Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


RASA AMAN NYAMAN (NYERI KRONIS) PADA Tn. A DENGAN
DIAGNOSA MEDIS HIPERKOLESTROLEMIA

Dosen Pembimbing:
Ns. Rogayah, M.Kep

Disusun Oleh:
Nama : Moh. Zaini Aziz
NPM : 19024

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKKES Dr. Sismadi Jakarta
Tahun 2021/2022
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA
AMAN NYAMAN NYERI KRONIS PADA Tn. S DENGAN Dx MEDIS
HIPERKOLESTROLEMIA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Hiperkolestrolemia

Kolesterol Tinggi Atau Hiperkolesterolemia Adalah Suatu


Kondisi Dimana Kadar Kolesterol Total Di Dalam Darah Melebihi
Batas Normal,  Yakni Di Atas 200 Mg/Dl. Kolesterol Sendiri
Merupakan Senyawa Lemak Yang Sebagian Besar Diproduksi Oleh
Hati Dan Berfungsi Untuk Pembentukan Membran Sel, Vitamin D
Dan Hormon Tertentu.

Kolesterol Tinggi Sangat Berbahaya Bila Kadar Kolesterol Hdl


Terlalu Rendah Dan Kadar Kolesterol Ldl Terlalu Tinggi. Apabila Terus
Dibiarkan, Maka Kondisi Ini Dapat Menyebabkan Timbulnya
Berbagai Gangguan Kesehatan, Terutama Serangan Jantung Dan Stroke.

2. Etiologi Hiperkolestrolemia

Kolesterol tinggi biasanya disebabkan oleh kebiasaan buruk akibat


terlalu sering mengonsumsi makanan tak sehat yang mengandung
kolesterol tinggi dan lemak jahat seperti lemak jenuh dan lemak trans.
Contohnya seperti makanan cepat saji, gorengan dan berbagai olahan kue
atau biskuit yang banyak mengandung margarin dan krim.
Dalam beberapa kasus, kolesterol tinggi juga dapat bersifat genetik.
Artinya, kondisi yang dialaminya tersebut bukan hanya disebabkan oleh
faktor makanan saja, melainkan akibat gen yang diturunkan dari orang tua
sehingga membuat tubuh tidak mampu bekerja sebagaimana mestinya
dalam mengolah kolesterol juga lemak.
3. Patofisiologi / pathway

Hiperkolesterolemia merupakan tingginya fraksi lemak darah, yaitu

berupa peningkatan kadar kolesterol total, peningkatan kadar LDL kolesterol dan

penurunan kadar HDL kolesterol. Kolesterol dimetabolisme di hati, jika kadar

kolesterol berlebihan maka akan dapat mengganggu proses metabolisme sehingga

kolesterol tersebut menumpuk di hati. Kolesterol yang masuk ke dalam hati tidak

dapat diangkut seluruhnya oleh lipoprotein menuju ke hati dari aliran darah

diseluruh tubuh. Apabila keadaan ini dibiarkan untuk waktu yang cukup lama,

maka kolesterol berlebih tersebut akan menempel di dinding pembuluh darah dan

menimbulkan plak kolesterol. Akibatnya, dinding pembuluh darah yang semula

elastis (mudah berkerut dan mudah melebar) akan menjadi tidak elastis lagi

(Murray, 2002).

Kolesterol di dalam jaringan meningkat akibat dari: (1) lipoprotein yang

mengandung kolesterol oleh reseptor, misal reseptor LDL; (2) kolesterol bebas

dari lipoprotein yang kaya akan kolesterol ke membrane sel; (3) Sintesis

kolesterol; (4) Hidrolisis ester kolesteril oleh enzim ester kolesteril hidrolase

(Murray, 2002). Adapun klasifikasi batas normal dan tidak normal kolesterol

sebagai berikut:

Tabel 2.5.1 Klasifikasi Kadar Kolesterol (Wuryaningsih L. E., 2007)

Krisis Tinggi Sangat


Diatas
(Boderline mg/dL Tinggi
Normal mg/dL optimal
High) mg/dL
mg/Dl
mg/dL

Kolesterol < 200 200-239 ≥ 240


Total

Kolesterol- < 100 100-129 130-159 160-189 ≥ 190


LDL
Kolesterol-
> 40-60 <40
HDL

Trigliserida < 150 150-199 200-499 ≥ 500

Hiperkolesterolemia merupakan faktor utama penyebab aterosklerosis.

