Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL PENELITIAN

Pengembangan Mobile Learning Untuk Meningkatkan Literasi


Stunting Di Kabupaten Enrekang

Oleh:
Madinatul Munawwarah Ridwan

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 1


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 2
A. Latar belakang Masalah .................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10
E. Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 12
A. Stunting............................................................................................................. 12
1. Definisi Stunting ......................................................................................... 12
2. Faktor Risiko Stunting ................................................................................ 15
3. Dampak Stunting ........................................................................................ 26
4. Pencegahan Stunting .................................................................................. 27
B. Literasi Informasi ............................................................................................. 30
BAB III METODELOGI PENELITIAN ................................................................. 33
A. Jenis Penelitian ................................................................................................ 33
B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan .......................................................... 36
C. Lokasi Penelitian ............................................................................................... 39
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 40
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 40
B. Saran ................................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 42

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan kesehatan di Indonesia sampai saat ini masih banyak yang

belum terselesaikan salah satunya adalah masalah gizi atau kekurangan gizi yang

masih cukup tinggi yaitu kurus (wasting) dan pendek (stunting) pada

balita.(Kementrian Kesehatan RI., 2018) Stunting (perawakan pendek) merupakan

salah satu kondisi gagal tumbuh yang akan menyebabkan masalah gizi kronis dan

dampak stunting pada anak dalam waktu dekat maupun pada masa yang akan

datang, dampak paling dekat yang akan dialami anak dengan stunting antara lain

gangguan atau kerusakan perkembangan otak, tingkat kecerdasan (IQ) yang rendah

dan melemahnya sistem imun yang mengakibatkan mudahnya terserang infeksi

atau penyakit, sedangkan dampak jangka panjang adalah perawakan yang pendek,

kehilangan produktivitas dan peningkatan biaya perawatan kesehatan, lebih besar

beresiko terhadap diabetes dan kanker serta kematian dini (Bagaswoto., 2020).

Pengetahuan orang tua tentang gejala, dampak, dan cara pencegahan

stunting dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dalam pemeliharaan

kesehatan sehingga dapat menekan angka kejadian stunting. Dengan pengetahuan

yang baik, maka akan menimbulkan kesadaran orang tua akan pentingnya

pencegahan stunting. Untuk mengukur pengetahuan orang tua tentang pemahaman

stunting dapat dipengaruhi oleh latar belakang tingkat pendidikan orang tua.

(Kusumawati et al., 2015)

2
Pada tahun 2019, Sulawesi selatan masuk dalam daftar empat provinsi

terbanyak yang warganya menderita stunting di Indonesia, dan Kabupaten

Enrekang merupakan daerah dengan angka penderita stunting terbesar di provinsi

Sulawesi selatan (Albar A., 2019). Berdasarkan data SSGI pada tahun 2021,

prevalensi stunting di kabupaten enrekang menjadi sebesar 31,9% menempati

urutan ke-8 tertinggi provinsi sulawesi selatan. Berdasarkan data dinas kesehatan

Enrekang, data balita dengan status penderita stunting pada tahun 2021 mencapai

22,8% atau 3.277 jiwa dari total 15.275 balita, data tersebut berdasarkan hasil

pemantauan status gizi tahun 2021 yang dilakukan seluruh puskesmas di

Kabupaten Enrekang. Pemerintah Enrekang tentu saja berusaha keras

menanggulagi hal tersebut dengan menerbitkan peraturan daerah kabupaten

Enrekang No. 29 tahun 2020 tentang peran desa dalam pencegahan stunting

Peraturan Daerah Enrekang Nomor 44 Tahun 2021 tentang penurunan Stunting

berbasis Pencegahan dari Hulu, Surat Keputusan Bupati Enrekang Nomor

141/KEP/III/2022 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting

Kabupaten Enrekang.

Adapun tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu jalan untuk

menanggulangi stunting karena dengan pendidikan maka kegiatan seseorang dalam

mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah lakunya, baik untuk

kehidupan masa kini dan kedepannya bisa memberikan perubahan yang sangat

besar, indikator tingkat pendidikan salah satunya adalah jenjang pendidikan yang

terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

3
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin banyak informasi

yang diperoleh sehingga makin tinggi pengetahuannya, sedangkan tingkat

pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk memperoleh arahan. Dalam

pemenuhan gizi, orang tua dengan tingkat pendidikan rendah akan lebih sulit untuk

menerima arahan dan sering kali tidak meyakini pentingnya pemenuhan kebutuhan

gizi ataupun pentingnya pelayanan kesehatan lainnya yang menunjang dalam

membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Gerungan W.A., 2010) Oleh

karena itu, pendidikan dan pengetahuan orang tua memiliki pengaruh yang sangat

besar terhadap faktor lain yang memengaruhi stunting.

Selain pendidikan, literasi tentang kesehatan juga bisa menjadi salah satu

faktor yang bisa membantu menurunkan tingkat stunting, mengingat tidak semua

masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk menyelesaikan pendidikan,

bahkan di desa-desa banyak yang hanya bisa menempuh pendidikan dasar atau

menengah, apalagi dewasa ini dengan perkembangan teknologi yang besar

memberikan kita peluang yang besar untuk menempuh dan mensosialisasikan

berbagai macam informasi tentang kesehatan kepada masyarakat.

Kesehatan menjadi salah satu masalah yang memiliki tingkat urgensi tinggi

untuk segera diselesaikan. Masalah kesehatan dapat timbul dari berbagai hal, tidak

terkecuali dari faktor komunikasi yang buruk oleh para ahli kesehatan. Tanggung

jawab kesehatan bukan lagi dibebankan kepada satu lembaga kesehatan saja,

melainkan tanggung jawab besar setiap lapisan masyarakat. Maka untuk dapat

mewujudkan literasi kesehatan bagi setiap individu, hal yang penting yaitu dengan

4
didapatkannya informasi yang benar dan layang oleh masyarakat, sebagai suatu

perwujudan dari didapatkannya hak atas informasi itu sendiri. Indonesia masih

menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber

daya manusia. Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah

masih tingginya anak balita pendek atau yang disebut sebagai stunting (Kementrian

Desa., 2017)

Rendahnya tingkat literasi masyarakat terkait gizi dan pola makan yang

sehat juga menjadi salah satu faktor penting karena literasi gizi merujuk pada

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan individu dalam memilih dan

mengonsumsi makanan yang bergizi. Di Kabupaten Enrekang, masih banyak

masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan yang memadai tentang pentingnya

nutrisi dan pola makan sehat untuk tumbuh kembang anak.

Selain itu, akses terhadap informasi dan pengetahuan yang relevan

mengenai gizi dan pola makan yang sehat juga menjadi tantangan di daerah

tersebut. Peningkatan indeks literasi masyarakat menjadi kunci penting dalam

mengatasi masalah stunting di Kabupaten Enrekang. Dengan memiliki

pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik tentang gizi dan pola makan yang

sehat, masyarakat akan lebih mampu mengambil keputusan yang tepat dalam

memberikan asupan nutrisi yang baik kepada anak-anak mereka.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan literasi

mengenai gizi, kesehatan, dan nutrisi pada masyarakat, terutama orang tua dan

keluarga yang memiliki peran penting dalam memberi makan anak-anak. Namun,

5
masih banyak orang tua yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi

dan kesehatan, sehingga perlu ada cara yang lebih efektif dan inovatif dalam

meningkatkan literasi gizi dan mengurangi indeks stunting. Penggunaan teknologi

informasi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan literasi gizi dan mengurangi

indeks stunting. Salah satu bentuk teknologi informasi yang dapat digunakan

adalah aplikasi mobile. Aplikasi mobile dapat memudahkan akses informasi

tentang gizi dan kesehatan, serta memberikan tips dan panduan yang mudah

dipahami untuk para orang tua dan keluarga dalam memberi makan anak-anak.

