Anda di halaman 1dari 85

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT


DENGAN RESPONSE TIME DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSU. WISATA UIT
MAKASSAR

Disusun Oleh :

REZKY HANDAYANI

18.01.088

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI S1-KEPERAWATAN
2020

1
2

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT


DENGAN RESPONSE TIME DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSU. WISATA UIT
MAKASSAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi Keperawatan Stikes Panakkukang Makassar

Disusun Oleh :

REZKY HANDAYANI

18.01.088

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI S1-KEPERAWATAN
2020
3

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT


DENGAN RESPONSE TIME DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSU WISATA UIT
MAKASSAR

Di Susun Oleh :
REZKY HANDAYANI
18.01.088

Telah dipertahankan di depan Sidang Tim Penguji Akhir


Pada tanggal 22 Februari 2020
Dan dinyatakan LULUS

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ns. Makkasau Plasay, M.Kes., M.EDM Ns. Muh Zukri Malik, S.Kep., M.Kep
NIK : 093 152 02 03 021 NIK : 093 152 02 03 043

Penguji I Penguji II

Ns. Muh. Yusuf Tahir, S.Kep., M.Kes., M.Kep Ns. H. Hamzah Tasa, M.Kes., M.Kep
NIK : 093 152 02 03 054 NIK : 092 00 87 003

Mengesahkan,

Ketua Stikes Panakkukang Makassar Ketua Program Studi S-1 Keperawatan

Dr. Ns. Makkasau Plasay, M.Kes., M.EDM Ns. Muh Zukri Malik, S.Kep., M.Kep
NIK. 093 152 02 03 021 NIK. : 093 152 02 03 043
4

HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN


PERAWAT DENGAN RESPONSE TIME DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSU. WISATA UIT MAKASSAR

Disusun Oleh :

REZKY HANDAYANI

18.01.088

Telah disetujui untuk diseminarkan,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ns. Makkasau Plasay, S.Kep., M.Kes., M.EDM) (Ns. Muh. Zukri Malik,S.Kep.,M.Kep)
NIK. 193.152.01.03.021 NIK. 093 152 02 03 043

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Keperawatan

(Ns. Muh. Zukri Malik,S.Kep.,M.Kep)


NIK. 093 152 02 03 043
5

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tanan dibawah ini :

Nama : Rezky Handayani

NIM : 1801088

Program Studi : S1 Keperawatan (Alih Jenjang)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pemikiran

yang pernah ditullis atau diterbitkan oleh oranglain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian

atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya oranglain, meka saya bersedia

mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa gelar

kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada

paksaan sama sekali.

Makassar, 2020
Yang membuat pernyataan

Rezky Handayani
1801088
6

ABSTRACT

REZKY HANDAYANI : THE CORRELATION OF THE NURSES’ KNOWLEDGE


LEVEL AND THE RESPONSE TIME AT THE EMERGENCY ROOM OF RSU.
WISATA UIT OF MAKASSAR.

SUPERVISED BY : Makkasau Plasay and Muh. Zukri Malik (i-xiii+68 pages + 10 tables
+ 1 figure + 10 appendixes).

Introduction : Response time is the speed of the patients treated since patients came to
receive medical services in matter of minutes (Suhartati et al. 2011). One of the indicator
shall be achieved in performing special healt service in emergency room is precise response
time treatmet to gain the expected results. The standard response time is stipulated in the
health ministry stipulation of the Republic of Indonesia No 856/Menkes/SK/IX/2009
regarding to the standard of the Hospital Emergency Room which stated that the patient
with emergency situation should be treated in 5 (five) minutes after arriving at the
emergency room.

Objective: To find out the correlation between the nurses’ knowledge level and the
response time at the emergency room of RSU. Wisata UIT of Makassar.

Research Mehod: This is an analytical survey method that employs the approach of cross-
sectional study. The research was conductrd at the emergency room of RSU. WIsata UIT
of Makassar.

Result: The result shows that there is correlation between the Nurses’ knowledge level and
the response time at the emergency room of RSU. Wisata UIT of Makassar. The data
statistical analysis by using Chi-Square test obtained the result of cell 1 (25,0%)with the
expected count < 5 and the value of Fisher’s Test p = 1.000, gained the value of p > @
(0.05). Therefore, Ha is denied and null hypothesis (H0) is granted, it means there is no
correlation between the nurses’ knowledge level and the response time at the emergency
room of RSU. Wisata UIT.

Conclusion an suggestion: There is no correlation between the nurses’ knowledge level and
the response time at the emergency room of RSU. Wisata UIT. Some key variabels should
be include related to the nurses’ response time in the future studies.

Keywoerd : Knowledge, nurses, response time.

Reference: 25 (2001-2019)
7

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis

dapat menyelesaikan Skripsi berjudul: “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat

dengan Response Time di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT

Makassar”.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak

masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berguna dan

bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada

kesempatan ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan terima kasih setulus-

tulusnya dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak H. SumardinMakka, SKM., M.Kes, selakuKetuaYayasanSekolah Tinggi

IlmuKesehatanPanakkukang Makassaryang telahmemberikanbimbingan,

pengarahan, kritik, saran danmotivasi dalam penyusunan skripsi ini ;

2. Bapak Dr. Ns. Makkasau Plasay.,S.Kep.,M.Kes.,M.EDM, selaku ketua STIKes

Panakkukang Makassarsekaligus selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini;

3. Bapak Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan sekaligus selaku pembimbing IIyang telah memberikan bimbingan,

pengarahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.


8

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... ii
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ........................................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... x
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian................................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Gawat Darurat .......................................................................... 9

B. Tinjauan Response Time ....................................................................................... 21

C. Tinjauan Tentang Pengetahuan dan Keterampilan................................................ 27

D. Tinjauan Tentang Perawat .................................................................................... 33

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Keterampilan Perawat dengan Response

Time di Instalasi Gawat darurat ............................................................................ 40

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual ............................................................................................ 42


viii
9

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Skala Triage Australia (Kartikawati, 2013) ....................................... 15

Tabel 1.2. Skala Triage Kanada (Kartikawati, 2013) ...................................... 16

Tabel 1.3. Skala Triage Manchester (Kartikawati, 2013) ................................ 17

Tabel 2.1. Klasifikasi variable dandefinisioperasional .................................... 46

Tabel 3.1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ......................... 46

Tabel 3.2. Distribusi Berdasarkan Umur Responden....................................... 46

Tabel 3.3. Distribusi Berdasarkan Pendidikan Responden .............................. 46

Tabel 3.4. Distribusi Berdasarkan Pengetahuan Responden ........................... 46

Tabel 3.5. Distribusi Berdasarkan Response Time Responden ....................... 46

Tabel 3.6. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Response Time . 46


10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi

Lampiran 2 Lembar Menjadi Responden

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 4 Lembar Kuisioner

Lampiran 5 Lembar Observasi

Lampiran 6 Tabulasi Data Demografi

Lampiran 7 Hasil Uji Statistik

Lampiran 8 Surat Rekomendasi Penelitian

Lampiran 9 Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 10 Surat Kode Etik

Lampiran 11 Foto Hasil Dokumen Penelitian

Lampiran 12 Riwayat Hidup Penulis


11

DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
WHO Word Health Organization
KEMENKES RI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
DEPKES Departemen Kesehatan
AHA American Hospital Association
P1 Prioritas Satu
P2 Prioritas Dua
P3 Prioritas Tiga
12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi gawat darurat merupakan ujung tombak pelayanan rumah sakit

yang terus meningkat jumlah pasiennya, baik karena kurangnya staf,

kurangnya tempat tidur, proses operasional yang buruk, kurangnya akses

universal terhadap pencegahan dan perawatan primer, penutupan, dan

konsolidasi rumah sakit dan trauma centre. Persoalan yang kompleks dan

fenomena multi disiplin ini mengakibatkan lambatnya penanganan pasien,

rasa sakit dan penderitaan berkepanjangan, tertundanya pengobatan dan

perawatan pasien, peningkatan jumlah pasien yang pulang tanpa pelayanan,

kelelahan dokter, perawat dan staf (Rudy,2014)

Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba menuntut

tindakan segera yang mungkin karena epidemi, kejadian alam, untuk bencana

teknologi, perselisihan atau kejadian yang disebabkan oleh manusia (WHO,

2012). Keadaan gawat darurat yaitu keadaan klinis dimana pasien sangat

membutuhkan pertolongan tenaga kesehatan dengan segera untuk mengurangi

kecacatan lebih lanjut dan menyelamatkan nyawa pasien (Depkes RI, 2009).

Instalasi gawat darurat menyediakan penanganan awal bagi pasien yang

menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

Sesuai dengan pendapat AHA (American Hospital Association) tahun 2010

mengatakan bahwa masyarakat mengandalkan ruang gawat darurat untuk


13

mencari perawatan dan perawatan medis dalam kondisi mengancam jiwa

ataupun tidak.

Data kunjungan pasien ke UGD di Indonesia adalah 4.402.205 pasien

(13,3%) dari total kunjungan ke rumah sakit umum (Menteri Kesehatan,

2014).Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Instalasi Gawat darurat RSU.

Wisata UIT Makassar, didapatkan data kunjungan pasien yang masuk melalui

IGD pada tahun 2017 sebanyak 11.261 orang pasien dengan rata-rata pasien

perhahari sebanyak 31%. Pada tahun 2018 sebanyak 10.834 pasien dengan

jumlah rata-rata pasien perhari sebanyak 31%, dimana mengalami penurunan,

sedangkan pada tahun 2019 dari bulan Januari hinga bulan September

sebanyak 883 pasien yang memungkinkan akan mengalami kenaikan

pengunjung pasien IGD hingga bulan desember 2019 akan datang. Data pasien

ini termasuk pasien berulang maupun pasien baru dimana pasien dengan

keluhan yang berbeda-beda. Dari data kunjungan tersebut di RSU. Wisata UIT

Makassar didapatkan response time dalam 3 bulan terakhir rata-rata 7 sampai

10 menit dimana dikategorikan lambat karena ≥5 menit, hal ini diakibatkan

banyak faktor salah satunya karena meningkatnya jumlah kunjungan pasien

yang masuk di IGD RSU. Wisata UIT Makassar.

Response Time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien,

dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan (Suhartati et al.

