Anda di halaman 1dari 15

CRISPR CAS-9 DALAM TINJAUAN FILSAFATI

(ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN


AKSIOLOGI)

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Disusun Oleh:

Gebya Oktammeria Harnugrawan, S.Pd.


21328251028

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
CRISPR-Cas9 (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats – CRISPR
Associated Protein 9) atau yang lebih dikenal dengan istilah “gunting DNA” adalah alat
rekayasa genom paling mutakhir dan serbaguna yang pernah dibuat dalam sejarah biologi
molekuler hingga saat ini. Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A. Doudna, dua ilmuwan
yang berhasil menemukan teknik ini dan karena penemuannya The Royal Swedish Academy
of Science memberikan hadiah Nobel Kimia pada tahun 2020 lalu. CRISPR-Cas9 adalah
teknik dalam mengedit beragam jenis genom pada mahkluk hidup dengan kemudahan yang
belum ditemukan sebelumnya. Tentu saja, ini menjadi kabar bahagia bagi peradapan
manusia khususnya bagi komunitas biomedis. CRISPR-Cas9 menawarkan banyak solusi
dalam berbagai konteks, misalnya saja dalam penyembuhan penyakit. Setidaknya terdapat
15 uji klinis yang berfokus pada riset tentang berbagai macam penyakit di dunia, yaitu
multiple myeloma; kanker kandung kemih, prostat, paru-paru, esofagus; tumor; melanoma;
leukimia; virus papiloma, HIV-1, infeksi saluran pencernaan; talasemia; anemia sel sabit;
dan penyakit lainnya yang melibatkan aplikasi CRISPR-Cas9 (Brokowski, 2018).
Kecanggihan CRISPR-Cas9 sebagai alat gunting DNA telah membawa ilmu-ilmu
kehidupan ke zaman baru. Manusia seolah dapat menjadi editor DNA, merekayasa susunan
gen dalam manusia untuk menghasilkan sebuah produk baru DNA yang diinginkan. Pada
Mei 2018, setidaknya terdapat 86 individu yang telah diubah susunan gennya sebagai bagian
dari uji klinis. Keberhasilan CRISPR-Cas9 dalam mengubah susunan gen individu dalam
penyakit membuka ruang yang selebar-lebarnya dalam kajian tak terbatas. Apakah bisa
susunan gen manusia direkayasa sehingga manusia bisa menjadi manusia super dengan
kekuatan hebat? Perbincangan ini yang sekarang menjadi fokus kajian dalam ranah etika
(moral) dan kemungkinan kekhawatiran tentang aplikasi CRIPR-Cas9.
CRISPR-Cas9 akhirnya menjadi 2 sisi mata uang, bermanfaat atau justru malah akan
disalahgunakan. Dalam makalah ini, penulis akan menjabarkan tentang bagaimana teknik
CRISPR-Cas9 dilakukan serta tinjauan filsafati apa saja yang dapat mendasari manusia
sebagai subjek dan objek filsafat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
CRISPR-Cas9. Kebermanfaatan atau penyalahgunaan yang timbul akan dibahas dalam
ranah lebih jauh dalam tinjauan filsafat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diungkapkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana teknik CRISPR-Cas9 dilakukan dalam merekayasa susunan gen makhluk
hidup ?
2. Bagaimana penggunaan teknik CRISPR-Cas9 secara luas dalam tinjauan filsafati?

C. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini disusun untuk menambah wawasan pengetahuan pembaca utamanya dalam
memahami:
1. Teknik CRISPR-Cas9 dalam merekayasa susunan gen makhluk hidup.
2. Penggunaan Teknik CRISPR-Cas9 secara luas dalam tinjauan filsafati.
BAB II
ISI