Pengembangan aplikasi untuk meningkatkan literasi stunting di Kabupaten

Enrekang didasarkan pada masalah serius yang dihadapi oleh daerah tersebut.

Stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan fisik dan perkembangan anak

terhambat akibat kekurangan gizi kronis pada periode pertumbuhan yang kritis,

terutama pada dua tahun pertama kehidupan. Kabupaten Enrekang, yang terletak di

Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, juga menghadapi tantangan serupa.

Stunting memiliki dampak jangka panjang yang signifikan pada anak-anak

dan masyarakat di Kabupaten Enrekang. Anak-anak yang mengalami stunting

rentan terhadap gangguan kognitif, rendahnya kemampuan belajar, penurunan

produktivitas di kemudian hari, serta risiko penyakit kronis seperti diabetes,

penyakit jantung, dan kegemukan. Dengan prevalensi stunting yang tinggi di

daerah ini, sangat penting untuk mengambil langkah-langkah yang efektif guna

meningkatkan literasi stunting.

6
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seperti pengembangan

aplikasi, telah terbukti menjadi alat yang efektif dalam memecahkan masalah sosial

dan kesehatan. Dalam hal ini, pengembangan aplikasi khusus untuk meningkatkan

literasi stunting dapat menjadi solusi yang inovatif dan efisien. Aplikasi tersebut

dapat dirancang untuk menyediakan informasi yang relevan dan mudah diakses

tentang gizi, pertumbuhan anak, perawatan bayi, dan praktik pemenuhan kebutuhan

gizi yang tepat.

Aplikasi ini dapat menawarkan berbagai fitur yang berguna, seperti,

informasi tentang pola makan sehat dan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan

dan perkembangan anak yang optimal, panduan pemberian makanan dan

rekomendasi gizi untuk balita, fitur pelacakan pertumbuhan dan perkembangan

anak, termasuk grafik pertumbuhan yang dapat membantu orang tua atau penjaga

anak untuk memantau perkembangan anak secara teratur, notifikasi dan pengingat

penting, seperti jadwal vaksinasi dan kunjungan ke posyandu dan modul pelatihan

dan edukasi interaktif yang dapat membantu orang tua atau penjaga anak

mempelajari praktik perawatan bayi yang tepat untuk mencegah terjadinya

stunting.

Dengan pengembangan aplikasi stunting ini diharapkan orang tua atau

pengasuh di Kabupaten Enrekang dapat memperoleh informasi yang relevan,

panduan praktis, dan sumber daya yang dapat meningkatkan pemahaman mereka

tentang pentingnya gizi yang baik dan perawatan yang tepat bagi anak-anak

mereka. Aplikasi ini juga dapat memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi

7
masyarakat di daerah pedesaan yang mungkin sulit untuk mengakses sumber daya

informasi terkini tentang stunting dan gizi anak.

Melalui pengembangan aplikasi untuk meningkatkan literasi stunting di

Kabupaten Enrekang ini, diharapkan bahwa kesadaran dan pemahaman masyarakat

tentang stunting akan meningkat, praktik perawatan anak yang tepat akan

ditingkatkan, dan langkah-langkah pencegahan stunting dapat dilakukan dengan

lebih efektif. Dalam jangka panjang, diharapkan pengembangan aplikasi ini akan

memberikan dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan literasi stunting

di Kabupaten Enrekang. Dengan akses yang mudah, informasi yang berkualitas,

dan panduan praktis yang disediakan oleh aplikasi ini, diharapkan orangtua dan

pengasuh dapat lebih efektif dalam merawat dan mendukung pertumbuhan anak-

anak mereka sehingga dapat mencegah stunting dan mengoptimalkan potensi

perkembangan mereka.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran hasil analisis kebutuhan akan pengembangan aplikasi

mobile learning untuk meningkatkan literasi stunting di kabupaten

enrekang?

2. Bagaimana desain aplikasi mobile learning untuk meningkatkan literasi

stunting di kabupaten enrekang?

3. Bagaimana keunikan aplikasi mobile learning untuk meningkatkan literasi

stunting di kabupaten enrekang?

8
4. Bagaimana kepraktisan aplikasi mobile learning untuk meningkatkan

literasi stunting di kabupaten enrekang?

5. Bagaimana keefektifan aplikasi mobile learning untuk meningkatkan

literasi stunting di kabupaten enrekang?

6. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di latar

belakang tersebut, maka tujuan penelitian yang akan di capai pada

penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui gambaran kebutuhan aplikasi mobile learing untuk

meningkatkan literasi stunting di kabupaten enrekang.

2. Menghasilkan aplikasi mobile learning yang memenuhi kriteria valid

yang dapat diterapkan untuk meningkatkan literasi stunting di

kabupaten enrekang

3. Menghasilkan pengembangan aplikasi mobile learning yang memenuhi

kriteria praktis yang dapat di terapkan untuk meningkatkan literasi

stunting masyarakat di kabupaten enrekang

4. Menghasilkan pengembangan aplikasi mobile learning yang memenuhi

kriteria efektif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan literasi

stunting di kabupaten enrekang

5. Menghasilkan aplikasi mobile learning yang menyediakan sumber

informasi yang mudah diakses dan terpercaya dan menjadi referensi

yang dapat diandalkan dalam mendapatkan informasi tentang stunting.

9
7. Manfaaat Penelitian

Adapun Manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk

menambah keterampilan masyarakat kabupaten enrekang dalam

menghadapi stunting dan meningkatkan indeks literasi stunting.

2. Bagi mahasiswa, setelah dilakukan penelitian ini ditargetkan

mendapatkan referensi yang bermakna terkait stunting di kabupaten

enrekang.

3. Bagi dosen, penelitian pengembangan mobile learing untuk


meningkatkan literasi stunting di kabupaten enrekang ini dapat

digunakan sebagai alternatif aplikasi yang dapat meningkatkan indeks

literasi stunting masyarakat kabupaten enrekang.

C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat pada berbagai pemangku kepentingan,

dalam Pengembangan aplikasi mobile learing untuk meningkatkan literasi stunting

di kabupaten enrekang. Secara khusus kegunaan studi ini dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Enrekang, dapat meningkatkan

pemahaman masyarakat tentang stunting dan cara pencegahannya

melalui aplikasi yang mudah diakses dan dipahami, serta dapat

10
meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya penurunan angka

stunting.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang, sebagai leading dalam

pencegahan stunting membutuhkan bantuan penggagas dalam hal ini

dengan menggunakan berbasis aplikasi agar dapat menjadi upaya

tambahan dan bermanfaat dalam pencegahan stunting di kabupaten

enrekang.

