Anda di halaman 1dari 81

PENGARUH KEPATUHAN PELAKSANAAN IMD (INISIASI MENYUSU DINI)

DAN POLA PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA

BALITA USIA 0-23 BULAN MASA PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MUARA RAPAK KOTA BALIKPAPAN

Oleh :

Devita Putri Ramadhani Wijaya

NIM : 1711015001

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya,

penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Pengaruh

Kepatuhahan Pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) Dan Pola Pemberian

ASI Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 0-23 Bulan Masa Pandemi

Covid-19 Di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan”.

Penulisan proposal skrispi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Penulis

menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak pasti akan

sulit untuk dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Iwan Muhammad Ramdan, S.Kp., M.Kes selaku Dekan

Fakultas Kesehatan Masyarakat

2. Ibu Reny Noviasty, SKM., M.kes selaku Dosen Pembimbing 1 yang

telah membimbing saya dalam penyusunan proposal hingga selesai

3. Bapak Dr. Ismail, SKM.,M.Kes selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah

membimbing saya dalam penyusunan proposal hingga selesai

4. Kedua orang tua dan teman-teman saya yang telah memotivasi dan

memberikan dukungan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak

terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari pembaca untuk perbaikan proposal ini di masa yang

akan datang. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga proposal ini

i
dapat memberikan manfaat dan memberikan edukasi yang baik untuk penulis

maupun pembaca.

Balikpapan, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL..................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vii

DAFTAR SINGKATAN......................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu...................................................................9

2.2 Kajian Teori........................................................................................11

2.2.1 Stunting..............................................................................................11

2.2.2 Pemberian Makan Anak (Child Feeding)..........................................17

2.2.3 Perilaku Makan (Eating Behaviour)...................................................21

2.2.4 Instrumen Penelitian..........................................................................25

2.3 Kerangka Teori...................................................................................29


BAB III METODE PENELITIAN........................................................................30

3.1 Jenis Penelitian..................................................................................30

3.2 Subjek Penelitian...............................................................................30

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................30

3.4 Populasi dan Sampel.........................................................................31

3.5 Kerangka Konsep Penelitian..............................................................34

3.6 Hipotesis Penelitian............................................................................35

3.7 Variabel Penelitian.............................................................................35

3.8 Definisi Operasional...........................................................................36

3.9 Pengumpulan Data............................................................................37

3.10 Langkah-langkah / Prosedur penelitian.............................................38

3.11 Pengolahan Data...............................................................................42

3.12 Analisis Data......................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44

LAMPIRAN.........................................................................................................47
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu 9
2.2 Indeks PB/U atau TB/U 16
3.1 Definisi Operasional 36

v
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
2.1 Kerangka Teori 29
3.1 Kerangka Konsep 34
3.2 Alur Penelitian 41
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul
Lampiran 1 Informed Consent
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu

Balita : (Anak) Bawah Lima Tahun

BB : Berat Badan

HPK : Hari Pertama Kehidupan

IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia

IMD : Inisiasi Menyusu Dini

IUGR : Intrauterine Growth Restriction

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

PSG : Pemantauan Status Gizi

PB : Panjang Badan

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SEAR : South East Asean Regional

TB : Tinggi Badan

UNICEF : United Nations International Children's Emergency Fund

WHO : World Health Organization


DAFTAR ISTILAH

Agriculture : Pertanian

BB/U : Berat Badan menurut Umur

BB/TB : Berat Badan menurut Tinggi Badan

Cleaning : Pemeriksaan kembali data yang telah di entry ada

kesalahan atau tidak

Coding : Pemberian kode

Editing : Pemeriksaan kembali kebenaran data

Informed Consent : Lembar Persetujuan

PB/U : Panjang Badan menurut Umur

Tabulating : Proses penyajian data

TB/U : Tinggi Badan menurut Umur

Scoring : Perhitungan jumlah/skor

Simple random sampling : Pengambilan sampel penelitian yang dilakukan

secara acak sederhana.

Stunting : Pendek

Z-Score : Standar defiasi unit untuk mengetahui status gizi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penemuan kasus pneumonia misterius pertama kali pada bulan

Desember 2019 dilaporkan di Negara China tepatnya Kota Wuhan, Provinsi

Hubei Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pastinya, tetapi

kasus pertama dikaitkan dengan pasar hewan yang berada di Kota Wuhan.

Pada 12 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan

nama kasus yang ada di Kota Wuhan tersebut yaitu Corona Virus Disease

(COVID-19) sebagai pandemik. Hingga per tanggal 31 Maret 2021 terdapat

129 juta kasus dan 2,81 juta jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara

di Indonesia sudah ditetapkan 1,51 juta kasus dengan positif Corona Virus

Disease (COVID-19 ) dan 33.788 kasus kematian (Kemenkes RI ,2020).

Upaya untuk menghentikan Penularan virus COVID-19 dilakukan

pemerintah dalam membentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

dibeberapa daerah. PSBB menyebabkan sebagian besar kegiatan


masyarakat dilakukan dari rumah dan akibatnya terjadi perubahan

kebiasaan sosial untuk selalu mengatur jarak, menggunakan masker serta

mencuci tangan. Penerapan PSBB sangat berpengaruh pada perubahan

kondisi sosial budaya masyarakat, termasuk kegiatan pelayanan gizi dan

kesehatan anak (Efrizal W, 2020).

Kasus terkonfirmasi dengan jumlah kasus pasien positif Corona Virus

Disease (COVID-19 ) di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur menunjukkan

peningkatan dengan data terakhir per tanggal 31 Maret 2021 kasus

terkonfirmasi positif Corona Virus Disease (COVID-19 ) di Balikpapan

menjadi 15.035 kasus terdiri dari 552 Orang sedang menjalani perawatan,

13.969 kasus dinyatakan sembuh, dan 544 kasus meninggal dunia (Gugus

Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Balikpapan, 2020).

Bertambahnya jumlah penderita yang ada, telah menyebabkan

pengurangan kegiatan sosial budaya masyarakat. Kebijakan untuk

beraktifitas dari rumah, selalu menjaga jarak, menggunakan masker dan

mencuci tangan pakai sabun menggunakan air mengalir menyebabkan

pelayanan gizi dan kesehatan anak di beberapa tempat tidak dapat berjalan

secara optimal termasuk kegiatan pemantauan pertumbuhan di posyandu.

Kondisi ini dapat menyebabkan pertumbuhan dan kondisi kesehatan anak

tidak dapat diketahui dengan baik dan belum optimalnya pola asuh yang

baik, sehingga dapat menyebabkan peningkatan prevalensi stunting

(Chandra dan Humaedi, 2020).

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita atau tubuh

pendek pada masa anak-anak merupakan akibat kekurangan gizi kronis

atau kegagalan pertumbuhan di masa lalu dan digunakan sebagai indikator


jangka panjang untuk gizi kurang pada anak (Kemenkes RI, 2018). Stunting

menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang

badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)

dengan batas (z-score) kurang dari -2SD (WHO, 2010).

Masalah Stunting (anak pendek) merupakan salah satu permasalahan

gizi yang dihadapi dunia, khususnya di negara-negara miskin dan

berkembang Stunting menjadi permasalahan kesehatan karena

berhubungan dengan risiko terjadinya kesakitan dan kematian,

perkembangan otak suboptimal, sehingga perkembangan motorik terlambat

dan terhambatnya pertumbuhan mental. Hal ini menjadi ancaman serius

terhadap keberadaan anak-anak sebagai generasi penerus suatu bangsa.

Anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia

yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan

produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef, 2013).

Menurut Joint Child Malnutrition Eltimates (2018), kejadian balita

pendek atau biasa disebut dengan Stunting pada tahun 2017 terdapat

persentase sebesar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami

Stunting, lebih dari setengah balita Stunting di dunia berasal dari Asia (55%)

sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta

balita Stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)

dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health

Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara keempat

dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia

Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun


2007-2019 adalah 37,8%. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi

(PSG), masalah stunting memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan

masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk.

Prevalensi balita pendek di Indonesia mengalami penurunan maupun

peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di

Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan

manjadi 35,6%. Namun, prevalensi balita pendek kembali meningkat pada

tahun 2013 yaitu 37,2%. Pada tahun 2016 prevalensi menurun menjadi

sebesar 33,6% dan kembali menurun pada tahun 2018 yaitu sebesar

30,8%. Pada tahun 2019 prevalensi stunting juga mengalami penurunan

menjadi 27,67%. WHO menetapkan batasan masalah gizi tidak lebih dari

20%, sehingga dapat dikatakan Indonesia termasuk memiliki masalah

kesehatan masyarakat (Aryastami, 2017).

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur menyatakan jumlah anak

usia dibawah lima tahun yang stunting tergolong tinggi, yakni 30,6% dari

total balita pada tahun 2017, dan setiap tahun mengalami peningkatan, dari

26,7% pada tahun 2015, menjadi 27,1% pada tahun 2016, dan kembali

meningkat menjadi 30,6% pada tahun 2017. namun pada dua tahun

terakhir yaitu pada tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 30,0% dan

tahun 2019 menjadi 29,4% (Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim,2019).

