Disusun Oleh:
A. Latar Belakang
CRISPR-Cas9 (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats – CRISPR
Associated Protein 9) atau yang lebih dikenal dengan istilah “gunting DNA” adalah alat
rekayasa genom paling mutakhir dan serbaguna yang pernah dibuat dalam sejarah biologi
molekuler hingga saat ini. Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A. Doudna, dua ilmuwan
yang berhasil menemukan teknik ini dan karena penemuannya The Royal Swedish Academy
of Science memberikan hadiah Nobel Kimia pada tahun 2020 lalu. CRISPR-Cas9 adalah
teknik dalam mengedit beragam jenis genom pada mahkluk hidup dengan kemudahan yang
belum ditemukan sebelumnya. Tentu saja, ini menjadi kabar bahagia bagi peradapan
manusia khususnya bagi komunitas biomedis. CRISPR-Cas9 menawarkan banyak solusi
dalam berbagai konteks, misalnya saja dalam penyembuhan penyakit. Setidaknya terdapat
15 uji klinis yang berfokus pada riset tentang berbagai macam penyakit di dunia, yaitu
multiple myeloma; kanker kandung kemih, prostat, paru-paru, esofagus; tumor; melanoma;
leukimia; virus papiloma, HIV-1, infeksi saluran pencernaan; talasemia; anemia sel sabit;
dan penyakit lainnya yang melibatkan aplikasi CRISPR-Cas9 (Brokowski, 2018).
Kecanggihan CRISPR-Cas9 sebagai alat gunting DNA telah membawa ilmu-ilmu
kehidupan ke zaman baru. Manusia seolah dapat menjadi editor DNA, merekayasa susunan
gen dalam manusia untuk menghasilkan sebuah produk baru DNA yang diinginkan. Pada
Mei 2018, setidaknya terdapat 86 individu yang telah diubah susunan gennya sebagai bagian
dari uji klinis. Keberhasilan CRISPR-Cas9 dalam mengubah susunan gen individu dalam
penyakit membuka ruang yang selebar-lebarnya dalam kajian tak terbatas. Apakah bisa
susunan gen manusia direkayasa sehingga manusia bisa menjadi manusia super dengan
kekuatan hebat? Perbincangan ini yang sekarang menjadi fokus kajian dalam ranah etika
(moral) dan kemungkinan kekhawatiran tentang aplikasi CRIPR-Cas9.
CRISPR-Cas9 akhirnya menjadi 2 sisi mata uang, bermanfaat atau justru malah akan
disalahgunakan. Dalam makalah ini, penulis akan menjabarkan tentang bagaimana teknik
CRISPR-Cas9 dilakukan serta tinjauan filsafati apa saja yang dapat mendasari manusia
sebagai subjek dan objek filsafat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
CRISPR-Cas9. Kebermanfaatan atau penyalahgunaan yang timbul akan dibahas dalam
ranah lebih jauh dalam tinjauan filsafat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diungkapkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana teknik CRISPR-Cas9 dilakukan dalam merekayasa susunan gen makhluk
hidup ?
2. Bagaimana penggunaan teknik CRISPR-Cas9 secara luas dalam tinjauan filsafati?
C. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini disusun untuk menambah wawasan pengetahuan pembaca utamanya dalam
memahami:
1. Teknik CRISPR-Cas9 dalam merekayasa susunan gen makhluk hidup.
2. Penggunaan Teknik CRISPR-Cas9 secara luas dalam tinjauan filsafati.
BAB II
ISI
B. Insiden CRISPR
Sempat terjadi beberapa tragedi dalam upaya awal memperbaiki mutasi genetik
penyebab penyakit pada manusia; di Inggris, pernah terjadi anak-anak menderita penyakit
terkait gen-X kombinasi dengan imunodefisiensi berat akibat pengubahan gen dengan
CRISPR. Di Cina pada tahun 2018, seorang peneliti secara kontroversial mengaku telah
menciptakan kelahiran bayi perempuan kembar yang telah diubah secara genetik dengan
teknologi CRISPR dengan tujuan untuk membuat bayi lebih resisten terhadap virus HIV,
mencetuskan inovasi ‘designer babies’. Upaya ini di Cina telah dikutuk sebagai tindakan
yang tidak etis, namun beberapa kalangan berpendapat hal tersebut dapat bermanfaat di
masa depan.