A. Mengenal Teknik CRISPR-Cas9


CRISPR (dieja ‘krisper’), kepanjangan dari Clustered Regularly Interspaced Short
Palindromic Repeats, atau disebut juga CRISPR/Cas9, merupakan teknologi pengubah gen
dipandu RNA (asam ribonukleat). CRISPR didasarkan pada sebuah sistem pertahanan
berbasis DNA yang awalnya ditemukan pada mikroorganisme bakteri tertentu yang
diketahui merupakan bagian dari sistem imun. adaptif untuk melindungi diri terhadap DNA
asing dan fage. CRISPR memungkinkan bakteri untuk “mengingat” virus atau yang
berkaitan, dan bila virus serupa menyerang kembali, bakteri akan menghasilkan segmen
RNA dari susunan CRISPR untuk menarget DNA virus tersebut. Bakteri kemudian
menggunakan enzim untuk memotong DNA, yang akan menonaktifkan virus.
CRISPR dapat mengubah, memperbaiki, mengganti, mendelesi, ataupun menginsersi
bagian DNA pada sel dan makhluk hidup. Dua komponen utama sistem ini memerlukan
enzim Cas9 (CRISPR-associated protein-9 nuclease), yaitu sebuah endonuklease (gunting
molekular), dan sebuah RNA pemandu (guide RNA), yang biasanya berupa gRNA atau
sgRNA. RNA pemandu akan mencari kode sekuens asam nukleat DNA yang mengancam
dan berbahaya (DNA target), kemudian memandu Cas9 ke lokasi sekuens spesifik yang
akan diubah tersebut. Cara kerja CRISPR tersebut diumpamakan seperti sistem find, cut,
dan paste sebuah komputer. Sistem pencarian akan melalui satu bagian dari tiga milyar
pasang basa sepanjang gen—seperti “Google search”. Kerja Cas9 tergantung pada
keberadaan sekuens PAM (Protospacer Adjacent Motif) pada DNA target, sehingga dapat
mengenali DNA milik sendiri atau bukan. Varian Cas9 dengan kompabilitas PAM luas telah
dilaporkan menunjukkan spesifisitas lebih tinggi. Setelah sampai pada lokasi yang dituju,
Cas9 akan memotong, membuka ikatan duplex DNA, dan membelah kedua rantai (Double
Strand Breaks-DBS), melakukan perubahan, dan selanjutnya membiarkan DNA melakukan
perbaikan secara alami melalui jalur perbaikan non-homologous end-joining (NHEJ) yang
kurang akurat ataupun jalur homology-directed repair (HDR) yang akurat. NHEJ lebih
digunakan untuk menghancurkan gen dan HDR lebih dimanfaatkan untuk mengubah
sekuens DNA secara akurat. NHEJ lebih efisien daripada HDR pada seluruh sel eukariotik,
terutama pada sel yang tidak membelah, sehingga pengubahan gen cukup sulit dan
aplikasinya terbatas untuk terapi gen. Secara detail, cara kerja CRISPR-Cas9 ditunjukkan
pada Gambar 1.
Gambar 1. Cara Kerja CRISPR-Cas9

CRISPR mempunyai fungsi sebagai berikut:


