Anda di halaman 1dari 29

Universitas Negeri Yogyakarta

2018
MODUL MATA KULIAH
LITERASI SOSIAL DAN
KEMANUSIAAN
KEGIATAN BELAJAR 3

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

TIM PENULIS

Siti Irene Astuti Dwiningrum


Poerwanti Hadi Pratiwi
Aris Martiana
Nur Endah Januarti
Grendi Hendrastomo

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, akhirnya tim


penulis dapat menyelesaikan MODUL MATA KULIAH LITERASI SOSIAL DAN
KEMANUSIAAN. Modul ini disusun untuk mempermudah proses pembelajaran dan
mendukung penyelenggaraan pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya bagi
mahasiswa yang berasal dari fakultas-fakultas exacta, seperti Fakultas Teknik, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Fakultas Ilmu Keolahragaan. Literasi Sosial
dan Kemanusiaan (LSK) bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, melainkan
hanyalah suatu pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling dasar yang ada dalam
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya, dan masalah-masalah yang
terwujud daripadanya.
Modul Mata Kuliah Literasi Sosial dan Kemanusiaan (LSK) dirancang dengan
pendekatan “Problem Solving” dan “Analisis Kasus” dengan tujuan agar dalam proses
pembelajaran mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan personal, kemampuan
akademik dan kemampuan profesional secara seimbang. Di sisi lain, dengan belajar Literasi
Sosial dan Kemanusiaan (LSK) mahasiswa dapat mengembangkan dinamika kelompok dan
meningkatkan kepekaan sosial, berpikir kritis, dan kreatif sehingga setiap lulusan memiliki
kemampuan-kemampuan baik hard skills maupun soft skills yang cendekia, mandiri, dan
berhati nurani.
Paparan materi Literasi Sosial dan Kemanusiaan (LSK) terdiri dari: Literasi Sosial
dan Kemanusiaan (LSK) di Perguruan Tinggi; konsep literasi dan tujuan pendidikan;
manusia dan kebudayaan; manusia dan peradaban; manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial; manusia, nilai, moral dan hukum; manusia, keragaman dan kesederajatan;
manusia, sains, teknologi, dan seni; serta manusia dan lingkungan hidup. Semoga Modul ini
dapat membantu mahasiswa dalam proses perkuliahan dan menambah referensi dalam Mata
Kuliah Literasi Sosial dan Kemanusiaan (LSK).

Yogyakarta, Agustus 2020


Tim Penulis Modul

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………………. i


KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. iii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………….. iv

KEGIATAN BELAJAR 3
MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …………………………………………………. 1
A. Pendahuluan ……………………………………………………………………… 1
B. Capaian Pembelajaran ……………………………………………………………. 2
C. Sub Capaian Pembelajaran ……………………………………………………….. 2
D. Uraian Materi …………………………………………………………………….. 2
I. Manusia sebagai Makhluk Budaya ……………………………………………. 2
II. Hubungan Manusia dan Kebudayaan …………………………………………. 5
III. Etika dan Estetika Berbudaya …………………………………………………. 12
IV. Apresiasi terhadap Kemanusiaan dan Kebudayaan …………………………… 16
V. Problematika Kebudayaan …………………………………………………….. 18
E. Rangkuman ………………………………………………………………………. 22
F. Tes Formatif ……………………………………………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA

iii
A. Modul ini ditujukan untuk membantu mahasiswa memahami lebih lanjut
materi-materi dalam Mata Kuliah Literasi Sosial dan Kemanusiaan (LSK).
B. Kegiatan belajar dalam modul ini terdiri dari: uraian materi, tugas individu,
tugas kelompok, rubrik ‘mari bereksplorasi,’ dan tes formatif, mahasiswa
diharapkan dapat mempelajarinya secara klasikal, individu (mandiri), ataupun
berkelompok.
C. Modul ini akan lebih bermakna jika mahasiswa melakukan pengayaan materi
dari berbagai sumber belajar.
D. Modul ini disusun untuk kegiatan perkuliahan selama 1 (satu) semester, yang
terdiri atas 9 (sembilan) modul kegiatan belajar (KB) untuk 14 x pertemuan,
dengan rincian sebagai berikut.

Sumber Belajar Keterangan


Modul 1 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 1
Modul 2 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 2
Modul 1 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 3
Modul 1 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 4
Modul 1 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 5
Modul 2 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 6
Modul 2 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 7
Modul 2 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 8
Modul 2 x Pertemuan
Kegiatan Belajar 9

iv
Modul ini membahas tentang manusia dan kebudayaan. Dalam modul ini akan
dipaparkan bagaimana makna manusia sebagai makluk berbudaya. Untuk memudahkan
Kalian dalam mempelajari materi tentang manusia dan kebudayaan dalam mata kuliah ini,
maka Kegiatan Belajar 3 (KB-3) ini disusun dalam beberapa sub materi, yaitu:
1) Manusia sebagai makhluk budaya
2) Hubungan manusia dan kebudayaan
3) Etika dan estetika dalam berbudaya
4) Apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan
5) Problematika kebudayaan

Pada akhir kegiatan belajar disediakan Tes Formatif (dalam bentuk pilihan ganda dan
essay) dan rubrik tugas yang harus Kalian kerjakan. Dengan demikian, Kalian dapat menilai
atau mengukur kemajuan belajar secara mandiri. Pelajari Kegiatan Belajar 3 ini secara
bertahap, sehingga seluruh kegiatan belajar dapat Kalian kuasai dengan tuntas. Apabila
Kalian masih belum paham, pelajari kembali materi yang ada dengan lebih cermat, atau
diskusikan dengan teman dan dosen Kalian.

Selamat belajar, semoga sukses !

