Anda di halaman 1dari 9

SISTEM PENILAIAN AKREDITASI DAN DAMPAKNYATERHADAP MUTU

PENDIDIKAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MAHSUR
Diajukan sebagai salah satu syarat menjadi calon Anggota BAN-S/M
Nusa Tenggara Barat
A. Latar Belakang

Sekolah atau madrasah merupakan lembaga pendidikan, maka dalam dunia


pendidikan sering memperhatikan dan mengacu pada sistem standar mutu. Mutu
pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan dan diupayakan untuk dicapai, sebab
akan menjadi sia-sia bila mutu lulusan maupun prosesnya rendah. Disamping peningkatan
mutu pendidikan maka sekolah atau madrasah juga harus melakukan penilaian guna
menentukan peringkat pengakuannya sebagai lembaga pendidikan. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 2
ayat (2) menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai
dengan SNP perlu dilakukan dalam tiga program terintegrasi, yaitu evaluasi, akreditasi,
dan sertifikasi. Maka dalam makalah ini, akan dijelaskan sekilas tentang sistem penilaian
akreditasi dan dampaknya terhadap mutu pendidikan.
Penyelenggaraan akreditasi terhadap sekolah/ madrasah umumnya masih belum
efektif, terutama dikaitkan dengan pemanfaatan hasil akreditasi dan kredibilitas para
asesor yang melakukan akreditasi. Beberapa tindak lanjut yang dilakukan pemerintah
daerah pada tingkat provinsi/ kabupaten/kota masih belum sepenuhnya didasarkan pada
saran-saran yang diberikan oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M).
Hasil penelitian Sudiyono dan Suryawati (2008) mendukung hal tersebut, yaitu bahwa
pembinaan yang dilakukan dinas pendidikan kota belum dilaksanakan secara khusus
terkait dengan hasil-hasil akreditasi. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa
walaupun telah dirancang sejumlah kegiatan, tetapi dasar pertimbangan dari dinas-dinas
yang ada bukan pada hasil akreditasi.
Sudiyono dan Suryawati (2008) menyebutkan hal tersebut sebagai “pembinaan
yang secara tidak langsung bersinggungan dengan rekomendasi hasil akreditasi”.
Penyelenggaraan akreditasi terhadap sekolah/madrasah merupakan salah satu prioritas

1
program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Akreditasi pada hakikatnya
merupakan proses yang sangat protokoler dan berbasiskan penelitian untuk mengevaluasi
efektivitas suatu unit kerja atau institusi. Kecenderungan sekarang, yaitu bahwa akreditasi
dimaksudkan untuk mengukur institusi secara keseluruhan yang meliputi aspek-aspek
program, konteks budaya dan lingkup pemangku kepentingan (http://
www.advanced.org/what-accreditation, 2013).
Pemanfaatan akreditasi yang dilaksanakan secara efektif akan dapat meningkatkan
kinerja peserta didik dan perubahan mutu secara berkesinambungan dalam proses
pendidikan. Konsep akreditasi telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pen-didikan menyatakan bahwa akreditasi merupakan kegiatan
penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2005). Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59, Tahun 2012 tentang Badan Akreditasi
Nasional, yaitu pada Pasal 1 butir 7 menyatakan bahwa akreditasi sekolah/madrasah
adalah suatu kegiatan peni-laian kelayakan program dan satuan pendidikan dasar dan
menengah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan untuk memberikan penjaminan mutu
pendidikan sekolah/madrasah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012).
Pelaksanaan akreditasi terhadap sekolah/ madrasah merupakan kewenangan Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). Hal ini merujuk pada Permendikbud
Nomor 59 Tahun 2012 tentang Badan Akreditasi Nasional. Dalam Pasal 1 butir 2
dinyatakan bahwa BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan
program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal
dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2012). Pasal 1 Permendikbud dimaksud menyatakan bahwa untuk membantu
BAN-S/M dalam melaksanakan kewenangan akreditasi tersebut, maka dibentuk Badan
Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAP-S/M yang
merupakan badan evaluasi mandiri di provinsi.
B. Nilai Akreditasi

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat 22 yang berbunyi


“Akreditasi adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan berdasarkan criteria yang telah ditetapkan”.  Sedangkan menurut Suharsimi

