian:

Dalam rangka melaksanakan prinsip efisiensi dan efektivitas diperlukan suatu


sistem yang menjamin bahwa waktu yang tersedia dimanfaatkan secara berencana
bagi kegiatan belajar dan mengajar yang fungsionil untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan.

Prosedur Pengembangan Sistem Instruksionil berlandaskan kepada pandangan


bahwa proses belajar-mengajar itu sebagai suatu system yang senantiasa harus
diarahkan pada pencapaian tujuan. Tujuan di sini harus jelas, spesifik, dapat
diukur dan dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau tingkah laku siswa.
Dengan tujuan yang jelas akan mudah kita menyusun alat evaluasinya, akan
mudah kita menyusun materi pelajarannya dan akan mudah kita menyusun proses
kegiatan belajar-mengajar yang sintetis.

Dengan sistem pengajaran melalui PPSI akan terealisirlah gagasan pembaharuan


dalam proses belajar-mengajar yang perlu diikuti oleh guru-guru.

Untuk memudahkan pelaksanaan kurikulum 1975 dalam seri buku kurikulum ini
dilengkapi dengan contoh-contoh konkrit tentang cara penyusunan proses
pengajaran di kelas, yang dinamakan Model Satuan Pelajaran. Dengan Model
Satuan Pelajaran sebagai contoh konkrit guru diwajibkan untuk selalu menyusun
persiapan dalam program satuan-satuan pelajaran sepanjang tahun ia mengejar
dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar tersebut di kelas.

Kerangka Model Satuan Pelajaran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bidang Studi (apa?)


2. Mata Pelajaran/Sub Bidang Studi (apa?)
3. Pokok Bahasan (mengenai apa?)
4. Kelas (berapa?)
5. Semester (ke berapa?)
6. Waktu (berapa jam pelajaran? .. yaitu 2 atau
lebih)

131
I. Petunjuk Umum:

1. Introduksi mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan melalui satuan


pelajaran yang bersangkutan.

2. Prasyarat, yaitu kernarnpuan yang diperlukan untuk seterusnya.

II. Tujuan Instruksionil (Khusus):

Tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dalam bentuk rumusan tingkah laku yang
seperasionil dan spesifik diukur dalarn rangka evaluasi.

III. Materi Pelajaran:

Pokok-pokok bahan pelajaran yang akan diberikan dalam rangka mencapai


tujuan-tujuan instruksionil yang telah dirumuskan.

IV. Kegiatan Belajar-Mengajar:

Rumusan mengenai pendekatan pengajaran yang digunakan dan langkah-


langkah yang dilakukan oleh guru serta kegiatan-kegiatan yang diharapkan
dari siswa dalam setiap langkah proses pengajaran.

V. Alat-alat Pelajaran:

Rumusan alat-alat bantu pengajaran dan sumber bahan yang dipergunakan


dalam memberikan pelajaran.

VI. Evaluasi atau Penilaian:

Rumusan mengenai prosedur yang ditempuh dalam mengevaluasi hasil


belajar siswa yang disertai pula dengan penjelasan mengenai jenis test yang
dipakai. Alat evaluasi yang digunakan dalam satuan pelajaran yang
bersangkutan disertai dengan pedoman penggunaannya (hendaklah
dilampirkan).

Sistem Evaluasi SMP/SMA:

Kurikulum 1975 ini akan mengubah pandangan lama tentang system penilaian
dalam hal mana pelaksanaan penilaian hanya dapat diadakan pada akhir semester

132
atau akhir tahun.. dangan lama tentang sistem penilaian dalam hal mana
pelaksanaan penilaian hanya dapat

Dengan mengimplementasikan PPSI, dengan sendirinya guru-guru dituntut untuk


melaksanakan pada setiap akhir sesuatu satuan pelajaran. Dengan kata lain
evaluasi diadakan terus menerus dan diselenggarakan secara menyeluruh dalam
arti seluruh aspek tingkah laku siswa dinilai.

3. KURIKULUM SMA - 1975

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh di bawah ini diberikan
ikhtisar Buku Kurikulum SMP/SMA 1975 sebagai:

BUKU I: KETENTUAN-KETENTUAN POKOK

A. Pengantar

B. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 008-E/U/1975, 17


Januari 1975

C. Penjelasan Umum

BUKU II: GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

A. Bidang Studi: pendidikan Agama


l. Islam
2. Kristen-Protestan
3. Katolik
4. Budha
5. Hindu
B. Bidang Studi Pendidikan Moral Pancasila.
C. Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
D. Bidang Studi Bahasa
l. Bahasa Indonesia
2. Bahasa Inggeris
3. Bahasa Asing lainnya
E. Bidang Studi Olahraga dan Kesehatan
F. Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
G. Bidang Studi Matematika
H. Bidang Studi Kesenian
1. Seni Tari
2. Seni Rupa

133
3. Seni Musik
4. Seni Drama
I. Bidang Studi Ketrampilan
l. Jasa
2. Teknik
3. Kerajinan
4. Pendidikan Kesejahteraen Keluarga
5. Pertanian
6. Maritim
BUKU III: PEDOMAN PELAKSANAAN KURIKULUM
A. Pedoman Khusus dan Model Satuan Pelajaran
B. Pedoman Penilaian
C. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan
D. Pedoman Administrasi dan Supervisi.

134
KURIKULUM 1984

PENGANTAR

Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983 tentang


Garis-garis Besar Haluan Negara yang dilandasi oleh Pancasila dan undang-
undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa sistem pendidikan perlu disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis
keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan kreativitas, mutu,
dan efisiensi kerja. Penyesuaian itu dilakukan antara lain melalui perbaikan
kurikulum sekolah sebagai salah satu di antara berbagai upaya Perbaikan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Perbaikan kurikuium diadakan sebagai akibat perkembangan sistem pendidikan


nasional dalam kerangka memenuhi tuntutan pembangunan nasional. Pengalaman
dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengembangan
pendidikan, hasil penilaian kurikulum maupun keadaan pendidikan di negara-
negara lain, memperkuat tuntutan dan upaya untuk mengadakan perbaikan
kurikulum. Perbaikan kurikulum khususnya dan penyelenggaraan pendidikan di
sekoiah pada umumnya diharapkan dapat meningkatkan mutu kecerdasan bangsa
seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Berdasarkan pertimbangan ini, saya menerbitkan Keputusan Nomor 0461/U/1983


tentang perbaikan Kurikulum pendidikan Dasar dan Menengah dalam lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Keputusan Nomor 0209/u/1984
tentang Perbaikan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas. Perbaikan
kurikulum ini diharapkan memberi peluang yang lebih besar kepada anak didik
untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya serta lebih mampu memenuhi keanekaragaman kebutuhan
masyarakat, terutama lapangan kerja.

135
Dengan perkataan lain, salah satu ciri yang dimiliki oleh kurikulum yang baru ini
adalah adanya keluwesan dalam progam kurikulum. Pada Sekolah Menengah
umum Tingkat Atas (SMA), dengan diterapkannya asas keluwesan, tidak akan ada
lagi jurusan-jurusan yang terpisah secara Ketat. Pemisahan jurusan-jurusan secara
ketat mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan guru, ruang, dan fasilitas,
penyaluran anak didik yang terlalu dini dan mengikat, serta kemungkinan pilihan
program belajar yang terlalu terbatas. Kurikulum yang baru memberikan
kemungkinan kepada Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas untuk mengadakan
berbagai program belajar. Melalui cara ini, sekolah tidak hanya menyiapkan
siswa-siswa yang memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikannya di
perguruan tinggi, melainkan juga menyiapkan mereka yang mempunyai bakat dan
minat untuk mendapatkan pendidikan tambahan jenis lain ataupun untuk
memasuki lapangan kerja.

Sehubungan dengan itu, kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas yang
baru ini mencakup Program Inti yang wajib bagi semua siswa dan Program
Khusus atau Pilihan yang disesuaikan dengan bakat dan minat siswa serta
kebutuhan lingkungan Ini mengandung arti bahwa disamping adanya program
belajar yang dirancang secara terpusat diberi kan pula kemungkinan kepada
daerah atau sekolah untuk merancang program-program tertentu yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing daerah. Upaya pengembangan Kurikulum ini
diadakan secara bertahap dalam arti meskipun kurikulum yang baru ini mulai
dilaksanakan pada tahun ajaran 1984/1985, upaya pemantapan tetap diadakan
secara terus menerus. Ini penting, mengingat Kurikulum harus selalu disesuaikan
dengan tahap pembangunan nasional melalui penyempurnaan isi, bentuk, dan cara
penyajiannya.

Buku ini disusun untuk menyajikan landasan, program, dan pengembangan


Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, sebagai penyebaran
lebih lanjut dari isi keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0461/u/l983. tentang Perbaikan Kurikulum Sekolah Menengah Umum
Tiagkat.Atas. Dalam buku ini dapat diperoleh gambaran tentang latar belakang,

136
tujuan dan lingkup program pendidikan, pokok-pokok pelaksaaan kurikulum serta
pentahapan pelaksanaannya. Uraian yang lebih terperinci mengenai program-
program dan pokok-pokok pelaksanaan kurikulum dapat diikuti dalam petunjuk
pelaksanaan kurikulum, yang disusun secara terpisah.

Demikianlah buku ini diterbitkan untuk disebarluaskaan ke seluruh sekolah agar


kurikulum yang baru ini dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dengan
memanfaatkan segala sumber yang tersedia, baik di dalam maupun di luar
sekolah. [Jakarta, 2 Mei 1984]

KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH UMUM TINGKAT ATAS

MENIMBANG:

a. bahwa sistem pendidikan menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat


Republik Indonesia Nomor IIIMPR/1983 perlu disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan
keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan kreativitas, mutu dan
efisiensi kerja;

b. bahwa penyesuaian tersebut pada sub a dilakukan antara lain melalui perbaikan
kurikulum sekolah sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah;

c. bahwa hasil penilaian kurikulum 1975/1976/1977 yang telah diadakan


menunjukkan bahwa ada beberapa unsur baru dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara 1983 yang belum tertampung masih terdapat kesenjangan antara
progam kurikulum dan pelaksanaan di sekolah, serta masih terdapat
kesenjangan antara Program kurikulum dan kebutuhan di lapangan kerja, serta
masih terdapat ketidak sesuaian materi kurikulum dalam berbagai bidang studi
pada sekolah tertentu dengan kemampuan belajar para anak didik yang
bersangkutan;

d. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

MEMUTUSKAN:

137
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBATKAN
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH IJMUM TINGKAT
ATAS, yang selanjutnya disebut Kurikulum 1984 SMA.

Bab I: Umum

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan:

a. Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas untuk selanjutnya disingkat SMA


adalah Lembaga Pendidikan Menengah Umum Tingkat Atas yang merupakan
lanjutan dari Sekolah lanjutan Umum Tingkat Pertama (SMP);

b. Program Inti, adalah perangkat mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua
siswa;

c. Program Khusus (Pilihan), adalah perangkat mata pelajaran yang dapat dipilih
atas dasar perbedaan bakat, minat, dan tujuan belajar perorangan serta
kebutuhan lingkungan;

d. Program Khusus A, adalah program yang terutama diadakan untuk memberi


bekal kemampuan yang diperlukan siswa untuk melanjutkan pendidikan di
perguruan tinggi, terutama di universitas dan institut;

e. Program Khusus B, adalah program yang terutama diadakan untuk memberi


bekal kemampuan bagi siswa yang akan langsung bekerja sesudah tamat SMA
maupun yang akan melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi akademi,
politeknik, dan pendidikan lainnya yang setingkat;

f. Semester, adalah satuan waktu pemberian pelajaran yang berlangsung selama


120 (seratus dua puluh) hari belajar efektif;

g. Kegiatan Intrakurikuler, adalah kegiatan yang dilakukan di setolir yang


penjatahan waktunya telah ditetapkan dalam struktur program dan
dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal dalam masing-masing mata
Pelajaran;

138
h. Kegiatan Kokurikuler, adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk
waktu libur), yang dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah, dengan tujuan
untuk memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan anlara berbagai
jenis pengetahuan, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya
pembinaan manusia seutuhnya;

j. Kredit, adalah ukuran satuan beban siswa yang ditentukan oleh jam pelajaran
tatap muka dan pekerjaan rumah per minggu per semester;

k. Bimbingan Karier, adalah upaya pemberian pedoman dalam kegiatan belajar


mengajar yang dikaitkan dengan tuntutan memasuki kehidupan, tata hidup, dan
kejadian di dalam kefudupan serta untuk mempersiapkan peralihan dari
kehidupan di sekolah ke dunia kerja.

Bab II: Dasar Dan Tujuan Pendidikan SMA

Pasal 2

(1) Pendidikan SMA berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

(2) Tujuan umum pendidikan SMA diadakan untuk menunjang tercapainya


tujuan Pendidikan Nasional.

Pasal 3

Tujuan Pendidikan SMA dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. mendidik para siswa untuk menjadi manusia pembangunan sebagai warga


negara lndonesia yang berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945;

b. memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi, terutama di universitas dan institut;

c. memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan
pendidikan di sekolah tinggi, akademi, politeknik, program diploma atau
program lainnya yang setingkat;

139
d. memberi bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah
menyelesaikan pendidikannya

Bab III: Program SMA

Pasal 4

(1) Pendidikan di SMA berlangsung selama 3 (tiga) tahun yang terdiri dari kelas
I, II, dan III.

(2) Setiap I (satu) tahun pelajaran terbagi menjadi 2 (dua) semester, sehingga
pendidikan di SMA berlangsung dari semester I (satu) sampai dengan 6
(enam).

Pasal 5

Program kurikulum SMA terdiri dari:

a. Program Inti;

b. Program Khusus (Pilihan).

Pasal 6

(1) Program Inti diadakan dalam rangka:

l. memenuhi tujuan SMA sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 3.

2. mewujudkan upaya peletakan dasar-dasar persatuan dan kesatuan antar


siswa;

3. mengacu pada kepentingan pencapaian tujuan pendidikan nasional,


perubahan masyarakat dalam rangka perkembangan sains dan teknologi,
serta penguasaan pengetahuan minimal bagi semua siswa.

(2) Progam Inti mencakup 60% (enam puluh persen) dari keseluruhan program di
SMA.

(3) Program Inti terdiri dari 15 (lima belas) Mata Pelajaran yang isinya wajib
dikuasai oleh semua siswa.

140
Pasal 7

(1) Progam Khusus (Pilihan) terdiri dari:

a. Progam A;

b. Program B.

(2) Siswa dapat memilih Program A dan B atas dasar kemampuan dan minat
yang bersangkutan.

(3) Program Khusus (Pilihan) mencakup 40% (empat puluh persen) dari
keseluruhan program.di SMA.

Pasal 8

(l) Program A disajikan dalam bentuk program-program yang disesuaikan


dengan kepentingan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

a. Progam Ilmu-ilmu Fisik;

b. Program llmu-ilmu Biologi;

c. Program Ilmu-ilmu Sosial;

d. Program Pengetahuan Budaya (termasuk pengetahuan Agama).

(2) Setiap siswa dapat memilih salah satu di antara program yang terdapat
pada ayat (l) sesuai dengan kemampuan dan minat siswa yang
bersangkutan.

(3) Masing-masing program tersebut pada ayat (l) mencakup 40% (empat
puluh persen) dari keseluruhan program di SMA. Yang isinya terdiri dari
sejumlah mata pelajaran yang sesuai.

Pasal 9

(1) Program B, disajikan dalam bentuk program-program yang disesuaikan


bidang-bidang kehidupan yang ada di masyarakat, yaitu:

a. Program-program di bidang Teknologi Industri;

b. Program-progam di bidang Komputer;

141
c. Program-program di bidang pertanian dan Kehutanan;

d. Program-program di bidang Jasa;

e. Program-program di bidang Kesejahteraan Keluarga;

f. Program-program di bidang Maritim;

g. Program-program di bidang Budaya;

h. Program-program di bidang pengetahuan Agama;

i. Program-progam di bidang lain sesuai dengan kebutuhan.

(2) Setiap siswa dapat memilih salah satu di antara program-program dalam
setiap bidang yang terdapat pada pasal 9 ayat (l) sesuai dengan
kemampuan dan minat siswa yang bersangkutan;

Pasal 10

Unsur-unsur baru seperti Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup,


Wawasan Nusantara, Wiraswasta, Gizi, Pendidikan Lalu lintas, Pembangunan
Desa, Pendidikan Politik, dan Pendidikan Bela Negara dimasukkan ke dalam mata
pelajaran yang sesuai.

Pasal 11

Penyajian mata pelajaran dan penjatahan waktu, baik pada Program lnti maupun
pada Program Khusus (Pilihan) dari semester 1 sampai dengan 6 ditetapkan dalam
struktur program.

BAB IV: POKOK-POKOK PELAKSANAAN KURIKULUM

Pasal 1 2

(l) Program Kurikulum 1984 SMA dilakukan melalui Kegiatan lntrakurikuler,


Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler baik dalam Program Inti maupun
Program Khusus (Pilihan).

(2) Kegiatan Intrakurikuler dilakukan di sekolah yang penjatahan waktunya


telah ditentukan dalam struktur program.

142
(3) Kegiatan Kokurikuler dilakukan di luar jam pelajaran biasa secara teratur
dan hasilnya ikut menentukan dalam pemberian nilai bagi para siswa
untuk setiap mata pelajaran.

(4) Kegiatan Ekstrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran biasa dalam


waktu-waktu tertentu dan diberi nilai tersendiri.

Pasal 13

(l) Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pendidikan Kurikulum
1984 SMA menerapkan sistem kredit. Secara umum satu kredit diartikan
dengan 1 (satu) jam pelajaran tatap muka ditambah 1/2 (setengah) jam
pelajaran pekerjaan rumah per minggu per semester.

(2) Setiap siswa yang berhasil menamatkan SMA telah menyelesaikan


minimal 222 (dua ratus dua puluh dua) kredit, yang terdiri dari:

1. Program Inti 134 (seratus tiga puluh empat) kredit:

2. Prolram Khusus (Pilihan) 88 (delapan puluh delapan) kredit

Pasal 14

(1) Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian


antara cara seseorang belajar dan apa yang dipelajarinya.

(2) Penilaian dilakukhn secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk


keperluan peningkatan proses dan hasil belajar serta pengelolaan Program.

Pasal l5

(l) Dalam rangka memilih Program-program Khusus (Pilihan) bagi setiap


siswa dalam Kurikulum 1984 SMA dilaksanakan program Bimbingan
Karier.

(2) Program Bimbingan Karier tersebut pada ayat (1), dilaksanakan untuk
membantu siswa dalam:

a. memahami dirinya;

b. memahami lingkungan/dunia kerja dalam tata hidup tertentu;

143
c. mengembangkan rencana dan kemampuan untuk mengambil
keputusan tentang masa depannya.

BAB V: PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN KURIKULUM

Pasal 16

(l) Pengembangan kurikulum dilakukan secara bertahap dan terus menerus.

(2) Pengembangan Program inti dan Program A diadakan berdasarkan


pedoman dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dijabarkan lebih
lanjut oleh Direkrur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan sesuai
dengan bidang tugasnya masin-masing.

(3) Pengembangan Program B diadakan berdasarkan pedoman dari Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan yang dijabarkan lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kepala Badan Penelitian
dan- Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing atau Kepaia Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan atau Kepala Sekolah sesuai dengan cirri
keadaan daerah masing-masing.

