Anda di halaman 1dari 11

Mengulas/Review Artikel tentang Pengembangan Kurikulum

Disusun oleh :

Nama : Veronika

NPM : 71200515012

Prodi : Pendidikan Biologi

Mata Kuliah : Telaah Kurikulum

FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

2020/2021
A. Identitas Artikel 1
 Judul Artikel : Curriculum Development: Content, Contexts, and Language Learning
in Estonia.
 Sumber : European Journal of Curriculum Studies, Vol. 1 No. 1, Tahun 2014
 Penulis : Urve Laanements dan Katrin Kalamees-Ruubel.
 Afiliasi : Academic Music and Theatre and Tallinn University, Estonia

Rangkuman Artikel

Proses globalisasi dan pengaruh lingkungan sosial politik yang baru telah
menciptakan konteks baru bagi pembelajaran sebagai sebuah masalah baru. Desain
kurikulum dan penyeleksian konten adalah isu kritis untuk sistem pendidikan di seluruh
dunia. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelajaran bahasa dengan menganalisis dokumen sejarah, termasuk di
dalamnya semua silabus yang didasarkan pada kurikulum nasional di Estonia. Metode yang
digunakan adalah analisis dokumen (berupa kurikulum nasional Estonia tahun 1917—2011,
kebijakan pendidikan, kebijakan bahasa, dan dokumen strategi pendidikan), survei semi
terstruktur pada para guru, dan intervieu.

Bagaimanakah sebuah konteks dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum?


Istilah konteks dipahami sebagai situasi dalam kejadian yang terjadi atau keadaan sesuatu
yang harus dipertimbangkan. Situasi politik dengan fluktuasi konstannya mempengaruhi
perkembangan social khususnya aspek pendidikan. Popkewitz (1988) merekomendasikan
pemahaman sebuah kurikulum sebagai teks refleksi struktur sosial dan politik. Di samping
itu, kurikulum juga dimaknai sebagai teks institusional dan teks biografi/autobiagrafi dari
konteks waktu.

Apa yang dapat kita pelajari dari case ini? Pertama, perkembangan sejarah dan hukum
yang berkaitan dengan bahasa dan pembelajaran bahasa. Di Estonia, ada beberapa kebijakan
yang berkaitan dengan bahasa dan pendidikan bahasa yang diberlakukan di negara tersebut.
Kedua, dokumen strategi dan penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa.
Pada poin ini, dijabarkan adanya The Estonian Language and Ethnic Culture 1999—2003.
Action plan ini membicarakan tentang bagaimana bahasa dan budaya dari jutaan grup etnik
dapat bertahan dari gempuran dan tekanan budaya massa dan hegemoni bahasa Inggris.
Ketiga, poin yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perode perubahan kurikulum,
silabus bahasa, dan Hiden Curriculum. Sejak periode kemerdekaan, telah terjadi beberapa
kali perubahan kurikulum yang lebih bersifat humanis, bernilai demokratis, dan bernilai
kebebasan. Terkait dengan konten kurikulum, tidak disebutkan pembelajaran struktur bahasa
dan sastra pada silabus pembelajaran bahasa asing. Berdasarkan silabus bahasa Estonia,
struktur bahasa merupakan mata pelajaran yang wajib ditempuh di semua level pendidikan.

Terakhir, opini guru terhadap silabus bahasa pada kurikulum nasional merupakan
komponen yang dianalisis dalam studi ini. Projek penelitian terhadap opini guru ini
dilaksanakan dalam kurun waktu tahun 2010—2011 yang difokuskan pada pemahaman
mereka terhadap silabus pada kurikulum nasional di Estonia. Hasil penenlitian ini
mengindikasikan adanya ketidakpastian terhadap kurikulum nasional di Estonia. Ada sekitar
38% guru yang kritis terhadap konten pada kurikulum nasional tersebut. Bahkan ada sekitar
55% yang menyatakan kekecewaannya terhadap tidak terjadinya integrasi antara pelajaran
bahasa dengan seni.