Peningkatan kolesterol plasma, terutama LDL memiliki peran dalam

aterosklerosis. Reseptor LDL yang dihambat menyebabkan jumlah reseptor LDL

berkurang, sehingga kadar LDL didalam plasma meningkat. LDL yang

menggumpal dalam plasma menyebabkan pengendapan lipid sel, sehingga

kerusakan jaringan bertambah. Hal ini menyebabkan dinding arteri menjadi lebih

permebael dan mudah ditembus oleh LDL dengan kadar tinggi dan memicu

pembentukan plak aterosklerosis (Murray, 2002).

4. Manifestasi klinik/ Tanda dan gejala

Umumnya, kolesterol tinggi tidak menimbulkan gejala apapun pada


penderitanya. Gejala pertama kali yang mungkin timbul yakni serangan
jantung atau stroke, sebagai akibat dari kurangnya kesadaran dalam
memeriksakan kadar kolesterol dalam darah sehingga terjadi
penumpukan plak atau lemak kolesterol pada dinding arteri.

Dalam kasus yang jarang terjadi, ada sindrom keluarga dimana


kadar kolesterolnya berada pada angka 300 mg/dL bahkan dapat lebih
tinggi lagi. Kondisi ini disebut dengan familial hypercholesterolemia.
Orang-orang dengan kondisi seperti ini memiliki ciri-ciri yang ditandai
dengan adanya bintil atau  benjolan berisi endapan kolesterol di atas
tendon atau di bawah kelopak mata.
5. Pemeriksaan penunjang

Dokter akan mendiagnosis hiperkolesterolemia dengan melakukan wawancara medis,


pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan profil kolesterol
dalam darah, yang sampel darahnya diambil dari seseorang yang sudah berpuasa
selama 9–12 jam sebelumnya.

Idealnya, kadar kolesterol normal pada orang dewasa, yaitu:

 LDL: 70–130 mg/dL.


 HDL: lebih dari 40–60 mg/dL.
 Trigliserida: 10–150 mg/dL.
 Kolesterol total: kurang dari 200 mg/dL.

Jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan kadar kolesterol lebih tinggi dari batas
normal, dokter melakukan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti:

 Pemeriksaan kadar gula darah untuk mendeteksi tanda-tanda ke arah diabetes.


 Pemeriksaan fungsi tiroid untuk mengetahui seseorang mengalami
hipotiroidisme atau kekurangan hormon tiroid.

6. Penatalaksanaan medis

Tatalaksana hiperkolesterolemia di indonesia menurut perkeni (2004) sesuai dengan