Masalah gizi yang sangat perlu diperhatikan pada anak usia 6-24 bulan

adalah stunting. Stunting disebabkan oleh beberapa faktor yaitu Penundaan

pelaksanaan inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

secara eksklusif. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang kurang tepat atau tidak
dilakukannya IMD berakibat pada tidak terpenuhinya nutrisi yang penting

bagi bayi di awal kehidupannya (Annisa Nur dkk, 2020).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sunartiningsih dkk, 2020),

menunjukkan ada hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian

stunting pada balita usia 12-24 bulan. Penelitian lain yang dilakukan di

Rwanda mengenai faktor yang menyebabkan stunting disimpulkan bahwa

anak yang tidak mendapatkan IMD lebih berisiko mengalami stunting 9,5

kali dibandingkan yang mendapatkan IMD (Etienne Nsereko dkk, 2018).

Faktor lain yang mempengaruhi kejadian stunting yaitu Pola pemberian

air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Pemberian makan yang tidak tepat akan

menganggu status gizi dan kesehatan bayi/balita. Pemberian ASI yang

kurang sesuai di Indonesia menyebabkan bayi menderita gizi kurang dan

gizi buruk. Padahal kekurangan gizi pada bayi akan berdampak pada

gangguan psikomotor, koginitif, dan sosial serta secara klinis terjadi

gangguan pertumbuhan (Izah Nilatul dkk, 2020).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sampe Anita dkk, 2020),

menunjukkan ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada balita. Sedangkan pada uji odds ratio di dapatkan nilai OR =

61 kali lipat mengalami stunting dibandingkan balita yang diberi ASI

eksklusif.

Bayi usia 0-23 bulan termasuk periode emas pertumbuhan dan

perkembangan karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan

perkembangan mental yang pesat. Asupan zat gizi pada periode ini sangat

penting seperti ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh, sehingga perlu

mendapatkan perhatian khusus. Pada masa bayi usia 0-23 bulan asupan
zar gizi yang diperoleh sangat bergantung pada ibu atau pengasuhnya

(Permadi M. Rizal dkk, 2016).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes, 2015), menyatakan bahwa

pencapaian ASI eksklusif di Indonesia masih jauh dari target nasional

sebesar 80%. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2018 dan 2019

hanya 68,74% bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia

enam bulan pada tahun 2018, lalu meningkat pada tahun 2019 yaitu

menjadi 67,74%. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan Timur cakupan ASI

eksklusif sebesar 78,53% pada tahun 2019. Namun, angka ini masih jauh

lebih rendah dari target capaian ASI ekslusif yaitu 80% maka capaian ASI

eksklusif di tingkat nasional masih belum memenuhi target nasional yang

ingin dicapai.

Cakupan IMD di Indonesia belum memenuhi kriteria dari target nasional

sebesar 80% hanya 75,58% bayi yang melakukan IMD, sedangkan untuk

wilayah kalimantan timur cakupan IMD sebesar 78,15% pada tahun 2019

(Pusdatin,2019).

Cakupan IMD di Kota Balikpapan tahun 2019 mencapai 88,2% . Angka

tersebut sudah memenuhi kriteria dari terget nasional. (Dinkes Kota

Balikpapan,2019). Telah terlampauinya target tersebut bukan berarti tidak

ada masalah lagi, pada hasil survei pendahuluan yang dilakukan di

Puskesmas Muara Rapak pada akhir bulan Januari 2021, jumlah

persentase bayi yang melakukan IMD berjumlah 56,6% data tersebut masih

dibawah terget dari dinas Kota Balikpapan yaitu sebesar 88%. Persentase

cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Muara Rapak sebesar 76,1%, hasil

tersebut masih dibawah target nasional yaitu 80%.


Kota Balikpapan merupakan salah satu kota di Kalimantan Timur

dengan peringkat kedua yang masih terdapat kejadian stunting tertinggi

pada balita. Sebesar 30.3% balita masih mengalami stunting, hal ini

menerangkan bahwa kejadian stunting di Kota Balikpapan masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat yang serius. Walaupun Dinas Kota

Balikpapan telah mencanangkan program untuk mencegah dan mengatasi

kejadian stunting yaitu locus stunting, namun angka prevalensi stunting

masih tinggi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, 2019

menyatakan terdapat 2.416 anak yang tumbuh tidak sesuai. dengan anak

usia 0-23 bulan yaitu dengan jumlah 649 anak pada tahun 2019, dan

tersebar di berbagai wilayah kerja puskesmas di Kota Balikpapan.

Puskesmas Muara Rapak merupakan salah satu Puskesmas yang

terdapat di Kota Balikpapan dan merupakan puskesmas satu-satunya di

wilayah Kecamatan Balikpapan Utara dimana letaknya yang berada di

pertengahan kota dimana akses pelayanan kesehatan mudah dan juga

mudahnya informasi kesehatan didapat kasus stunting lebih sedikit terjadi.

Namun, pada tahun 2020 dipuskesmas ini tercatat jumlah balita sebanyak

555 balita dan yang mengalami kejadian stunting sebanyak 117 kasus

dengan persentase 20,90% balita stunting dengan anak usia 0-23 bulan

yaitu dengan jumlah 39 balita pada tahun 2020.

Hasil wawancara survei pendahuluan di Puskesmas Muara Rapak pada

Akhir bulan Januari 2021 dari 25 ibu menyusui hanya ada 8 ibu mengatakan

tidak melakukan IMD dan memberikan ASI eksklusif hal ini disebabkan

pengetahuan ibu yang kurang mengenai pentingnya IMD sehingga

mempengaruhi status ASI eksklusif.


Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan dan hasil survei

pendahuluan yang didapat, maka penulis memutuskan untuk melakukan

penelitian mengenai ada atau tidaknya hubungan kepatuhan pelaksanaan

IMD dan pola pemberian ASI dengan kejadian Stunting pada balita usia

0-23 bulan masa pandemi COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas Muara

Rapak Kota Balikpapan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka yang

menjadi rumusan masalah adalah “Apakah ada pengaruh kepatuhan

pelaksanaan IMD dan pola pemberian ASI dengan kejadian Stunting pada

balita usia 0-23 bulan masa pandemi COVID-19 di wilayah kerja

Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan ? ”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh kepatuhan pelaksanaan IMD dan pola

pemberian ASI dengan kejadian Stunting pada balita usia 0-23 bulan

masa pandemi COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak

Kota Balikpapan

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu :

a. Mengeidentifikasi kejadian stunting pada balita usia 0 – 23 bulan

di wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan.


b. Menganalisis pengaruh pelaksanaan IMD dengan kejadian

stunting pada balita usia 0 – 23 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan.

c. Menganalisis pengaruh pola pemberian ASI dengan kejadian

stunting pada balita usia 0 – 23 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi

tentang mengenai kepatuhan pelaksanaan IMD dan pola

pemberian ASI eksklusif dalam mengatasi kejadian stunting pada

masa pademi COVID-19. dan dapat menjadi bahan evaluasi dan

masukan terhadap perencanaan program pencegahan stunting di

wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan.

1.4.2 Bagi Fakultas

Hasil penelitian diharapkan dapat luaran berupa skripsi yang

membahas tentang hubungan kepatuhan pelaksanaan IMD dan pola

pemberian ASI dengan kejadian stunting selama pandemi COVID-19

dan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang berminat dalam

melaksanakan penelitian di bidang kesehatan masyarakat. .

1.4.3 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan

bagi pembaca tentang pentingnya kepatuhan pelaksanaan IMD dan

pola pemberian ASI meskipun selama pademi COVID-19 sehingga


pembaca dapat menyebarkan informasi ini kepada orang-orang

terdekat khususnya para ibu dan calon ibu agar mereka memahami

cara menyusui dengan yang baik dan termotivasi untuk melakukan

IMD dan memberikan ASI eksklusif selama enam bulan untuk

mencegah terjadinya stunting pada balita.

1.4.4 Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan peneliti sebagai bahan

informasi sehingga Menambah pengetahuan dan keterampilan

serta mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan

dan mengetahui hubungan kepatuhan pelaksanaan IMD dan pola

pemberian ASI dengan kejadian stunting pada balita umur 0 – 23

bulan selama pandemi COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas

Muara Rapak Kota Balikpapan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Metode

Penelitian

Judul dan Variabel (Jenis, Desain,


No. Peneliti Hasil
Tahun Penelitian Populasi dan

Sampel, Analisis

Data)
1. Anita Hubungan Variabel Design penelitian Hasil penelitian

Sampe, Pemberian Independen dengan menggunakan uji

Rindani ASI (Pemberian menggunakan chi-square p =

Claurita Eksklusif ASI Case Control. 0,000 (0,000 <

Toban, dengan eksklusif) Banyak subjek 0,05), hal ini

Monica Kejadian Variabel 144 ibu balita menunjukkan ada

Anung Stunting Dependen yang terdiri dari hubungan

Madi Pada (Stunting) kelompok kasus pemberian ASI

Balita. 72 baduta dan eksklusif dengan


Metode

Penelitian

Judul dan Variabel (Jenis, Desain,


No. Peneliti Hasil
Tahun Penelitian Populasi dan

Sampel, Analisis

Data)
Tahun kelompok kontrol kejadian stunting

2020 72 baduta, pada balita.

dengan teknik Sedangkan pada

cluster random uji odds ratio di

sampling. Data dapatkan nilai

dianalisis OR = 61 kali lipat

univariat dan mengalami

bivariat dilakukan stunting

dengan uji chi- dibandingkan

square balita yang diberi

dilanjutkan uji ASI eksklusif. Asi

odds ratio (OR) eksklusif dapat

digunakan untuk mengurai risiko

menentukan terjadinya

seberapa besar stunting.

hubungan

pemberian ASI

eksklusif dengan

kejadian stunting

pada balita
Metode

Penelitian

Judul dan Variabel (Jenis, Desain,


No. Peneliti Hasil
Tahun Penelitian Populasi dan

Sampel, Analisis

Data)

2. Yuliana, Hubungan Variabel Penelitian ini Hasil penelitian

Megalina. Pelaksana Independen menggunakan menunjukkan

L an Inisiasi (Pelaksanaa desain penelitian bahwa

Menyusu n IMD) deskriptif berdasarkan uji

Dini Variabel korelasi, dengan yang telah

dengan Dependen pendekatan cross dilakukan

Pemberian (Pemberian sectional. menunjukkan

ASI ASI Sebanyak 31 Ibu tidak ada

Secara eksklusi) bersalin dengan hubungan antara

Eksklusif metode pelaksanaan IMD

Pada Purposive dengan

Balita > 6 Sampling dengan pemberian ASI

bulan di analisa data chi secara eksklusif

Rumah square. pada bayi usia >

Bersalin 6 bulan di Rumah

Mulia Bersalin Mulia di

Kabupaten Kabupaten Kubu

Kubu Raya.

