DI SUSUN OLEH:
ANNISAH ALFIANI
NIM:140384205052
TANJUNG PINANG
2017
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr. wb
Segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat yang tidak
terhitung, terutama kesehatan, waktu dan kekuatan pengharapan sehingga saya dapat
menyelesaikan sebuah karya ilmiah ini yang berjudul “identifikasi miskonsepsi siswa
pada konsep menstruasi kelas XI MIPA 3 SMAN 1 Tanjungpinang” untuk melengkapi
tugas matakuliah seminar biologi.
Sesungguhnya dalam penyelesaian tugas ini banyak pihak yang mendukung
serta selalu dalam bimbingan dosen pembimbing saya, pada kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang tua saya yang selalu memberi dukungan materi serta motivasi, dan segala
2. Ibu Nur Eka Kusuma Hindrasih sebagai dosen penasehat akademik yeng telah
memberi nasehat dan membimbing saya dari awal beliau menjadi dosen
3. Bapak Bony Irawan sebagai dosen pengampu matakuliah seminar biologi, yang
Pada pembuatan karya tulis ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan
saran dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk perbaikan karya tulis ini agar
penulis
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Sampai saat ini perbaikan dibidang pendidikan masih berlanjut. Hal ini bertujuan
agar terciptanya pendidikan yang semakin berkualitas bagi suatu banga dimasa yang
akan datang. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan generasi yang berkualitas.
Generasi yang berkualitas dapat dihasilkan dari interaksi yang berlangsung dengan baik
antar siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Namun sebaliknya jika dalam proses
pembelajaran hanya di dominankan oleh guru akan menimbulkan situasi yang kurang
menarik bagi siswa. Terlebih lagi jika guru menyampaikan materi yang konsepnya
bersifat abstrak akan mempersulit siswa dalam memahami konsep tersebut. Dengan
kondisi seperti ini, kemungkinan besar siswa akan mengalami perbedaan pemahaman
yang tidak sejalan dengan konsep ilmiah sehingga akan memberikan pengaruh buruk
terhadap hasil belajar siswa. Pemahaman konsep yang berbeda dengan konsep ilmiah
dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi.
Seorang siswa dikatakan miskonsepsi jika konsep yang dimiliki siswa yang tidak
sejalan dengan konsep yang dimiliki oleh ahli. Menurut Dahar (2006) konsep belajar
merupakan hasil utama pendidikan yang menjadi dasar untuk berpikir, sehingga konsep
dapat menjadi dasar bagi seseorang untuk merumuskan prinsip dan
menggeneralisasikan stimulus dari lingkungan dalam memecahkan masalah.
Miskonsepsi menurut Hasan (1999) terjadi pada siswa jika tingkat keyakinan siswa
yang tinggi terhadap suatu konsep yang dinilai salah. Informasi yang diperoleh siswa
dari lingkungan dapat berbeda dari konsepsi ilmiah sehingga dapat mengganggu belajar
siswa. Sehingga konsep yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan apa yang di
maksudkan pada konsep menstruasi. Tingkat keyakinan mereka tinggi tetapi pada
kenyataannya keyakinan yang mereka pegang tersebut telah salah arah dan salah tafsir,
mereka cenderung terjebak dalam konsep yang mereka yakini sendiri. Salah satu ciri
dari miskonsepsi adalah sulit untuk di ubah, terkadang meskipun sudah diarahkan
dengan baik suatu saat konsep yang salah tersebutlah yang masih dipakai oleh siswa, hal
ini dikarenakan sudah mendarah daging. Miskonsepsi yang dibiarkan berlarut larut akan
sangat berbahaya dimasyarakat. Seorang siswa yang mengalami miskonsepsi akan
sangat berpotensi menularkan konsepnya yang salah tersebut kepada pihak lain, hal ini
akan sangat mengkhawatirkan lagi apabila siswa tersebut menjadi orang yang
berpengaruh dilingkungannya sehingga miskonsepsi yang dimilikinya akan di turunkan
ke lingkungan sekitarnya dalam porsi dan presentase yang lebih besar.
Miskonsepsi diakibatkan oleh pengetahuan awal siswa terhadap konsep awal yang
keliru atau konsep awal siswa benar, tetapi siswa salah dalam menghubungkan konsep
tersebut (Kusumaningrum, 2014:2-3). Konsep yang terdapat di dalam satu materi saling
berhubungan dengan konsep pada materi selanjutnya, sehingga dibutuhkan pemahaman
konsep yang benar. Pada pembelajaran biologi sangat diperlukan pemahaman konsep.
