Dosen Pembimbing:
Ns. Rogayah, M.Kep
Disusun Oleh:
Nama : Moh. Zaini Aziz
NPM : 19024
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Hiperkolestrolemia
2. Etiologi Hiperkolestrolemia
berupa peningkatan kadar kolesterol total, peningkatan kadar LDL kolesterol dan
kolesterol tersebut menumpuk di hati. Kolesterol yang masuk ke dalam hati tidak
dapat diangkut seluruhnya oleh lipoprotein menuju ke hati dari aliran darah
diseluruh tubuh. Apabila keadaan ini dibiarkan untuk waktu yang cukup lama,
maka kolesterol berlebih tersebut akan menempel di dinding pembuluh darah dan
elastis (mudah berkerut dan mudah melebar) akan menjadi tidak elastis lagi
(Murray, 2002).
mengandung kolesterol oleh reseptor, misal reseptor LDL; (2) kolesterol bebas
dari lipoprotein yang kaya akan kolesterol ke membrane sel; (3) Sintesis
kolesterol; (4) Hidrolisis ester kolesteril oleh enzim ester kolesteril hidrolase
(Murray, 2002). Adapun klasifikasi batas normal dan tidak normal kolesterol
sebagai berikut:
kerusakan jaringan bertambah. Hal ini menyebabkan dinding arteri menjadi lebih
permebael dan mudah ditembus oleh LDL dengan kadar tinggi dan memicu
Jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan kadar kolesterol lebih tinggi dari batas
normal, dokter melakukan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti:
6. Penatalaksanaan medis
7. Referensi:
1. American Chiropractic Association (2014). “What is Chiropractic” Tersedia:
http://www.acatoday.org/level2_css.cfm?T1ID=13&T2ID=61
2. Peterson, D. H. & Bergmann, T.F. Chiropractic Technique: Principles and
Procedures (2nd ed.). St. Louis, MO: Mosby.
3. Kuusisto, L., Ph.D., The University of Minnesota Driven to Discover. “What
Happens at the Chiropractor?” Tersedia: http://www.takingcharge
.csh.umn.edu/explore-healing-practices/chiropractic/what-happens-chiropractor
dari jantung, pembuluh darah, darah, dan sistem limfatik. Pembuluh darah
seluruh sel-sel hidup tubuh dan kemudian kembali ke jantung. Arteri membawa
darah dari jantung, sementara vena darah kembali ke jantung. Arteri dan vena yang
terus-menerus dengan satu sama lain melalui pembuluh darah yang lebih kecil.
Arteri cabang ekstensif untuk membentuk jaringan progresif pembuluh kecil yang
disebut dengan arteriol. Sebaliknya, Vena yang berukuran kecil disebut venula
(Graff,2009). Pembuluh darah utama terdiri dari trunkus pulmonalis, trunkus aorta
(Gray,2008).
Menurut Van de Graff (2009), divisi utama dari aliran darah adalah sirkulasi
paru dan sirkulasi sistemik. Sirkulasi paru termasuk pembuluh darah yang
jantung. Ini terdiri dari ventrikel kanan yang memompa darah, trunkus pulmonalis
transportasi oksigen darah kembali ke jantung, dan atrium kiri yang menerima darah
dari vena pulmonalis. Sirkulasi sistemik melibatkan semua bagian dari tubuh yang
ventrikel kiri, aorta dengan valva aorta, semua cabang aorta, semua kapiler selain
yang di paru-paru yang terlibat dengan pertukaran gas. Atrium kanan menerima
semua vena yang kembalinya darah oksigen dari pembuluh darah sistemik.
(Diagrampic,2009)
Gambar 2.1
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah dalam tubuh terdiri dari sirkulasi sistemik dan sirkulasi
paru-paru. Sirkulasi sistemik dimulai dari jantung yang memompa darah dan
dibawa oleh aorta ke seluruh tubuh termasuk organ-organ dalam tubuh, lalu
kembali lagi ke jantung dibawa oleh vena cava superior dan inferior. Sirkulasi
paru-paru dimulai dari jantung yang memompa darah melalui vena pulmonalis ke
paru-paru dan kembali lagi ke jantung dibawa oleh arteri pulmonalis (Graff,
2009).
disebut dengan tunika. Lapisan terdalam adalah tunika intima yang terdiri dari
epitel selapis gepeng atau endotel, dan jaringan ikat subendotel dibawahnya.
Lapisan tengah adalah tunika media, terutama terdiri dari serat oto polos dan otot
kolagen tipe I. Dinding sebagian arteri muskular juga memperlihatkan dua pita
serat elastik bergelombang dan tipis yang disebut lamina elastika interna dan
lamina elastika ekstrna. Lamina elastika interna berada diantara tunika intima dan
media, sedangkan lamina elastika eksterna berada diantara tunika media dan
(Encyclopaedia Britannica,2008)
Gambar 2.2
Susunan Lapisan Pembuluh Darah Arteri Manusia
Susunan Lapisan Pembuluh Darah Arteri terdiri dari 3 tunika, yaitu : tunika
adventisia, tunika media, dan tunika intima (dari luar ke dalam). Antara tunika
adventisia dan tunika media dibatasi oleh lamina elastika eksterna, sedangkan tunika
media dan tunika intima dibatasi oleh lamina elastika interna (Eroschenko, 2010).
dihubungkan dengan jaringan ikat bawahnya, yaitu lamina basalis. Tunika media
terdiri dari sel otot polos yang tampaknya sebagai sel pembentuk
jaringan ikat utama dinding arteri, menghasilkan kolagen, serat elastik, dan
nervus.