Raya.
Metode

Penelitian

Judul dan Variabel (Jenis, Desain,


No. Peneliti Hasil
Tahun Penelitian Populasi dan

Sampel, Analisis

Data)
Tahun

2019
3. Christian Faktor Variabel Penelitian ini Variabel yang

Angelina. Kejadian Independen menggunakan berhubungan

F, Agung Stunting (jenis data sekunder meliputi jenis

Aji .P, Balita kelamin, survei kelamin, inisiasi

Humairoh Berusia 6- jumlah Pemantauan menyusu dini,dan

23 bulan di anggota Status Gizi tahun ASI eksklusif

Provinsi rumah 2016 (PSG dengan kejadian

Lampung. tangga, 2016). Dengan stunting dan

Tahun inisiasi metode cluster jumlah anggota

2018 menyusu sampling, diambil rumah tidak ada

dini, dan sampel 164 balita berhubungan

ASI berusia 6-23 dengan kejadian

eksklusif) bulan. stunting.

Variabel

Dependen

(Stunting)

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan

adalah terletak variabel penelitian. Pada penelitian terdahulu peneliti ingin


mengetahui hubungan variabel bebas yaitu pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian stunting sebagai variabel terikatnya. Sedangkan pada

penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh pola pemberian ASI

eksklusif dilihat dari metode pemberian ASI yang meliputi frekuensi, durasi,

cara , dan model pemberian ASI. Selanjutnya pada penelitian terdahulu

yang lain peneliti ingin mengetahui hubungan pelaksanaan IMD dengan

pemberian ASI eksklusif sebagai variabel terikatnya. Oleh karena itu pada

penelitian ini ditambahkan pula variabel bebas mengenai pelaksanaan IMD

Hal lain yang membedakan penelitian ini yaitu pada lokasi penelitian

dengan berlokasi di Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan dan

dilaksanakan pada waktu adanya pandemi COVID-19 berbeda dengan

penelitian sebelumnya.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Pandemi Covid 19 dan Dampaknya Terhadap Masalah Gizi

2.2.2.1 Pandemi Covid 19

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan

penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya

menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa

hingga penyakityang serius seperti Middle East Respiratory

Syndrome(MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe

Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang

ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan

Cina, pada Desember 2019,kemudian diberi nama Severe Acute


Respiratory Syndrome Coronavirus 2(SARS-COV2), dan

menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19).

Covid-19 menjadi sebuah virus yang menggemparkan dunia di

awal tahun 2020 ini. Sebuah penyakit yang kemudian menjadikan

banyak hal menjadi tidak biasa dalam kehidupan manusia. Semua

orang seakan menghadapi sebuah wabah yang mengerikan dan

mengancam nyawa setiap manusia yang dihinggapi oleh Covid-19.

Virus corona atau dikenal juga dengan nama Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus 2(SARS-CoV-2)merupakan virus

baru yang menginfeksisistem pernapasan orang yang terjangkit,

virus ini umumnya dikenal sebagai Covid-19(Lai et al., 2020).Virus ini

bahkan membuat kita melakukan kebiasaan baru bahkan di

Lembaga peradilan dan dunia Pendidikan (Aji, 2020; Sodik,

2020).Virus Corona bisa menyebabkan hal yang fatal terutama bagi

mereka yang mengidap gangguan pernapasan sebelumnya akan

mengalami sindrom gangguan pada pernapasan tingkat akut

walaupun sudah dinyatakan sembuh dari virus ini. Hal itu disebut

sebagai efek dalam jangka panjang dari infeksi Covid-19dan

penderita akan menurun fungsi paru-parunya sebanyak 20 sampai

30 persen setelah melewati serangkaian pemulihan. Selain paru-

paru ternyata ginjal juga bisa terdampak, penderita Covid-19dengan

persentase 25 sampai 50 persen mengalami gangguan pada ginjal.

Penyebabnya adalah protein dan juga sel darah merah akan

cenderung lebih banyak. Dengan persentase 15 persen juga pasien

Covid-19cenderung turun fungsi penyaringan pada ginjalnya, serta


penyakit ginjal akut juga bisa saja menjadi masalah lain yang akan

diderita oleh orang yang terinfeksi Covid-19.Pada sistem saraf juga

bisa saja terserang akibat infeksi dari Covid-19, virus ini dapat

menyerang sistem pada saraf pusat. Di negara China misalnya

orang yang menderita gangguan pada sistem saraf mencapai 36

persen dari 214 orang yang dinyatakan positif Covid-19. Gejala-

gejala yang timbul seperti pusing dan gangguan di indera pencium

serta indera perasa.

2.2.2.1 Dampak Terhadap Masalah Gizi

Corona virus adalah subfamili virus yang disebabkan oleh

penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia menyebabkan

penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit

yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan

Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS). Corona virus adalah jenis baru yang ditemukan

pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada

Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory

Syndrome Corona virus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan

penyakit Coronavirus Disease-2019 COVID-19. (KEMENKES, 2020).

Kondisi sakit kritis pada pasien yang dirawat dengan COVID-19,

memerlukan tatalaksana yang komprehensif termasuk terapi gizi.

Pasien COVID-19 yang sakit kritis berada dalam kondisi stres yang

sangat berat, hal ini menyebabkan risiko malnutrisi yang tinggi.

Evaluasi awal risiko malnutrisi, fungsi saluran cerna, dan risiko

aspirasi sangat penting untuk menentukan prognosis.


Corona virus memiliki Subfamili yang Orthocoronavirinae dalam

keluarga Coronaviridae dalam urutan Nidovirales, dan subfamili ini

termasuk alphacorona virus, beta corona virus. (Lei Zhang, Yunhui

Liu, 2019) Kemunculan severe acute respiratory syndrome corona

virus 2 (SARS-CoV-2) telah menyebabkan Pandemic Global dan

menjadi masalah kesehatan masyarakat serius. Kondisi sakit kritis

pada pasien yang dirawat dengan COVID-19, memerlukan

tatalaksana yang komprehensif termasuk terapi gizi. Pasien COVID-

19 yang sakit kritis berada dalam kondisi stres yang sangat berat, hal

ini menyebabkan risiko malnutrisi yang tinggi. Evaluasi awal risiko

malnutrisi, fungsi saluran cerna, dan risiko aspirasi sangat penting

untuk menentukan prognosis.

Kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, cairan, dan zat-zat

gizi yang bisa meningkatkan sistem immuno modulator, anti

inflamasi, anti oksidan dan probiotik menjadi acuan dalam

penyusunan protokol terapi gizi pada pasien COVID-19.

Formula nutrisi enteral ataupun parenteral bisa direkomendasikan

untuk diberikan. Hal ini sangat membutuhkan pengawasan yang

ketat oleh dokter spesialis gizi klinik. Mempertimbangkan respon

asupan, penurunan berat badan, status gizi, klinis pasien,

keseimbangan cairan, hemodinamik, nilai laboratorium dan penyakit

komorbid menjadi dasar diagnosa gizi pada pasien COVID-19.

(PDGKI, 2020).

2.2.2 Stunting

2.2.2.1 Definisi Stunting


Stunting atau tubuh pendek merupakan akibat

kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan di masa

lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk

gizi kurang pada anak (Kemenkes RI, 2015). Stunting atau

sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal

tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita)

akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama

pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu

dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong

stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di

bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak

seumurnya, sedangkan dikatakan sangat pendek apabila

hasil z-score dibawah minus 3 standar deviasi (Kemenkes

RI, 2016).

2.2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stunting

Menurut (Batubara, 2010), faktor-faktor penyebab

stunting erat hubungannya dengan kondisi-kondisi yang

mendasari kejadian tersebut, kondisi-kondisi yang

mempengaruhi faktor penyebab stunting terdiri atas: kondisi

politik ekonomi wilayah setempat, status pendidikan, budaya

masyarakat, agriculture dan sistem pangan, kondisi air,

sanitasi, dan lingkungan. Kondisi-kondisi tersebut dapat

mempengaruhi munculnya faktor penyebab sebagai berikut.

a. Faktor keluarga dan rumah tangga


Faktor maternal, dapat dikarenakan nutrisi yang

buruk selama prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi.

Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu yang pendek,

infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, IUGR dan

persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan

hipertensi. Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh

stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat, penerapan

asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi

pangan yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh.

b. Complementary feeding yang tidak adekuat

Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas

micronutrient yang buruk, kurangnya keragaman dan

asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,

kandungan tidak bergizi, dan rendahnya kandungan

energi pada complementary foods. Praktik pemberian

makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian

makan yang jarang, pemberian makan yang tidak

adekuat selama dan setelah sakit, konsistensi pangan

yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak

mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon.

Bukti menunjukkan keragaman diet yang lebih

bervariasi dan konsumsi makanan dari sumber hewani

terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis

kterbaru menunjukkan bahwa rumah tangga yang

menerapkan diet yang beragam, termasuk diet yang


diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan asupan

gizi dan mengurangi risiko stunting.

c. Beberapa masalah dalam pemberian ASI

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI

meliputi Delayed Initiation, tidak menerapkan ASI

eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah

penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi

menyusu (Delayed initiation) akan meningkatkan

kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai

pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun

minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu

selain ASI. IDAI merekomendasikan pemberian ASI

eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai

tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi

mendapat makanan pendamping yang adekuat

sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia bulan. Menyusui

yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan

kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting

pada bayi.

d. Infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu

infeksi enterik seperti diare, enteropati, dan cacing, dapat

juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA), malaria,

berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan

inflamasi.
e. Kelainan endokrin

Terdapat beberapa penyebab perawakan pendek

diantaranya dapat berupa variasi normal, penyakit

endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu, penyakit

kronis dan malnutrisi. Pada dasarnya perawakan pendek

dibagi menjadi dua yaitu variasi normal dan keadaan

patologis. Kelainan endokrin dalam faktor penyebab

terjadinya stunting berhubungan dengan defisiensi GH,

IGF- 1, hipotiroidisme, kelebihan glukokortikoid, diabetes

melitus, diabetes insipidus, rickets hipopostamemia.

Pada referensi lain dikatakan bahwa tinggi badan

merupakan hasil proses dari faktor genetik (biologik),

kebiasaan makan (psikologik) dan terpenuhinya

makanan yang bergizi pada anak (sosial).

2.2.1.2 Dampak Stunting

Menurut World Health Organization (WHO), dampak

yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak

jangka pendek dan jangka panjang.

a. Dampak Jangka Pendek.

1) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;

2) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada

anak tidak optimal;

3) Peningkatan biaya kesehatan.

b. Dampak Jangka Panjang.


1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih

pendek dibandingkan pada umumnya);

2) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;

3) Menurunnya kesehatan reproduksi;

4) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal

saat masa sekolah;

5) kProduktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

2.2.1.3 Penilaian Status Gizi Stunting

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan

adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum

antropometri berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa indeks

antropometri yang sering digunakan adalah BB/U, TB/U, dan

BB/TB yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (z

score) (Supariasa, 2012). Stunting dapat diketahui bila

seorang balita sudah diketahui usianya dan diukur panjang

atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan

hasilnya berada di bawah normal. Jadi, secara fisik balita

stunting akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya.

Perhitungan ini menggunakan standar z-score dari WHO.

Tabel 2.2 Indeks PB/U atau TB/U

Kategori Ambang Batas


Indeks
Status Gizi (Z-Score)
Panjang badan Sangat pendek < -3 SD

menurut umur Pendek -3SD s/d <-2SD


(PB/U) atau tinggi Normal -2SD s/d +3SD

badan menurut Tinggi +3SD

umur (TB/U) anak 0-

60 bulan
Sumber: Standar Antropometri Anak Permenkes No. 2

(Kemenkes RI, 2020)

Tinggi badan merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada

keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti

berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah

kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiansi

zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu

yang relatif lama (Supariasa, 2012). Stunting dapat

didiagnosis melalui indeks antropometri PB/U atau TB/U

yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada

pra dan pasca persalinan.

2.2.3 Pelaksanaan Kepatuhan IMD

2.2.3.1 Definisi

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses menyusu

sendiri, minimal satu jam pertama pada bayi baru lahir.

Segera setelah bayi lahir didekatkan kepada ibu dengan

cara ditengkurapkan didada atau perut ibu dengan kontak

kulit bayi dan kulit ibu, dan bayi akan menunjukkan

kemampuan yang menakjubkan. Cara bayi menyusu

sendiri tersebut dinamakan The Breast Crawlatau


merangkak mencari payudara. Tujuannya adalah agar bayi

segera mendapatkan kolostrum yang terbukti mampu

meningkatkan kekebalan tubuh bayi baru lahir. Konsentrasi

tertinggi kolostrum pada hari pertama dan menurun pada

hari kedua sebesar 50% dan akan terus menurun secara

perlahan-lahan.

Adapun penyebab utama dari Kematian Neonatus

diakibatkan Infeksi 36%, prematuritas 28%, dan asfiksia

23%. Sehingga infeksi masih menjadi penyebab utama dari

kematian neonatus adapun salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah peningkatan imunoglobulin pada bayi

baru lahir yaitu dengan cara melaksanakan program inisiasi

menyusu dini (IMD) pada bayi baru lahir. Inisiasi menyusu

dini disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus 2007

dimana pemberian ASI sejak dini ini dapat memberikan

efek perlindungan pada bayi dan balita dari penyakit

infeksi, oleh karena itu memberikan ASI kepada bayi

segera mungkin yaitu dalam satu jam sesaat setelah lahir.

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi

karena memiliki kandungan zat gizi yang paling sesuai

untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Melalui Global

Strategy for Infant and Young Child Feeding,

WHO/UNICEF(2011) merekomendasikan empat hal yang

harus dilakukan untuk mencapai tumbuh kembang yang

optimal, yaitu memberikan ASI kepada bayi segera dalam


30 menit-1 jamsetelah kelahiran bayi, memberikan ASI

eksklusif sejak lahir sampai usia enam bulan, memberikan

makanan pendamping air susu ibu (MPASI) sejak usia 6-24

bulan, dan meneruskan pemberian ASI sampai anak

berusia 24 bulan atau lebih(Mufdlilah, 2017).

Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik dan utama

bagi bayi karena di dalam ASI terkandung antibodi yang

diperlukan bayi untuk melawan penyakit-penyakit yang

menyerangnya. Pada dasar-nya ASI adalah imunisasi

pertama karena ASI mengandung bergbagai zat kekebalan

antara lain immunoglobulin (Umboh, et al, 2013). Selain

bermanfaat bagi bayi,ASI juga bermanfaat bagi ibu.

Beberapa manfaat pemberian ASI bagi ibu adalah

memberikan ASI eksklusif adalah cara diet alami bagi ibu,

mengurangi resiko terkena anemia, mencegah kanker, dan

lebih ekonomis(Nurkhayati, 2014).

ASI memberikan semua energi dan gizi (nutrisi) yang

dibutuhkan oleh bayi selama 6 bulan pertama setelah

kelahirannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi

tingkat kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit

yang menimpanya, seperti radang paru-paru serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu

menjarangkan kelahiran. Bayi di bawah usia enam bulan

yang tidak diberikan ASI eksklusif 5 kali berisiko kematian

akibat pneumonia daripada bayi yang diberikan ASI


eksklusif selama enam bulan(Choyron, 2015).

Pemberian makanan selain ASI terlalu dini membuat

bayi menjadi mudah kenyang sehingga keinginan,

frekuensi, dan kekuatan bayi dalam menyusui berkurang.

Penurunan hisapan bayi dapat menurunkan stimulasi

hormon prolaktin dan oksitosin sehingga menurunkan

produksi ASI yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya

konsumsi ASI. Produksi ASI menurun apabila rangsangan

hisapan bayi menurun atau berkurang. Hal ini

menyebabkan konsumsi ASI pada bayi tidak maksimal

sehingga dapat berujung pada kondisi kurang gizi pada

bayi. Disamping itu, dampak dari tidak dikonsumsinya ASI

eksklusif melalui pemberian makanan pendamping ASI dini

juga dapat menyebabkan bayi berpotensi menderita

kekurangan gizi besi (KBG). Pengenalan makanan

tambahan ASI seperti serelia dan sayur-sayuran tertentu

sebelum bayi berusia 6 bulan dapat mempengaruhi

penyerapan zat besi dan ASI, walaupun konsentrasi zat

besi dalam ASI rendah, tetapi lebih mudah diserap oleh

tubuh bayi (Mufida, et al, 2015).

2.2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan

Kepatuhan IMD

Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi

Pelaksanaan IMD (Astini, Labir, & Widiarta, 2010),yaitu:

1. Pengetahuan ibu
Salah satu yang mempengaruhi sikap adalah

pengetahuan yang dimiliki. Sikap dapat dibentuk dari

pengalaman pribadi seseorang dimasa lalu. Sehingga jika

memiliki pengalaman buruk dalam hal kebutuhan gizi

(makanan) di masa yang lalu maka kemungkinan ia akan

menurunkan ke anaknya akan semakin besar.

2. Pendidikan ibu

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh

dalam memberi respon rangsang dari luar, seseorang

yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang

lebih rasional terhadap informasi yang dating dan

mengetahui penting nya kepatuhan IMD.

3. Pekerjaan ibu

Sebagian besar ibu yang bekerja menyebabkan ibu

terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak ada

waktu untuk melakukan kepatuhan IMD, khususnya

kepada anak.