Pasal 17

Kurikulum 1984 SMA sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini, dilaksanakan


secara bertahap mulai tahun ajaran 1984/1985 dengan ketentuan sebagai berikut:

a. tahun ajaran 1984/1985 dilaksanakan di kelas I;

b. tahun ajaran 1985/1986 dilaksanakan di kelas I dan kelas II;

c. tahun ajaran 1986/1987 dan seterusnya dilaksanakan di kelas I, kelas II,


dan kelas III.

144
Pasal 18

Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum 1984 Sekolah Menengah


Umum Tingkat Atas (SMA) adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran
Keputusan ini.

BAB VI: PENUTUP

Pasal 19

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan tersendiri.

Pasal 20

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1984. MENTERI PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN, PROF. DR. NUGROHO NOTOSUSANTO

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN

TANGGAL 2 MEI 1984 No 0209/U/1984 TENTANG LANDASAN,


PROGRAM, DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1984 SEKOLAH
MENENGAH UMUM TINGKAT ATAS (SMA)

BAB I: PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dari penilaian kurikulum telah ditemukan masalah masalah dasar dalam bidang
kurikulum sebagai berikut:

1. Adanya beberapa unsur baru dalam GBHN 1983 yang perlu ditampung dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

2. Masih terdapatnya kesenjangan antara program kurikulum dengan kebutuhan-


kebutuhan lapangan kerja dan pendidikan tinggi.

3. Belum sesuainya kurikulum berbagai bidang/mata pelajaran dengan taraf


kemampuan belajar siswa.

145
4. Adanya kelemahan-kelemahan isi kurikulum dalam berbagai bidang/mata
pelajar di berbagai jenis/jenjang pendidikan, antara lain terlalu saratnya isi
kurikulun yang harus diajarkan.

5. Adanya kesenjangan antara jumlah lulusan SMA yang tidak memenuhi


penyaratan untuk dapat melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi dan
jumlah keseluruhan lulusan SMA.

Di samping itu, dari penilaian kurikulum tersebut dapat pula disimpulkan adanya
kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaanya dilapangan.

Dalam menuju cita-cita pendidikan nasional kita yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor II/ MPR/ 1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara telah dirumuskan
tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, kecerdasan dan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti
memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah
air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan tanpa menumbuhkan manusia-manusia pembangunan berarti
memberikan kesempatan kepadanya untuk mewujudkan dirinya secara bermakna,
sehingga setiap individu, seyogyanya terwujud sebagai bagian dari
lingkungannya. Guna mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan
perlu disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan masyarakat sedang
membangun serta kemajuan ilmu dan teknologi.

Ditinjau dari segi pengembangan kurikulum, masalah-masalah dasar yang


dikemukakan di atas merupakan masalah kebijakan yang perlu diusahakan
pemecahannya dalam bentuk perbaikan kurikulum secara terus menerus. Hal ini
sejalan dengan kebijakan Departemen Pendidikandan Kebudayaan sebagaimana
tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0461/U/1983 tertanggal 22 Oktober l983 tentang Perbaikan Kurikulum
pendidikan Dasar dan Menengah khususnya pasal 2 dan 4 yang menyatakan
bahwa:

146
l. Perbaikan terhadap kurikulum mencakup:

a. peninjauan kembali dan perbaikan kurikulum secara menyeluruh melalui


pendekatan pengembangan dengan bertitik tolak pada :

1) pilihan kemampuan dasar, baik pengetahuan maupun keterampilan


yang perlu dikuasai dalam pembentukan kemampuan dan watak;

2) keterpaduan dan keserasian antara matra kognitif, psikomotorik dan


afektif;

3) penyesuaian tujuan dan struktur program dengan perkembangan


masyarakat, pembangunan maupun ilmu dan teknologi.

b. pelaksanaan Pendidikan sejarah perjuangan bangsa sebagai


bidang/program pendidikan yang berdiri sendiri, dari Taman Kanak-Kanak
sampai dengan Sekolah Menengah tingkat Atas, termasuk pendidikan luar
sekolah.

c. pengadaan program studi baru yang merupakan usaha memenuhi


kebutuhan perkembangan di lapangan kerja.

2. Upaya perbaikan kurikulum berlangsung secara bertahap dan terus-menerus


dengan bertitik tolak dan mengarah pada pemantapan usaha :

a. pengembangan kurikulum inti dan program khusus (pilihan) bagi


kepentingan kelompok-kelompok tertentu;

b. penerapan analisis sistem dalam penentuan bidang minat dan sasaran


kurikulum;

c. perwujudan azas keluwesan dalam isi kurikulum maupun pengelolaan


proses belajar-mengajar dalam kerangka pengembangan Intrakurikuler,
Kokurikuler dan Ekstrakurikuler;

d. kemungkinan penyesuaian dengan kecepatan belajar anak didik, secara


perorangan maupun kelompok;

147
e. pendekatan program kepada ketuntasan belajar dalam masing-masing
bagian maupun keseluruhan program kurikulum,

f. efisiensi proses belajar;

g. penerapan konsep berorientasi pada lapangan/bidang pekerjaan dalam


kurikulum pendidikan kejuruan;

h. pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan.

SMA merupakan salah satu sekolah yang kurikulumnya mengalami


penyempurnaan dan hasil penyempurnaan diberlakukan secara bertahap di seluruh
Indonesia mulai tahun ajaran 1984/1985.

B. TUJUAN UMUM SMA

Pertama, sebagaimana halnya yang berlaku bagi setiap lembaga pendidikan, SMA
bertujuan mendidik para siswa untuk menjadi manusia pembangunan sebagai
warga negara Indonesia yang berpedoman pada Pancasila.

Kedua, sebagai lembaga pendidikan umum pada tingkat menengah atas, SMA
bertujuan memberikan bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Ketiga, sehubungan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akan


tenaga kerja terampil tingkat menengah,.pendidikan di SMA bertujuan pula
memberikan bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah
menyelesaikan pendidikannya:

BAB II: LINGKUP PROGRAM SMA

A. PROGRAM INTI

Program Inti, yang wajib diikuti semua siswa, terutama dimaksudkan untuk
memenuhi tujuan/fungsi SMA yang pertama, yakni mendidik siswa menjadi
manusia pembangunan sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman pada
Pancasila, dan sekaligus merupakan perwujudan upaya untuk menempatkan siswa
dalam suasana kebersamaan.

148
Program Inti merupakan progam pendidikan yang wajib bagi semua siswa dengan
mengacu pada kepentingan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, perubahan
masyarakat dalam rangka perkembangan ilmu dan teknologi, serta penguasaan
pengetahuan minimal bagi semua siswa. Progam Inti untuk SMA mencakup
kurang dari program keseluruhan di SMA.

Program Inti dalam kurikulum SMA mencakup mata-mata pelajaran :

l. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Pancasila

3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa

4. Bahasa dan Sastra Indonesia

5. Ekonomi

6. Geografi

7. Pendidikan Jasmani dan Olahraga/Kesehatan

8. Pendidikan Seni

9. Pendidikan Keterampilan

10. Matematika

11. Biologi

12. Fisika

13. Kimia

14. Sejarah

15. Bahasa Inggris

Mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Sejarah


Perjuangan Bangsa diwajibkan selama 6 semester dengan jumlah waktu
seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran l2 jam pelajaran.

Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga diwajibkan selama 6 semester
dengan jumlah waktu seluruhnya 18 jam pelajaran.

149
Mata pelajaran Ekonomi yang berisi bahan pelajaran tentang ekonomi dengan titik
berat pada koperasi, di wajibkan minimal selama dua semester dengan jumlah
waktu seluruhnya 6 jam pelajaran.

Mata pelajaran Geografi, yang bahan pelajarannya dimulai dari Geografi


Indonesia dan dilanjutkan Geografi umum yang mencakup Geografi manusia dan
alam, diwajibkan minimal selama 4 semester dengan jumlah waktu seluruhnya
sepuluh jam pelajaran.

Pendidikan Jasmani dan Olahraga/Kesehatan, Pendidikan Seni dan Pendidikan


Keterampilan diwajibkan minimal selama 4 semester dengan jumlah waktu
seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran 12 jam pelajaran dengan catatan:

1. Didalam pendidikan Jasmani dan olahraga / Kesehatan, sesuai dengan


namanya, tercakup pula unsure pendidikan kesehatan.

2. Untuk Pendidikan Seni, setiap sekolah diwajibkan memberikan seni rupa


yang mencakup pelajaran menggambar mistar serta 1 cabang seni yang
lain atau lebih.

3. Pendidikan keterampilan lebih diarahkan pada usaha menumbuhkan minat


dan apresiasi terhadap pekerjaan yang menggunakan tangan, disamping
pembinaan keterampilan itu sendiri, melalui pelajaran Kerajinan dan
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga.

Mata Pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris masing-masing diwajibkan selama


1 atau 2 semester dengan jumlah waktu seluruhnya untuk masing-masing mata
pelajaran 6 jam pelajaran.

Mata Pelajaran Biologi, Fisika, Kimia dan Sejarah diwajibkan selama 1 atau 2
semester dengan jumlah waktu seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran 4
jam pelajaran, dengan catatan mata pelajaran Sejarah mencakup baik Sejarah
Dunia maupun sebagian Sejarah Indonesia yang materinya tidak mencakup dalam
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa.

Unsur-unsur baru seperti pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup,


wawasan nusantara, wirawasta, gizi, lalu lintas, pembangunan desa, pendidikan

150
politik, pendidikan bela negara, dan sebagainya, dimasukan kedalam mata
pelajaran yang sesuai.

B. PROGRAM KHUSUS (PILIHAN)

Program Khusus merupakan Program yang terutama dimaksudkan untuk


memenuhi tujuan / SMA yang kedua dan ketiga yaitu menyiapkan siswa yang
akan melanjutkan Pendidikan di Perguruan Tinggi dan yang akan terjun ke dunia
kerja.

Program ini diadakan dengan bertitik tolak pada perbedaan bakat dan minat
perorangan serta kebutuhan lingkungan. Program khusus untuk SMA mencakup
kurang lebih 40 persen dari program keseluruhan .

Program Khusus dari Kurikulum 1984 SMA terdiri dari 2 (dua) Jenis, yaitu
Program A dan Program B.

1. Program A

Program A adalah program yang terutama dimaksudkan untuk memenuhi tujuan /


SMA yang kedua yakni memberikan bekal kemampuan yang diperlukan untuk
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, khususnya Universitas / Institut.
Program A ini disajikan dalam bentukProgram-program yang disesuaikan dengan
persyaratan kelompok-kelompok program studi pada pendidikan tinggi. Ada 4
kelompok program studi pada pendidikan tinggi yang berlaku dewasa ini, yaitu
kelompok Ilmu-ilmu Fisik, Ilmu-ilmu Biologi, Ilmu-ilmu Psikososial, dan
Pengetahuan Budaya.

Sesuai dengan lingkup program pendidikan di SMA dimana Psikologi tidak


diajarkan, program – program yang tercakup dalam program A di SMA terdiri
dari:

a. Program Ilmu-Ilmu Fisik

b. Program Ilmu – Ilmu Biologi

c. Program Ilmu- Ilmu Sosial

d. Program Pengetahuan Budaya

151
Masing-masing program berisi mata pelajaran yang diperlukan untuk dapat
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dengan bobot sebagai berikut:

MATA

Bahasa Daerah/Bahasa Asing lain


PELAJARAN

Sosiologi dan Antropologi

Sejarah Budaya

Bahasa Inggris
Matematika
Tatanegara
PROGRAM
Ekonomi
Biologi
Kimia
Fisika

Sastra
Ilmu-ilmu Fisik 4 4 2 - - - - - 4 2 -
Ilmu-ilmu Biologi 3 4 4 - - - - - 4 2 -
Ilmu-ilmu Sosial - - - 4 3 3 - - 2 4 -
Pengetahuan Budaya - - - - 3 - 3 3 1 4 2

Program pengetahuan khusus mengenai program pengetahuan budaya, di


dalamnya tercakup pengetahuan agama.

Adapun kegunaan masing–masing program adalah sebagai berikut:

a. Program ilmu–ilmu fisik menyiapkan siswa yang akan melanjutkan


pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji baik
gejala-gejala alamiah yang menyangkut benda/ bahan tak hidup, seperti
fisika, kimia, elektronika, astronomi, geologi, dan sebagainya, maupun
bidang matematika.

b. Program ilmu–ilmu biologi menyiapkan siswa yang akan melanjutkan


pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji gejala-
gejala alamiah yang hidup, seperti pertanian, kedokteran, biologi, dan
sebagainya.

c. Program ilmu-ilmu sosial menyiapkan siswa yang akan melanjutkan


pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji

152
kehidupan sosial manusia seperti ilmu administrasi, ilmu ekonomi, ilmu
politik, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.

d. Program pengetahuan budaya menyiapkan siswa yang akan melanjutkan


pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji aspek–
aspek budaya, seperti hukum, pengetahuan agama (teologi), filsafat,
bahasa, sastra, sejarah, dan sebagainya.

Siswa- siswa yang telah memilih suatu program tertentu dapat mengambil
juga mata pelajaran yang lain, asal hal tersebut tidak mengganggu
kelancaran penyelesaian program pokoknya.

2. Program B

Program B disediakan sebagai sarana untuk menampung minat dan bakat siswa
untuk mendalami berbagai bidang kehidupan yang ada di masyarakat.Program ini
lebih diarahkan untuk mempersiapkan siswa- siswa yang akan langsung bekerja
sesudah tamat SMA maupun yang akan memasuki akademi, politeknik, program
diloma, dan sebagainya, sebelum bekerja.

Program B disajikan dalam bentuk program- program yang disesuaikan dengan


bidang-bidang kehidupan yang ada di masyarakat.Bidang- bidang kehidupan yang
dimaksud terdiri, antara lain, atas teknologi industri, pertanian dan kehutanan,
jasa, kesejahteraan keluarga, maritim, budaya, dan sebagainya.

Sehubungan dengan itu, program B di SMA mencakup program–program di


bidang teknologi industri computer pertanian dan kehutanan, jasa, kesejateraan
keluarga, maritim, budaya.Adapun kegunaan masing-masing program di atas
adalah sebagai berikut:

a. Program di bidang teknologi industri menyiapkan siswa yang memilih bidang


teknologi industri sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang
akan melanjutkan pendidikannya ke politeknik, akademi teknik, dan
sebagainya.

b. Program dibidang kegiatan menyiapkan siswa yang memilih bidang computer,


sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang melanjutkan

153
pendidikan ke akademi computer, program diploma bidang computer, dan
sebagainya.

c. Program di bidang pertanian dan kehutanan menyiapkan siswa yang memilih


bidang pertanian dan kehutanan, sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA
ataupun yang melanjutkan pendidikannya ke Akademi Pertanian, Kehutanan,
dan sebagainya.

d. Program dibidang Jasa menyiapkan siswa yang memilih bidang pelayan


sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan melanjutkan
pendidikannya ke Akademi Perdagangan, Akademi Pariwisata, Akademi
Sekretaris, dan sebagainya.

e. Program dibidang Kesejahteraan Keluarga menyiapkan siswa yang memilih


bidang kesejahteraan keluarga sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA
ataupun yang akan melanjutkan pendidikannya ke Akademi Gizi, Akademi
Kesejahteraan Keluarga, Dan sebagainya.

f. Program di bidang maritim menyiapkan siswa yang memilih bidang kelautan


sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akanmelanjutkan
pendidikannya ke Akademi Pelayaran, Perikanan Laut, dan sebagainya

g. Program di bidang Budaya menyiapkan siswa yang memilih bidang budaya


sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan melanjutkan
pendidikannya ke Akademi Bahasa, Akademi Teater, Akademi Seni Rupa, dan
sebagainya.

h. Program di bidang Pengetahuan Agama menyiapkan siswa yang memilih


bidang Agama sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan
melanjutkan pendidikannya ke program-program pendidikan agama yang
sederajat dengan akademi atau program diploma.

Contoh program-program yang tercakup dalam masing-masing bidang adalah


sebagai berikut:

154
Bidang Contoh Program Yang Dapat Dipilih Siswa
Teknologi Industri - Kerajinan Keramik
- Kerajinan Kulit
- Otomotif
- Instalasi Listrik
- Elektronika
- Pertukangan Kayu
- dan sebagainya
Komputer - Perangkat lunak
- Perangkat keras dan sebagainya
Pertanian dan Kehutanan - Pertanian
- Perikanan Darat
- Peternakan
- Kehutanan
- dan sebagainya
Jasa - Tataniaga
- Koperasi
- Pembukuan
- Pariwisata
- dan sebagainya
Kesejahteraan Keluarga - Tataboga
- Tatabusana
- dan sebagainya
Maritim - Pelayaran
- Penangkapan Ikan Laut
- dan sebaginya
Budaya - Bahasa Daerah (yang bersangkutan)
- Sastra Daerah (yang bersangkutan)
- Seni Daerah (yang bersangkutan)
- Sejarah Budaya Daerah (yang bersangkutan)
- dan sebagainya
Pengetahuan Agama - Agama Islam
- Agama Kristen Protestan
- Agama Katolik
- Agama Hindu
- Agama Budha

155
Masing-masing program terdiri dari baik mata pelajaran umum/ akademik sebagai
dasar untuk bidang-bidang kejuruan yang bersangkutan, maupun mata pelajaran
kejuruan yang berhubungan dengan masing-masing program.

Berbeda dengan Pendidikan Keteramiplan pada program inti, bidang-bidang


kejuruan pada program B lebih diarahkan pada tujuan pembinaan keterampilan
yang diperlukan sebagai bekal persiapan bagi para lulusan untuk bekerja/
memasuki bidang-bidang kehidupan di masyarakat.Perbedaannya dengan lulusan
sekolah menengah kejuruan adalah bahwa lulusan SMA yang memilih program B
memilih kemampuan dasar yang lebih luas sedangkan kemampuan kejuruannya
lebih terbatas/ tidak selengkap lulusan sekolah menengah kejuruan.

Dalam pengembangan program B, perlu ditetapkan patokan mengenai segi


kesesuaiannya untuk berbagai bidang kehidupan.

Masing-masing Program pada program A maupun program B pada dasarnya dapat


diambil mulai semester manapun, tergantung waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan program yang bersangkutan.Siswa-siswa yang akan melanjutkan
ke Universitas/ Institut dapat mengambil sebagian pelajaran pada program B, dan
demikian pula sebaliknya, asal hal tersebut tidak mengganggu kelancaran
penyelesaian program pokok yang dipilih.Disamping itu, bagi lulusan yang
bekerja setelah menamatkan SMA, bila nantinya berhasil mengembangkan
kemampuannya selama di lapangan masih terbuka kesmpatan untuk melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi asal telah memenuhi persyaratan yang dituntut
oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

Penentuan jenis-jenis program yang akan diadakan di sekolah diserahkan kepada


masing-masing sekolah dengan mempertimbangkan bakat/ minat siswa,
kemampuan sekolah yang bersangkutan, dan keadaan/ kebutuhan lingkungan
setempat.

156
C. STRUKTUR PROGRAM

Struktur program untuk Program A serta contoh struktur program untuk program
B dapat dilihat pada bagan struktur program kurikulum masing-masing berikut
ini.

STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH


UMUM TINGKAT ATAS UNTUK PROGRAM PILIHAN A

Program A adalah dalam rangka menyiapkan siswa yang memenuhi persyaratan


untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.