NCEP-ATP III terdiri dari terapi non farmakologi disebut TLC dan terapi farmakologi.
1. Terapi non farmakologi a. Mengurangi asupan lemak jenuh Diet tinggi kolesterol
dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL dalam darah. Makanan tinggi kolesterol
dapat ditemukan pada makanan yang berasal dari hewan, seperti daging dan produk
susu, sehingga makanan jenis ini sebaiknya dikurangi untuk menjaga kadar kolesterol
dalam darah tetap normal (Kerver dkk.,2003).
Menurut institutes of health (U.S Department of health an human service 2002) lemak
jenuh merupakan komponen utama makanan yang menentukan kadar LDL serum.
Pengaruh lemak jenuh terhadap kolesterol total dalam serum telah banyak diteliti.
Analisis dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1% kalori
dari lemak jenuh akan disertai peningkatan LDL serum sebesar 2%. Sebaliknya,
penurunan 1% asupan lemak jenuh dapat menurunkan kadar LDL serum sebesar 2%. b.
Memilih sumber makanan yang dapat menurunkan kolesterol Merekomendasikan untuk
memilih buah-buahan (≥2 kali/hari) sayur (≥ 3 kali/hari) gandum terutama gandum utuh
(≥6 kali/hari) dan makanan yang rendah lemak seperti susu rendah lemak dapat
menurunkan kadar kolesterol total dalam darah. Diet serat larut seperti oatmeal,
kacang-kacangan, jeruk strawberrry dan apel (wild dkk., 2009). c. Penurunan berat
badan Obesitas berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya hiperlipidemia, CHD,
sindrom metabolik, hipertensi,, stroke, diabetes mellitus, serta keganasan. Panduan dari
ATP III menekankan penurunan berat badan pada pasien obesitas sebagai bagian dari
intervensi penurunan berat badan. d. Meningkatkan aktifitas fisik yang teratur Aktivitas
fisik diketahui dapat menurunkan faktor resiko penyakit pembuluh perifer dan arteri
koroner, termasuk obesitas, stress fisiologis, kontrol glikemik yang lemah dan
hipertensi. Latihan fisik juga dapat meningkatkan sirkulasi HDL dan fungsi jantung
serta pembuluh darah (Stapleton dkk, 2010).
Sebagai contoh, berjalan cepat selama 30 menit tiga sampai empat kali dalam
seminggu dapat berpengaruh pada kadar kolesterol. Akan tetapi, pasien dengan nyeri
dan/atau diduga menderita penyakit jantung harus berkonsultasi dengan dokter sebelum
memulai latihan fisik. 2. Terapi farmakologi Terapi menggunakan obat-obatan
bertujuan untuk mengurangi kadar kolesterol total, namun potensi dari masing-masing
obat bervariasi (Gotto, 2002).
Berikut ini adalah golongan obat yang biasa digunakan dalam terapi untuk
meenurunkan kadar kolesterol LDL:
a. Bile acid sequestrant (Resin) Obat ini menurunkan kadar kolesterol dengan
mengikat asam empedu dalam saluran cerna yang dapat mengganggu sirkulasi
enterohepatik sehingga eksresi steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat.
Terdapat tiga jenis resin yaitu kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam. Terapi
menggunakan resin dapat menimbulkan beberapa gejala gastrointestinal, seperti
konstipasi, nyeri abdomen, perut kembung dan terasa penuh, mual dan flatulensi (wells
dkk, 2009).
b. Hydroxymethylglutaryl-Coenzime A Reductase (Statin) Obat yang sangat efektif
dalam menurunkan kolesterol total dan LDL didalam darah adalah statin dan telah
terbukti mengurangi kejadian jantung koroner bahkan juga mengurangi kematian total
akibat penyakit jantung koroner (Neal,2002). Ketika digunakan sebagai monoterapi,
statin merupakan golongan obat anti hiperlipidemia paling potensial menurunkan kadar
kolesterol total dan LDL dalam darah, dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik total
kolesterol dan LDL dalam darah dapat berkurang hingga 30% bahkan lebih jika
dikombinasikan dengan terapi diet, menurut joint formulary commite (2008). Ada
5jenis statin yang tersedia, dua diantaranya dalam generik yaitu simvastatin (generik),
ravastatin (generik), atorvastetin (ipitorR ), fluvastatin (LescolR ), rosuvastatin
(crestorR ). Statin menghambat enzim HMG-COA reduktase secara kompetitif. Enzim
tersebut adalah enzim yang bertanggung jawab dalam konversi HMG-COA yang
menjadi mevalonat, yang merupakan jalur awal biosintesis kolesterol (Ito, 2013). Statin
umumnya diberikan setelah makan malam atau sebelum tidur. Penurunan terhadap
kadar kolesterol total dan LDL terjadi ketika obat tersebut diberikan kpada malam hari,
sebab biosintesis kolesterol mencapai puncaknya ketika malam hari (Gotto, 2002).
Statin umumnya ditoleransi dengan baik, meskipun penggunaan statin berhubungan
dengan peningkatan kadar transaminase hati. Peningkatan ini tergantung pada
penggunaan dosis. Pasien dengan gangguan hati harus dipantau secara ketat ketika
mendapat obat golongan statin. Efek samping secara umum yaitu menyebabkan kram
otot dan kesemutan. Statin diklasifikasikan sebagai kategori x pada kehamilan (Ross
dkk., 2009).
c. Derivat Asam Fibrat Terdapat empat jenis derivat asam fibrat yaitu gemfibrozil,
bezafibrat, siprofibrat, dan fenofibrat. Obat ini dapat menurunkan trigliserida plasma,
selain menurunkan sintesis trigliserida dihati, obat ini juga dapat meningkatkan kadar
kolesterol HDL. Obat ini dapat menyebabkan keluhan gastrointestinal, rash, pusing,
dan peningkatan kadar transaminase serta fosfatase alkali (wells, dkk, 2009)
d. Asam Nikotinik Obat ini dapat menurunkan sintesis hepatik VLDL, sehingga pada
akhirnya dapat menurunkan sistesis LDL. pemberian asam nikotinik juga dapat
meningkatkan kolesterol HDL dengan cara mengurangi katabolisme HDL (Wells dkk,
2009). Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing, yaitu perasaan panas di
muka bahkan di badan. Efek samping yang paling berbahaya adalah gangguan fungsi
hati yang ditandai dengan peningkatan kadar fosfotase alkali dan transaminase
(Suyatna, 2007). e. Ezetimibe Obat ini termasuk obat penurun lipid yang terbaru dan
bekerja sebagai penghambat selektif penyerapan kolesterol, baik yang berasal dari
makanan maupun asam empedu di usus halus. Ezetimibe yang merupakan inhibitor
absorbsi kolesterol menurunkan LDL ketika ditambahkan juga pada pengobatan dengan
statin (Kastelein., et al. 2008).
f. Asam Lemak Omega-3