Jika pemahaman konsep sudah kuat, siswa dapat mengembangkan dan memahami
konsep yang lebih tinggi. Konsep yang satu dengan konsep yang lain saling
berhubungan sehingga pengetahuan awal diperlukan karena berperan untuk konsep
selanjutnya.
Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengangkat topik tentang menstruasi
yang merupakan salah satu materi dalam bidang ilmu biologi. Materi menstruasi yang
menimbulkan miskonsepsi salah satu nya adalah terjadinya menstruasi dikarenakan
gugurnya sel telur yang tidak dapat dibuahi. Padahal konsep yang sesuai dengan para
ahli tidak seperti itu, konsep menstruasi tersebut memiliki fase-fasenya sendiri. Jadi,
permasalahan-permasalahan yang timbul dari pemahaman siswa yang berbanding
terbalik dengan pendapat para ahli membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai miskonsepsi menstruasi. Mayoritas jumlah perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perempuan-perempuan khususnya
melalui siswa-siswi sekolah dapat mengetahui lebih jelas mengenai miskonsepsi
menstruasi. Agar mereka tidak salah konsep secara terus menerus serta mereka dapat
mengetahui konsep mana yang benar dan yang miskonsepsi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penilitian ini
bertujuan untuk “identifikasi miskonsepsi siswa pada konsep menstruasi kelas XI MIPA
3 SMAN 1 Tanjungpinang”.
2. Perbandingan antara siswa yang paham konsep, tidak paham konsep dan siswa yang
mengalami miskonsepsi konsep menstruasi.
2. Berapakah Persentase antara siswa yang paham konsep, tidak paham konsep dan
siswa yang mengalami miskonsepsi konsep menstruasi ?
3. Pada submateri apa siswa banyak mengalami kesalahan pemahaman konsep atau
miskonsepsi pada konsep menstruasi ?
2. Untuk mengetahui Persentase antara siswa yang paham konsep, tidak paham konsep
dan siswa yang mengalami miskonsepsi konsep menstruasi
3. Untuk mengetahui pada submateri apa siswa banyak mengalami kesalahan
pemahaman konsep atau miskonsepsi pada konsep menstruasi
1. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi dan sebagai bahan acuan dalam melakukan kontrol dalam proses
pembelajaran serta menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kurikulum dan
program pembelajaran.
2. Bagi guru, secara praktis dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan
pembelajaran dan dapat melakukan tindakan secepatnya apabila tejadi miskonsepsi pada
siswanya.
3. Bagi siswa, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kesadaran bagi siswa
akan pentingnya pemahaman konsep dengan benar sehingga terhindar dari miskonsepsi,
agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Bagi peneliti, secara teoritis penelitian ini dapat meningkatkan wawasan peneliti
khususnya tentang hal-hal yang dapat menyebabkan miskonsepsi sehingga dapat di
jadikan bekal ketika nanti terjun kedunia pendidikan.
5. Bagi penelitian lanjutan, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
melakukan penelitian lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah penguasaan atau penerimaan konsep pada diri seseorang
yang tidak sesuai dengan konsep yang sebenarnya, antara konsep yang dimiliki
seseorang dengan konsep yang dimiliki ilmuan tidak sejalan. Hal ini menyebabkan
pandangan yang berbeda dan tidak sejalan antara pelaku miskonsepsi dengan konsep
pada hakikatnya.
Miskonsepsi dapat juga diartikan sebagai konsep-konsep awal yang tidak sesuai
dengan kebenaran sains. Konsep awal tersebut didapatkan oleh peserta didik saat berada
di sekolah dasar, sekolah menengah, dari pengalaman dan pengamatan mereka di
masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang bahwa konsep siswa,
meskipun tidak cocok dengan konsep ilmiah, dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki
atau diubah selama pendidikan formal.
Novak dalam Joel Mintez, et. al. menyatakan bahwa miskonsepsi adalah
pemahaman yang salah yang dimiliki oleh siswa pada setiap domain pengetahuan yang
seringkali berasal dari proses belajar hafalan. Miskonsepsi dapat diartikan juga sebagai
tafsiran atau pemahaman seseorang atau lebih terhadap suatu konsep yang salah atau
tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli. David Hammer dalam Yuyu R.