1. PROGRAM STUDI: ILMU-ILMU FISIK

BEBAN KELAS / SEMESTER


BELAJAR I II III
PROGRAM Σ
1 2 3 4 5 6
MATA PELAJARAN
PROGRAM 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 12
INTI 2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2 12
3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 2 - 2 - 2 - 6
4. Bahasa & Sastra Indonesia 4 4 3 3 2 2 18
5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 3 3 2 2 2 2 14
6. Ekonomi 3 3 - - - - 6
7. Geografi - - 2 2 3 3 10
8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 2 2 2 2 - - 8
9. Pendidikan Seni 3 3 2 2 - - 10
10. Pendidikan Keterampilan 2 4 2 2 - - 10
11. Matematika 4 4 - - - - 8
12. Biologi 3 3 - - - - 6
13. Fisika 2 2 - - - - 4
14. Kimia 2 2 - - - - 4
15. Bahasa Inggris 3 3 - - - - 6
JUMLAH 37 37 19 17 13 11 134
PROGRAM 16. Matematika - - 6 6 8 6 25
PILIHAN 17. Biologi - - 2 2 3 3 10
18. Fisika - - 4 6 6 6 22
19. Kimia - - 4 4 5 5 18
20. Bahasa Inggris - - 3 3 3 3 12
JUMLAH - - 19 21 25 23 88
JUMLAH BEBAN BELAJAR 37 37 38 38 38 34 222

157
2. PROGRAM STUDI: ILMU-ILMU BIOLOGI

BEBAN KELAS / SEMESTER


BELAJAR I II III
PROGRAM Σ
1 2 3 4 5 6
MATA PELAJARAN
PROGRAM 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 12
INTI 2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2 12
3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 2 - 2 - 2 - 6
4. Bahasa & Sastra Indonesia 4 4 3 3 2 2 18
5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 3 3 2 2 2 2 14
6. Ekonomi 3 3 - - - - 6
7. Geografi - - 2 2 3 3 10
8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 2 2 2 2 - - 8
9. Pendidikan Seni 3 3 2 2 - - 10
10. Pendidikan Keterampilan 2 4 2 2 - - 10
11. Matematika 4 4 - - - - 8
12. Biologi 3 3 - - - - 6
13. Fisika 2 2 - - - - 4
14. Kimia 2 2 - - - - 4
15. Bahasa Inggris 3 3 - - - - 6
JUMLAH 37 37 19 17 13 11 134
PROGRAM 16. Matematika - - 4 4 6 6 20
PILIHAN 17. Biologi - - 4 6 7 5 22
18. Fisika - - 4 4 4 4 16
19. Kimia - - 4 4 5 5 18
20. Bahasa Inggris - - 3 3 3 3 12
JUMLAH - - 19 21 25 23 88
JUMLAH BEBAN BELAJAR 37 37 38 38 38 34 222

3. PROGRAM STUDI: ILMU-ILMU SOSIAL

BEBAN KELAS / SEMESTER


BELAJAR I II III
PROGRAM Σ
1 2 3 4 5 6
MATA PELAJARAN
PROGRAM 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 12
INTI 2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2 12
3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 2 - 2 - 2 - 6
4. Bahasa & Sastra Indonesia 4 4 3 3 2 2 18
5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 3 3 2 2 2 2 14
6. Ekonomi 3 3 - - - - 6
7. Geografi - - 2 2 3 3 10
8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 2 2 2 2 - - 8
9. Pendidikan Seni 3 3 2 2 - - 10
10. Pendidikan Keterampilan 2 4 2 2 - - 10
11. Matematika 4 4 - - - - 8
12. Biologi 3 3 - - - - 6
13. Fisika 2 2 - - - - 4
14. Kimia 2 2 - - - - 4
15. Bahasa Inggris 3 3 - - - - 6
JUMLAH 37 37 19 17 13 11 134

158
PROGRAM 16.Ekonomi - - 5 5 5 5 20
PILIHAN 17.Sosiologi & Antropologi - - 3 3 3 3 12
18.Tata Negara - - 2 2 3 3 10
19.Matematika - - 3 4 4 3 14
20.Bahasa Inggris - - 3 5 5 6 20
21.Bahasa Asing lainnya - - 3 2 4 3 12
JUMLAH - - 19 21 25 23 88
JUMLAH BEBAN BELAJAR 37 37 38 38 38 34 222

4. PROGRAM STUDI: PENGETAHUAN BUDAYA

BEBAN KELAS / SEMESTER


BELAJAR I II III
PROGRAM Σ
1 2 3 4 5 6
MATA PELAJARAN
PROGRAM 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 12
INTI 2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2 12
3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 2 - 2 - 2 - 6
4. Bahasa & Sastra Indonesia 4 4 3 3 2 2 18
5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 3 3 2 2 2 2 14
6. Ekonomi 3 3 - - - - 6
7. Geografi - - 2 2 3 3 10
8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 2 2 2 2 - - 8
9. Pendidikan Seni 3 3 2 2 - - 10
10. Pendidikan Keterampilan 2 4 2 2 - - 10
11. Matematika 4 4 - - - - 8
12. Biologi 3 3 - - - - 6
13. Fisika 2 2 - - - - 4
14. Kimia 2 2 - - - - 4
15. Bahasa Inggris 3 3 - - - - 6
JUMLAH 37 37 19 17 13 11 134
PROGRAM 16. Sejarah Budaya - - 4 4 4 4 16
PILIHAN 17. Sastra - - 3 3 6 4 16
18. Sosiologi & Antropologi - - 2 4 4 4 14
19. Bahasa Inggris - - 5 5 7 7 24
20. Bahasa Daerah / Bahasa Asing lainnya - - 3 3 4 4 14
21. Matematika - - 2 2 - - 4
JUMLAH - - 19 21 25 23 88
JUMLAH BEBAN BELAJAR 37 37 38 38 38 34 222

STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH


UMUM TINGKAT ATAS UNTUK PROGRAM PILIHAN B

Program B adalah dalam rangka menyiapkan siswa yang mempunyai bakat dan
minat untuk langsung memasuki lapangan kerja atau melalui latihan tambahan
guna memasuki lapangan kerja.

159
KESETARAAN PROGRAM A DAN PROGRAM B. Yang dimaksud dengan
kesetaraan dalam hal ini adalah penyamaan program yang dimuat dalam Program
A dengan bidang-bidang pilihan yang dimuat dalam Program B.

PELAKSANAAN PROGRAM B. Siswa memilih Program B dimulai di Kelas 2 dan


3, sedangkan siswa di Kelas 1 mempelajari Program Inti yang sama dengan
Program A sebagaimana dalam tabel berikut ini.

PROGRAM A Program Inti PROGRAM B Kelas III

Program Inti Program Pilihan (A, B) Kelas II

Program Inti

TABEL KESETARAAN

PROGRAM B
PROGRAM A
BIDANG PILIHAN
Ilmu-ilmu Fisik Teknologi Industri Kerajinan Tangan
Kerajinan Kulit
Otomotif
Instalasi Listrik
Elektronika
Pertukangan Kayu
Komputer Perangkat Lunak
Perangkat Keras
Maritim Pelayaran
Penangkapan Ikan Laut
Ilmu-ilmu Biologi Pertanian dan Pertanian
Kehutanan Perikanan Darat
Peternakan
Kehutanan
Ilmu-ilmu Sosial Jasa Tataniaga
Koperasi
Pembukuan
Pariwisata
Kesejahteraan Keluarga Tataboga
Tatabusana
Tatagraha
Pengetahuan Budaya Budaya Bahasa Daerah

160
Sastra Daerah
Seni Daerah
Sejarah Budaya
Bahasa Asing
Ilmu-ilmu Agama Pengetahuan Agama Agama Islam
Agama Kristen
Agama Katolik
Agama Hindu
Agama Budha

BAB III: POKOK-POKOK PELAKSANAAN KURIKULUM

Ada beberapa segi pelaksanaan kurikulum yang perlu mendapat perhatian dan erat
hubungannya dengan ciri-ciri Kurikulum 1984 SMA. Segi-segi yang dimaksud
mencakup kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, administrasi kurikulum,
pendekatan belajar mengajar dan penilaian, serta bimbingan karir.

A. KEGIATAN INTRAKURIKULER, KOKURIKULER, DAN


EKSTRAKURIKULER

Kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler merupakan hal-hal yang


tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan secara keseluruhan dari sekolah
yang bersangkutan.

Kegiatan Intrakurikuler dilakukan di sekolah yang penjatahan waktunya telah


ditentukan dalam struktur program.Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai
tujuan minimal yang perlu dicapai dalam masing-masing mata pelajaran.

Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa, yang bertujuan
agar siswa lebih memperdalam dan lebih menghayati apa yang dipelajari dalam
kegiatan intrakurikuler.Kegiatan kokurikuler dilaksanakan dalam berbagai bentuk,
seperti mempelajari buku-buku tertentu, melakukan penelitian, membuat
karangan, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis,dengan tujuan untuk lebih
menghayati/ memperdalam apa yang telah dipelajari.Hasil kegiatan ini ikut
menentukan dalam pemberian nilai bagi para siswa.

Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa ( termasuk


pada waktu libur ), yang dilakukan di sekolah ataupun diluar sekolah dengan

161
tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa mengenal hubungan antara berbagai
mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan
manusia seutuhnya.

Kegiatan mengunjungi obyek-obyek tertentu (gunung, candi, museum, dan


sebagainya), drama, palang merah remaja, pramuka, dan kegiatan-kegiatan lain
yang sejenis, dapat digolongkan kedalam kegiatan ekstrakurikuler.Kegiatan ini
dilakukan secara berkala atau hanya dalam waktu-waktu tertentu dan ikut menilai.

B. ADMINISTRASI KURIKULUM

Dalam rangka meningkatkan tepat guna dan daya guna pendidikan, dalam
kurikulum 1984 SMA diterapkan system kredit yang sekaligus pula dikaitkan
dengan system penilaian siswa.

Dengan kredit disini dimaksudkan ukuran satuan beban belajar siswa yang
ditentukan oleh jumlah jam pelajaran tatap muka dan pekerjaan rumah per
minggu, per semester, dengan cara perhitungan sebagai berikut:

1 kredit = 1 jam pelajaran tatap muka + ½ jam pelajaran pekerjaan rumah


per minggu per semester (1 jam pelajaran = 45 menit).

Hal ini mengandung arti bahwa untuk setiap 1 jam pelajaran tatap muka, para
siswa diberi pekerjaan rumah yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu
kurang lebih ½ jam pelajaran.

Setiap siswa yang berhasil menamatkan SMA telah menyelesaikan minimal 222
kredit, dengan perincian:

a. Program Inti = 134 kredit


b. Program Khusus = 88 kredit
Jumlah = 222 kredit

Untuk melaksanakan system kredit dengan baik, perlu disusun formulir-formulir


yang dapat digunakan sekolah dalam mengatur dan mengelola program
pendidikannya yang sekaligus dapat menunjukan kepada ketuntasan belajar siswa
sesuai dengan patokan yang ditetapkan.

162
Ketuntasan belajar ini menunjukan kepada hasil belajar, sedangkan
pelaksanaannya diarahkan pada penguasaan keterampilan mengelola
perolehannya.

C. PENDEKATAN BELAJAR MENGAJAR DAN PENILAIAN

Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan lebih banyak mengacu kepada


bagaimana seseorang belajar, selain kepada apa yang ia pelajari. Keterampilan
untuk mampu mengelola perolehannya biasa disebut “pendekatan keterampilan
proses”.

Kegiatan penilaian terutama diarahkan pada upaya untuk menentukan seberapa


jauh tujuan-tujuan maupun proses belajar mengajar yang diinginkan telah
terwujud.Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk
keperluan peningkatan proses maupun hasil belajar serta pengelolaan program.

D. BIMBINGAN KARIER

Peranan bimbingan dan penyuluhan, terutama bimbingan karier, penting artinya


untuk menyesuaikan pendidikan dengan perbedaan perseorangan dan kebutuhan
lingkungan.

Bimbingan Karier bukan hanya berarti bimbingan jabatan atau bimbingan tugas,
tetapi memiliki arti yang lebih luas yaitu bimbingan agar seseorang dapat
memasuki kehidupan, tata hidup dan kejadian di dalam kehidupan, serta
mempersiapkan peralihan dari kehidupan sekolah ke dunia kerja.Secara lebih
khusus, program bimbingan karier terutama berperan membantu siswa dalam: (1)
memahami dirinya; (2) memahami lingkungan/ dunia kerja dalam tata hidup
tertentu; dan (3) mengembangkan rencana dan kemampuan untuk mengambil
keputusan tentang masa depannya.

Dalam pelaksanaanya, program bimbingan karier ini dapat dilakukan 1 atau 2 kali
dalam sebulan, dapat dalam bentuk tatap muka, system belajar sendiri, atau
gabungan antara keduanya.Nara sumber yang ada di masyarakat perlu
dimanfaatkan dalam melaksanakan program ini.Program bimbingan karier inipun

163
perlu sekaligus dikaitkan dengan masalah patokan tentang segi kesesuaian
program pendidikan untuk berbagai bidang kehidupan.

BAB IV: PENGEMBANGAN DAN PENTAHAPAN PELAKSANAAN


KURIKULUM

A. AZAS-AZAS PENGEMBANGAN

Pengembangan Kurikulum 1984 SMA berpedoman pada azas-azas sebagai


berikut :

1. Berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan GBHN

Kurikulum dikembangkan dengan berlandaskan Pancasila, UNdang-


undang Dasar 1945, serta Garis-Garis Besar Haluan Negara yang berlaku,
dalam kerangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional pada
umumnya, dan tujuan pendidikan nasional pada khususnya.

2. Keluwesan

Kurikulum dikembangkan dengan mempertimbangkan baik tuntutan


kenutuhan siswa pada umumnya maupun kebutuhan pada siswa secara
perorangan sesuai dengan minat dan bakatnya, serta kebutuhan
lingkungan. Hal ini diwujudkan melalui penyelenggaraan program inti dan
program khusus (Pilihan), serta penggunaan system kredit.

3. Pendekatan Pengembangan

Pengembangan Kurikulum dilakukan secara baertahap dan terus-menerus,


yaitu dengan jalan mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan dan hasil-
hasil yang telah dicapai untuk mengadakan perbaikan/pemantapan dan
pengembangan lebih lanjut.

4. Peran Serta Daerah

Dalam pengembangan kurikulum ada pembagian kewenangan antara Pusat


dan Daerah. Wewenang Pusat adalah mengembangkan konsep Program
Inti dan Program Khusus (A dan B), sedangkan Daerah berwenang

164
menjabarkan lebih lanjut pelaksanaan konsep tersebut, sesuai dengan cirri
dan kondisi daerah, terutama Program B.

Materi Kurikulum 1984 pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan materi
Kurikulum 1975; yang berbeda adalah organisasi pelaksanaanya, sehingga dengan
demikian Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan/buku-
buku serta sarana yang ada.

Perubahan yang diadakan lebih mengarah pada penyederhanaan materi setiap


mata pelajaran sehingga mencakup hanya materi-materi yang penting saja.
Dengan berkurangnya kepadatan materi kurikulum, hal itu
memungkinkanterlaksananya kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.

B. PENTAHAPAN PELAKSANAAN

Kurikulum 1984 SMA dilaksanakan secara bertahap mulai dengan I pada tahun
ajaran 1984/1985, kelas I dan kelas II pada tahun ajaran 1985/1986; dan kelas I,
kelas II, kelas III pada tahun ajaran 1986/1987; dan seterusnya.

Pentahapan pelaksanaan kurikulum tersebut digambarkan dalam bagan berikut:

Tahun
Pelajaran dan
1984/1985 1985/1986 1986/1987
Kelas seterusnya

I √ √ √ √
II - √ √ √
III - - √ √

√ = Kelas yang menerapkan Kurikulum 1984

UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN


NASIONAL TAHUN 1989

Sebagai perwujudan dari kebutuhan dan tuntutan perkembangan pendidikan


nasional sebagai suatu sistem telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada tanggal 27 Maret 1989. Undang-
undang ini memuat aspek antara lain sebagai berikut:

165
Hakikat Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di
masa yang akan dating.

Dasar. Pendidikan Nasional berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang


Dasar 1945.

Fungsi. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta


meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional.

Tujuan. Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan


mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

KURIKULUM 1994

PENGANTAR

Undang-Undang Dasar 1945 mengamatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan


bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system
pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.

Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan


kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, yang memungkinkan warganya mengembangkan
diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan diperlukan


peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional, yang
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.

166
Dengan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional serta sekalian peraturan pemerintah sebagai
pedoman pelaksanaannya, maka kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan


memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing
satuan pendidikan (Pasal 37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka ditetapkan Keputusan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 061/U/1993 Tanggal 25 Februari 1993
tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I tentang Landasan, Program dan Pengembangan Kurikulum Sekolah
Menengah Umum, Lampiran II tentang Garis-garis Besar Program Pengajaran,
dan Lampiran III tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum.

Buku Landasan, Program dan Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah


Umum (Lampiran I) memuat hal-hal pokok sebagai berikut : Landasan yang
dijadikan acuan dan pedoman dalam pengembangan kurikulum; tujuan pendidikan
nasional, tujuan pendidikan menengah dan tujuan pendidikan pada Sekolah
Menengah Umum; program pengajaran yang mencakupisi program pengajaran,
lama pendidikan dan susunan program pengajaran; pelaksanaan pengajaran;
penilaian dan pengembangan kurikulum selajutnya, di tingkat nasional dan tingkat
daerah.

Buku Garis-garis Besar Program Pengajaran setiap mata pelajaran (Lampiran II)
memuat hal-hal sebagai berikut: pengertian dan fungsi mata pelajaran; tuuan
pengajaran mata pelajaran yang bersangkutan dan ruang lingkup bahan
kajian/pelajaran; pokok-pokok bahasan, konsep atau tema, dan uraian tentang
keluasan dan kedalamannya; dan rambu-rambu cara penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar.

167
Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum (Lampiran III) terdiri atas pedoman
kegiatan belajar-mengajar untuk setiap mata pelajaran, pedoman pengelolaan
kegiatan belajar-mengajar, dan pedoman bimbingan belajar/bimbingan karir serta
pedoman penilaian kegiatan dan hasil belajar.

Demikianlah buku ini diterbitkan dan disebarluaskan ke seluruh sekolah agar


kurikulum ini dipedomani dan dilaksanakan sebaik-baiknya dengan
memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia.

Pengantar ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr.
Fuad Hasan di Jakarta, 25 Februari 1993.

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 061/U/1993 TENTANG
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH UMUM
MENIMBANG:

Bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem


Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah, dipandang perlu menetapkan Kurikulum Sekolah
Menengah Umum.

MENGINGAT:

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990;

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia:

a. Nomor 44 Tahun 1974;

b. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah terakhir dengan


Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1992;

c. Nomor 64/M Tahun 1988;

4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan:

168
a. Nomor 0222b/0/1980 tanggal 11 September 1980 dengan semua
perubahannya;

b. Nomor 0222f/0/1980 tanggal 11 September 1980;

c. Nomor 0173/0/1983 tanggal 14 Maret 1983;

d. Nomor 0574/P/1990 tanggal 25 Agustus 1990;

e. Nomor 0489/U/1992 tanggal 30 November 1992;

MEMPERHATIKAN:

1. Hasil serangkaian Rapat Kerja Kelompok Pengembangan Kurikulum;

2. Hasil Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun


1991;

3. Saran tertulis Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional terhadap Buku


Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah
Umum.

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN:

Pertama : (1) Mengesahkan dan Memberlakukan Kurikulum Sekolah


Menengah Umum yang dilaksanakan secara bertahap mulai
tahun pelajaran 1994/1995.

