Tugas Proposal Penelitian Nurmalasari
Tugas Proposal Penelitian Nurmalasari
Oleh :
NURMALASARI
NIM : B.21.06.240
Oleh :
NURMALASARI
NIM : B.21.06.240
Halaman
Daftar Isi......................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................4
C. Tujuan Penelitian...............................................................................4
C.1 Tujuan Umum..............................................................................4
C.2 Tujuan Khusus.............................................................................4
D. Manfaat Penelitian.............................................................................4
D.1 Bagi Penulis.................................................................................4
D.2 Bagi Institusi Pendidikan..............................................................5
D.3 Bagi Tempat Penelitian................................................................5
D.4 Bagi Orang Tua...........................................................................5
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada
empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi,
penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular
dan pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status gizi
masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu
prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok
Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019 (Kemenkes,
2016).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, stunting adalah balita
dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut
umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (World Health
Organization) (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2006, nilai z scorenya
kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang
dari -3SD (Kemenkes, 2016).
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentasi balita
pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus
di tanggulangi. Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia
termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah
gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita (PSG, 2015).
Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia.
Persentasi status gizi balita pendek di Indonesia Tahun 2013 mencapai 37,2%,
angka ini lebih besar dari Tahun 2010 sebesar 35,6%, dan Tahun 2017 sebesar
36,8%, tidak menunjukkan penurunan/perbaikan yang signifikan. Pada Tahun
2015 Kementrian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang
hasilnya sebesar 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek, dengan
peresentasi tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat
(PSG, 2015).
Di Sumatera Utara persentasi balita pendek pada Tahun 2016 mencapai
24,4% dan meningkat pada Tahun 2017 menjadi 28,5%. Terdapat 4 wilayah
yang memiliki persentasi stunting terbesar yaitu Langkat sebesar 55,48%,
Padang Lawas sebesar 54,86%, Nias Utara sebesar 54,83% dan Gunung Sitoli
sebesar 52,32%. Dan untuk di Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2017
sebesar 31,6% (Kemenkes, 2017).
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam
tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan
adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker,
stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif
yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kemenkes, 2016).
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada
kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui,
dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif
dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan
secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan. Oleh
karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai "periode emas", "periode
kritis" (Kemenkes, 2016).
Intervensi anak kerdil (Stunting) memerlukan konvergensi
program/intervensi dan upaya sinergis dari kementerian/lembaga, pemerintah
daerah serta dunia usaha/masyarakat. Untuk memastikan konvergensi
program/intervensi dan sinergitas upaya intervensi stunting. Pada rapat terbatas
tentang Intervensi Stunting yang dipimpin oleh Wakil Presiden Republik
Indonesia, Jusuf Kalla, selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) Rabu, 12 Juli 2017. Rapat yang dilakukan tersebut
bertujuan untuk memetakan masalah stunting serta merumuskan dan
mempertajam langkah-langkah penanganannya untuk kemudian akan dilaporkan
kepada Presiden Republik Indonesia (RI) (TNP2K, 2017).
Presiden RI menaruh perhatian yang cukup besar terkait isu stunting
terutama untuk mencari langkah terobosan dalam menangani dan mengurangi
stunting. Rekomendasi rencana aksi Intervensi Stunting diusulkan menjadi 5 pilar
utama yaitu, Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara. Kampanye Nasional
berfokus pada Peningkatan Pemahaman, Perubahan Perilaku, Komitmen Politik
dan Akuntabilitas. konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional
daerah dan masyarakat, Mendorong Kebijakan “Food Nutritional Security,
pemantauan dan evaluasi (TNP2K, 2017).
Dalam strategi integrasi penurunan stunting hal-hal yang perlu dilakukan
provinsi adalah mengambil inisiatif untuk proaktif dalam mencermati data hasil
pelaksanaan kunjungan keluarga khususnya: keluarga mengikuti KB, ibu bersalin
di faskes, bayi diberi ASI Eksklusif, keluarga mempunyai air bersih dan
mempunyai akses/menggunakan jamban sehat dan JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional). Memperluas cakupan kunjungan rumah dengan strategi khusus. Dan
melakukan identifikasi permasalahan kesehatan berdasarkan data kunjungan
keluarga sehingga muncul prioritas permasalahan yang perlu ditindaklanjutin
(Kemenkes, 2017)
Pola asuh orang tua adalah perilaku orang tua dalam mengasuh balita.
Pola asuh orang tua merupakan salah satu masalah yang dapat mempengaruhi
terjadinya stunting pada balita. Pola asuh orang tua yang kurang atau rendah
memiliki peluang lebih besar anak terkena stunting dibandingkan orang tua
dengan pola asuh baik (Aramico, dkk, 2013).
Menurut hasil penelitian Aramico, Basri, dkk., 2013, terdapat hubungan
bahwa kategori pola asuh kurang baik berisiko 8,07 kali lebih besar dibandingkan
dengan pola asuh baik, masingmasing dengan persentase status gizi stunting
53% dan 12,3%. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang
signifi kan antara pola asuh dengan status gizi (p<0,001).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Renyoet, Brigitte Sarah,
dkk., 2013, menunjukan adanya hubungan yang signifikan pola asuh dengan
kejadian stunting pada anak ( p=0.000). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian Rahmayana, dkk., 2014, pola asuh menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan kejadian stunting (p=0.000).