3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, studi ini diharapkan

memberikan kontribusi pada intervensi stunting di Indonesi khususnya

di kabupaten enrekang.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting

1. Definisi Stunting

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan

gizi yang kurang dalam waktu cukup lama karena pemberian makanan yang

tidak sesuai dengan kebutuhan. Stunting dapat terjadi mulai saat janin masih

berada dalam kandungan dan biasanya akan tampak saat anak berusia dua

tahun. Stunting merupakan status gizi yang berkaitan dengan indeks PB/U

atau TB/U dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, dimana hasil

pengukuran tersebut berada di ambang batas(Z-Score) <-2 SD sampai dengan

-3 SD (Stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted). Stunting adalah

perawakan tubuh pendek yang disebabkan karena malnutrisi yang lama

(Candra., 2013).

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dikarenakan adanya

kekurangan gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis maupun berulang

yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut usia (TB/U)

(WHO., 2010). Menurut WHO, stunting dapat menyebabkan gangguan

perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa dan personal sosial

(WHO., 2013)

12
Stunting atau disebut dengan “pendek” merupakan kondisi gagal

tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000

hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Persagi.,

2018) Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh

asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan

yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (MCA., 2017). Masalah gizi pada

anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara

asupan dan keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih

bahan makanan untuk dikonsumsi (Arisman., 2009).

Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang

tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai

pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita

yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila

pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik. (Kementerian

Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi., 2017; Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia., 2016)

Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru

nampak saat anak berusia dua tahun, dan bila tidak diimbangi dengan catch-

up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah

stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan

meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan

13
baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan

catcth up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan

untuk mencapai pertumbuhan optimal (World Health Organization., 2014).

Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang

dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang

(Unicef., 2013). Stunting atau masalah anak pendek dapat menjadi

permasalahan karena berhubungan erat dengan meningkatnya risiko

terjadinya kesakitan, kematian dan perkembangan otak suboptimal sehingga

menjadikan perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan

mental (Lewit., 1997; Kusharisupeni, 2002; Unicef., 2013).

Stunting merupakan hal yang dianggap orangtua sebagai sesuatu yang

biasa. Orangtua menganggap bahwa anak mereka masih bisa mengalami

pertumbuhan sebab usianya masih balita padahal bila stunting tidak terdeteksi

secara dini, minimal sebelum berusia 2 tahun, maka perbaikan untuk gizinya

akan mengalami keterlambatan untuk tahun berikutnya. (Fitri., 2018).

Stunting juga berpotensi memberikan dampak kerugian ekonomi di Indonesia

sebesar Rp 1,7 juta/orang/tahun atau Rp 71 juta/orang selama 49 tahun (usia

produktif 15-64 tahun) berdasarkan BPS Tahun 2014 (Ernawati., 2020).

Perkembangan mental yang terhambat dan penurunan kapasitas

intelektual yang kurang menjadi bentuk akumulasi dari dampak stunting.

Dampak stunting bisa terus berlanjut sampai usia dewasa, dimana jika seorang

14
wanita stunting akan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami

komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Begitupun dengan wanita yang

memiliki perawakan lebih kecil cenderung akan melahirkan bayi dengan berat

lahir rendah. Hal itu lah yang dapat menjadikan siklus malnutrisi terjadi secara

terus menerus antargenerasi, karena anak yang lahir dengan berat badan

rendah cenderung memiliki perawakan lebih kecil saat dewasa (WHO., 2018).

Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting

adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut

standar WHO child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score

TB/U < -2 Standard Deviasi (SD). (Picauly et al., 2013)

2. Faktor Risiko Stunting

Faktor risiko stunting pada anak dapat diperoleh oleh faktor langsung

dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu karakteristik anak dengan jenis

kelamin laki-laki, berat badan lahir rendah, asupan zat gizi rendah dan

penyakit infeksi. Faktor tidak langsung yang mempengaruhi stunting antara

lain yaitu pola pengasuhan, kebersihan lingkungan dan karakteristik keluarga

berupa tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, orang tua dan status

ekonomi keluarga. (Nasional BPP., 2007)

15
a) Asupan Zat Gizi

Asupan zat gizi kurang yang paling berat dan meluas terutama

pada kalangan balita ialah kekurangan zat gizi sebagai akibat

kekurangan konsumsi makanan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi.

Zat gizi digunakan oleh tubuh manusia sebagai sumber tenaga yang

tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan

lemak. Sehingga dapat digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang

berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Defisiensi zat gizi pada balita

disebabkan karena mendapat asupan makanan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan untuk tumbuh kembang atau adanya ketidakseimbangan

antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun

kualitatif. (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.,

2019)

b) Jenis Kelamin Balita

Permasalahan stunting lebih banyak terjadi pada anak laki-laki.

Perkembangan motorik kasar anak laki-laki lebih cepat dan beragam

sehingga membutuhkan energi lebih banyak. Peningkatan resiko

kejadian stunting pada balita laki-laki berkaitan dengan pemberian

makanan tambahan yang terlalu dini dan kejadian diare yang lebih

sering daripada balita perempuan. Selain itu, diduga adanya

16
diskriminasi gender yaitu orang tua cenderung lebih besar perhatiannya

terhadap anak perempuan. (Izzati IS., 2016)

c) Berat Badan Lahir

Berat badan lahir adalah pengukuran berat badan yang setelah

dilahirkan. Berikut ini Merupakan klasifikasi Berat Lahir Bayi : (Izzati

IS., 2016)

a) Berat Bayi Lahir Besar (BBLB) bayi dengan berat lahir lebih dari

4000 gram.

b) Berat Bayi Lahir Cukup (BBLC) bayi dengan berat lahir antara

2500 gram sampai 4000 gram.

c) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) bayi dengan berat lahir antara

1500 gram hingga kurang dari 2500 gram.

d) Berat Bayi Lahir Sangat Rendah ((BBLSR) bayi dengan berat

lahir antara 1000 gram hingga kurang 1500 gram.

e) Berat Bayi Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) bayi dengan berat

lahir di bawah 1000 gram.

Berat bayi lahir rendah memiliki hubungan yang bermakna

dengan kejadian stunting. Dikatakan BBLR jika berat < 2500 gram.

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan faktor risiko yang paling

dominan terhadap kejadian stunting pada anak. Karakteristik bayi saat

17
lahir (BBLR atau BBL normal) merupakan hal yang menentukan

pertumbuhan anak. Anak dengan riwayat BBLR mengalami

pertumbuhan linear yang lebih lambat dibandingkan Anak dengan

riwayat BBL normal.

d) Panjang Badan Lahir

Panjang badan lahir menggambarkan pertumbuhan bayi selama

dalam kandungan. Berikut ini merupakan klasifikasi Panjang Badan

Lahir Bayi (Kemkes., 2015) :

a) Panjang Badan Lahir Pendek : Bayi dengan panjang badan saat

lahir di bawah 48 cm.

b) Panjang Badan Lahir Normal : Bayi dengan panjang badan saat

lahir di atas 48 cm.