Komentar dan Saran

Pengembangan kurikulum memang tidak dapat dilepaskan dari konteksnya. Kalau di


Indonesia, banyak wacana yang bergulir berkaitan dengan pengembangan kurikulum
didasarkan pada pemberlakuan MEA sedangkan di Estonia juga tidak jauh berbeda.
Pengembangan kurikulum juga diwarnai dengan pengaruh keanggotaan negara tersebut pada
organisasi ekonomi tingkat Eropa. Di samping konteks, pengembangan kurikulum juga harus
memperhatikan konten dan muatan sejarah, politik, dan dinamika lainnya. Artikel ini 3
membahas tentang penelitian yang menganalisis tentang pengembangan kurikulum nasional
di Estonia.

Bila dicermati, kondisi di Estonia hampir sama dengan di Indonesia terkait dengan
pemberlakuan kurikulum pendidikan bahasa. Ada beberapa kebijakan pemerintah dalam
mengatur kurikulum bahasa, baik bahasa nasional Indonesia maupun bahasa asing, seperti
bahasa Inggris, arab, Mandarin, dan lain-lain. Adanya Surat Keputusan Dikti Nomor 43
Tahun 2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembanagn Kepribadian
(MPK) di Perguruan Tinggi merupakan kebijakan hukum dalam menagtur pengajaran bahasa.
Di sisi lain, kehadiran Badan Bahasa dan Lembaga Bahasa (di bawah naungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) di seluruh Indonesia merupakan kebijakan pemerintah dalam
upaya pemertahanan budaya dan bahasa Indonesia. Sedangkan untuk pembelajaran bahasa
asing, juga diatur dengan peraturan berbeda baik untuk pendidikan dasar maupun pendidikan
menengah.

B. Identitas Artikel 2
 Judul Artikel : Curriculum Development: Teacher Involvement in Curriculum
Development
 Sumber : Journal of Education and Practice, Vol. 7, No. 9, Tahun 2016.
 Penulis : Merfat Ayesh Alsubaie
 Afiliasi : Departement of Educational Leadership, Research and Technology Western
Michigan

Ringkasan Artikel Tujuan program Pendidikan yang sukses dan pengembangan


kurikulum harus mempertemukan antara kebutuhan dan demands budaya, sosial, dan
ekspektasi dari populasi pengguna yang terjadi pada masa kini. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum dan proses pembaruan secara kontinyu harus selalu dalam revieu,
revisi, dan perubahan secara konstan. Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan yang
menantang, oleh karena itu keterlibatan semua stakeholder, khususnya individu yang terlibat
langsung, merupakan bagian vital dan pengembangan dan revisi kurikulum yang sukses.

Sudah tidak dapat diragukan lagi, salah satu orang penting dalam proses implementasi
kurikulum adalah para guru. Dengan pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi yang
dimiliki oleh para guru merupakan pusat untuk upaya pengembangan kurikulum. Jika
sebelumnya guru diposisikan untuk berupaya mengetahui dan memahami kurikulum maka
sudah seharusnya para guru dilibatkan dalam pengembangan kurikulum. Sebagai contoh,
pendapat dan ide-ide guru harus digabungkan dalam pengembangan kurikulum. Di sisi lain,
tim pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan guru sebagai bagian dari lingkungan
yang mempengaruhi kurikulum.

Berbagai studi menyatakan bahwa tingkat keterlibatan guru sebagai pusat pengembangan
kurikulum menunjukkanpencapaian yang efektif dalam pembaruan kurikulum. Oleh karena
itu, guru merupakan faktor penting dalam kesusksesan pengembangan kurikulum termasuk
dalam langkah implikasi dan evaluasi. Studi lain menyatakan bahwa ada kebutuhan bagi
keterlibatan guru dalam tim pengembangan kurikulum dan para ahli dalam menyusun
material, buku teks, dan konten. Keterlibatan guru dalam proses pengembangan kurikulum
sangat penting artinya untuk meluruskan konten kurikulum denagn kebutuhan siswa di kelas.