1. Knockout
CRISPR secara permanen mengganggu fungsi gen dalam sel atau organisme tertentu
tanpa mutasi
2. Edit
Menghasilkan perubahan urutan yang diharapkan dalam gen tertentu, seperti
menghasilkan mutasi titik (point mutation).
3. Supression atau inhibitor (CRISPRi)
Mengurangi ekspresi gen tertentu tanpa memodifikasi gen secara permanen
4. Activation (CRISPRa)
Meningkatkan ekspresi gen tanpa memodifikasi gen secara permanen.
CRISPR memiliki puluhan ribu panduan yang dirancang untuk menarget semua gen
pengkode dalam gen manusia (lebih dari 3000 gen telah dikaitkan dengan mutasi penyebab
penyakit), sehingga memungkinkan para peneliti untuk melakukan terobosan genetik dalam
hal pencegahan dan terapi serta meningkatkan kualitas hidup manusia. Usaha
mengembangkan teknologi CRISPR ini membantu kemajuan terapi gen untuk penyakit
genetik. Pengubahan DNA manusia dengan CRISPR dalam penelitian telah dilakukan untuk
menemukan pengobatan baru pada kondisi medis berat seperti membuang gen yang
dirancang untuk menarget semua gen pengkode dalam gen manusia (lebih dari 3000 gen
telah dikaitkan dengan mutasi penyebab penyakit), sehingga memungkinkan para peneliti
untuk melakukan terobosan genetik dalam hal pencegahan dan terapi serta meningkatkan
kualitas hidup manusia. Usaha mengembangkan teknologi CRISPR ini membantu kemajuan
terapi gen untuk penyakit genetik. Pengubahan DNA manusia dengan CRISPR dalam
penelitian telah dilakukan untuk menemukan pengobatan baru pada kondisi medis berat
seperti membuang gen yang bertanggung jawab pada timbulnya suatu penyakit,
menghancurkan sekuens yang mengakibatkan resistensi obat, serta menjadi sebuah alat
perekam molekular. Saat ini berbagai macam penyakit sedang dicoba untuk dieksplorasi,
yaitu termasuk kelainan gen tunggal seperti cystic fibrosis, hemofilia, kebutaan, malaria,
penyakit sel sabit, hingga usaha mendesain calon bayi. CRISPR juga menjanjikan
pengobatan dan pencegahan penyakit yang lebih kompleks, seperti kanker, penyakit
jantung, penyakit mental, dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). CRISPR
dapat digunakan untuk mengubah gen embrio manusia di stadium awal dan berpotensi untuk
diteruskan kepada anak-anaknya.

B. Insiden CRISPR
Sempat terjadi beberapa tragedi dalam upaya awal memperbaiki mutasi genetik
penyebab penyakit pada manusia; di Inggris, pernah terjadi anak-anak menderita penyakit
terkait gen-X kombinasi dengan imunodefisiensi berat akibat pengubahan gen dengan
CRISPR. Di Cina pada tahun 2018, seorang peneliti secara kontroversial mengaku telah
menciptakan kelahiran bayi perempuan kembar yang telah diubah secara genetik dengan
teknologi CRISPR dengan tujuan untuk membuat bayi lebih resisten terhadap virus HIV,
mencetuskan inovasi ‘designer babies’. Upaya ini di Cina telah dikutuk sebagai tindakan
yang tidak etis, namun beberapa kalangan berpendapat hal tersebut dapat bermanfaat di
masa depan.
Seiring kemajuannya, masih diperlukan pembahasan lebih lanjut untuk memperjelas
keamanan dan spesifisitas aplikasi CRISPR terhadap tantangan sosial dan etik. Misalnya,
pada kasus perubahan gen pada sel telur atau sperma (sel germinal) atau gen dalam embrio
yang dapat diteruskan ke generasi mendatang. Pengubahan gen demikian akan
memunculkan sejumlah tantangan etis, termasuk apakah akan diperbolehkan menggunakan
teknologi tersebut untuk meningkatkan sifat-sifat manusia yang normal (seperti tinggi badan
atau kecerdasan). Atas dasar kekhawatiran terhadap etik dan keamanannya, maka
pengubahan sel germinal dan gen embrional saat ini masih ilegal di banyak negara.
Pembahasan lainnya, CRISPR masih memiliki masalah etik terkait potensi kegagalan
ataupun keberhasilannya. Kegagalan mengubah gen menyebabkan seorang individu akan
terpapar risiko efek samping. Konteks etik yang perlu dipertimbangkan adalah
prinsipprinsip autonomy, altruism, do-not-harm, dan justice. Sedangkan dalam hal
keberhasilan, salah satu hal yang paling signifikan ialah dampak teknologi di masa depan
jika individu mengalami pengubahan gen secara sepihak tanpa persetujuan mereka. Masih
belum banyak bukti untuk mendukung teknologi pengubahan gen ini. Masih terdapat risiko
yang tidak diketahui konsekuensinya terhadap kesehatan, dan masalah etik belum
sepenuhnya dibahas dan diselesaikan. Sebagai langkah utama untuk menghindari masalah
etis, The International Commission on the Clinical Use of Human Germline Genome Editing
sedang merumuskan pedoman dan peraturan yang lebih ketat untuk praktik pengeditan
DNA pada embrio manusia.