Pertumbuhan linear yang rendah menunjukkan keadaan gizi

yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada

masa lampau. Hasil penelitian di Kabupaten Pati menunjukkan bahwa

bayi dengan panjang badan lahir rendah memiliki risiko 2,8 kali

mengalami stunting dibanding bayi dengan panjang badan lahir

normal.(Anugraheni & Kartasurya, 2012)

18
e) Penyakit Infeksi Diare

Diare merupakan keadaan buang air besar yang memiliki

konsistensi lembek atau bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi

yang sering sekitar tiga kali atau lebih dalam satu hari. Penyakit infeksi

diare ini seringkali diderita oleh anak, seorang anak yang mengalami

diare secara terus menerus akan berisiko untuk mengalami dehidrasi

atau kehilangan cairan sehingga penyakit infeksi tersebut dapat

membuat anak kehilangan nafsu makan dan akan membuat penyerapan

nutrisi menjadi terganggu. Salah satu penelitian di Wilayah Kerja

Puskesmas Simolawang Surabaya menunjukan bahwa balita stunting

lebih banyak mengalami kejadian diare hingga dua kali atau lebih dalam

tiga bulan terakhir.(Desyanti & Nindya, 2017)

f) Makanan Pendamping ASI

Masalah kebutuhan gizi yang semakin tinggi akan dialami bayi

mulai dari umur enam bulan membuat seorang bayi mulai mengenal

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian MP-ASI berguna

untuk menunjang pertambahan sumber zat gizi disamping pemberian

Air Susu Ibu (ASI) hingga anak berusia dua tahun. Makanan

Pendamping ASI harus diberikan dalam jumlah yang cukup, sehingga

19
baik jumlah, frekuensi, dan menu bervariasi dapat memenuhi kebutuhan

anak tersebut. (Depkes RI DRI., 2019)

g) ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah air susu yang dihasilkan seorang ibu

pasca melahirkan buah hatinya. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI

yang diberikan sejak bayi dilahirkan hingga usia bayi 6 bulan tanpa

memberikan makanan atau minuman lainnya. Seorang anak yang

mengkonsumsi ASI eksklusif mempunyai tumbuh kembang yang jauh

lebih baik dari anak yang tidak minum ASI eksklusif. Hal ini

dikarenakan di dalam ASI terdapat antibodi yang baik sehingga

membuat anak tidak mudah sakit, selain itu ASI juga mengandung

beberapa enzim dan hormon.

Pada ASI terdapat kolostrum yang mengandung zat kekebalan

tubuh salah satunya Immunoglobin A (IgA) yakni sangat penting untuk

membuat seorang bayi terhindar dari infeksi. IgA yang sangat tinggi

tedapat pada ASI yang mampu melumpuhkan bakteri pathogen Ecoli

dan beberapa bakteri pada pencernaan lainnya. Kandungan lainnya yang

dapat ditemukan dalam ASI ialah Decosahexanoic Acid (DHA) dan

Arachidonic Acid (AA) yang sangat penting dalam menunjang

20
pembentukan sel – sel pada otak secara optimal sehingga bisa menjamin

pertumbuhan dan kecerdasan pada seorang anak. (Pollard., 2015)

h) Pola Pemberian Makan

Pola asuh yang baik dapat dilihat dari praktik pemberian

makanan mampu mencegah terjadinya stunting. Pola pemberian makan

yang baik ini dapat berdampak pada tumbuh kembang dan kecerdasan

anak sejak bayi. Pola asuh pemberian makan yang sesuai dengan

anjuran Kementerian Kesehatan, yaitu pola asuh pemberian makan yang

baik kepada anak adalah dengan memberikan makanan yang memenuhi

kebutuhan zat gizi anaknya setiap hari, seperti sumber energi yang

terdapat pada nasi, umbi-umbian dan sejenisnya.

Sumber zat pembangun yaitu ikan, daging, telur, susu, kacang-

kacangan serta zat pengatur seperti sayur dan buah terutama sayur

berwarna hijau dan kuning yang banyak mengandung vitamin serta

mineral yang berperan pada proses pertumbuhan dan perkembangan

bayi terutama agar bayi terhindar dari masalah gizi yang salah satunya

dapat berdampak pada stunting. Pola makan bayi juga perlu menjadi

perhatian orang tua dimana pola makan bayi harus sesuai dengan usia

bayi dan memberikan menu makanan yang bervariasi setiap harinya.

Pemberian menu makanan yang tidak bervariasi atau hampir sama

21
setiap harinya dapat mengakibatkan seorang anak tidak mendapatkan

pemenuhan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Di jelaskan juga

bahwa pada bayi 0 – 6 bulan cukup diberi ASI saja, pada usia 6 – 8 bulan

bayi tidak hanya diberi ASI tetapi mulai disertai dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang lumat, usia 9 – 11 bulan bayi

masih tetap diberi ASI dan makanan lembik serta pada usai 12 – 23

bulan bayi selain di beri ASI juga sudah diperbolehkan makan makanan

keluarga. (Loya & Nuryanto, 2017)

i) Tingkat Pendidikan Orang Tua

Wright (Wright et al., 2018)dalam penelitiannya mengatakan

bahwa terdapat hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan

kejadian stunting pada balita. Pendidikan orang tua berperan dalam

menunjang ekonomi keluarga sehingga berdampak pada penyusunan

makanan keluarga. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa anak

dengan ibu yang tingkat pendidikannya rendah lebih berisiko 1,6 kali

mengalami stunting. (Nkurunziza et al., 2017)

Penelitian yang dilakukan di Banjar baru menunjukkan bahwa

variabel pendidikan ibu yang rendah berisiko 5,1 kali mengalami

stunting pada anaknya. 23 Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan

yang tinggi akan lebih mudah untuk menerima informasi kesehatan

22
khususnya dibidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya

dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari- hari. Jika pendidikan

dan pengetahuan orang tua rendah akibatnya ia tidak mampu untuk

memilih hingga menyajikan makanan untuk keluarga memenuhi syarat

gizi seimbang, sehingga dapat mengakibatkan permasalahan gizi pada

keluarga. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap

pengetahuan orang tua tentang pola asuh anak, dimana pola asuh yang

kurang tepat akan meningkatkan risiko terjadinya stunting.(Ni’mah et

al., n.d.)

j) Pengetahuan Orang tua

Kurangnya pengetahuan orang tua tentang permasalahan gizi

dan kesehatan merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada

anak di bawah usia lima tahun sehingga golongan ini termasuk

golongan rawan terjadinya gangguan gizi . Masa peralihan antara saat

disapih dan mengikuti pola makan orang dewasa merupakan masa

rawan karena orang tua atau pengasuh seringkali mengikuti kebiasaan

yang keliru dalam pemberian makanan.

Pengetahuan seseorang tentang gizi dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Di samping tingkat pendidikan yang pernah dijalani, faktor

lingkungan sosial juga mempengaruhi pengetahuan gizi orang tua.

23
Tingkat pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya bagi perubahan

sikap dan perilaku di dalam pemilihan bahan makanan, yang

selanjutnya akan berpengaruh pula pada keadaan gizi individu tersebut

dan keadaan gizi orang disekitarnya. Keadaan gizi yang rendah di suatu

daerah akan menentukan tingginya angka kurang gizi secara nasional.

Penyuluhan gizi dengan bukti adanya perbaikan gizi pada dasarnya

dapat memperbaiki sikap orang tua dalam pemberian gizi yang baik

untuk pertumbuhan anak.

