Disusun oleh :
Nama : Veronika
NPM : 71200515012
2020/2021
A. Identitas Artikel 1
Judul Artikel : Curriculum Development: Content, Contexts, and Language Learning
in Estonia.
Sumber : European Journal of Curriculum Studies, Vol. 1 No. 1, Tahun 2014
Penulis : Urve Laanements dan Katrin Kalamees-Ruubel.
Afiliasi : Academic Music and Theatre and Tallinn University, Estonia
Rangkuman Artikel
Proses globalisasi dan pengaruh lingkungan sosial politik yang baru telah
menciptakan konteks baru bagi pembelajaran sebagai sebuah masalah baru. Desain
kurikulum dan penyeleksian konten adalah isu kritis untuk sistem pendidikan di seluruh
dunia. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelajaran bahasa dengan menganalisis dokumen sejarah, termasuk di
dalamnya semua silabus yang didasarkan pada kurikulum nasional di Estonia. Metode yang
digunakan adalah analisis dokumen (berupa kurikulum nasional Estonia tahun 1917—2011,
kebijakan pendidikan, kebijakan bahasa, dan dokumen strategi pendidikan), survei semi
terstruktur pada para guru, dan intervieu.
Apa yang dapat kita pelajari dari case ini? Pertama, perkembangan sejarah dan hukum
yang berkaitan dengan bahasa dan pembelajaran bahasa. Di Estonia, ada beberapa kebijakan
yang berkaitan dengan bahasa dan pendidikan bahasa yang diberlakukan di negara tersebut.
Kedua, dokumen strategi dan penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa.
Pada poin ini, dijabarkan adanya The Estonian Language and Ethnic Culture 1999—2003.
Action plan ini membicarakan tentang bagaimana bahasa dan budaya dari jutaan grup etnik
dapat bertahan dari gempuran dan tekanan budaya massa dan hegemoni bahasa Inggris.
Ketiga, poin yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perode perubahan kurikulum,
silabus bahasa, dan Hiden Curriculum. Sejak periode kemerdekaan, telah terjadi beberapa
kali perubahan kurikulum yang lebih bersifat humanis, bernilai demokratis, dan bernilai
kebebasan. Terkait dengan konten kurikulum, tidak disebutkan pembelajaran struktur bahasa
dan sastra pada silabus pembelajaran bahasa asing. Berdasarkan silabus bahasa Estonia,
struktur bahasa merupakan mata pelajaran yang wajib ditempuh di semua level pendidikan.
Terakhir, opini guru terhadap silabus bahasa pada kurikulum nasional merupakan
komponen yang dianalisis dalam studi ini. Projek penelitian terhadap opini guru ini
dilaksanakan dalam kurun waktu tahun 2010—2011 yang difokuskan pada pemahaman
mereka terhadap silabus pada kurikulum nasional di Estonia. Hasil penenlitian ini
mengindikasikan adanya ketidakpastian terhadap kurikulum nasional di Estonia. Ada sekitar
38% guru yang kritis terhadap konten pada kurikulum nasional tersebut. Bahkan ada sekitar
55% yang menyatakan kekecewaannya terhadap tidak terjadinya integrasi antara pelajaran
bahasa dengan seni.
Bila dicermati, kondisi di Estonia hampir sama dengan di Indonesia terkait dengan
pemberlakuan kurikulum pendidikan bahasa. Ada beberapa kebijakan pemerintah dalam
mengatur kurikulum bahasa, baik bahasa nasional Indonesia maupun bahasa asing, seperti
bahasa Inggris, arab, Mandarin, dan lain-lain. Adanya Surat Keputusan Dikti Nomor 43
Tahun 2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembanagn Kepribadian
(MPK) di Perguruan Tinggi merupakan kebijakan hukum dalam menagtur pengajaran bahasa.
Di sisi lain, kehadiran Badan Bahasa dan Lembaga Bahasa (di bawah naungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) di seluruh Indonesia merupakan kebijakan pemerintah dalam
upaya pemertahanan budaya dan bahasa Indonesia. Sedangkan untuk pembelajaran bahasa
asing, juga diatur dengan peraturan berbeda baik untuk pendidikan dasar maupun pendidikan
menengah.