1
Mahasiswa memiliki kemampuan dalam memahami dan menjelaskan makna manusia sebagai
makluk berbudaya.

Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 3 (KB-3) ini, mahasiswa diharapkan dapat:


1. Menjelaskan konsepsi manusia sebagai makhluk budaya
2. Menjelaskan hubungan manusia dan kebudayaan
3. Membedakan antara etika dan estetika
4. Menjelaskan makna apresiasi kemanusiaan dan kebudayaan
5. Menjelaskan beberapa problematika dalam kebudayaan

I. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA


Sepanjang sejarah umat manusia, manusia bertanya-tanya siapakah mereka, dari
mana mereka datang, dan mengapa mereka berperilaku tertentu. Manusia atau orang
dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau
secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo Sapiens,
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang
bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ke-
Tuhan-an atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan
ras lain (Dwiningrum, 2016).
Secara khusus, Antropologi adalah studi tentang umat manusia (Koentjaraningrat,
2009). Dengan menggunakan pendekatan ilmiah, antropologi berusaha menyusun
sejumlah generalisasi yang bermakna tentang makhluk manusia dan perilakunya, dan
untuk mendapat pengertian yang tidak berprasangka tentang keanekaragaman manusia.
Antropologi fisik memusatkan perhatian pada evolusi perkembangan makhluk manusia
dan mempelajari variasi-variasi biologis dalam jenis (spesies) manusia. Sementara itu,
ahli antropologi budaya mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Kebudayaan

2
adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, dan
berhubungan dengan perilaku yang dipelajari turun-temurun dari generasi yang satu
kepada generasi berikutnya (Haviland, 1985).

Sumber: Dokumen Pribadi


Gambar 1.
Belajar dan beribadah merupakan contoh aktivitas yang dilakukan
manusia sebagai makhluk berbudaya

Dua kekayaan manusia yang paling utama adalah akal dan budi, atau yang lazim
disebut pikiran dan perasaan. Dengan adanya akal dan budi atau pikiran dan perasaan
tersebut, memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih
kompleks daripada tuntutan hidup makhluk lain. Di sisi lain, akal dan budi
memungkinkan munculnya karya-karya manusia yang tidak dapat dihasilkan oleh
makhluk lain. Cipta, karsa, dan rasa pada manusia sebagai buah akal budinya terus
berusaha menciptakan ide, aktivitas, dan benda-benda baru untuk memenuhi hajat
hidupnya; baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Dari proses ini maka lahirlah apa
yang disebut „kebudayaan‟. Jadi, kebudayaan hakikatnya tidak lain adalah segala sesuatu
yang dihasilkan oleh akal budi manusia.
Berdasarkan batasan tersebut, maka yang dimaksudkan dengan manusia sebagai
makhluk berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan
akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan. Karena yang membahagiakan hidup
manusia itu pada hakikatnya sesuatu yang baik, benar, dan adil; maka dapat dikatakan
hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan
sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya (Widagdho, 2008). Manusia
sebagai makhluk berbudaya memiliki beberapa karakteristik yaitu:

3
1. Sebagian besar kelakuan manusia dikuasai oleh akalnya sedangkan pada hewan oleh
nalurinya
2. Sebagian besar kehidupan manusia dapat berlangsung dengan bantuan peralatan
sebagai hasil kerja akalnya
3. Sebagian besar kelakuan manusia didapat dan dibiasakan melalui proses belajar,
sedangkan pada hewan melalui proses nalurinya
4. Manusia mempunyai bahasa, baik lisan (lambang vocal) maupun tertulis
5. Pengetahuan manusia bersifat kumulatif (terus bertambah)
6. Sistem pembagian kerja dalam masyarakat manusia jauh lebih kompleks daripada
masyarakat hewan
7. Masyarakat manusia sangat beraneka ragam, sedangkan pada hewan tetap (statis)
Berdasarkan karakteristik tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan
manusia adalah “kebudayaan”, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan
masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar. Misalnya saja, manusia makan
pada waktu-waktu tertentu yang dianggapnya wajar dan pantas, ia makan dan minum
dengan alat-alat, cara-cara dan sopan santun yang seringkali sangat rumit sehingga harus
dipelajari terlebih dahulu (Koentjaraningrat, 2009).

DISKUSI KELOMPOK
“Berpikir Kritis dan Kreatif”

Akal dan budi sebagai milik manusia membawa ciri tersendiri pada diri
manusia. Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan
jika dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut
adalah „pandangan hidup‟.

Pertanyaan
1. Apakah kelompok Kalian setuju dengan kutipan pernyataan di atas?
2. Kemukakan argumentasi yang mendukung jawaban kelompok Kalian pada
nomor (1)!

4
II. HUBUNGAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
a. Pengertian dan Wujud Kebudayaan
Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Oleh karena itu, kebudayaan dapat diartikan
sesuatu yang bersangkutan dengan akal. Definisi yang menganggap bahwa “kebudayaan”
dan “tindakan kebudayaan” adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia
dengan belajar (learned behavior) juga diajukan beberapa ahli antropologi, C. Kluckhon,
A. Davis, atau A. Hoebel.
Kebudayaan seringkali dipahami dengan pengertian yang tidak tepat. Beberapa
ahli ilmu sosial telah berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan dalam
rangka memberikan pengertian yang benar tentang apa yang dimaksud dengan
kebudayaan tersebut. Akan tetapi ternyata definisi-definisi tersebut tetap saja kurang
memuaskan. Terdapat dua aliran pemikiran yang berusaha memberikan kerangka bagi
pemahaman tentang pengertian kebudayaan ini, yaitu aliran ideasional dan aliran
behaviorisme/materialisme. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dari definisi tersebut, Koentjaraningrat
berusaha merangkum pengertian kebudayaan dalam tiga wujudnya, yaitu kebudayaan
sebagai wujud cultural system, social system, dan artifact.
Kebudayaan sendiri disusun atas beberapa komponen yaitu komponen yang
bersifat kognitif, normatif, dan material. Dalam memandang kebudayaan, orang sering
kali terjebak dalam sifat chauvinisme, yaitu membanggakan kebudayaannya sendiri dan
menganggap rendah kebudayaan lain. Seharusnya dalam memahami kebudayaan, kita
berpegangan pada sifat-sifat kebudayaan yang variatif, relatif, universal, dan
counterculture. J.J. Honigman dalam buku antropologinya yang berjudul “The World of
Man” (1959: 11-12) membedakan adanya tiga gejala kebudayaan, yaitu: 1) ideas, 2)
activities, dan 3) artifacts. Menurut J.J. Honigman, bahwa kebudayaan mempunyai tiga
wujud, yaitu:
1) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia
dalam masyarakat
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

