Agama islam yang masuk di Indonesia bukan lagi islam yang murni tetapi sudah di
pengaruhi ajaran misitik (tarekat). Terekat (jalan) adalah suatu aliran dan gerakan yang tumbuh
dalam masyarakat Islam dan Kehormatan yang diberikan orang kepada para pemimpinnya.
Aliran-aliran tersebut memkai nama menurut nama pemimpinnya. Pada umumnya tujuan terekat-
terekat itu adalah untuk mencapai hakikat Ketuhanan, yang biasanya di tempuh oleh para
anggota (murid-muridnya), dengan melakukan bai’at (janji) lebih dulu setelah memasuki terakat,
kemudian berusaha memasuki empat tingkat yaitu syari’ah (mempelajari hukum), tarekat
(menempuh cara-cara tertentu), ma’rifat (mengetahui ketuhanan) dan terakhir hakikat (kebenaran
yang tertinggi).
Setelah tidak ada lagi perlawanan rakyat, maka kehidupan terakat-terakat dan pendidikan
agama Islam di curigai. Begitu pula dilakukan politik adu domba antara penganut islam modern
(Muhammadiyah) yang diberi cap kaum Wahabi, dengan penganut Islam (Nahdlatul Ulama)
Ahlusunnah, yang di sebut kaum lama.
3. Zaman Kemerdekaan
Dimasa orde baru suasana berubah, umat Islam mereda dari pertikaian masalah ‘furu’ dan
‘khilafiyah’ yang diwarisi dari zaman Hindia Belanda, kemajuan pendidikan Islam telah
melahirkan sarjana-sarjana Islam yang menyadari pentingnya Persatuan Islam, diskusi-diskusi
ilmiah tentang Islam terus meningkat, tempat-tempat ibadah bertambah baik, umat beragama
diarahkan pada kerukunan seagama dan kerukunan antar agama. Sementara itu aliran
kepercayaan tumbuh berkembang dan menuntut kesamaan haknya dan kedudukannya dengan
agama yang resmi diakui, dan disana sini timbul masalah sosial keagmaan yang baru, misalnya
masalah pedukunan dan perkawinan.
Aliran-aliran kepercayaan itu sangat bergantung pada pendiri dan penggembalanya serta
pengaruhnya terhadap masyarakat. Kebanyakan pemimpin dan pengikutnya-pengikutnya
utamanya sudah tidak ada dan tidak lagi ada kegiatannya. Maka hilanglah aranya. Lain halnya
jika kepercayaan itu bertautan dengan adat budaya dari masyarkat bersangkutan misalnya seperti
kepercayaan masyarakat adat Batak sipelebegu yang nampaknya masih tetap bertahan.
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 (1-2) dikata kan ‘Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa’. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dengan berdasarkan pasal 29 UUD-1945 tersebut, maka pada dasarnya orang boleh meganut
aliran kepercayaan apa saja, boleh menjadi pendiri dan membawa ajaran kepercayaan, boleh
menjadi dukun dan kyai apa saja, dan boleh beribadat cara bagaimana saja, di dalam Negara
Republik Indonesia, sepanjang sikap tindaknya, sepak terjangnya, perilaku kegiatannya, tidak
bertentangan dengan Negara Pancasila, tidak menganggu ketertiban dan kemanan masyarakat
dan tidak berusaha melakukan kekacauan masyarakat atau melakukan pemberontakan terhadap
Negara Pancasila.
Di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) TAP MPR.IV tanggal 22 Maret 1973 di
Jakarta, dikatakan bahwa:
a. Atas dasar kepercayaan Bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esamaka peri
kehidupan beragama dan peri kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di
dasarkan atas kebebasan menghayati dan mangamalkan Ketuhanan Yang Maha Esa
sesuai dengan falsafah Pancasila.
b. Pembangunan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ditujukan untuk
pembinaan sussana hidup rukun di antara sesame umat beragama , sesame penganut
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diantara semua umat beragama dan semua
penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta meningkatkan amal dalam
bersama-sama membangun masyarakat.
Suatu hal yang kadang-kadang menimbulkan masalah dari pihak aliran kepercayaan,
bahwa mereka beranggapan bahwa aliran kepercayaan yang dianutnya merupakan agama yang
berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan agama-agama resmi, sehingga mereka merasa
berhak melaksanakan tata cara perkawinan sendiri, melaksanakan sumpah dan melakukan acara
kematian menurut tata cara mereka sendiri.
Sebaliknya dari pihak Menteri Agama dengan suratnya tanggal 17 Juli 1980
No.B.IV/5996/1980 menyatakan:
a. Bahwa dalam Negara republic yang berdasarkan Pancasila tidak dikenai adanya tata
cara perkawinan, sumpah dan penguburan menurut aliran kepercayaan dan tidak
dikenal pula penyebutan ‘aliran kepercayaan’ sebagai ‘agama’ baik dalam Kartu
Tanda Penduduk maupun lainnya.
b. Bahwa orang yang beragama yang mengikuti aliran kepercayaan tidaklah kehilangan
agama yang dipeluknya. Oleh karena itu, tidak ada cara ‘Perkawinan menurut aliran
kepercayaan’ dan ‘sumpah menurut aliran kepercayaan’.
Di Negara Iran ada seorang bernama Ali Muhammad As-Syaironzi pada tanggal 5
Jumadil Ula 1260 H (1844 M) mengangkat dirinya menjadi peuruh Tuhan dengan bergelar
‘Bab’ (pintu). Ia mengemukakan dan menyuruh agar semua orang bersiap-siap untuk
menerima kedatangan ‘Al-Mahdi Al-Munthadar’ yaitu nabi yang datang di muka bumi ini
mempersatukan umat manusia.