2011). Dalam melakukan layanan kesehatan khusus di unit gawat darurat, salah

satu indikator yang harus dicapai yaitu penangan response time yang tepat

untuk mencapai hasil yang diharapkan. Standar response time tertuang dalam
14

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

856/Menkes/SK/IX/2009 tentang standar Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

yang menyebutkan bahwa pasien gawat darurat harus terlayani paling lama 5

(lima) menit setelah sampai di gawat darurat, begitu juga dalam Keputusan

Menteri Kesehatan No 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit di sebutkan waktu tanggap pelayanan di IGD adalah ≤5

(lima) menit terlayani setelah kedatangan pasien.

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan

tindakan cepat dan tepat pada seorang atau kelompok agar dapat

meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan. Upaya

peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar,

sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam sehari-hari

maupun dalam keadaan bencana (Nurhasim, 2015).

Dampak yang dapat terjadi jikawaktu tanggap atau response time lambat

akanberdambakpadakondisi pasiensepertirusaknyaorgan- organ dalam atau

komplikasi, kecacatan bahkan kematian, dan apabilawaktu tanggap cepat maka

akan berdampak positif yaitu mengurangi pembiayaan, tidak terjadi komplikasi

dan berkurangnya angka mortalitas dan morbilitas (Kemenkes, 2009). Menurut

Word Healt Organization (WHO) terdpat beberapa penyakit yang dianggap

gawat darurat dan penyumbang kematian terbanyak di dunia diantaranya

adalah penyakit jantung iskemik 7,4 juta (13,2%), stroke 76.7 juta (11.9%),

penyakit paru obstruktif kronik 3,1 juta (5,6%), Infeksi pernapasan bawah 3,1

juta (5,5%), dan kanker 1,6 juta (2,9%), kasus cedera atau kecelakaan
15

memberikan angka kematian mencapai 1,2 juta. Dari beberapa kasus tersebut

maka perlu peningkatan layanan kesehatan sesuai dengan standar termasuk

tingkat pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan yang berada di

lingkup Instalasi Gawat Darurat.

Pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas kesehatan IGD sangat

dibutuhkan dalam pengambilan keputusan klinis agar tidak terjadi kesalahan

dalam melakukan pemilahan saat triage sehingga dalam penanganan pasien

bisa lebih optimal dan terarah (Oman, 2008).

Hasil penelitian Sabriyati. O.W, dkk (2012), bahwa faktor-faktor yang

berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di IGD bedah

dan non bedah adalah ketersediaan stretcher, ketersediaan petugas triase, pola

penempatan staf, tingkat karakteristik pasien, factor pengetahuan, keterampilan

dan pengalaman petugas kesehatan, yang menangani kejadian gawat darurat.

Terdapat hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan IGD terhadap

tindakan triage berdasarkan priorotas dan ada hubungan antra sikap petugas

kesehatan IGD terhadap tindakan triage berdasarkan priorotas sehingga

pengetahuan tentang response time untuk petugas kesehatan sangat penting

untuk memberikan asuhan keperawatan yang bermakna.

Hasil penelitian Ahmad (2012), terdapat beberapa faktor yang

berhubungan dengan waktu tanggap perawat dalam melakukan tugasnya,

faktor tersebut adalah faktor internal meliputi pengetahuan, pendidikan, lama

kerja, motivasi, umur, dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi imbalan dan

sarana prasarana. Hasil penelitian Martanti 2015 tersebut menunjukkan bahwa


16

semakin baik tingkat pengetahuan maka akan semakin terampil dalam

pelaksanaan triage. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maatilu 2014,

response time pada penanganan pasien gawat darurat di IGD didapatkan

response time perawat dalam penanganan kasus gawat darurat rata-rata lambat

(> 5menit). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Noor (2009), response

time pada penanganan pasien IGD didapatkan waktu tanggap 7,4 menit.

Pada kenyataan yang ada banyak terjadi keterlambatan waktu tangap

perawat yaitu adanya waktu tanggap lebih dari 5 menit, hal ini menunjukkan

belum terpenuhnya standar IGD sesuai keputusan Menteri Kesehatan tahun

2019.Keterlambatan penanganan pada pasien di Instalasi Gawat Darurat

dapat mengakibatkan kecacatan atau kematian yang mana menurut Maatilu

(2014) dalam penelitiannya membuktikan waktu tanggap perawat pada

penanganan pasien gawat darurat yang memanjang dapat menurunkan usaha

penyelamatan pasien dan terjadinya perburukan kondisi pasien.

Perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya di berbagai

situasi dan kondisi yang meliputi tindakan penyelamatan pasien secara

profesional khususnya penanganan pada pasien gawat darurat, hal ini tidak

lepas dari pentingnya tingkat pengetahuan perawat dalam menanangani kasus

pasien gawat darurat sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan response time di

Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT Makassar.

A. Rumusan Masalah
17

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut :“ Adakah Hubungan Pengetahuan

Perawat dengan Response Time di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT

Makassar?”

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk diketahuinya hubungan

tingkat pengetahuan perawat dengan respon time di Instalasi Gawat Darurat

RSU. Wisata UIT Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran pengetahuan perawat tentang response time

pasien di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT Makassar.

b. Diketahuinya Response Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSU.

Wisata UIT Makassar.

c. Diketahuinya tidak ada hubungan pengetahuan perawat dengan

response time di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT Makassar.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan ilmu tentang hubungan pengetahuan

dan keterampilan perawat dengan response di Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi penelitian

bagi peneliti selanjutnya.


18

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSU. Wisata UIT Makassar

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

RSU. Wisata UIT Makassar Makassar dalam upaya peningkatan

penerapan respon time sesuai dengan standar yang telah ditetapkan di

Instalasi Gawat Darurat sehingga dapat mempercepat respon time

pelayanan kegawat daruratan.

b. Bagi Perawat

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai wacana untuk

meningkatkan pengetahuan perawat dengan response time dalam

pelayanan kepada pasien IGD dan dapat menerapkan respon time

pelayanan kegawat daruratan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

c. Bagi Masyarakat

Menambah wawasan pengetahuan tentang respon time pelayanan

kegawat daruratan sehingga masyarakat dapat membantu rumah sakit

dengan memberikan kritik dan saran untuk peningkatan

pelayanankegawat daruratan. Masyarakat bisa mendapat pelayanan

yang cepat dan lebih baik.

d. Bagi Peneliti
19

Penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang hubungan

pengetahuan dan keterampilan perawat dengan response time pasien di

IGD, mengaplikasikan mata kuliah Metodologi Riset dan Riset

Keperawatan, serta merupakan pengalaman dalam melakukan

penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjaun tentang Gawat Darurat

1. Pengertian

Gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan

kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk

menyelamatkan kehidupan (life saving).(Nurhasim, 2015).Gawat darurat

adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama

pada pasien dengan ancaman kematian dan kecatatan secara terpadu dengan

melibatkan berbagai multidisiplin (Setyawan, 2015)

Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu

keadaan yang dinilai sebagai ketergantunganseseorang dengan menerima

tindakan medis atau evaluasi tindakan operasi dengan segera. Berdasarkan

definisi tersebut the American of Emergency Physicians states dalam

melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal dalam

mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien

dan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya

(Setyawan, 2015).

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat

memberikan tindakan cepat dan tepat pada seorang atau kelompok agar

dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan.

Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan

20
21

dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam

sehari-hari maupun dalam keadaan bencana (Nurhasim, 2015).

2. Ruang Lingkup Pelayanan Gawat Darurat

a. Pasien dengan kasus true emergency

Yaitu pasien yang tiba-tiba berda dalam keadaan gawat darurat atau

akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya

(akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatanya.

b. Pasien dengan kasus false emergency

Yaitu pasien dengan :

1) Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat

2) Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badan

3) Keadaan tidak gawat dan tidak darurat (Nurhasim, 2015)

Menurut (Setyawan, 2015), penatalaksanaan awal diberikan untuk :

1) Mempertahankan hidup

2) Mencegah kondisi menjadi lebih buruk

3) Meningkatkan pemulihan

Menurut (Setyawan, 2015), seorang yang memberikan penatalaksanaan

awal di ruang IGD harus :

1) Mengkaji sesuatu

2) Menetukan diagnosis untuk setiap korban

3) Memberikan penanganan yang cepat dan adekuat, mengingat bahwa

korban mungkin memiliki lebih dari satu cedera dan beberapa

korban akan membutuhkan perhatan daripada yang lain


22

4) Tidak menunda pengiriman korba ke Rumah Sakit sehubungan

dengan kondisi serius

Pada penderita trauma, waktu sangat penting, oleh karena itu

diperlakukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini

dikenal sebagai initial assessment (penilaian awal) dan meliputi

(Setyawan, 2015):

1) Persiapan

2) Triase

3) Primary survey (ABCDE)

4) Resusitasi

5) Tambahan teradap primary survey dan resusitasi

6) Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis

7) Tambahan terhadap Secondary survey

8) Pemantauan dan re-evaluasi berkelanjutan

3. Penanganan Gawat Darurat

a. Primary Survey

Penatalaksanaan awal pada pasien primary survey dilakukan pendekaan

melalui ABCDE yaitu :

1) Airway

Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam

resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam

penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama

yang harus dinilai adalah kelancaran jalan napas, yang meliputi


23

pemeriksaan jalan napas yang dapat disebabkan oleh benda asing,

fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau

trakea.. ganggua airway dapat timbul secara mendadak dan total,

perlahanlahan dan sebagian,danprogresif dan atau berulang

(Setyawan, 2015)

Dalam (Setyawan, 2015), kematian-kematian dini karena

masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat

disebabkan oleh :

a) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway

b) Ketidakmampuan untuk membuka airway

c) Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang keliru

d) Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang

e) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi

f) Aspirasi isi lambung

2) Breathing

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel memerlukan

pasokan konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi

kimawi penghasil energi, yang menghasilkan CO2 yang harus

dikeluarkan secara terus-menerus. Airway yang baik tidak dapat

menjamn pasien dapat bernapas dengan baik pula (Setyawan,

2015). Menjamin terbukanya airway merupakan langkah awal

penting untuk pemberian oksigen, oksigenasi yang memadai

menunjukkan pengiriman oksigen sesuai ke jaringan untuk


24

memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai

secara klinis (Setyawan, 2015).Pernapasan yang tidak adekuat,

ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-mask

merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila

dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu

petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik

(Setyawan, 2015)

3) Circulation

Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma.

Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status

hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran,

warna kulit dan nadi (Setyawan, 2015).

a) Tingkat kesadaran

Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang

menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.

b) Warna kulit

Wajah yang keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat

merupakan tanda hipovolemia

c) Nadi

Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti arteri

femoralis dan arteri karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi,

kecepatan dan irama. Dalam keadaan darurat yang tidak


25

tersedia alat-alat, maka secara cepat kita dapat memperkirakan

tekanan darah dengan meraba pulsasi :

(1) Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah

minimal 70 mmHg sistol

(2) Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah

minimal 80 mmHg sistol

(3) Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, makan tekanan

darah minimal 70 mmHg sistol

(4) Jika teraba pilsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah

minimal 60 mmHg sistol.

4) Disability

Menjelang akhiri primary survey dilakukan evaluasi terhadap

keadaan neurologis secara cepat. Hal yang di nilai adalah tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan

tingkat cedera spinal. Cara cepat dalam mengevaluasi status

neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GCS

(Glasgow coma scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam

mengevaluasi status neurologis, dapat dilakukan pada saat survey

sekunder (Setyawan, 2015)

5) Exposure

Exposure/environmental control, membuka baju penderita,

tetapi cegah hipotermia merupakan bagian akhir dari primary

survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemuadian


26

nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung engan

memiringkan paseien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti

penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup

hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan

untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi (Setyawan, 2015)

b. Secondary survey

Setelah dilakukan primary survey dan masalah yang terkait dengan

jalan napas, pernapasan, sirkulasi dan status kesadaran telah selesai

dilakukan tindakan, maka tahapan selanjutnya adalah secondary

survey. Pada secondary survey pemeriksaan lengkap mulai dari head to

toe .

4. Penilaian Awal (Triage)

Sistem tingkat kedaruratan triage mempunyai arti yang penting karena

triage merupakan suatu proses mengomunikasikan kondisi kegawat

daruratan pasien di Dalam UGD.Jika data hasil pengkajian triage

dikumpulkan secara akurat dan konsisten, maka suatu UGD Dapat

menggunakan keterangan tersebut untuk menilai dan menganalisis, serta

menentukan suatu kebijakan, seperti berapa lama pasien dirawat di UGD,

berapa hari pasienharus dirawat di rumah sakit jika pasien diharuskan untuk

rawat inap, dan sebagainya (Kartikawati, 2013).

Adapun beberapa kategori triage antara lain :


27

a. Skala TriageAustralia

Skala triage Australia ini banyak digunakan di UGD rumah sakit di

Australia. Penghitungan waktu dimulai sejak pasien pertama kali tiba

di UGD, pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan hanya jika perawat

akan mengambil keputusan tingkat kedaruratan triage. Selain itu,

proses triage meliputi pemeriksaan kondisi kegawat daruratan pasien

secaramenyeluruh.

Tabel 1.1. Skala Triage Australia (Kartikawati, 2013).

Waktu untuk Perawat


Tingkat
Sangat mengancam hidup Langsung
Sedikit mengancam hidup 10 menit
Beresiko mengancam hidup 30 menit
Darurat 60 menit
Biasa 120 menit

b. Skala Triage Kanada

Sekelompok dokter dan perawat di kanada mengembangkan skala

akuitas dan triage lima tingkat. Setiap tingkat triage mewakili beberapa

keluhan dari pasien. Pada triage tingkat 1, contoh kasusnya: serangan

jantung, trauma berat, gagal napas akut, dan lain-lain. Sementara itu,

triage tingkat 5,contohnyapasien terkilir, luka ringan, dan sebagainya.

Triage yang dilakukan oleh perawat harus berdasarkan ilmu dan

pengalaman tentang proses pemilihan pasien berdasarkan


28

tingkatkedaruratannya.

Dalam melakukan proses triage , perawat mengambil keputusan

tentang: seberapa lama pasien dapat menunggu tindakan sebelum perawat

melakukan pengkajian secara komprehensif dan seberapa lama pasien dapat

menunggu untuk selanjutnya diperiksa dokter yang akan merawatnya.

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut membantu menentukan

tingkat kedaruratan pasien di mana respons pasien pada setiap levelnya

dapat berbeda-beda.

Tabel 1.2. Skala Triage Kanada (Kartikawati, 2013)

Waktu untuk Perawat


Tingkat
Resusitasi Langsung
Gawat darurat Langsung
Darurat <30 menit
Biasa <60 menit
Tidak Gawat <120 menit

c. Skala Triage Manchester

Skala triage Manchester dikembangkan di Inggris oleh kelompok

perawat dan dokter gawat darurat. Setiap tingakatan pada triage ini

diberi nama, nomor, dan warna sebagai pedoman perawat dalam

memberikan perawatan kepada pasien. Perawat menanyakan tanda dan


29

gejala kepada pasien, jawaban iya dari pasien menunjukkan tingkat

kedaruratan pasien.

Tabel 1.3. Skala Triage Manchester (Kartikawati, 2013)

No Nama Warna Waktu


1 Langsung Merah 0 menit
2 Gawat darurat Orange 10 menit
3 Darurat Kuning 60 menit
4 Standard Hijau 120 menit
5 Biasa Biru 240 menit

5. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat adalah yang memerlukan pertolongan segera

yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mecegah kematian dan kecacatan, atau

pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting

(time saving is life saving) yang berarti waktu adalah nyawa (Haryatun &

Sudaryanto, 2008). Prosedur pelayanan rumah sakit, pasien yang datang

untuk berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang

berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk

pelayanan gawat darurat dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit.

Dalam ruang lingkup penanganan pasien gawat darurat di Instalasi

Gawat Darurat (IGD), salah satu indikator mutu pelayanan yaitu berupa

response time atau waktu tanggap, hal ini sebagai indikator proses untuk
30

mencapai indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Pelayanan yang sesuai

dapat tercapai apabila sarana, prasarana, sumber daya manusia dan

manajemen IGD rumah sakit sudah sesuai standar.

Berdasarkan (Kemenkes RI, 2009), setiap Rumah Sakit wajib

memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan :

a. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat

b. Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving).

c. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat

memberikn pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam

seminggu.

d. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di

rumah sakit di seragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

e. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani

kasus gawat darurat.

f. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit

setelah sampai di IGD.

g. Organisai Instalasi Gawat Darurat di dasarkan pada organisasi

multidisiplin, multiprofesi, dan terintegrasi, dengan struktur

organisasi fungsional yang terdiri dari unsur pimpinn dan unsur

pelaksana, yang bertanggung jwab dalm pelaksanaan pelayanan

terhadap pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD),

dengan wewenang penuh yang dipimpin oleh dokter.


31

h. Setiap rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan

gawat daruratnya.

Pelayanan dalam kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara

terpadu dari multidisiplin dan multiprofesi termasuk pelayanan

keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat.

Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral yang mengutamakan

akses pelayanan kesehatan bagi pasien dengan tujuan mencegah dan

mengurangi angka kesakitan, kematian dan kecacatan guna mencapai

derajat kesehatan.

6. Standar Pelayanan Kegawatdaruratan

Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang

masuk ke IGD Rumah Sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan

tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat

darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat

menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat

dan penanganan yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan

meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD

Rumah Sakit sesuai dengan standar. Disisi lain, desentralisasi dan otonomi

telah memberikan peluang daerah untuk mengembangkan daerahnya sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuannya serta siap mengambil alih tanggung

jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Oleh karenanya, perlu

membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat
32

menjadi acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat

khususnya di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.

Adapun prinsip umum pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di

Rumah Sakit adalah: Kepmenkes RI Nomor 856 Tahun 2009, sebagai

berikut :

a. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang

memiliki kemampuan: melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus

gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving)

b. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus memberikan

pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.

c. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani

kasus gawat darurat.

d. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit

setelah sampai di IGD.

e. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multi-disiplin, multi-

profesi, dan terintegritasi struktur organisasi fungsional (unsur

pimpinan dan unsur pelaksana) yang bertanggung jawab dalam

pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat di Instalasi

Gawat Darurat (IGD), dengan wewenang penuh yang dipimpin oleh

dokter.

f. Setiap Rumah Sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan

gawat daruratnya minimal sesuai klasifikasi.

B. Tinjauan tentang Response Time


33

1. Pengertian

Response Time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien,

dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan (Suhartati et al.

2011). Waktu tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit. Penanganan

gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving. Artinya

seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah

benar-benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut

pasien dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja.Berhenti

nafas selama 2 - 3 menit pada manusia dapat menyebabkan kematian yang

fatal (Sutawijaya, 2009).

Response Time pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap

saat pasien tiba di rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari

petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yaitu waktu yang

di perlukan pasien sampai selesai.

Response Time pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit

dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga

maupun komponen-komponen lain yang mendukung seperti pelayanan

laboratorium, radiologi,farmasidan administrasi. Respon Time dikatakan

tepat waktu atau tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak

melebihi waktu rata-rata standar yang ada (Haryatun,2005).

2. Kategori Waktu Tanggap (Response Time)

Respon time dapat dikategorikan dengan

a. P1 yaitu dengan penanganan 0-4 menit = cepat


34

b. P2 dengan kecepatan penanganan 5-10 menit = lambat

c. P3 dengan kecapatan penanganan <10 menit – sangat lambat

(Kepmenkes RI NO.856, 2009)

3. Standar Waktu Tanggap (Response Time)

Standar response time tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang standar Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pasien gawat darurat

harus terlayani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di gawat darurat,

begitu juga dalam Keputusan Menteri Kesehatan No

129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit di

sebutkan waktu tanggap pelayanan di IGD adalah ≤5 (lima) menit terlayani

setelah kedatangan pasien.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tanggap (Response Time)

Kecepatan dan ketepatanpertolongan yang diberikan pada pasien yang

masuk di Instalasi Gawat Darurat membutuhkan standar, sesuai dengan

kompetensi dan kemampuannya. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan

sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit

sesuai dengan standar(Kemenkes RI, 2011).