5
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan bersifat abstrak, tidak dapat
diraba atau difoto. Oleh karena berada di alam pikiran warga masyarakat tempat
kebudayaan itu hidup. Apabila warga masyarakat mengungkapkan gagasan mereka dalam
bentuk tulisan, maka tempat dari kebudayaan ideal berada dalam karangan dan buku-buku
hasil karya para penulis warga masyarakat yang bersangkutan. Kebudayaan ideal saat ini
banyak tersimpan dalam bentuk disk, arsip, “microfilm”, dan “microfish”, komputer,
“handphone”, dan sebagainya. Sedangkan ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak
yang berkembang bersama dalam suatu kehidupan masyarakat, memberi jiwa dan
semangat kepada masyarakat. Oleh karena gagasan tersebut tidak lepas satu dengan yang
lainnya melainkan saling berkaitan menjadi satu sistem. Para ahli antropologi dan
sosiologi menyebut sistem ini sebagai sistem budaya atau cultural system. Istilah lain
dalam Bahasa Indonesia untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini yaitu adat, atau
adat-istiadat dalam bentuk jamaknya.
Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem sosial atau social system yang
merupakan tindakan berpola dari manusia. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lainnya setiap
saat menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat kelakuan. Sebagai rangkaian
aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret,
terjadi di sekeliling kita, bisa diamati, di foto dan di-dokumentasikan.

Sumber: https://www.ukiran-bali.com/
Gambar 2.
Patung dan ukiran merupakan contoh artifact

6
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, hal ini tidak memerlukan
penjelasan. Oleh karena seluruh hasil kegiatan fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya
semua manusia dalam masyarakat bersifat konkret yaitu berupa benda-benda yang dapat
diraba, dilihat, dan di foto dari benda yang kecil sampai yang besar. Contohnya: dari
kancing baju sampai bangunan yang besar.
Ketiga wujud kebudayaan yang terurai di atas, dalam kehidupan sehari-hari tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Kebudayaan ideal dan adat-istiadat mengatur dan
memberi arah kepada tindakan dan karya manusia, baik pikiran-pikiran dan ide-ide,
tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya.
Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin
lama menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola-
pola perbuatan manusia bahkan cara berpikirnya. Walaupun hubungan ketiga wujud
kebudayaan tersebut saling terkait, namun dalam analisa perlu pemisahan antara tiap-tiap
wujud. Meskipun demikian, semua unsur kebudayaan dapat dipandang dari ketiga wujud
tersebut.
Menurut Kluckhon (dalam Koetnjaraningrat, 2009), secara universal, ditemukan
tujuh unsur kebudayaan pada semua bangsa di dunia itu adalah: 1) sistem bahasa, 2)
sistem pengetahuan, 3) organisasi sosial, 4) sistem peralatan hidup dan teknologi, 5)
sistem mata pencaharian hidup, 6) sistem religi, 7) sistem kesenian. Tiap-tiap unsur
kebudayaan, sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yang terurai di
atas, yaitu wujud sistem budaya, sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan fisik.
Untuk lebih jelasnya, contoh salah satu unsur kebudayaan disajikan pada Bagan 1,
mengenai kaitan antar komponen yang saling berinteraksi dalam sistem religi.
Wujud kebudayaan menjadi modal budaya yang berperan dalam menguatkan
eksistensi sosial masyarakatnya. Modal budaya adalah modal penting yang dibutuhkan
oleh masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Modal budaya secara epistemologis
merupakan cara hidup yang berupa kebiasaaan dan kepercayaan yang dimiliki
sekelompok orang tertentu yang bisa meningkatkan kekayaan atau untuk memulai usaha
baru. Dari konsep Smith dan Mudji Sutrisno, modal budaya bisa dimaknai sebagai
kekayaan budaya yang berupa hasil usaha dan kerja keras manusia yang berupa cara
berpikir, cara hidup dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan budaya yang akan
mempengaruhi kemampuan dan kedudukan seseorang dalam hidup sosial. Dengan
demikian, cara masyarakat untuk menjaga keberadaan budayanya, adalah bagian dari
proses untuk mempertahankan atau mengembangkan modal budaya.

7
Bagan 1.
Pola Hubungan Unsur-unsur Religi
(Sumber: Durkheim, 1976)

Secara lebih khusus lagi, Bourdieu menggunakan kata modal dalam pembahasan
modal budaya karena budaya yang dimiliki seseorang baik yang berupa cara kerja, cara
berpikir, keterampilan, dan lain-lain dalam situasi tertentu bisa ditransfer menjadi uang.
Misalnya, kemampuan seseorang yang digunakan dalam menulis buku pelajaran sekolah,
pemilik kemampuan itu akan mendapatkan uang dari apa yang dikerjakannya. Meskipun
kemampuan dan keterampilan bisa diwujudkan dalam bentuk uang, dalam banyak hal
tidak bisa langsung digunakan. Bourdieu mendefinisikan modal budaya sebagai suaru
kekayaan budaya yang berbentuk pengetahuan, prinsip yang terinternalisasi, atau akuisi
kognitif yang membekali setiap agensi dengan sebuah empati untuk mengapresiasi
kemampuan dalam menafsirkan relasi budaya dan artefak budaya (Bourdieu, 1993: 7).
Konsep ini lebih cenderung mengarah pada definisi budayanya. Namun, implikasi
kepemilikan budaya yang baik, atau Beaux Art, sangat berpengaruh pada kemungkinan-
kemungkinan seseorang untuk mendapat nilai lebih dalam hidupnya, termasuk hal-hal
yang bisa digunakan atau bisa juga meningkatkan derajat sosial seseorang.
Modal budaya dapat dibedakan dari jenis dan dimensinya. Sebagaimana
dijelaskan Bourdieu (1993) bahwa modal budaya ini dibagi menjadi tiga macam atau
jenis, yaitu modal budaya yang embodied (modal budaya yang terinternalisasi),
objectified (modal yang diwujudkan dalam benda), dan institutionalized (modal budaya

8
yang diinstitusionalisasi). Ada juga yang mengatakan bahwa modal budaya bisa
diklasifikasi ke dalam tiga bagian yaitu embodied dispositions atau warisan yang sudah
menyatu, cultural good (benda-benda budaya), dan education qualifications (kualifikasi
pendidikan). Pembagiannya didasarkan pada pengelompokan budaya sebagai benda atau
sesuatu yang menyatu dengan manusianya. Yang berupa benda dibedakan dengan dasar
apakah berupa benda yang berkaitan dengan budaya dan hasil budaya atau benda berupa
bukti suatu kemampuan atau keterampilan tertentu.