Setelah peristiwa tersebut pada tahun 1963 datang lagi seorang bernama Mat Husin
Al-Basyaro’I yang menyatakan dirinya sebagai nabi yang dikatan As-Syaronzi. Orang ini
berasal dari keturunan bangsawan Iran bernama Baha Ullah (kemuliaan Tuahan). Dari nama
tersebut asal nama agama Baha’i artinya agama Kemuliaan.
Kitab suci dalam agama Baha’I adalah berupa umpulan dari berbagai amanat Ali Muhammad
As-Syaironzi alias Bab dan ajaran-ajaran Baha’ulloh, yang semula terpisah-pisah dalam
beberapa buku dan catatan yang ditulis menggunakan bahasa arab dan parsi.
c) Dasar-dasar kepercayaan
Menurut agama Baha’I bahwa kehidupan di dunia ini adalah persiapan menghadapi
kehidupan dalam alam gaib yaitu alam roh yang tidak pernah mati. Pada dasarnya agma ini
tidak mengenal agama dan neraka. Apa yang dikatakan mereka surge adalah dekat dengan
Tuhan, sedangkan neraka berarti jauh drai Tuhan.
b) Paguyuban Sumarah
a) Latar belakang berdirinya
Pada suatu malam tahun 1935 R.Ng.Soekirnohartono mendapat ilham dari Yang
Ghaib agar ia mengajarkan ‘ilmu sumarah’ (ilmu tawakkal). Dikatakan bahwa pada mulanya
ia menolak, tetapi kemudian setelah ia mendapat penjelasan bahwa ia hanya sebagai ‘corong’
dengan ganjaran bahwa Indonesia akan merdeka, maka diterimalah tugas itu.
b) Tujuan Paguyuban
Untuk mencapai kedua tujuan tersebut maka Paguyuban mendidik para anggotanya untuk
menjadi Ksatria yang panca sifat.
Menurut paham paguyuban sumarah ‘Allah’ itu ada yang senantiasa memerintah dan
menguasai dengan kata lain ‘Allah’ adalah dzat yang maha esa yang tempatna di dalam diri
manusia yang diwakili oleh Urip (hidup). Bagi orang Sumarah dunia ini hanya sebagai batu
ujian, karena Tuhan Yang Maha menentukan lulus tidak lulusnya manusia hidup di dunia.
c) Agama Pransuh
a) Latar belakang berdirinya
Sastrosuwignjo menyatakan dirinya sebagai nabi pada agama Pransuh, karena ia adalah
titisan Rama Rsi Pran-Suh (Tuhan) yang menjelma sebagai Rasul Dunia. Ketika hidupnya
samapi ia wafat pada tahun 1953 sikap perilakunya mirip Pastor Katolik yang suka memakai
jubah putih.
Kitab ini merupakan induk kitab agama Pran-Suh dan sebagai tiang agama dan sumber
pengetahuan sepanjang masa.
c) Dasar kepercayaan
a. Percaya kepada Yang Maha Kuasa Tunggal, Rama Pran-Suh
b. Percaya kepada kenabian RPS Sastrosugwinjo sebagai titisan Rama Pran-Suh
c. Mengakui dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad dan nabi-nabi lainnya.
d. Melaksanakan kewajiban sembahyang dengan bersemedi setiap akan tidur.
e. Senantiasa mencari iham dengan semadi dan harus melaksanakan ilham yang di
dapatnya.
f. Setiap melakukan semadi harus berwudu (seperti islam) terlebih dahulu dan membaca
surat Al-Fatihah surat Al-Ikhlas dan Surat An-Naas.
d) Kematian
Menurut kepercayaan agama ini semua yang wafat tidak semuanya asuk surge, maka
sebelum arwah atau roh si mati masuk surge akan menempati bangunan rumah, batu-batu,
pohon-pohon besar, kuburan dan tempat-tempat yang angker.
Ketika zaman revolusi kemerdekaan tahun 1947 seorang bernama Hardjo Sapoetra yang
iasa di panggil pak Saputro, berasa dan dilahirkan didesa Sanding Kawedanan Pare Kediri pada
tahun 1910. Pak putro ini memiliki pengetahuan ilmu dukun dapat megobato orang-orang .
Aliran kepercayaan ini beranama Agama Djawa Asli Republik Indnesia (ADARI) dari
pendirinya adalah S.W Mangunwidjojo yang juga disebut Djojowulu dan kemudia berganti nama
Ki Mangunwasito.
KWN Adalah suatu perkumpulan ngemu kebatinan yang suah berdir sejak zaman colonial,
terutama di daerah cilacap, di beberapa tempat dalam keresidenan Bnayumas dan juga di
Ciamis Jwa Barat.
Raden Sunarto Merlowedoyo pada tanggal 20 mei 1949 mendirian suatu paguyuban di
Widuran Surakarta degan nama Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) yang berarti persatuan
untuk menuntut bersatu.
Di Indonesia banyak terdapat ajaran-ajaran ilmu kebatinan yang disebut ilmu sejati atau
Ngelmu Sejati, terutama di daerah Jawa Tengah dengan pendiri ataun penganjur dan ajaran
yang berlainan. Misalnya yang disebut Ngelmu sejati atau Ngelmu Hakikat di daerah
Cirebon yang berasal dari babad para Wali Cirebon atau juga yang disebut Ngelmu Sejati
Syeikh Siti Jenar yang mirip dengan ajaran Al-Hallaj di Bagdad.