ABSTRAK
Pada tahun 2012-2016 perkembangan produktifitas Ubi kayu mengalami peningkatan sebesar 2,85%
pertahun. Sedangkan luas Ubi kayu di Indonesia pada tahun 2015 seluas 0,95 juta hektar dan produksi
yang dicapai sebesar 21,80 juta ton dengan produktivitas sebesar 22,95 ton/ha. Pada tahun 2016 luas
panen ubikayu diproyeksikan seluas 1,11 juta hektar dengan produktivitas 20,23 ton/ha maka produksi
Ubi Kayu nasional diharapkan mencapai 25 juta ton. Untuk meningkatkan value dari Ubi Kayu perlu di
lakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum di distribusikan kekonsumen. Hal ini bertujuan untuk
menambah nilai ekonomi dari ubi kayu, yang berdampak pada para petani Ubi Kayu di Indonesia.
Pengolahan Ubi kayu (singkong) bisa di lakukan dengan mengolahnya menjadi kripik singkong. Namun
selama ini masyarakat masih menggunakan pengirisan secara manual. Untuk meningkatkan efisiensi
proses serta kapasitas per satuan waktu, maka perlu penggunaan mesin perajang singkong secara otomatis
untuk meningkatkan efisiensi perajangan singkong. Berdasarkan pemaparakan yang telah di sebutkan di
atas, maka penulis melakukan penelitian di Balai Latihan Kerja, untuk merancang dan menguji mesin
yang terdapat di Balai Latihan Kerja. Mesin tersebut adalah mesin perajang singkong. Keunggulan dari
mesin Perajang singkong ini adalah Memiliki satu model irisan yakni irisan tipe chips, serta hasil irisan
yang lebih banyak daripada irisan secara manual. Sehingga pada akhirnya mesin ini bisa di gunakan oleh
masyarakat agar bisa dirasakan manfaatnya serta meningkatkan value dari produk singkong dan
menambah nilai jual produk singkong.
In 2012-2016 the development of cassava productivity increased by 2.85% per year. While the area of
cassava in Indonesia in 2015 was 0.95 million hectares and the production achieved was 21.80 million
tons with productivity of 22.95 tons / ha. In 2016, cassava harvested area is projected to be 1.11 million
hectares with productivity of 20.23 tons / ha, so the national cassava production is expected to reach 25
million tons. To increase the value of cassava, it is necessary to process it first before distributing it to
consumers. This aims to increase the economic value of cassava, which affects the cassava farmers in
Indonesia. Processing cassava can be done by processing it into cassava chips. But so far the community
still uses manual slicing. To improve process efficiency and capacity per unit time, it is necessary to use
cassava chopper machines automatically to improve the efficiency of cassava molding. Based on the
explanation mentioned above, the authors conducted research at the Job Training Center, to design and
test the machines contained in the Job Training Center. The machine is a cassava chopper machine. The
advantage of this cassava chopper machine is that it has one slice model that is chips type slices, as well
as more slices than manually sliced. So that in the end this machine can be used by the public so that
benefits can be felt and increase the value of cassava products and increase the selling value of cassava
products.
PENDAHULUAN
Tanaman pangan merupakan sub sektor andalan bagi pembangunan Indonesia untuk
mewujudkan ketahanan pangan nasional, yang berperan dalam pembangunan wilayah,
pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan baku industri, penghematan
dan penerimaan Devisa Negara untuk menopang pertumbuhan ekonomi Indoneasia (Badan
Pusat Statistik, 2016). Salah satu tanaman pangan tersebut adalah ubi kayu atau di sebut
singkong. Ubi kayu mempunyai nilai gizi yang cukup baik dan sangat diperlukan untuk menjaga
kesehatan tubuh, sebagai bahan pangan terutama sebagai sumber karbohidrat. Ubi yang
dihasilkan mengandung air sekitar 60%, pati 25%-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium,
dan fosfat (Nugraha dkk., 2015).