DISKUSI KELOMPOK
“Berpikir Kritis dan Kreatif”

1. Identifikasilah wujud kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai


modal budaya!
2. Kemukakan ide-ide kreatif dan inovatif untuk menjaga wujud-wujud kebudayaan
tersebut!
3. Identifikasilah produk budaya yang dapat menghancurkan kehidupan manusia!

b. Hakekat Manusia sebagai Makhluk Budaya


Hakekat manusia sebagai makhluk budaya ialah makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kelebihan kodrati tersebut
ialah manusia memiliki cipta (akal), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak). Dalam
sejarah perkembangan manusia, peran dan fungsi cipta, rasa, dan karsa itu menunjukkan
keadaan yang sangat dominan pada diri manusia sehingga manusia disebut makhluk
yang berbudaya karena manusia mempunyai nilai-nilai. Peran dan fungsi cipta, rasa, dan
karsa tidak hanya dalam mencetuskan ide-ide, gagasan-gagasan, perasaan dan keinginan
saja, melainkan secara positif telah dapat menjawab semua masalah dan kebutuhan hidup
makhluk budaya karena manusia dapat menciptakan berbagai peralatan/teknologi sesuai
dengan kebutuhannya, serta dapat mewujudkan impian-impian dan harapan-harapan
yang dicita-citakan.
Sementara itu, manusia juga telah menimbulkan persoalan-persoalan baru yang
rumit dan kompleks sebagai makhluk yang berbudaya karena manusia sering melakukan
tindakan atau perbuatan yang didasari adanya pemaksaan, kemarahan, kejengkelan,
frustasi, dan lainnya. Semua itu merupakan bagian dari emosi manusia yang disebabkan

9
oleh berbagai faktor. Emosi tersebut dapat dialami, baik oleh perseorangan, kelompok
maupun anggota masyarakat secara keseluruhan.
Peran dan fungsi cipta, rasa, dan karsa merupakan faktor dominan bagi lahirnya
kebudayaan. Dengan akal (cipta) manusia senantiasa berpikir, merenung, menggagas,
menginterpretasikan segala macam realitas, kehidupan yang dihadapi. Karenanya ia juga
mempunyai gagasan-gagasan, angan-angan, harapan dan cita-cita dalam hidupnya. Tak
terkecuali ia jug memikirkan kebutuhan hidupnya dan tata cara untuk mewujudkannya,
baik yang berupa materi maupun non materi, yakni kebutuhan saat ini di dunia maupun
saat nanti di akhirat. Sebagai contoh: manusia untuk bisa hidup harus makan, maka ia
berpikir apa yang harus dimakan, mengapa harus makan, bagaimana caranya makan dan
untuk apa ia makan. Dengan akalnya atau daya ciptanya, manusia dapat mencari jawaban
tentang sesuatu yang dapat dimakan beserta alasan-alasannya, tata cara/prosedurnya dan
tujuannya ia makan. Selain itu, ia juga dapat mengembangkan ide-idenya, harapannya,
gagasannya dan cita-citanya tentang sesuatu yang dapat dimakan, alasan dan tata caranya
dalam hal makan serta tujuannya dalam soal makan. Contoh lain, seperti manusia
(makhluk sosial) hidup diantara manusia lainnya. Karena memiliki akal, ia berpikir
bagaimana seharusnya agar dapat hidup baik dengan sesamanya. Ia memiliki harapan
gagasan, cita-cita dan ide tentang hidup yang baik ialah saling-menghormati dan
menghargai, tolong menolong dengan penuh toleransi, sementara pola hidup yang baik
adalah kebutuhan manusia yang berbudaya.
Manusia sebagai makhluk budaya mempunyai perasaan atau hati nurani. Oleh
sebab itu, manusia selalu dan pasti menghayati dan merasakan segala macam fenomena
kehidupan, seperti kesedihan, kejujuran, kebaikan, keadilan, keindahan, tanggung jawab,
ketentraman, kedamaian, cinta kasih dan sebagainya yang menjadi realita kejiwaan atau
psikologis. Berdasar perasaaan atau nurani, manusia memiliki cita, rasa yang menjadi
kualitas atau ide-ide dalam hidupnya. Manifestasi fenomena psikologis seperti rasa sedih,
gugup, adil, baik, indah, damai, tentram, bahagia, cinta, tanggung jawab, dan sebagainya.
Dalam realita kehidupan, manusia selain dapat diidentifikasi melalui berbagai bentuk
sikap, perilaku tindakan dan raut wajah (pancaran cahaya) biasanya juga berupa berbagai
bentuk ekspresi seni yang beraneka ragam jenisnya.
Dalam kehidupan masyarakat, baik yang kompleks maupun sederhana, terdapat
nilai budaya yang berkaitan satu dengan lainnya sehingga menjadi atau membentuk suatu
sistem. Sistem nilai budaya tersebut dipakai sebagai pedoman kehidupan yang mereka
anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup dari warga masyarakat. Menurut C.

10
Kluckhon (dalam Koentjaraningrat, 2009); kelima masalah dasar dalam kehidupan
manusia yang menjadi landasan kerangka variasi sistem nilai budaya adalah: (1) Masalah
mengenai hakikat dari hidup manusia (MH); (2) Masalah mengenai hakikat dari karya
manusia (MK); (3) Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang
waktu (MW); (4) Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam
sekitarnya (MA); dan (5) Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan
sesamanya (MM).