Malara T dkk, tahun (2015) mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi Response time perawat dalam penanganan pasien gawat

darurat antara lain:


35

a. Ketersediaan stretcher ini sangat dibutuhkan dalam mobilisasi pasien

yang dapat berpengaruh pada response time perawat. Tidak tersedianya

stretcher saat dibutuhkan dapat berdampak buruk, karena pasien harus

menunggu di depan pintu dan hal ini akan mempengaruhi kondisi pasien

dan terlambat mendapat penanganan, selain itu pihak rumah sakit bisa

saja mendapat komplain dari pihak keluarga pasien atau pasien.

Ketersediaannya stretcher sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya kunjungan pasien yang banyak disaat bersamaan, jumlah

stretcher yang tidak memadai, dan lain-lain.

b. Alat atau obat-obatan merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan

dalam penanganan pasien. Tidak tersedianya alat atau obat-obatan saat

dibutuhkan akan mempengaruhi penanganan terhadap pasien dan dapat

berdampak buruk terhadap kondisi pasien karena bisa menjadikan

response time perawat melambat. Ketersediaan alat dan obat-obatan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti managemen rumah sakit.

c. Beban kerja merupakan salah satu faktor dari Response time, beban kerja

yang berat ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah

perawat yang tidak memadai, jumlah pasien yang banyak,dan

beragamnya pekerjaan yang harusdikerjakan, menuntut keterampilan

khusus, dan lain-lain (MalaraT dkk, 2015).

Penelitianyang dilakukandiInstalasi GawatDarurat RSUPProf.Dr.R.D.

KandouManadoselamabulan Junisampai Juli2014,mendapat

jumlahperawatyang menanganipasien gawat daruratselama


36

penelitianberlangsung adalahsebanyak 30 perawat denganmasing-masing

perawat dilakukan observasi response timesebanyaktiga kaliobservasi.

a. Distribusi perawat menurut tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa

sebagian besar tingkat pendidikan perawat adalah perawat vokasi dengan

jumlah 18 (60%). Menurut Sitorus (2011) meskipun untuk lulusan

Program DiplomaIII disebut juga sebagai perawat profesional pemula

yang sudah memiliki sikap profesional yang cukup untuk menguasai ilmu

keperawatan dan keterampilan professional yang mencakup keterampilan

teknis, intelektual,dan inter personal dan diharapkan mampu

melaksanakan asuhan keperawatan profesional berdasarkan standar

asuhan keperawatan dan etik keperawatan.

b. Distribusi perawat menurut tingkatpengetahuan, menunjukkanbahwa

sebagian besarrespondanmemiliki tingkatpengetahuanbaik yaitu

sebanyak28 (93.3%).Dalam memberikan bantuan pelayanan gawat

daruratpetugas harus mempunyai3 unsurkesiapan, antara lain adalah

kesiapan pengetahuan dan keterampilan karenaeratkaitannya dengan

upaya penyelamatan langsung terhadappasien.(Widiasih,2008).

Adapun penelitian lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

peningkatan response time yang dilakukan oleh (Nehme, Andrew, &

Smith, 2016) di Australia ditemukan kecepatan waktu tanggap pasien

berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor jarak tempu, waktu aktivasi, jam

kerja, hari kerja, ambulans set, priority zero case (dengan serangan

jantung atau pernafasan). Faktor lain yang ikut memengaruhi dari pasien
37

seperti usia, jenis kelamin, keluhan medis utama, dan tingkat keparahan

(Nehme, Andrew, & Smith, 2016). Selain faktor internal seperti man,

metode, peralatan, bahan, manajemen terdapat juga faktor eksternal yang

ikut mempengaruhi kecepatan response time perawat yaitu ketersediaan

sarana prasarana, dan lingkungan di IGD (Wahyu & Naser, 2015).

5. Prosedur Pengukuran Waktu Tanggap (Response Time)

Prosedur pengukuran response time dalam penelitian yang dilakukan

oleh Widodo (2015)yaitu dengan cara observasi. Observasi adalah teknik

pengumpulan data dimana data tidak hanya di ukur dari sikap responden

(angket dan wawancara) namun juga dapat digunakan untuk merekam

berbagai situasi dan kondisi (Hasdianah dkk, 2015). Dalam prosedur ini,

peneliti menghitung waktu yang dibutuhkan perawat pertama kali

melakukan tindakan awal atau anamnesa sejak pasien masuk ke pintu IGD

dengan menggunakan stopwatch (arloji).

Cara menghitung waktu tanggap seorang petugas kesehatan yaitu sejak

kedatangan pasien tersebut ke IGD untuk mendapatkan pelayann

penanganan pertama (Kemenkes RI, 2008). Terhitung saat pasien membuka

pintu masuk untuk mendapatkan penanganan pertama dengan triase.

(RapidSOS, 2015)menjelaskan Interval proses response time, setelah

cedera/kecelakaan terjadi, memastikan keadaan aman dan tidak

membahayakan, mencari pertolongan dan telfon ke IGD terdekat dan di

mulai menghitung response time dengan jam, penerima info

memprioritaskan dari pasien tersebut dan kirim ke IGD terdekat,


38

IGDmerespon dan segera ke tempat kejadian, orang datang dengan keahlian

(BLS) dan di amankan, kedatangan perawat dengan keahlian (ALS) dan

segera kirim ke IGD.

C. Tinjauan tentang Pengetahuan

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakanhasil dari tahu, danini terjadi setelah

orang melakukan pengindraanterhadapsuatuobyektertentu.Pengindraan

terjadimelaluipancaindra manusia,yakniindrapenglihatan,pendengaran,

penciuman,rasa,danraba. Sebagian besar pengetahuanmanusia diperoleh

melaluimatadan telinga. (Notoatmodjo, 2014).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan

dengan tingkatan- tingkatan di atas.

b. Faktor-faktoryang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa factor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

1) FaktorInternal meliputi:

a) Umur

Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi

kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya


39

dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini

sebagai akibat dari pengalaman jiwa(Nursalam, 2011).

b) Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experienceisthe

best teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman

merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan

cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab

itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu

(Notoadmodjo, 2010).

c) Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin

pendidikan yang kurang akan mengahambat perkembangan sikap

seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan,

(Nursalam, 2011).

d) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya

(Menurut Thomas 2007, dalam Nursalam2011). Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara


40

mencari nafkah yang membosankan berulang dan banyak

tantangan, (Frich1996 dalam Nursalam, 2011).

e) Jenis Kelamin

Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang melekat

pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan

secara sosial maupun kultural.

2) Faktor Eksternal meliputi :

a) Informasi

Menurut Long (1996) dalam Nursalamdan Pariani (2010)

informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi

rasa cemas. Seseorang yang mendapati nformasi akan

mempertinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu hal.

b) Lingkungan

Menurut Notoatmodjo (2010), hasil dari beberapa

pengalaman dan hasil observasi yang terjadi dilapangan

(masyarakat) bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya

perilaku kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman

seseorang serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non

fisik).

c) Sosial budaya

Semakin tinggit ingkat pendidikan dan status sosial

seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi

pula.
41

2. Keterampilan

a. Pengertian Keterampilan

Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap,

mampu,dan cekatan. Iverson(2001) mengatakan keterampilan

membutuhkan pelatihan dan kemampuan dasar yang dimiliki setiap

orang dapat lebih membantu menghasikan sesuatuyang lebih bernilai

dengan lebih cepat.

Menurut Robbins (2000) mengatakan keterampilan dibagi menjadi

4 kategori, yaitu :

1) Basic Literacy Skill : Keahlian dasar yang sudah pasti harus dimiliki

oleh setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung

sertamendengarkan.

2) TechnicalSkill: Keahliansecara teknis yang didapat melalui

pembelajaran dalam bidang teknik seperti mengoperasikan

kompter dan alat digital lainnya.

3) InterpersonalSkill: Keahlian setiap orang dalam melakukan

komunikasi satu sama lain seperti mendengarkan seseorang,

memberi pendapat dan bekerjasecaratim.

4) ProblemSolving: Keahlian seseorang dalam memecahkan masalah

dengan menggunakan logika atau perasaanya.

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi keterampilan

Menurut Notoadmodjo (2007) mengatakan keterampilan

merupakan aplikasi dari pengetahuan sehingga tingkat keterampilan


42

deseorang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan pengetahuan

dipengaruhi oleh :

1) Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik

pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, seseorang tersebut akan

lebih mudah dalam menerima dan menyerap hal-hal baru.

Selainitu, dapat membantu mereka dalam menyelesaikan hal-

hal baru tersebut. Menurut penelitian Islami, Aisyah dan

Wordoyo(2012) mengatakan terdapat pengaruh yang cukup

kuatantara tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan

keterampilan ibu tentang pertolongan pertama padakecelakaan

anak dirumah di desa Sumber Girang RW1 Rembang.

2) Umur

Ketika umur seseorang bertambah maka akan terjadi

perubahan pada fisik dan psikologi seseorang. Semakin cukup

umur seseorang, akan semakin matang dan dewasa dalam berfikir

dan bekerja.

3) Pengalaman

Pengalaman dapatdijadikan sebagai dasar untuk menjadi

lebihbaikdarisebelumnya dansebagaisumber pengetahuanuntuk

memperolehsuatukebenaran.Pengalamanyang pernahdidapat

seseorangakanmempengaruhikematanganseseorangdalamberpiki

r dalam melakukan suatu hal. Ranupantoyo dan Saud (2005)


43

mengatakan semakin lama seseorang bekerja pada suatu

pekerjaan yangditekuni,makaakansemakinberpengalaman

danketerampilan kerja akan semakin baik.

Sedangkanfaktor-

faktoryangdapatmempengaruhiketerampilan

secaralangsungmenurutWidyatun (2005),yaitu:

1) Motivasi

Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan

dalam diriseseorang untuk melakukanberbagai

tindakan.Motivasiinilah yang mendorong seseorang

bisamelakukantindakansesuaidengan proseduryangsudah

diajarkan.

2) Pengalaman

Merupakansuatu halyang akan memperkuatkemampuan

seseorang dalammelakukansebuahtindakan(keterampilan).

Pengalaman membangun seseorang untuk bisa melakukan

tindakan-tindakanselanjutnyamenjadi lebihbaikyang

dikarenakan sudah melakukan tindakan-tindakan di masa

lampaunya.