Salah satu permasalahan gizi terbanyak di Indonesia adalah

stunting. Pengetahuan orang tua tentang gejala, dampak, dan cara

pencegahan stunting dapat memberikan pemahaman yang lebih baik

dalam pemeliharaan kesehatan pencegahan stunting sehingga dapat

menekan angka kejadian stunting. Dengan pengetahuan yang baik,

maka akan menimbulkan kesadaran orang tua akan pentingnya

pencegahan stunting. Ibu dengan pengetahuan rendah berisiko 10,2 kali

lebih besar mengalami stunting pada anaknya dibandingkan dengan ibu

yang memiliki pengetahuan cukup.(Septamarini et al., 2019)

k) Pekerjaan Orang Tua

Balita dengan ibu yang bekerja akan lebih beresiko mengalami

stunting dari pada balita dengan ibu yang tidak bekerja, dikarenakan

24
intensitas pertemuan ibu dengan anak menjadi jarang. Pada usia anak

yang harus mendapatkan ASI eksklusif dan makanan pendamping yang

terkadang tidak tepat pemberiannya akan berdampak signifikan

terhadap pertumbuhan anak. (Lainua MYW., 2016)

l) Status Ekonomi Keluarga

Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan

keluarga. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah biasanya akan

membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan.

Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan

seseorang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang

dibutuhkan. Anak yang tumbuh dalam suatu keluarga dengan

pendapatan rendah paling rentan terhadap kekurangan gizi. Jumlah

anggota keluarga juga mempengaruhi keadaan gizi. (Nasional BPP.,

2007)

m) Kebersihan Lingkungan

Sanitasi yang baik akan memengaruhi tumbuh kembang seorang

anak. Sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan risiko

terjadinya penyakit infeksi. (Kemkes RI., 2018) Penerapan hygiene

yang tidak baik mampu menimbulkan berbagai bakteri yang mampu

masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan timbul beberapa penyakit

25
seperti diare, cacingan, demam, malaria dan beberapa penyakit lainnya.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko stunting akibat

lingkungan rumah adalah kondisi tempat tinggal, pasokan air bersih

yang kurang dan kebersihan lingkungan yang tidak memadai. Kejadian

infeksi dapat menjadi penyebab kritis terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan. Penyediaan toilet, perbaikan dalam praktek cuci tangan

dan perbaikan kualitas air adalah alat penting untuk mencegah tropical

enteropathy dan dengan demikian dapat mengurangi risiko hambatan

pertumbuhan tinggi badan anak. ((Kusumawati et al., 2015)

3. Dampak Stunting

Dampak stunting dapat terbagi menjadi dua yaitu dampak pendek dan

dampak panjang. Dampak jangka pendek kejadian stunting adalah

terganggunya perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan

gangguan metabolisme pada tubuh. Stunting pada anak yang harus disadari

yaitu rusaknya fungsi kognitif sehingga anak dengan stunting mengalami

permasalahan dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara

optimal. Stunting pada anak juga menjadi faktor risiko terhadap kematian,

perkembangan motorik yang rendah, kemampuan berbahasa yang rendah, dan

ketidakseimbangan fungsional (Kemenkes RI, 2018; Setiawan, 2018).

Sedangkan dampak panjang kejadian stunting yaitu mudah sakit,

postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa, munculnya penyakit diabetes,

26
penyakit kardiovaskuler, kualitas kerja yang kurang baik sehingga membuat

produktivitas menjadi rendah, serta menurunnya kesehatan reproduksi

fungsional (Kemenkes RI., 2018; Setiawan., 2018).

4. Pencegahan Stunting

Pencegahan stunting diupayakan melalui dua intervensi, yaitu

intervensi gizi spesifik guna menyasar penyebab langsung serta intervensi gizi

sensitif untuk menyasar penyebab tidak langsung. Selain mengatasi penyebab

langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup

komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah

dan lintas sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan.

Dalam pencegahan stunting memerlukan upaya pendekatan secara

menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung.

Intervensi gizi spesifik menyasar penyebab langsung terjadinya stunting

terutama dalam periode 1.000 hari pertama kehidupan yang meliputi

kecukupan asupan makanan dan gizi; pemberian makan, perawatan dan pola

asuh dan pengobatan infeksi/penyakit. Sedangkan intervensi sensitif

mencakup peningkatan akses pangan bergizi; peningkatan kesadaran,

komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; peningkatan akses dan

kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; serta peningkatan penyediaan air bersih

dan sarana sanitasi. (Dirjen PPMD, 2018)

27
Berikut ini merupakan poin-poin penting dalam pencegahan stunting :

a. Menjaga kebutuhan gizi sejak hamil: Memenuhi kebutuhan gizi sejak

masa kehamilan sangat penting untuk mencegah stunting pada anak.

Selain itu, memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan dan

dampingi ASI eksklusif juga diperlukan. (Kemkes RI., 2019)

b. Perbaikan pola makan: Jumlah dan kualitas gizi makanan yang kurang

menjadi salah satu penyebab stunting pada anak. Makanan yang

diberikan harus seimbang dan mengandung nutrisi yang cukup.

(P2PTM Kemkes.,2018)

c. Pembenahan sanitasi dan air bersih: Faktor sanitasi dan akses air bersih

menjadi salah satu fokus yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting

pada anak. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan sekitNar

d. Perilaku orang tua: Perilaku orang tua juga berperan penting dalam

mencegah stunting. Pola asuh yang baik, termasuk dalam pemberian

makanan, menjadi penting. Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan

gizi bagi remaja dalam hal ini dibutuhkan karena mereka adalah calon

ibu dan calon keluarga. (P2PTM Kemkes.,2018)

e. Pengetahuan dan edukasi bagi ibu hamil dan ibu menyusui:

Pengetahuan dan edukasi tentang gizi dan kesehatan reproduksi bagi

ibu hamil dan ibu menyusui sangat penting untuk mencegah stunting

pada anak. (Kemenkeu., 2022)

28
f. Pencegahan stunting terbaik dilakukan pada masa awal kehamilan:

Pencegahan stunting terbaik sebaiknya dilakukan pada masa awal

kehamilan. Orang tua disarankan untuk mulai menerapkan pola makan

yang sehat dan memenuhi kebutuhan gizi sejak awal kehamilan.

(P2PTM Kemkes.,2018)

g. Edukasi tentang stunting: Penting untuk mengenalkan apa itu stunting,

penyebabnya, dan cara pencegahannya. Edukasi tentang stunting dapat

dilakukan melalui berbagai media seperti poster, brosur, dan

sosialisasi melalui media sosial. (Kemenkeu., 2022)

h. Penanganan stunting: Jika anak sudah mengalami stunting,

penanganan segera perlu dilakukan untuk mengurangi risiko dampak

jangka panjang. Penanganan stunting meliputi penanganan gizi,

kesehatan, dan lingkungan. (Kemenkeu., 2022)

B. Literasi Informasi

Literasi informasi disebut juga melek informasi, yakni kesadaran

akan kebutuhan informasi seseorang, mengidentifikasi, pengaksesan secara

efektif efisien, mengevaluasi, dan menggabungkan informasi secara legal

kedalam pengetahuan dan mengkomunikasikan informasi itu. (Lasa Hs., 2009)

Jaman sekarang ini hampir semua orang dari berbagai disiplin ilmu

membutuhkan informasi untuk mendukung aktivitas kesehariannya.