2
Arikunto bahwa akreditasi adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap lembaga pendidikan swasta untuk menentukan peringkat pengakuan.
Akreditasi merupakan proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan suatu atau
program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan dan peringkat
kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan professional. Kelayakan
program yaitu mengacu standar nasional pendidikan sebagai kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di Indonesia. Tujuan dari akreditasi sekolah/madrasah yaitu sebagai
berikut:
 Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah atau madrasah atau program yang
dilaksanakan berdasarkan standar nasional pendidikan.
 Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
 Memetakan mutu pendidikan berdasarkan standar nasional pendidikan.
 Dan memberikan pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan sebagai bentuk
akuntabilitas publik.
Sedangkan manfaat dari hasil akreditasi sekolah atau madrasah yaitu:
 Acuan dalam upaya peningkatan mutu dan rencana pengembangan madrasah
 Sebagai umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga
madrasah dalam rangkan menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program
madrasah
 Sebagai motivator agar madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap.
Terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan
regional dan internacional
 Sebagai bahan informasi bagi madrasah dalam mendaptkan dukungan dari pemerintah,
masyarakat, maupun sekotor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan
dana.
 Serta sebagai acuan bagi lembaga terkait dalam mempertimbngkan kewenangan
madrasah sebagai penyelenggara ujian nasional. Akreditasi lembaga pendidikan
dilaksanakan berdasarkan prinsip kejujuran, keterbukaan, keadilan, keunggulan mutu,
profesionalisme, obyektifitas, dan akuntabilitas.

3
C. Mutu Pendidikan

Istilah mutu sekolah merupakan mutu pendidikan di tingkat satuan pendidikan. 


Holsinger & Cowell (2000) mengemukakan beberapa indikator mutu pendidikan, yaitu (1)
pendidik, (2) peserta didik, (3) proses pembelajaran, (4) sarana dan fasilitas belajar, dan
(5) manajemen sekolah.  Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi, Zamroni dan Suharsimi
(1991) yang nyatakan bahwa pendekatan penelitian dalam bidang pendidikan dapat
meliputi pendekatan proses (process approach), pendekatan hasil (output approach), dan
pendekatan dampak (outcome approach).
Sudarwan Danim (2006), dengan merujuk pada pemikiran Sallis, mengidentifikasi
beberapa karakteristik dari sekolah bermutu, yaitu:
1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dengan komitmen
untuk bekerja secara benar dari awal.
3. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari
berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya.
4. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga
akademik, maupun tenaga administratif.
5. Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai
kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa
berikutnya.
6. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai
dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
8. Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan
kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah
kerja secara vertikal dan horizontal.
10. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
11. Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan
untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
12. Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.

4
13. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu
keharusan.
Selain itu, Mortimore & Mortimore (1991) mengemukakan bahwa sekolah
bermutu adalah sekolah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sekolah memiliki visi dan misi yang jelas dan dijalankan dengan konsisten
2. Lingkungan sekolah yang baik dan adanya disiplin serta keteraturan di kalangan pelajar
dan staf
3. Kepemimpinan kepala sekolah yang kuat
4. Penghargaan bagi guru dan staf serta siswa yang berprestasi
5. Pendelegasian wewenang yang jelas
6. Dukungan masyarakat sekitar
7. Sekolah memiliki rancangan program yang jelas
8. Sekolah memiliki fokus sistemnya tersendiri
9. Pelajar diberi tanggung jawab
10. Guru menerapkan strategi pembelajaran inovatif
11. Evaluasi yang berkelanjutan
12. Kurikulum sekolah yang terancang dan terintegrasi satu sama lain
13. Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam membantu pendidikan anak-anaknya
Selain itu, Shannon dan Bylsma (2005) mengidentifikasi beberapa karakteristik
sekolah yang memiliki kinerja tinggi, yaitu:
1. Fokus bersama dan jelas
2. Standar dan harapan yang tinggi bagi semua siswa
3. Kepemimpinan sekolah yang efektif
4. Tingkat kerja sama dan komunikasi inovatif
5. Kurikulum, pembelajaran, dan evaluasi yang melampaui estándar
6. Tingginya frekuensi pemantauan terhadap belajar dan mengajar
7. Pengembangan staf pendidik dan tenaga kependidikan yang terfokus
8. Lingkungan yang mendukung belajar
Berkaitan dengan itu, Smith dan Purkey (Hoy & Miskel, 2008: 303)
mengemukakan bahwa sekolah yang efektif terdiri atas:
1. Instructional leadership
2. Planned and purposeful curriculum

5
3. Clear goals and high expectations

4. Time on task

5. Recognition of academic success

6. Orderly climate

7. Sense of community

8. Parental support and involvement

9. School site management

10. Staff development

11. Staff ability

12. Collegial and collaborative planning

13. Direct support


Pendapat tersebut menunjukkan bahwa sekolah efektif dan bermutu merupakan
sekolah yang memiliki beberapa karakteristik yang terdiri atas: kepemimpinan
instruksional, kurikulum yang dirancang secara cermat, tujuan yang jelas dan harapan
yang tinggi, efektivitas dalam pelaksanaan tugas, pengakuan keberhasilan akademik, iklim
sekolah yang kondusif, kekeluargaan, dukungan dan keterlibatan orang tua siswa,
manajemen sekolah, pengembangan staf, kemampuan staf, perancangan secara kolektif
dan kolaboratif, serta dukungan langsung.
Sejalan dengan itu, Scheerens & Bosker (Hoy & Miskel, 2008: 303)
mengungkapkan juga karakteristik sekolah efektif yang berimplikasi pada mutu sekolah,
yaitu:
1. Educational leadership
2. Curriculum quality/opportunity to learn