(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas


Buku Landasan, Program, dan Pengebangan Kurikulum Sekolah
Menengah Umum; Garis-garis Besar Program Pengajaran; dan
Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Sekolah Menengah Umum,
masing-masing sebagaimana tercantum dalam Lampiran I,
Lampiran II, dan Lampiran III Keputusan ini.

Kedua : (1) Kurikulum Sekolah Menengah Umum yang berlaku secara


nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

169
(2) Kurikulum Sekolah Menengah Umum yang disesuaikan dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan ditetapkan oleh Kepala
Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ketiga : (1) Upaya perbaikan dalam rangka penyempurnaan Kurikulum


Sekolah Menengah Umum dilakukan secara terus-menerus
untuk disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa, keadaan
dan kebutuhan lingkungan, kebutuhan pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kesenian.

(2) Dengan adanya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


perubahan Kurikulum Sekolah Menengah Umum dapat
dilakukan sewaktu-waktu.

Keempat : (1) Perubahan yang berkenaan dengan isi Landasan, Program dan
Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

(2) Perubahan yang berkenaan dengan isi Buku Garis-garis Program


Pengajaran untuk setiap mata pelajaran yang berlaku secara
nasional dan atau isi Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulu
Sekolah Menengah Umum ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah setelah mendengar
pertimbangan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan dan Kebudayaan.

Kelima : Dengan berlakunya Keputusan ini Keputusan Menteri Pendidikan


dan Kebudayaan Nomor 0209/U/1984 dinyatakan tidak berlaku.

Keenam : Petunjuk pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Keputusan


Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Ketujuh : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Surat Keputusan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1993 oleh
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan: Fuad Hasan.

170
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN NOMOR; 061/U/1993 TANGGAL, 25 FEBRUARI 1993
TENTANG LANDASAN, PROGRAM DAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH UMUM

BAB I: LANDASAN

Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran
nasional yang diatur dengan undang-undang.

Sebagai perwujudan cita-cita nasional tersebut telah diterbitkan Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional
berfingsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan
dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional. Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan serta kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan
guna memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-
kurangnya setara dengan tamatan pendidikan dasar (Pasal 3, 5, dan 6 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui 2 (dua) jalur, yaitu jalur


pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Peserta didik dimungkinkan
untuk pindah dari jalur pendidikan sekolah ke jalur pendidikan luar sekolah atau
sebaliknya, atau dari satu jenis pendidikan lain dalam jenjang yang sama.

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan


pemerintah, termasuk juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai moral dan keterampilan.

171
Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang
dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar
secara berjenjan dan berkesinambungan. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi (Pasal 9 ayat (1), pasal 10 ayat (2), dan pasal 12 ayat (1)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989).

Pendidikan Menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan


pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemapuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi (Pasal 15 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989).

Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan


menengah kejuruan dan pendidikan menengah luar biasa. Disamping itu, terdapat
pula pendidikan menengah kedinasan, dan pendidikan menengah keagamaan.

Pendidikan menengah umum adalah pendidikan pada jenjang pendidikan


menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan
keterampilan siswa. Sekolah Menengah Umum (SMU) merupakan bentuk satuan
pendidikan di jalur pendidikan sekolah pada pendidikan menengah umum yang
mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat
akhir masa pendidikan (Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 tahun 1989
dan Pasal 1 butir 2 serta Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) butir, Peraturan
Pemerintah Nomor 29 tahun 1990.

Kurikulum SMU disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan


memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian.

172
BAB II: TUJUAN

A. Tujuan Pendidikan Nasional

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan


mengembangkan manusia Indonesia sutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
(Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989).

B. Tujuan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan Menengah dan Sekolah


Menengah Umum

Pendidikan menengah bertujuan:

1. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang


yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian; dan

2. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam


mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan
alam sekitarnya. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990).

Tujuan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum (SMU) mengacu kepada


tujuan pendidikan menengah dan mengutamakan penyiapan siswa untuk
menlanjutkan Pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi (Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990).

BAB III: PROGRAM PENGAJARAN

Kurikulum Sekolah Menengah Umum disusun untuk mencapai tujuan pendidikan


pada Sekolah Menengah Umum. Kurikulum ini merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di Sekolah
Menengah Umum. Program pengajaran sekolah menengah umum terdiri dari
program pengajaran umum dan program pengajaran khusus. Program pengajaran

173
umum diselenggarakan di kelas I dan II SMU, sedangkan program pengajaran
khusus mulai diadakan dikelas III SMU.

A. Program Pengajaran Umum

Program pengajaran umum merupakan program pengajaran yang wajib diikuti


oleh semua siswa kelas I dan kelas II. Program ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya
serta meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan minat siswa sebagai dasar
untuk memilih program pengajaran khusus yang sesuai di kelas III. Program
pengajaran umum mencakup bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata
pelajaran sebagai berikut:

1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

2. PendidikanAgama

3. Bahasa dan Sastra Indonesia

4. Sejarah Nasionaldan Sejarah Umum

5. Bahasa Inggris

6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

7. Matematika

8. Ilmu Pengetahuan Alam

a. Fisika

b. Biologi

c. Kimia

9. Ilmu Pengetahuan Sosial

a. Ekonomi

b. Sosiologi

c. Geografi

174
10. Pendidikan Seni

B. Program Pengajaran Khusus

Program Pengajaran Khusus diselenggarakan di kelas III dan dipilih oleh siswa
sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Program ini dimaksudkan
untukmempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan padajenjang pendidikan
tinggi dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional dan
mempersiapkan siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di
masyarakat.

Siswa di kelas III diberi peluang untuk berpindah ke program pengajaran khusus
lainnya sesuai dengan kemampuan, minat, dan kemajuan belajarnya. Kesempatan
untuk berpindah dari program khusus yang telah dipilihnya ke program khusus
lainnya diberikan sampai dengan akhir catur wulan I kelas III.

Program pengajaran khusus terdiri dari: Program Bahasa, Program Ilmu


Pengetahuan Alqm, dan Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Setiap program
khusus terdiri dari sejumlah mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus.

Jenis mata pelajaran umum dan jumlah jam pelajaran masing-masing mata
pelajaran umum pada setiap program khusus adalah sama.

Mata-mata pelajaran pada setiap program khusus adalah sebagai berikut.

l. Program Bahasa

Program ini dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan


pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi yang berkaitan dengan bahasa dan
budaya, baik dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional.
Selain daripada itu, program inijuga memberikan bekal kemampuan kepada siswa
secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat.

Program pengajaran ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam
mata pelajaran berikut:

a. Mata Pelajaran Umum:

l) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,

175
2) Pendidikan Agama,

3) Bahasa dan Sastra Indonesia,

4) SejarahNasional dan Sejarah Umum,

5) Bahasa Inggris,

6) Pendidikan Jasmani danKesehatan.

b. Mata Pelajaran Khusus

1) Bahasa dan Sastra Indonesia

2) Bahasa Inggris,

3) Bahasa Asing Lain,

4) Sejarah Budaya.

2. Program Ilmu Pengetahuan AIam (IPA)

Program llmu Pengetahuan Alam dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa


melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi yang berkaitan dengan
matematika dan ilmu pengetahuan alam baik dalam bidang pendidikan akademik
maupun pendidikan profesional. Selain daripada itu, program ini juga memberikan
bekal kemampuan kepada siswa secara langsung atau tidak langsung untuk
bekerja di masyarakat.

Program ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran
berikut:

a. Mata Pelajaran Umum

l) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,

2) Pendidikan Agama,

3) Bahasa dan Sastra Indonesia,

4) Sejarah Nasional dan Sejarah Umum,

5) Bahasa Inggris,

176
6) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

b. Mata Pelajaran Khusus

l) Fisika,

2) Biologi,

3) Kimia

4) Matematika.

3. Program Ilmu Pengetahuan Sosial

Program ini dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa I melanjutkan


pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi yang I berkaitan dengan ilmu
pengetahuan sosial, baik dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan
profesional. Selain daripada itu, program ini juga memberikan bekal kemampuan
kepada siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat.

Program pengajaran ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam
mata pelajaran berikut:

a. Mata pelajaran Umum

l) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,

2) PendidikanAgama,

3) Bahasa dan Sastra Indonesia,

4) Sejarah Nasional dan Sejarah Umum,

5) Bahasa Inggris,

6) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

b. Mata Pelajaran Khusus

1) Ekonomi,

2) Sosiologi,

3) Tata Negara,

177
4) Antropologi.

c. Susunan Program

Gambaran menyeluruh mengenai mata-mata pelajaran dan jumlah waktu minimal


yang dibutuhkan untuk setiap mata pelajaran untuk kelas I, II dan III dapat diiihat
pada susunan program berikut ini:

1. SUSUNAN PROGRAM PENGAJARAN SEKOLAH MENENGAH UMUM


KELAS I DAN KELAS II

Program Umum

KELAS & JUMLAH


MATA PELAJARAN JAM PELAJARAN
I II
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2
2. Pendidikan Agama 2 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 5 5
4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2 2
5. Bahasa Inggris 4 4
6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 2 2
7. Matematika 6 6
8. IPA
a. Fisika 5 5
b. Biologi 4 4
c. Kimia 3 3
9. IPS
a. Ekonomi 3 3
b. Sosiologi - 2
c. Geografi 2 2
10. Pendidikan Seni 2 -
Jumlah 42 42
Keterangan: 1 jam pelajaran adalah 45 menit.

178
2. SUSUNAN PROGRAM PENGAJARAN SEKOLAH MENENGAH UMUM
KELAS III

a. PROGRAM BAHASA

JUMLAH JAM
MATA PELAJARAN
PELAJARAN
UMUM
1. Pendidikan Panacasila dan Kewarganegaraan 2
2. Pendidikan Agama 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 3
4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2
5. Bahasa Inggris 5
6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) 2
KHUSUS
1. Bahasa dan Sastra Indonesia 8
2. Bahasa Inggris 6
3. Bahasa Asing Lain **) 9
4. Sejarah Budaya 5
JUMLAH 42

Keterangan: *) Diselenggarakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan


kesempatan yang tersedia di lingkungan sekolah.
**) Penentuan mata pelajaran Bahasa Asing Lain dilakukan oleh sekolah
berdasarkan keadaan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Siswa
memilih mata pelajaran Bahasa Asing Lain yang diselenggarakan oleh sekolah.

b. PROGRAM ILMU PENGETAHUAN ALAM

JUMLAH JAM
MATA PELAJARAN
PELAJARAN
UMUM
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2
2. Pendidikan Agama 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 3
4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2
5. Bahasa Inggris 5
6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) 2
KHUSUS

179
1. Fisika 7
2. Biologi 7
3. Kimia 6
4. Matematika 8
JUMLAH 42
Keterangan: *) Diselenggarakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan
kesempatan yang tersedia di lingkungan sekolah.

c. PROGRAM ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

JUMLAH JAM
MATA PELAJARAN
PELAJARAN
UMUM
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2
2. Pendidikan Agama 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 3
4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2
5. Bahasa Inggris 5
6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) 2
KHUSUS
1. Ekonomi 10
2. Sosiologi 6
3. Tata Negara 6
4. Antropologi 6
JUMLAH 42

Keterangan: *) Diselenggarakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan


kesempatan yang tersedia di lingkungan sekolah.

D. Kegiatan Ekstra Kurikuler

Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan di luarjam


pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan sekolah. Kegiatan ekstra kurikuler berupa kegiatan pengayaan dan
kegiatan perbaikan yang berkaitan dengan program kurikuler.

Kegiatan-kegiatan untuk lebih memantapkan pembentukan kepribadian, seperti:


Kepramukaan, usaha kesehatan sekolah, olahraga, palang merah, kesenian, dan
kegiatan lainnya diselenggarakan juga dengan menggunakan waktu di luar jam
pelajaran yang tercantum dalam susunan program.

180
Kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas dimaksudkan juga untuk lebih
mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh dalam program kurikulum dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan.

E. Uraian Singkat tentang masing-masing mata pelajaran

l. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diarahkan


pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-
hariberdasarkan nilai moral Pancasila, nilai luhur yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia dan nilai moral Agama. Di samping itu mata
pelajaran ini dimaksudkan pula untuk membina pengetahuan dan
kemampuan yang berkenaan dengan hubungan antara warganegara dengan
negara dan pendidikan pendahuluan bela negara. Pengembangan sikap dan
perilaku siswa pada jenjang Pendidikan Menengah selalu diorientasikan
pada berbagai lingkungan kehidupan (diri/pribadi, keluarga, masyarakat,
bangsa, negara, dan dunia) dan aspek kehidupan. Mata pelajaran ini berisi
kemampuan pemahaman konsep, pengembangan sikap dan perilaku yang
didasarkan pada nilai-nilai dasar dan norma dasar Pancasila beserta
penjabarannya.

2. Pendidikan Agama

Mata pelajaran Pendidikan Agama dimaksudkan untuk memperkuat iman


dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang
dianut oleh siswa yang bersangkutun dengun memperhatikan tuntutan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Bahan kajian masing-masing mata pelajaran Agama adalah sebagai


berikut:

a. Mata pelajaran Agama Islam berisi bahan kajian tentang keimanan,


ibadah, Al Qur'an, akhlak, syariah, muamalah, dan tarikh.

181
b. Mata pelajaran Agama Kristen Protestan berisi bahan kajian tentang
sigala sesuatu yang bersumber dari Tuhan Yesus seperti kasih, ibadah,
pengutusan, ketaatan, dan janji keielamatan, pengertian dan
penghayatan tentang dasar kehidupan sehari-hari.

c. mata pelajaran Agama Katolik berisi bahan kajian tentang peristiwa-


Yesus Kristus, tanggapan iman akan peristiwa Yesus Kristus, agama,
Kitab Suci, umat beriman, manusia dan dunia, keselamatan,
masyarakatyang dikehendaki Allah, dan Kerajaan Allah.

d. Mata pelajaran Agama Hindu berisi bahan kajian tentang


filsafatr/taqwa, siodha, sila/dharma; radacara, yaduya, sejarah, Weda,
mithologi, dan sosiologi.

e. Mata pelajaran Agama Budha berisi bahan kajian tentang bhakti, sila,
sadda, tripitaka, dan sejarah.

3. Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia bertujuan untuk meningtatkan


kemampuan dan keterampilan siswa dalam berbahasa secara tepat dan
kreatif, meningkatkan kemampuan berpikir logis dan bernalar, kematangan
emosional dan sosial, serta meningkatkan kepekaan perasaan dan
kemampuan siswa untuk memahamidan menikmati karya Sastra' Mata
pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia juga dimaksudkan untuk
meningkatkan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, bahasa negara, dan bahasa persatuan' Ruang lingkup mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelasf, II, da; III mencakup
pemahaman berbagai fungsi bahasa' bentuk, makna, dan penggunaannya
untuk berkomunikasi dan membahas masalah-masalah pengetahuan alam,
sosial dan budaya, serta memahami dan menikmati karya sastra. Khusus
untuk kelas III program Bahasa, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan
Sasha Indonesia mencakup pula pengenalan dasardasar kebahasaan dan
kesusasteraan.

182
4. SejarahNasional dan Sejarah Umum

Mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum dimaksudkan untuk


menanamkan pemahaman tentang adanya perkembangan masyarakat masa
lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah
air serta rasa bangga sebagai warga negara Indonesia, dan memperluas
wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia. Bahan kajian
Sejarah Nasional meliputi kehidupan dan perkembangan rnasyarakat
Indonesia dari masa kuno, masa tradisional, dan masa
imperialisme/kolonialisme, pergerakan nasional, proklamasi kemerdekaan,
serta upaya bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan sampai
dengan masa mengisi kemerdekaan. Bahan kajian Sejarah Umum
mencakup perkembangan baru bangsa-bangsa Asia, Eropa, Amerika
sampai dengan perang dunia kedua, proses perubahan dan kecenderungan
pembentukan tata kehidupan dunia baru dan perkembangan ilmu dan
pengetahuan dan teknologi.

5. Bahasa Inggris

Mata pelajaran Bahasa Inggris bertujuan untuk mengembangkan


keterampilan siswa dalam membaca, menyimak, berbicara, dan menulis
bahasa Inggris sebagai lanjutan dari pengajaran bahasa Inggris di jenjang
pendidikan sebelumnya. Keterampilan berbahasa Inggris tersebut
diperlukan untuk menunjang penyerapan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni budaya, dan peningkatan hubungan antar
bangsa.

Mata pelajaran ini berisi keterampilan membaca, menyimak, berbicara,


dan menulis dalam bahasa lnggris yang disajikan secara terpadu dengan
penekanan pada keterampilan mernbaca. Unsur-unsur bahasa yang berupa
tata bahasa, kosakata, lafal, dan ejaan disajikan untuk menunjang ke empat
keterampilan berbahasa tersebut. Pokok bahasan dan kosakata yang
dicakup dalam program Ilmu Pengetahuan Sosial terutama dikaitkan
dengan bidang ilmu pengetahuan sosial, dalam program Ilmu Pengetahuan

183
Alam pokok bahasan dan kosakatanya terutama dikaitkan dengan bidang
ilmu pengetahuan alam, sedangkan dalam program Bahasa pokok bahasan
dan kosakatanya terutama dikaitkan dengan sastra.

6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

Pendidikan Jasmani dan Kesehatan adalah bagian dari pendidikan


keseluruhan yang mengutamakan kegiatan jasmani dan pembinaan hidup
sehat untuk pertumbuhan dan pengembangan jasmani, mental, sosial, dan
emosional yang serasi, selaras, seimbang.

Mata pelajaran ini terdiri atas kegiaan pokok dan kegiatan pilihan.
Kegiatan pokok terdiri atas atletik, senam, permainan, dan pendidikan
kesehatan. Sedangkan kegiatan pilihan terdiri atas renang, pencak sila!
bulu tangkis, tenis mej4 tenis, sepak takraw, softball, j udo, olahraga yang
berkembang di daerah, pengobatan tradisional dan kegiatan usaha
kesehatan sekolah (UKS).

7. Matematika

Mata pelajaran Matematika di SMU diberikan dengan maksud untuk


menata dan meningkatkan ketajaman penalaran siswa yang dapat
membantu memperjelas menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari dan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan
dan simbol-simbol, serta lebih mengembangkan sikap logis, kritis, cermat,
disiplin, dan menghargai kegunaan matematika' Mata pelajaran
Matematika di kdlas I dan kelas II SMU berisi aljabar, trigonometri,
kalkulus, geometri, peluang, dan statistika, dimaksudkan untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam
mempelajari bidang-bidang ilmu lainnya. Pada program Ilmu Pengetahuan
Alam, mata pelajaran ini khususnya dimaksudkan untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan serta lebih mengembangkan kemampuan
matematika yang diperlukan dalam mempelajari bidang-bidang ilmu alam

184
dan matematika lebih lanjut sebagai bekal untuk menempuh pendidikan
yang lebih tinggi.

8. Fisika

Mata pelajaran Fisika di SMU bertujuan menggunakan fisika sebagai


wahana untuk memahami kosep-konsep fisika dan saling keterkaitannya,
serta mampu menerapkan konsep-konsep fisika dan metode ilmiah yang
melibatkan keterampilan proses untuk memecahkan rnasalah dalam
kehidupan sehari-hari serta mengembangkan sikap dan nilai-nilai ilmiah.
Selain itu, pembelajaran fisika juga diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran akan perkembangan lptek, kelestarian lingkungan dan
kebanggaan nasional. Konsep-konsep fisika yang diajarkan di SMU
merupakan kelanjutan dan pendalaman konsep-konsep di SLTP. Di kelas
satu dan dua merupakan dasar untuk mamahami konsep-konsep di kelas
tiga, sedangkan di kelas tiga merupakan dasar untuk mempelajari konsep-
konsep fisika lebih lanjut di perguruan tinggi. Konsep-konsep tersebut
sifatnya lebih absfak dan lebih kuantitatifyang meliputi; mekanik4 listrik,
magnet, panas, gelombang bunyi, cahaya, fisika modern, elektronika dan
penerapannya dalam pengetahuan tentang bumi dan antariksa.