29
Umumnya informasi yang mereka peroleh sebagian besar melalui

kehadiran teknologi informasi berupa internet. Dengan kehadiran internet,

informasi yang dulunya sulit dijangkau kini mudah dan cepat dapat diperoleh.

Kemajuan berbagai komponen dan unsur-unsur yang terkait dengan internet

semakin memperkaya kualitas dan keberagaman informasi. Dampak yang

dirasakan saat ini adalah tersedianya berbagai sumber informasi yang tersebar luas

meliputi berbagai disiplin ilmu. (Muh. Azwar Muin.,2015) Membanjirnya

informasi dari berbagai media mengharuskan masyarakat untuk

memiliki kemampuan literasi informasi agar dapat menelusur, memilih dan

memanfaatkan informasi dengan baik dan benar. (Hermawan., 2017)

Literasi memiliki dua definisi dalam kamus Merriem Webster (Webster.,

2016): “tahap terdidik, berbudaya” dan “mampu membaca dan menulis.” Literasi

datang dari kata literate, adalah Bahasa asli Latin “litteratus,” diterjemahkan

sebagai “letter” (“Literacy.,” 2016). The United Nations Educational, Scientific

and Cultural Organization (UNESCO., 2018) mendefinisikan literasi sebagai

berikut: “literacy is the ability to identify, understand, interpret, create,

communicate and compute, using printed and written materials associated with

varying contexts.

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO., 2017)

mendefinisikan literasi kesehatan sebagai keterampilan kognitif dan sosial individu

30
yang terkait dengan akses, pemahaman, dan penggunaan informasi kesehatan untuk

melindungi kesehatan.

Istilah “literasi Kesehatan/health literacy” sendiri telah diketahui sejak

tahun 1970 di dalam Pendidikan Kesehatan dan dilihat sebagai kebijakan sosial

(Sorensen et al., 2012). Sejak 1990, konsep literasi Kesehatan digunakan secara

luas setelah istilah ini dimatangkan oleh Ameriks Serikat dalam managemen sistem

pembayaran pelayanan (Parnell., 2019). Saat ini, literasi Kesehatan adalah sebuah

tujuan kesehatan global, promosi dalam menigkatkan pemahaman, startegi

komunitas dan digunakan untuk meningkatkan Kesehatan pasien dengan literasi

Kesehatan yang terbatas. Beberapa negara maju seperti USA, Kanada, dan

Australia memiliki visi untuk meningkatkan literasi Kesehatan (Parnell., 2019).

Kemampuan untuk menggunakan dan mengakses informasi adalah hal

penting yang harus dimiliki oleh individu untuk meningkatkan kesehatan mereka.

Informasi terpercaya mudah diakses menggunakan internet atau penyedia layanan

kesehatan langsung.(Batubara et al., 2020) Orang dengan tingkat literasi e-Health

yang rendah, mengalami kesulitan mendapatkan informasi kesehatan di internet.

Indeks literasi merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur tingkat

kecerdasan dan kemampuan seseorang dalam memahami berbagai informasi yang

tersedia disekitarnya (Ismaya et al., 2022)

31
Literasi stunting merupakan kecakapan masyarakat dalam penanganan

kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama

dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (Sulistyorini W., 2013).

32
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah R&D/Research

and Development. Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa

Inggrisnya Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan

untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut

(Sugiyono., 2014 ). Pengertian penelitian pengembangan menurut Borg and Gall

“research and development is a powerful strategy for improving practice. It is a

process used to develop and validate educational products .” Pengertian tersebut

dapat dijelaskan bahwa “penenelitian dan pengembangan merupakan strategi yang

kuat untuk meningkatkan praktek. Itu adalah proses yang digunakan untuk

mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.” Produk pendidikan yang

dimaksud dalam penelitian dan pengembangan mengandung empat pengertian

pokok. Pertama, produk tersebut tidak hanya meliputi perangkat keras, seperti

modul, buku teks, video dan film pembelajaran atau perangkat keras yang

sejenisnya, tetapi juga perangkat lunak seperti kurikulum, evaluasi, model

pembelajaran, prosedur dan proses pembelajaran, dan lain-lain. Kedua, produk

tersebut dapat berarti produk baru atau memodifikasi produk yang sudah ada.

Ketiga, produk yang dikembangkan merupakan produk yang betul-betul

33
bermanfaat bagi dunia pendidikan. Keempat, produk tersebut dapat

dipertanggungjawabkan, baik secara praktis maupun keilmuan (Zainal., 2012).

Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah suatu proses

pengembangan perangkat pendidikan yang dilakukan melalui serangkaian riset

yang menggunakan berbagai metode dalam suatu siklus yang melewati berbagai

tahapan (Mohammad Ali., 2014). R&D merupakan suatu proses pengembangan

perangkat pendidikan yang dilakukan melalui serangkaian riset yang menggunakan

berbagai metode dalam suatu siklus yang melewati berbagai tahapan. Dalam

pendapat lain dijelaskan bahwa Research and Development (R&D) adalah metode

penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji

keefektifan produk tersebut. ( Sugiyono.,2014 )

Selain itu Research and Development (R&D) bertujuan menghasilkan suatu

produk, perlu diadakan need assessment (Conny R., 2007). R&D tujuan utamanya

tidak keluar dari ruang lingkup (Muhammad Asrori., :

1. Perumusan teori-teori atau konsep-konsep baru kependidikan,

2. Memperbaiki teori-teori ataupun konsep-konsep pendidikan yang telah

ada,

3. Menguji atau memverifikasi aplikasi dari berbagai teori ataupun konsep

pendidikan dalam praktik di lapangan,

4. Merumuskan sejarah pendidikan,

5. Menguji keefektifan suatu konsep atau perangkat pendidikan,

34
6. Menemukan berbagai kelemahan dari berbagai teori, konsep ataupun

praktik kependidikan, serta mencari berbagai cara memperbaikinya.

Berdasarkan tujuan-tujuan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

penelitian pengembangan yakni untuk menghasilkan suatu produk melalui proses

menguji atau memverifikasi sehingga menghasilkan produk yang valid, praktis, dan

efektif.

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Langkah-langka penelitian dan pengembangan ditujukan pada gambar

berikut ini :

Gambar 1. Langkah Penelitian Pengembangan

Sedangakan menurut Borg and Gall terdapat sepuluh langkah-langkah

prosedur penelitian pengembangan yaitu sebagai berikut: (Arifin.,2012)

35
1. Penelitian & Pengumpulan Informasi Awal/Research and Information

Collecting

Pada Tahap ini peneliti melakukan studi pendahuluan atau studi

eksploratif untuk mengkaji, menyelediki dan mengumpulkan informasi,

langkah ini dilakukan dengan mengobservasi keberadaan stunting di

kabupaten Enrekang untuk mengembangkan aplikasi dengan

mengumpulkan literatur dari sumber-sumber terpercaya mengenai literasi

stunting, indeks stunting, aplikasi dan teknologi yang dapat mendukung

pengembangan aplikasi stunting. Beberapa sumber yang dijadikan acuan

dalam penelitian ini antara lain jurnal ilmiah, buku literatur, laporan

penelitian, dan website.

2. Perencanaan/ Planning

Peneliti membuat rencana desain pengembangan produk. Aspek-

aspek penting dalam rencana tersebut meliputi produk tentang apa, tujuan

dan manfaatnya apa, siapa pengguna produknya, mengapa produk tersebut

dianggap penting, dimana lokasi untuk pengembangan produk dan

bagaimana proses pengembangannya.