Tayubi juga menyatakan bahwa miskonsepsi adalah suatu konsepsi atau struktur
kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya
menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ahli, yang dapat menyesatkan para
siswa dalam memahami fenomena-fenomena alam dan dalam melakukan eksplanasi.
Pendapat David Hammer ini menunjukkan bahwa miskonsepsi dapat tertanam secara
lahiriah dengan kuat di dalam pengetahuan siswa sehingga pengetahuan tersebut
dianggap sebagai suatu kebenaran saat memahami peristiwa yang terjadi di alam
maupun saat melakukan penjelasan.
Definisi lain dari miskonsepsi adalah suatu kesalahan dalam memahami suatu
konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan saat menjelaskan konsep tersebut dengan
bahasa sendiri. Definisi ini menyatakan bahwa miskonsepsi dapat terlihat ketika
seseorang mengemukakan penjelasan tentang suatu konsep dengan gaya bahasanya
Sendiri.
Menurut Suparno (2005:3) hal tersebut disebabkan oleh konsep yang siswa
miliki, meskipun keliru, tetapi dapat menjelaskan beberapa persoalan yang sedang
mereka hadapi dalam kehidupan mereka. Bahkan beberapa anak menggunakan konsep
ganda dalam hal ini, yaitu konsep ilmiah digunakan di sekolah dan konsep sehari-hari
untuk digunakan di masyarakat. Hal ini membuat para ahli baik pendidik maupun
peneliti terlibat dalam membahas bagaimana terjadinya miskonsepsi, bagaimana
miskonsepsi dapat diatasi dan kesulitan apa dalam mengatasinya. Miskonsepsi atau
salah konsep (Suparno, 2005:4) menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Begitu
juga dengan Wartono, dkk (2004:25) mendefinisikan miskonsepsi adalah pemahaman
alternatif yang tidak benar secara ilmiah. Miskonsepsi ini diyakini oleh siswa dan
dijadikannya dasar untuk merespon masalah yang muncul. Dengan demikian
miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh siswa dengan konsep
para ahli. Berdasarkan hal tersebut miskonsepsi pada konsep evolusi adalah
ketidaksesuaian konsep evolusi yang dimiliki oleh siswa dengan konsep para ilmuan
evolusi.
Menurut Pulungan dalamSinaga(2010), miskonsepsi menyangkut kesalah
pahaman hubungan antar konsep sehingga mengakibatkan preposisi yang salah.
Penganut konstruktivisme menyebut miskonsepsi dengan konsep alternatif. Mereka
beranggapan suatu konsep dibentuk oleh masing-masing individu siswa adalah wajar
bila mereka memiliki konsep yang berbeda, dan konsep tersebut layak dihargai
(Suparno, 2005).
Berg dalam Rahayu (2011), mengatakan bahwa setiap individu memiliki
interpretasi berbeda terhadap sebuah konsep. Interpretasi itu merupakan sebuah
konsepsi, dan konsepsi tersebut dapat sesuai dengan pendapat para ahli sains, namun
dapat juga bertentangan. Jika konsepsi siswa tersebut melatarbelakangi siswa dalam
memahami suatu konsep, maka konsep siswa tersebut disebut miskonsepsi. Miskonsepsi
(salah konsep) adalah konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu.
2.1.3 Ciri-Ciri Miskonsepsi
Seseorang yang mengalami miskonsepsi dapat dilihat ciri-cirinya melalui sebuah
penelitian. Penelitian tentang identifikasi miskonsepsi ini sudah banyak di lakukan.
Menurut (Suparno, 2005) ciri-ciri miskonsepsi adalah:
1. Miskonsepsi sulit diperbaiki
2. Seringkali miskonsepsi terus menerus mengganggu misalnya soal yang
mudah dapat dijawab, tetapi soal yang sedikit sulit sehingga miskonsepsi itu
muncul lagi
3. Sering sekali terjadi regresi yaitu siswa yang sudah pernah mengatasi
miskonsepsi beberapa bulan kemudian akan salah lagi
4. Dengan ceramah yang sebagus apapun, miskonsepsi tidak dapat dihindari
atau dihilangkan
5. Pada umumnya pendidik tidak mengetahui miskonsepsi yang dialami peserta
didik
6. Pendidik, peserta didik dan peneliti dapat mengalami miskonsepsi.
Dengan kata lain, ketika seorang responden (siswa) diminta untuk memberikan CRI
bersamaan dengan setiap jawaban pada suatu pertanyaan (soal), sebenarnya dia diminta
untuk memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri akan kepastian yang dia miliki
dalam memilih aturan-aturan, prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang telah tertanam
dibenaknya hingga dia dapat menentukan jawaban dari suatu pertanyaan. Dari
ketentuan-ketentuan CRI tersebut, menunjukkan bahwa ketika CRI digunakan
bersamaan dengan sebuah jawaban dari suatu pertanyaan kemungkinan besar kita dapat
membedakan antara siswa yang tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
CRI biasanya didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0-5) seperti
pada tabel berikut :
Tabel CRI skala 4 dan kriterianya
CRI Kriteria
1 Sangat tidak yakin
2 Tidak yakin
3 Yakin
4 Sangat yakin
(Nursiwin, 2014)
Tabel CRI skala 6 dan kriterianya
CRI Kriteria
0 (Totally guessed answer)
1 (Almost guess)
2 (Not Sure)
3 (Sure)
4 (Almost certain)
5 (Certain)
2.1.7 Menstruasi
1. Pengertian siklus menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari
setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak,
2004). Suzannec (2001), mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks
yang mencakup reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2004), Siklus menstruasi
merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi
secara simultan.
2. Fisiologis Siklus Menstruasi
Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu :
a. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini
berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi
kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar
terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru
mulai meningkat.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung
sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10
siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan
endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5
mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi.
Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel
ovarium.
c. Fase sekresi/luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium
sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru
yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi
kelenjar.
d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari
setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum
yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga
suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan
fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
4. Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel
primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi,
satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan
estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel
yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi
baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi,
korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan
fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
5. Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah
ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising
hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating
hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan
produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus
memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH
mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila
tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum
menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
menstruasi.
2.2 Kerangka Berfikir
Tes dalam pendidikan adalah suatu cara pengukuran dan penilaian yang dapat
dijadikan suatu instrumen pengumpulan data mengenai pengetahuan siswa ataupun
keberhasilan suatu program pengajaran yang bentuknya dapat berupa pertanyaan atau
penugasan yang dapat dinilai dan diukur dengan menggunakan standar penilaian
tertentu. Tes diagnostik merupakan suatu jenis tes yang dilakukan untuk mengetahui
kesulitan dan masalah siswa dalam memahami suatu konsep yang butir soal tesnya
harus dapat mengungkapkan kesulitan dan masalah siswa, sehingga guru dapat
mengetahui cara untuk menindak lanjuti dan mengatasi masalah atau kesulitan belajar
siswa tersebut. Tes pilihan ganda bisa digunakan sebagai instrumen tes diagnostik
karena bisa mengukur pemahaman siswa tentang suatu konsep hingga bagian
subkonsepnya secara objektif dan praktis. Dichotomus choice test adalah salah satu
jenis tes yang soalnya berupa sebuah pernyataan yang disertai 2 alternatf jawaban(pro
dan kontra/benar dan salah) dapat mencakup banyak materi, yang terdiri atas bagian
keterangan sebagai soal dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif. Tes
identifikasi atau diagnostik yang telah di kembangkan dengan pernyataan alasan
terbuka mengapa memilih jawaban tersebut dengan disertai Certainty of Response Index
(CRI) dimana terdapat modifikasi dalam pengkategorian tingkat pemahaman siswa. Tes
ini digunakan untuk mengetahui tingkat keyakinan/kepastian siswa dalam menjawab
butir-butir soal. Dengan penggunaan tes dichotomous choice ini guru dapat dengan
mudah mengidentifikasi kelompok siswa mana yang mengalami miskonsepsi, tidak tahu
konsep, paham konsep, dan paham konsep tetapi kurang yakin.
2.3. Hipotesis Penelitian
Dugaan sementara pada penelitian ini adalah ada beberapa siswa yang
mengalami miskonsepsi pada konsep menstruasi, ada yang paham konsep dan ada yang
tidak paham konsep.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis adanya miskonsepsi yang di alami siswa SMA pada
konsep menstruasi.
Kisi-kisi soal
Kunci jawaban
CRI yang dijadikan instrumen penelitian disini adalah CRI dengan skala 4
Bila besar rii soal lebih besar dari r tabel maka soal tes tersebut reliabel.