9. Biologi

Mata pelajaran Biologi di SMU bertujuan memberikan pengetahuan untuk


memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitanny4 serta mampu
menerapkan konsep-konsep biologi dan metode ilmiah yang melibatkan
keterampilan proses untuk memecahkan masalah dalar'r kehidupan sehari-
hari. Selain itu, pembelajaran biologi juga diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran lptek, kelestarian lingkungan dan kebanggaan nasional.

Konsep-konsepbiologi yang dipelajari di kelas satu dan dua SMU


merupakan kelanjutan, pendalaman dan perluasan konsep-konsep di SLTP
dan juga merupakan dasar untuk mempelajari konsep-konsep yang lebih
mendalam dan lebih luas di kelas tiga. Sedangkan konsep-konsep biologi

185
yang dipelajari di kelas tiga merupakan kelanjutan, pendalaman dan
perluasan konsep-konsep di kelas satu dan dua merupakan dasar untuk
mempelajari konsep-konsep lebih lanjut dijenjang pendidikan tinggi,
maupun untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep-konsep biologi di SMU sifatnya lebih mikroskopis, lebih abstrak


dan lebih menunjukkan saling keterkaitan (sibernetik) sebagai sistem.
Konsep-konsep biologi tersebut mencakup biologi sel, anatomi, fisiologi,
keanekaragaman, genetika, evolusi, lingkungan dan perlindungan, dan
pengawetan alam.

10. Kimia

Mata pelajaran Kimia di SMU bertujuan memberikan pengetahuan untuk


memahami penerapan konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya,
serta mampu menerapkan konsep-konsep kimia dan metode ilmiah yang
melibatkan keterampilan proses untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, pembelajaran kimia juga diharapkan
dapat meningkatkan kesadaran Iptek, kelestarian lingkungan dan
kebanggaan nasional.

Konsep-konsep kimia yang dipelajari di kelas I dan II SMU merupakan


dasar untuk mempelajari konsep-konsep kimia yang lebih mendalam dan
lebih luas di kelas III. Selain itu juga merupakan bekal dalam kehidupan
sehari-hari.

Sedangkan konsep-konsep kimia yang dipelajari di kelas III merupakan


dasar untuk mempelajari konsep-konsep kimia lebih lanjut di jenjarrg
pendidikan tinggi serta merupakan bekal dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep-konsep kimia di SMU meliputi struktur, transformasi, d inam ika,


dan energitika zat.

186
11. Ekonomi

Mata pelajaran Ekonomi dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan


konsep-konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam pemecahan
masalah-masalah ekonomi yang dihadapinya seoara kritis dan objektif.

Untuk program Ilmu Pengetahuan Sosial, mata pelajaran ini dimaksudkan


untuk memberikan bekal kepada siswa mengenal beberapa konsep dan
teori ekonomi sederhana untuk menjelaskan fakta, peristiwa, dan masalah
ekonomi yang dihadapi.

Mata pelajaran ini berisi bahan kajian ekonomi dan akuntansi. Bahan
kajian ekonomi mencakup masalah ekonomi, pengertian dasar ekonomi,
kegiatan ekonomi yang bersifat perseorangan dan bagian-bagian tertentu
dari masyarakat, ekonomi Indonesia

Dan luar negeri, pengelolaan bahan usaha dan dasar-dasar ekonometri.


Bahan akuntansi mencakup pengertian dasar akuntansi, siklus akuntansi
perusahaan jasa, perusahaan dagang dan koperasi, serta komputer
akuntansi.

12. Sosiologi

Mata pelajaran Sosiologi dimaksudkan untuk memberikan kemampuan


memahami secara kritis berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari
yang muncul seiring dengan perubahan masyarakat dan budaya,
menanamkan kesadaran perlunya ketentuan hidup bermasyarakat, dan
mampu menempatkan diri di berbagai situasi sosial budaya sesuai dengan
kedudukan, peran, norma, dan nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

Mata pelajaran Sosiologi pada Program Ilmu Pengetahuan Sosial


dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan dan kemampuan
mengungkapkan berbagai gejala dan masalah sosial-budaya dalam
kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran ini berisi bahan kajian tentang
proses perubahan sosial-budaya, sosialisasi, moderenisasi, pelapisan
sosial, dan masalah-masalah sosialbudaya dalam kehidupan sehari-hari.

187
13. Geografi

Mata pelajaran Geografi dimaksudkan untuk memberikan bekal


kemampuan dan sikap rasional yang beitanggung jawab dalam
menghadapi gejala alam dan kehidupan di muka bumi serta
permasalahannya yang timbul akibat interaksi antara manusia dengan
lingkungannya.

Mata pelajaran ini mencakup pemahaman dasar-dasar pengertian geografi


dan sistem informasi geografi; kajian sistematik tentang gejala-gejala alam
dan kehidupan; kajian regional (wilayah) mengenai beberapa kawasan
penting dunia yang ada di benua Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika; kajian
khusus yang sejalan dengan kecenderungan perkembangan ekonomi,
kemajuan ilrnu pengetahuan dan teknologi, yaitu mengenai indusfi dan
persebarannya serta pola keruangan desa dan kota.

14. Tata Negara

Mata pelajaran Tata Negara dimaksudkan untuk meningkatkan


kemampuan agar siswa memahami penyelenggaraan Negara sesuai dengan
tata kelembagaan negara, tata peradilan, system pemerintahan negara RI,
maupun nagara lain. Mata pelajaran ini berisi konsep-konsep dasar negara
secara umum, bentuk negara, sistem pemerintahan RI sejak proklamasi
1945 sampai dengan sekarang, hukum serta sistem politik di negara RI,
dan hubungan intemasional.

Mata pelajaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir


rasional, kritis dalam memahami permasalahan tentang hak dan kewajiban
kehidupan berbangsa dan bernegara.

15. Sejarah dan Budaya

Mata pelajaran Sejarah Budaya dimaksudkan untuk menanamkan


pernahaman tentang adanya keterkaitan perkembangan budaya masyarakat
pada masa lampau, masa kini, dan masa mendatang sehingga siswa

188
menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan
masa kini.

Bahan kajian Sejarah Budaya berisi kajian tentang perkembangan


kebudayaan di Indonesia dan luar Indonesia dari masa pra sejarah hingga
masa kini, perkembangan dan kecenderungan unsur-unsur budaya
mutakhir, serta peranan kebudayaan dalam pembangunan nasional.

16. Bahasa Asing Lain

Mata pelajaran Bahasa Asing Lain dimaksudkan untuk memberikan


kepada siswa keterampilan awal membaca, menyimak, berbicara, dan
menulis dalam bahasa asing untuk penyerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta seni budaya dan untuk peningkatan hubungan antarbangsa.

Mata pelajaran ini berisi keterampilan membaca, menyimak, berbicara,


dan menulis dalam bahasa asing yang diajarkan secara terpadu. Unsur-
unsur bahasa seperti: tata bahasa, Kosakata, lafal, dan ejaan, diajarkan
untuk menunjang keempat keterampilan berbahasa tersebut.

Mata Pelajaran ini berupa antara lain mata pelajaran Bahasa Arab, Bahasa
Jerman, Bahasa Jepang, dan atau Bahasa Perancis.

17. Pendidikan Seni

Mata pelajaran Pendidikan Seni bertujuan untuk menanarnkan dan


mengembangkan cita rasa keindahan dan keterampilan berolah seni serta
rasa cinta dan bangga terhadap seni budaya bangsa Indonesia. Selain itu
mata pelajaran Pendidikan Seni bertujuan untuk rnenyeimbangkan
kemampuan rasional dan emosional.

Matapelajaran ini berisikan bahan kajian seni musik, senirupa, seni tari,
dan seni teater.

18. Antopologi

Mata pelajaran Antropologi dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan


mengenai proses terjadinya kebudayaan, pemanfaatan dan perwujudannya

189
dalam kehidupan sehari-hari; menanamkan kesadaran perlunya
menghargai nilai-nilai budaya suatu bangsa, terutama bangsa sendiri;
menanamkan kesadaran tentang peranan kebudayaan dalam perkembangan
dan pembangunan masyarakat serta dampak perubahan kebudayaan
terhadap kehidupan bermasyarakat. Mata pelajaran ini berisi kajian tentang
: asal mula kebudayaan Indonesia, dan factor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kebudayaan seperti lingkungan alam/fisik, ras dan sebagainya;
bentuk-bentuk masyarakat di Indonesia; tinjauan terhadap beberapa
masyarakat suku di Indonesia; peranan unsur kebudayaan tradisional
terhadap pembangunan dan bagaimana membentuk kebudayaan menuju
masa depan.

F. Lama Pendidikan

Pendidikan di sekolah menengah umum berlangsung selama tiga tahun. Bagi


siswa yang memiliki kemampuan luar biasa dimungkinkan menempuh pendidikan
di sekolah menengah umum lebih singkat dari waktu yang ditentukan.

G. Perpindahan Sekolah

Siswa sekolah menengah umum dapat pindah ke sekolah menengah kejuruan atau
satuan pendidikan menengah lainnya yang setara asalkan memenuhi persyaratan
pada sekolah atau satuan pendidikan yang dituju.

BAB IV: PELAKSANAAN

A. Waktu Belajar

Kurikulum Sekolah Menengah Umum menerapkan sistem catur wulan yang


membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi tiga bagian waktu yang masing-
masing disebut catur wulan ( I tahun = 3 catur wulan). Jumlah hari belajar dalam
satu tahun ajaran adalah 240 hari, termasuk di dalamnyawaktu bagi
penyelenggaraanpenilaian kegiatan, kemajuan dan hasil belajar siswa. Jumlah hari
belajar efektif dalam satu tahun ajalan sekurang-kurangnya 204hari.Satu jam
pelajaran lamanya 45 menit.

190
B. Sistem Guru

Sekolah Menengah Umum menggunakan sistem guru mata pelajaran.

C. Perencanaan kegiatan belajar-mengaiar

Perencanaan kegiatan belajar-mengajar meliputi :

a. Perencanaan tahunan

b. Perencanaan catur wulan, dan

c. Perencanaan yang dituangkan dalam bentuk persiapan mengajar.

D. Bahasa Pengantar

Bahasa pengantar dalam pendidikan pada sekolah menengah umum adalah bahasa
Indonesia (Pasal 41 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989).

E. Sistem Pengajaran

l. Kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan dengan sistem klasikal di mana


sekelompok siswa dengan kemampuan rata-rata hampir sama, dengan usia
yang hampir sama, menerima pelajaran dari seorang guru dalam mata
pelajaran tertentu supaya ada diskusi dalam waktu dan tempat yang sama.
Bila diperlukan dapat dibentuk kelompok sesuai dengan tujuan dan
keperluan pengajaran.

2. Kegiatan belajar-mengajar pada dasarnya mengembangkan kemampuan


psikis dan fisik serta kemampuan penyesuaian sosial siswa secara utuh.
Dalam rangka mempersiapkan siswa untuk m elanjutkan ke pend idikan
tinggi atau memasuki lapangan kerja, perlu dilaksanakan pula kegiatan
belajar-mengajar yang mengembangkan kemandirian, sikap
bertanggungjawab dalam belajar dan mengemukakan pendapat, berpikir
secara teratur, kritis, disiplin, dan keberanian dalam mengambil suatu
keputusan.

3. Mengingat kekhasan setiap mata pelajaran, cara penyajian pelajaran atau


metode mengajar hendaknya memanfaatkan berbagai sarana penunjang

191
seperti kepustakaan, alat peraga, lingkungan alam, sosial, dan budaya,
serta narasumber.

F. Kegiatan Perbaikan dan Pengayaan

Kegiatan perbaikan adalah kegiatan belajar-mengajar yang dimaksudkan untuk


membantu siswa memahami bahan kajian atau pelajaran sehingga siswa mampu
mencapai tingkat penguasaan minimal yang ditetapkan. Kegiatan pengayaan
adalah kegiatan belajar-mengajar yang dimaksudkan untuk perluasan dan
pendalaman bahan kajian atau pelajaran bagi siswa yang telah mencapai tingkat
penguasaan minimal lebih awal dari padarata-rata siswa lainnya.

Kegiatan perbaikan dan pengayaan dilaksanakan dengan menggunakan waktu


yang disediakan sesuai dengan keadaan kebutuhan.

G. Tahap Pelaksanaan Kurikulum

Kurikulum Sekolah Menengah Umum dilaksanakan secara bertahap mulai dengan


kelas I pada tahun ajaran 199411995, kelas I dan II pada tahun ajaran 199511996,
dan semua kelas pada tahun ajaran 199611997 dan seterusnya.

H. Penahapan pelaksanaan kurikulum dapat digambarkan dalam baganberikut ini.

BAB V: PENILAIAN

A. Penilaian Kemajuan Belajar

Penilaian Kegiatan dan kernajuan belqjar siswa adalah upaya pengumpulan


informasi tentang kemajuan belajar siswa. Penilaian bertujuan untuk mengetahui
kemajuan belajar siswa, untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan kegiatan
pembelajaran. Penilaian ini juga memberikan umpan balik bagi perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.

B Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar adalah upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui


seberapajauh pengetahuan dan kemampuan telah dicapai oleh siswa pada akhir
setiap catur wulan, dan akhir tahun pelajaran, atau akhir pendidikan SMU.

192
Penilaian hasil belajar pada akhir catur wulan, akhir tahun pelajaran, direncanakan
oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan dilaksankan
oleh sekolah yang bersangkutan, sedangkan penilaian akhir.peqdidikan SMU
direncanakan oleh Ditjen Dikdasmen dan dilaksanakan'oleh sekolah yang
bersangkutan dengan koordinasi Kantor Wilayah Depdikbud, berpedoman pada
ketentuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Penilaian hasil belajar pada akhir catur wulan 3 kelas II mencakup semua mata
pelajaran yang diajarkan di kelas II. Penilaian ini dapat digunakan sebagai:

a. bahan pertirnbangan dalam pemilihan program pengajaran khusus di


kelas III,

b. salah satu unsur utama untuk menetukan kenaikan kelas.

Penilaian hasil belajar pada akhir pendidikan di SMU digunakan untuk.


menyatakan bahwa siswa yang bersangkutan telah selesai mengikuti (tamat)
pendidikan SMU.

Penilaian hasil belajar yang didasarkan atas ukuran yang ditetapkan secara
nasional dilakukan untuk mernperoleh keterangan tentang mutu hasil pendidikan
di SMU.

BAB VI: PENGEMBANGAN KURIKULUM SELANJUTNYA

A. Tingkat Nasional

Pada tingkat nasional, pengembangan kurikulum selanjutnya mencakup


penyesuaian isi, bahan pelajaran, dan cara dengan memperhatikan tahap
perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikan menengah umum.

B. Tingkat Daerah.

Pada tingkat daerah, pengembangan kurikulum pendidikan menengah umum


selanjutnya sesuai dengan Pasal l5 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor
29 tahun 1990, dan tanpa mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional,

193
mencakup: (1) Penjabaran lebih lanjut bahan kajian atau pokok bahasan dan atau
bahan pelajaran kurikulum yang berlaku nasional, misalnya mata pelajaran
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris; (2) Penambahan bahan pelajaran/bahan
kajian atau pokok bahasan, berdasarkan kurikulum yang berlaku nasional,
misalnya: mata pelajaran Pendidikan Seni dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan;
dan (3) Penyesuaian cara penyampaian yang tercantum dalam kurikulum nasional
dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.

MASA DEMOKRASI PARTISIPATORI [ORDE REFORMASI]


1998 – SAMPAI DENGAN SEKARANG (2010)

PROLOG

Salah satu tuntutan gerakan “Reformasi” dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara telah membuahkan hasil, yaitu mundurnya Presiden
Soeharto sebagai pemimpin rejim pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998.
Mundurnya Soeharto dari jabatan presiden selama 32 tahun disambut dengan
gembira oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Puncaknya gerakan reformasi yaitu ketika krisis finansial Asia yang menyebabkan
ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat
Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei


1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar
dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan
diri dari jabatannya.

Runtuhnya pemerintahan Orde Baru berimplikasi tuntutan perubahan terhadap


kebijakan-kebijakan pemerintah sebagai produk dari masa pemerintahan Orde
Baru. Para reformis menuntut agar seluruh kebijakan berkenaan dengan

194
kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mendukung gerakan reformasi
harus dirubah secara total.

Atas dasar itu, pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berbangsa dan
bernegara dituntut untuk disempurnakan secepat mungkin. Langkah pertama yang
dilakukan adalah penyempurnaan kurikulum Kurikulum 1994.

KURIKULUM 1994 YANG DISEMPURNAKAN ATAU


DISESUAIKAN [SUPLEMEN GBPP 1999]

Seiring dengan terjadinya gerakan Reformasi pada tahun 1998 yang menuntut
peningkatan kesadaran terhadap keterbukaan, bidang pendidikan sebagai salah
satu aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dituntut untuk segera direformasi.
Sorotan yang pertama kali untuk direformasi atau disempurnakan dalam bidang
pendidikan ditujukan kepada Kurikulum 1994 yang sedang berjalan pada waktu
itu. Pada hakikatnya, penyempurnaan ini merupakan proses dari penelitian dan
pengembangan kurikulum secara terus menerus.

Sebenarnya sebelum terjadinya reformasi pun, Kurikulum 1994 telah


mendapatkan berbagai tanggapan, kritik, dan saran yang sangat konstruktif dari
masyarakat, praktisi, dan pakar pendidikan. Atas dasar itu dan seiring dengan
tuntutan reformasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1998
meresponnya dengan melakukan penyempurnaan dan penyesuaian sebagaimana
mestinya dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan
peserta didik dan kepentingan nasional.

Dari serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menyempurnakan atau


menyesuaikan Kurikulum 1994 selama 1 tahun, akhirnya pada tahun 1999 telah
dihasilkan dokumen “Penyempurnaan/Penyesuaian Kurikulum 1994 [Suplemen
Garis-Garis Besar Program Pengajaran atau GBPP 1999] SMU”. Sejumlah mata
pelajaran dalam Suplemen GBPP SMU yang telah disempurnakan yaitu sebagai
berikut:

195
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

2. Bahasa dan Sastra Indonesia

3. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum

4. Bahasa Inggris

5. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

6. Matematika

7. Fisika

8. Kimia

9. Biologi

10. Ekonomi dan Akuntansi

11. Sosiologi

12. Geografi

13. Pendidikan Seni

14. Sejarah Budaya

15. Tata Negara

16. Antropologi

Jadi sebenarnya penyempurnaan/penyesuaian ini lebih diarahkan hanya pada


peninjauan kembali substansi yang dianggap sudah tidak sesuai dengan tuntutan
dan jiwa reformasi, sedangkan Struktur Kurikulum sebagaimana yang terdapat
dalam Kurikulum 1994 SMA secara prinsip tidak mengalami perubahan sama
sekali. Suplemen GBPP SMA sebagai hasil penyempurnaan mulai
diimplementasikan pada awal tahun 1999/2000.

196
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI [KURIKULUM
2004]

LANDASAN, PENGERTIAN, PRINSIP PENGEMBANGAN, DAN


PELAKSANAAN

A. Landasan

Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan
global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya.
Perkembangan dan perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya
perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk
mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman tersebut.