3) Keahlian

Keahlianyang dimilikiseseorangakanmembuatterampil

dalammelakukanketerampilan tertentu.Keahlianakanmembuat
44

seseorang mampumelakukansesuatusesuaidenganyang sudah

diajarkan.

D. Tinjauan tentang Perawat

1. Pengertian

Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Menurut Harlley (2010), perawat adalah

seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan

melindungi seseorang karena sakit.Perawat profesional adalah perawat yang

jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara

mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan

kewenanganya, (Mulyaningsih2011).

2. Peran Perawat

Peran perawat dalam melakukan perawatan diantaranya:

a. Care giver atau pemberi asuhan keperawatan

Perawat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada pasien

meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi hingga

evaluasi. Selain itu, perawat melakukan observasi yang kontinu

terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan kesehatan, memberikan

informasi yang terkait dengan kebutuhan pasien sehingga masalah

pasien dapat teratasi (Susanto,2012).

b. Client advocate atauadvokator

Perawat sebagai advokator berfungsi sebagai perantara antara pasien

dengan tenaga kesehatan lain. Perawat membantu pasien dalam


45

memahami informasi yang didapatkan, membantu pasien dalam

mengambil keputusan terkait tindakan medis yang akan dilakukan

serta memfasilitasi pasien dan keluarga serta masyarakat dalam upaya

peningkatan kesehatan yang optimal (Kusnanto 2004).

c. Client educator atau pendidik

Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan

pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien,

keluarga pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan kesehatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai

pendidik bertugas untuk memberikan pengajaran baik dalam lingkungan

klinik, komunitas, sekolah, maupun pusat kesehatan masyarakat

(Brunner & Suddarth, 2003). Perawat sebagai pendidik berperan untuk

mendidik dan mengajarkan individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat, serta tenaga kesehatan lain sesuai dengan

tanggungjawabnya. Perawat sebagai pendidik berupaya untuk

memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada klien

dengan evaluasi yang dapat meningkatkan pembelajaran (Wong, 2009).

d. Change agent atau agen pengubah

Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat suatu perubahan

atau inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung tercapainya

kesehatan yang optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola pikir

pasien, keluarga, maupun masyarakatuntuk mengatasi masalah sehingga

hidup yang sehat dapat tercapai (Susanto, 2012).


46

e. Peneliti

Perawat sebagai peneliti yaitu perawat melaksanakan tugas untuk

menemukan masalah, menerapkan konsep dan teori, mengembangkan

penelitian yang telah ada sehingga penelitian yang dilakukan dapat

bermanfaat untuk peningkatan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan

(Susanto, 2012). Perawat sebagai peneliti diharapkan mampu

memanfaatkan hasil penelitian untuk memajukan profesi keperawatan

(Sudarma,2008).

f. Consultant atau konsultan

Perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien, keluarga dan

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami klien.

Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien

(Kusnanto, 2004).

g. Collaborator atau kolaborasi

Peran perawat sebagai kolaborator yaitu perawat bekerja sama

dengan anggota tim kesehatan lainnyadalam memberikan pelayanan

kepada klien (Susanto, 2012).

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Peran Perawat

Menurut Widiasih (2008), menyatakan keberhasilan pelayanan

gawat darurat dipengaruhi oleh 3 kesiapan, yaitu kesiapan mental artinya

petugas harus siap dalam 24 jam dan tidak dapat ditunda, kemudian

kesiapan pengetahuan teoritis dan fatofisiologi berbagai organ tubuh yang

penting dan keterampilan manual untuk tindakan dalam pertolongan


47

pertama. Yang ketiga kesiapan alat dan obat-obatan darurat yang

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam memberikan

pertolongan kepada pasien gawat darurat.

Peran adalah sebagian dari perilaku, menurut Green Lawrence

(1990) dalam (Notoatmojo, 2003) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor

utama yaitu:

a. Predisposingfactors

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-

hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dansebagainya,

faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya

perilaku maka sering disebut faktor pemudah.Dalam memberikan

bantuan pelayanan gawat darurat petugas harus mempunyai ada 3 unsur

kesiapan, salah satunya adalah kesiapan pengetahuan dan keterampilan

karena erat kaitannya dengan upaya penyelamatan langsung terhadap

pasien, (Widiasih, 2008).

1) Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (1993), menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku dan tindakan seseorang, karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh


48

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan.

Selanjutnya Depkes (1991), mengutarakan bahwa

pengetahuan yang baik akan menunjang terwujudnya perilaku yang

baik pula. Semakin tinggi tingkat pendidikan perawat maka

semakin baik pula dalam setiap tindakan yang akandilakukan.

Menurut Arikunto (1993) menjelaskan bahwa semakin tinggi

tingkat pengetahuan semakin baik pula dalam melaksanakan

intervensi keperawatan. Sedangkan Notoatmodjo (1993),

mengatakan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang maka

semakin baik pula dalam mengaplikasikan sesuatu yang diperoleh.

2) Motivasi

Hasil penelitian Sabarulin (2013) menunjukkan motivasi yang

besar sangat berpengaruh baik terhadap kinerja perawat

dibandingkan dengan perawat yang memiliki motivasi rendah maka

kinerja perawat lebih rendah. Motif atau dorongan dalam

melakukan sesuatu pekerjaan sangat besar pengaruhnya terhadap

moral kerja dan hasil kerja. Seseorang bersedia melakukan

pekerjaan bila motif yang mendorong cukup kuat yang pada

dasarnya tidak mendapat saingan atau tantangan dari motif lain

yang berlawanan. Motif yang mendorong seorang perawat dalam

melakukan pekerjaannya adalah motif instrinsik yaitu dorongan

yang terdapat dalam pekerjaan yang dilakukan.


49

Hasil penelitian Nasution (2009) menunjukkan bahwa kinerja

perawat dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berdasarkan

karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, dan

pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok umur

pada responden yang berusia ≥39 tahun lebih besar persentasenya

yaitu 45,2% dengan kinerja baik dibandingkan usia < 39 tahun yaitu

24,2%. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa responden

perempuan lebih besar persentasenya yang berkinerja baik yaitu

38,3% dibandingkan dengan responden laki-laki, yaitu 26,7%.

Berdasarkan lama kerja menunjukkan bahwa responden yang

bekerja ≥13tahun kinerjanya lebih baik yaitu 46,2% dibandingkan

responden yang bekerja < 13 tahun, yaitu 25%.

b. Enablingfactors

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan, bagi masyarakat misalnya air bersih, tempat

pembuangan tinja. Ketersedian makanan yang bergizi dan sebagai-nya.

Temasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah

sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan,

praktek swasta dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat masyarakat

memerlukan sarana dan prasarana pen-dukung. Fasilitas ini pada

hakekatnya mendukung atau memungkinkan terjadinya perilaku

kesehatan maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor

pemungkin.
50

c. Reinforcingfactors

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan.

Untuk berperilaku sehat masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitaf saja melainkan

diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh

agama para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Dalam menilai

ketrampilan seseorang yang dalam hal ini response time perawat, bisa

saja dipengaruhiadanya faktor lain Keadaan ini tergantung dari motivasi

perawat dalam mempraktikkan ketrampilan kerja yang didapat dari

pendidikannya. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

kerja, menurut Mangkunegara (2000) faktor-faktor tersebut antara lain:

Faktor kemampuan dan Faktor motivasi. Motivasi merupakan kemauan

atau keinginan didalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

bertinda (Depkes RI, 2002).

Menurut Nursalam (2001), menjelaskan peran perawat dalam

intervensi keperawatan harus berdasarkan pada kewenangan dan

tanggung jawab secara profesional meliputi tindakan dependen,

independen daninterdependen.

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Response Time

Response Time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien, dihitung

sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan (Suhartati et al. 2011).

Dalam melakukan layanan kesehatan khusus di unit gawat darurat, salah satu
51

indikator yang harus dicapai yaitu penangan response time yang tepat untuk

mencapai hasil yang diharapkan.

Pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas kesehatan IGD sangat

dibutuhkan dalam pengambilan keputusan klinis agar tidak terjadi kesalahan

dalam melakukan pemilahan saat triage sehingga dalam penanganan pasien bisa

lebih optimal dan terarah (Oman, 2008).

Hasil penelitian Sabriyati. O.W, dkk (2012), bahwa faktor-faktor yang

berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di IGD bedah

dan non bedah adalah ketersediaan stretcher, ketersediaan petugas triase, pola

penempatan staf, tingkat karakteristik pasien, factor pengetahuan, keterampilan

dan pengalaman petugas kesehatan, yang menangani kejadian gawat darurat.

Terdapat hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan IGD terhadap

tindakan triage berdasarkan priorotas dan ada hubungan antra sikap petugas

kesehatan IGD terhadap tindakan triage berdasarkan priorotas sehingga

pengetahuan tentang response time untuk petugas kesehatan sangat penting

untuk memberikan asuhan keperawatan yang bermakna.

Hasil penelitian Ahmad (2012), terdapat beberapa faktor yang berhubungan

dengan waktu tanggap perawat dalam melakukan tugasnya, faktor tersebut

adalah faktor internal meliputi pengetahuan, pendidikan, lama kerja, motivasi,

umur, dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi imbalan dan sarana

prasarana. Hasil penelitian Martanti 2015 tersebut menunjukkan bahwa

semakin baik tingkat pengetahuan maka akan semakin terampil dalam

pelaksanaan triage. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maatilu 2014,


52

response time pada penanganan pasien gawat darurat di IGD didapatkan

response time perawat dalam penanganan kasus gawat darurat rata-rata lambat

(> 5menit). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Noor (2009), response

time pada penanganan pasien IGD didapatkan waktu tanggap 7,4 menit.

Pada kenyataan yang ada banyak terjadi keterlambatan waktu tangap

perawat yaitu adanya waktu tanggap lebih dari 5 menit, hal ini menunjukkan

belum terpenuhnya standar IGD sesuai keputusan Menteri Kesehatan tahun

2019. Keterlambatan penanganan pada pasien di Instalasi Gawat Darurat dapat

mengakibatkankecacatan atau kematian yang manamenurut Maatilu (2014)

dalampenelitiannya membuktikan waktu tanggap perawatpada

penangananpasiengawatdaruratyangmemanjang dapatmenurunkanusaha

penyelamatanpasiendanterjadinyaperburukankondisipasien.
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah model yang berkaitan dengan bagaimana

seseorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis

beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah, singkatnya kerangka

konsep membahas saling ketergantungan antara variable yang dianggap perlu

untuk melengkapi dinamika situasi atau hal yang sedang atau akan diteliti.