C. CRISPR-Cas9 dalam Tinjauan Filsafati


Sikap dasar yang selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang
ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan
dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada
filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia
mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh, menyangkut
hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga ke dasar. Membicarakan
tentang CRISPR-Cas9 tentu memerlukan waktu diskusi yang sangat panjang. Banyak
manfaat yang dirasakan dari teknologi CRISPR-Cas9 yang ditawarkan, namun di balik
kecanggihannya CRISPR-Cas9 juga menawarkan sebuah bencana jika manusia sendirilah
melanggar batas-batas yang telah disepakati. Penulis akan mencoba untuk menguraikan satu
persatu tinjauan filsafati dari penggunaan CRISPR-Cas9 ditinjau dari aspek etika yang ada
secara ontologi, aksiologi, dan epistomologi.
1. Pendekatan Ontologi
Ilmu secara ontologis membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-
daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang
berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada
pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak
pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu.
Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten
dengan asas epistemologi keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris
dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.
Ilmu dalam kaitannya dengan kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek penelaahan,
kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia,
merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan. Secara
ontologis ilmu bersifat netral terhadap nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam
menafsirkan hakikat realitas sebab ilmu merupakan upaya manusia untuk mempelajari
alam sebagaimana adanya.

2. Pendekatan Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Metode
ilmiah pada dasarnya merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh
pengetahuannya berdasarkan: (a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan
argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil
disusun; (b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran
tersebut; (c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenaran
pernyataannya secara faktual. Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang
bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi
secara empiris berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap
kenyataan faktual. Verifikasi ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain selain
yang terkandung dalam hipotesis. Verifikatif faktual membuka diri terhadap kritik pada
kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Kebenaran ilmiah dengan
keterbukaan terhadap kebenaran baru mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya secara
berulang (siklus) berdasarkan cara berpikir kritis. Proses kegiatan keilmuan yang
berkaitan dengan moral dalam setiap upaya ilmiah harus ditunjukkan, untuk menemukan
kebenaran yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan
langsung tertentu dan hak hidup berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual.
Jadi, ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci
kebohongan.

3. Pendekatan Aksiologi
Ilmu pada dasarnya harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup
manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau
keseimbangan alam. Pengetahuan ilmiah untuk kepentingan manusia diperoleh, disusun
dan dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan
pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu
menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras,
ideologi, atau agama.
4. Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Teknologi CRISPR-Cas9
Filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan IPTEK yang
ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Sebab dengan mempelajari
filsafat ilmu, maka para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak
terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap
keterbukaan diri dikalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling menyapa dan
mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat
manusia. Filsafat ilmu sebagai cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang
sejarah perkembangan ilmu. Metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan
para ilmuwan secara umum mengandung tujuan-tujuan sebagai berikut:
Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis
terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap
solipsistik, menganggap bahwa hanya pendapatnya yang paling benar.
Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuwan. Kecenderungan yang terjadi dikalangan para ilmuwan modern
adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan
itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang
sesuai atau cocok dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya. Metode hanya
sarana berpikir, bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan.
Ketiga, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas
penerimaan dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut,
pembahasan dalam hal ini dibicarakan dalam metodologi, yaitu ilmu yang mempelajari
tentang cara-cara untuk memperoleh kebenaran. Adapun implikasi filsafat ilmu terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan.
a. Bagi seorang ilmuwan diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu,
baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak
yang kuat. Hal ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman
secara garis besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan
mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Sehingga antara ilmu yang
satu dengan lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerja sama
yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
b. Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menari
gading” yaitu hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan
kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak
dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.
Melalui penjabaran implikasi filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan
tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa kecanggihan teknologi CRISPR-
Cas9 sebagai buah dari perkembangan teknologi sebaiknya dan selayaknya dilakukan
dengan batasan norma yang jelas dan terukur.
Secara pendekatan ontologi, ilmuwan harus bisa menempatkan dirinya pada batas
yang jelas. Para ilmuwan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat
manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
Apa yang telah dilakukan oleh salah satu ilmuwan China memberikan gambaran bahwa
manusia mungkin saja memberikan ruang dalam menentang hukum alam sebagai
representasi takdir Tuhan.
Dalam batasan epistemologi, perkembangan ilmu pengetahuan harus selalu
berkaitan dengan moral, penuh kejujuran, tanpa memiliki kepentingan tertentu, dan
mengesampingkan kekuatan argumentasi secara individual. CRIPSR-Cas9 haruslah
digunakan secara tepat. Bukan hanya dilakukan dalam menunjukkan eksistensi diri para
ilmuwan bahwa mereka mampu melakukan hal-hal di luar batasan manusia. Pendapat
dan argumentasi para ilmuwan yang mendasari riset mengenai CRISPR-Cas9 harus
didasari oleh kebenaran, kebenaran suatu hal dilakukan dan tidak membenarkan
kebohongan.
Terakhir, pendekatan aksiologi juga memberikan batasan yang jelas bagaimana arah
teknologi CRISPR-Cas9 ini dikembangkan ke arah kemasalahatan umat. Langkah para
ilmuwan untuk menggunakan teknologi dalam bidang penyembuhan penyakit dirasa
sudah sangat tepat. Tentu saja, bagaimana langkah penyembuhan yang diambil dengan
teknik CRISPR-Cas9 tidak boleh melampaui batas etika yang ada sehingga melanggar
kodrat manusia atau makhluk hidup itu sendiri.