3. Pengembangan Format Produk Awal/Develop Preliminary Form of

Product

36
Peneliti mulai mengembangankan bentuk produk awal yang bersifat

sementara (hipotesis). Produk yang dibuat lengkap dan sebaik mungkin,

seperti kelengkapan komponen-komponen menu dalam aplikasi dari materi

tentang stunting, petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis

(juknis).

4. Uji Coba Awal/Preliminary Field Testing

Peneliti melakukan uji coba terbatas mengenai aplikasi stunting

awal di lapangan yang melibatkan antara dua atau tiga desa di kabupaten

enrekang dengan subjek antara 5-10 ibu rumah tangga. Selama uji-coba

berlangsung, peneliti dapat melakukan observasi terhadap kegiatan subjek

(ibu rumah tangga) dalam melaksanakan produk tersebut. Setelah selesai

uji-coba, kemudian peneliti melakukan diskusi dengan subjek. Peneliti juga

dapat memberikan angket kepada subjek mengenai aplikasi stunting yang

sedang dikembangkan

5. Revisi Produk/Main Product Revision

Peneliti melakukan revisi tahap pertama, yaitu perbaikan dan

penyempurnaan terhadap aplikasi stunting yang dikembangkan,

berdasarkan hasil uji-coba terbatas, termasuk hasil diskusi, observasi,

wawancara, dan angket yang didapatkan setelah melakukan uji coba tahap

awal

37
6. Uji Coba Lapangan/Main Field Testing

Setelah melakukan uji coba awal dan melakukan revisi, pada bagian

ini peneliti kembali akan melakukan uji-coba aplikasi stunting dengan skala

yang lebih luas. Perkiraan desa yang terlibat antara lima sampai dengan

sepuluh desa serta subjek antara 30 sampai dengan 100 orang.

7. Revisi Produk/Operational Product Revision

Peneliti melakukan revisi tahap kedua, yaitu memperbaiki dan

menyempurnakan produk aplikasi stunting yang dikembangkan

berdasarkan masukan dan saran-saran hasil uji-coba lapangan yang lebih

luas.

8. Uji Coba Lapangan/Operational Field Testing

Pada bagian ini peneliti melakukan uji pelaksanaan lapangan

dengan melibatkan antara 10-30 desa dan antara 40-200 subjek/ ibu rumah

tangga. Kemudian data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan

angket.

9. Revisi Produk Akhir/Final Product Revision

Tahapan ini merupakan revisi terakhir yang peneliti lakukan

terhadap produk akhir aplikasi stunting yang dikembangkan, berdasarkan

saran dan masukan dalam uji pelaksanaan lapangan.

38
10. Desiminasi dan Implementasi/Dissemination and Implementation

Bagian terakhir yang dilakukan peneliti adalah dengan

mendesiminasikan (menyebarluaskan) produk aplikasi stunting untuk

disosialisasikan kepada seluruh subjek di kabupaten enrekang melalui

pertemuan dan jurnal ilmiah dan kemudian bisa di download secara gratis

di playstore dan ios.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Enrekang

merupakan salah satu daerah di provinsi Sulawesi Selatan, ibu kota kabupaten ini

terletak di kota Enrekang yang berada 236 km sebelag utara makassar, secara

administratif terdiri dari 12 kecamatan detentif terdapat 129 kelurahan/desa, yaitu

kelurahan dan 122 desa, sengan luas wilayah sebesar 1.786.01 Km2, dengan batas

wilayah Kabupaten ini adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tana

Toraja, sebelah selatan dengan Kabupaten Luwu, Sebelah Timur dengan Kabupaten

Sidrap dan Sebelah Barat dengan Kabupaten Pinrang.

39
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Program penelitian yang diusulkan, dengan judul "Pengembangan aplikasi


untuk meningkatkan literasi stunting di kabupaten enrekang," bertujuan untuk
mengatasi masalah stunting pada anak-anak melalui pendekatan literasi dan
teknologi. Program ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis dalam
upaya mengurangi indeks stunting. Secara teoritis, program ini bertujuan untuk
mengembangkan dan menerapkan aplikasi stunting yang inovatif. Aplikasi ini
akan memadukan dua bidang penting, yaitu literasi dan stunting, untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman orang tua serta masyarakat umum
tentang pentingnya gizi, pola makan yang sehat, dan perawatan anak yang baik.
Pengembangan aplikasi stunting ini akan didasarkan pada penelitian ilmiah dan
informasi terkini tentang stunting dan strategi literasi stunting yang efektif.

Dalam hal praktis, program ini akan menghasilkan sebuah aplikasi berbasis
teknologi yang dapat diakses oleh orang tua dan masyarakat umum. Aplikasi ini
akan menyediakan konten edukatif dan interaktif tentang gizi, pola makan,
perawatan anak, dan praktik sehat lainnya yang berhubungan dengan mengurangi
risiko stunting. Aplikasi ini akan dirancang dengan antarmuka yang user-friendly
dan dapat diakses melalui perangkat seluler, sehingga memudahkan akses dan
penggunaan oleh target pengguna.

Program penelitian ini akan memberikan manfaat praktis dalam


mengurangi indeks stunting dengan cara meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan pengobatan stunting. Dengan
mengintegrasikan pendekatan literasi ke dalam aplikasi yang akan memberikan
informasi yang mudah dimengerti dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-

40
hari. Selain itu, aplikasi ini juga dapat memberikan rekomendasi dan pengingat
kepada pengguna tentang praktik kesehatan yang perlu dilakukan untuk mencegah
stunting.

B. Saran

Secara keseluruhan, program penelitian "Pengembangan aplikasi untuk


meningkatkan literasi stunting di kabupaten enrekang" ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya mengurangi angka stunting
melalui pendekatan literasi yang inovatif dan penggunaan teknologi yang
memudahkan akses dan penyebaran informasi kepada masyarakat. Semoga
kedepannya akan ada peneliti yang terus melakukan inovasi dan mengembangkan
aplikasi berdasarkan perkembangan baru dalam penelitian dan praktik terbaik.
Selain itu, selalu pertimbangkan faktor konteks lokal dalam pengembangan aplikasi
ini. Aplikasi stunting harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik
masyarakat yang berbeda, sehingga dapat memberikan dampak yang lebih efektif
dalam mengurangi indeks stunting dan meningkatkan indeks literasi masyarakat
terhadap stunting.

41
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Albar A. 2019. 3.771 Balita Menderita Stunting di Enrekang, Terbesar
di Sulsel. https://makassar.tribunnews.com/2019/01/14/3771-balita-
menderita--stunting-di-enrekang-terbesar-di-sulsel. [Diakses 16 Maret 2023)
Anugraheni, H. S., & Kartasurya, M. I. (2012). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Journal of
Nutrition College, 1(1), 30-37. https://doi.org/10.14710/jnc.v1i1.725
Bagaswoto HP, 2020. Short Term and Long Term Effect of Stunting. Makalah Dalam
Seminar Kupas Tuntas Stunting RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, 06
Februari 2020
Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi - Direktorat
P2PTM Kemkes. Dari: https://p2ptm.kemkes.go.id/post/cegah-stunting-
dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi. (Diakses pada 22 Mei
2023)
Depkes RI DRI. Panduan Penyelenggaraan pemberian makanan tambahan pemulihan
bagi Balita gizi kurang. STIKES PERINTIS; 2019
Desyanti, C., & Nindya, T. S. (2017). Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik
Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya. Amerta Nutrition, 1(3), 243–251.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1i3.2017.243-251
Dinkes sulsel prov, 2019. Laporan kinerja (lkj) Organisasi Perangkat Daerah Tahun
2019. Makassar.
Fitri, Lidia. 2018. Hubungan BBLR dan asi eksklusif dengan kejadian stunting di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Jurnal Endurance 3(1). 131-137.
Gerungan WA. 2010. Psikologi sosial.
Indonesia PR. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta; 2003.