7. Referensi:
1. American Chiropractic Association (2014). “What is Chiropractic” Tersedia:
http://www.acatoday.org/level2_css.cfm?T1ID=13&T2ID=61
2. Peterson, D. H. & Bergmann, T.F. Chiropractic Technique: Principles and
Procedures (2nd ed.). St. Louis, MO: Mosby.
3. Kuusisto, L., Ph.D., The University of Minnesota Driven to Discover. “What
Happens at the Chiropractor?” Tersedia: http://www.takingcharge
.csh.umn.edu/explore-healing-practices/chiropractic/what-happens-chiropractor

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Sesuai Judul)


1. Definisi kebutuhan Rasa Aman Nyaman nyeri akut

Nyeri pada punggung bawah merupakan suatu keluhan yang mengganggu


bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri pinggang bagian bawah
adalah Hernia Nukleus Pulposus (HIPERKOLESTROLEMIA), yang sebagian
besar kasusnya terjadi pada segmen lumbal. Nyeri bagian pinggang bawah
hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting adalah
mengetahui faktor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat.
Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan
sekitarnya (Jennie, 2010).
Masalah yang sering muncul adalah nyeri pada punggung bawah akibat
HIPERKOLESTROLEMIA (Hernia Nukleus Pulposus) yang sering
dihubungkan dengan trauma. Kurang olahraga dan bekerja melebihi batas wajar
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk munculnya nyeri pada
HIPERKOLESTROLEMIA. Intensitas nyeri yang berat serta kuat dengan
sensasi yang terus menerus sering dikeluhkan oleh penderita dengan nyeri
punggung bawah akibat herniasi diskus (Pinzon, 2012).
2. Anatomi & Fisiologi Hiperkolestrolemia

Sistem peredaran darah dibagi menjadi sistem cardiovaskular, yang terdiri

dari jantung, pembuluh darah, darah, dan sistem limfatik. Pembuluh darah

membentuk jaringan pipa yang memungkinkan darah mengalir dari jantung ke

seluruh sel-sel hidup tubuh dan kemudian kembali ke jantung. Arteri membawa

darah dari jantung, sementara vena darah kembali ke jantung. Arteri dan vena yang

terus-menerus dengan satu sama lain melalui pembuluh darah yang lebih kecil.