Atas dasar tuntutan mewujudkan masyarakat seperti itu, diperlukan upaya


peningkatan mutu pendidikan yang harus dilakukan secara menyeluruh yang
mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-
aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan,
keterampilan dan seni. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada
peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui
pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri,
dan berhasil di masa datang. Dengan demikian, peserta didik memiliki
ketangguhan, kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran
dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Oleh
karena itu diperlukan penyempurnaan kurikulum sekolah dan madrasah yang
berbasis pada kompetensi peserta didik.

Penyempurnaan kurikulum ini dilandasi oleh kebijakan-kebijakan yang


dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. UUD 1945 dan perubahannya;

2. Tap MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN;

197
3. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

4. Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; dan

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah


dan Daerah Propinsi sebagai Daerah Otonom.

Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan


Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan sebagai Daerah Otonom berimplikasi terhadap kebijaksanaan
pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Pergeseran
pengelolaan tersebut berimplikasi pada penyempurnaan kurikulum pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah.

Penyempurnaan kurikulum tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 20


Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu berkenaan dengan pasal-
pasal sebagai berikut:

1) Pasal 3 tentang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan


kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, barakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta tanggung jawab;

2) Pasal 35 Ayat (1) tentang standar nasional pendidikan berkenaan dengan


standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala;

3) Pasal 36 ayat (1) dan (2) tentang pengembangan kurikulum dilakukan


dengan mengacu pada standar nasional dan tujuan pendidikan, serta
memperhatikan prinsip diversifikasi sesuai dengan potensi peserta didik;

4) Pasal 37 ayat (1) tentang muatan wajib pada kurikulum pendidikan dasar
dan menengah; dan;

198
5) Pasal 38 ayat (1) tentang penetapan Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah
dan ayat (2) tentang peran koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan
Provinsi dan untuk pendidikan menengah dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan dasar dan Menengah sesuai dengan relevansinya oleh setiap
kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah.

B. Pengertian

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sesuai dengan
pengertian tersebut, Kurikulum 2004 berisi seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara
pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah
dan madrasah.

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang


diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali
melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati.
Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan
bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual. Pada pendidikan kejuruan
kompetensi yang berkait dengan tugas-tugas lulusan di tempat kerja, ditetapkan
berdasarkan standar kompetensi yang berlaku di dunia kerja sesuai dengan
keahliannya.

Kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-kanak


dan Raudhatul Athfal, Kelas I sampai dengan Kelas XII yang menggambarkan
suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring
dengan perkembangan psikologis peserta didik. Khusus pendidikan kejuruan
kompetensi yang dituangkan dalam kurikulum adalah standar kompetensi yang
berlaku di dunia kerja yang bersangkutan.

199
C. Prinsip-Prinsip Pengembangan dan Pelaksanaan

1. Prinsip-Prinsip Pengembangan

a. Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan nilai-nilai


Budaya

Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami,
dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.

b. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika

Pengalaman belajar dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika,


logika, estetika, dan kinestetika.

c. Penguatan Integritas Nasional

Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuh-


kembangkan pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya
dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan
terhadap peradaban dunia.

d. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi

Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan


menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh
ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi.

e. Pengembangan Kecakapan Hidup

Kecakapan hidup mencakup keterampilan diri (personal skills),


keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan sosial (social
skills), keterampilan akademik (academic skills), keterampilan vokasional
(vocational skills). Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui
pembudayaan membaca, menulis, dan berhitung; sikap, dan perilaku
adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif.

200
f. Pilar Pendidikan

Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam empar pilar, yaitu:


(i) belajar untuk memahami, (ii) belajar untuk berbuat kreatif, (iii) belajar
untuk hidup dalam kebersamaan, dan (iv) belajar untuk membangun dan
mengekspresikan jati diri yang dilandasi ketiga pilar sebelumnya.

g. Komprehensif dan Berkesinambungan

Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu


pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang
disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia Taman Kanak-kanak
atau Raudhatul Athfal sampai dengan pendidikan menengah. Kemampuan
mencakup pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola piker dan
perilaku. Substansi mencakup norma, nilai-nilai, dan konsep, serta
fenomena dan kenyataan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.

h. Belajar Sepanjang Hayat

Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta


didik yang berlanjut sepanjang hayat.

i. Diversifikasi Kurikulum

Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan


satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik

2. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan

a. Kesamaan Memperoleh Kesempatan

Penyediaan tempat yang memberdayakan semua peserta didik secara


demokratis dan berkeadilan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sangat diutamakan. Seluruh peserta didik dari berbagai kelompok
seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial, yang
memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul berhak menerima
pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.

201
b. Berpusat Pada Anak

Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama, dan menilai
diri sendiri diutamakan agar peserta didik mampu membangun kemauan,
pemahaman, dan pengetahuannya. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik perlu terus menerus diupayakan. Penilaian berkelanjutan
dan komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian upaya
tersebut. Penyajiannya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan
peserta didik melalui pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.

c. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan

Semua pengalaman belajar dirancang secara berkesinambungan mulai dari


Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, kelas I sampai dengan XII.
Pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
berfokus pada kebutuhan peserta didik yang bervariasi dan
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Keberhasilan pencapaian
pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung jawab bersama dari
peserta didik, guru, sekolah dan madrasah, orangtua, perguruan tinggi,
dunia usaha dan industri, dan masyarakat.

d. Kesatuan dalam Kebijakan dan Keberagaman dalam Pelaksanaan

Standar kompetensi disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan


dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah dan
madrasah. Standar kompetensi dapat dijadikan acuan penyusunan
kurikulum berdiversifikasi berdasarkan pada satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik, serta taraf internasional.

D. Tujuan

Rumusan tujuan untuk masing-masing satuan pendidikan mengacu pada fungsi


dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang

202
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
beserta peraturan-peraturan pemerintah yang menyertainya.

Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang


beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kerakhlak mulia;
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dan demokratis; dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Penyelenggaraan pendidikan menengah bertujuan untuk menghasilkan lulusan


yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia;
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi; memiliki etos dan budaya kerja; dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

STRUKTUR DAN SISTEM PERSEKOLAH DAN MADRASAH

A. Jenjang dan Jalur Pendidikan serta Jenis Sekolah

Pendidikan di SMA dalam jalur pendidikan formal berlangsung selama 3 tahun,


yaitu mulai kelas X sampai dengan kelas XII yang diperuntukkan terutama bagi
siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Di jalur nonformal, pendidikan
menengah setara dengan Paket C.

Posisi SMA dalam jenjang dan jalur pendidikan digambarkan dalam struktur
persekolahan berikut ini.

203
STRUKTUR PERSEKOLAHAN DAN MADRASAH
Dunia Kerja/Hidup di Masyarakat

Universitas/Sekolah
Tinggi/Akademi/
TINGGI
Politeknik

XII SMA 18
XI SMK dan 17
MENENGAH dan SMLB Paket C
X MAK 16
MA

IX 15
VIII SMP dan MTs SMPLB Paket B 14
VII 13

DASAR
VI 12
V 11
IV 10
SD dan MI SDLB Paket A
III 9
II 8
I 7

TK dan RA TKLB 6
5
Taman Penitipan Anak & 4
Kelompok Bermain 3
USIA DINI
2
1
Lahir
JENJANG TINGKAT/ FORMAL NONFORMAL USIA
PENDIDIKAN KELAS JALUR (TH)

B. Sistem Kenaikan Tingkat/Kelas

Sekolah dan madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah


menggunakan sistem kenaikan tingkat/kelas, yaitu mulai dari Tingkat/Kelas I
sampai dengan Tingkat/Kelas XII yang harus ditempuh oleh siswa secara bertahap
dan berkesinambungan sesuai dengan lama masa belajar pada setiap satuan
pendidikan.

Penempatan siswa di kelas-kelas awal Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah


berdasarkan pada perkembangan fisik dan mental serta keharusan wajib belajar.

204
Sedangkan di setiap kelas berikutnya, penempatan siswa menggunakan sistem
kenaikan kelas yang didasarkan pada penguasaan kompetensi.

C. Sistem Belajar

Pengaturan waktu belajar di semua jenjang dan jenis pendidikan dasar dan
menengah menggunakan sistem semester, yaitu sistem yang membagi waktu
belajar satu tahun pelajaran ke dalam 2 periode belajar.

STANDAR KOMPETENSI

Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, fungsi dan tujuan pendidikan
nasional diwujudkan ke dalam standar nasional dan kurikulum. Keterkaitan antara
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, standar nasional, dan kurikulum
dibagankan sebagai berikut.

KETERKAITAN FUNGSI, TUJUAN, DAN STANDAR PENDIDIKAN


NASIONAL SERTA KURIKULUM

Standar nasional meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga


kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar
nasional ini kemudian dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum meliputi pengembangan kerangka dasar dan struktur

205
kurikulum, seperangkat bahan kajian, mata pelajaran, pedoman, silabus, dan
bahan ajar.

Kerangka dasar dan struktur kurikulum merupakan kerangka kebijakan untuk


pelaksanaan kurikulum 2004 yang memuat landasan, fungsi, tujuan, dan prinsip,
struktur dan sistem persekolahan, standar kompetensi lulusan, struktur kurikulum,
pelaksanaan kurikulum, serta penilaian dan pengembangan kurikulum selanjutnya.

Bahan Kajian merupakan penjabaran dari standar isi yang mencakup kajian yang
dibakukan dalam bentuk kompetensi.

Mata pelajaran merupakan seperangkat kompetensi dasar yang dibakukan dan


substansi pelajaran mata pelajaran tertentu per satuan pendidikan dan per kelas
selama masa persekolahan. Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar
yang harus dicapai oleh siswa per kelas dan per satuan pendidikan sesuai dengan
tingkatan pencapaian hasil belajarnya. Tolok ukur kompetensi dikemukakan
dalam indikator.

Pedoman merupakan acuan bagi pengembangan, pemasyarakatan, pelaksanaan,


pemantauan dan penilaian kurikulum. Pedoman meliputi pedoman pembelajaran,
pedoman penilaian kelas, pedoman penyusunan silabus, pedoman penggunaan
sarana belajar, pedoman pengelolaan kurikulum, dan pedoman bimbingan karir.

Silabus merupakan penjabaran kompetensi dan tujuan ke dalam rincian kegiatan


dan strategi pembelajaran, kegiatan dan strategi penilaian, dan alokasi waktu per
mata pelajaran per satuan pendidikan dan per kelas.

Bahan ajar merupakan bahan pembelajaran yang sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan
kejiwaan peserta didik.

Keterkaitan antara fungsi dan tujuan pendidikan nasional, standar kompetensi


lulusan, dan standar isi diwujudkan ke dalam bahan kajian, seperangkat
kompetensi lintas kurikulum dan mata pelajaran. Keterkaitan ini dapat dilihat pada
bagan berikut.

206
KETERKAITAN ANTARA FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN
NASIONAL, STANDAR KOMPETENSI LULUSAN, DAN STANDAR ISI

Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional

Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Bahan Kajian


Kompetensi Standar Isi
Lintas Standar Kompetensi Mata Pelajaran dan Kegiatan
Kurikulum Belajar Pembiasaan

Fungsi dan tujuan nasional adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU


Nomor 20/2003. Standar Kompetensi Lulusan merupakan seperangkat kompetensi
yang dibakukan dan harus dicapai peserta didik sebagai hasil belajarnya dalam
setiap satuan pendidikan.

Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah adalah


sebagai berikut:

• Keyakinan dan ketaqwaan yang tercermin dalam perilaku sehari-hari sesuai


dengan ajaran agama yang dianutnya.

• Menginternalisasi nilai dasar humaniora untuk menerapkan kebersamaan


dalam kehidupan bermasyarakat.

• Wawasan kebangsaan dan bernegara.

• Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya secara


produktif, kompetitif, koperatif, dan mampu memanfaatkan lingkungan
secara bertanggungjawab.

• Berpikir logis, kritis, inovatif, dan kreatif dalam memecahkan masalah, serta
berkomunikasi secara verbal baik lisan maupun tertulis sesuai dengan
konteksnya melalui berbagai media termasuk teknologi informasi.

• Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan akademik

207
• Memanfaatkan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki untuk hidup di
masyarakat.

• Meningkatkan pengetahuan dan kecakapan melalui belajar secara mandiri


dalam rangka membangun masyarakat belajar.

• Kemampuan berolah raga, menjaga kesehatan, membangun ketahanan dan


kebugaran jasmani.

• Berekspresi dan menghargai seni dan keindahan.

Standar Kompetensi Lulusan kemudian dijabarkan ke dalam Standar Isi yang


memuat Bahan Kajian, dan Mata Pelajaran serta Kegiatan Belajar Pembiasan.

Kompetensi dalam bahan kajian disajikan secara bertahap dan berkesinambungan


dalam pernyataan pemeringkatan dalam aspek. Kompetensi tersebut memuat
delapan peringkat pencapaian prestasi peserta didik selama mereka mengikuti
pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pemeringkatan tersebut terdiri atas 6 level, yaitu Level 0, 1, 2, 3, 4, 4-A, 5 dan 6
sebagaimana terinci dalam tabel di bawah ini.

PEMERINGKATAN DAN KESETARAANNYA DENGAN KELAS

Level Kesetaraan Kelas Penjelasan


0 TK dan RA Kesiapan untuk memasuki sekolah dasar dan madrasah
ibtidaiyah, namun tidak menjadi prasyarat untuk memasuki
sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah.
1 I – II Penguasaan kemampuan dasar untuk menggunakan bahasa
lisan, tulis, dan angka dalam berkomunikasi.
2 III – IV Tahap orientasi operasional konkret untuk beralih secara
bertahap ke kemampuan berpikir yang lebih abstrak.
3 V - VI Pencapaian kompetensi lulusan sekolah dasar dan
madrasah ibtidaiyah dan peralihan ke jenjang sekolah
menengah pertama dan madrasah tsanawiyah.
4 VII – VIII Penguasaan keterampilan berpikir dan penalaran proses
abstraksi melalui kompetensi yang dipelajari dan
diterapkan dalam menyelesaikan masalah.
4-A IX Pencapaian kompetensi lulusan sekolah menengah pertama
dan madrasah tsanawiyah sesuai dengan tuntutan wajib
belajar 9 tahun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan

208
yang lebih tinggi atau hidup di masyarakat.
5 X Penguasaan kompetensi yang mendukung pemilihan
dan/atau penentuan program studi atau pilihan atau
keahlian.
6 XI – XII Pencapaian kompetensi lulusan sekolah menengah atas dan
sekolah menengah kejuruan serta madrasah aliyah dan
madrasah aliyah kejuruan untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi, bekerja, atau hidup di masyarakat.

Pemeringkatan kompetensi harus dapat diukur dan diamati untuk memudahkan


pengambilan keputusan bagi guru, tenaga kependidikan lain, peserta didik, orang
tua, dan penentu kebijaksanaan.

Pemeringkatan kompetensi ini bermanfaat sebagai dasar penilaian dan


pemantauan proses kemajuan dan hasil belajar peserta didik. Pemeringkatan
bermanfaat bagi pelayanan individual, benchmarking, dan fleksibilitas
penyelenggaraan pendidikan.

Kompetensi bahan kajian menjadi acuan dalam penyusunan kompetensi mata


pelajaran untuk setiap satuan pendidikan. Kompetensi bahan kajian dicapai
melalui sepuluh bahan kajian yang berlaku mulai dari SD, SDLB, dan MI; SMP,
SMPLB, dan MTs; serta SMA, SMALB, MA, SMK, dan MAK. Kesepuluh bahan
kajian tersebut yaitu: 1) Pendidikan Agama; 2) Pendidikan Kewarganegaraan 3)
Bahasa; 4) Matematika; 5) Ilmu Pengetahuan Alam; 6) Ilmu Pengetahuan Sosial;
7) Seni dan Budaya; 8) Pendidikan Jasmani dan Olah Raga; 9)
Keterampilam/Kejuruan; dan 10) Muatan Lokal.

Pengorganisasian bahan kajian ke dalam mata pelajaran memperhatikan dan


mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut:

(1) Perkembangan psikologis dan fisik anak,

(2) Kebermanfaatan atau kegunaan atau pragmatik bagi anak,

(3) Beban belajar anak, dan

(4) Disiplin keilmuan.

209
Pengorganisasian kesepuluh bahan kajian ke dalam mata pelajaran untuk SMA
dan MA adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama

2. Kewarganegaraan

3. Bahasa dan Sastra Indonesia

4. Bahasa Inggris

5. Matematika

6. Kesenian

7. Pendidikan Jasmani

8. Sejarah

9. Geografi

10. Ekonomi

11. Sosiologi

12. Fisika

13. Kimia

14. Biologi

15. Teknologi Informasi dan Komunikasi

16. Keterampilan/Bahasa Asing

Kompetensi Lintas Kurikulum merupakan kecakapan hidup dan belajar sepanjang


hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman
belajar secara berkesinambungan. Kompetensi Lintas Kurikulum tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling


menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.

210
2. Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan
mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan
orang lain.

3. Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola,


struktur, dan hubungan.

4. Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan


dari berbagai sumber.

5. Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi,


dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk
mengambil keputusan yang tepat.

6. Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan


budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan
historis.

7. Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual serta


menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju
masyarakat beradab.

8. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan memperhitungkan potensi dan


peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.

9. Menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan


bekerja sama dengan orang lain.

STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN


MADRASAH ALIYAH

Struktur kurikulum berisi: (1) sejumlah mata pelajaran, (2) kegiatan belajar
pembiasaan, dan (3) alokasi waktu. Mata pelajaran mengutamakan kegiatan
instruksional yang berjadwal dan berstruktur. Kegiatan belajar pembiasaan
mengutamakan kegiatan pembentukan dan pengendalian perilaku yang
diwujudkan dalam kegiatan rutin, spontan, dan pengenalan unsur-unsur penting

211
kehidupan masyarakat. Alokasi waktu menunjukan satuan waktu yang digunakan
untuk tatap muka.

Kurikulum SMA dan MA mencakup 2 jenis yaitu: (a) Struktur Kurikulum


Program Studi dan (b) Struktur Kurikulum Program Pilihan. Sekolah dan
madrasah dapat menentukan struktur kurikulum yang sesuai dengan potensi dan
kebutuhan. Masa belajar di SMA dan MA ditempuh selama 3 tahun mulai dari
Kelas X, XI, dan XII. Struktur Kurikulum pada SMALB dan MALB disesuaikan
dengan ketunaan.

1. Struktur Kurikulum Program Studi

Program studi terdiri atas Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Kelas X
merupakan program bersama yang diikuti oleh semua peserta didik. Pada Kelas
XI dan XII dikelompokkan ke dalam tiga program studi, yaitu: Ilmu Alam, Ilmu
Sosial, dan Bahasa.

Program studi Ilmu Alam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip
alam.

Program studi Ilmu Sosial mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip
kemasyarakatan.

Program studi Bahasa mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki


karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip
multikultural dan komunikasi bahasa.

Struktur kurikulum program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa memuat
jumlah dan jenis mata pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terlihat dalam
tabel-tabel berikut ini.