Berdasarkan survey awal yang di lakukan peneliti di PAUD Kelompok
Bermain Mesakada dari 23 balita terdapat 12 balita yang terkena stunting. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pola
asuh orang tua terhadap kejadian stunting pada balita di PAUD Kelompok
Bermain Mesakada, Desa Bonehau, Kec, Bonehau, Kab. Mamuju.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah apakah ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian
Stunting pada Balita di PAUD Kelompok Bermain Mesakada
C. Tujuan Penelitian
C.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian
stunting pada Balita di PAUD Kelompok Bermain Mesakada Bonehau.
1. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh yang diberikan orang tua kepada
Balita di PAUD Kelompok Bermain Mesakada Bonehau.
3. Untuk menganalisa adakah hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian
stunting pada Balita di PAUD Kelompok Bermain Mesakada Bonehau
D. Manfaat Penelitian
D.1 Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam proses belajar
mengajar khususnya dalam bidang metodologi penelitian.
D.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dokumentasi di
perpustakaan dan referensi bagi mahasiswa kebidanan tentang pengaruh pola
asuh orang tua terhadap kejadian stunting pada Balita.
A. Stunting
A.1 Pengertian Stunting
Stunting atau disebut dengan “pendek” merupakan kondisi gagal tumbuh
pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari
pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Persagi, 2018).
Stunting adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau
tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-
MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2006, nilai z scorenya
kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang
dari -3SD (TNP2K, 2017).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi (MCA, 2017).
B. Pola Asuh
B.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Secara etiologi, pola asuh berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti
merawat, menjaga, mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem
dalam merawat, menjaga dan mendidik. Pola asuh orang tua adalah interaksi
orang tua terhadap anaknya dalam hal mendidik dan memberikan contoh yang
baik agar anak dapat kemampuan sesuai dengan tahap perkembangannya.
(Handayani, dkk, 2017).
Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang
terjadi antara orang tua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak. Interaksi orang tua dalam suatu pembelajaran
menentukan karakter anak nantinya (Rakhmawati, 2015).
Pola Asuh Orang Tua Jangka pendek (terganggunya perkembangan otak, gangguan pertum
Jangka panjang (menurunya kekebalan tubuh, dan kemampuan pres
Dampak
Otoriter
Demokratis
Permisif
Lalai
Bagan 1.1
Kerangka Teori
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau
teori-teori yang mendukung penelitian. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel-
variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. Dengan adanya
kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil penelitian
(Notoatmojo, 2012).
Variabel Independen Variabel Dependen
Pola Asuh Orang Tua :
Kejadian Balita Stunting
- Baik
- Kurang Baik
Tabel 1.1 Kerangka Konsep pola asuh otang tua yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita
di PAUD Al-Fitrah, Kec. Sei Rampah, Kab. Serdang Bedagai
E. Defenisi Oprasional
Definisi operasional adalah sebuah batasan-batasan yang diberikan oleh
peneliti terhadap variable penelitiannya sendiri sehingga variable penelitian dapat
di ukur. Itu sebabnya definisi operasional adalah definisi penjelas, karena akibat
definisi yang diberikan sebuah variable penelitian menjadi jelas (Zaluchu, 2010).
Defenisi
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Stunting adalah balita Pita sentimeter
dependen : dengan status gizi
Kejadian yang berdasarkan
balita panjang atau tinggi 1. Stunting
stunting badan menurut (ZScore <-2 SD)
Ordinal
umurnya bila 2. Tidak
dibandingkan dengan (ZScore ≥ -2 SD)
standar baku WHO-
MGRS nilai z
scorenya <-2SD.
Variable Perilaku orang tua Kuesioner
1. Baik
independen : dalam mengasuh
(Nilai 7-15)
Pola asuh balita yang diperoleh Ordinal
2. Kurang
orang tua dari jawaban terhadap
(Nilai 0-6)
kuesioner.
Tabel 1.2
Defenisi Oprasional
F. Hipotesis
Adanya hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian stunting pada Balita
di PAUD Kelompok Bermain Mesakada Bonehau.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik dengan
pendekatan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional yaitu penelitian
dimana variabel independen dan variabel dependen diambil dalam waktu
bersamaan. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pola Asuh
Orang Tua dengan Kejadian Stunting pada Balita di P PAUD Kelompok Bermain
Mesakada Bonehau Tahun 2021.
C.2. Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan sistem total
sampling, yaitu seluruh balita yang bersekolah di PAUD Kelompok Bermain
Mesakada Bonehau yaitu sebanyak 23 orang.
D. Jenis Dan Cara Pengumpula Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh
secara langsung dari pemeriksaan tinggi badan balita dan kuesioner yang
diberika pada orang tua balita di PAUD Kelompok Bermain Mesakada Bonehau
Tahun 2021.
Dengan rumus :
G. Etika Penelitian
G.1 Prinsip Manfaat
Dengan berprinsip pada aspek manfaat, penelitian yang dilakukan memiliki
harapan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.
G.2 Prinsip Menghormati Manusia
Manusia memiliki hak dan makhluk yang mulia yang harus dihormati, karena
manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan antara mau dan tidak untuk
diikutsertakan menjadi subjek penelitian.
G.3 Prinsip Keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan
menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga privasi
manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.
G.4 Imformed consent
Imformed consent berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden,
tujuan pemberiannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan
mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia, maka
peneliti harus menghormati hak pasien.
G.5 Anonimity (tanpa nama)
Anonimity menjelaskan bentuk penulisan kuesioner dengan tidak perlu
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data.
G.6 Kerahasiaan
Kerahasiaan menjelaskan masalah-masalah responden yang harus
dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan
dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan dalam hasil penelitian.