Komentar dan Saran

Artikel ini membahas tentang faktor penting yang mungkin selama ini dilupakan oleh
Negara Saudi Arabia dalam mengembangkan kurikulumnya. Hal ini sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Guru sebagai salah satu elemen penting
dalam pendidikan jarang atau bahkan tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan
pengembangan kurikulum. Selama ini, proses pengembangan kurikulum dirancang oleh tim
yang terdiri atas para ahli yang terkadang jarang bersentuhan langsung dengan kondisi terkini
di lapangan. Misalkan, tim yang dibentuk oleh pemerintah dalam merumuskan kurikulum
baru beranggotakan para ahli dan pakar pendidikan (profesor dan doktor) yang hampir
semuanya bergelut di pendidikan tinggi. Artinya, pelaku di lapangan (guru) seahrusnya turut
ambil bagian dalam proses perumusan kurikulum baru.

Keterlibatan guru dalam pengembangan kurikulum ini dapat dilakukan dengan


memberikan sumbangsih pemikiran dan pengalaman mereka dalam menentukan konten, 5
buku teks, dan bahan-bahan pembelajarannya. Apabila guru tidak dilibatkan, maka efeknya
dapat dilihat pada kondisi di Indonesia saat ini. Banyak orang tua dan pengamat pendidikan
yang menilai bahwa materi/konten pembelajaran anak-anak SD yang terlalu tinggi. Hal ini
tentu akan berefek pada perkembangan psikologis para peserta didik. Ada satu hal yang
menjadi kekurangan dalam artikel ini. Keterlibatan guru dalam pengembangan kurikulum
hanya dibedah dalam kegiatan pemilihan konten, materi ajar, dan buku teks saja. Harusnya
ada keterlibatan lain yang digali dan diungkap agar kurikulum yang dikembangkan lebih
efektif dan efisien. Dengan demikian, guru sebagai pelaksana kurikulum di lapangan akan
merasa nyaman dalam mengaplikasikannya.

C. Identitas Artikel 3
 Judul Artikel : Pengembangan Kurikulum Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
 Sumber : Jurnal Deiksis, Vol. 3, No. 1, Tahun 2016
 Penulis : Jimat Susilo
 Afiliasi : FKIP Uswaganti Cirebon
Ringkasan Artikel Perkembangan program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur
asing (BIPA) menunjukkan trend yang meningkat. Menurut data dari Depdiknas pada tahun
2013, jumlah Lembaga di luar negeri yang menjalankan program BIPA sekitar 219 lembaga
di 48 negara. Untuk dalam negeri sendiri juga mengalami perkembangan yang signifikan.
Beberapa kampus dan lembaga swasta di kota-kota besar banyak menjalankan program ini.
Di sisi lain, ada hal yang patut menjadi perhatian bagi lembaga pelaksana program BIPA ini,
yaitu kurikulum. Selama ini, kurikulum yang digunakan dalam program ini masih
dikembangkan sendiri oleh tiap-tiap institusi. Mayoritas kurikulumnya dikembangkan dengan
analisis kebutuhan yang didasarkan pada latar belakang institusinya.

Pada dasarnya, sebuah kurikulum harus dikembangkan dengan tetap mempertimbangkan


beberapa prinsip. Beberapa prinsip tersebut adalah prinsip relevansi, efektivitas, efisiensi,
kesinambungan, dan fleksibilitas. Penekanan utama pada pemgembangan kurikulum BIPA
adalah aspek keterampilan yang didasarkan pada 6 penggunaan bahasa dalam tahap pemula.
Mengingat bahwa BIPA merupakan program yang didesain secara khusus maka proses
penyusunan juga harus melalui analisis kebutuhan secara khusus. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa penutur asing tidak akan mempelajari bahasa Indonesia secara keseluruhan.

