Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

“IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP MENSTRUASI


KELAS XI SMAN 1 TANJUNGPINANG”

DOSEN PEMBIMBING: BONY IRAWAN S.Pd. M.Pd

DI SUSUN OLEH:

ANNISAH ALFIANI

NIM:140384205052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNG PINANG

2017
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr. wb
Segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat yang tidak
terhitung, terutama kesehatan, waktu dan kekuatan pengharapan sehingga saya dapat
menyelesaikan sebuah karya ilmiah ini yang berjudul “identifikasi miskonsepsi siswa
pada konsep menstruasi kelas XI MIPA 3 SMAN 1 Tanjungpinang” untuk melengkapi
tugas matakuliah seminar biologi.
Sesungguhnya dalam penyelesaian tugas ini banyak pihak yang mendukung
serta selalu dalam bimbingan dosen pembimbing saya, pada kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang tua saya yang selalu memberi dukungan materi serta motivasi, dan segala

hal sehingga saya sampai pada tahap sekarang ini.

2. Ibu Nur Eka Kusuma Hindrasih sebagai dosen penasehat akademik yeng telah

memberi nasehat dan membimbing saya dari awal beliau menjadi dosen

pembimbing saya hingga saat ini.

3. Bapak Bony Irawan sebagai dosen pengampu matakuliah seminar biologi, yang

selalu sabar memberi bimbingan selama pembuatan karya ilmiah ini.

4. Teman-teman seperjuangan yang saling memberi motivasi selama pembuatan

karya ilmiah ini.

Pada pembuatan karya tulis ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan

saran dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk perbaikan karya tulis ini agar

lebih baik lagi.

Tanjungpinang, 15 Maret 2017

penulis
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................................4
1.2 Identifikasi Masalah ...........................................................................................5
1.3 Rumusan Penelitian ............................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitan..................................................................................................6
1.5Manfaat Penelitian................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................8
2.1 Landasan Teori ...................................................................................................8
2.1.1 Definisi identifikasi..........................................................................................8
2.1.2 Miskonsepsi.....................................................................................................8
2.1.3 Ciri-ciri miskonsepsi......................................................................................11
2.1.4 Faktor-faktor yang menyebabkan miskonsepsi..............................................11
2.1.5 Definisi konsep...............................................................................................12
2.1.6 Certainly of Respon indeks.............................................................................12
2.1.7 Menstruasi.......................................................................................................14
2.2 Kerangka Berfikir...............................................................................................17
2.3 Hipotesis penelitian............................................................................................19
BAB III METODELOGI PENELITIAN ................................................................20
3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................................20
3.2 Waktu dan tempat penelitian..............................................................................20
3.2.1 Waktu penelitian..............................................................................................20
3.2.2Tempat penelitian.............................................................................................20
3.3 Metode penelitian...............................................................................................20
3.4 Subyek Penelitian...............................................................................................20
3.4.1 Populasi...........................................................................................................20
3.4.2 Sampel.............................................................................................................20
3.5 Teknik pengumpulan data..................................................................................21
3.6 Instrumen penelitian ......................................................................................21
3.6.1 Butir soal Dichotomous Choice..................................................................21
3.7 Uji instrumen penelitian.................................................................................27
3.7.1 Uji validitas instrumen................................................................................27
3.7.2 Uji Reabilitas...............................................................................................28
3.7.3 Daya beda....................................................................................................28
3.7.4 Tingkat kesukaran.......................................................................................28
3.8 Teknik Analisis Data .....................................................................................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................31
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................31
4.2 Pembahasan Penelitian..................................................................................32
5.1 Kesimpulan....................................................................................................34
5.2 Saran..............................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini perbaikan dibidang pendidikan masih berlanjut. Hal ini bertujuan
agar terciptanya pendidikan yang semakin berkualitas bagi suatu banga dimasa yang
akan datang. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan generasi yang berkualitas.
Generasi yang berkualitas dapat dihasilkan dari interaksi yang berlangsung dengan baik
antar siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Namun sebaliknya jika dalam proses
pembelajaran hanya di dominankan oleh guru akan menimbulkan situasi yang kurang
menarik bagi siswa. Terlebih lagi jika guru menyampaikan materi yang konsepnya
bersifat abstrak akan mempersulit siswa dalam memahami konsep tersebut. Dengan
kondisi seperti ini, kemungkinan besar siswa akan mengalami perbedaan pemahaman
yang tidak sejalan dengan konsep ilmiah sehingga akan memberikan pengaruh buruk
terhadap hasil belajar siswa. Pemahaman konsep yang berbeda dengan konsep ilmiah
dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi.
Seorang siswa dikatakan miskonsepsi jika konsep yang dimiliki siswa yang tidak
sejalan dengan konsep yang dimiliki oleh ahli. Menurut Dahar (2006) konsep belajar
merupakan hasil utama pendidikan yang menjadi dasar untuk berpikir, sehingga konsep
dapat menjadi dasar bagi seseorang untuk merumuskan prinsip dan
menggeneralisasikan stimulus dari lingkungan dalam memecahkan masalah.
Miskonsepsi menurut Hasan (1999) terjadi pada siswa jika tingkat keyakinan siswa
yang tinggi terhadap suatu konsep yang dinilai salah. Informasi yang diperoleh siswa
dari lingkungan dapat berbeda dari konsepsi ilmiah sehingga dapat mengganggu belajar
siswa. Sehingga konsep yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan apa yang di
maksudkan pada konsep menstruasi. Tingkat keyakinan mereka tinggi tetapi pada
kenyataannya keyakinan yang mereka pegang tersebut telah salah arah dan salah tafsir,
mereka cenderung terjebak dalam konsep yang mereka yakini sendiri. Salah satu ciri
dari miskonsepsi adalah sulit untuk di ubah, terkadang meskipun sudah diarahkan
dengan baik suatu saat konsep yang salah tersebutlah yang masih dipakai oleh siswa, hal
ini dikarenakan sudah mendarah daging. Miskonsepsi yang dibiarkan berlarut larut akan
sangat berbahaya dimasyarakat. Seorang siswa yang mengalami miskonsepsi akan
sangat berpotensi menularkan konsepnya yang salah tersebut kepada pihak lain, hal ini
akan sangat mengkhawatirkan lagi apabila siswa tersebut menjadi orang yang
berpengaruh dilingkungannya sehingga miskonsepsi yang dimilikinya akan di turunkan
ke lingkungan sekitarnya dalam porsi dan presentase yang lebih besar.
Miskonsepsi diakibatkan oleh pengetahuan awal siswa terhadap konsep awal yang
keliru atau konsep awal siswa benar, tetapi siswa salah dalam menghubungkan konsep
tersebut (Kusumaningrum, 2014:2-3). Konsep yang terdapat di dalam satu materi saling
berhubungan dengan konsep pada materi selanjutnya, sehingga dibutuhkan pemahaman
konsep yang benar. Pada pembelajaran biologi sangat diperlukan pemahaman konsep.
Jika pemahaman konsep sudah kuat, siswa dapat mengembangkan dan memahami
konsep yang lebih tinggi. Konsep yang satu dengan konsep yang lain saling
berhubungan sehingga pengetahuan awal diperlukan karena berperan untuk konsep
selanjutnya.
Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengangkat topik tentang menstruasi
yang merupakan salah satu materi dalam bidang ilmu biologi. Materi menstruasi yang
menimbulkan miskonsepsi salah satu nya adalah terjadinya menstruasi dikarenakan
gugurnya sel telur yang tidak dapat dibuahi. Padahal konsep yang sesuai dengan para
ahli tidak seperti itu, konsep menstruasi tersebut memiliki fase-fasenya sendiri. Jadi,
permasalahan-permasalahan yang timbul dari pemahaman siswa yang berbanding
terbalik dengan pendapat para ahli membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai miskonsepsi menstruasi. Mayoritas jumlah perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perempuan-perempuan khususnya
melalui siswa-siswi sekolah dapat mengetahui lebih jelas mengenai miskonsepsi
menstruasi. Agar mereka tidak salah konsep secara terus menerus serta mereka dapat
mengetahui konsep mana yang benar dan yang miskonsepsi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penilitian ini
bertujuan untuk “identifikasi miskonsepsi siswa pada konsep menstruasi kelas XI MIPA
3 SMAN 1 Tanjungpinang”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka dapat di identifikasikan


masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adanya miskonsepsi yang di alami siswa kelas XI SMAN 1 TANJUNGPINANG
terhadap konsep menstruasi.

2. Perbandingan antara siswa yang paham konsep, tidak paham konsep dan siswa yang
mengalami miskonsepsi konsep menstruasi.

3. Submateri yang mengakibatkan siswa banyak mengalami kesalahan pemahaman


konsep atau miskonsepsi pada konsep menstruasi.

1.3. Pembatasan Masalah

Di karenakan keterbatasan waktu, kemampuan dan biaya peneliti, maka masalah


penelitaian ini hanya terbatas pada identifikasi dan analisis miskonsepsi siswa pada
konsep menstruasi kelas XI SMAN 1 TANJUNGPINANG dan persentase antara siswa
yang paham konsep, tidak paham konsep, dan siswa yang mengalami konsepsi, dan
pada submateri apa siswa banyak mengalami miskonsepsi.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di paparkan diatas, maka dapat di


rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada siswa kelas XI SMAN 1 TANJUNGPINANG yang mengalami


miskonsepsi pada konsep menstruasi ?

2. Berapakah Persentase antara siswa yang paham konsep, tidak paham konsep dan
siswa yang mengalami miskonsepsi konsep menstruasi ?

3. Pada submateri apa siswa banyak mengalami kesalahan pemahaman konsep atau
miskonsepsi pada konsep menstruasi ?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Apakah ada kelas XI SMAN 1 TANJUNGPINANG yang


mengalami miskonsepsi pada konsep menstruasi

2. Untuk mengetahui Persentase antara siswa yang paham konsep, tidak paham konsep
dan siswa yang mengalami miskonsepsi konsep menstruasi
3. Untuk mengetahui pada submateri apa siswa banyak mengalami kesalahan
pemahaman konsep atau miskonsepsi pada konsep menstruasi

1.6. Manfaat Penelitian

1. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi dan sebagai bahan acuan dalam melakukan kontrol dalam proses
pembelajaran serta menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kurikulum dan
program pembelajaran.

2. Bagi guru, secara praktis dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan
pembelajaran dan dapat melakukan tindakan secepatnya apabila tejadi miskonsepsi pada
siswanya.

3. Bagi siswa, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kesadaran bagi siswa
akan pentingnya pemahaman konsep dengan benar sehingga terhindar dari miskonsepsi,
agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Bagi peneliti, secara teoritis penelitian ini dapat meningkatkan wawasan peneliti
khususnya tentang hal-hal yang dapat menyebabkan miskonsepsi sehingga dapat di
jadikan bekal ketika nanti terjun kedunia pendidikan.

5. Bagi penelitian lanjutan, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
melakukan penelitian lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Definisi Identifikasi
Dari beberapa pengertian dan penyebab miskonsepsi yang telah diamati, maka
diperlukan suatu usaha untuk mengidentifikasi siswa yang mengalami miskonsepsi agar
kondisi tersebut dapat dicegah atau bahkan dapat diarahkan ke konsep yang benar.
Identifikasi menurut bahasa ialah penentu atau penetapan identitas seseorang, benda,
dan sebagainya. Dari pengertian tersebut, identifikasi merupakan suatu kegiatan yang
didalamnya ditetapkan suatu ciri-ciri atau identitas dari suatu objek dengan tujuan agar
mudah dikenali. Di dalam pendidikan dikenal dengan diagnosis, yakni usaha untuk
mempelajari keadaan seseorang individu atau kelompok agar dapat diklasifikasikan ke
dalam kelompok tertentu, menguasai atau tidak menguasai konsepsi ilmiah tertentu.
Untuk dapat mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa diperlukan tes. Tes yang di
gunakan dalam melakukan identifikasi dan analisis miskonsepsi pada konsep menstruasi
yang digunakan oleh peneliti adalah tes Dichotomus choice test adalah salah satu jenis
tes yang soalnya berupa sebuah pernyataan yang disertai 2 alternatif jawaban (pro dan
kontra/benar dan salah) dapat mencakup banyak materi, yang terdiri atas bagian
keterangan sebagai soal dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif. Tes
identifikasi atau diagnostik yang telah di kembangkan dengan pernyataan alasan terbuka
mengapa memilih jawaban tersebut. Dan digunakan metode CRI untuk mengetahui
adanya miskonsepsi pada konsep menstruasi yang dialami oleh siswa.