5. Implikasi Etis Perkembangan Teknologi CRISPR-Cas9


Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung jawab
terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di
masa-masa lalu, sekarang maupun akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan bebas
manusia dalam kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya teknologi CRISPR-Cas9 terbukti ada yang dapat mengubah suatu
aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggung jawab untuk
selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam perubahan tersebut akan merupakan
perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri,
maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Manusia harus
menyadari juga apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia yang seharusnya, baik dalam
hubungannya sebagai pribadi, dengan lingkungan, dan sebagai makhluk yang
bertanggug jawab terhadap Khaliknya. Jika melihat beberapa dampak negatif dari
CRISPR-Cas9, maka betapa perlunya kendali etik terhadap perkembangan teknologi
tersebut, untuk mencegah proses degeneratif berlanjut. Jacob (1988) berpendapat bahwa
usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meredam pengaruh negatif tersebut antara lain
adalah:
a. Rehumanisasi
Mengembalikan martabat manusia dalam perkembangan teknologi modern yang
sangat cepat itu dengan berbagai cara. Kecepatan perkembangan teknologi
sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan adaptasi populasi yang bersangkutan.
Pendidikan seyogyanya tidak berat sebelah, terutama pada tingkat tersier: nilai tidak
dapat dipisahkan dari keterampilan. Keterampilan baru memerlukan etika baru,
karena perkembangan nilai-nilai agama, etika, hukum dan kebijakan lebih lambat
daripada perkembangan teknologi, maka masalah ini harus mendapat perhatian
khusus. Dalam peningkatan hidup manusia, tidak hanya kualitas ekstrinsik yang
perlu mendapat perhatian, tetapi juga kualitas intrinsik.
b. Kemampuan memilih
Etika seharusnya menentukan bahwa apa yang mungkin diteliti dan dikembangkan
tidak dapat dilakukan jika tidak manusiawi, maka segala yang teknis mungkin akan
dikerjakan, tidak dipertentangkan dan dengan disaring oleh nilai-nilai kemanusiaan.
c. Arah Perkembangan Kemajuan
Dalam arah perkembangan kemajuan nasional, bahkan internasional diperlukan
etika untuk menjamin keadilan sosial internasional dan hak asasi bangsa-bangsa.
d. Revitalisasi
Diperlukan daya-daya positif untuk mencegah distorsi biokultural yang
berkelanjutan. Pembangunan pada akhirnya akan menuju ke suatu kebudayaan baru
di masa depan. Persiapan-persipan harus menyeluruh. Kode-kode harus jelas dan
dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari, terus diadaptasi dan diseminasi seluas
mungkin dalam berbagai lingkungan dengan berbagai media.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan pada Bab pendahuluan, dapat
disimpulkan bahwa teknologi CRISPR-Cas9 merupakan sebuah penemuan canggih yang
dapat mengubah tatanan hidup dunia. CRISPR-Cas9 sebagai gunting DNA mampu
CRISPR-Cas9 mengubah, memperbaiki, mengganti, mendelesi, ataupun menginsersi