Tabel 1. Kerangka Kluckhohn mengenai Lima Masalah Dasar dalam Hidup yang
Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia
Masalah Dasar
Orientasi Nilai Budaya
dalam Hidup
Hakikat Hidup (HH) Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu buruk, tetapi
manusia wajib
berikhtiar supaya
hidup itu menjadi baik
Hakikat Karya (HK) Karya itu untuk Karya itu untuk Karya itu untuk
nafkah hidup kedudukan, menambah karya
kehormatan, dsb.
Persepsi Manusia Orientasi ke masa Orientasi ke masa Orientasi ke masa
tentang Waktu kini lalu depan
(MW)
Pandangan Manusia Manusia tunduk Manusia menjaga Manusia berusaha
terhadap Alam kepada alam yang keselarasan menguasai alam
(MA) dahsyat dengan alam
Hakikat Hubungan Orientasi kolateral Orientasi vertikal, Individualisme,
Manusia dengan (horizontal), rasa rasa menilai tinggi usaha
Sesamanya (MW) ketergantungan ketergantungan atas kekuatan sendiri
kepada sesamanya kepada tokoh-
(berjiwa gotong tokoh atasan dan
royong) berpangkat
Sumber: Koentjaraningrat (2009: 157)

Dalam kehidupan masyarakat, hakikat nilai-nilai tersebut menjadi fondasi bagi


kehidupan, dimana nilai satu dengan nilai lainnya tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya
nilai-nilai tersebut, kehidupan manusia akan diatur untuk lebih baik dan berkembang
sebagai manusia yang dapat mengembangkan potensi dirinya lebih optimal. Di samping
itu, dengan adanya nilai-nilai tersebut, ketertiban dan keteraturan hidup manusia dapat
direalisasikan lebih optimal.

11
Indonesia memiliki keragaman suku bangsa dan
adat istiadatnya. Dalam sub-bab ini Kalian dapat mengeksplorasi
lebih lanjut tema tentang “Hubungan Manusia dan Kebudayaan”
melalui contoh profil komunitas adat berikut ini.

Profil Komunitas Adat Sedulur Sikep

Dalam kehidupan masyarakat, baik yang kompleks maupun sederhana, terdapat nilai
budaya yang berkaitan satu dengan lainnya sehingga menjadi atau membentuk suatu sistem.
Sistem nilai budaya tersebut dipakai sebagai pedoman kehidupan yang mereka anggap
bernilai, berharga, dan penting dalam hidup dari warga masyarakat.
Komunitas Adat Sedulur Sikep atau yang lebih populer dikenal dengan masyarakat
Samin merupakan salah satu contoh masyarakat yang masih menjunjung tinggi dan
melestarikan nilai-nilai lokal warisan para leluhurnya. Salah satu lokasi pemukiman
komunitas adat Sedulur Sikep berada di Desa Klopoduwur, Kabupaten Blora (Jawa Tengah).
Agar kalian lebih mengetahui profil Komunitas Adat Sedulur Sikep, dapat mengunjungi link
video berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=BNkAwr1wcHk

Jika Kalian ingin mengetahui lebih banyak


tentang komunitas adat lainnya di Indonesia,
Kalian dapat mengunjungi situs AMAN
(Aliansi Masyarakat Adat Nusantara)
melalui link: http://www.aman.or.id/

III. ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA


a. Etika Manusia dalam Berbudaya
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika
adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan,
kewajiban, dan sebagainya. Arti etika dapat disamakan dengan moral (mores dalam
bahasa Latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan nilai, karena pada

12
pokoknya membicarakan masalah yang berkaitan dengan predikat nilai susila atau tidak
susila, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas.
Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu
sendiri berkaitan dengan baik buruknya perbuatan manusia (Herimanto & Winarno,
2010). Secara historis, perkembangan zaman telah membawa perubahan yang dahsyat,
namun peran etika tidak akan pernah berubah dalam tatanan kehidupan manusia.
Melalui etika, nilai manusia yang berkaitan dengan harkat dan martabat dapat menjadi
citra diri manusia.
Manusia dalam kehidupan bermasyarakat, selalu melalui proses belajar
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, atau mengenai apa yang
seharusnya dan yang dilarang, sehingga kehidupan bersama itu dapat berjalan dengan
harmonis. Menurut Bertens (dalam Herimanto & Winarno, 2010) ada tiga jenis makna
etika, yaitu:
1) Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok orang dalam mengatur tingkah laku
2) Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik)
3) Etika dalam arti ilmu atau ajran tentang yang baik dan yang buruk
Kaidah etika bersifat khas, yaitu universalistic, karena kaidah ini berlaku untuk
setiap orang. Kaidah etika ini mencakup teori-teori yang menyatakan bahwa orang
melakukan perbuatan yang secara moral baik jika ia mematuhi aturan. Etika juga
mengarahkan diri pada perbuatan manusia. Dalam etika, kaidah menempati kedudukan
sentral. Saat terlihat banyak persamaan dengan kaidah hukum primer yang mengarah
pada perilaku manusia dan bersifat wajib. Juga di dalam etika ini terdapat berbagai
aliran, yaitu Teori Deontik dan Teori Teleologi.
1) Teori Deontik
Teori ini menyatakan bahwa kewajiban yang harus dijalankan oleh manusia
harus dipenuhi, karena perbuatan itu secara moral adalah baik. Deontik yang
berarti “yang diwajibkan” dalam arti luasnya dijadikan sinonim dari kaidah etika
itu sendiri. Teori Deontik cenderung mengarahkan akal budinya, dengan membuat
manusia itu berpikir bagaimana ia harus melaksanakan kaidah moral. Dalam
situasi tertentu ia akan melakukan perbuatan yang sesuai dengan kaidah itu,
sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa penerapan etika ini hanya berdasar pada
penalaran logika dari manusia itu sendiri. Hal tersebut membuat etika ini memiliki
kelemahan yaitu terlalu rasional dan terlalu kaku. Padahal dalam memutuskan

13
suatu moral tidak bisa lepas dari peranan kepercayaan, perasaaan dan intuisi serta
situasi yang terjadi saat itu. Hal ini membuat teori ini kurang dianut oleh para
filsuf Intuisionistik dan Eksistensialistik.