Arteri cabang ekstensif untuk membentuk jaringan progresif pembuluh kecil yang

disebut dengan arteriol. Sebaliknya, Vena yang berukuran kecil disebut venula

(Graff,2009). Pembuluh darah utama terdiri dari trunkus pulmonalis, trunkus aorta

dan cabang-cabangnya, vena kava superior, inferior dan cabang-cabangnya

(Gray,2008).

Menurut Van de Graff (2009), divisi utama dari aliran darah adalah sirkulasi

paru dan sirkulasi sistemik. Sirkulasi paru termasuk pembuluh darah yang

mengangkut darah ke paru-paru untuk pertukaran gas dan kemudian kembali ke

jantung. Ini terdiri dari ventrikel kanan yang memompa darah, trunkus pulmonalis

dengan valva pulmonalis, arteri pulmonalis yang mengangkut darah terdeoksigenasi

ke paru-paru, kapiler paru dalam setiap paru-paru, vena pulmonalis yang

transportasi oksigen darah kembali ke jantung, dan atrium kiri yang menerima darah

dari vena pulmonalis. Sirkulasi sistemik melibatkan semua bagian dari tubuh yang

bukan merupakan bagiandari sirkulasi paru-paru. Itu termasuk atrium kanan,

ventrikel kiri, aorta dengan valva aorta, semua cabang aorta, semua kapiler selain

yang di paru-paru yang terlibat dengan pertukaran gas. Atrium kanan menerima

semua vena yang kembalinya darah oksigen dari pembuluh darah sistemik.
(Diagrampic,2009)
Gambar 2.1
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah dalam tubuh terdiri dari sirkulasi sistemik dan sirkulasi
paru-paru. Sirkulasi sistemik dimulai dari jantung yang memompa darah dan
dibawa oleh aorta ke seluruh tubuh termasuk organ-organ dalam tubuh, lalu
kembali lagi ke jantung dibawa oleh vena cava superior dan inferior. Sirkulasi
paru-paru dimulai dari jantung yang memompa darah melalui vena pulmonalis ke
paru-paru dan kembali lagi ke jantung dibawa oleh arteri pulmonalis (Graff,
2009).

2.1.1 Histologi Pembuluh Darah

Dinding arteri biasanya mengandung tiga lapisan konsentrik atau

disebut dengan tunika. Lapisan terdalam adalah tunika intima yang terdiri dari

epitel selapis gepeng atau endotel, dan jaringan ikat subendotel dibawahnya.

Lapisan tengah adalah tunika media, terutama terdiri dari serat oto polos dan otot

polos ini menghasilkan matriks ekstraselular. Lapisan terluar adalah tunika


adventisia yang terdiri dari serat jaringan ikat kolagen dan elastik, terutama

kolagen tipe I. Dinding sebagian arteri muskular juga memperlihatkan dua pita

serat elastik bergelombang dan tipis yang disebut lamina elastika interna dan

lamina elastika ekstrna. Lamina elastika interna berada diantara tunika intima dan

media, sedangkan lamina elastika eksterna berada diantara tunika media dan

adventisia. (Eroschenko, 2010)

(Encyclopaedia Britannica,2008)
Gambar 2.2
Susunan Lapisan Pembuluh Darah Arteri Manusia
Susunan Lapisan Pembuluh Darah Arteri terdiri dari 3 tunika, yaitu : tunika
adventisia, tunika media, dan tunika intima (dari luar ke dalam). Antara tunika
adventisia dan tunika media dibatasi oleh lamina elastika eksterna, sedangkan tunika
media dan tunika intima dibatasi oleh lamina elastika interna (Eroschenko, 2010).

Edwin L. Biermann(2015) mengatakan bahwa sel-sel endotel pada tunika

intima ini dihubungkan oleh serangkaian kompleks persambungan dan juga

dihubungkan dengan jaringan ikat bawahnya, yaitu lamina basalis. Tunika media

terdiri dari sel otot polos yang tampaknya sebagai sel pembentuk
jaringan ikat utama dinding arteri, menghasilkan kolagen, serat elastik, dan

proteoglikan. Sedangkan pada tunika adventisia,terdiri dari vasa vasorum dan

nervus.