mengisi arteri (Guyton & Hall, 2013). Menurut Kenneth S. Saladin(2012), jika
arteri kaku dan tidak mempunyai distensibilitas, tekanan akan naik jauh lebih
tinggi di sistol dan drop untuk hampir nol di diastol. Tetapi ketika arteri sehat,
tekanan dan mengurangi stres pada arteri yang lebih kecil. Arteri kecil dan
arteriol disebut juga sebagai pembuluh resistensi karena mereka adalah tempat
utama dari resistensi perifer (Barrett et al, 2010) Tekanan dipengaruhi oleh
resistensi, dan aliran dipengaruhi oleh keduanya. Darah mengalir lebih cepat jika
di tengah pembuluh darah, di mana ia bertemu sedikit gesekan, dan lebih lambat
dalam tengah pembuluh dan aliran rata mungkin cukup cepat. Ketika
pembuluh mengalami konstriksi, banyak darah yang lebih dekat dengan dinding
anabolik dan katabolik. Sel ini metabolisme glukosa dengan cara anaerobik dan
glikolisis aerobik. Sel dinding arteri dapat mensintesis asam lemak, kolesterol,
strukturalnya, tetapi sel otot polos lebih mengutamakan penggunaan lipid dari
1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Lansia
mungkin tidak akan melaporkan nyeri yang dialaminya dengan alasan
nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima, sedangkan anak kecil
yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyerinya.
2. Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan
mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana
seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya sangat berpengaruh pada individu
dalam mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diajarkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka
4. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu
5. Pengalaman sebelumnya
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut
akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang. Seseorang
yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman
sedikit tentang nyeri.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas
yang dirasakan oleh seseorang seringkali meningkatkan presepsi nyeri,
akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas.
7. Dukungan keluarga dan sosial
8. Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan dan
perlindungan dari anggota keluarga lain.
Yaitu nyeri kulit berasal dari struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis.
Nyeri somatik sering dirasakan sebagai penyengat, tajam maupun seperti
terbakar, dan apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat
nyeri menjadi berdenyut.
2. Nyeri somatik
Merupakan nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentu, tulang, sendi, arteri
3. Nyeri visera
Merupakan nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh, terletak di dinding otot
polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera
adalah adanya peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ,
iskemia dan peradangan.
4. Nyeri alih
Merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah tubuh tetapi yang dirasakan
terletak didaerah lain.
C. Proses Keperawatan pada Gangguan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman Nyeri Akut
dengan HIPERKOLESTROLEMIA
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
HIPERKOLESTROLEMIA terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada
jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengngkat barang berat
atau mendorong benda berat).
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri
pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri dengan pendekatan
PQRST.
o Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong
benda berat)
o Quality and Quantity. Sifat nyari seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemang yang terus-
menerus.
o Region, Radiating, and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri
dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
o Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat
nyeri.
o Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri.
3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat.
Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis falasid, parestesia, dan
retensi urin. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah abtra
bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh
kesemutan (parastesia) atau bual bahkan kekuatan otot menurun sesuai
dengan distribusi persyaratan yang terlibat. Pengkajian riwayat menstruasi,
adneksitis dupleks kronik, yang juga dapat menimbulkan nyeri punggung
bawah yang keluhan hampir mirip dengan keluhan nyeri
HIPERKOLESTROLEMIA sangat diperlukan agar penegakan masalah klien
lebih komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi
keperawatan selanjutnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita TB
tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik
(osteoporosis) yang sering berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
herniasi nukleus pulposus(HIPERKOLESTROLEMIA).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung yang berguna sebagai tindakan lainnya untuk menghindari
komplikasi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi dan
diabetes melitus.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari- harinya, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan,
rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya
perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi
yang berbeda pada setiap klien mengalami gangguan tulang belakang dan
HIPERKOLESTROLEMIA. Semakin lama klien menderita paraparese
bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.
a. Keadaan Umum
Pada keadaan HIPERKOLESTROLEMIA umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya
bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan
penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
b. B1 (Breathing)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas
dan frekuensi nadi normal, dan ada auskultasi tidak di temukan bunyi
jantung tambahan.
d. B3 (Brain)
b. Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungaki bawah, kaki, ibu jari, dan
jari lainnya menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi
dengan menahan gerakan. Atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula
dengan membandingkan anggota tubuh kanan kiri. Fakulasi (kontraksi
involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
c. Pemeriksaan penunjang.
2.1.1.1 Pemeriksaan
Laboratorium
atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena
elevasi ST dan gejala infark miokard akut serta tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
meningkatkan CKMB.
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim
miokard akut, peningkatan awal troponin pada darah perifer 3-4 jam dan
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10
untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada
ventrikel kanan.1
2. Diagnosa keperawatan
a) Nyeri akut
3. Perencanaan
Tentukan lokasi yang akan di kiropraktik Memastikan lokasi terapi bagai pasien tepat
Jelaskan manfaat terapi kiropraktik Menambhan pengetahuan pasien tentang
kiropraktik.
HAMBATAN MOBILITAS FISIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KERUSAKAN NEUROMOSKULAR
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemapuannya.
Kriteria: klien dapat ikut serta dalam progran latihan. Tidak terjadi kontraktur sendi,
bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara melakuka aktifitas
teratur fungsi motorik.
Ubah posisi klien setiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasidarah yang jelek
pada daerah yang terkenah.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
gerak aktif pada ekstrmitas yang tidak sakit. kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernaapasan
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang Otot volunter akan kehilangan tonus dan
sakit. kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Inspeksi kulit bagian diatas setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan
Pantau kulit dan membran mukosa terhadap hilangnya sensasi isiko tinggi kerusakan
iritasi, kemerahan, atau lecet. integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
perawatan dari sesuai toleransi kemampuan.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Peningkatan kemampuan dalalam mobilisasi
latihan fisik klien ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapis.
Terapi komplementer: