36-Article Text-163-2-10-20200313
36-Article Text-163-2-10-20200313
AL-GHAZALI
Damanhuri1
Abstract
Al-Ghazali owned the big contribution in order to develop good educator
profile and as according to syari’at Islam. This Matter was seen from How
Imam a al-Ghaza>li gave the congeniality, condition, civil obligation and
duty which was in line with demand and Islam teaching, both for educator.
So that operationally, its concept can be applicated and made as a reference
alternative for a educator now, especially in scope of Islam education itself,
but has to use the new approach form and also needed a completion which
is in line with the growth and epoch progress.
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan usaha sadar terencana dan bertujuan
untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sebagai
suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaan
berada dalam proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan
jenjang pendidikan,semuanya saling berkaitan dalam suatu sistem
pendidikan yang integral.2Pendidikan sebagaisuatu sistem tidak
lain dari suatu totalitasfungsional yang terarah pada suatu tujuan.
Setiap subsistem yang ada dalamsistem tersusun dan tidak dapat
dipisahkan dari rangkaian unsur-unsur ataukomponen-komponen
yang berhubungan secara dinamis dalam suatukesatuan, misalnya
tentang adanya keterkaitan antara guru dan murid (peserta didik)
dalam proses belajar mengajar.
1
Dosen dan Ketua Prodi PAI STAI Darussalam Lampung
2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interkasi Edukatif, (Jakarta: Rine-
ka Cipta, 2000), hlm. 22
21
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
3
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Murid, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 1.
4
Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), h.1.
5
Robert F. Mc. Nergney, Teacher Development, ( New York : Macmillan Publishing,
1981) h. 1
22
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
6
Abuddin Nata, Perspektif ..., h. 64.
7
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Terj. Ismail Yakub, (Semarang: CV. Faizan, 1979), h. 77
8
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2003), h. 50
23
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
1. Orang yang berhasil memperoleh harta kekayaan atau ilmu lalu di-
simpannya, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan apapun juga.
2. Orang yang menyimpan harta kekayaan atau ilmu sebanyak-ban-
yaknya untuk
3. dimanfaatkan sendiri, sehingga ia tidak perlu untuk meminta-min-
ta.
9
Al-Ghazali,Ihya’..., Op. Cit., h. 77
24
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
25
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
12
Al Ghazali. Ihya Ulumuddin. Jilid I
13
Moh. Uzer Usman. Menjadi Guru Professional. (Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 7.
14
Zakiyah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 15
26
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
15
Fathiyah Hasan Sulaiman, Op. Cit., h. 23.
27
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
16
M. Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), h. 63.
17
Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam Dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian Dan Kes-
ehatan Mental (Jakarta: CV Ruhama,1994), h.17
18
Wilayah Thus sendiri Terdiri dari dua Kotapraja, yaitu Thaburan dan Nawqan, se-
buah kota kecil yang padat penduduknya. Daerah ini juga tempat kelahiran beberapa
tokoh terkemuka dalam sejarah Islam seperti Wazir Nizam al-Mulk, ‘Umar Khayyam,
Shahrastani, Raghib Isfahaniy, Ibnu Tumart, dll, yang hidup sezaman dengan al-Ghazali.
Lihat Margaret Smith, al-Ghazali The Mystic (Lahore: Kazi Publication, t.t.), h. 9. Lihat juga
dalam M. ‘Umaruddin, The Ethical Philosophy of al-Ghazali, (Delhi: Publisher & Distribu-
tors, 1996), h. 29.
19
Al-Ghazali, Jawahirul Qur’an: Permata Ayat-ayat Suci, alih bahasa, Mohammad Luq-
man Hakiem (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), h. xi-xv. Lihat Juga dalam John L. Esposito,
Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, alih bahasa, Eva Y.N., dkk., (Bandung: Mizan,
2001), II, h. 111.
28
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
20
Yusuf al-Qardhawi, al-Ghazali Antara Pro dan Kontra, alih bahasa, Hasan Abrori,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1996), h. 39.
21
Basyuni Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filsuf Muslim, (Yogyakarta: Al Amin Press,
1997), h. 79.
22
Idris Shah, The Sufis, cet. V, (Southampton: The Camelot Press, 1989), hlm. 147.
23
M. Zurkani Jahja, Op.Cit, hal. 64. Lihat juga dalam Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,
Op.Cit, h. 404.
24
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op.Cit, h. 404.
25
Abu al-Wafa’ al-Ganimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman; Suatu Pengantar Ten-
tang Tasawuf, alih bahasa, Ahmad Rofi’ Usmani, (Bandung: Pustaka, 1997), h.148-149.
26
Al-Ghazali, al-Munqiz min ad-Dlalal (Beirut: al-Maktabah al-Sya’biyyah, t.t.), h. 21-22.
29
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
27
Lihat Muhammad Khudri Beik, Muhadarah Tarikh al-Umam al-Islamiyyah, (Mesir.:
Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra, 1970), II: 44.
28
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis
Abad Keemasan Islam, alih bahasa Joko S Kahhar dan Supriyanto Abdullah, (Surabaya: Ri-
salah Gusti, 1996), h. 114.