Seiring kemajuannya, masih diperlukan pembahasan lebih lanjut untuk memperjelas
keamanan dan spesifisitas aplikasi CRISPR terhadap tantangan sosial dan etik. Misalnya,
pada kasus perubahan gen pada sel telur atau sperma (sel germinal) atau gen dalam embrio
yang dapat diteruskan ke generasi mendatang. Pengubahan gen demikian akan
memunculkan sejumlah tantangan etis, termasuk apakah akan diperbolehkan menggunakan
teknologi tersebut untuk meningkatkan sifat-sifat manusia yang normal (seperti tinggi badan
atau kecerdasan). Atas dasar kekhawatiran terhadap etik dan keamanannya, maka
pengubahan sel germinal dan gen embrional saat ini masih ilegal di banyak negara.
Pembahasan lainnya, CRISPR masih memiliki masalah etik terkait potensi kegagalan
ataupun keberhasilannya. Kegagalan mengubah gen menyebabkan seorang individu akan
terpapar risiko efek samping. Konteks etik yang perlu dipertimbangkan adalah
prinsipprinsip autonomy, altruism, do-not-harm, dan justice. Sedangkan dalam hal
keberhasilan, salah satu hal yang paling signifikan ialah dampak teknologi di masa depan
jika individu mengalami pengubahan gen secara sepihak tanpa persetujuan mereka. Masih
belum banyak bukti untuk mendukung teknologi pengubahan gen ini. Masih terdapat risiko
yang tidak diketahui konsekuensinya terhadap kesehatan, dan masalah etik belum
sepenuhnya dibahas dan diselesaikan. Sebagai langkah utama untuk menghindari masalah
etis, The International Commission on the Clinical Use of Human Germline Genome Editing
sedang merumuskan pedoman dan peraturan yang lebih ketat untuk praktik pengeditan
DNA pada embrio manusia.
2. Pendekatan Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Metode
ilmiah pada dasarnya merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh
pengetahuannya berdasarkan: (a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan
argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil
disusun; (b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran
tersebut; (c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenaran
pernyataannya secara faktual. Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang
bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi
secara empiris berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap
kenyataan faktual. Verifikasi ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain selain
yang terkandung dalam hipotesis. Verifikatif faktual membuka diri terhadap kritik pada
kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Kebenaran ilmiah dengan
keterbukaan terhadap kebenaran baru mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya secara
berulang (siklus) berdasarkan cara berpikir kritis. Proses kegiatan keilmuan yang
berkaitan dengan moral dalam setiap upaya ilmiah harus ditunjukkan, untuk menemukan
kebenaran yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan
langsung tertentu dan hak hidup berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual.
Jadi, ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci
kebohongan.
3. Pendekatan Aksiologi
Ilmu pada dasarnya harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup
manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau
keseimbangan alam. Pengetahuan ilmiah untuk kepentingan manusia diperoleh, disusun
dan dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan
pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu
menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras,
ideologi, atau agama.
4. Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Teknologi CRISPR-Cas9
Filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan IPTEK yang
ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Sebab dengan mempelajari
filsafat ilmu, maka para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak
terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap
keterbukaan diri dikalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling menyapa dan
mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat
manusia. Filsafat ilmu sebagai cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang
sejarah perkembangan ilmu. Metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan
para ilmuwan secara umum mengandung tujuan-tujuan sebagai berikut:
Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis
terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap
solipsistik, menganggap bahwa hanya pendapatnya yang paling benar.
Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuwan. Kecenderungan yang terjadi dikalangan para ilmuwan modern
adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan
itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang
sesuai atau cocok dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya. Metode hanya
sarana berpikir, bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan.
Ketiga, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas
penerimaan dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut,
pembahasan dalam hal ini dibicarakan dalam metodologi, yaitu ilmu yang mempelajari
tentang cara-cara untuk memperoleh kebenaran. Adapun implikasi filsafat ilmu terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan.
a. Bagi seorang ilmuwan diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu,
baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak
yang kuat. Hal ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman
secara garis besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan
mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Sehingga antara ilmu yang
satu dengan lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerja sama
yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
b. Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menari
gading” yaitu hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan
kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak
dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.
Melalui penjabaran implikasi filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan
tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa kecanggihan teknologi CRISPR-
Cas9 sebagai buah dari perkembangan teknologi sebaiknya dan selayaknya dilakukan
dengan batasan norma yang jelas dan terukur.
