Pengertian Eter
Eter merupakan suatu zat yang sangat halus dan dipercaya memenuhi seluruh alam
semesta dan diam secara mutlak. Eter juga dapat dikatakan sebagai medium
perambatan gelombang cahaya. Eter juga merupakan zat yang transparan, yang
memiliki struktur halus, frekuensi tinggi yang tidak membiasakan atau mencerminkan
cahaya tampak karena ukurannya yang terlalu kecil untuk bereaksi terhadap radiasi
yang memiliki frekuensi rendah. Dalam pengertian lain eter dianggap sebagai zat padat,
karena cahaya merupakan gelombang transversal dan gelombang mekanik tidak dapat
merambat melalui suatu fluida. Dan dalam pengetahuan yang lain eter adalah zat yang
bersifat netral dan sangat halus karena tidak ada hambatan terhadap gerak planet-
planet dan objek lain diluar bumi.
Filosofi Descartes
Oleh karena itu, menurut Descartes tidak mungkin ada ruang yang tidak berisi materi,
tidak ada ruang kosong yang menjadi perantara, sehingga tidak mungkin ada ruang
hampa. Karena anggapannya bahwa ruang hampa tidak ada, maka seluruh ruang di alam
ini berisi suatu materi yang dinamakan eter.
Eter merupakan materi yang mengisi ruang angkasa yang sangat luar. Eter tersusun dari
partikel-partikel kecil yang selalu bergerak. Descartes menggambarkan seluruh alam
semesta berisi eter yang selalu berputar. Perputaran eter inilah yang mendorong planet
berputar pada porosnya dan mengelilingi matahari. Namun gagasan Descartes ini
dianggap lemah karena disimpulkan dari pemikiran dan tidak didukung oleh
pengamatan, dan tidak mengikutsertakan hukum Kepler dalam menjelaskan perputaran
eter di ruang angkasa (Klinken, 2004, 69).
Dalam mekanika Newton, eter dianggap memiliki sifat yang sangat istimewa yaitu
keadaan geraknya tidak tergantung oleh apapun. Semua benda dianggap bergerak relatif
terhadapnya atau dengan kata lain eter dianggap sebagai acuan pergerakan seluruh benda
alam semesta, sehingga semua benda dianggap bergerak relatif terhadapnya.
Teori Huygens
Pada tahun 1690, Christian Huygens, seorang ahli fisika Belanda, mengemukakan
pendapat bahwa peristiwa pantulan, pembiasan, dan difraksi cahaya dapat dijelaskan
melalui hipotesis bahwa cahaya merupakan suatu gelombang. (Soedojo, ). Pada masa
itu, orang-orang beranggapan bahwa gelombang yang merambat pasti membutuhkan
medium. Sehingga menimbulkan pertanyaan apakah yang menjadi medium rambat
cahaya matahari sampai ke bumi jika cahaya merupakan gelombang. Oleh karena itu
Huygens menyatarakn bahwa cahaya sebagai gelombang yang merambat melalui
medium yang disebut eter. Hipotesanya sebagai berikut: Alam semesta di jagad raya ini
banyak dipenuhi eter (dimana saja) yang tidak mempunyai wujud, tetapi dapat
menghantarkan perambatan gelombang. 1
Eter merupakan zat yang mengisi ruang hampa, dimana zat ini sangat ringan, tembus
pandang dan memenuhi seluruh alam semesta. Eter membuat cahaya yang berasal dari
bintang-bintang sampai ke bumi.
Meskipun keberadaan eter tersebut belum dapat dibuktikan, hipotesis Huygens ini dapat
menjelaskan peristiwa pemantulan dan pembiasan cahaya dengan sangat memuaskan,
sehingga mendapat dukungan yang sangat luas. Teori inipun dapat menjelaskan dengan
biak peristiwa interferensi dan difraksi cahaya. Berbagai eksperimen dilakukan oleh para
ilmuwan yang mendukung hipotesis Huygens dimana cahaya bersifat sebagai
gelombang yang merambat melalui medium. Pada tahun 1827, Thomas Young dan
Augstine Resnel melakukan percobaan mengenai inferensi dan difrasksi. Dari
percobaannya mereka meyakinkan kebenaran hipotesis Huygens tersebut. Percobaan
lain juga dilakukan oleh Nikola Tesla pada tahun 1891 dengan memanfaatkan teori
momentum elektromagnetik yang dikemukakan oleh J.J Thomson, hasil percobaan
tersebut memperkuat keberadaan eter dimana Tesla menyatakan bahwa eter itu
merupakan zat padat sebagai medium untuk cahaya dan panas (cahaya tampak dan
inframerah).2
Namun teori gelombang Huygens memiliki permasalahan yakni tentang medium yang
merambatkan cahaya yang disebut eter. Ini adalah sifat yang kontra, dimana
kenyataannya cahaya dapat merambat dalam ruang hampa. Kontradiksi tersebut
mengundang para ahli ilmu pengetahuan terkait keberadaan eter sebagai medium
perambat cahaya yang ada dimana-mana meskipun di ruang hampa.3
Pada tahun 1887 oleh Albert Michelson dan Edward Morley, dua orang sarjana fisika
berkebangsaan Amerika Serikat, mencoba membuktikan keberadaan eter tersebut. Alat
yang digunakan dinamakan Interferometer. Percobaan ini dianggap sebagai petunjuk
pertama terkuat untuk menyangkal keberadaan eter sebagai medium gelombang cahaya.
Dalam percobaan ini Michelson dan Morley berusaha mengukur kecepatan planet Bumi
terhadap eter, yang pada waktu itu dianggap sebagai medium perambatan gelombang
cahaya. Seperti tampak pada gambar di atas, berkas cahaya bergerak menurut arah gerak
Bumi dan yang lain bergerak tegak lurus terhadap gerak ini. Perbedaan antara waktu
tempuh berkas tergantung pada kecepatan Bumi dan dapat ditentukan dengan
pengukuran interferensi.5
Perbedaan waktu tersebut dapat dideteksi dengan mengamati pola interferensi dari kedua
berkas cahaya tadi. Ketika terdapat perbedaan waktu, maka menyebabkan perbedaan
fase antara berkas-berkas sinar dan menghasilkan pola interferensi. Pita interferensi yang
diamati dalam kedudukan pertama haruslah mengalami pergeseran. Akan tetapi, pada
kenyataannya, tidak ditemukan adanya pergeseran. Percobaan yang sama dilakukan
dengan berbagai keadaan, dan hasil yang diperoleh menunjukkan tetap tidak ditemukan
adanya pergeseran.
Berdasarkan analisis terhadap hasil percobaan menunjukkan kegagalan pengamatan
pergerakan bumi terhadap eter. Sehingga disimpulkan bahwa eter tidak ada. Dalam
eksperimen ini memperlihatkan bahwa kelajuan cahaya sama bagi setiap pengamat,
suatu hal yang tidak benar bagi gelombang cahaya memerlukan medium material untuk
merambat.
- Hipotesis tentang keberadaan eter terbukti salah. Eter tidak ada, dan perambatan
cahaya tidak memerlukan medium.
- Kecepatan cahaya sama besar ke segala arah, tidak bergantung pada kerangka
acuan pengamat. 1
Setiap gerak adalah relatif terhadap kerangka acuan khusus yang bukan merupakan
kerangka acuan universal. Eksperimen ini telah meletakkan dasar bagi teori relativitas
khusus Einstein yang dikemukakan pada tahun 1905, suatu teori yang sukar diterima
pada waktu itu, bahkan Michelson sendiri enggan untuk menerimanya.4