3. Achievement orientation

4. Effective learning time

5. Feedback and reinforcement

6. Classroom climate

6
7. School climate

8. Parental involvement

9.   Independent learning

10. Evaluative potential

11. Consensus and cohesion

12. Structured instruction

13. Adaptive instruction


Dijelaskan bahwa karakteristik sekolah efektif yang berimplikasi pada mutu
sekolah tersebut adalah: kepemimpinan yang memahami bidang pendidikan, memiliki
kurikulum yang bermutu/kesempatan untuk belajar, berorientasi pada pencapaian/prestasi,
menunjukkan waktu belajar yang efektif, umpanbalik dan penguatan, iklim ruang belajar
yang kondusif, iklim sekolah yang kondusif, keterlibatan orang tua, kemandirian dalam
pembelajaran, melakukan evaluasi terhadap potensi-potensi sekolah, adanya konsensus
dan kohesi, pengajaran yang terstruktur, dan pengajaran yang adaptif. Lebih lanjut,
Sammons et al (1995) menjelaskan juga sebelas faktor sebagai indikator mutu sekolah,
yaitu:
1. Profesional leadership
2. Shared vision and goals

3. A learning environment

4. Concentration on teaching and learning

5. Purposeful teaching

6. High expectation

7. Positive reinforcement

8. Monitoring progress

9. Pupil right and responsibilities

10. Home-school partnership

11. A learning organization

7
D. Dampak Akreditasi

Dampak Akreditasi Sekolah terhadap Peningkatan mutu sekolah dapat dilihat


adanya hubungan antara akreditasi sekolah dengan penjaminan mutu pendidikan. Pada
kenyataannya selain hubungan tersebut, akreditasi sekolah memberikan dampak atau
akibat tidak langsung terhadap mutu pendidikan. Sekolah dengan akreditasi A tentu saja
akan berusaha mempertahankan peringkat tersebut. Semua komponen sekolah pasti tidak
rela apabila peringkat sekolahnya turun menjadi B atau C. Untuk mempertahankan suatu
prestasi memang lebih sulit daripada meraih suatu prestasi. Diperlukan kesungguhan dan
upaya terus menerus agar prestasi yang sudah diraih tidak hilang begitu saja. Akreditasi
sekolah membawa dampak positif kepada seluruh warga sekolah, antara lain:
1. Tumbuhnya kesadaran dari seluruh warga sekolah untuk memberikan dan
meningkatkan pelayanan sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan dalam
proses akreditasi.
2. Meningkatnya kerjasama seluruh komponen sekolah untuk memberikan yang terbaik
untuk sekolah.
Selain dampak positif, ada juga dampak negatif dari akreditasi sekolah terhadap
mutu pendidikan, antara lain:
1. Peningkatan mutu dari semua komponen sekolah hanya dilakukan menjelang
pelaksanaan akreditasi sekolah, setelah selesai akan kembali seperti semula.
2. Ada sekolah yang melakukan rekayasa data untuk mencapai nilai akreditasi yang
diharapkan.
E. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah diatas yaitu :
1. Nilai Akreditasi adalah informasi tentang kelayakan sekolah atau madrasah yang
dilaksanakan berdasarkan standar nasional pendidikan, serta di verifikasi secara
transparan dan akuntabel serta berkesinambungan.
2. Mutu pendidikan adalah pendidikan yang memiliki leader yang merancang program
secara jelas yakni mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi dan dampak yang
terjadi di lembaga pendidikan sehingga lembaga pendidikan menjadi efektiv dalam
pelaksanaan tugas, pengakuan keberhasilan akademik, iklim sekolah yang kondusif,
kekeluargaan, dukungan dan keterlibatan orang tua siswa.

8
3. Dampak dari akreditasi sekolah atau madrasah adalah positif dan negatif, maka yang
positif itu harus dipertahankan sedangkan yang negatif itu perlu dihindari dan jangan
sampai dibiasakan untuk dikerjakan sehingga itu akan menjadi kebiasaan tidak baik
untuk mutu pendidikan yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono. 2009. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz


Media.
Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, No. 087/U/2002, pasal 2.
Tim penyusun. Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah Tahun 2016. (Jakarta:
BAN-SM, 2016)
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2010. Pokok-Pokok Kebijakan dan Pedoman
Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta: Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN-S/M).
BAP-S/M DKI Jakarta. 2013. http://www.ban-sm.or.id/statistik diunduh pada tanggal 5
Nopember 2020.

Anda mungkin juga menyukai