Secara pendekatan ontologi, ilmuwan harus bisa menempatkan dirinya pada batas
yang jelas. Para ilmuwan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat
manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
Apa yang telah dilakukan oleh salah satu ilmuwan China memberikan gambaran bahwa
manusia mungkin saja memberikan ruang dalam menentang hukum alam sebagai
representasi takdir Tuhan.
Dalam batasan epistemologi, perkembangan ilmu pengetahuan harus selalu
berkaitan dengan moral, penuh kejujuran, tanpa memiliki kepentingan tertentu, dan
mengesampingkan kekuatan argumentasi secara individual. CRIPSR-Cas9 haruslah
digunakan secara tepat. Bukan hanya dilakukan dalam menunjukkan eksistensi diri para
ilmuwan bahwa mereka mampu melakukan hal-hal di luar batasan manusia. Pendapat
dan argumentasi para ilmuwan yang mendasari riset mengenai CRISPR-Cas9 harus
didasari oleh kebenaran, kebenaran suatu hal dilakukan dan tidak membenarkan
kebohongan.
Terakhir, pendekatan aksiologi juga memberikan batasan yang jelas bagaimana arah
teknologi CRISPR-Cas9 ini dikembangkan ke arah kemasalahatan umat. Langkah para
ilmuwan untuk menggunakan teknologi dalam bidang penyembuhan penyakit dirasa
sudah sangat tepat. Tentu saja, bagaimana langkah penyembuhan yang diambil dengan
teknik CRISPR-Cas9 tidak boleh melampaui batas etika yang ada sehingga melanggar
kodrat manusia atau makhluk hidup itu sendiri.
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan pada Bab pendahuluan, dapat
disimpulkan bahwa teknologi CRISPR-Cas9 merupakan sebuah penemuan canggih yang
dapat mengubah tatanan hidup dunia. CRISPR-Cas9 sebagai gunting DNA mampu
CRISPR-Cas9 mengubah, memperbaiki, mengganti, mendelesi, ataupun menginsersi
bagian DNA pada sel dan makhluk hidup. Usaha mengembangkan teknologi CRISPR ini
membantu kemajuan terapi gen untuk penyakit genetik CRISPR-Cas9 juga menjanjikan
pengobatan dan pencegahan penyakit yang lebih kompleks, seperti kanker, penyakit
jantung, penyakit mental, dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Seiring
kemajuannya, masih diperlukan pembahasan lebih lanjut untuk memperjelas keamanan dan
spesifisitas aplikasi CRISPR-Cas9 terhadap tantangan sosial dan etik. Rekayasa gen dalam
CRISPR-Cas9 akan memunculkan sejumlah tantangan etis, termasuk apakah akan
diperbolehkan menggunakan teknologi tersebut untuk meningkatkan sifat-sifat manusia
yang normal (seperti tinggi badan atau kecerdasan).
Dari implikasi filsafat ilmu dalam teknologi CRISPR-Cas9 ini, melalui pendekatan
ontologi, epistomologi, dan aksiologi sepakat bahwa para ilmuwan tidak boleh melakukan
upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan
mencampuri permasalahan kehidupan. Selain itu, CRIPSR-Cas9 haruslah digunakan secara
tepat, bukan hanya dilakukan dalam menunjukkan eksistensi diri para ilmuwan bahwa
mereka mampu melakukan hal-hal di luar batasan manusia. Terakhir, teknologi CRISPR-
Cas9 ini hendaknya dikembangkan ke arah kemasalahatan umat. Langkah para ilmuwan
untuk menggunakan teknologi dalam bidang penyembuhan penyakit dirasa sudah sangat
tepat. Dan tentunya tidak boleh melampaui batas etika yang ada sehingga melanggar kodrat
manusia atau makhluk hidup itu sendiri.
B. Saran
Melalui tulisan dalam makalah ini, apa yang diharapkan dari paparan mengenai
teknologi CRISPR-Cas9 dapat mengedukasi pembaca maupun khalayak untuk dapat
lebih bijak dalam menyikapi perkembangan teknologi. Penemuan-penemuan baru dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi CRISPR-Cas9 terbukti ada yang
dapat mengubah suatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut
tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam perubahan
tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi itu sendiri, maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Manusia harus
menyadari juga apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia yang seharusnya, baik dalam
hubungannya sebagai pribadi, dengan lingkungan, dan sebagai makhluk yang
bertanggug jawab terhadap Khaliknya.
DAFTAR PUSTAKA