3.7.3 Daya Beda
Daya beda merupakan daya dalam membedakan antara peserta tes yang
memiliki kemampuan tinggi dengan peserta tes dengan kemampuan rendah dalam
menjawab soal. Rumus yang digunakan dalam uji ini yaitu:
dimana daya beda yang baik adalah: D > 0.30
D=(Ba-Bb)/0.5 N
Keterangan :
D = daya beda
Ba = jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas
Bb = jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah
N = jumlah peserta tes
3.7.4 Tingkat Kesukaran
Uji ini menggunakan rumus berikut:
P=∑B
N
Keterangan:
P = tingkat kesukaran
N = jumlah peserta siswa
B = jumlah siswa yang menjawab benar
Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, ketentuannya yaitu:
P = 0 - 0.25 : mudah
P = 0.26 - 0.75 : sedang
P = 0.76 – 1 :sukar
Data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu data kuantitatif berupa data hasil
tes disertai form CRI. Langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Ditentukannilai CRI berdasarkan pada skala yang disusun oleh Saleem Hasan.
2. Ditentukan kategori tingkat pemahaman berdasarkan pilihan jawaban, alasan, dan
nilai CRI. Kategori tingkat pemahaman ini berdasarkan kategori tingkat pemahaman
menurut Aliefman.
Tabel Modifikasi Kategori Tingkatan Pemahaman
Jawaban Alasan Nilai CRI Deskripsi
Benar Benar >2,5 Memahami konsep dengan baik
Benar Benar <2,5 Memahami konsep tetapi kurang yakin
Benar Salah >2,5 Miskonsepsi
Benar Salah <2,5 Tidak tahu konsep
Salah Benar >2,5 Miskonsepsi
Salah Benar <2,5 Tidak tahu konsep
Salah Salah >2,5 Miskonsepsi
Salah Salah <2,5 Tidak tahu konsep
Tabel Persentase Lucky Guess, Tidak Tahu Konsep, Tahu Konsep, dan Miskonsepsi
pada Lima indikator materi menstruasi.
Subkonsep materi menstruasi Presentase
Lucky guess TTK TK Miskonsepsi
Mendeskripsikan fase-fase dari 13.17 27.52 19.05 40.23
siklus menstruasi
Mendeskripsikan hormon- 15.37 30.62 15.87 35.12
hormon yang berperan dalam
siklus menstruasi
Menjelaskan perbedaan dari 12. 20 14. 25 23.75 15. 20
siklus menstruasi dan siklus
estrus
Mendeskripsikan penyakit dan 18.37 35.12 12.12 21.37
gejala pada siklus menstruasi
Series 1
3
Series 2
Series 3
2
0
Category 1 Category 2 Category 3 Category 4
4. 2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil analisis data diperoleh
rata-rata persentase miskonsepsi siswa sebesar 32,27%. Persentase miskonsepsi lebih
tinggi jika dibandingkan dengan persentase siswa yang tahu konsep, yaitu sebesar 13,
17%. Hal ini menunjukkan konsep-konsep pada materi menstruasi masih sulit dipahami.
Hal ini sesuai dengan pendapat Prokop dan Fancovicova (2006:34) yang menyatakan
bahwa pemahaman responden masih banyak yang rendah, terutama pada konsep
pencernaan, pernafasan, endokrin, urinaria, reproduksi, dan saraf. Secara umum, pada
setiap soal masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi, terutama pada materi
menstruasi.
Pada materi fase-fase menstruasi serta hormon yang bekerja masih banyak
siswa yang miskonsepsi bahkan tidak paham sama sekali. Hampir semua siswa
menganggap kopulasi dapat membesar dan menghasilkan cairan yang kaya glikogen
padahal fase sekresi lah yang dapat melakukan hal tersebut. Semua siswa telah
miskonsepsi atau bahkan tidak paham sama sekali. Siswa juga masih banyak yang
miskonsepsi dari penyebab terjadinya menopause padahal menopause disebabkan
karena folikel kurang responsif terhadap FSH dan LH. Tingginya persentase
miskonsepsi yang dialami siswa pada keseluruhan subkonsep disebabkan oleh dua
faktor, yaitu pemikiran sendiri (intuisi), penjelasan guru, dan buku teks yang mereka
gunakan di sekolah.
Intuisi yang salah dapat menyebabkan miskonsepsi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suparno dalam Sianturi (2012:15), “Miskonsepsi disebabkan oleh
prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang salah, intuisi
yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan dan minat belajar siswa,
guru, buku teks, serta metode belajar. Kesalahan dalam menganalisis soal seperti ini
dapat memicu miskonsepsi bagi siswa. Sedangkan buku teks yang mereka gunakan
berasal dari penerbit yang sama. Masing-masing siswa hanya memegang satu buku saja.