2.1.2 Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah penguasaan atau penerimaan konsep pada diri seseorang
yang tidak sesuai dengan konsep yang sebenarnya, antara konsep yang dimiliki
seseorang dengan konsep yang dimiliki ilmuan tidak sejalan. Hal ini menyebabkan
pandangan yang berbeda dan tidak sejalan antara pelaku miskonsepsi dengan konsep
pada hakikatnya.
Miskonsepsi dapat juga diartikan sebagai konsep-konsep awal yang tidak sesuai
dengan kebenaran sains. Konsep awal tersebut didapatkan oleh peserta didik saat berada
di sekolah dasar, sekolah menengah, dari pengalaman dan pengamatan mereka di
masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang bahwa konsep siswa,
meskipun tidak cocok dengan konsep ilmiah, dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki
atau diubah selama pendidikan formal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konsepsi mengandung arti pendapat


atau paham. Jika didasarkan pada pengertian ini konsepsi juga dapat berarti kemampuan
seseorang dalam menerjemahkan fenomena-fenomena yang terdapat di sekitar
kemudian dihubungkan dengan struktur kognitifnya. Konsepsi-konsepsi yang ada pada
seseorang ada yang sesuai dengan konsepsi ilmiah, ada yang tidak. Konsepsi yang tidak
sesuai dengan konsepsi ilmiah dinamakan miskonsepsi. Miskonsepsi memiliki
pengertian yaitu suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para
ahli.

Novak dalam Joel Mintez, et. al. menyatakan bahwa miskonsepsi adalah
pemahaman yang salah yang dimiliki oleh siswa pada setiap domain pengetahuan yang
seringkali berasal dari proses belajar hafalan. Miskonsepsi dapat diartikan juga sebagai
tafsiran atau pemahaman seseorang atau lebih terhadap suatu konsep yang salah atau
tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli. David Hammer dalam Yuyu R.
Tayubi juga menyatakan bahwa miskonsepsi adalah suatu konsepsi atau struktur
kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya
menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ahli, yang dapat menyesatkan para
siswa dalam memahami fenomena-fenomena alam dan dalam melakukan eksplanasi.
Pendapat David Hammer ini menunjukkan bahwa miskonsepsi dapat tertanam secara
lahiriah dengan kuat di dalam pengetahuan siswa sehingga pengetahuan tersebut
dianggap sebagai suatu kebenaran saat memahami peristiwa yang terjadi di alam
maupun saat melakukan penjelasan.

Definisi lain dari miskonsepsi adalah suatu kesalahan dalam memahami suatu
konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan saat menjelaskan konsep tersebut dengan
bahasa sendiri. Definisi ini menyatakan bahwa miskonsepsi dapat terlihat ketika
seseorang mengemukakan penjelasan tentang suatu konsep dengan gaya bahasanya
Sendiri.
Menurut Suparno (2005:3) hal tersebut disebabkan oleh konsep yang siswa
miliki, meskipun keliru, tetapi dapat menjelaskan beberapa persoalan yang sedang
mereka hadapi dalam kehidupan mereka. Bahkan beberapa anak menggunakan konsep
ganda dalam hal ini, yaitu konsep ilmiah digunakan di sekolah dan konsep sehari-hari
untuk digunakan di masyarakat. Hal ini membuat para ahli baik pendidik maupun
peneliti terlibat dalam membahas bagaimana terjadinya miskonsepsi, bagaimana
miskonsepsi dapat diatasi dan kesulitan apa dalam mengatasinya. Miskonsepsi atau
salah konsep (Suparno, 2005:4) menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Begitu
juga dengan Wartono, dkk (2004:25) mendefinisikan miskonsepsi adalah pemahaman
alternatif yang tidak benar secara ilmiah. Miskonsepsi ini diyakini oleh siswa dan
dijadikannya dasar untuk merespon masalah yang muncul. Dengan demikian
miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh siswa dengan konsep
para ahli. Berdasarkan hal tersebut miskonsepsi pada konsep evolusi adalah
ketidaksesuaian konsep evolusi yang dimiliki oleh siswa dengan konsep para ilmuan
evolusi.
Menurut Pulungan dalamSinaga(2010), miskonsepsi menyangkut kesalah
pahaman hubungan antar konsep sehingga mengakibatkan preposisi yang salah.
Penganut konstruktivisme menyebut miskonsepsi dengan konsep alternatif. Mereka
beranggapan suatu konsep dibentuk oleh masing-masing individu siswa adalah wajar
bila mereka memiliki konsep yang berbeda, dan konsep tersebut layak dihargai
(Suparno, 2005).
Berg dalam Rahayu (2011), mengatakan bahwa setiap individu memiliki
interpretasi berbeda terhadap sebuah konsep. Interpretasi itu merupakan sebuah
konsepsi, dan konsepsi tersebut dapat sesuai dengan pendapat para ahli sains, namun
dapat juga bertentangan. Jika konsepsi siswa tersebut melatarbelakangi siswa dalam
memahami suatu konsep, maka konsep siswa tersebut disebut miskonsepsi. Miskonsepsi
(salah konsep) adalah konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu.
2.1.3 Ciri-Ciri Miskonsepsi
Seseorang yang mengalami miskonsepsi dapat dilihat ciri-cirinya melalui sebuah
penelitian. Penelitian tentang identifikasi miskonsepsi ini sudah banyak di lakukan.
Menurut (Suparno, 2005) ciri-ciri miskonsepsi adalah:
1. Miskonsepsi sulit diperbaiki
2. Seringkali miskonsepsi terus menerus mengganggu misalnya soal yang
mudah dapat dijawab, tetapi soal yang sedikit sulit sehingga miskonsepsi itu
muncul lagi
3. Sering sekali terjadi regresi yaitu siswa yang sudah pernah mengatasi
miskonsepsi beberapa bulan kemudian akan salah lagi
4. Dengan ceramah yang sebagus apapun, miskonsepsi tidak dapat dihindari
atau dihilangkan
5. Pada umumnya pendidik tidak mengetahui miskonsepsi yang dialami peserta
didik
6. Pendidik, peserta didik dan peneliti dapat mengalami miskonsepsi.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Miskonsepsi


Kesalahan memahami konsep/ miskonsepsi dapat di sebabkan oleh beberapa
faktor. Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat dikelompokkan menjadi lima
kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks dan metode mengajar.
1. Penyebab yang berasal dari siswa, dapat terdiri dari berbagai hal seperti
prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan minat, cara berpikir dan
teman lain.
2. Penyebab kesalahan dari, guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya
penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam
berelasi dengan siswa yang kurang baik. Miskonsepsi yang disebabkan oleh
salah mengajar agak sulit dibenahi karena siswa merasa yakin bahwa yang
diajarkan guru itu benar.
3. Penyebab miskonsepsi dari buku terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah
dalam buku tersebut.
4. Konteks, seperti budaya, agama dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi
miskonsepsi siswa.
5. Sedangkan metode mengajar hanya menekankan pada kebenaran satu segi sering
memunculkan salah pengertian siswa (Suparno, 2005:29). Kesalahan-kesalahan
itu memang dapat dimengerti, terlebih bila kita tinjau dari sudut pandang
konstruktivisme, dimana pengetahuan itu adalah konstruksi siswa. Karena
kebebasan mengonstruksi dan juga keterbatasan dalam mengonstruksi itulah
maka siswa mengalami miskonsepsi meskipun diajar oleh guru secara tepat dan
juga dengan buku yang baik.