Pengembangan kurikulum BIPA harus mempertimbangkan beberapa hal yang berkaitan


dengan tujuan, ruang lingkup bahan/sumber, dan sistem evaluasi. Dalam hal yang berkaitan
dengan tujuan, rumusan tujuan kurikulumnya adalah (1) dapat memahami fungsi bahasa
Indonesia sebagai lambing identitas nasional dan jati diri bangsa, (2) memahami komponen-
komponen linguistic seperti ejan, fonologi, sintaksis, dan semantik, (3) mampu menggunakan
ragam bahasa dalam berkomunikasi secara reseptif dan produktif, dan (4) mampu memahami
budaya Indonesia untuk mendukung keterampilan berbahasanya. Terkait dengan sistem
evaluasi, kurikulum BIPA harus memuat beberapa hal, yaitu evaluasi berdasarkan waktu
pelaksanaan, materi, bentuk, dan cara. Evaluasi berdasarkan waktu pelaksanaan dapat
dilakukan dengan harian, mingguan tengah program dan akhir program sedangkan evaluasi
berdasarkan materi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan materi kebahasaan dan
keterampilan. Pelaksanaan evaluasi berdasarkan bentuk dapat menggunakan bentuk tes atau
nontes. Terakhir, evaluasi berdasarkan cara dapat dilakukan dengan mempertimbangkan cara-
cara seperti lisan, tertulis, dan presentasi projek.

Komentar dan Saran


Pemilihan topik tentang pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA)
merupakan kelebihan artikel ini. Artinya, isu ini memang mengandung unsur kekinian walau
konsep dan pelaksanaan BIPA ini sudah cukup lama berlangsung. Apalagi jika dikaitkan
dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), pembahasan tentang bahasa
Indonesia yang memiliki peluang besar menjadi bahasa pengantar di ASEAN tentu menarik
untuk dibahas. Era keterbukaan dalam bidang ekonomi tentu akan memberikan dampak ke
semua aspek termasuk bahasa. Berkaitan dengan tingginya minat warga negara lain dalam
mempelajari bahasa Indonesia tentu akan sangat menarik jika dibahas tentang kurikulumnya.

Hal yang menjadi pembahasan dalam artikel terlalu umum dan belum menyentuh kondidi
praktik dalam pengembangan kurikulum BIPA. Satu poin yang dibahas dalam artikel 7 ini
hanyalah berkaitan dengan urgensi analisis kebutuhan dalam penyusunan kurikulum. Akan
lebih baik lagi jika pembahasan artikel ini menyoroti hal-hal yang bersifat praktik di lapangan
yang terjadi selama ini. Sebagai contoh, perlu tidaknya pembelajaran bahasa nonakademik
diperkenalkan kepada para penutur asing petrlu juga dibahas dalam pengembangan
kurikulum ini. Hal ini penting karena kesulitan bagi penutur asing rata-rata terjadi pada
kondidi seperti ini. Mereka mempelajari bahasa yang bersifat formal, namun saat praktik di
lapangan justru penggunan bahasa tak baku yang terjadi.

D. Identitas Artikel 4
 Judul Artikel : Pendekatan Humanistik dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
 Sumber : POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 3, No. 1, Tahun 2017
 Penulis : Suprihatin
 Afiliasi : STAI Ahsanta Jambi

Ringkasan Artikel

Pendekatan humanis merupakah salah satu pendekatan dalam mengembangkan


kurikulum, selain pendekatan subjek akademis, teknologis, dan rekonstruksi sosial.
Pendekatan ini digunakan bertujuan untuk mewujudkan pendidikan sebagai upaya dalam
memanusiakan manusia. Konsep ini merupakan konsep dari aliran pendidikan pribadi atau
personalized education dengan tokohnya John Dewey (pendidikan progresif) dan J.J.
Roasseau. Konsep ini meyakini bahwa setiap manusia memiliki potensi, kemauan, dan
kekuatan yang terus berkembang.

Kurikulum humanistik memiliki indikator yang memposisikan siswa-siswa sebagai


subjek pendidikan yang bebas dan mendapatkan posisi yang sepantasnya. Inti kurikulum ini
adalah mensinergikan antara aspek afektik dan kognitif. Dengan perpaduan kedua aspek
tersebut diyakini akan menumbuhkan sistem pembelajaran yang santai, permisif, dan akrab.