212
STRUKTUR KURIKULUM Kelas X

Alokasi Waktu
Mata Pelajaran
Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4
5. Matematika 4 4
6. Kesenian 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2
8. Sejarah 1 2
9. Geografi 2 1
10. Ekonomi 2 2
11. Sosiologi 2 2
12. Fisika 3 3
13. Kimia 3 3
14. Biologi 3 3
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
16. Keterampilan/Bahasa Asing * *
Jumlah 38 38

Penjelasan untuk Kelas X:


1) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas X adalah 38 jam pelajaran
per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu
total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan
siswa, sekolah, madrasah atau daerah.
2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
3) Minggu belajar untuk kelas X dalam satu tahun pelajaran (2 semester)
adalah 34 – 40 minggu. Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur
jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Madrasah menambah
alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
4) Jam tatap muka per minggu adalah 28.5 jam (1.710 menit), dan jumlah jam
tatap muka per tahun adalah 969 jam (58.140 menit) – 1.140 jam (68.400
menit).
5) Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang
dimaksudkan untuk membekali kemampuan bagi peserta didik untuk hidup
di masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah
serta pemilihannya berdasarkan minat, bakat, dan kemampuan siswa dan
sekolah/madrasah.
6) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum
dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap

213
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
7) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.

STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM STUDI ILMU ALAM

Alokasi Waktu
Mata Pelajaran Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 3 3 3 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 5 5 5 5
6. Kesenian 2 2 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2
8. Sejarah 2 1 - -
9. Geografi 1 2 - -
10. Fisika 4 4 5 4
11. Kimia 4 4 4 5
12. Biologi 4 4 5 4
13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
14. Keterampilan /Bahasa Asing * * * *
Jumlah 39 39 38 36

Penjelasan untuk Program Studi Ilmu Alam:


1) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas XI adalah 39 jam pelajaran
per minggu. Kelas XII semester 1 (satu) adalah 38 jam pelajaran dan
semesDaerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu total
atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan
siswa, sekolah, madrasah atau daerah.
2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
3) Minggu belajar untuk kelas XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester)
adalah 34 – 40 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 29,25 jam
(1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam
(59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
4) Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap
muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap muka
semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.

214
5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap
muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka
semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
6) Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang
mencakup kecakapan hidup yang membekali peserta didik untuk hidup di
masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah.
7) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum
dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
8) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.

STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM STUDI ILMU SOSIAL

Alokasi Waktu
Mata Pelajaran Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 3 3 3 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 4 4
6. Kesenian 2 2 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2
8. Sejarah 3 3 3 3
9. Geografi 3 3 3 2
10. Ekonomi 5 5 5 5
11. Sosiologi 5 5 4 4
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan/ Bahasa Asing * * * *
Jumlah 39 39 38 36

Penjelasan untuk Program Studi Ilmu Sosial:


1) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas XI adalah 39 jam pelajaran
per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu
total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan
siswa, sekolah, madrasah atau daerah.
2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
3) Minggu belajar untuk kelas XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester)
adalah 34 – 40 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 29,25 jam

215
(1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam
(59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
4) Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap
muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap
muka semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap
muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka
semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
6) Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang
mencakup kecakapan hidup yang membekali peserta didik untuk hidup di
masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah.
7) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum
dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
8) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM STUDI BAHASA

Alokasi Waktu
Mata Pelajaran Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 3 3 3 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 6 6 6 5
5. Matematika 4 4 4 4
6. Kesenian 3 3 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2
8. Sejarah 3 3 3 3
9. Antropologi 2 2 2 2
10. Sastra Indonesia 4 4 4 4
11. Bahasa Asing lainnya 4 4 4 4
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan * * * *
Jumlah 39 39 38 36

Penjelasan untuk Program Studi Bahasa:


1) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas XI adalah 39 jam pelajaran
per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu

216
total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan
siswa, sekolah, madrasah atau daerah.
2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
3) Minggu belajar untuk kelas XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester)
adalah 34 – 40 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 29,25 jam
(1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam
(59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
4) Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap
muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap muka
semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap
muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka
semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan
madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
6) Bahasa terdiri atas mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia,
Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing Lain (Arab, Jerman, Perancis, Jepang,
dan Mandarin).
7) Mata pelajaran Keterampilan pemilihannya disesuaikan dengan bakat, minat
siswa dan kebutuhan dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan
madrasah.
8) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum
dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai
kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap
berpatokan pada alokasi waktu per minggu.
9) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.

2. Struktur Kurikulum Program Pilihan

Penyelenggaraan Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Program Pilihan


dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam memilih
sejumlah mata pelajaran yang sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta
didik.

Struktur kurikulum Program Pilihan tersebut memuat jumlah dan jenis mata
pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terinci dalam tabel berikut ini.

217
STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM PILIHAN SEKOLAH MENENGAH
ATAS DAN MADRASAH ALIYAH

Mata Pelajaran Alokasi Waktu


Kelas X Kelas XI Kelas XII
A. Inti
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4
5. Matematika 4 4 4
6. Kesenian 2 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2
8. Sejarah 2 (1) - -
9. Geografi 1 (2) - -
10. Ekonomi 2 - -
11. Sosiologi 2 - -
12. Fisika 3 - -
13. Kimia 3 - -
14. Biologi 3 - -
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 - -
16. Keterampilan/Bahasa Asing * - -
B. Pilihan
[terdiri atas sejumlah mata pelajaran sesuai - 16 12
dengan kemampuan, bakat, dan minat]
Jumlah 38 36 32

Penjelasan untuk Program Pilihan:


1) Kelas X merupakan program bersama yang diikuti oleh semua peserta didik.
2) Program Pilihan yang dimulai pada Kelas XI dan XII terdiri atas sejumlah
mata pelajaran yaitu: Bahasa dan Sastra Indonesia, Matematika, Fisika,
Biologi, Kimia, Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Antropologi, Sejarah, Bahasa
Inggris, Bahasa Jerman, Bahasa Perancis, Bahasa Jepang, Bahasa Mandarin,
Bahasa Arab, Aqidah Akhlak, Tafsir Hadits, Ushul Fiqh, Teknologi
Informasi dan Komunikasi, dan Keterampilan.
3) Standar kompetensi mata pelajaran Ilmu-ilmu Agama sebagai pilihan
dikembangkan oleh Departemen Agama dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
4) Pemilihan mata pelajaran untuk Program Pilihan di Kelas XI dan XII
didasarkan pada minat dan kemampuan peserta didik untuk memilih
program studi di perguruan tinggi.
5) Pemilihan mata pelajaran dilakukan dengan cara:
a. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Ilmu Alam
dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang tersebut
ditambah dengan mata pelajaran lainnya,

218
b. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Ilmu
Sosial dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang
tersebut dan ditambah dengan mata pelajaran lainnya, dan
c. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Bahasa
dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang tersebut
ditambah dengan mata pelajaran lainnya.
4) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas X dan XI adalah 36 jam
pelajaran per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah
alokasi waktu total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai
dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah. Madrasah
menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan.
5) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
6) Minggu belajar untuk kelas X dan XI dalam satu tahun pelajaran (2
semester) adalah 34 – 40 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 27
jam (1.620 menit), jumlah jam tatap muka per tahun adalah 918 jam (55.080
menit).
7) Minggu belajar untuk kelas XII dalam satu tahun pelajaran (2 semester)
adalah 34 - 40 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 24 jam (1440
menit), jumlah jam tatap muka per tahun adalah 816 jam (48.960 menit).
8) Bahasa terdiri atas mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia,
Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing Lain (Arab, Jerman, Perancis, Jepang,
dan Mandarin).
9) Alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran dalam Program Pilihan
disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
10) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
11) Penjelasan teknis untuk pelaksanaan program pilihan akan diatur dalam
pedoman tersendiri.

PELAKSANAAN KURIKULUM

A. Umum

Pelaksanaan kurikulum menerapkan prinsip “Kesatuan dalam Kebijakan dan


Keberagaman dalam Pelaksanaan”. Standar nasional disusun pusat dan cara
pelaksanaannya disesuaikan masing-masing daerah/sekolah dan madrasah.
Perwujudan “Kesatuan dalam Kebijakan” tertuang dalam pengembangan
Kerangka Dasar, Standar Kompetensi Bahan Kajian, dan Standar Kompetensi
Mata Pelajaran, beserta Pedoman Pelaksanaannya. Perwujudan “Keberagaman
dalam Pelaksanaan” tertuang dalam pengembangan silabus dan skenario
pembelajaran.

219
Pelaksanaan kurikulum di daerah perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. perencanaan dan pelaksanaan pendidikan sesuai dengan standar yang


ditetapkan;
2. perluasan kesempatan berimprovisasi dan berkreasi dalam meningkatkan mutu
pendidikan;
3. penegasan tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah dan madrasah,
masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat dalam meningkatkan
mutu pendidikan;
4. peningkatan pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja penyelenggaraan
pendidikan;
5. perwujudan keterbukaan dan kepercayaan dalam pengelolaan pendidikan
sesuai dengan otoritas masing-masing yang dapat membangun kesatuan dan
persatuan bangsa; dan
6. penyelesaian masalah pendidikan sesuai dengan karakteristik wilayah yang
bersangkutan.

Kurikulum dapat didiversifikasikan dengan cara disesuaikan, diperluas, dan


diperdalam untuk melayani keberagaman penyelenggaraan satuan pendidikan,
kebutuhan dan kemampuan daerah dan sekolah dan madrasah ditinjau dari segi
geografis dan budaya serta kemampuan dan minat peserta didik sehingga sekolah
dan madrasah dapat melayani seluruh peserta didik dengan kemampuan di bawah
rata-rata, rata-rata, dan di atas rata-rata untuk mencapai hasil yang optimal.

Diversifikasi kurikulum yang melayani minat peserta didik dan kebutuhan daerah
dirancang oleh daerah dan sekolah dan madrasah. Perwujudan diversifikasi
kurikulum pendidikan kejuruan mengacu pada pencapaian penguasaan
kompetensi sesuai dengan dunia kerja setempat.

Diversifikasi kurikulum juga dilaksanakan untuk melayani peserta didik yang


memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Diversifikasi kurikulum juga perlu dilaksanakan untuk peserta didik

220
dari daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

B. Khusus

1. Bahasa Pengantar

Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam


kegiatan pembelajaran. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam tahap-tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam
penyampaian dan/atau penyajian keterampilan tertentu. Bahasa asing Inggris
dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu
untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

2. Hari Belajar

Jumlah hari belajar satu tahun pelajaran adalah 204 sampai dengan 240 hari
dan jumlah minggu efektif adalah 34 - 40. Pengaturannya dilaksanakan
dengan sistem semester. Pengaturan hari efektif diwujudkan dalam kalender
pendidikan yang berlaku secara nasional.

3. Kegiatan Kurikuler

Kegiatan kurikuler dibedakan dalam 2 kegiatan, yaitu kegiatan intrakurikuler


dan ekstrakurikuler.

a. Intrakurikuler
Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran untuk
menguasai kompetensi dengan mempertimbangkan hak-hak dan kewajiban
peserta didik, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan kegiatan. Khusus
satuan pendidikan kejuruan, kegiatan intrakurikuler disesuaikan dengan
tuntutan dan kondisi dunia kerja dan industri. Kegiatan intra kurikuler
efektif per minggu dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam 5 hari atau 6
hari kerja sesuai dengan kebutuhan sekolah dan madrasah setelah
mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

221
b. Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran di luar
kegiatan intrakurikuler yang diselenggarakan secara kontekstual dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan untuk memenuhi tuntutan penguasaan
kompetensi mata pelajaran, pembentukan karakter bangsa, dan
peningkatan kecakapan hidup yang alokasi waktunya diatur secara
tersendiri berdasarkan pada kebutuhan dan kondisi sekolah dan
madrasah/daerah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa kegiatan
pengayaan dan kegiatan perbaikan atau kunjungan studi ke tempat-tempat
tertentu yang berkaitan dengan esensi materi pelajaran tertentu atau
kegiatan-kegiatan kepramukaan, perkoperasian, kewirausahaan, kesehatan
sekolah dan madrasah, olah raga, dan palang merah.

4. Tenaga Kependidikan

Guru dipersyaratkan mempunyai kualifikasi dan atau kompetensi khusus


untuk menunjang pencapaian kompetensi lulusan pada satuan pendidikan.
Khusus guru sekolah dan madrasah kejuruan dipersyaratkan memiliki
sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi. Guru bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, dan
melakukan pembimbingan dan pelatihan.

Kepala Sekolah dan madrasah bertugas melaksanakan administrasi,


pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan profesional untuk
menunjang pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan.

Pengawas bertugas merencanakan, melaksanakan, memantau dan


mengevaluasi pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan serta memberikan
pelayanan profesional kepada kepala sekolah dan madrasah dan guru termasuk
menyebarkan gagasan baru atau pelaksanaan pembelajaran bermutu secara
efisien.

222
5. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pelaksanaan pembelajaran menggunakan sumber belajar, buku dan alat


pelajaran termasuk teknologi dan multi media yang disediakan pemerintah
dan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Sekolah dan
madrasah menciptakan kondisi yang memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual,
sosial, emosional, spiritual, dan kejiwaan peserta didik.

6. Remedial, Pengayaan, dan Percepatan Belajar

Sekolah dan madrasah memberikan layanan bagi peserta didik yang mendapat
kesulitan belajar melalui kegiatan remedial. Peserta didik yang mencapai
ketuntasan kompetensi lebih cepat dari waktu yang ditentukan memperoleh
pengayaan dan dapat mengikuti program percepatan belajar.

7. Bimbingan dan Konseling

Sekolah dan madrasah memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta


didik dalam konteks pengembangan kepribadian, sosial, karier, dan belajar
lanjutan. Bimbingan dan konseling diberikan secara berkesinambungan oleh
guru yang memenuhi persyaratan. Guru mata pelajaran perlu memberikan
dukungan profesional kepada guru bimbingan khusus dalam mengatasi siswa
yang bermasalah.

8. Pengembangan atau Penyusunan Silabus

Daerah, sekolah dan madrasah mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi


dan kebutuhan masing-masing tetapi tetap berdasarkan pada standar
kompetensi. Dinas Pendidikan propinsi dan kabupaten/kota dapat
mengkoordinasikan kegiatan penyusunan silabus. Penyusunan silabus dapat
dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di daerah dengan melibatkan nara
sumber sesuai keahliannya.

Standar kompetensi dan silabus muatan lokal dapat disusun untuk melayani
kebutuhan, potensi, kekhasan, dan keunggulan lokal. Silabus khusus perlu
disusun untuk melayani peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

223
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Silabus
khusus juga perlu disusun untuk melayani peserta didik dari daerah terpencil,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana
sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

9. Pengelolaan Kurikulum

Sekolah dan madrasah mengelola kurikulum dengan memberdayakan seluruh


unsur penyelenggara, komite sekolah dan madrasah, dewan pendidikan, dunia
usaha dan industri serta pengendali mutu sesuai dengan kondisi, kebutuhan,
dan potensi untuk mewujudkan pencapaian standar kompetensi nasional.
Kabupaten/kota, dan propinsi berperan dan bertanggungjawab dalam
mengkoordinasi dan mensupervisi pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
di sekolah dan madrasah.

10. Sekolah dan Madrasah Bertaraf Internasional

Sekolah dan madrasah bertaraf internasional didirikan untuk menghasilkan


lulusan yang mampu bersaing pada tingkat nasional. Sekolah dapat
menggunakan kurikulum nasional dan atau penggabungan kurikulum nasional
dan internasional yang disesuaikan dengan kekhasan serta potensi sekolah,
madrasah, dan daerah. Bahasa Inggris dan bahasa asing lain dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran.

C. Pentahapan Pelaksanaan

Kurikulum 2004 ini dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2004/2005 secara


bertahap bagi sekolah dan madrasah yang telah siap melaksanakannya dengan
pentahapan sebagai berikut:

1. Pada tahun Pertama mulai Kelas X SMA.


2. Pada tahun Kedua dilaksanakan di Kelas X, XI SMA.
3. Pada tahun Ketiga dan seterusnya dilaksanakan pada seluruh kelas di SMA.

224
Bagi sekolah dan madrasah yang belum siap melaksanakan kurikulum mulai
tahun pelajaran 2004/2005 diharapkan dapat memulainya paling lambat tahun
pelajaran 2006/2007 dengan pentahapan seperti di atas.

D. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran diselenggarakan untuk membentuk watak, peradaban, dan


meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Kegiatan perlu pembelajaran
memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi
dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pebelajar sepanjang
hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Kegiatan pembelajaran
mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu,
hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian,
kegiatan pembelajaran perlu: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan
kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang,
(4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan
pengalaman belajar yang beragam.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran menerapkan berbagai strategi dan metode


pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Dalam hal ini kegiatan pembelajaran mampu mengembangkan dan meningkatkan
kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan,
empati, toleransi, dan kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta
meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.

E. Penilaian Hasil Belajar

Penilaian dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan hasil


belajar dalam ketuntasan pengusaan kompetensi. Penilaian di sekolah dan
madrasah (internal) dilakukan dalam bentuk ulangan harian dan penugasan untuk
menngetahui kemajuan dan hasil belajar di kelas. Penilaian di sekolah dan
madrasah digunakan untuk penentuan perbaikan, pengayaan dan penentuan
kenaikan kelas.

225
Penilaian akhir dapat diselenggarakan oleh sekolah dan madrasah atau oleh pihak
luar (eksternal). Penilaian eksternal dapat digunakan sebagai pengendali mutu
pendidikan seperti Ujian Akhir Nasional dan Tes Kemampuan Dasar.

Penilaian Kelas sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran dilakukan oleh
guru. Dalam Penilaian Kelas, guru berwenang untuk menentukan kriteria
keberhasilan, cara, dan jenis penilaian. Penilaian Kelas berorientasi pada:

• Acuan/Patokan
Semua kompetensi perlu dinilai menggunakan acuan kriteria berdasarkan pada
indikator hasil belajar. Sekolah dan madrasah menetapkan kriteria sesuai
dengan kondisi dan kebutuhannya.
• Ketuntasan Belajar
Pencapaian hasil belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian
kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai
prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut.
• Alat Penilaian
Penilaian menggunakan berbagai cara, tes dan non-tes, untuk memantau
kemajuan dan hasil belajar peserta didik.
• Kriteria Penilaian
Penilaian memberikan informasi yang akurat tentang pencapaian kompetensi
dasar peserta didik, adil terhadap semua peserta didik, terbuka bagi semua
pihak, dan dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan terus menerus untuk
memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik.

Sekolah dan madrasah melaporkan hasil penilaian kepada siswa, orang tua, dan
pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan memuat deskripsi kemajuan dan hasil
belajar secara utuh dan menyeluruh. Hasil penilaian dapat digunakan untuk
mendiagnosis dan memberikan umpan balik untuk perbaikan pembelajaran dan
program.

226
PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM SELANJUTNYA

A. Penilaian Kurikulum

Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh Pusat dan
Daerah. Penilaian kurikulum dilakukan untuk mengetahui keterlaksanan
kurikulum sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta
kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Hasil
penilaian kurikulum digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan dan
mengembangkan kurikulum selanjutnya.

B. Pengembangan Kurikulum Selanjutnya

Sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang berimplikasi pada kebijakan


pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik, maka
masing-masing lembaga tingkat pusat, daerah dan sekolah dan madrasah
mempunyai tanggungjawab tertentu.

Pemerintah bertanggungjawab terhadap penyempurnaan dan pengembangan:

• standar kompetensi siswa dan warga belajar;


• standar materi pokok;
• pembelajaran dan penilaian hasil belajar secara nasional;
• pengendalian mutu,

Pemerintah daerah bertanggungjawab dalam penjabaran dan pelaksanaan


kurikulum yang mencakup:

• pengembangan kurikulum dalam bentuk silabus;


• pengembangan dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal;
• penyusunan petunjuk teknis operasional pelaksanaan kurikulum; dan
• pelaksanaan pemantauan dan penilaian.