Pada tahun 2012-201 perkembangan produktifitas Ubi kayu mengalami peningkatan
sebesar 2,85% pertahun. Sedangkan luas Ubi kayu di Indonesia pada tahun 2015 seluas 0,95
juta hektar dan produksi yang dicapai sebesar 21,80 juta ton dengan produktivitas sebesar 22,95
ton/ha. Pada tahun 2016 luas panen ubikayu diproyeksikan seluas 1,11 juta hektar dengan
produktivitas 20,23 ton/ha maka produksi Ubi Kayu nasional diharapkan mencapai 25 juta ton
(Badan Pusat Statistik, 2016). Kenaikan produksi Ubi kayu tersebut menenadakan bahwa
permintaan terhadap Ubi kayu terus meningkat, hal ini membawa peluang bagi para petani
untuk menambah nilai ekonomi dari Ubi kayu
Untuk meningkatkan value dari Ubi Kayu perlu di lakukan pengolahan terlebih dahulu
sebelum di distribusikan kekonsumen. Hal ini bertujuan untuk menambah nilai ekonomi dari ubi
kayu, yang berdampak pada para petani Ubi Kayu di Indonesia. Selama ini pengolahan terhadap
Ubi Kayu hanya di lakukan pengolahan secara konvensional, seperti Tape, Singkong Rebus,
Singkong Goreng, dan Gethuk (Koswara, 2013). Namun pengolahan tersebut masih belum
tersentuh dengan teknologi. Walaupun sudah ada, teknologi tersebut bisa di bilang mahal,
terutama bagi masayarakat menengah kebwah.
Balai Latihan Kerja, Wonojati, Singosari merupakan lembaga pelatihan yang melatih para
masyarakat untuk mengasah skill di berbagai bidang pertanian dan industri. Ada berbagai
jurusan yang di tawarkan salah satunya adalah jurusan Mekanisasi Pertanian. Jurusan
mekanisasi pertanian mengkaji terkait mekanisasi mesin mesin pertanian. Meskipun telah
melahirkan banyak pekerja yang mempunya skill, atau karya teknik berupa mesin mesin mesin
pertanian, namun juga memiliki kelemahan lain yakni belum terujinya mesin yang telah di buat.
Mesin mesin pertanian tersebut belum teruji secara ilmiah.
Pengolahan Ubi kayu (singkong) bisa di lakukan dengan mengolahnya menjadi kripik
singkong. Namun selama ini masyarakat masih menggunakan pengirisan secara manual.
Padahal hasil irisan yang di hasilkan cukup signifikan. Pengirisan secara manual dapat
menghasilkan singkong dengan irisan Proses pemotongan singkong secara tradisional dilakukan
melalui proses pengupasan dan pengirisan yang dilakukan secara terpisah. Proses pengupasan
kulit dilakukan secara manual dan dilakukan proses pencucian selanjutnya dilakukan proses
pemotongan singkong secara manual dimana hasil pemotongan kurang seragam tingkat
ketebalan dari singkong (Nugraha dkk., 2015). Untuk meningkatkan efisiensi proses serta
kapasitas per satuan waktu, maka perlu penggunaan mesin perajang singkong secara otomatis
untuk meningkatkan efisiensi perajangan singkong.
Berdasarkan pemaparan yang telah di sebutkan di atas, maka penulis melakukan penelitian
di Balai Latihan Kerja, untuk menguji mesin yang terdapat di Balai Latihan Kerja Wonojati.
Mesin tersebut adalah mesin perajang singkong. Keunggulan dari mesin Perajang singkong ini
adalah Memiliki model irisan yang seragam serta dapat merajaang singkong secara cepat, lebih
banyaka daripada pengirisan secara manual. Pengujian mesin di lakukan dengan menguji
kapasitas efektif, persentase kerusakan hasil, persentase hasil terpotong, kapasitas teoritis mesin
perajang singkong. Sehingga pada akhirnya mesin ini bisa di gunakan oleh masyarakat agar bisa
dirasakan manfaatnya serta meningkatkan value dari produk singkong dan menambah nilai jual
produk singkong.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2019 dan bertempat di
Laboratorium Mekanisasi Pertanian Balai Latihan Kerja Wono Jati, Singosari, Malang. Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Satu unit mesin perajang singkong
buatan Balai Latihan Kerja Wonojati, Penggaris, Pisau Cutter sebagai pemotong singkong,
Timbangan digital, Stopwatch, Pisau, Tachometer, Kardus/bak penampung, Singkong dan Arus
listrik. Penelitian menggunakan metode deskriptif, perajangan singkong dengan menggunkana
mesin perajang singkong buatan BLK wonojati.