Pengetahuan perawat dalam penerapan response time sangat penting

untuk diketahui mengingat bahwa waktu untuk melakukan pemeriksaan awal

bagi pasien sangat dipengaruhi oleh response time yang dilakukan oleh

perawat.

Kerangka konseptual penelitian merupakan suatu hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang diteliti.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan maka untuk meneliti

hubungan pengetahuan dan keterampilan perawat tentang response time

dengan penerapan response time didapatkan konsep berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

53
54

1. Pengetahuan Response Time


Perawat
di IGD

1. Pendidikan
2. Pengalaman
3. Informasi 1. Primary Survey
4. Budaya 2. Secundary Survey

Keterangan :

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Hubungan antar variabel

: Variabel independen yang tidak di teliti

: Variabel dependen yang tidak diteliti

Gambar1.1 : Kerangka konsep hubungan pengetahuan dan keterampilan

perawat dengan response time.

B. Hipotesis Penelitian
55

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Menurut La Biondo-Wood dan Haber dalam Nursalam

(2017) hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua

atau lebih variabel yang diharapkan menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang response time dengan

penerapan response time di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT

Makassar.

2. Ho : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang response time

dengan penerapan response time di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT

Makassar.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah seluruh dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan peneliti dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul

selama proses penelitian,Nursalam (2017).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode penelitian cross sectional study atau penelitian yang

dilakukan dimana pengambilan dari semua variabel dilakukan pada satu waktu

yang bersamaan.

B. Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia, klien) yang memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan, (Nursalam, 2017). Populasi dari penelitian ini adalah

perawat IGD RSU. Wisata UIT Makassar yang berjumlah 31 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih dengan sampel

tertentu untuk dapat mewakili seluruh objek penelitian, (Nursalam, 2016).

Dalam penelitian ini seluruh anggota populasi diambil dansampel dari

penelitian ini adalah perawat IGD RSU. Wisata UIT Makassar yang berjumlah

31 orang.

53
54

3. Sampling

Menurut Nursalam, (2017). Samplingadalah suatu proses dalam porsi dari

populasi untuk mewakili populasi. Teknik sampling yang digunakan pada

penelitian ini adalah total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dimana

jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007)

a. Kriteria inklusi

1) Perawat yang bekerja di IGD RSU. Wisata UIT Makassar.

2) Perawat yang melakukan response time.

b. Kriteria eksklusi

1) Perawat yang tidak mengisi penuh kuisioner.

C. Variabel penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variable yang mempengaruhi atau nilainya

menetukan variable lain. (Nursalam, 2017). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah pengetahuan perawat dan keterampilan perawat.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variable yang yang dipengaruhi nilainya ditentukan

olen variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel dependen pada penelitian ini

adalah response time di IGD.


55

Tabel 3.1 klasifikasi variabel dan definisi operasional

Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Ukur Skor


Penelitian Operasional

Variabel Pengetahuan Mengetahui Lembar Ordinal Dikatakan


Independen (knowledge)ad tingkat koesioner baik apabila
(Pengetahuan alah hasil pengetahuan jumlah skor
Perawat) “tahu” atau perawat tentang ≥15
segala sesuatu response time,
yang diketahui yaitu : Dikatakan
oleh perawat 3. Baik kurang
tentang 4. Kurang apabila
response time. jumlah skor
<15

Variabel Response Menghitung 1. Stopwatch Nominal Kategori


Dependen Time adalah waktu kecepatan 2. Lembar kecepatan
(Response waktu yang yang dibutuhkan observasi 1. Cepat (≤5
Tigme IGD) dibutuhkan dari pasien menit)
pasien untuk masuk di IGD 2. Lambat
mendapatkan sampai dengan (>5
pertolongan dilayani oleh menit)
sejak pasien perawat, yaitu :
turun dari 1. Sangat
kendaraansam Cepat
pai 2. Cepat
mendapatkan 3. Lambat
penanganan
pertama.
56

D. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di IGD RSU. Wisata UIT Makassar.

E. Waktu Penelitian

Penelitian telah di laksanakan pada tanggal 27 Desember – 20 Januari 2020.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk

mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena (Dharma, 2011).

1. Kuesioner tingkat pengetahuan perawat tentang response time dengan bobot 15

pertanyaan menggunakan skala Guttman, yang dikutip (Heru Setyawan, 2015)

Kriteria untuk tiap pilihan jawaban:

Benar : 2

Salah :1

2. Lembar Observasi Waktu Tanggap menggunakan alat stopwatch untuk

mengukur response time.

Skor Waktu Tanggap

a. ≤ 5 menit : response time cepat.

b. >5 menit : response time lambat.

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data primer

Mengumpulkan data primer secara formal kepada responden dengan

mennggunakan kuesioner, terdiri dari beberapa pertanyaan kepada


57

responden untuk dijawab. Dalam melakukan observasi peneliti membawa

instrumen lembar observasi dan kuesioner.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data awal dari laporan

yang ada di RSU. Wisata UITMakassar.

H. Pengolahan Data

1. Pengolahan Data

Menurut Moh. Nasir, (2015) dalam Miftakul, (2016) proses pengolahan

datan terdapat langkah-langkah yang haus di tempuh, diantaranya :

a. Editing

Editing adalah suatu kegiatan bertujuan untuk meneliti kembali apakah

isian pada lembar pengumpulan data sudah cukup baik sebagai upaya

menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut.

b. Coding

Coding adalah tahap kedua setelah editing dimana peneliti

mengklasifikasi hasil kuesioner menurut kriteria tertentu. Klasifikasi

pada umumnya ditandai dengan kode tertentu yang biasanya berupa

angka. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa kode pada

bagian-bagian tertentu untuk mempermudah waktu pentabulasi dana

analisa data. Pemberian kode pada penelitian ini meliputi :

1) Tingkat pengetahuan perawat

a) Kode 1 : Benar : 1
58

b) Kode 2 : Salah : 2

2) Response Time terdiri dari :

a) Kode 1 : Cepat (≤ 5 menit) :1

b) Kode 2 : Lambat (>5 menit) :2

c. Scoring

Yaitu penilaian data dengan memberikan skor pada pertanyaan yang

berkaitan dengan tindakan responden. Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan bobot pada masing-masing jawaban sehingga

mempermudah perhitungan (Nazir, 2011)

d. Tabulating

Tabulating adalah penyusunan dalam bentuk tabel. Tabulasi adalah

pengelompokkan dengan membuat daftar tabel frekuensi sesuai analisa

yang dibutuhkan.

I. Tehnik Analisa Data

Analisa data dilakukan untuk mengelompokkan data berdasarkan variabel

dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh

responden, menyajikan data tiap variabel yang di teliti, melakukan perhitungan

untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang telah di ajukan (Sugiyono S. , 2013)


59

Pada penelitian ini menggunakan sistem komputer yaitu SPSS 21.0 dalam

perhitungannya. Adapun analisa data dalam penelitian ini yaitu :

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat adalah suatu prosedur pengolahan data dengan

menggambarkan dan meringkas dan dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel

atau grafik (Nursalam, 2016)

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang di lakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi. (Nursalam, 2016). Analisa

akan dilakukan di program SPSS 21.0 for Windows dengan menggunakan

uji Chi Square. Uji Chi Square adalah salah satu uji statistik non-parametik

yang cukup sering digunakan dalam penelitian yang menggunakan dua

variabel dimana skala data kedua variabel adalah nominal dan ordinal.

J. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada instrasi tempat penelitian dalam hal ini RSU. Wisata UIT Makassar.

Setelah mendapat persutujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan

masalah etika penelitian yang meliputi :

1. Informed Consent
60

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti, yang

memenuhi kriteria insklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat

penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan

kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi responden tersebut diberikan kode (inisial).

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4. Rigt To Justice (keadilan)

Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi manusia dengan menghargai

hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga privasi manusia,

dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.


61
62

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT

Makassar. Jenis penelitian Kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional study.

Jumlah populasi sebanyak 31 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan tekhnik Total Sampling dengan jumlah sebesar 31 orang.

Instrumen penelitian data dilakukan mulai 27 Desember 2019 sampai 20

Januari 2020. Pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap responden

dengan cara pengisian kuesioner tingkat pengetahuan dan lembar observasi

response time. Pembagian kuisioner dilakukan secara langsung oleh peneliti, dan

peneliti melakukan observasi langsung response time perawat. Setelah data

terkumpul, selanjutnya dilakukan pengeditan, pengkodean dan memproses data.

Data diolah menggunakan program SPSS dengan uji statistik chi-square dengan

derajat kemaknaan (α) 0,05.

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSU.

Wisata UIT Makassar maka diperoleh data terkait karakteristik responden

yaitu, jenis kelamin, usia, pendidikan, response time, pengetahuan sebagai

berikut:
63

a. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden

Tabel 3.1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

di IGD RSU. Wisata UIT Makassar

Jenis Frekuensi (n) Persen (%)


Kelamin
Laki-Laki 7 22.6

Perempuan 24 77.4

Total 31 100

Sumber Data Primer Desember 2019-Januari 2020.

Berdasarkan tabel 3.1 diatas diperoleh data dari responden Jenis

Kelamin terbanyak yakni Perempuan sebanyak 24 orang (77,4%) dan

untuk laki-laki sebanyak 7 orang (22,6%).

b. Distribusi frekuensi berdasarkan umur responden

Tabel 3.2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

di IGD RSU. Wisata UIT Makassar

Umur Frekuensi (n) Persen (%)

Dewasa Awal (26 - 35) 28 90.3


Dewasa Akhir (36 - 45) 2 6.5
Lansia Awal (46 – 55) 1 3.2

Total 31 100

Sumber Data Primer Desember 2019-Januari 2020.