2) Teori Teleologi
Teori Teleologi menempatkan tujuan perbuatan sebagai landasan bagi
kaidah moral, sebab orang dapat mengatakan perbuatan itu baik secara moral jika
akibat dari perbuatan itu baik secara moral. Jadi teori ini memandang dari segi
akibat yang ditimbulkan perbuatan tersebut. Teleologi berarti “tujuan”. Jadi, teori
ini diarahkan pada tujuan dari suatu perbuatan. Teori ini mengarahkan seseorang
untuk berpikir dengan melihat dari segi tujuan atau hasil (faedah) jika akan
bertindak sesuatu. Apakah perbuatan itu bermanfaat baik untuk dirinya atau tidak,
sehingga mampu melahirkan aliran-aliran lain. Misalnya, etika egoisme dan
utilitarisme.
Teori etika egoisme memandang kegunaan kaidah tertentu bagi
kesejahteraan diri sendiri sebagai tujuan dari etika. Jadi melakukan sesuatu yang
berdampak baik bagi diri sendiri. Namun hal ini berbeda dengan sifat egois yang
mengejar kepentingan diri sendiri tanpa peduli dengan kepentingan orang lain.
Teori ini membuat orang berpikir bagaimana caranya mengambil keputusan
dengan pertimbangan menguntungkan banyak pihak.
Utilitarisme yaitu asas yang memandang suatu kegunaan yang bermanfaat
bagi banyak orang dan kesejahteraan umum, menuntut seseorang untuk
menemukan kaidah yang bisa mensejahterakan kepentingan umum, sekalipun
kaidah tersebut bertentangan dengan kepentingan individu tersebut.
Etika moral lebih tua dari etika nilai. Etika ini dikembangkan oleh filsuf-
filsuf Yunani pada Zaman Kuno di lingkungan Kristiani. Teori inti berisi tentang
manusia yang melakukan perbuatan baik secara moral jika ia mengacu pada nilai-
nilai, yang harus diberikan sebanyak mungkin dari kehidupannya. Sehingga
membuat pandangan orang menjadi mengarah tidak hanya pada perbuatan-
perbuatan yang dilakukan saja tapi lebih menekankan pada keseluruhan
pribadinya. Karena itu, etik ini juga disebut sebagai etika keberadaan atau etika
eksistensi.
Dalam mempelajari etika moral, tidak lepas dari nilai-nilai moral itu
sendiri. Banyak macam nilai-nilai moral tersebut. Nilai moral yaitu nilai yang

14
bersifat baik dan harus diwujudkan dalam kehidupan manusia tersebut. Nilai
estetika yaitu nilai yang berkaitan dengan keindahan, tapi etika ini tidak harus
diwujudkan oleh setiap manusia. Nilai Religius yaitu nilai yang terkait dengan
nilai estetika dan nilai moral, tetapi dari suatu tatanan yang lain yaitu kepercayaan
dan di dalamnya orang merasa ikut berperan. Nilai teknikal yaitu nilai yang
berkaitan dengan berfungsinya atau bekerjanya ihwal tertentu dengan baik.
Satu lagi selain etika nilai, yaitu etika kebajikan. Kebajikan atau keutamaan
menempati posisi sentral yang berarti memiliki kemampuan khusus memberikan
bentuk pada nilai kehidupan. Dalam setiap diri manusia terdapat suatu kebajikan,
dan jika ia bisa memberi bentuk dalam kehidupannya berarti orang tersebut telah
menggunakan kebajikan dalam hidupnya, begitu pun sebaliknya.
Dalam paham Etika Fuller, etika kewajiban dan etika nilai adalah suatu
komplementer dalam moral, sama halnya seperti meninjau tentang hukum yang
memiliki landasan yang fundamental yaitu asas-asas hukum. Asas hukum itu
mempunyai nilai, nilai tersebut menjalankan kaidah penting untuk masyarakat.
Dapat dikatakan bahwa Etika Fuller tidak hanya ada di dalam moral, tetapi juga di
dalam hukum, nilai, dan kewajiban yang saling terkait.

b. Estetika Manusia dalam Berbudaya


Estetika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika
berkaitan dengan nilai indah atau tidak indah. Nilai estetika berarti nilai tentang
keindahan. Keindahan dapat diberi makna secara luas, sempit, dan estetik murni.
a) Secara luas, keindahan mengandung ide kebaikan. Segala sesuatu yang baik
termasuk yang abstrak maupun nyata yang mengandung ide kebaikan adalah
indah. Keindahan dalam arti luas, meliputi banyak hal, seperti watak yang indah,
hukum yang indah, ilmu yang indah dan kebajikan yang indah. Indah dalam arti
luas, mencakup hampir seluruh yang ada, merupakan hasil seni alam, moral dan
intelektual.
b) Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan
(bentuk dan warna)
c) Secara estetik murni, indah mencakup pengalaman estetik seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan dan perasaan yang semuanya dapat menimbulkan persepsi
(anggapan indah)

15
Apabila estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai
tentang baik buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah – jelek.
Sesuatu yang estetik berarti memiliki unsur keindahan. Jadi budaya estetik berarti
budaya itu memiliki unsur keindahan.
Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk
memenuhi unsur keindahan karena manusia sendiri suka akan keindahan. Oleh karena
itu, manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan dipandang
memiliki nilai-nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut.

TUGAS INDIVIDUAL
“Mengembangkan Kepekaan Sosial”

1. Amati perilaku di sekitar lingkungan Kalian! Jelaskan bentuk perilaku yang


menggambarkan adanya etika dan estetika dan berilah contohnya!
2. Berikan contoh-contoh perilaku yang menyimpang dari etika dan estetika!
3. Bagaimana praktek etika dalam dimensi humanis dan religius dalam
kehidupan sosial Kalian?

IV. APRESIASI TERHADAP KEMANUSIAAN DAN KEBUDAYAAN


Pelestarian dan apresiasi kebudayaan Indonesia adalah tanggung jawab
seluruh masyarakat Indonesia. Paten atau bentuk kepemilikan apaun bagi mereka
yang secara tradisi dan akar budaya bukan merupakan bagian dari negeri kesatuan
Indonesia adalah hal non-etis dan tidak terpuji, eksploitatif terhadap kemanusian dan
tradisi sosialnya, dan oleh karenanya berpotensi merusak tatanan kehidupan persatuan
Indonesia di mana kebhinekaan adalah salah satu aspek pentingnya.
Pesona Indonesia tersusun atas keberagaman pesona keindahan elemen-
elemen sosial yang terbentuk dari kebudayaan dan pola hidup masyarakat Indonesia
semenjak dulu kala dari Sabang sampai Merauke. Kesatuan Indonesia merupakan
Wawasan Nusantara yang harus menjadi landasan pengayom bagi keberagaman
tersebut, sekaligus mendapatkan keuntungan baik moral maupun material dari pesona
tersebut. Kemerdekaan Indonesia merupakan kemerdekaan berkreasi atas budaya
tersebut. Kemerdekaan berkreasi tersebut selayaknya mampu menjadi pendorong
kokohnya rasa kesatuan dan cinta tanah air yang setinggi-tingginya lintas generasi,
lintas minat dan preferensi.