Sekolah dan madrasah bertanggungjawab dalam pelaksanaan kurikulum yang


mencakup:

• pengembangan kurikulum dalam bentuk silabus;


• perencanaan pembelajaran dan penilaian; dan

227
• pelaksanaan dan pengelolaan pembelajaran; serta pelaksanaan dan
pengelolaan penilaian hasil belajar.

UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN


NASIONAL TAHUN 2003

Mengingat telah terjadi Amandemen terhadap UUD 1945 dan seiring dengan
bergulirnya prinsip desentralisasi dan otonomi dalam bidang pemerintahan,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
tanggal 27 Maret 1989 perlu disesuaikan atau disempurnakan lagi. Undang-
undang ini memuat aspek antara lain sebagai berikut:

Hakikat Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk


mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dasar. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Fungsi. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan. Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta


didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Standar Nasional Pendidikan. Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di


seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

228
KURIKULUM SMA 2006

Kurikulum SMA tahun 2006, sebagaimana yang dimuat dalam Lampiran


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi, masih menggunakan pola penjurusan yang terdiri atas: (1) Program Ilmu
Pengetahuan Alam; (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial; (3) Program Bahasa;
dan (4) Program Keagamaan.

KERANGKA DASAR KURIKULUM

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan
umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas:

a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. kelompok mata pelajaran estetika;

e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Cakupan setiap kelompok mata pelajaran adalah sebagaimana yang disajikan pada
Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran

Kelompok Mata
No. Cakupan
Pelajaran
1. Agama dan Akhlak Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan
Mulia untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2. Kewarganegaraan Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
dan Kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta

229
Kelompok Mata
No. Cakupan
Pelajaran
didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan
kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan
patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan
pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku
anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Ilmu Pengetahuan Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
dan Teknologi SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan
mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan
kemandirian kerja.
4. Estetika Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk
meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan
kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan
mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni
mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual
sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun
dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan
kebersamaan yang harmonis.
5. Jasmani, Olahraga Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
dan Kesehatan SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik
serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi
fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif,
disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup
sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif
kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas,
kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan
penyakit lain yang potensial untuk mewabah.

230
Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka
dasar kurikulum perlu dikemukakan prinsip pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum.

PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum SMA dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan


peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki


posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

b. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik


peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi
dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum,
muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam
keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,


teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan
isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara
tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

231
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional merupakan keniscayaan.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian


keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan


pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan
informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan


kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

PRINSIP PELAKSANAAN KURIKULUM

Dalam pelaksanaan Kurikulum SMA menggunakan prinsip-prinsip sebagai


berikut:

a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi


peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam

232
hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu,
serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas,
dinamis dan menyenangkan.

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a)


belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar
untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan
berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang
lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang


bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi,
tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan
keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan,
keindividuan, kesosialan, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik


yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan
prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
(di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat
dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan


multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang
jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan
lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar,
contoh dan teladan).

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan


budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.

233
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran,
muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan,
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis
serta jenjang pendidikan.

STRUKTUR KURIKULUM

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan
kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan
dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar
yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan
standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri
merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.

Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh


dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan
Kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan
dan standar kompetensi mata pelajaran. Pengorganisasian kelas-kelas pada
SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program
umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan
program penjurusan yang terdiri atas empat program: (1) Program Ilmu
Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (3) Program Bahasa,
dan (4) Program Keagamaan, khusus untuk MA.

Struktur Kurikulum SMA di Kelas X:

1) Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri seperti tertera pada Tabel 4.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk

234
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor,
guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38
minggu.

STRUKTUR KURIKULUM KELAS X


Alokasi Waktu
Komponen
Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4
5. Matematika 4 4
6. Fisika 2 2
7. Biologi 2 2
8. Kimia 2 2
9. Sejarah 1 1
10. Geografi 1 1
11. Ekonomi 2 2
12. Sosiologi 2 2
13. Seni Budaya 2 2
14. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
16. Keterampilan Bahasa Asing 2 2
B. Muatan Lokal 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*)
Jumlah 38 38

2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran.

235
Struktur Kurikulum SMA di Kelas XI dan XII:

1) Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program
Bahasa, dan Program Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal,
dan pengembangan diri. Kurikulum tersebut secara berturut-turut disajikan
pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan


kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor,
guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.

2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana


tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.

4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38
minggu.

STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI DAN XII: PROGRAM IPA

Komponen Alokasi Waktu


Kelas XI Kelas XII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4

236
Komponen Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
4. Bahasa Inggris 4 4
5. Matematika 4 4
6. Fisika 4 4
7. Biologi 4 4
8. Kimia 4 4
9. Sejarah 1 1
10. Seni Budaya 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
13. Keterampilan Bahasa Asing 2 2
B. Muatan Lokal 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*)
Jumlah 39 39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran.

STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI DAN XII: PROGRAM IPS

Komponen Alokasi Waktu


Kelas XI Kelas XII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4
5. Matematika 4 4
6. Sejarah 3 3
7. Geografi 3 3
8. Ekonomi 4 4
9. Sosiologi 3 3
10. Seni Budaya 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
13. Keterampilan Bahasa Asing 2 2
B. Muatan Lokal 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*)
Jumlah 39 39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran.

STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI DAN XII: PROGRAM BAHASA

Komponen Alokasi Waktu


Kelas XI Kelas XII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 5
4. Bahasa Inggris 5 5

237
Komponen Alokasi Waktu
Kelas XI Kelas XII
5. Matematika 3 3
6. Sastra Indonesia 4 4
7. Bahasa Asing 4 4
8. Antropologi 2 2
9. Sejarah 2 2
10. Seni Budaya 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
13. Keterampilan Bahasa Asing 2 2
B. Muatan Lokal 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*)
Jumlah 39 39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran.

STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI DAN XII: PROGRAM KEAGAMAAN


[KHUSUS UNTUK MA]

Alokasi Waktu
Komponen Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4
5. Matematika 4 4 4
6. Tafsir dan Ilmu Tafsir 3 3 3
7. Ilmu Hadist 3 3 3
8. Ushul Fiqih 3 3 3
9. Tasawuf/Ilmu Kalam 3 3 3
10. Seni Budaya 2 2 2 2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2 2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2
13. Keterampilan Bahasa Asing 2 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 38 38 38 38

2 *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran


)
** Ditentukan oleh Departemen Agama

238
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR

Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam


kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap
tingkat dan/atau semester.

BEBAN BELAJAR

Satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan


program pendidikan dengan menggunakan sistem paket atau sistem kredit
semester. Kedua sistem tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan
pendidikan yang bersangkutan.

Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB kategori standar menggunakan sistem


paket atau dapat menggunakan sistem kredit semester. Satuan pendidikan
SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK kategori mandiri menggunakan sistem kredit
semester.

Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem
penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan
mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan
untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan
pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan
dalam satuan jam pembelajaran.

Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh
peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu
dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan
tingkat perkembangan peserta didik.

Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi
antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam
pembelajaran pada SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.

239
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan
untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.

Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan
adalah sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.

Satu jam
Jumlah jam Minggu Waktu Jumlah jam
Satuan pembelajaran
Kelas pembelajaran Efektif per pembelajaran per tahun
Pendidikan tatap muka
Per minggu tahun ajaran per tahun (@60 menit)
(menit)
884-1064 jam
pembelajaran
I s.d. III 35 26-28 34-38 516-621
(30940 –
SD/MI/ 37240 menit)
SDLB*)
1088-1216 jam
pembelajaran
IV s.d. VI 35 32 34-38 635-709
(38080 –
42560 menit
1088 - 1216
jam
SMP/MTs/ VII s.d.
40 34-38 34-38 pembelajaran 725-811
SMPLB*) IX
(43520 –
48640 menit)
1292-1482 jam
SMA/MA/ pembelajaran
X s.d. XII 45 38-39 34-38 969-1111,5
SMALB*) (58140 - 66690
menit)
1292-1482 jam
pembelajaran 1026 (standar
SMK/MAK X s.d XII 45 36 38
(58140 – minimum)
66690 menit)

KALENDER AKADEMIK

Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan


dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kalender
pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik
selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu
efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.

Alokasi Waktu

Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada


awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.

Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap
tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.

240
Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu,
meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan
lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.

Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan
pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat
berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran,
hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari
libur khusus.

Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera
pada tabel di bawah ini.

No. Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan


1. Minggu efektif Minimum 34 Digunakan untuk kegiatan pembelajaran
belajar minggu dan efektif pada setiap satuan pendidikan
maksimum 38
minggu
2. Jeda tengah Maksimum 2 Satu minggu setiap semester
semester minggu
3. Jeda antarsemester Maksimum 2 Antara semester I dan II
minggu
4. Libur akhir tahun Maksimum 3 Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan
pelajaran minggu administrasi akhir dan awal tahun pelajaran
5. Hari libur 2 – 4 minggu Daerah khusus yang memerlukan libur
keagamaan keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya
sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu
efektif belajar dan waktu pembelajaran
efektif
6. Hari libur Maksimum 2 Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
umum/nasional minggu
7. Hari libur khusus Maksimum 1 Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri
minggu kekhususan masing-masing
8. Kegiatan khusus Maksimum 3 Digunakan untuk kegiatan yang
sekolah/madrasah minggu diprogramkan secara khusus oleh
sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah
minggu efektif belajar dan waktu
pembelajaran efektif

Penetapan Kalender Pendidikan

1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada
bulan Juni tahun berikutnya.

241
2. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya
keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi
penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.

3. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur


serentak untuk satuan-satuan pendidikan.

4. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-


masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut
pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari
pemerintah/pemerintah daerah.

242
PENUTUP

PROFIL KURIKULUM YANG PERNAH BERLAKU

Perkembangan SMA yang dimulai pada zaman kolonial Belanda sampai dengan
zaman Republik Indonesia tampak sangat dinamis. Pada awal pendiriannya sekitar
awal abad ke-20, SMA saat itu dinamakan dengan Algemene Middlebare School
(AMS) yang merupakan sekolah elit hanya bagi peserta didik dari golongan
masyarakat Eropa khususnya Belanda yang ada di bumi nusantara dan masyarakat
pribumi kelas bangsawan. Namun sejak kolonial Jepang dan Republik Indonesia,
SMA mulai dibuka bagi peserta didik dari semua tingkatan golongan masyarakat
sepanjang memenuhi persyaratan untuk masuk SMA.

Dari penelusuran Kurikulum SMA secara historis, hasilnya menunjukkan bahwa


perubahan kurikulum merupakan sesuatu hal yang bisa dan biasa terjadi kapan
saja sesuai dengan berbagai tuntutan seperti politik, kondisi, situasi, dan
kebutuhan lainnya yang terkait dengan perkembangan masyarakat, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Pada intinya, kurikulum di suatu negara tidak
akan terlepas dari tuntutan semua atau sebagian unsur-unsur tersebut. Biasanya,
kurikulum baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi tumpuan politik
negara untuk mentransformasi dan melestarikan bidang kehidupan sosial dan
budaya dari negara yang bersangkutan.

Perkembangan SMA atau nama lain yang setara sejak zaman kolonial Belanda
sampai dengan zaman kemerdekaan disajikan dalam tabel berikut ini.

KURIKULUM PROFIL
1. KURIKULUM SMA ZAMAN
KOLONIAL
Kurikulum AMS Masa Kolonial Belanda Menyiapkan peserta didik dari kalangan elite
kolonial Hindia-Belanda dan bangsawan pribumi
untuk menjadi pegawai pemerintahan kolonial
Hindia-Belanda.
Sekolah Belanda menggunakan pengantar bahasa
Belanda, sedangkan sekolah pribumi

243
KURIKULUM PROFIL
menggunakan bahasa Melayu.
Setelah tahun 1928, bahasa pengantar sekolah
pribumi menggunakan bahasa Indonesia.
Kurikulum SMT Masa Kolonial Jepang Menyiapkan peserta didik dalam rangka
membangun kawasan Asia Timur Raya yang kuat
di bawah kekuasaan Jepang.
Bahasa pengantar menggunakan bahasa Indonesia
dan Jepang.
2. KURIKULUM SMA ZAMAN
REPUBLIK
Kurikulum SMA Masa Perang Membentuk manusia dan warga negara yang
Kemerdekaan bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air.
Mulai dari Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945
dan seterusnya, Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan adalah bahasa pengantar dalam proses
pendidikan. Bahasa daerah sebagai bahasa ibu
boleh digunakan dalam proses pendidikan pada
kelas rendah di sekolah dasar.
Kurikulum SMA Masa Demokrasi Liberal Membentuk manusia dan warga negara yang
bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air.
Kurikulum SMA 1964 Gaya Baru Masa Menyiapkan manusia dan warga negara sebagai
Demokrasi Terpimpin pelaksana dan pengamal Panca Sila dan Panca
Wardana.
Kurikulum SMA 1968 Masa Demokrasi Membentuk manusia Panca Sila sejati
Pancasila berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang
dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isi
UUD 1945.
Kurikulum SMA 1975 Masa Demokrasi Mempersiapkan siswa untuk pendidikan yang
Pancasila lebih tinggi, serta juga mempunyai program
pendidikan untuk siswa yang tidak akan
melanjutkan studinya.
Kurikulum SMA 1984 Masa Demokrasi Memberikan bekal kemampuan yang diperlukan
Pancasila bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan di
perguruan tinggi dan memberikan bekal
kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia
kerja setelah menyelesaikan pendidikannya.
Kurikulum SMU 1994 Masa Demokrasi Melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar
Pancasila serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemapuan lebih lanjut
dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi..
Kurikulum SMA 2004 (KBK) Masa Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan
Demokrasi Partisipatori (Reformasi) teknologi; memiliki etos dan budaya kerja; dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Kurikulum SMA 2006 Masa Demokrasi Menguasai dan memberikan kesempatan kepada
Partisipatori (Reformasi) peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap
peserta didik.

244
EPILOG

Apabila segala perubahan kurikulum di Indonesia dicermati dan dipelajari, banyak


hal yang bisa dijadikan sebagai pelajaran dan pengalaman dalam perjalanan hidup
bangsa Indonesia untuk membangun sumber daya manusia yang diharapkannya
pada setiap periode tertentu. Sekaligus, hal itu juga dapat menjadi bahan atau
informasi yang berharga dalam merancang kurikulum di masa-masa yang akan
datang.

Keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan suatu kurikulum akan dipengaruhi


oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Meskipun kurikulum sudah
dirancang sebaik mungkin, namun di dalam pelaksanaannya akan tergantung
kepada kemampuan para kepala sekolah dan guru untuk menjabarkannya lebih
lanjut di tingkat sekolah dan kelas. Selain itu juga, implementasi kurikulum akan
sangat tergantung kepada dukungan para birokrasi dan pembina pendidikan di
lapangan dengan kebijakan-kebijakan operasionalnya.

Kurikulum sebagai produk “consensus making” memuat rancangan segala


perangkat mengenai isi atau bahan pelajaran dan cara-cara untuk
menyampaikannya kepada para peserta didik, yang disertai dengan prosedur dan
teknik penilaian terhadap pencapaiannya. Hal itu menunjukkan bahwa kurikulum,
pembelajaran, dan penilaian memiliki keterkaitan yang sangat erat dan saling
mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya.

245
KEPUSTAKAAN

American Architectural Foundation. (2005). Report from the National Summit on


School Design. Washington, DC: KnowledgeWorks.
Armstrong, Bavid G. (1989). Developing and Documenting the Curriculum.
Boston, MA: Allyn and Bacon.
Arnett, Jeffrey Jensen. (1999). “Adolescent Storm and Stress, Reconsidered.”
American Psychologist. Vol. 54, No. 5, 317-326.
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit
ALFABETA, CV.
Bloom, Benjamin S., J. Thomas Hasting, & George F. Madaus. (1971). Handbook
on For-mative and Summative Evaluation of Student Learning. New York:
Mc-Graw-Hill Company.
Bloom, Benjamin S. (1976). Human Characteristics and School Learning. New
York: McGraw-Hill Book Company.
Cole, Peter G. & Lorna KS Chan. (1994). Teaching Principles and Practice. New
York: Prentice Hall.
Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. (1964). Rencana Pelajaran dan
Pendidikan Sekolah Menengah Atas Gaya Baru. Jakarta: Balai Pustaka.
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. (1968). Rencana Pendidikan dan
Pelajaran Sekolah Menengah Atas 1968. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Umum, Kejuruan, dan Kursus-Kursus.
-------. (1975). Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 1975. Jakarta:
Depdikbud.
-------. (1984). Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 1984. Jakarta:
Depdikbud.
-------. (1986). Pendidikan di Indonesia: Dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai
Pustaka.
-------. (1996). Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 1984. Jakarta:
Depdikbud.
Depatemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi
[Kurikulum 2004]. Jakarta: Pusat Kurikulum.
Dewantara, Ki-hajar. (1930). “Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran”. Wasita,
Jilid II, No. 1 – 2, Juli – Agustus.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. (2001). Dokumentasi
Bangunan Kolonial Kota Bandung. Bandung: Disbudpar Jabar.

246
Glatthorn, Allan A. (1987). Curriculum Leadership. Glenview, IL: Scott,
Foresman and Co.
Good, Thomas L. & Jere E. Broophy. (1990). Educational Psychology: A
Realistic Approach. New York: Longman.
Gronlund, Norman E. (1976). Measurement and Evaluation in Teaching. New
York: Mac-Millan Publishing Company.
Hasan, Hamid S. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Kerjasama antara UPI
Bandung dan PT Remaja Rosdakarya.
Hirsch, E.D. (1999). The Schools We Need and Why We Don’t Have It. New
York: Anchor Books Double Day.
Jasin, Anwar. (1987). Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi
Kemerdekaan. Jakarta: Balai Pustaka.
Jerald, Craig D. (2009). Defining A 21st Century Education. Alexandria, VA: The
Center for Public Education.
Kartodirdjo, Sartono; Marwati Djoened Poesponegoro; & Nugroho Notosutanto.
(1975-a). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
-------. (1975-b). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
-------. (1975-c). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kartono, Kartini. (1997). Tinjauan Politik mengenai Sistem Pendidikan Nasional:
Bebarapa Kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramita.
Kurasawa, Aiko. (1991). Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô (Japanese Educational
Policy in Java). Tokyo: Kita Zai Sei Kon.
Miller, John P. & Wayne Seller. (1985). Curriculum: Perspectives and Practices.
New York: Longman.
Pareto, Vilfredo. 1971. Manuale di economia politica (Manual of political
economy). Translation of French edition from 1927. Translated by Ann S.
Schwier. Edited by Ann S. Schwier and Alfred N. Page. New York: A.M.
Kelley.
Pink, Daniel H. (2006). A Whole New Mind. New York: Rinehead Books.
Ravitch, Diane. (1995). National Standards in American Education. Washington,
DC: Brooking Institution Press.
Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran berorientasi pada Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sekolah Menengah Atas Negeri 3, Yogyakarta. (1997). 55 Tahun (1942–1997)
SMA 3 Yogyakarta. Yogyakarta: Ikatan Alumni Padmanaba.

247
Sudjana, Nana. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Tilaar, HAR & Riant Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Trilling, Bernie & Charles Fadel. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in
Our Times. San Fransisco, CA: Jossey-Bass Publishing Co.
Wagner, Tony. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books. A
Member of the Perseus Books Group.

248

Anda mungkin juga menyukai