2.1.2 Fisiologi Pembuluh Darah

Dinding pembuluh darah terutama arteri merupakan organ aktif secara

metabolik yang harus memenuhi kebutuhan energi untuk mempertahankan

tegangan otot polos dan fungsi sel endotel dengan baik.

Setiap kali jantung berdenyut terdapat gelombang darah baru yang

mengisi arteri (Guyton & Hall, 2013). Menurut Kenneth S. Saladin(2012), jika

arteri kaku dan tidak mempunyai distensibilitas, tekanan akan naik jauh lebih

tinggi di sistol dan drop untuk hampir nol di diastol. Tetapi ketika arteri sehat,

mereka memperluas dengan masing-masing sistol dan menyerap beberapa

kekuatan darah untuk dipompakan. Kemudian, ketika jantung dalam diastol,

elastisitas mereka mempertahankan tekanan darah dan mencegah tekanan darah

jatuh ke nol. Dengan demikian, arteri yang elastis "memuluskan" fluktuasi

tekanan dan mengurangi stres pada arteri yang lebih kecil. Arteri kecil dan

arteriol disebut juga sebagai pembuluh resistensi karena mereka adalah tempat

utama dari resistensi perifer (Barrett et al, 2010) Tekanan dipengaruhi oleh

resistensi, dan aliran dipengaruhi oleh keduanya. Darah mengalir lebih cepat jika

di tengah pembuluh darah, di mana ia bertemu sedikit gesekan, dan lebih lambat

jika dekat dengan dinding, di mana ia mengalami gesekan pada dinding

pembuluh darah. Ketika pembuluh darah melebarkan, sebagian besar darah

dalam tengah pembuluh dan aliran rata mungkin cukup cepat. Ketika

pembuluh mengalami konstriksi, banyak darah yang lebih dekat dengan dinding

sehingga menurunkan aliran darah (Saladin, 2012).


Metabolisme arteri menunjukkan bikimiawi sel otot polos. Terdapat cara

anabolik dan katabolik. Sel ini metabolisme glukosa dengan cara anaerobik dan

glikolisis aerobik. Sel dinding arteri dapat mensintesis asam lemak, kolesterol,

fosfolipid, dan trigliserida dari substrat endogen untuk memenuhi kebutuhan

strukturalnya, tetapi sel otot polos lebih mengutamakan penggunaan lipid dari

lipoprotein plasma yang dihantarkan ke dinding. Lipoprotein yang melintasi sel

endotel melalui vesikel pinositotik. Sel otot polos mempunyai reseptor

permukaan khusus dengan afinitas tinggi terhadap apoprotein tertentu pada

permukaan lipoprotein kaya akan lipid, sehingga memudahkan masuknya

lipoprotein ke dalam sel melalui endositosis adsorptif. (Biermann,2015).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Lansia
mungkin tidak akan melaporkan nyeri yang dialaminya dengan alasan
nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima, sedangkan anak kecil
yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyerinya.
2. Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan
mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana
seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya sangat berpengaruh pada individu
dalam mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diajarkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka
4. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu
5. Pengalaman sebelumnya
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut
akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang. Seseorang
yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman
sedikit tentang nyeri.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas
yang dirasakan oleh seseorang seringkali meningkatkan presepsi nyeri,
akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas.
7. Dukungan keluarga dan sosial
8. Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan dan
perlindungan dari anggota keluarga lain.

4. Gangguan Rasa aman nyaman


Menurut Price & Wilson (2009), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau
sumber, antara lain :
1. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Yaitu nyeri kulit berasal dari struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis.
Nyeri somatik sering dirasakan sebagai penyengat, tajam maupun seperti
terbakar, dan apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat
nyeri menjadi berdenyut.
2. Nyeri somatik
Merupakan nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentu, tulang, sendi, arteri
3. Nyeri visera
Merupakan nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh, terletak di dinding otot
polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera
adalah adanya peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ,
iskemia dan peradangan.
4. Nyeri alih
Merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah tubuh tetapi yang dirasakan
terletak didaerah lain.
C. Proses Keperawatan pada Gangguan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman Nyeri Akut
dengan HIPERKOLESTROLEMIA
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan

1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
HIPERKOLESTROLEMIA terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada
jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengngkat barang berat
atau mendorong benda berat).
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri
pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri dengan pendekatan
PQRST.
o Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong
benda berat)
o Quality and Quantity. Sifat nyari seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemang yang terus-
menerus.
o Region, Radiating, and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri
dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
o Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat
nyeri.
o Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri.
3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat.
Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis falasid, parestesia, dan
retensi urin. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah abtra
bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh
kesemutan (parastesia) atau bual bahkan kekuatan otot menurun sesuai
dengan distribusi persyaratan yang terlibat. Pengkajian riwayat menstruasi,
adneksitis dupleks kronik, yang juga dapat menimbulkan nyeri punggung
bawah yang keluhan hampir mirip dengan keluhan nyeri
HIPERKOLESTROLEMIA sangat diperlukan agar penegakan masalah klien
lebih komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi
keperawatan selanjutnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita TB
tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik
(osteoporosis) yang sering berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
herniasi nukleus pulposus(HIPERKOLESTROLEMIA).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung yang berguna sebagai tindakan lainnya untuk menghindari
komplikasi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi dan
diabetes melitus.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari- harinya, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan,
rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya
perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi
yang berbeda pada setiap klien mengalami gangguan tulang belakang dan
HIPERKOLESTROLEMIA. Semakin lama klien menderita paraparese
bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.

b. Pengkajian kebutuhan dasar


nyaman nyeri

a. Keadaan Umum
Pada keadaan HIPERKOLESTROLEMIA umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya
bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan
penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
b. B1 (Breathing)

Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasanya didapatkan: pada


inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi
pernapasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada
perkusi, terdapat suara resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak
terdengar bunyi napas tambahan.
c. B2 (Blood)

Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas
dan frekuensi nadi normal, dan ada auskultasi tidak di temukan bunyi
jantung tambahan.
d. B3 (Brain)

Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di


bandingkan pengkajian pada sistem lainnya
e. Keadaan Umum

Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya ungulus, pelvis


miring/asimetris, muskulatur paravetrebral atau pantat yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dan
tungkai selama bergerak
f. Tingkat Kesadaran

Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis.

g. Pengkajian Fungsi Serebral

Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,


ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama
menderita HIPERKOLESTROLEMIA biasanya status mental klien
mengalami perubahan.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Penkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :

1. Saraf I. Biasanya pada klien HIPERKOLESTROLEMIA tidak ada


kelainan pada fungsi penciuman.
2. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
3. Saraf III,IV, dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isekor.
4. Saraf V. Pada klien HIPERKOLESTROLEMIA umumnya tidak di
dapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada
kelainan.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6. Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
8. Saraf XI. Tidak ada otrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
9. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi tidak ada
fasikulasi. Indara pengecapan normal
a. Pengkajian Sitem Motorik

b. Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungaki bawah, kaki, ibu jari, dan
jari lainnya menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi
dengan menahan gerakan. Atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula
dengan membandingkan anggota tubuh kanan kiri. Fakulasi (kontraksi
involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.

c. Pemeriksaan penunjang.

2.1.1.1 Pemeriksaan

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam

tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi

terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan

adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T

atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena

pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.1

Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan

elevasi ST dan gejala infark miokard akut serta tidak tergantung pada

pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas

atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.1

1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4

hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat

meningkatkan CKMB.

2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat

setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam

10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari

sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine

kinase (CK), Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap

injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi

dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.1

Pada NSTEMI troponin T atau troponin I merupakan petanda

nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim

jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan infark

miokard akut, peningkatan awal troponin pada darah perifer 3-4 jam dan

dapat menetap sampai 2 minggu.


Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien

dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10

menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan

keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik

untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat

STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12

sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi

perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada

pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark

ventrikel kanan.1

Gambaran elektrokardiogram (EKG) pada NSTEMI, secara spesifik

berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko

pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya

depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome

yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan risiko outcome yang

buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST

dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya

memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien NSTEMI.1

2. Diagnosa keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul : Menurut NANDA-I (2018) :

a) Nyeri akut

b) Resiko penurunan curah jantung

c) Hambatan rasa nyaman


d) Gangguan mobilitas fisik

e) Gangguan pola tidur

3. Perencanaan

NYERI AKUT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMPRESI SARAF TEKANAN


DI DAERAH DISTRIBUSI UJUNG SARAF
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang atau beradaptasi.
Keiteria: secara subjektif melaporka nyeri berkurang atau dapat beradaptasi. Dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. Klien tidak gelisah.
Skala 0-1 atau teradaptasi.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4. Nyeri merupakan respons subjektif yang
bisa dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cedera.
Bantu klien dalam identifikasi faktor pencetus. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
ketegangan, suhu, distensi kandung kemih,
dan berbaring lama.
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan
pereda nyeri nonfamakologi dengan tekhnik relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
kiropraktik. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.

Memeriksa kontraindikasi kiropraktik Memastikan pasien aman dilakukan terapi

Memeriksa tempat sensitif dilakukan


Membuat nyaman saat di lakukan terapi
penekanan
Memeriksa lokasi yang bermasalah Memastikan pasien tepat di terapi
kiropraktik

Tentukan lokasi yang akan di kiropraktik Memastikan lokasi terapi bagai pasien tepat
Jelaskan manfaat terapi kiropraktik Menambhan pengetahuan pasien tentang
kiropraktik.
HAMBATAN MOBILITAS FISIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KERUSAKAN NEUROMOSKULAR
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemapuannya.
Kriteria: klien dapat ikut serta dalam progran latihan. Tidak terjadi kontraktur sendi,
bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara melakuka aktifitas
teratur fungsi motorik.
Ubah posisi klien setiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasidarah yang jelek
pada daerah yang terkenah.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
gerak aktif pada ekstrmitas yang tidak sakit. kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernaapasan
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang Otot volunter akan kehilangan tonus dan
sakit. kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Inspeksi kulit bagian diatas setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan
Pantau kulit dan membran mukosa terhadap hilangnya sensasi isiko tinggi kerusakan
iritasi, kemerahan, atau lecet. integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
perawatan dari sesuai toleransi kemampuan.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Peningkatan kemampuan dalalam mobilisasi
latihan fisik klien ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapis.
Terapi komplementer:

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi


Keperawatan
Nyeri Akut Setelah dilakukan observasi 1. Memastikan
- periksa riwayat
asuhan keperawatan kondisi aman
kesehatan
komplementer - indentifikasi bagi pasien
kontraindikasi
pasien mampu: 2. Memastikan
terapi bekam
- lakukan obat yang di
peperiksaan
1. Rasa nyeri dapat pilih tepat
fisik
berkurang Terapeutik 3. Memberi dan
- tentukan titik
2. Pasien lebih meningkatkan
pembekaman
tampaka tenang - tentukan jenis pengetahuan
bekam
pasien
- baringkan
pasien
senyaman
mungkin
- buka pakaian
yang akan
dilakukan
pembekaman
- pasang saung
tangan dan alat
pelingdung diri
lainnya
- desifeksi area
yang akan di
bekam dengan
kapas alkohol
- olesi kulit
dengan minyak
herbal
- lakukan
pengekopan
dengan
penarikan
secukupnya
- lakukan
penyayatan/
pelukaan pada
area yng telah
dilakukan
bekam kering
- lakukan
pengekopan
kembali setelah
dilakukan
penyayatan
- lakukan
pembekaman
tidak lebih dari
5 menit untuk
menghindari
hipoksia
jaringan
- buka kop dan
bersihkan
darah yang
tertampung
- bersihkan area
yang telah
dilakukan
pembekaman
- lakukan
sterilisasi pada
alat-alat
Edukasi
- jelaskan tujuan
prosedur terapi
bekam
- anjurkan
berpuasa
sebelum bekam
jika perlu
- anjurkan tidak
mandi2-3jam
pasca
pembekaman

Anda mungkin juga menyukai