16
Kemajuan implementatif sains teknologi telah mendorong banyak perubahan
paradigma di berbagai bidang yang semestinya mampu memperkaya cara pandang
Indonesia terhadap negerinya, bangsanya, dan pesona keberagaman tersebut. Ketika
ekonomi global telah mendorong globalisasi yang menyentuh sisi kultural dan inovasi
telah menjadi hal yang luar biasa penting dalam semua lini prosesnya, maka dirasa
perlu untuk menyiapkan keberagaman budaya tradisional bangsa ini dalam
menghadapinya.

Sumber: http://matatimoer.or.id Sumber: https://citraalam.id/


Gambar 3.
Mengenalkan kesenian tradisional sejak dini merupakan
contoh apresiasi terhadap budaya lokal

Kearifan lokal semestinya diperhatikan dan dilestarikan oleh bangsa


Indonesia sebagai bagian dari kekuatan modal budaya. Kearifan lokal dapat
memberikan landasan nilai yang dibutuhkan bagi penguatan di berbagai sektor
kehidupan sekaligus menguatkan semangat kebersamaan berbangsa di tengah
ekonomi global yang secara tidak langsung dapat merongrong kesatuan melalui
rongrongan terhadap aspek yang kaya yang berbeda-beda tersebut. Bangsa Indonesia
sudah saatnya memiliki keinginan yang sama untuk mengakuisisi sains dan teknologi
dan dengan landasan kecintaan pada tanah air menjanjikan kebahagiaan,
kesejahteraan, kecerdasan, dan kesehatan bagi seluruh elemennya.
Manusia pada prinsipnya harus memiliki norma, nilai dan rasa kemanusiaan
yang selalu melekat pada dirinya. Oleh karena itu perbedaan organisma manusia dan
organisma binatang adalah bahwa makhluk manusia adalah makhluk yang hidup
dalam kelompok, dan mempunyai organisma yang secara biologis sangat kalah
kemampuan fisiknya dengan jenis-jenis binatang berkelompok yang lain. Walaupun

17
demikian, otak manusia telah berevolusi paling jauh bila dibandingkan dengan
makhluk lain. Dalam hal ini, bahasa mempengaruhi perkembangan otak manusia.
Melalui bahasa manusia tidak hanya dapat belajar mengenai keadaan sekitarnya
dengan mengalami secara konkret peristiwa yang bersangkutan dengan keadaan tadi,
tetapi juga secara abstrak tanpa menyelami sendiri peristiwa tersebut. Bahasa pada
umumnya dibatasi sebagai alat komunikasi agar manusia dapat berhubungan satu
sama lain dan bekerjasama. Oleh karena itu, bahasa adalah sarana untuk sosialisasi
pewarisan nilai dan untuk menyebarluaskan informasi.

V. PROBLEMATIKA KEBUDAYAAN
Manusia menciptakan kebudayaan sesuai dengan kelompok maupun wilayah
yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan keragaman kebudayaan. Dalam kehidupan
manusia termasuk suku bangsa maupun masyarakat memiliki kebudayaan sendiri dan
berbeda dengan kebudayaan kelompok lain. Oleh karena itu, suatu kebudayaan yang
dimiliki sekelompok manusia akan membentuk ciri khas yang berbeda dengan
kelompok lain. Suatu kebudayaan merupakan suatu identitas dari kesatuan hidup
manusia. Namun demikian, dalam realitas sosialnya, berbagai persoalan kehidupan
sosial terkait dengan dimensi kebudayaan yang menggambarkan dinamika sosial-
budaya antara berbagai masyarakat menjadi beragam. Berikut ini beberapa
problematika kebudayaan.
a. Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Keterkaitan orang Jawa terhadap tanah yang mereka tempati secara turun temurun
diyakini sebagai pemberi berkah kehidupan, sehingga mereka enggan meninggalkan
kampung halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani. Padahal mereka pada
umumnya miskin.
b. Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang
dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan. Contoh: program
Keluarga Berencana semula ditolak masyarakat karena menurut mereka banyak
anak banyak rezeki.
c. Hambatan budaya berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan. Contoh: upaya
untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam
banyak mengalami kesulitan karena penduduk khawatir bahwa di tempat yang baru
hidup mereka lebih sulit dibandingkan dengan hidup di tempat yang lama.

18
d. Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat
luar, disebabkan pengetahuannya serba terbatas, sehingga mereka sulit menerima
program-program pembangunan.

Sumber: http://sukubaduydalam2.blogspot.com/

Gambar 4.
Masyarakat Baduy Dalam termasuk kelompok Komunitas Adat
yang tertutup pada perubahan dan komunikasi dengan pihak luar

e. Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru. Sikap ini
sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa dan menganggap
hal baru itu dapat merusak tatanan hidup mereka yang sudah dimiliki secara turun
temurun.
f. Sikap etnosentrisme. Sikap yang mengagungkan budaya suku bangsanya sendiri
dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap semacam ini, akan mudah
memicu timbulnya kasus-kasus SARA, pertentangan suku, agama, ras, dan antar-
golongan. Sikap etnosentrisme dapat menimbulkan perpecahan dengan sikap
kelakuan yang lebih tinggi terhadap budaya lain.
g. Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan, seringkali disalahgunakan
oleh manusia. Seperti nuklir dan bom dibuat justru untuk menghancurkan manusia,
obat-obatan diciptakan untuk kesehatan tetapi dalam penggunaannya banyak
disalah-gunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.