2.2.4 Pemberian Pola ASI

2.2.4.1 Definisi

Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat

kuantitatif yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada

tingkat sel, organ maupun individu. Anak tidak hanya

bertambah besar secara fisik tetapi ukuran dan juga struktur

organ-organ tubuh dan otak (Soetjiningsih, 2013).

Makanan pertama yang baik untuk bayi hanya ASI,


tanpa disertaipemberian MakananPendamping ASI selama usia

0-6 bulan. ASI harus menjadimakanan utama selama tahun

pertama bayi dan menjadi makanan penting selamatahun

kedua. ASI mengandungfaktor-faktor anti infeksi yang

tidakdapat diberikan oleh makanan lain (Rosidah, 2008).

Makanan tambahan bayisebaiknya diberikan sesuai dengan

maturitas saluran pencernaan bayi dan sesuaikebutuhan

(Narendra, dkk, 2008).

ASI Eksklusif adalahpemberian ASItanpa tambahan

cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan

tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur

susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2009). ASI

Eksklusif(menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi

sampaiusia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan

lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun

(Kristiyansari, 2009).ASI Eksklusifadalah pemberian hanya ASI

saja tanpa makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif

dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan (Depkes RI,

2005).

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah

makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang

diberikan kepada bayi yang berusialebih dari 6 bulan

untukmemenuhi kebutuhan zat gizi selain dari ASI. Hal ini

dikarenakan ASI hanya mampu memenuhi duapertiga

kebutuhan bayi pada usia 6-9 bulan, dan pada usia 9-12 bulan
memenuhi setengah dari kebutuhan bayi (Sekartini & Tikoalu,

2013).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian MP-

ASI adalah usia pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, frekuensi

dalam pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, dan cara

pemberian MP-ASI pada tahap awal.Pemberian MP-ASI hanya

akan mengurangi nafsu minum bayidan juga dapat berakibat

pada berkurangnya suplai ASI. Negara yang telah maju seperti

Eropa atau Amerika, menganjurkanpemberian MP-ASIsaat bayi

berusia lebih dari 6 bulan karena MP-ASI dianggap dapat

menyebabkan kegemukan pada bayi jika diberikan pada usia

yang terlalu dini.Penelitian lain, menyatakan bahwa keadaan

kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena

keterlambatan pemberian MP-ASI dan ketidaktahuan ibu

tentang manfaat, serta cara pemberianMP-ASI yang benar

(Depkes, 2010).

Orang tua banyak mempengaruhi perkembangan pola

makan pada anak. Studi kuantitatif yang dipublikasikan tahun

1998 menguji pemilihan makan pada batita yang berhubungan

dengan pemilihan makan anggota keluarganya (Skinner et al.,

1998). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa praktek

pemberian makan yang salah dari orang tua atau karena

kurang pengalaman dapat menyebabkan anak gagal tumbuh

(Williams, 2015: 205).

Menurut Kartini (2016), yang mengutip langsung dari Lie


goan hong menyatakan bahwa pola makan adalah bebagai

informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan

jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu

orang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok

masyarakat tertentu. Sedangkan menurut baliwati (2014) pola

makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu

tertentu.

Untuk kelompok bayi, pada tahun pertama khususnya

enam bulan pertama, adalah masa yang sangat kritis dalam

kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang

berlangsung dengan cepat, tetapi juga pembentukan

psikomotor dan akulturasi terjadi dengan cepat. ASI harus

merupakan makanan utama pada masa ini. Dengan demikian

berikanlah ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan (ASI

Eksklusif) (Depkes, 2020).

Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai jadwal

makan yang tidak teratur, bayi bisa makan sebanyak 6-12 kali

atau lebih dalam 24 jam tanpa jadwal yang teratur. Menyusui

bayi dapat dilakukan setiap 3 jam alasannya karena lambung

bayi akan kosong dalam waktu 3 jam sehabis menyusui.

Sejalan dengan bertambahnya usia jarak antara waktu

menyusui menjadi lebih lama, karena kapasitas lambungnya

membesar dan produksi susu ibu meningkat. Kemudian,

setelah bayi beruumur 6 bulan produksi ASI semakin


berkurang. Sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat

seiring bertambah umur dan berat badannya. s ehingga asupan

makanan dari ASI saja tidak bisa mencukupi kebutuhan zat gizi

bayi. Oleh karena itu, mulai dari sini bayi membutuhkan

makanan tambahan atau pendamping lain.

Walaupun bayi telah diperkenalkan dengan makanan

tambahan sebagai tahap awal, perkenalkan dengan bubur dan

sari buah dua kali sehari sebanyak 1-2 sendok makan penuh.

Frekuensi pemberian bubur ini, lambat laun harus ditingkatkan.

Menginjak umur 7-9 bulan porsi kebutuhannya dapat

ditingkatkan lagi yaitu sebanyak 3-6 sendok penuh tiap kali

makan, paling tidak empat kali sehari keadaan bubur harus

tetap disaring, apabila bayi masih tampak lapar dapat diberi

makanan kecil misalnya roti kering, pisang. Pada umur 9 bulan

berikan bubur yang tidak disaring atau nasi tim yang dibuat dari

bahan makanan bergizi tinggi (WHO, 2014).

Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur

yang dicacah untuk mempermudah proses penelanan. Setelah

berumur satu tahun bayi mulai mengenal makanan yang

dimakan oleh seluruh anggota keluarga.Seorang bayi harus

makan 4-5 kali sehari.Makanan anak harus terdiri dari makanan

pokok, kacang-kacangan, pangan hewani, minyak, santan atau

lemak, buah-buahan (Krisnatuti, 2016).

2.2.4.2 Makanan Pendamping Untuk Bayi

Menurut Muchtadi (2014), makanan pendamping untuk


bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

nilai energi dan kandungan proteinnya cukup tinggi, dapat

diterima dengan baik, harganya relatif murah, dan dapat

diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal.

Makanan pendamping bagi bayi hendaknya bersifat padat

gizi, dan tidak banyak mengandung serat kasar serta

bahan lain yang sukar dicerna yang dapat mengganggu

proses pencernaan.

1. Makanan Tambahan Lokal

Makanan tambahan local adalah makanan

tambahan yang diolah di rumah tangga atau posyandu,

terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat,

mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh

masyarakat, dan memerlukan pengolahan sebelum

dikonsumsi oleh bayi.Makanan tambahan local ini

disebut juga dengan makanan pendamping ASI lokal

(MP-ASI Lokal) (Depkes RI, 2016).

Pemberian makanan tambahan lokal memiliki

beberapa dampak positif, antara lain ibu lebih

memahami dan terampil dalam membuat makanan

tambahan dari pangan local sesuai dengan kebiasaan

dan social budaya setempat, sehingga ibu dapat

melanjutkan pemberian makanan tambahan secara

mandiri, meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti


posyandu, memiliki potensi meningkatkan pendapatan

masyarakat melaui penjualan hasil pertanian, dan

sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi

(Depkes RI, 2016).

2. Makanan Tambahan Olahan Pabrik

Menurut Depkes RI (2016), makanan tambahan

hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan

dengan olahan dan bersifat instan dan beredar

dipasaran untuk menambah energy dan zat-zat gizi

esensial pada bayi. Makanan tambahan pabrikan

disebut juga makanan pendamping ASI pabrikan (MP-

ASI Pabrikan) atau makanan komersial.Secara

komersial, makanan bayi tersedia dalam bentuk tepung

campuran onstan atau biskuiy yang dapat dimakan

secara langsung atau dapat dijadikan bubur (Krisnatuti,

2020).

Makanan tambahan pabrikan seperti bubur susu,

diperdagangkan dalam keadaan yang kering dan pre-

cooked, sehingga tidak perlu dimasak lagi dan dapat

diberikan pada bayi setelah ditambah air

matangsecukupnya. Bubur susu terdiri dari tepung

serealia seperti beras, maizena, terigu ditambah susu

dan gula, dan bahan perasa lainnya. Makanan

tambahan pabikan yang lain seperti nasi tim yakni

bubur beras dengan tambahan daging, ikan atau hati


serta sayuran wortel dan bayam, dimana untuk bayi

kurang dari 10 bulan nasi tim harus disaring atau di

blender terlebih dahulu. Selain makanan bayi lengkap

(bubur susu dan nasi tim) beredar pula berbagai macam

tepung baik tepung mentah maupun yang sudah

matang (Pudjiadi, 2020)

2.2.5 Instrumen Penelitian

2.2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan berikut faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap kejadian stunting. Kerangka teori kejadian

stunting dapat dilihat pada gambar.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : UNICEF (2013)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian

observasional analitik. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik

untuk mengetahui hubungan suatu faktor resiko (variabel independen)

terhadap kejadian tertentu (variabel dependen) dengan rancangan case

control. Pada studi kasus kontrol (case control) penelitian dilakukan dengan

mengidentifikasi dan membandingkan dua kelompok, yaitu kelompok kasus

dan kelompok kontrol. (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah balita stunting usia 0-23 bulan sebagai

kelompok kasus dan balita yang tidak mengalami kejadian stunting sebagai

kelompok kontrol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak Kota

Balikpapan.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

1.3.1 Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juni 2021, tahap-

tahap-tahap penelitian meliputi kegiatan studi pustaka, orientasi

lapangan, survey awal, perisiapan proposal penelitian, pengumpulan

data, pengolahan data, analisis data dan pengolahan data akhir atau

penyusunan laporan akhir.