2.1.5 Defenisi Konsep


Defenisi tentang konsep banyak diungkapkan oleh para ahli dan tampaknya
belum ada defenisi yang disepakati secara umum. Konsepsi sering dianalogikan dengan
ide. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan sebagai ide atau
pengetahuan yang diabstraksikan dari peristiwa kongkret. Konsep merupakan kelas atau
kategori stimulus (objek, peristiwa atau orang) yang memiliki ciri-ciri umum (Hamalik
dalam Munawaroh 2011:9). Adapun Ausubel (dalam Halomoan 2008:3)
mengungkapkan bahwa “Konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi,
atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu
tanda atau simbol (objects, events, situations, or properties that possess common
critical attributcs and are designated in any given culture by some accepted sign or
symbol .
Sedangkan Berg (1991:8) mengungkapkan bahwa “Konsep merupakan abstraksi
dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang
memungkinkan manusia berfikir (bahasa adalah alat berfikir)”. Dari teori-teori di atas,
maka konsep dapat dinyatakan sebagai suatu ide, ilmu pengetahuan dan abstraksi
berupa penandaan atau simbolisasi dari suatu ciri khas tertentu dan terwakili dalam
setiap budaya yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain dan
berfikir.
2.1.6 Certainly of Response Indeks(CRI)

Metode Certainty Of Response Index (CRI) merupakan teknik untuk mengukur


miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau kepastian
seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Selain digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi, CRI juga dapat membedakan antara siswa yang tahu
konsep dan siswa yang tidak tahu konsep. Tingkat keyakinan/kepastian jawaban
tercermin dalam skala CRI yang diberikan bersamaan dengan tiap pertanyaan (soal)
yang diberikan.
CRI biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap
jawaban soal. Tingkat kepastian jawaban soal tercermin dalam skala CRI yang
diberikan, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan konsep pada diri responden
dalam menjawab pertanyaan, dalam hal ini jawaban biasanya ditentukan atas dasar
tebakan semata. Sebaliknya CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian
konsep yang tinggi pada diri responden, dalam hal ini unsur tebakan sangat kecil.
Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat dibedakan
secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal
dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikannya untuk soal
tersebut (Tayubi, 2005).

Tabel 2.1 ketentuan CRI untuk membedakan antara tahu konsep,


miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
Kriteria jawaban CRI rendah (<2,5) CRI tinggi (>2,5)
Jawaban benar Tidak tahu konsep menguasai konsep 
(lucky guess) dengan baik
Jawaban salah tidak tahu konsep Kemunkinan terjadi
miskonsepsi

Dengan kata lain, ketika seorang responden (siswa) diminta untuk memberikan CRI
bersamaan dengan setiap jawaban pada suatu pertanyaan (soal), sebenarnya dia diminta
untuk memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri akan kepastian yang dia miliki
dalam memilih aturan-aturan, prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang telah tertanam
dibenaknya hingga dia dapat menentukan jawaban dari suatu pertanyaan. Dari
ketentuan-ketentuan CRI tersebut, menunjukkan bahwa ketika CRI digunakan
bersamaan dengan sebuah jawaban dari suatu pertanyaan kemungkinan besar kita dapat
membedakan antara siswa yang tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
CRI biasanya didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0-5) seperti
pada tabel berikut :
Tabel CRI skala 4 dan kriterianya
CRI Kriteria
1 Sangat tidak yakin
2 Tidak yakin
3 Yakin
4 Sangat yakin
                                                                                    (Nursiwin, 2014)
Tabel CRI skala 6 dan kriterianya
CRI Kriteria
0 (Totally guessed answer)
1 (Almost guess)
2 (Not Sure)
3 (Sure)
4 (Almost certain)
5 (Certain)

2.1.7 Menstruasi
1. Pengertian siklus menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari
setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak,
2004). Suzannec (2001), mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks
yang mencakup reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2004), Siklus menstruasi
merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi
secara simultan.
2. Fisiologis Siklus Menstruasi

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,


hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada
saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini,
karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik
maupun lama siklus menstruasi (Bobak, 2004).

Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron.


Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung
ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen
ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab
terhadap perkembangan dan pemeliharaan organ-organ reproduktif wanita dan
karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen
memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan
siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan
yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon
yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran
mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi
kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk
mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh
ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam
perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001).
Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3 tahun
setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Dengan memperhatikan
komponen yang mengatur menstruasi dapat dikemungkakan bahwa setiap
penyimpangan system akan terjadi penyimpangan pada patrum umun menstruasi. Pada
umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari. Lama
perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc.
Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian
pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari (Manuaba dkk,
2006).
3. Bagian-bagian Siklus Menstruasi
Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:
1) Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu :

a. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini
berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi
kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar
terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru
mulai meningkat.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung
sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10
siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan
endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5
mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi.
Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel
ovarium.
c. Fase sekresi/luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium
sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru
yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi
kelenjar.
d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari
setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum
yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga
suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan
fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
4. Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel
primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi,
satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan
estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel
yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi
baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi,
korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan
fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.

5. Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah
ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising
hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating
hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan
produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus
memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH
mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila
tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum
menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
menstruasi.
2.2 Kerangka Berfikir

Siswa atau peserta didik merupakan manusia yang mengalami banyak


pengalaman belajar. Melalui pengalaman belajar inilah siswa dapat memperoleh
pengetahuan baru yang bermanfaat untuk dirinya. Dalam membentuk pengetahuannya,
siswa dihadapkan oleh dua cara yakni formasi konsep dan asimilasi konsep. Pada
formasi konsep, siswa secara naluri akan memperoleh pengetahuan berdasarkan
lingkungan konkretnya ke dalam struktur kognitif yang ia miliki. Hasil dari formasi
konsep yang telah dilakukan siswa berdasarkan pengalaman konkretnya ini disebut
prakonsepsi atau konsepsi awal. Prakonsepsi yang dimiliki oleh siswa sebelum
memasuki pembelajaran formal di sekolah bermacam-macam. Hal ini dikarenakan
adanya latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda dari masing-masing siswa
dalam memahami konsep. Siswa yang mengalami pembelajaran yang menstilmulasi ia
agar mampu mengaitkan prakonsepsi yang dimiliki dengan definisi formal yang
diajarkan, maka sesungguhnya siswa tersebut telah mengalami asimilasi konsep. Pada
dasarnya siswa memiliki kemampuan alami dalam menghubungkan setiap makna secara
definisi dengan struktur kognitif yang telah dibentuk. Namun, terkadang asimilasi yang
dilakukan oleh siswa ada yang berhasil dan ada yang belum berhasil atau gagal. Hal ini
berkaitan dengan perkembangan kognitif dan tata bahasa. Proses berfikir dan
pemahaman seseorang atau beberapa orang terhadap suatu konsep juga banyak
dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan kognitif dasar yang dimilikinya. Pada
tahap penafsiran atau pemahaman tersebut, seseorang berpotensi mengalami konsepsi
yang salah atau tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli. Hal inilah yang
disebut dengan miskonsepsi. Miskonsepsi dapat melekat pada diri seorang siswa
sehingga dapat menyesatkan pemahaman siswa dalam memahami suatu konsep evolusi.
Hal ini tentu akan berdampak negatif terhadap kelangsungan pembentukan pengetahuan
bagi siswa selanjutnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan usaha identifikasi miskonsepsi
atau diagnosis tingkat pemahaman siswa sehingga dapat diketahui bagian
konsep/subkonsep materi yang menjadi jebakan miskonsepsi pada siswa.

Tes dalam pendidikan adalah suatu cara pengukuran dan penilaian yang dapat
dijadikan suatu instrumen pengumpulan data mengenai pengetahuan siswa ataupun
keberhasilan suatu program pengajaran yang bentuknya dapat berupa pertanyaan atau
penugasan yang dapat dinilai dan diukur dengan menggunakan standar penilaian
tertentu. Tes diagnostik merupakan suatu jenis tes yang dilakukan untuk mengetahui
kesulitan dan masalah siswa dalam memahami suatu konsep yang butir soal tesnya
harus dapat mengungkapkan kesulitan dan masalah siswa, sehingga guru dapat
mengetahui cara untuk menindak lanjuti dan mengatasi masalah atau kesulitan belajar
siswa tersebut. Tes pilihan ganda bisa digunakan sebagai instrumen tes diagnostik
karena bisa mengukur pemahaman siswa tentang suatu konsep hingga bagian
subkonsepnya secara objektif dan praktis. Dichotomus choice test adalah salah satu
jenis tes yang soalnya berupa sebuah pernyataan yang disertai 2 alternatf jawaban(pro
dan kontra/benar dan salah) dapat mencakup banyak materi, yang terdiri atas bagian
keterangan sebagai soal dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif. Tes
identifikasi atau diagnostik yang telah di kembangkan dengan pernyataan alasan
terbuka mengapa memilih jawaban tersebut dengan disertai Certainty of Response Index
(CRI) dimana terdapat modifikasi dalam pengkategorian tingkat pemahaman siswa. Tes
ini digunakan untuk mengetahui tingkat keyakinan/kepastian siswa dalam menjawab
butir-butir soal. Dengan penggunaan tes dichotomous choice ini guru dapat dengan
mudah mengidentifikasi kelompok siswa mana yang mengalami miskonsepsi, tidak tahu
konsep, paham konsep, dan paham konsep tetapi kurang yakin.
2.3. Hipotesis Penelitian
Dugaan sementara pada penelitian ini adalah ada beberapa siswa yang
mengalami miskonsepsi pada konsep menstruasi, ada yang paham konsep dan ada yang
tidak paham konsep.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis adanya miskonsepsi yang di alami siswa SMA pada
konsep menstruasi.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini di lakukan pada semester genap yaitu maret - juni.
Penelitian ini akan dilaksakan pada:
Hari : kamis
Tanggal : 17 Mei 2017
Pukul : 08.00 WIB

3.2.2. Tempat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang di alami siswa
SMA pada konsep menstruasi, maka tempat penelitian ini adalah XI SMAN 1
Tanjungpinang

3.3. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif
tanpa memberikan perlakuan terhadap variabel bebas. Penelitian ini hanya bersifat
identifikasi dan analisis yang menggambarkan kondisi sebenarnya, yang ada pada siswa.
Untuk mengungkap adanya miskonsepsi yang di alami siswa SMA pada konsep
menstruasi.
3.4. Subyek Penelitian
3.4.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIPA 3 SMAN 1
Tanjungpinang
3.4.2. Sampel
Sampel yang diambil dengan teknik purposife sampling dengan pertimbangan
A
kemudahan pengambilan sampel, maka sampel yang di ambil adalah siswa kelas XI
SMAN 1 Tanjungpinang

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Dalam hal pengumpulan data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan tes tertulis berupa tes
dichotomous choice yang memberikan 2 pilihan jawaban (pro dan kontra / benar dan
salah) dan disertai alasan terbuka mengapa memilih jawaban tersebut. Juga disertai
kolom tingkat keyakinan atau CRI (Certainty Response Index) yang bertujuan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada konsep menstruasi.

3.6. Instrumen Penelitian

3.6.1 Butir soal Dichotomous Choice

Kisi-kisi soal

No Indikator Jumlah Bentuk Jenjang kemampuan


soal soal C1 C2 C3 C4 C5 C6
1. Mendeskripsikan fase-fase 6 soal Pilihan 
ganda
dari siklus menstruasi
2. Mendeskripsikan hormon- 4 soal Pilihan 
ganda
hormon yang berperan
dalam siklus menstruasi
3. Menjelaskan perbedaan 1 soal Pilihan 
ganda
dari siklus menstruasi dan
siklus estrus
4. Mendeskripsikan penyakit 2 soal Pilihan 
ganda
dan gejala pada siklus
menstruasi