64

Berdasarkan tabel 3.2 diatas diperoleh data dari responden

Karakteristik Usia yang terbanyak yaitu dewasa awal (26 – 35 tahun)

sebanyak 28 orang (90,3%) dan yang sedikit distribusinya adalah usia

lansia awal (46 – 55 tahun) sejumlah 1 orang (3.2%).

c. Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan responden

Tabel 3.3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden

di IGD RSU. Wisata UIT Makassar

Pendidikan Frekuensi (n) Persen (%)

D III 17 54.8

S1 14 45.2

Total 31 100

Sumber Data Primer Desember 2019-Januari 2020

Berdasarkan tabel 3.3 diatas diperoleh data dari responden Karakteristik

Pendidikan yang distribusinya tertinggi yaitu D III 17 orang (54,8%) dan untuk

distribusi pendidikan yang terendah adalah S1 yakni 14 orang (45,2%).

1. Analisi Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel yang diteliti. Pada analisa univariat ini data

kategori dapat dijelaskan dengan angka atau nilai jumlah data persentase setiap

kelompok.
65

a. Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan responden

Tabel 3.5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden

di IGD RSU. Wisata UIT Makassar

Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)

Baik 21 67.7

Kurang 10 32.3

Total 31 100

Sumber Data Primer Desember 2019-Januari 2020

Berdasarkan tabel 3.5 karakteristik responden berdasarkan tingkat

pengetahuan terdapat 21 orang (67,7%) yang memiliki tingkat pengetahuan

yang baik dan terdapat 10 orang (32.3%) yang memiliki tingkat

pengetahuan yang kurang.

b. Distribusi frekuensi berdasarkan response time responden

Tabel 3.4

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Response Time Responden

di IGD RSU. Wisata UIT Makassar

Response Frekuensi (n) Persen (%)


Time
Cepat 11 35.5

Lambat 20 64.5

Total 31 100

Sumber Data Primer Desember 2019-Januari 2020


66

Berdasarkan tabel 3.4 di atas diperoleh data dari 31 responden

berdasarkan response time perawat yaitu yang memiliki response time

cepat ada 11 orang (35.5%), yang memiliki response time lambat sebanyak

20 orang (64,5%).

2. Analisa Bivariat

Tabel 3.6

Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Response Time

di IGD RSU. Wisata UIT Makassar

Response Time
Pengetahuan Cepat Lambat Total P
Perawat
(n) (%) (n) (%) (n) (%)

Baik 8 25.8 13 41.9 21 67.7


Kurang 3 9.7 7 22.6 10 32.3 1,000

Total 11 35.5 20 64.5 31 100


Uji Chi-square.

Berdasarkan tabel 3.6 di atas diperoleh data tingkat pengetahuan baik

yang memiliki response time cepat yaitu sebanyak 8 orang (25,8%) sedangkan

pengetahuan baik yang response timenya lambat sebanyak 13 orang (41,9%).

Pengetahuan kurang yang response timenya cepat yaitu 3 orang (9,7%).

Sedangkan yang memiliki tingkat pengetahuan kurang yang response time

lambat sebanyak 7 orang (22,6%).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang Hubungan Tingkat

Pengetahuan Perawat dengan Response Time Di Instalasi Gawat Darurat


67

RSU. Wisata UIT Makassar didapatkan 31 responden Hasil analisis data

hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan response time secara statistik

dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan hasil 1 cells (25,0%) dengan

expected count < 5 dan nilai Fisher’s Exact Test p = 1.000 diperoleh nilai p

>ɑ (0.05). Sehingga dapat disimpulkan Hipotesa Null (𝐻0 ) yang berarti tidak

ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Response Time di

Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT.

A. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang Hubungan Tingkat

Pengetahuan Perawat dengan Response Time Di Instalasi Gawat Darurat RSU.

Wisata UIT Makassar didapatkan 31 responden Hasil analisis data hubungan

tingkat pengetahuan perawat dengan response time secara statistik dengan

menggunakan uji Chi-Square didapatkan hasil 1 cells (25,0%) dengan expected

count < 5 dan nilai Fisher’s Exact Test p = 1.000 diperoleh nilai p >ɑ (0.05).

Sehingga dapat disimpulkan Ha ditolak, Hipotesa Null (𝐻0 ) diterima yang berarti

tidak ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Response Time di

Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT.

Dari data yang diperoleh tingkat pengetahuan baik yang memiliki response

time cepat yaitu sebanyak 8 orang (25,8%) sedangkan pengetahuan baik yang

response timenya lambat sebanyak 13 orang (41,9%). Pengetahuan kurang yang


68

response timenya cepat yaitu 3 orang (9,7%). Sedangkan yang memiliki tingkat

pengetahuan kurang yang response time lambat sebanyak 7 orang (22,6%).

Hal ini karena pembahasan tentang pengetahuan variasinya sangat luas

tergantung dari faktor yang mempengaruhinya. Khusus untuk perawat IGD,

pengetahuan penanganan gawat darurat bisa didapat dari berbagai seminar ataupun

media informasi yang sudah berkembang saat ini. Hal ini didukung oleh

pernyataan Irmayanti et all (2007) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang yaitu pendidikan, media, keterpaparan informasi,

pengalaman dan juga lingkungan.

Menurut Widiasih (2008) yang mengatakan bahwa dalam memberikan

bantuan pelayanan gawat darurat petugas harus mempunyai unsur kesiapan, antara

lain adalah kesiapan pengetahuan dan keterampilan karena erat kaitannya dengan

upaya penyelamatan langsung terhadap pasien.

Menurut Sitorus (2011), meskipun untuk lulusan Program Diploma III

disebut juga sebagai perawat professional pemula yang sudah memiliki sikap

professional yang cukup untuk menguasai ilmu keperawatan dan keterampilan

professional yang mencakup keterampilan teknis, intelektual, dan interpersonal

dan diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan professional

berdasarkan standar asuhan keperawatan dan etik keperawatan. Namun pendidikan

keperawatan harus dikembangkan pada pendidikan tinggisehingga dapat


69

menghasilkan lulusan yang memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan,

professional agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai perawat

professional (Sitorus, 2011)

Adapun data yang diperoleh dari 31 responden berdasarkan tingkat

pengetahuan terdapat 21 orang (67,7%) yang memiliki tingkat pengetahuan yang

baik dan terdapat 10 orang (32.3%) yang memiliki tingkat pengetahuan yang

kurang. Yang dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat memiliki tingkat

pengetahuan yang baik karena dalam memberikan bantuan pelayanan gawat

darurat petugas harus mempunyai unsur kesiapan pengetahuan dan keterampilan

Karena erat kaitannya dengan upaya penyelamatan langsung terhadap pasien.

Perawat sangat berperan penting dalam response time dalam penanganan

gawat darurat di ruang triage, karena salah satu peran perawat adalah sebagai

pemberi asuhan keperawatan. Waktu tanggap menurut prioritas kegawatan.

menyebutkan bahwa waktu tanggap menurut prioritas kegawatan yaitu Emergency

kurang dari 5 menit Urgent itu ada toleransi lebih dan sebisa mungkin harus

ditangani segera. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Dewi Kartikawati

N. (2011) Sistem klasifikasi triage mengidentifikasi tipe pasien yang memerlukan

berbagai level perawatan. Prioritas didasarkan pada pengetahuan, data yang

tersedia, dan situasi terbaru yang ada.


70

Standar response time tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang standar Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pasien gawat darurat harus

terlayani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di gawat darurat, begitu juga

dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit di sebutkan waktu tanggap pelayanan di IGD

adalah ≤5 (lima) menit terlayani setelah kedatangan pasien.

Berdasarkan data dari 31 responden, response time perawat yaitu yang

memiliki response time cepat ada 11 orang (35.5%), yang memiliki response time

lambat sebanyak 20 orang (64,5%). Yang dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

perawat IGD masih memiliki response time yang lambat yaitu lebih dari 5 menit.

Dari hasil penelitan di atas, dan keadaan ini menunjukkan belum terpenuhinya

standar IGD sesuai Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2009 bahwa indicator

response time di IGD adalah ≤5 menit. Response time (waktu tangap) dari perawat

pada penanganan pasien gawat darurat yang memanjang dapat menurunkan usaha

penyelamatan pasien.

Maatilu, dkk (2014). Hasil analisis chi square tentang faktor-fktor yang

mempengaruhi response time perawat yang didapatkan bahwa tidak adanya

hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat dengan response time

perawat pada penanganan gawat darurat. Begitupun dengan penelitian Amelia, dkk

(2013). Hasil analisis berdasrkan uji statistik tentang hubungan pengetahuan


71

perawat dengan response time yang dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara pengetahuan perawat dengan response time pada penanganan pasien IGD.

Menurut penelitian Mulyadi, (2014). Berdasarkan hasil uji statistik yang

didapatkan bahwa tidak adanya hubungan antara pengetahuan perawat dengan

response time perawat pada penanganan gawat darurat. Begitupun dengan hasil

penelitian Hartati, dkk (2016). Hasil uji chi square yang didapatkan bahwa tidak

ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan response time perawat

pada penanganan gawat darurat. tentang response time sangat penting untuk

memberikan asuhan keperawatan yang bermakna.

Menurut asumsi peneliti, hasil penelitian yang dilakukan bahwa Ha

ditolak, Hipotesa Nol (𝐻0 ) diterima yang berarti tidak ada Hubungan Tingkat

Pengetahuan Perawat dengan Response Time di Instalasi Gawat Darurat RSU.

Wisata UIT. Hal ini dapat dilihat karena dalam menilai tingkat pengetahuan atau

keterampilan seseorang yaitu tentang response time perawat, tidak dapat dilihat

dari tingkat pendidikan seseorang. Hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa

lebih banyak tingkat pendidikan DIII dari pada S1 Ners yang memiliki tingkat

pengetahuan yang baik, karena walaupun DIII tidak mempengaruhi pengetahuan

yang sudah dimiliki sehingga sampai saat ini pelayanan di IGD RSU. Wisata UIT

masih tetap berjalan. Ada beberapa faktor yang dapat mendukung pengetahuan

perawat, yaitu bisa didapatkan dari pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan

response time, dapat pula didapatkan melalui pengalaman kerja yang didapatkan
72

selama bekerja di IGD. Pengalaman dapat dialami sendiri oleh seseorang secara

langsung, dari pengalaman itu seseorang dapat mengetahui hal-hal baru saat

bekerja sehingga dapat menambah pengetahuan dalam mengerjakan pekerjaan

tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Irmayanti (2007) bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu pendidikan, media,

keterpaparan informasi, pengalaman, dan juga lingkungan.