42
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Warta-
Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
Ismaya I, Elihami E, Galib AA. Pendidikan Literasi Komunikasi: Membangun
Karakter Anak Usia Dini Melalui Komunikasi yang Efektif [Internet].
Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 6(1):1148-53. 2022 [cited 20 Mei 2023].
Available from: https://ummaspul.e-journal.id/maspuljr/article/view/3578
Izzati IS, Saptanto A, Setyawan MH. Hubungan Jenis Kelamin, Usia dan Riwayat
Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting Anak di RSUD Tugurejo Semarang.
Skripsi Fak Kedokt Univ Muhammadiyah Semarang. 2016
John W. Creswell. 2010, Research Design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif dan mixed.
Edisi III, Yogtakarta : Pustaka Pelajar.
Kemenkeu 2022 Mencegah Stunting Anak dengan Edukasi (kemenkeu.go.id) diakses
22 Mei 2023
Kemenkeu 2022. Stunting, Apa, Penyebab dan Upaya Penanganannya?
(kemenkeu.go.id) diakses 22 Mei 2023
Kementerian desa. (2017). Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta:
KementrianDesa.https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_St
unting_Desa.pdf diakses 22 Mei 2023
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan
RI. 2018;301(5):1163–78.)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil-Kesehatan-Indonesia. 2015.
Kementerian, p. P. N. (n.d.). Bappenas. 2018. Pedoman pelaksanaan intervensi
penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota. Rencana aksi nasional
dalam rangka penurunan stunting: rembuk stunting, november, 1–51.
Kemkes 2019 Pencegahan Stunting Pada Anak (kemkes.go.id) diakses 22 Mei 2023
Ketahui Masalah Stunting dan Cara Mengatasi Stunting | NHS Indonesia
(nestlehealthscience.co.id) diakses 22 Mei 2023
Kusumawati, E., Rahardjo, S., & Sari, H. (2015). Model Pengendalian Faktor Risiko
Stunting pada Anak Bawah Tiga Tahun. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional (National Public Health Journal), 9(3), 249-256. doi:
http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v9i3.572

43
Lainua MYW. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Balita Stunting Di Kelurahan
Sidorejo Kidul Salatiga. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga;
2016.
Literacy. 2016. In Oxford English Dictionaries Language Matters. Retrieved from
http://www. oxforddictionaries.com/us/definition /american_ english/literacy
Loya, R. R. P., & Nuryanto, N. (2017). Pola asuh pemberian makan pada bayi stunting
usia 6-12 bulan di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Journal of
Nutrition College, 6(1), 84-95. https://doi.org/10.14710/jnc.v6i1.16897
Nasional BPP. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta: Bappenas. 2007
Nasional BPP. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta: Bappenas. 2007.)
Ni’mah, C., & Muniroh, L. (2016). HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN,
TINGKAT PENGETAHUAN DAN POLA ASUH IBU DENGAN WASTING
DAN STUNTING PADA BALITA KELUARGA MISKIN. Media Gizi
Indonesia, 10(1), 84–90. https://doi.org/10.20473/mgi.v10i1.84-90
Nkurunziza, S., Meessen, B., Van Geertruyden, J. P., & Korachais, C. (2017).
Determinants of stunting and severe stunting among Burundian children aged
6-23 months: evidence from a national cross-sectional household survey,
2014. BMC pediatrics, 17(1), 176. https://doi.org/10.1186/s12887-017-0929-2
Norman CD, Skinner HA. 2006. eHealth literacy: essential skills for consumer health
in a networked world. J Med Internet Res. 8(2): e9. doi:10.2196/jmir.8.2.e9.
Parnell TA, Stichler JF, Barton AJ, Loan LA, Boyle DK, Allen P.,E. 2019. A Concept
Analysis of Health Literacy. Nursing Forum 1-13 https:/
doi.org/10.1111/nuf.12331
Pengertian Stunting, Penyebab dan Cara Pencegahannya| Lifebuoy Indonesia
Picauly, I.; Toy, S.M. Analisis Determinan Dan Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi
Belajar Anak Sekolah Di Kupang Dan Sumba Timur, Ntt. J. Gizi Dan
Pangan 2013, 8, 55
Pollard, Maria. (2015). ASI Asuhan Berbasis Bukti. EGC. Jakarta.
Septamarini, R. G., Widyastuti, N., & Purwanti, R. (2019). HUBUNGAN
PENGETAHUAN DAN SIKAP RESPONSIVE FEEDING DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BADUTA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS BANDARHARJO, SEMARANG. Journal of Nutrition
College, 8(1), 9-20. https://doi.org/10.14710/jnc.v8i1.23808

44
Sorensen K, Broucke SV, Fullam J, Doyle G., Pelikan J, Slonska Z, Brand H. 2012.
Health Literacy and Public Health: A Systematc Review and Integration of
Defenition and Models. BMC Public Health 12:80
Sulistyorini W. Tindakan Sosial Kader Posyandu Dalam Pencegahan Stunting Melalui
Implementasi Teknik Emo-Demo (Studi Implementasi Teknik Emo-Demo Di
Kecamatan Gayungan Surabaya) [Internet]. Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Malang. [cited 18 Maret 2023]. Available from:
https://etd.umm.ac.id/id/eprint/2670/
Swarinastiti, D., Hardaningsih, G., & Pratiwi, R. (2018). Dominasi Asupan Protein
Nabati Sebagai Faktor Risiko Stunting Anak Usia 2-4 Tahun. Jurnal
Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal), 7(2), 1470-
1483. https://doi.org/10.14710/dmj.v7i2.21465
Tim Nasional Percepatan dan Penanggulangan Kemiskinan. 100 Kabupaten/Kota
Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta: Sekretariat Wakil
Presiden RI; 2017.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 100 Kabupaten/Kota Prioritas
untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). 1.2019
Unesco. 2018. Defining Literacy. Retrieved from: http://gaml.uis.unesco.org/wp-
content/uploads/ sites/2/2018/12/4.6.1_07_4.6-defining-literacy. pdf on Jan 3,
2020
Unesco. 2018. Defining Literacy. Retrieved from: http://gaml.uis.unesco.org/wp-
content/uploads/ sites/2/2018/12/4.6.1_07_4.6-defining-literacy. pdf on Jan 3,
2020
Webster, M. 2016. Online Merriam-Webster Dictionary. Website:
https://www.merriamwebster.com/dictionary/literacy diakses 22 Mei 2023
WHO. 2010. Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile
Indicators: Interpretation Guide. Switzerland: WHO Press.

45

Anda mungkin juga menyukai