Kontroversi Baha'i
Kontroversi Baha'i
b) Kalangan yang memahami Baha’i sebagai bagian dari aliran dalam Islam
yang dianggap sesat dan menyimpang, atau dianggap agama yang
belum diakui di Indonesia. Dasar pandangan kalangan yang kontra
sebagaimana penjelasan di bawah ini:
Mirza Ali Al-Bab pernah menyatakan “Aku bersaksi bahwa tiada seorang
pun selain aku di Barat dan Timur yang bisa mengaku sebagai Al-Bab
yang akan mengantarkan manusia kepada ma’rifatullah. Tidak ada bukti
dariku atas semua itu kecuali bukti yang ditunjukkan kebenaran
Muhammad Rasulullah.”
Fatwa Darul Ifta Mesir tahun 1939 dan Komisi Fatwa di Al-Azhar, Mesir tahun
1947: Muslim yang mengikuti agama Baha’i adalah murtad;
Fatwa Syekh Gad el-Haq, Grand Syekh Al-Azhar, Mesir tahun 1981: tidak sah alias
batal pernikahan Muslimah dengan lelaki penganut agama Baha’i.
1. Terlepas dari perbedaan dasar pandangan para pihak dalam melihat Baha'i,
Menteri Agama perlu lebih berhati-hati dalam melakukan komunikasi
politiknya terutama terkait dengan isu-isu keagamaan yang sensitif.
2. Agar pemerintah mengkaji dengan lebih mendalam dan melibatkan para pihak
yang berkompeten dalam kebijakannya untuk mengakui atau melegitimasi,
atau memberi fasilitas kepada Baha'i agar tidak berimplikasi pada
bermunculannya agama-agama lain (termasuk agama-agama lokal) yang
menuntut kebijakan serupa dari pemerintah.
3. Terlepas bahwa Baha'i ditafsir oleh Menteri Agama sebagai bukan Islam,
namun karena Baha'i secara historis pernah memiliki keterkaitan dengan
Islam pada awal pendiriannya di Iran, dan adanya duplikasi simbol-simbol
Islam dalam praktek keberagamaannya, maka MUI perlu mengeluarkan fatwa
yang menegaskan bahwa Baha'i adalah bukan ormas atau kelompok dalam
Islam, dan bagi Muslim yang mengikuti kegiatannya merupakan perbuatan
murtad.
Wallahu 'alam