19
Hal tersebut di atas bisa terjadi karena ada pergeseran nilai dan juga berbenturan
nilai. Problematika kebudayaan dalam modernisasi juga dapat memunculkan konflik
kebudayaan yang disebabkan oleh: (1) kerinduan kepada kehidupan dalam komunitas
homogen; (2) kehilangan kekuasaan (yang dimiliki laki-laki, bangsawan, dan
sebagainya); (3) kemandirian menjadi semakin penting (bukan ketaatan); (4)
disorientasi karena kemajemukan (pluralitas); (5) ketakutan dan kesalahpahaman
terhadap modernisasi dan individualisasi; dan (6) kehilangan kepercayaan, identitas
diri, dan/atau identitas nasional.

DISKUSI KELOMPOK
“Problem-Solving”

1. Identifikasilah 3 masalah yang terkait dengan isu kebudayaan di Indonesia!


2. Buatlah diagram “mengapa-mengapa”, analisislah sebab pokok terjadinya
masalah tersebut!
3. Buatlah diagram “bagaimana-bagaimana”, analisislah secara kritis dan
kreatif solusi terhadap masalah tersebut!
4. Bagaimana peran sekolah agar generasi muda menghargai dan menyenangi
kebudayaan Indonesia?

20
Lembar kerja kelompok ini dapat digunakan untuk
membantu Kalian menjawab pertanyaan pada kolom
Diskusi Kelompok di atas!

A. Diagram “mengapa” – “mengapa”

MASALAH

B. Diagram “bagaimana” – “bagaimana”

Bagaimana?

PEMECAHAN

Bagaimana? Bagaimana?

Bagaimana?

21
Manusia dan kebudayaan saling berdialektika dan saling mempengaruhi. Kehidupan
manusia adalah representasi dari hasil kebudayaan masyarakat. Dinamika kehidupan
masyarakat sangat ditentukan oleh dinamika respon kebudayaan terhadap perubahan dan
tuntutan masyarakat. Demikian halnya, problem kehidupan manusia sangat terkait dengan
dimensi budaya dalam kehidupan masyarakat.
Membangun kesadaran pada masyarakat untuk membentuk manusia berbudaya,
beretika dan berestetika perlu dikuatkan oleh dunia pendidikan. Hal ini dilakukan agar
manusia mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan, serta mendapatkan haknya sebagai
manusia yang memiliki cipta, rasa, dan karya yang mampu mengembangkan potensinya
secara optimal, sehingga manusia bermakna bagi kehidupan.

A. SOAL PILIHAN GANDA


Petunjuk : Pilihlah jawaban yang paling tepat!

1. Berikut ini yang tidak termasuk dalam wujud kebudayaan adalah … .


a. Ideas c. Activities
b. Items d. Artifacts

2. Social system juga digunakan untuk menyebutkan istilah …


a. Ideas c. Activities
b. Items d. Artifacts

3. Berikut ini adalah beberapa ciri dari kebudayaan, kecuali … .


a. Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia
b. Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat statis
c. Kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis, melainkan diperoleh melalui proses
belajar
d. Kebudayaan itu didapat, didukung, dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat

4. Berikut ini yang tidak termasuk dalam System Cultural Universal adalah … .
a. Sistem religi c. Sistem norma
b. Sistem kekerabatan d. Sistem pengetahuan

22
5. Seorang ibu muda di Bandung membunuh ke-3 anaknya karena takut akan bayangan
masa depan anaknya yang tidak jelas di era globalisasi. Contoh kasus di atas, bila
dianalisis menurut kerangka Kluckhon termasuk berorientasi pada … .
a. Hidup itu baik
b. Hidup itu buruk
c. Orientasi ke masa kini
d. Hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik

6. Salah satu wujud konkret dari keinginan manusia untuk menguasai alam berdasarkan
kerangka Kluckhon adalah … .
a. Memanfaatkan BBM (Bahan Bakar Minyak) seperlunya saja
b. Melakukan illegal logging untuk memperoleh laba yang berlipat ganda
c. Mengurangi pemakaian zat-zat berbahaya yang dapat merusak lapisan ozon
d. Masyarakat Baduy memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup saja

7. Kebudayaan itu merupakan hasil dari hal-hal sebagai berikut, kecuali … .


a. Cipta c. Karsa
b. Pengetahuan d. Rasa

8. Unsur kebudayaan suatu kelompok yang mudah diterima oleh kelompok lain adalah …
a. Unsur-unsur yang menyangkut keyakinan
b. Unsur-unsur yang berupa ideologi atau falsafah hidup
c. Kebudayaan material yang manfaatnya mudah dirasakan
d. Unsur-unsur yang diperkirakan menimbulkan goncangan kebudayaan

9. Adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga


terjadi keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan merupakan pengertian dari …
a. Cultural shock c. Cultural activities
b. Cultural lag d. Cultural change

10. Dinamika kebudayaan adalah ... .


a. kontak dua kebudayaan yang hidup berdampingan
b. proses pewarisan budaya antar generasi secara berkelanjutan
c. persebaran unsur-unsur kebudayaan yang dibawa oleh individu
d. pergerakan atau perubahan segala tindakan manusia melalui proses pembelajaran

B. SOAL ESSAY
Petunjuk : Jawablah pertanyaan berikut ini dengan tepat!
1. Bagaimana kaitan antara manusia dan kebudayaan?
2. Kebudayaan memiliki 3 wujud. Apa saja 3 wujud kebudayaan tersebut?
3. Berilah contoh-contoh wujud kebudayaan tersebut !
4. Uraikan secara rinci 7 unsur budaya yang termasuk System Cultural Universal (SCU)!
5. Apakah yang dimaksud dengan perubahan sosial budaya?

23
DAFTAR PUSTAKA

Bourdieu, P. 1993 The Field of Cultural Production. Cambridge: Polity.

Dwiningrum, S.I.A. 2016. Pendidikan Sosial Budaya. Yogyakarta: UNY Press.

Durkheim, Emille. 1976. The Elementary Forms of The Religious Life. Terj. J.W.Swain.
London: George Allen & Unwin Ltd.

Haviland, W.A. 1985. Antropologi Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Herimanto & Winarno. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Honigman. 1959. The World of Man. New York: Harper.

Koetjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Widagdho, J. 2008. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

24

Anda mungkin juga menyukai