Anda di halaman 1dari 4

Kontroversi Baha'i dan Pilihan Sikap Keagamaan MUI

1. Video Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan ucapan


selamat Hari Raya Naw Ruz kepada Komunitas Baha’i pada 21 Maret 2021
telah viral pada bulan Juli 2021, dan memunculkan kontroversi atau sikap
keberatan dari berbagai kalangan masyarakat biasa, tokoh ormas, tokoh
agama hingga para politisi.

2. Kontroversi tersebut terjadi karena perbedaan Menteri Agama RI dengan


para pihak dalam melihat eksistensi Baha'i:

a) Menteri Agama RI yang mendasarkan ucapannya pada tafsir atas hasil


riset Balitbang Kemenag Tahun 2014 yang menyimpulkan Baha’i sebagai
agama tersendiri dan bukan aliran dari Islam. Menag juga mendasarkan
sikapnya tersebut pada tafsir atas UUD 45 Pasal 28 E ayat (1); Pasal 28 I
Ayat (2), Pasal 29 Ayat (2); UU No.1 PNPS Tahun 1965 Pasal 1; UU No.
23 Tahun 2006 tentang Adminduk, Pasal 61 dan 64 yang telah di-judicial
review di Mahkamah Konstitusi (MK).

b) Kalangan yang memahami Baha’i sebagai bagian dari aliran dalam Islam
yang dianggap sesat dan menyimpang, atau dianggap agama yang
belum diakui di Indonesia. Dasar pandangan kalangan yang kontra
sebagaimana penjelasan di bawah ini:

Keterkaitan Baha’i dengan Islam dapat dilihat dari sejarah awal


pendiriannya dimana Baha'i merupakan kelanjutan sekte Al-Babiyah
yang merupakan pecahan dari sekte Syiah Itsna ‘Asyariyah (Syiah dua
belas imam) di Iran.
Mirza Ali Muhammad selaku pemimpinnya mendeklarasikan dirinya
sebagai Al-Bab atau pintu bagi imam yang bersembunyi. Kata Al-Bab
digunakan oleh pengikut Syiah merujuk pada hadits “Aku (Nabi
Muhammad) adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”.
Al-Bab merupakan tingkatan kedua setelah Al-Imam dalam derajat
spiritual pada sekte Ismailiyyah era Daulah Fathimiyah di Mesir.

Mirza Ali Al-Bab pernah menyatakan “Aku bersaksi bahwa tiada seorang
pun selain aku di Barat dan Timur yang bisa mengaku sebagai Al-Bab
yang akan mengantarkan manusia kepada ma’rifatullah. Tidak ada bukti
dariku atas semua itu kecuali bukti yang ditunjukkan kebenaran
Muhammad Rasulullah.”

Ia juga pernah menyatakan diri sebagai nabi dengan Al-Bayan sebagai


kitab sucinya.

Setelah ia ditangkap pemerintah setempat, para pengikutnya (Mulla


Husain Al-Basyrui yang dijuluki ‘Bab Al-Bab’; Mulla Muhammad Ali Al-
Barfarusyi yang dijuluki ‘Al-Quddus’; Mirza Yahya yang dijuluki ‘Subhu
Al-Azal’; Zurain Taj Qurratul Ain yang dijuluki ‘al-Thahirah’; Mirza Husain
Ali Al-Mazandarani yang dijuluki Al-Baha’ (tokoh sentral pendiri
Bahaiyah, pelanjut sekte Babiyah) pada tahun 1848
mengumumkan penghapusan syariat Islam dan mendirikan agama baru
dengan nama Al-Babiyah atau Baha'i
Respon Fatwa Ulama Dunia Islam di antaranya:
Fatwa Syekh Salim Al-Bisyri, Grand Syekh Al-Azhar, Mesir: Penganut Baha’i adalah
KAFIR;

Fatwa Darul Ifta Mesir tahun 1939 dan Komisi Fatwa di Al-Azhar, Mesir tahun
1947: Muslim yang mengikuti agama Baha’i adalah murtad;

Fatwa Syekh Gad el-Haq, Grand Syekh Al-Azhar, Mesir tahun 1981: tidak sah alias
batal pernikahan Muslimah dengan lelaki penganut agama Baha’i.

Pilihan Sikap MUI:

Kontroversi tersebut telah memunculkan keriuhan dalam kehidupan umat Islam


dan meminta MUI untuk memberi pandangan dan sikap keagamaannya.

1. Terlepas dari perbedaan dasar pandangan para pihak dalam melihat Baha'i,
Menteri Agama perlu lebih berhati-hati dalam melakukan komunikasi
politiknya terutama terkait dengan isu-isu keagamaan yang sensitif.

2. Agar pemerintah mengkaji dengan lebih mendalam dan melibatkan para pihak
yang berkompeten dalam kebijakannya untuk mengakui atau melegitimasi,
atau memberi fasilitas kepada Baha'i agar tidak berimplikasi pada
bermunculannya agama-agama lain (termasuk agama-agama lokal) yang
menuntut kebijakan serupa dari pemerintah.

3. Terlepas bahwa Baha'i ditafsir oleh Menteri Agama sebagai bukan Islam,
namun karena Baha'i secara historis pernah memiliki keterkaitan dengan
Islam pada awal pendiriannya di Iran, dan adanya duplikasi simbol-simbol
Islam dalam praktek keberagamaannya, maka MUI perlu mengeluarkan fatwa
yang menegaskan bahwa Baha'i adalah bukan ormas atau kelompok dalam
Islam, dan bagi Muslim yang mengikuti kegiatannya merupakan perbuatan
murtad.

Wallahu 'alam

Anda mungkin juga menyukai