No Butir soal Alasan Tingkat keyakinan terhadap jawaban


. jawaban yang telah anda pilih
Sangat yakin Tidak Sangat
yakin yakin tidak
yakin
1. Disminorea adalah nyeri menjelang
haid atau selama haid, sampai
membuat wanita tersebut tidak dapat
bekerja dan harus tidur. penyebab dari
disminorea adalah......
a. Sekresi hormon prostaglandin
secara berlebihan
b. Gangguan metabolisme
prostaglandin
c. Akibat kurangnya gamma
linolenic acid (GLA)
d. Terhambatnya fase proliferasi
pada dinding endometrium
e. Tidak normalnya produksi
FSH serta LH
2. Masa subur wanita adalah....
a. 11 hari sebelum haid
selanjutnya
b. 14 hari sebelum haid
selanjutnya
c. 17 hari sebelum haid
selanjutnya
d. 10 hari sebelum haid
selanjutnya
e. 12 hari sebelum haid
selanjutnya
3. Hormon yang mempengaruhi
menstruasi adalah.......
a. FH dan LH
b. FL dan SH
c. SH dan SL
d. LH dan LS
e. LH dab FSH
4. Hormon yang berperan merangsang
pertumbuhan dan pematangan ovum
dan folikel graaf adalah.......
a. Estrogen
b. Progesteron
c. FSH
d. LTH
e. LH
5. Amenore bukan suatu penyakit tetapi
merupakan gejala. Amenore adalah
tidak adanya haid selama 3 bulan atau
lebih yang disebabkan oleh...
a. Terhambatnya fase proliferasi
pada dinding endometrium
b. produksi hormone estrogen
kurang optimal
c. tidak normalnya produksi FSH
serta LH
d. Turunnya kadar esterogen dan
progesteron
e. FSH singkatan dari folikel
stimulating hormon
6. Fase yang menunjukkan
perkembangan folikel menjadi folikel
de graaf yang masak serta
menghasilkan estrogen yang
merangsang pengeluaran LH adalah
fase...............
a. luteal
b. ovulasi
c. menstruasi
d. proliferasi
e. sekresi
7. Siklus menstruasi dibagi menjadi 3
fase, yaitu......
a. sekresi, ovulasi, menstruasi
b. luteus, proliferasi, sekresi
c. menstruasi, proliferasi, sekresi
d. menstruasi, sekresi, ejakulasi
e. ovulasi, proliferasi, luteus
8. Folikel telur yang telah ditinggalkan
ovum akan mensekresikan
hormon............
a. aldosteron
b. progesteron
c. testosteron
d. androgen
e. estrogen
9 Jika sel telur tidak dibuahi, korpus
luteum akan menghentikan produksi
hormon.........
a. estrogen dan progesteron
b. LH dan FSH
c. FSH dan LTH
d. Estrogen dan testosteron
e. Aldosteron dan FSH
10 Pada siklus menstruasi, tahapan
dimana endometrium terus menebal
dan arterinya membesar serta
menghasilkan cairan yang kaya
glikogen adalah................
a. Kopulasi
b. Menstruasi
c. Sekresi
d. Ovulasi
e. Proliferasi
11 Pada fase proliferasi FSH akan
mempengaruhi folikel di ovarium
untuk menghasilkan hormon........
a. Aldosteron
b. Progesteron
c. Androgen
d. LTH
e. Estrogen
12 Salah satu perbedaan antara siklus
menstruasi dan siklus estrus terletak
pada ada tidak nya pendarahan. Pada
siklus menstruasi, jika terjadi
pembuahan maka.......
a. Korpus luteum menebal
b. Endometrium terus menebal
c. Endometrium diserap kembali
oleh uterus
d. Endometrium akan dikeluarkan
bersama darah
e. tidak terjadi pendarahan
13 Fase terakhir pada siklus menstruasi
adalah......
a. Fascaovulasi
b. Menstruasi
c. Praovulasi
d. Ovulasi
e. Subur
14 Wanita yang sudah tidak dapat
mengalami menstruasi disebut.....
a. Grastula
b. Menopause
c. Oestoporosis
d. Gravida
e. Grandula
15 Menopause terjadi karena berhentinya
ovulasi akibat........
a. Hormon progesteron menurun
b. Hormon gesteron menurun
c. Folikel kurang responsif
terhadap FSH dan LH
d. Hormon aldesteron menurun
e. Folikel responsif terhadap FSH
dan LH

Kunci jawaban

No jawaban Alasan jawaban


1 A Karena sekresi hormon prostaglandin secara berlebihan akan menyebabkan
peningkatan frekuensi kontraksi otot rahim sehingga menimbulkan nyeri haid
2 B Karena masa subur wanita berkisar di sekitar waktu ovulasi. Kira-kira dalam
lima hari sebelum waktu ovulasi terjadi. Umumnya 14 hari sebelum masa haid
berikutnya.
3 E Hormon yang berperan mempengaruhi menstruasi adalah Follicle Stimulating
Hormone (FSH) kedalam aliran darah sehingga membuat sel-sel telur tersebut
tumbuh didalam ovarium dan Ketika sel telur telah matang, sebuah hormon
dilepaskan dari dalam otak yangdisebut dengan Luteinizing Hormone (LH).
4 C Follicle Stimulating Hormone berperan merangsang pertumbuhan dan
pematangan ovum dan folikel graaf.
5 A Penyebab utama terjadinya amenore adalah terhambatnya fase proliferasi pada
dinding endometrium, dikarenakan produksi hormone estrogen kurang optimal
6 D Karena fase ini menunjukkan massa ovarium beraktivitas membentuk korpus
luteum dari sisa-sisa folikel-folikel de Graaf yang sudah mengeluarkan sel
ovum
7 C Siklus menstruasi terdiri dari 3 fase, yaitu menstruasi, proliferasi, sekresi.
8 B Karena folikel telur yang telah ditinggalkan akan mensekresikan hormon
progesteron
9 A Karena korpus luteum dapat menghentika produksi hormon estrogen dan
progesteron
10 C Karena pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan
sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus.
Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
11 E Karena hormon progesteron berperan penting dalam fase proliferasi
12 E Karena siklus menstruasi yang terjadi pada wanita mengeluarkan darah
sedangakan siklus estrus tidak terjadi pendarahan
13 A Karena Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri
spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional
terhenti dan terjadi nekrosis.
14 B Menopause adalah massa dimana wanita tidak dapat mengalami mensstruasi
15 C menopause terjadi karena berhentinya ovulasi akibat folikel kurang responsif
terhadap FSH dan LH

CRI yang dijadikan instrumen penelitian disini adalah CRI dengan skala 4

Tabel CRI skala 4 dan kriterianya


CRI Kriteria
1 Sangat tidak yakin
2 Tidak yakin
3 Yakin
4 Sangat yakin
                                                                                    (Nursiwin, 2014)