Mekanisme Kerja
Prinsip kerja dari mesin perajang singkong ini adalah dengan menggerakkan motor yang
terhubung pada arus listrik AC kemudian singkong di masukkan dan di tekan kedalam piringan
pisau. Ketika piringan pisau berputar maka singkong akan teriris dan keluar ke
penampungan singkong.
Berdasarkan penelitian mesin perajang singkong di BLK wonojati dengan ulangan sebanyak
3 kali selama 3 menit. Maka di dapatkan beberapa hasil yang akan di jelaskan sebagai berikut.
Kapasitas Efektif
Kapasitas efektif mesin perajang singkong diperoleh dengan membagi berat singkong
tanpa kulit dengan waktu pemotongan singkong. Adapun hasilnya dapat di lihat pada Tabel 2.
berikut ini:
Kapasitas efektif pemotongan mesin perajang singkong dengan tiga kali ulangan diperoleh
rata-rata kapasitas efektif pemotong singkong 70,73 kg/jam. Standar deviasi yang diperoleh
adalah 1,19 menunjukkan penyebaran data kecil. Sedangkan koefisien variasi menunjukan bahwa
data pengukuran seragam karena koefisen variasi diperoleh kecil dari 15%, dengan koefisien
variasi adalah 0,77%.
Pada persentase kerusakan hasil pemotongan seperti pada Tabel 4. pada ulangan 1 adalah
kerusakan yang paling tinggi disebabkan jenis singkong yang di gunakan sedikit berbeda
dengan ulangan ke 2 dan ke 3. Tekstur singkong pada ulangan ke satu sedikit keras. Kekerasan
singkong terjadi akibat penyimpanan singkong yang terlalu lama. Singkong tersebut di beli di
pasar Karang Besuki, Malang Jl. Candi 3. Selain itu karena faktor pekerja yang tidak seragam
akibar jeda waktu untuk pengambilan singkong. Sedangkan pada ulangan 2 dan ulangan 3,
pemotongan singkong yang hasilkan lebih besar daripada ulangan 1. Hal ini di karenakan
singkong tersebut memliki kekerasan yang rendah. Hasil terbaik pada persentase kerusakan
hasil di hasilkan oleh ulangan ke 2. Hal ini di karenakan singkong yang di gunakan berbeda
dengan ulangan ke 1, yakni dibeli di pasar Singosari. Meskipun berbeda jenis singkong namun
perbedaannya tidak jauh.
Berdasarkan nilai standar deviasi pada kerusakan hasil pada mesin perajang singkong
adalah 0,76% menunjukan penyebaran data kecil. Karena semakin besar nilai standar deviasi
maka penyebaran akan semakin besar, dan sebaliknya apabila semakin kecil nilai standar
deviasi maka penyebaran akan semakin kecil. Apabila dilihat dari nilai koefisien variasi,
maka data dikatakan tidak seragam karena nilai koefisien variasi pada mesin perajang
singkong yang diperoleh lebih kecil dari 15% yaitu 14,58%.
Persentase kerusakan hasil pada mesin perajang singkong dengan Rata-rata hasil kerusakan
singkong adalah 5,21%, hal ini disebabkan beberapa masalah, salah satu dikarenakan kesalahan
operator dalam meletakkan ukuran singkong pada piringan pisau, kekerasan pada singkong
Unjuk Kerja Mesin Perajang Singkong – Setiawan dkk 264
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 7 No. 3, Desember 2019, 259-267
akibat sifat fisik yang berbeda satu sama lain. Dalam satu kali tekan terdapat beberapa singkong
dan harus memiliki tinggi yang sama untuk mempermudah pemotongan dan mengurangi
kerusakan (Puspitasari, 2017).