Oleh Karena itu selain pengetahuan yang tetap harus dimiliki oleh perawat,

Ketepatan Response Time perawat juga sangat berpengaruh pada jalannya

pelayanan di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT Makassar karena langsung

berhubungan dengan keselamatan pasien, semakin cepat pelayanan maka resiko

kecacatan atau kematian pasien semakin rendah, sehingga perawat yang bekerja di

IGD harus lebih meningkatkan response time yang didukung oleh fasilitas yang

tersedia.

Namun sebagai perawat, perlu diketahui bahwa dari berbagai masalah yang

dihadapi perawat harus tetap punya komitmen menjadi perawat professional yang

dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang sesuai dengan etik

keperawatan.

B. Keterbatasan penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kata sempurna karena

kesempurnaan dan memiliki keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut

antara lain :
73

1. Waktu yang disediakan responden terlalu singkat karena masih harus membagi

waktu saat melayani pasien.

2. Sebagian responden tidak hadir sesuai dengan jadwal dinas dan harus bertukar

dinas sehingga peneliti menunda proses penelitian sampai responden dinas

kembali.

C. Implikasi untuk Keperawatan

Pada penelitian ini memberikan beberapa manfaat dalam dunia keperawatan

antara lain adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada petugas

kesehatan khususnya perawat yang berhubungan langsung dengan pasien,

bahwa response time sangat penting diketahui oleh perawat dalam melakukan

pelayanan di IGD.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan untuk dunia

keperawatan dan dapat dijadikan data mengenai pengetahuan perawat tentang

response time di IGD.


lxxiv

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSU. Wisata

UIT Makassar didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan terdapat 21

orang (67,7%) yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan

terdapat 10 orang (32.3%) yang memiliki tingkat pengetahuan yang

kurang.

2. Karakteristik responden berdasarkan response time perawat yaitu yang

memiliki response time cepat (≤5 menit) ada 11 orang (35.5%), yang

memiliki response time lambat (>5 menit) sebanyak 20 orang (64,5%).

3. Hasil analisis data hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan

response time secara statistic dengan menggunakan uji Chi-Square

didapatkan hasil 1 cells (25,0%) dengan expected count < 5 dan nilai

Fisher’s Exact Test p = 1.000 diperoleh nilai p >ɑ (0.05). Sehingga

dapat disimpulkan Hipotesa Null (𝐻0 ) yang berarti tidak ada Hubungan

Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Response Time di Instalasi Gawat

Darurat RSU. Wisata UIT.

B. SARAN

1. Bagi Praktisi Kesehatan


lxxv

a. Perawat dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan sehingga

perawat dapat mengoptimalkan dalam memberikan pelayanan berupa

tindakan keperawatan yang komprehenshif

b. Rumah sakit dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas

pelayanan kepada pasien dengan memberikan pelayanan yang

menunjang keselamatan pasien.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti beberapa variable

penting terkait response time perawat. Dan juga digharapkan dapat

menambah jumlah sampel pada penelitian berikutnya.


lxxvi

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2009 Standar Tenaga Keperawatan Di Rumah Sakit, Direktorat


Pelayanan Keperawatan Direktoral Jenderal Pelayanan Medik.

Gadarbima. (2013). Tata Kerja Kegawatdarurat Diakses tanggal 6 November


2019 dari https://gadarbima.wordpress.co m/2013/01/31/peran-dan-
fungsi- perawat/.
Hamid, A.Y,(2007). Riset Keperawatan Konsep Etika dan Instrumentasi. Jakarta :
EGC.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2009). Standar Instalasi Gawat


Darurat (IGD) Rumah Sakit. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Kartikawati, D. N, (2013). Buku ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat,


Salemba Medika: Jakarta

Laoh, Joice M dkk. (2014) . Gambaran Pengetahuan Perawat Pelaksana dalam


Penanganan Pasien Gawat Darurat di Ruangan IGDM BLU RSUP Prof. Dr. R.
Kandou Manado.

Maatilu, V. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Response Time Perawat


pada penanganan Pasien Gawat Darurat Di IGD RSUP RSUP Prof. Dr. R.
Kandou Manado.

Mahrur, Arif dkk. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lamanya Waktu


Tanggap dalam Pelayanan Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat
(RSUD dr. Soedirman Kebumen.

Nursalam. (2017). Metodologi Peneliian Ilmu Keperawatn. Jakarta: Salemba


Medika.
Noor.(2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Response Time Pada
Penanganan Pasien Instalasi Gawat Darurat RSUP Persahabatan.

Notoadmojo,(2003). Pendidikan dan perilaku. Jakarta:Rineka Cipta.

Nursalam & Pariani (2001), Pendekatan Praktis; Metodologi Riset Keperawatan,


Sagung Seto, Jakarta.
Nursalam. (2012). Manajemen Keprawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional . Jakarta: Salemba Medika.
Oman. K. (2008). Panduan belajar emergency EGC :Jakarta.
lxxvii

Pradana, A.P. (2015) Gambaran Pengetahuan Perawat Dalam Melakukan


Triage Di UGD RSUD Kota Surakarta

Putri, N. Z. (2017) Hubungan Response Time Perawat pada Pelayanan Gawat


Darurat Dengan Kepuasan Pasien Di IGD RSUD dr. Rasidin Padang R.

Republik Indonesia KepmenKes RI nomor 856. (2009). Standar IGD Rumah


Sakit. Menteri Kesehatan.Jakarta Hendrik, (2010). Pelayanan kesehatan
masyarakat. Kedokteran. Jakarta : EGC
Sabriyati, W. O. (2012) Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Ketepatan Waktu
Tanggap Penanganan Kasus Pada Response Time Di Instalasi Gawat Darurat
Bedah dan Non Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Setyawan. H. (2015) Gambaran Pengetahuan Peran Perawat Dalam Ketepatan


Waktu Tanggap Penanganan Kasus GAwat darurat Di Instalasi Gawat
Darurat Rumas Sakit Umum Daerah Karanganyar, Surakarta : STIKes
Kusuma Husada.

Septian 2016,(2016). Hubungan response time perawat dengan tingkat kecemasan


pasien kategori triage kuningdi Instalasi gawat darurat di RSD Dr.
Soedirman Kebumen.

Sudarjat A dkk, (2014). Hubungan Pengetahuan dan pengalaman perawat dengan


keterampilan triaged IGD RSCM-dari ASSHP Iriana-Jurnal Keperawatan,
2014-ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id.

Surtiningsih.(2015). Hubungan Response Time Perawat Dengan Kepuasan


Penanganan Kewatdaruratan Pada Pasien Kecelakaan Di IGD RSD Balung.

Taufik,(2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan triage pada penanganan


gawat darurat di IGD Rs. Islam Faisal Makassar dan RS. Bhayangkara
Mappaodang Makassar. S1 Keperawatan Stikes Panakkukang Makassar.

Tira (2013). Triage keperawatan gawat darurat. Diakses tgl 4 November 2019 dari
www.academia.edu/4293016/TRIAGE_Keperawatan_Gawat_Darurat.

Vitriase, dkk.2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Response Time


Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di IGD RSUP Prof. Dr.
D. Kandou Manado.
lxxviii
lxxix

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Bapak/Ibu saudara (i) Responden
Di-
Tempat

Dengan hormat,
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan maka saya :
Nama : REZKY HANDAYANI
Nim : 18.01.088
Alamat : Jl. Benteng Somba Opu, No 134 Desa Jenetallasa Kec. Pallangga
Kab. Gowa

Sebagai mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKes Panakkukang


Makassar, bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul :
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Response Time Di
Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT Makassar”

Sehubungan dengan hal yang di atas, saya mohon Bapak/ Ibu saudara (i)
dapat meluangkan waktu untuk menjawab pernyataan berikut ini dengan jujur dan
benar. Pendapat atau jawaban yang Bapak/ Ibu berikan akan saya jamin
kerahasiannya. Bapak/ Ibu saudara (i) berhak untuk menyetujui atau menolak
menjawab pertanyaan ini. Apabila setuju, Bapak/ Ibu saudara (i) dipersilahkan
untuk menandatangani surat persetujuan yang tersedia.
Atas partisipasinya dan kebijakannya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya

Peneliti
lxxx

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

Response Time (Waktu Tanggap) Perawat Dalam Penanganan Kegawat Daruratan

Di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT Makassar

A. Karakteristik Perawat

Nama / Inisial :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

B. Lembar Observasi

NO Waktu Tanggap
Kecepatan Selisih Kategori Pasien Kategori Kecepatan
Waktu
Waktu Waktu P1 P2 P3 P1 P2 P
pasien Response 3
Cepat Tidak Cepat Tidak Cepat Tidak
turun dari Time dari (≤0Menit) Cepat (≤30Menit) Cepat (≤60Menit) Cepat
kendaraan petugas (>0Menit) (>30Menit) (>60Menit
Instalasi
Gawat
Darurat
1

2
3
4
5

10
lxxxi

LEMBAR KUISIONER PENELITIAN


Response Time (WaktuTanggap) Perawat Dalam Penanganan Kegawat Daruratan
Di Instalasi Gawat Darurat RSU. Wisata UIT Makassar

A. KarakteristikPerawat

Nama / Inisial :

Umur :

JenisKelamin :

Pendidikan :

B. Kuisioner Pengetahuan Perawat

NO PERNYATAAN BENAR SALAH


1. Waktu tanggap (Response Time) adalah
kecepatan dalam penanganan pasien, dihitung
sejak pasien datang sampai dilakukan
penanganan.
2. Pada penanganan gawat darurat, seluruh
tindakan yang dilakukan pada saat kondisi
gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan
efesien.
3. Standar IGD sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan tahun 2009 bahwa indikator waktu
tanggap di IGD adalah harus > 5 menit.
4. Waktu tanggap pelayanan merupakan
gabungan dari waktu tanggap saat pasien turun
dari kendaraan sampai mendapat tanggapan
atau respon dari petugas IGD dengan waktu
pelayanan yaitu waktu yang diperlukan pasien
sampai selesai.
lxxxii

Anda mungkin juga menyukai