Tabel 2.1 ketentuan CRI untuk membedakan antara tahu konsep,


miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
Kriteria jawaban CRI rendah (<2,5) CRI tinggi (>2,5)
Jawaban benar Tidak tahu konsep menguasai konsep 
(lucky guess) dengan baik
Jawaban salah tidak tahu konsep Kemunkinan terjadi
miskonsepsi

3.7. Uji Instrumen Penelitian

3.7.1 Uji Validitas Instrumen


Validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran
menggambarkan segi atau aspek yang diukur. Aspek yang diukur dalam uji coba ini
adalah aspek pemahaman siswa secara kognitif terhadap konsep menstruasi. Tes diuji
cobakan kepada kelompok yang bukan merupakan subjek penelitian lalu dihitung
validitas setiap butir soalnya. Untuk melihat validitas soal dalam uji coba ini digunakan
rumus koefisien korelasi biserial berikut:

Kriteria item: Hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian dikonsultasikan


dengan r tabel, jika r hasil lebih besar dari r tabel, maka korelasi soal tersebut signifikan,
maka soal tersebut dapat dikatakan valid. Begitupun sebaliknya, soal yang tidak valid
kemudian diperbaiki sebelum digunakan dalam penelitian.
3.7.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen merupakan standar mengenai tingkat keajegan atau
ketepatan hasil pengukuran. Sebuah instrumen dikatakan memiliki tingkat reliabilitas
yang memadai jika instrumen tersebut digunakan untuk mengukur aspek yang diukur
beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama.Uji ini menggunakan rumus:

Bila besar rii soal lebih besar dari r tabel maka soal tes tersebut reliabel.
3.7.3 Daya Beda
Daya beda merupakan daya dalam membedakan antara peserta tes yang
memiliki kemampuan tinggi dengan peserta tes dengan kemampuan rendah dalam
menjawab soal. Rumus yang digunakan dalam uji ini yaitu:
dimana daya beda yang baik adalah: D > 0.30
D=(Ba-Bb)/0.5 N
Keterangan :
D = daya beda
Ba = jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas
Bb = jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah
N = jumlah peserta tes
3.7.4 Tingkat Kesukaran
Uji ini menggunakan rumus berikut:
P=∑B
N
Keterangan:
P = tingkat kesukaran
N = jumlah peserta siswa
B = jumlah siswa yang menjawab benar
Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, ketentuannya yaitu:
P = 0 - 0.25 : mudah
P = 0.26 - 0.75 : sedang
P = 0.76 – 1 :sukar

3.8. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu data kuantitatif berupa data hasil
tes disertai form CRI. Langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Ditentukannilai CRI berdasarkan pada skala yang disusun oleh Saleem Hasan.
2. Ditentukan kategori tingkat pemahaman berdasarkan pilihan jawaban, alasan, dan
nilai CRI. Kategori tingkat pemahaman ini berdasarkan kategori tingkat pemahaman
menurut Aliefman.
Tabel Modifikasi Kategori Tingkatan Pemahaman
Jawaban Alasan Nilai CRI Deskripsi
Benar Benar >2,5 Memahami konsep dengan baik
Benar Benar <2,5 Memahami konsep tetapi kurang yakin
Benar Salah >2,5 Miskonsepsi
Benar Salah <2,5 Tidak tahu konsep
Salah Benar >2,5 Miskonsepsi
Salah Benar <2,5 Tidak tahu konsep
Salah Salah >2,5 Miskonsepsi
Salah Salah <2,5 Tidak tahu konsep

3. Melakukan analisis jawaban individu/siswa untuk membedakan antara paham konsep


dengan baik, paham konsep tetapi kurang yakin, miskonsepsi dan tidak tahu konsep.
4. Dilakukan perhitungan persentase terhadap keempat hasil penilaian di tiap
strata.
P= f/N x 100%
Keterangan:
P = angka persentase kelompok
f = jumlah siswa pada setiap kelompok
N = jumlah individu (jumlah seluruh siswa yang menjadi subjek penelitian)
5. Dibuat rekapitulasi persentase rata-rata tingkatan pemahaman seluruh siswa.
6. Menganalisis letak miskonsepsi siswa pada butir soal dengan persentase miskonsepsi
siswa tertinggi. Hasil pengolahan data ini selanjutnya akan mengarahkan pada
kesimpulan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian melalui tes CRI (Certainty of Respone Index) menunjukkan
adanya miskonsepsi pada siswa kelas XI MIPA SMAN 1 Tanjungpinang. Dari hasil
analisis tes CRI, ditemukan hampir semua siswa mengalami miskonsepsi. Persentase
jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi adalah 32, 27 %. Persentase ini sangat
tinggi jika dibandingkan dengan jawaban siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah.
Selain miskonsepsi, hasil tes CRI juga menunjukkan kategori jawaban yang lain, yaitu
Lucky Guess (LG), Tidak Tahu Konsep (TTK), dan Tahu Konsep (TK). Keempat
kategori tersebut memiliki kategori yang berbeda-beda (Tabel 4.1).

Tabel Persentase Lucky Guess, Tidak Tahu Konsep, Tahu Konsep, dan Miskonsepsi
pada Lima indikator materi menstruasi.
Subkonsep materi menstruasi Presentase
Lucky guess TTK TK Miskonsepsi
Mendeskripsikan fase-fase dari 13.17 27.52 19.05 40.23
siklus menstruasi
Mendeskripsikan hormon- 15.37 30.62 15.87 35.12
hormon yang berperan dalam
siklus menstruasi
Menjelaskan perbedaan dari 12. 20 14. 25 23.75 15. 20
siklus menstruasi dan siklus
estrus
Mendeskripsikan penyakit dan 18.37 35.12 12.12 21.37
gejala pada siklus menstruasi