1.3.2 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Muara

Rapak Jalan Inpres III RT. 24 No.124 A kecamatan Balikpapan Utara

Kota Balikpapan provinsi Kalimantan Timur.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan (Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian ini terdapat

dua populasi yaitu :

a. Populasi kasus adalah bayi dan balita Stunting di wilayah kerja

Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan sejumlah 116 kasus

terhitung periode tahun 2020.

b. Populasi kontrol berasal bayi yang tidak Stunting berdasarkan

indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) di wilayah kerja

Puskesmas Muara Rapak kota Balikpapan.

3.4.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling

(Nursalam, 2017). Sampel dalam penelitian ini adalah balita stunting

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak dengan :

a. Kriteria inklusi sampel kasus sebagai berikut :

1. Responden merupakan orang tua (ibu) kandung dari anak

usia 0-23 bulan yang tercatat di Puskesmas Muara Rapak

yang berstatus stunting dan tidak memiliki kelainan. .

2. Responden mampu berkomunikasi dengan baik.


3. Responden berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Muara

Rapak atau tidak pindah.

4. Responden Bersedia di wawancarai dan berpartisipasi dalam

penelitian.

5. Ibu yang memiliki balita terdaftar di posyandu wilayah kerja

Puskesmas Muara Rapak, memiliki buku KIA, dan memiliki

nomor handphone.

b. Kriteria inklusi sampel kontrol sebagai berikut :

1. Responden merupakan orang tua (ibu) kandung dari anak

usia 0-23 bulan yang tercatat di Puskesmas Muara Rapak

yang tidak berstatus stunting dan tidak memiliki kelainan.

2. Responden mampu berkomunikasi dengan baik.

3. Responden berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Muara

Rapak atau tidak pindah.

4. Responden Bersedia di wawancarai dan berpartisipasi dalam

penelitian.

5. Ibu yang memiliki balita terdaftar di posyandu wilayah kerja

Puskesmas Muara Rapak, memiliki buku KIA, dan memiliki

nomor handphone.

c. Kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Responden tidak berada di tempat sewaktu penelitian

dilakukan

2. Balita yang sedang menderita penyakit bawaan lahir atau

kronis.
3. Ibu yang memiliki balita pada saat lahir terkategori BBLR.

4. Ibu yang memiliki balita pada saat lahir mengalami

prematur/kelahiran tidak cukup bulan.

3.4.3 Besar Sampel Penelitian

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan uji dua arah.

Berikut adalah rumus Lemeshow dalam studi kasus kontrol untuk

menentukan jumlah sampel.

n=¿ ¿

Catatan:

Q1 = (1-P1)

Q2 = (1-P2)

P = ½ (P1 + P2)

Q = ½ (Q1 + Q2)

Keterangan:

n : Besar sampel pada masing-masing kelompok kasus dan

kontrol.

Zα : Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan

kemaknaan α (untuk α = 0,05 adalah 1,96).

Zβ : Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan

kuasa (power) sebesar diinginkan (untuk β = 0,10 adalah

1,28).

P : Perkiraan Proporsi.

P1 : Perkiraan proporsi paparan pada kelompok kasus (stunting)

sebesar 30,8% (Riskesdas, 2018).


P2 : Perkiraan proporsi paparan pada kelompok kontrol sebesar

79,9% (Cristian,Agung ,dan Humairoh 2018).

Perkiraan besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

n=¿ ¿

n=¿ ¿

n=¿ ¿

8,1685469931
n=
0,241081

n=33,88

n ≈ 34

Besar sampel berdasarkan perhitungan diatas adalah 34

responden. Sehingga besar sampel untuk masing masing kasus dan

kontrol yaitu sebesar 34 responden dengan perbandingan 1:1 dan

total sampel sebesar 68 responden.

3.4.4 Teknik Sampling / Cara Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

adalah non purposive sampling, pengambilan sampel secara

purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat

oleh peneliti sendiri yaitu dengan melihat ciri atau sifat-sifat populasi

yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadtmodjo, 2010).

Pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan

individual matching dengan kelompok kasus berdasarkan umur dan

jenis kelamin, sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi

kelompok kontrol.
3.5 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini untuk mengetahui kepatuhan

pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Pola Pemberian ASI dengan

kejadian stunting. Dari hasil tinjauan kepustakaan maka dapat dikembangkan

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Kepatuhan Pelaksanaan IMD


Pola Pemberian ASI Tepat
Kasus
(Stunting)
Tidak Patuh Pelaksanaan IMD

Pola Pemberian ASI Tidak Tepat

Stunting

Kepatuhan Pelaksanaan IMD

Pola Pemberian ASI Tepat


Kontrol
(Tidak
Stunting)
Tidak Patuh Pelaksanaan IMD

Pola Pemberian ASI Tidak Tepat

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :


1. Terdapat pengaruh yang signifikan kepatuhan pelaksanaan inisiasi

menyusu dini (IMD) terhadap kejadian stunting pada balita usia 0 – 23

bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak Kota Balikpapan.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan Pola Pemberian ASI terhadap kejadian

stunting pada balita usia 0 – 23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara

Rapak Kota Balikpapan.

3.7 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah :

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (Sugiyono, 2017). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah kepatuhan pelaksanaan IMD dan pola pemberian ASI.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas

(Sugiyono, 2017). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian

stunting pada balita usia 0 – 23 bulan.

3.8 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Kriteria Skala

Operasional Objektif Ukur


1 Kejadian Status gizi balita Data Klasifikasi

Stunting berdasarkan hasil Sekunder 1. Stunting, jika Ordina

dari z-skor yang rentang Z- l

tertera dalam score TB/U

register pantauan Pendek (-

status gizi balita di 3 SD s/d <-2

Puskesmas SD)

Perawatan Manggar Sangat

Baru yang dinilai pendek

dengan pengukuran (<-3 SD)

antromometri 2. Normal jika

dengan Z-score TB/U

membandingkan (≥-2 SD s/d

tinggi badan +3SD)

terhadap umur (Permenkes No.

02, 2020)

2 Kepatuhan Proses meletakkan Kuesioner Klasifikasi Ordin

Pelaksanaa bayi menempel di 1. Tidak al

n Inisiasi dada atau perut ibu Melaksanaka

Menyusu segera setelah lahir, n, jika bayi

Dini (IMD) dan membiarkan tidak segera

bayi merayap di berikan

mencari putting ASI atau ≥ 1


kemudian menyusu jam setelah

selama kurang lebih lahir

1 jam setelah lahir. 2. Melaksanaka

n, jika bayi

segera di

berikan ASI

sampai

dengan 1

jam setelah

lahir

(Depkes RI,

2018)
3 Pola Metode pemberian Kuesioner Klasifikasi Ordin

Pemberian ASI yang meliputi 1. Tidak Tepat, al

ASI frekuensi jika jawaban

pemberian ASI, pola

durasi pemberian pemberian

ASI, cara ASI tidak

pemberian ASI, dan sesuai

model pemberian dengan

ASI kebutuhan

bayi.

2.Tepat ,

jika jawaban

pola

pemberian
ASI sesuai

dengan

kebutuhan

bayi

(Fani, 2018)

3.9 Pengumpulan Data

3.9.1 Jenis Data

Jenis data pada penelitian ini adalah data kuantitatif, data

kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara

langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan

dengan bilangan atau berbentuk angka (Sugiyono, 2017). Dalam

data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh menggunakan

kuesioner dengan metode wawancara.

3.9.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dengan menggunakan

kuesioner dengan memberikan beberapa pertanyaan yang

diajukan yang meliputi kepatuhan pelaksanaan IMD dan pola

pemberian ASI dengan metode wawancara terstruktur..

b. Data sekunder
Data sekunder yang diperoleh pada penelitian ini adalah data

mengenai keadaan umum wilayah yang di peroleh dari data profil

puskesmas dan mencari informasi data balita stunting dan balita

tidak stunting, di wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak.

3.9.3 Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua cara

pengumpulan data yaitu:

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung di

lapangan.

b. Wawancara

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan wawancara secara langsung kepada pihak terkait

seperti pemegang program gizi di Puskesmas Muara Rapak untuk

mengetahui jumlah balita yang mengalami stunting sebagai data

awal penelitian.

c. Kuesioener

Pada proses pengumpulan data dari responden, peneliti

mendatangi responden yang membawa balitanya ke tempat

penelitian. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada calon

responden dan meminta kesediaannya untuk menjadi subjek

penelitian. Setelah respoden setuju, peneliti menjelaskan cara


pengisian kuesioner pada responden. Peneliti mengingatkan

kepada responden untuk mengisi kuesioner sesuai

pengetahuannya dan dengan jujur serta mengingatkan kepada

responden agar mengisi semua daftar pertanyaan pada kuesioner

tersebut. Peneliti mengambil kembali kuesioner yang telah diisi

oleh responden dan memeriksa kelengkapan jawaban responden.

Kemudian peneliti menganalisis hasil penelitian yang terkumpul di

semua tempat penelitian.

d. Dokumentasi

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan

mengumpulkan data dari suatu dokumen resmi. Dalam

melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menggunakan data

balita stunting wilayah kerja Puskesmas Muara Rapak.

3.10 Langkah-langkah / Prosedur penelitian

3.10.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah yang digunakan untuk

pengambilan data dalam penelitian. Dengan demikian, penggunaan

instrumen penelitian yaitu untuk mencari informasi yang lengkap

mengenai suatu masalah (Sugiyono, 2017).