Hal ini menyebabkan, siswa hanya mendapatkan informasi dari buku itu saja.
Apalagi jika buku teks tersebut memang sudah mengandung unsur miskonsepsi dari
awal. Disisi lain, hal ini juga didukung karena kurang efektifnya sebagian dari strategi
pembelajaran sehingga siswa kurang memahami secara keseluruhan konsep-konsep
dasar biologi yang pada akhirnya miskonsepsi tersebut masih tetap bertahan pada siswa.
Kedua faktor tersebut diketahui dari alasan yang diberikan siswa pada saat tes CRI dan
juga wawancara, dimana alasan-alasan tersebut ternyata masih terdapat banyak
kekeliruan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa masih banyak siswa yang
telah miskonsepsi atau tidak paham sama sekali. Intuisi yang salah dapat menyebabkan
miskonsepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparno dalam Sianturi (2012:15),
“Miskonsepsi disebabkan oleh prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik,
reasoning yang salah, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa,
kemampuan dan minat belajar siswa, guru, buku teks, serta metode belajar. Kesalahan
dalam menganalisis soal seperti ini dapat memicu miskonsepsi bagi siswa. Sedangkan
buku teks yang mereka gunakan berasal dari penerbit yang sama. Masing-masing siswa
hanya memegang satu buku saja.
Hal ini menyebabkan, siswa hanya mendapatkan informasi dari buku itu saja.
Apalagi jika buku teks tersebut memang sudah mengandung unsur miskonsepsi dari
awal. Disisi lain, hal ini juga didukung karena kurang efektifnya sebagian dari strategi
pembelajaran sehingga siswa kurang memahami secara keseluruhan konsep-konsep
dasar biologi yang pada akhirnya miskonsepsi tersebut masih tetap bertahan pada siswa.
Kedua faktor tersebut diketahui dari alasan yang diberikan siswa pada saat tes CRI dan
juga wawancara, dimana alasan-alasan tersebut ternyata masih terdapat banyak
kekeliruan.
5.2 Saran
Sebagai pendidik dan juga siswa diharapkan dapat memahami konsep yang
sesuai dengan para ahli. Kita sama-sama belajar lagi agar tidak ada lagi miskonsepsi
yang terjadi baik bagi pendidik maupun siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi (Ed.). 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi
Revisi V.Jakarta: Bumi Aksara.
Chaniarosi, Lyanda Fitriani. 2014. Identifikasi Miskonsepsi Guru Biologi SMA Kelas
XI IPA pada Konsep siklus menstruasi. Jurnal EduBio Tropika, Vol 2(2):
187-191.
Ferawati, Shelvy. 2012. Identifikasi Miskonsepsi pada Sistem Regulasi Manusia dan
Faktor-Faktor Penyebabnya di SMA Negeri 2 Poso Kota Selatan. Jurnal
Kependidikan, Vol V(1): 47-55.
Mahardika, Ria. 2014. “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Certainty of
Respon Index(CRI) dan Wawancara Diagnosis pada Konsep Sel”. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Mustaqim, Tri Ade dkk. 2014. Identifikasi Miskonsepsi Siswa dengan Menggunakan
Metode Certainty of Response Index (CRI) pada Konsep Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan. EDUSAINS, Vol. VI(02): 147-152.
Nasution, Lely Oktarina. 2012. “Analisis Miskonsepsi Siswa, Guru, Buku Biologi Kelas
XI Pada Materi Sistem Respirasi dan Sistem Eksresi di SMA se-
Mandailinggodang Kabupaten Mandailing Natal”. Tesis tidak diterbitkan.
Medan: Universitas Medan.
Prokop, P dan Jfancovicova. 2006. Student’s Idea About The Human Body: Do They
Really Draw What They Know. Journal of Batic Science Education, 2(10), pp:
86-95.
Suhermiati, Ita. 2015. Analisis Miskonsepsi Siswa pada Materi Pokok Sintesis Protein
Ditinjau dari Hasil Belajar Biologi Siswa. BioEdu, Vol. IV(3): 985-990.
Suparno, Paul (Eds.). 2013. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan
Fisika. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Grasindo.
Tayubi, Yuyu R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika
Menggunakan Certainty of Response Index (CRI). Jurnal Mimbar Pendidika,
XXIV(3). Available at http://file.upi.edu.