Nilai PHT pada Tabel 4. terbesar terdapat pada ulangan 2 yaitu sebesar 95,73% hal ini di
karenakan karena faktor pekerja yang tidak seragam akibat waktu jeda yang di butuhkan untuk
pengambilan bahan baku selama proses perajangan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada perlakuan dengan mesin perajang
singkong di dapatakan rata-rata hasil terpotong adalah 95,045%. Sandar deviasi yang diperoleh
pada hasil terpotong mesin perajang singkong adalah 0,68%. menunjukkan bahwa standar deviasi
memiliki penyebaran data kecil. Apabila dilihat dari nilai koefisien variasi, maka data dikatakan
Unjuk Kerja Mesin Perajang Singkong – Setiawan dkk 265
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem
Vol. 7 No. 3, Desember 2019, 259-267
seragam karena nilai koefisien variasi pada mesin perajang yang diperoleh tidak lebih dari 15%
yaitu 0,72%.
Kapasitas Teoritis
Kapasitas teoritis merupakan kapasitas yang di hasilkan, tanpa memperhitungkan waktu
yang di gunakan untuk mengambil singkong ketika proses perajangan. Paa Tabel 4.6 merupakan
data dari pengamatan yang akan di olah menjadi kapasitas teoritis. Pada Tabel 5. selama proses
penelitian, rpm yang di hasilkan oleh pulley atas adalah 1000 rpm. kemudian di kalikan dengan
jumlah 4 mata pisau maka di hasilkan 4000 irisan pisau, sedangkan ketebalan hasil irisan adalah
1,1 mm. Ketebalan ini di dapat dengan mengukur singkong yang sudah teriris menggunakan
jangka sorong. panjang singkong 30 cm dikalikan dengan 7 singkong maka jumlah panjang
keseluruhan adalah 210 cm. untuk merajang 210 cm maka di bagi dengan 0,11 cm, maka di
dapatkan 1909 irisan. Jadi untuk menghabiskan 1909 irisan di butuhkan waktu sebanyak 28,6
detik atau dalam 267,85 kg/jam.
KESIMPULAN
Persentase kerusakan hasil pada pemotong singkong adalah sebesar 5,97%, 4,44%, dan
5,22%, dengan rata-rata persenase kerusakan hasil 5,21%. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan pada perajangan menggunakan mesin perajang dengan tiga kali ulangan
diperoleh persentase hasil pemotongan adalah sebesar 94,36%, 95,73%, dan 95,03%, rata-rata
sebesar 95,04%. Sedangkan kapasitas teoritis menurut perhitungan yang di lakukan adalah
314,68 kg/jam. Dengan adanya mesin perajang singkong buatan BLK Wonojati malang, maka
dapat meningkatkan perajangan singkong lebih banyak daripada perajangan secara manual.
Kapasitas efektif pemotongan mesin perajang singkong dengan tiga kali ulangan diperoleh rata-
rata kapasitas efektif pemotong singkong 70,73 kg/jam.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan (Ubi
Kayu). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian. ISSN : 1907 –
1507.
Nugraha, H.D, Suryanto, A. dan Nugroho, Agung. 2015. Kajian Potensi Produktivitas Ubi
Kayu (Manihot Esculenta Crant) di kabupaten Pati. Jurnal Produksi Tanaman, Volume 3,
Nomor 8 hlm. 673 – 682
Koswara, S. 2013. Modul Teknologi Pengolahan Umbi Umbian. Southeast Asian Food And
Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center Research and Community
Service Institution. Bogor Agricultural University
Taufikurrahman. 2010. Desain Mesin Pengiris Singkong Secara Horizontal. Jurnal Teknika. Vol.
XXVIII, No.1. ISSN: 0854-3143. Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya
Berk, Z., Food Process Engineering and Technology, Acamdemic Press, New York, 2009.