bagian DNA pada sel dan makhluk hidup. Usaha mengembangkan teknologi CRISPR ini
membantu kemajuan terapi gen untuk penyakit genetik CRISPR-Cas9 juga menjanjikan
pengobatan dan pencegahan penyakit yang lebih kompleks, seperti kanker, penyakit
jantung, penyakit mental, dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Seiring
kemajuannya, masih diperlukan pembahasan lebih lanjut untuk memperjelas keamanan dan
spesifisitas aplikasi CRISPR-Cas9 terhadap tantangan sosial dan etik. Rekayasa gen dalam
CRISPR-Cas9 akan memunculkan sejumlah tantangan etis, termasuk apakah akan
diperbolehkan menggunakan teknologi tersebut untuk meningkatkan sifat-sifat manusia
yang normal (seperti tinggi badan atau kecerdasan).
Dari implikasi filsafat ilmu dalam teknologi CRISPR-Cas9 ini, melalui pendekatan
ontologi, epistomologi, dan aksiologi sepakat bahwa para ilmuwan tidak boleh melakukan
upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan
mencampuri permasalahan kehidupan. Selain itu, CRIPSR-Cas9 haruslah digunakan secara
tepat, bukan hanya dilakukan dalam menunjukkan eksistensi diri para ilmuwan bahwa
mereka mampu melakukan hal-hal di luar batasan manusia. Terakhir, teknologi CRISPR-
Cas9 ini hendaknya dikembangkan ke arah kemasalahatan umat. Langkah para ilmuwan
untuk menggunakan teknologi dalam bidang penyembuhan penyakit dirasa sudah sangat
tepat. Dan tentunya tidak boleh melampaui batas etika yang ada sehingga melanggar kodrat
manusia atau makhluk hidup itu sendiri.
B. Saran
Melalui tulisan dalam makalah ini, apa yang diharapkan dari paparan mengenai
teknologi CRISPR-Cas9 dapat mengedukasi pembaca maupun khalayak untuk dapat
lebih bijak dalam menyikapi perkembangan teknologi. Penemuan-penemuan baru dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi CRISPR-Cas9 terbukti ada yang
dapat mengubah suatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut
tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam perubahan
tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi itu sendiri, maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Manusia harus
menyadari juga apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia yang seharusnya, baik dalam
hubungannya sebagai pribadi, dengan lingkungan, dan sebagai makhluk yang
bertanggug jawab terhadap Khaliknya.
DAFTAR PUSTAKA

Angeline, W. K. (2020). CRISPR - Inovasi Biologi Molekuler dan Medis yang


Kontroversial. Memorial Hospital Medan
Polcz, S., Lewis, A. (2016). CRISPR-Cas9 and the non-germline non-controversy.
Journal of Law and the Biosciences, 413–425
Brokowsky, C., Adli, M. (2018). CRISPR Ethics: Moral Considerations for
Applications of a Powerful Tool. J. Mol. Biol xx.xxx-xxx
Jaya, I. K. N. A. Filsafat Ilmu Dalam Iptek. Fakultas Teknologi Informasi dan Sains
Program Studi Sistem Informasi.
Jacob, T., (1988). Manusia, Ilmu dan Teknologi Pergumulan abadi Dalam Perang dan
Damai. PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta
Habibah, S. Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi. Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul Ulum
Lamongan

Anda mungkin juga menyukai