4. Form Karakteristik Diri/Data Umum Responden

Form yang berisi tentang data diri responden seperti nama

ibu, usia ibu ketika hamil, pendidikan terakhir ibu, perkerjaan ibu,

penghasilan rumah tangga, alamat, riwayat IMD, dan riwayat ASI

eksklusif.

5. Form Identitas Balita


Form yang berisi tentang data dari balita seperti nama balita,

jenis kelamin, umur balita, berat badan lahir, berat badan

sekarang dan tinggi badan.

6. Kusioener

Kuesioener adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan baru atau

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono,

2017). Kuesioner untuk kepatuhan pelaksanaan IMD dan pola

pemberian ASI, kuesioener ini mengacu pada kuesioener peneliti

sebelumnya.

3.10.2 Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Alat tulis

Alat tulis yang digunakan yaitu pulpen, buku catatan dan

laptop.

2. Kuesioner

Kuesioner merupakan alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data.

3. Informed Consent

Informed Consent merupakan alat yang digunakan untuk

meminta persetujuan menjadi responden penelitian.


3.10.4 Alur Penelitian

Melakukan kajian skala kecil


Menentukan focus penelitian
Pra Penelitian Studi yang relevan

Identifikasi permasalahan
Studi Pustaka
Perencanaan Menentukan Metode penelitian
Menentukan populasi & sampel
Menentukan Hipotesis & Instrumen
Observasi Lapangan
Studi Dokumen
Pengumpulan Data Kuesioner/ Form

Pengolahan data : Editing, coding, entri


data, cleaning, scoring, tabulating
Analisis data: Analisis Univariat, Analisis
Pengolahan & Analisis Data
Bivariat

Hasil & Pembahasan

Kesimpulan & Saran

Gambar 3.2 Alur Penelitian

3.11 Teknik Pengolahan Data

Tahap-tahap pengolahan data yang dilakukan pada penelitan ini

adalah:

1. Editing

Editing adalah kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir

atau lembar observasi dan memeriksa kembali kebenaran, kelengkapan,


kejelasan dari data yang diperoleh atau dikumpulkan, hal ini juga dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Setelah data diedit, lalu dilakukan pengkodean pada data yang

didapatkan dari responden untuk mempermudah saat analisa data.

3. Data Entry

Data Entry yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing responden

yang dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program atau “software”

komputer untuk diolah.

4. Cleaning data

Melakukan pengecekan ulang pada semua data yang telah

dimasukkan kedalam komputer, sehingga semua data tidak ada yang

terlewat ataupun salah pada saat memasukkan data maupun

pengkodeannya.

5. Scoring

Merupakan langkah selanjutnya seelah responden memberikan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dilembar kuisioner. Scoring

dilakukan unuk mengetahui skor total.

6. Tabulating

Proses menyajikan data kedalam tabel dengan tujuan untuk

mempermudah membaca hasil penelitian.

3.12 Analisis Data

Data yang diperoleh diolah oleh software uji statistik. Analisis data yang

dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.


1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap varibael penelitian. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi

dan persentase karakteristik subjek, responden, dan variable penelitian.

Sehingga analisis univariat dalam penelitian ini dapat mengetahui pola

distribusi frekuensi masing-masing variabel yaitu Stunting, kepatuhan

pelaksanaan IMD, dan pola pemberian ASI.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga atau

berkorelasi (Notoadmojo, 2010). Dalam penelitian ini melalui dua

tahapan. Tahapan pertama untuk mengetahui pengaruh masing-masing

variable bebas terhadap variabel terikat. Tahapan kedua untuk

mengetahui besar risiko variabel bebas terhadap variabel terikat.

Uji statistik yang digunakan adalah chi-square. Uji chi-square

digunakan untuk menguji hipotesis bila dama populasi terdiri atas dua

atau lebih kelas dimana datanya berbentuk kategorik (nominal/ordinal).

Pengukuran besar risiko pada penelitian ini dilakukan dengan

menghitung odds ratio (OR), karena jenis penelitian ini adalah Case

Control. Odds ratio merupakan ukuran asosiasi paparan (faktor risiko)

dengan kejadian penyakit. Hubungan dikatakan bermakna apabila p<

0,05 dengan melihat Odds Rasio (OR) untuk memperkirakan tingkat

rasio masing-masing variabel yang diselidiki. Kriteria OR adalah : OR <

1 yaitu faktor risiko yang diteliti mengurangi faktor risiko efek, OR = 1

yaitu faktor risiko tidak berpengaruh terhadap faktor efek, sedangkan


OR > 1 yaitu faktor risiko menimbulkan faktor efek. Pada analisis ini uji

dilakukan dengan bantuan perangkat lunak statistik.


49

DAFTAR PUSTAKA

Aryastami, N. K. (2017). Kajian Kebijakan dan Penanggulangan Masalah Gizi

Stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(4), 233–240.

https://doi.org/10.22435/bpk.v45i4.7465.233-240

Batubara, J. R. . (2010). Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan

(Endokrinologi Anak) (I). IDAI.

Dinas Kesehatan Kota Balikpapan. (2019). Data Balita Stunting.

Dranesia, A., Wanda, D., & Hayati, H. (2019). Pressure to eat is the most

determinant factor of stunting in children under 5 years of age in Kerinci

region, Indonesia. Enfermeria Clinica, 29.

https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.04.013

Hidayat, A. (2008). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Salemba

Medika.

Kemenkes RI. (2015). Situasi dan Analisis Gizi.

Kemenkes RI. (2016). Situasi Balita Pendek.

Kemenkes RI. (2020). Standar Antropometri Anak. Standar Antropometri Anak,

21(1), 1–9. https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.02.027

Lewinsohn, P. M., Holm-Denoma, J. M., Gau, J. M., Joiner, T. E., Striegel-

Moore, R., Bear, P., & Lamoureux, B. (2005). Problematic eating and

feeding behaviors of 36-month-old children. International Journal of Eating

Disorders, 38(3), 208–219. https://doi.org/10.1002/eat.20175


50

Ludwig, D. S., Peterson, K. E., & Gortmaker, S. L. (2001). Relation between

consumption of sugar-sweetened drinks and childhood obesity: A

prospective, observational analysis. Lancet, 357(9255), 505–508.

https://doi.org/10.1016/S0140-6736(00)04041-1

Muscari, M. . (2005). Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik (3rd ed.). EGC.

Musher-Eizenman, D., & Holub, S. (2007). Comprehensive feeding practices

questionnaire: Validation of a new measure of parental feeding practices.

Journal of Pediatric Psychology, 32(8), 960–972.

https://doi.org/10.1093/jpepsy/jsm037

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Nurmalasari, Y., Utami, D., & Perkasa, B. (2020). Picky eating and stunting in

children aged 2 to 5 years in central Lampung , Indonesia. 03(1), 29–34.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan

Praktis (4th ed.). Salemba Medika.

Perdani, Z. P., Hasan, R., & Nurhasanah, N. (2017). Hubungan Praktik

Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak Usia 3-5 Tahun Di Pos Gizi

Desa Tegal Kunir Lor Mauk. Jurnal JKFT, 1(2), 9.

https://doi.org/10.31000/jkft.v2i2.59

Perlas, C. (2017). Panduan lengkap perkembangan anak 2 tahun (Milestone).


51

In The Asian Parents.

Rahman, F. D. (2018). PENGARUH POLA PEMBERIAN MAKANAN

TERHADAP KEJADIAN STUNTING PADA BALITA (Studi di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumberjambe, Kasiyan, dan Puskesmas Sumberbaru

Kabupaten Jember). The Indonesian Journal of Health Science, 10(1), 15–

24. https://doi.org/10.32528/the.v10i1.1451

Sarwono, J., & Suhayati, E. (2010). Riset Akuntansi Menggunakan SPSS.

Graha Ilmu.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

Sulistyoningsih. (2011). Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu.

Supariasa, I. D. N. (2012). Penilitian Status Gizi (Revisi). EGC.

Suwiji, E. (2006). Hubungan Pola Asuh Gizi Dengan Status Gizi Puskesmas

Medang Kabupaten Blora Tahun 2006. Universitas Negeri Semarang.

Trisnawati, M., Pontang, G. S., & Mulyasari, I. (2016). JGK-vol.8, no.19 Juli

2016. 8(19), 113–124.

http://ejournalnwu.ac.id/unggahartikel/0cb0e2f5d22634d68262a2829ed9f0

65.pdf

Unicef, F. (2013). IMPROVING CHILD NUTRITION The achievable imperative

for global progress.

Wong, D. . (2014). Buku Ajar Pediatrik (2nd ed.). EGC.


52

LAMPIRAN

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Novita Wahyuni

NIM : 1611015111

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman,

Samarinda, akan melakukan penelitian skripsi/tugas akhir dengan judul:

“Pengaruh Pemberian dan Perilaku Makan Anak Dengan Kejadian

Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas

Perawatan Mekarsari Kota Balikpapan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh pemberian makan dan perilaku makan anak dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Mekarsari

Kota Balikpapan.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka saya selaku peneliti akan

memberikan beberapa lembar pertanyaan dalam bentuk pengisian kuesioner

online menggunakan google form dengan akses internet untuk mengetahui

pemberian makan ibu kepada anak menggunakan Kuesioner Pemberian Makan

Anak (Child Feeding Questionnaire) dan untuk mengetahui perilaku makan


53

anak menggunakan Kuesioner Perilaku Makan Anak (Child Eating Behaviour

Questionnaire). Setelah itu saya akan melakukan analisis untuk mengetahui

pengaruh pemberian makan dan perilaku makan dengan kejadian stunting pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Mekarsari Kota Balikpapan sesuai

dengan jawaban yang ibu berikan pada lemar kuesioner.