29
Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Routledge History of World Philosophies:
History of Islamic Philosophy Part I, cet. 1 (London dan New York: Rotledge, 1996), I: 260.
Lihat juga dalam Dewan Redaksi EnsiklopediIslam, Op.Cit, h. 404-405.
30
M.M. Sharif, A. History of Muslim Philosophy (Delhi: Low Price Publications, 1961),
I: 584.
30
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
31
Muhammad Lutfi Jum’ah, Tarikh Falasifah al-Islamiyyah fi al-Masyriq wa al-Maghrib
(Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t.), h. 67.
32
M.M. Sharif, Op.Cit, h. 587.
33
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), h. 69.
31
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
lebih utama dari orang tua, karena orang tua adalah penyebab adanya
si anak lahir di dunia yang sementara ini, sedangkan guru menjadi
penyebab bagi kehidupan yang kekal di akherat.
Seorang guru tidak meminta imbalan atas tugas mengajarnya.34 Hal
yang demikian karena mengikuti apa yang dilakukan oleh Allah dan
rasulnya yang mengajar manusia tanpa mengharap imbalan. Hal itu
merupakan tugas suci yang harus diembannya sebagai pemilik ilmu,
ia tidak boleh menyembunyikan ilmu yang dimiliki sedikit pun. ia
harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasehat, pembimbing para
pelajarnya ketika pelajar itu membutuhkannya dan juga guru harus
berhias diri dengan akhlak terpuji, ia merupakan cermin bagi muridnya.
Oleh karena itu, ia harus menjauhi akhlak yang buruk dengan cara
menghindarinya sedapat mungkin.35 Lebih lanjut, guru tidak boleh
memaksa apalagi provokator keburukan, memberikan kebebasan
kepada anak untuk belajar sesuai minat dan kesanggupannya, saling
belajar dan juga kerja sama dengan para anak didik didalam membahas
dan menjelaskan pelajaran / ilmu dan yang paling urgen adalah
pengamalan terhadap ilmu yang dimilikinya, Karena ilmu tanpa amal
bagaikan pohon tak berbuah. Dalam hal kedudukan dan ketinggian
derajat, al-Ghazali berkata bahwa; barangsiapa berilmu, beramal dan
mengajar, maka dialah orang besar dalam alam malakut yang tinggi.
Dia laksana matahari yang menyinarkan cahayanya pada lainnya
dan menyinarkan pula pada dirinya sendiri. Dia laksana kasturi yang
membawa keharuman pada lainnya dan ia sendiripun harum.36
Pada dasarnya proses pendidikan merupakan interaksi antara guru
dan peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
konteks umum tujuan pendidikan tersebut antara lain mentransmisikan
pengalamanpengalaman dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut Imam al-Ghazali “Tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan
diri kepada Allah SWT bukan pangkat dan bermegah-megahan.37Untuk
merealisasikan tujuan pendidikan itu, maka dibutuhkan interaksi
antara guru dan murid, dalam arti hubungan seperti apakah yang
34
Ibid., h. 70
35
Ibid., h. 70
36
Ibid., h. 71
37
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung:
Pustaka Setya, 2003),h. 13
32
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
38
Al-Zabidi, Ith-Khafu Saadatu Al-Muttaqin, Juz. I, (Beirut: Dar al-kitab al- Ilmiah,
2002), h. 334
39
Ibid., h.337.
33
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
40
Ibid., h. 340
41
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Op. Cit., h.71
34
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
42
Ibid., h. 72
43
Thomas Gordon, Guru Yang Efektif…..., h. 23
35
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
C. Penutup
Setelah menelaah tentang etika guru dalam perspektif pemikiran
al-Ghazali, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga dimensi yang
tersirat dalam Etika guru dirumuskan al-Ghazali. Pertama,adanya
tujuan yang jelas ke arah ukhrawi dengan berniat ibadahkepada
Allah SWT.Kedua,Adanya nilai-nilai yang khas yakni nilai religiusitas.
Ketiga,Adanya upaya optimalisasi relasi antara guru dan murid.
Etika guru dirumuskan al-Ghazali tersebut merupakan
dasarterbentuknya hubungan yang harmonis antara guru dan murid
dan sangat relevan untuk diaplikasikan dalam kegiatan prosesbelajar-
mengajar dimasa sekarang ini. Oleh karena itu, hal terpenting adalah
adanya reorientasiparadigma pendidikan dan guru. Realisasinya
adalah mulailah dari guru sebagai pemegang tanggung jawab atas
kesuksesanmurid harus didukung oleh adanya ilmu pengetahuan
dan pendidikanyang memadai, pembekalan tenaga pendidikan demi
peningkatan kualitasdiri guru baik secara ilmiah ataupun ruhaniah. Hal
itu juga harus didukungoleh semua pihak baik orang tua, masyarakat
dan juga pemerintah sebagaiusaha mencerdaskan kehidupan bangsa
yang berkarakter.
36
ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF IMAM AL-GHAZALI
Daftar Pustaka
37
As-Salam | Vol III, No.1, Th 2013
38