Pendekatan humanis dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan pengembangan


tema-tema pendidikan agama Islam berupa masalah-masalah aktual yang banyak mendapat
perhatian publik. Hal lain yang dapat diterapkan dalam pendekatan ini adalah model
pembelajaran sejarah Islam dengan tujuan untuk menggali sejarah dan kebudayaan Islam. 8
Dalam kondisi ini, diharapkan siswa dapat menginternalisasi dan tergerak untuk meneladani
dan mewujudkan dalam perbuatan sehingga melahirkan sikap terbuka dan toleran.

Pengembangan kurikulum dengan pendekatan humanistik memiliki beberapa prinsip,


yaitu: (1) berpusat pada siswa, (2) mengembangkan kreativitas siswa, (3) menciptakan
kondisi menyenangkan dan menantang, (4) mengembangkan beragam kemampuan dan
bermuatan nilai, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam. Di samping
beberapa prinsip tersebut, ada beberapa karakter dalam pendekatan humanis.
Karakterkarakter tersebut mencakup: (1) adanya hubungan yang harmonis antara guru dan
siswa, (2) adanya integritas antara aspek kognitif dan aspek emosional, (3) adanya totalitas
secara holistik yang memberikan pengalaman secara menyeluruh, dan (4) model evaluasi
yang tidak menekankan pada kriteria pencapaian.

Komentar dan Saran

Kegagalan dan stagnasi pendidikan di Indonesia diyakini oleh beberapa pakar disebabkan
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketidakcocokkan kurikulum yang diterapkan.
Memang kita menyadari bahwa tidak ada satu kurikulum pun yang sempurna. Artinya,
kurikulum pendidikan harus selalu berubah dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan
zaman. Paradigma Pendidikan saat ini memang cenderung ke arah humanis. Pendidikan
diharapkan menjadi sebuah wadah yang memposisikan peserta didik sebagai subjek utama di
dalamnya. Dengan demikian, peserta didik harus diperlakukan secara manusia tanpa adanya
tekanan, ketakutan, dan bentuk intimidasi lainnya.
Dalam beberapa artikel, banyak pengamat dan pakar pendidikan justru menilai pardigma
pendidikan saat ini menjadikan peserta didik sebagai subjek yang dimanjakan. Kasus
kekerasan siswa dan orang tua terhadap guru disinyalir karena siswa terlalu dibebaskan. Di
satu sisi, pengembanagn kurikulum dengan pendekatan humanis memberikan susana yang
baik dalam proses pendidikan. Namun, pengembangan kurikulum yang hanya menekankan
pada satu pendekatan saja akan pincang. Idealnya kurikulum tetap harus menekankan semua
pendekatan yang ada agar proses pendidikan menjadi lebih baik. Pendidikan tidak hanya
diartikan sebagai upaya membekali siswa dengan keterampilan dan pengetahuan tetapi juga
membekali siswa dengan berbagai kecerdasan lain. Kecerdasan yang 9 dimaksud adalah
keterampilan dalam menguasai teknologi dan kecerdasan sosial. Dengan kecerdasan sosial,
diharapkan tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan dalam pendidikan. Hal ini didasari pada
kenyataan bahwa kehidupan sosial mengajarkan kepada setiap individu untuk peka dan
menghormati individu lain.

E. Identitas Artikel 5
 Judul Artikel : Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar Indonesia dalam
Globalisasi Ekonomi ASEAN
 Sumber : Jurnal Al-Qodiri, Vol. 11 No. 2, Tahun 2016
 Penulis : Zainal Arifin
 Afiliasi : Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM)

Ringkasan Artikel

Salah satu dampak globalisasi yang terjadi dewasa ini adalah arus pasar bebas dunia yang
melanda seluruh kawasan. Salah satu efek dari pasar bebas tersebut akan menggiring
beberapa negara dalam satu kawasan untuk bersama-sama menghadapi kondisi tersebut.
Salah satunya adalah bentuk regionalisme negara-negara di Asia Tenggara untuk membentuk
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kondisi ini tentu mendorong sejumlah warga negara
di ASEAN untuk menawarkan pola pembelajaran terbaik. Salah satunya dengan
mengimplementasikan sebuah kurikulum yang adaptif sebagai salah satu komponen dalam
pendidikan.