Untuk itu saya mohon partisipasi ibu untuk bersedia menjadi responden.

Kesediaan ibu adalah sukarela atau tanpa paksaan. Data yang diambil dan

disajikan bersifat rahasia, tanpa menyebutkan nama ibu dan disajikan hanya

untuk pengembangan ilmu kesehatan masyarakat. Saya berharap tanggapan

atau jawaban yang ibu berikan sesuai dengan apa yang telah/sedang ibu alami

tanpa dipengaruhi oleh orang lain atau melebih-lebihkan tanggapan. Semua

informasi yang ibu berikan terjamin kerahasiaannya. Informasi hanya akan

dipergunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak akan dipergunakan untuk

maksud lain. Peneliti akan memberikan reward/hadiah kepada ibu yang

bersedia menjadi responden.

Balikpapan, Juli 2020

Hormat Saya,

Novita Wahyuni
1611015111

Setelah ibu membaca maksud dari kegiatan diatas, maka saya mohon

untuk mengisi identitas dibawah ini

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


54

Nama : ………………………………..

Usia : ………………………………..

Orang Tua dari : ………………………………..

Alamat : ……………………..…………

Menyatakan bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi

subyek dalam penelitian ini.


*
) Coret salah satu

Balikpapan, Juli 2020

Responden,

(……………………….)
55

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN DAN PERILAKU MAKAN ANAK DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PERAWATAN MEKARSARI KOTA BALIKPAPAN

A. DATA UMUM

Tanggal pengisian :

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

3. Tempat/Tanggal Lahir :

4. Berat/Tinggi Badan :

5. Anak ke :

6. Nama Ibu :
56

7. Pendidikan Terakhir Ibu :

a. Tidak tamat SD

b. Tamat SD

c. SLTP

d. SLTA

e. Perguruan Tinggi

8. Riwayat ASI Eksklusif :

a. Tidak ASI Eksklusif

b. ASI eksklusif

*Jika pilihan A sebutkan berapa bulan Ibu

memberikan ASI kepada anaknya.

9. Riwayat IMD :

a. Tidak IMD

b. IMD

10. Penghasilan Orang Tua :

a. < UMK (Rp. 3.069.315 )

b. ≥ UMK (Rp. 3.069.315 )

11. Alamat :

B. Child Feeding Questionnaire (CFQ)

Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang menurut anda paling tepat.

Mohon jawaban yang anda pilih mengenai anak anda.


No Pembatasan Makan Tidak Sedikit Netral Sedikit Setuju

setuju tidak setuju


57

setuju
1 Saya harus memastikan anak

saya tidak makan terlalu

banyak makanan manis

(permen, es krim, kue).


2 Saya harus memastikan anak

saya tidak terlalu banyak

makan makanan yang tinggi

lemak (makanan berminyak

seperti gorengan, kue kering,

keripik, biskuit kaleng)


3 Saya harus memastikan anak

saya tidak makan makanan

kesukaannya terlalu banyak.


4 Saya sengaja menyimpan

beberapa jenis makanan

tertentu jauh dari jangkauan

anak.
5 Saya menawarkan makanan

manis (permen, es krim, kue)

kepada anak saya sebagai

imbalan bila mereka

berkelakuan baik.
6 Saya menawarkan makanan

kesukaan anak saya jika dia

berkelakuan baik.
7 Jika saya tidak memandu atau

mengatur makan anak saya,


58

dia akan makan terlalu banyak

junk food (ayam goreng pada

restoran cepat saji, kentang

goreng, makanan manis

seperti ice cream).


8 Jika saya tidak memandu atau

mengatur makan anak saya,

dia akan makan makanan

kesukaannya terlalu banyak.

Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang menurut anda paling tepat.

Mohon jawaban yang anda pilih mengenai anak anda.


Sedikit
Tidak Sedikit
No Tekanan untuk Makan tidak Netral Setuju
setuju setuju
setuju
9 Anak saya harus selalu

menghabiskan semua

makanan di piringnya.
10 Saya harus memperhatikan

dan memastikan anak saya

makan yang cukup.


11 Jika anak saya mengatakan

dia tidak lapar, bagaimanapun

juga saya tetap mencoba

membuatnya makan.
12 Jika saya tidak memandu atau

mengatur makan anak saya,

dia akan makan lebih sedikit


59

dari yang seharusnya.

Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang menurut anda paling tepat.

Mohon jawaban yang anda pilih mengenai anak anda.


Tidak Sebagia
Kadang-
No Pemantauan perna Jarang n besar Selalu
kadang
h waktu
13 Seberapa sering anda

memperbolehkan anak anda

makan makanan manis

(permen, es krim, kue)?


14 Seberapa sering anda

memperbolehkan anak anda

makan makanan ringan

(cemilan keripik kentang,

keripik jagung, serbuk keju)?


15 Seberapa sering anda

memperbolehkan anak anda

makan makanan yang

berlemak (makanan

berminyak seperti gorengan,

kue kering, keripik, biskuit

kaleng)?

Sumber : Birch LL, Fisher JO, Grimm-thomas K, Markey CN, Sawyer R,

Johnson SL. Confirmatory factor analysis of the Child Feeding Questionnaire: a

measure of parental attitudes, beliefs and practices about child feeding and
60

obesity proneness. Appetite. 2001:201---10,

http://dx.doi.org/10.1006/appe.2001.0398.

C. CHILD EATING BEHAVIOUR QUESTIONNAIRE

Mohon jawab pertanyaan di bawah ini sesuai dengan seberapa sering anak

anda melakukan aktivitas yang tertera dalam kuesioner ini dengan cara

memberikan tanda checklist (√) pada kotak yang tersedia.

Petunjuk Pengisian Kuesioner

Selalu : apabila dilakukan setiap hari

Sering : apabila dilakukan 5-6 kali dalam 1 minggu

Kadang-kadang : apabila dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam 1 minggu

Jarang : apabila dilakukan sebanyak 1-2 kali dalam 1 minggu

Tidak Pernah : apabila tidak pernah dilakukan

Kadang- Tidak
No Pertanyaan Selalu Sering Jarang
kadang pernah
1 Anak saya menyukai

makanan
2 Porsi makan anak saya

bertambah saat merasa

khawatir
3 Anak saya mempunyai

nafsu makan tinggi


4 Anak saya

menghabiskan
61

Kadang- Tidak
No Pertanyaan Selalu Sering Jarang
kadang pernah
makanannya dengan

cepat
5 Anak saya tertarik

dengan makanan
6 Anak saya selalu

meminta minum
7 Anak saya menolak

makanan baru pada

awalnya
8 Anak saya makan

dengan lambat
9 Porsi makan anak saya

berkurang saat marah

(anak akan

mengeluarkan tantrum,

ngambek, berteriak)
10 Anak saya suka

mencoba makanan baru


11 Porsi makan anak saya

berkurang saat lelah


12 Anak saya selalu

meminta makanan
13 Porsi makan anak saya

bertambah saat kesal

(anak menangis,

ngambek)
14 Jika diperbolehkan,

anak saya akan makan


62

Kadang- Tidak
No Pertanyaan Selalu Sering Jarang
kadang pernah
banyak sekali
15 Porsi makan anak saya

bertambah saat cemas

(saat anak cemas

menjadi agresif)
16 Anak saya

suka/menikmati

berbagai jenis makanan


17 Anak saya menyisakan

makanan dipiring

sehabis makan
18 Anak saya

menghabiskan waktu

lebih dari 30 menit untuk

menghabiskan

makanannya
19 Jika diberi pilihan anak

saya akan makan pada

sebagian besar

waktunya
20 Anak saya menantikan

waktu makan
21 Anak saya merasa

kenyang sebelum dia

selesai makan
22 Anak saya menikmati

makan
63

Kadang- Tidak
No Pertanyaan Selalu Sering Jarang
kadang pernah
23 Porsi makan anak saya

bertambah saat bahagia


24 Anak saya sulit untuk

menyenangi makanan

tertentu
25 Porsi makan anak saya

berkurang saat kecewa


26 Anak saya cepat

merasa kenyang
27 Porsi makan anak saya

bertambah saat tidak

ada kegiatan yang

dilakukan
28 Walaupun sudah

kenyang, anak saya

akan menemukan lokasi

(tempat) untuk makan

makanan kesukaannya
29 Jika diberi kesempatan,

anak saya akan minum

terus menerus

sepanjang hari
30 Anak saya tidak mau

makan jika sebelumnya

sudah mendapatkan

makanan kecil
31 Jika diberi kesempatan,
64

Kadang- Tidak
No Pertanyaan Selalu Sering Jarang
kadang pernah
anak saya akan selalu

minum
32 Anak saya tertarik untuk

mencicipi makanan

yang belum pernah

dimakan sebelumnya
33 Anak saya memutuskan

tidak menyukai

makanan tertentu

walaupun belum pernah

mencobanya
34 Jika diberi kesempatan,

anak saya akan terus

mengunyah makanan di

mulutnya
35 Ketika makan, anak

saya semakin lama

semakin lambat

suapannya

Sumber : Wardle, J, Guthrie CA,Sandersom, S, and Rapoport, L. Development

of the Children’s Eating Behaviour Questionnaire. Journal of Child Psychology

and Psychiatry. 42, 2001, 963-970.

Anda mungkin juga menyukai