Berdasarkan Tabel 1, miskonsepsi terjadi pada keseluruhan 4 indikator materi


menstruasi. Persentase miskonsepsi tertinggi terdapat pada kelompok indikator
Mendeskripsikan fase-fase dari siklus menstruasi 40,23%. Selain itu, persentase tidak
tahu konsep tertinggi juga terdapat pada kelompok indikator “Mendeskripsikan penyakit
dan gejala pada siklus menstruasi” yaitu 35,12%. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa
kelas XI MIPA SMAN1 Tanjungpinang masih kurang memahami isi materi menstruasi.
Berdasarkan data hasil tes CRI, perbandingan persentase miskonsepsi siswa kelas XI
MIPA SMAN1 Tanjungpinang pada materi menstruasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Perbandingan Penguasaan Konsep Siswa pada Masing-masing indikator


menstruasi.
6

Series 1
3
Series 2
Series 3
2

0
Category 1 Category 2 Category 3 Category 4
4. 2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil analisis data diperoleh
rata-rata persentase miskonsepsi siswa sebesar 32,27%. Persentase miskonsepsi lebih
tinggi jika dibandingkan dengan persentase siswa yang tahu konsep, yaitu sebesar 13,
17%. Hal ini menunjukkan konsep-konsep pada materi menstruasi masih sulit dipahami.
Hal ini sesuai dengan pendapat Prokop dan Fancovicova (2006:34) yang menyatakan
bahwa pemahaman responden masih banyak yang rendah, terutama pada konsep
pencernaan, pernafasan, endokrin, urinaria, reproduksi, dan saraf. Secara umum, pada
setiap soal masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi, terutama pada materi
menstruasi.
Pada materi fase-fase menstruasi serta hormon yang bekerja masih banyak
siswa yang miskonsepsi bahkan tidak paham sama sekali. Hampir semua siswa
menganggap kopulasi dapat membesar dan menghasilkan cairan yang kaya glikogen
padahal fase sekresi lah yang dapat melakukan hal tersebut. Semua siswa telah
miskonsepsi atau bahkan tidak paham sama sekali. Siswa juga masih banyak yang
miskonsepsi dari penyebab terjadinya menopause padahal menopause disebabkan
karena folikel kurang responsif terhadap FSH dan LH. Tingginya persentase
miskonsepsi yang dialami siswa pada keseluruhan subkonsep disebabkan oleh dua
faktor, yaitu pemikiran sendiri (intuisi), penjelasan guru, dan buku teks yang mereka
gunakan di sekolah.
Intuisi yang salah dapat menyebabkan miskonsepsi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suparno dalam Sianturi (2012:15), “Miskonsepsi disebabkan oleh
prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang salah, intuisi
yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan dan minat belajar siswa,
guru, buku teks, serta metode belajar. Kesalahan dalam menganalisis soal seperti ini
dapat memicu miskonsepsi bagi siswa. Sedangkan buku teks yang mereka gunakan
berasal dari penerbit yang sama. Masing-masing siswa hanya memegang satu buku saja.
Hal ini menyebabkan, siswa hanya mendapatkan informasi dari buku itu saja.
Apalagi jika buku teks tersebut memang sudah mengandung unsur miskonsepsi dari
awal. Disisi lain, hal ini juga didukung karena kurang efektifnya sebagian dari strategi
pembelajaran sehingga siswa kurang memahami secara keseluruhan konsep-konsep
dasar biologi yang pada akhirnya miskonsepsi tersebut masih tetap bertahan pada siswa.
Kedua faktor tersebut diketahui dari alasan yang diberikan siswa pada saat tes CRI dan
juga wawancara, dimana alasan-alasan tersebut ternyata masih terdapat banyak
kekeliruan.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa masih banyak siswa yang
telah miskonsepsi atau tidak paham sama sekali. Intuisi yang salah dapat menyebabkan
miskonsepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparno dalam Sianturi (2012:15),
“Miskonsepsi disebabkan oleh prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik,
reasoning yang salah, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa,
kemampuan dan minat belajar siswa, guru, buku teks, serta metode belajar. Kesalahan
dalam menganalisis soal seperti ini dapat memicu miskonsepsi bagi siswa. Sedangkan
buku teks yang mereka gunakan berasal dari penerbit yang sama. Masing-masing siswa
hanya memegang satu buku saja.
Hal ini menyebabkan, siswa hanya mendapatkan informasi dari buku itu saja.
Apalagi jika buku teks tersebut memang sudah mengandung unsur miskonsepsi dari
awal. Disisi lain, hal ini juga didukung karena kurang efektifnya sebagian dari strategi
pembelajaran sehingga siswa kurang memahami secara keseluruhan konsep-konsep
dasar biologi yang pada akhirnya miskonsepsi tersebut masih tetap bertahan pada siswa.
Kedua faktor tersebut diketahui dari alasan yang diberikan siswa pada saat tes CRI dan
juga wawancara, dimana alasan-alasan tersebut ternyata masih terdapat banyak
kekeliruan.

5.2 Saran
Sebagai pendidik dan juga siswa diharapkan dapat memahami konsep yang
sesuai dengan para ahli. Kita sama-sama belajar lagi agar tidak ada lagi miskonsepsi
yang terjadi baik bagi pendidik maupun siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi (Ed.). 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi
Revisi V.Jakarta: Bumi Aksara.
Chaniarosi, Lyanda Fitriani. 2014. Identifikasi Miskonsepsi Guru Biologi SMA Kelas
XI IPA pada Konsep siklus menstruasi. Jurnal EduBio Tropika, Vol 2(2):
187-191.
Ferawati, Shelvy. 2012. Identifikasi Miskonsepsi pada Sistem Regulasi Manusia dan
Faktor-Faktor Penyebabnya di SMA Negeri 2 Poso Kota Selatan. Jurnal
Kependidikan, Vol V(1): 47-55.
Mahardika, Ria. 2014. “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Certainty of
Respon Index(CRI) dan Wawancara Diagnosis pada Konsep Sel”. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Mustaqim, Tri Ade dkk. 2014. Identifikasi Miskonsepsi Siswa dengan Menggunakan
Metode Certainty of Response Index (CRI) pada Konsep Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan. EDUSAINS, Vol. VI(02): 147-152.
Nasution, Lely Oktarina. 2012. “Analisis Miskonsepsi Siswa, Guru, Buku Biologi Kelas
XI Pada Materi Sistem Respirasi dan Sistem Eksresi di SMA se-
Mandailinggodang Kabupaten Mandailing Natal”. Tesis tidak diterbitkan.
Medan: Universitas Medan.
Prokop, P dan Jfancovicova. 2006. Student’s Idea About The Human Body: Do They
Really Draw What They Know. Journal of Batic Science Education, 2(10), pp:
86-95.
Suhermiati, Ita. 2015. Analisis Miskonsepsi Siswa pada Materi Pokok Sintesis Protein
Ditinjau dari Hasil Belajar Biologi Siswa. BioEdu, Vol. IV(3): 985-990.
Suparno, Paul (Eds.). 2013. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan
Fisika. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Grasindo.
Tayubi, Yuyu R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika
Menggunakan Certainty of Response Index (CRI). Jurnal Mimbar Pendidika,
XXIV(3). Available at http://file.upi.edu.

Anda mungkin juga menyukai