Selama ini, Indonesia telah beberapa kali mengganti kurikulum pendidikannya.


Perubahan itu merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial
budaya, ekonomi, dan iptek. Menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) ada
beberapa kompetensi yang harus dicapai dalam sebuah kurikulum yang termaktub dalam 21st
Century Partnership Learning Framework, yaitu: (1) kemampuan berpikir kritis dan
pemecahan masalah, (2) kemampuan berkomunikasi dan kerja sama, (3) kemampuan
mencipta dan membaharui, (4) literasi teknologi informasi dan komunikasi, (5) kemampuan
belajar kontekstual, dan (6) kemampuan informasi dan literasi media.

Menurut penulis, pengembangan kurikulum harus berkaitan dengan fokus isi atau
substansi kurikulum. Dalam konteks ini, ada beberapa pendekatan yang harus diperhatikan,
10 yaitu: (1) subject academic curriculum (kaitannya dengan bahan ajar dari disiplin ilmu),
(2) humanistic curriculum (penekanan pada keutuhan pribadi, kerikulum berdasarkan minat
dan kebutuhan siswa), (3) technological/ competence based curriculum (penekanan
penguasaan kompetensi), dan (4) social reconstruction curriculum (kurikulum yang
memfokuskan pada permasalahan sosial/belajar kelompok). Dalam kaitannya dengan
masyarakat ekonomi ASEAN, pengembangan kurikulum perlu memperhatikan beberapa
sektor, yaitu (1) filosofis pendidikan nasional (Pancasila dan UUD 1945), (2) kompetensi
guru profesional, (3) kurikulum 2013, (4) konsepsi tugas dan fungsi pendidikan dasar, (5)
standar nasional pendidikan dasar, dan (6) globalisasi-MEA 2015.

Komentar dan Saran

Masalah Pendidikan merupakan masalah yang yang pelik, apalagi jika dikaitkan dengan
kurikulum. Kurikulum merupakan elemen penting dalam pendidikan yang mau tidak mau
harus berubah dari waktu ke waktu. Bagaimanapun juga, konteks dan peristiwa akan
mempengaruhi terjadinya proses reformasi dan pembaruan kurikulum. Perubahan kurikulum
di Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu langkah dalam merespons dinamika
perubahan tersebut. Dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kurikulum juga
harus segera merespons tuntutan pasar agar output atau keluaran sekolah dapat bersaing di
dalamnya.

Hasil uraian dari artikel ini telah menyimpulkan bahwa kurikulum pendidikan dasar di
Indonesia sudah siap dengan pemberlakuan MEA di Kawasan Asia Tenggara. Hal ini didasari
pada kurikulum yang selama ini dijalankan telah memperkenalkan tentang karakteristik
masyarakat di Asia Tenggara. Di samping itu juga, kurikulum kita telah menerapkan
pendidikan dengan berbasis kompetensi. Dengan bekal kompetensi yang dimiliki, diharapkan
lulusan pendidikan di Indonesia mampu bersaing baik dalam bidang jasa, investasi,
kesehatan, dan lain-lain. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah passion dan minat
siswa yang beragam. Hal ini perlu juga diakomodir dalam pengembangan kurikulum. Dengan
kata lain, MEA jangan hanya dianggap sebagai medan persaingan produk yang berbau pasar
ekonomi semata tetapi harus dimaknai secara meluas. Kurikulum pendidikan seharusnya juga
memuat pembelajaran yang mewadahi kemampuan bakat. 11 Artinya, Indonesia tidak hanya
produktif dalam produk dan tenaga kerja tetapi juga produktif dalam karya, seperti film,
budaya, musik, sastra, dan lain-lain. Produk-produk semacam inilah yang menghantarkan
Korea Selatan menjadi negara yang hebat di samping kekuatan produk teknologinya.

Anda mungkin juga menyukai