B. Identitas Artikel 2
Judul Artikel : Curriculum Development: Teacher Involvement in Curriculum
Development
Sumber : Journal of Education and Practice, Vol. 7, No. 9, Tahun 2016.
Penulis : Merfat Ayesh Alsubaie
Afiliasi : Departement of Educational Leadership, Research and Technology Western
Michigan
Sudah tidak dapat diragukan lagi, salah satu orang penting dalam proses implementasi
kurikulum adalah para guru. Dengan pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi yang
dimiliki oleh para guru merupakan pusat untuk upaya pengembangan kurikulum. Jika
sebelumnya guru diposisikan untuk berupaya mengetahui dan memahami kurikulum maka
sudah seharusnya para guru dilibatkan dalam pengembangan kurikulum. Sebagai contoh,
pendapat dan ide-ide guru harus digabungkan dalam pengembangan kurikulum. Di sisi lain,
tim pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan guru sebagai bagian dari lingkungan
yang mempengaruhi kurikulum.
Berbagai studi menyatakan bahwa tingkat keterlibatan guru sebagai pusat pengembangan
kurikulum menunjukkanpencapaian yang efektif dalam pembaruan kurikulum. Oleh karena
itu, guru merupakan faktor penting dalam kesusksesan pengembangan kurikulum termasuk
dalam langkah implikasi dan evaluasi. Studi lain menyatakan bahwa ada kebutuhan bagi
keterlibatan guru dalam tim pengembangan kurikulum dan para ahli dalam menyusun
material, buku teks, dan konten. Keterlibatan guru dalam proses pengembangan kurikulum
sangat penting artinya untuk meluruskan konten kurikulum denagn kebutuhan siswa di kelas.
Artikel ini membahas tentang faktor penting yang mungkin selama ini dilupakan oleh
Negara Saudi Arabia dalam mengembangkan kurikulumnya. Hal ini sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Guru sebagai salah satu elemen penting
dalam pendidikan jarang atau bahkan tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan
pengembangan kurikulum. Selama ini, proses pengembangan kurikulum dirancang oleh tim
yang terdiri atas para ahli yang terkadang jarang bersentuhan langsung dengan kondisi terkini
di lapangan. Misalkan, tim yang dibentuk oleh pemerintah dalam merumuskan kurikulum
baru beranggotakan para ahli dan pakar pendidikan (profesor dan doktor) yang hampir
semuanya bergelut di pendidikan tinggi. Artinya, pelaku di lapangan (guru) seahrusnya turut
ambil bagian dalam proses perumusan kurikulum baru.
C. Identitas Artikel 3
Judul Artikel : Pengembangan Kurikulum Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
Sumber : Jurnal Deiksis, Vol. 3, No. 1, Tahun 2016
Penulis : Jimat Susilo
Afiliasi : FKIP Uswaganti Cirebon
Ringkasan Artikel Perkembangan program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur
asing (BIPA) menunjukkan trend yang meningkat. Menurut data dari Depdiknas pada tahun
2013, jumlah Lembaga di luar negeri yang menjalankan program BIPA sekitar 219 lembaga
di 48 negara. Untuk dalam negeri sendiri juga mengalami perkembangan yang signifikan.
Beberapa kampus dan lembaga swasta di kota-kota besar banyak menjalankan program ini.
Di sisi lain, ada hal yang patut menjadi perhatian bagi lembaga pelaksana program BIPA ini,
yaitu kurikulum. Selama ini, kurikulum yang digunakan dalam program ini masih
dikembangkan sendiri oleh tiap-tiap institusi. Mayoritas kurikulumnya dikembangkan dengan
analisis kebutuhan yang didasarkan pada latar belakang institusinya.
Hal yang menjadi pembahasan dalam artikel terlalu umum dan belum menyentuh kondidi
praktik dalam pengembangan kurikulum BIPA. Satu poin yang dibahas dalam artikel 7 ini
hanyalah berkaitan dengan urgensi analisis kebutuhan dalam penyusunan kurikulum. Akan
lebih baik lagi jika pembahasan artikel ini menyoroti hal-hal yang bersifat praktik di lapangan
yang terjadi selama ini. Sebagai contoh, perlu tidaknya pembelajaran bahasa nonakademik
diperkenalkan kepada para penutur asing petrlu juga dibahas dalam pengembangan
kurikulum ini. Hal ini penting karena kesulitan bagi penutur asing rata-rata terjadi pada
kondidi seperti ini. Mereka mempelajari bahasa yang bersifat formal, namun saat praktik di
lapangan justru penggunan bahasa tak baku yang terjadi.
D. Identitas Artikel 4
Judul Artikel : Pendekatan Humanistik dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
Sumber : POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 3, No. 1, Tahun 2017
Penulis : Suprihatin
Afiliasi : STAI Ahsanta Jambi
Ringkasan Artikel
Kegagalan dan stagnasi pendidikan di Indonesia diyakini oleh beberapa pakar disebabkan
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketidakcocokkan kurikulum yang diterapkan.
Memang kita menyadari bahwa tidak ada satu kurikulum pun yang sempurna. Artinya,
kurikulum pendidikan harus selalu berubah dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan
zaman. Paradigma Pendidikan saat ini memang cenderung ke arah humanis. Pendidikan
diharapkan menjadi sebuah wadah yang memposisikan peserta didik sebagai subjek utama di
dalamnya. Dengan demikian, peserta didik harus diperlakukan secara manusia tanpa adanya
tekanan, ketakutan, dan bentuk intimidasi lainnya.
Dalam beberapa artikel, banyak pengamat dan pakar pendidikan justru menilai pardigma
pendidikan saat ini menjadikan peserta didik sebagai subjek yang dimanjakan. Kasus
kekerasan siswa dan orang tua terhadap guru disinyalir karena siswa terlalu dibebaskan. Di
satu sisi, pengembanagn kurikulum dengan pendekatan humanis memberikan susana yang
baik dalam proses pendidikan. Namun, pengembangan kurikulum yang hanya menekankan
pada satu pendekatan saja akan pincang. Idealnya kurikulum tetap harus menekankan semua
pendekatan yang ada agar proses pendidikan menjadi lebih baik. Pendidikan tidak hanya
diartikan sebagai upaya membekali siswa dengan keterampilan dan pengetahuan tetapi juga
membekali siswa dengan berbagai kecerdasan lain. Kecerdasan yang 9 dimaksud adalah
keterampilan dalam menguasai teknologi dan kecerdasan sosial. Dengan kecerdasan sosial,
diharapkan tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan dalam pendidikan. Hal ini didasari pada
kenyataan bahwa kehidupan sosial mengajarkan kepada setiap individu untuk peka dan
menghormati individu lain.
E. Identitas Artikel 5
Judul Artikel : Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar Indonesia dalam
Globalisasi Ekonomi ASEAN
Sumber : Jurnal Al-Qodiri, Vol. 11 No. 2, Tahun 2016
Penulis : Zainal Arifin
Afiliasi : Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM)
Ringkasan Artikel
Salah satu dampak globalisasi yang terjadi dewasa ini adalah arus pasar bebas dunia yang
melanda seluruh kawasan. Salah satu efek dari pasar bebas tersebut akan menggiring
beberapa negara dalam satu kawasan untuk bersama-sama menghadapi kondisi tersebut.
Salah satunya adalah bentuk regionalisme negara-negara di Asia Tenggara untuk membentuk
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kondisi ini tentu mendorong sejumlah warga negara
di ASEAN untuk menawarkan pola pembelajaran terbaik. Salah satunya dengan
mengimplementasikan sebuah kurikulum yang adaptif sebagai salah satu komponen dalam
pendidikan.
Menurut penulis, pengembangan kurikulum harus berkaitan dengan fokus isi atau
substansi kurikulum. Dalam konteks ini, ada beberapa pendekatan yang harus diperhatikan,
10 yaitu: (1) subject academic curriculum (kaitannya dengan bahan ajar dari disiplin ilmu),
(2) humanistic curriculum (penekanan pada keutuhan pribadi, kerikulum berdasarkan minat
dan kebutuhan siswa), (3) technological/ competence based curriculum (penekanan
penguasaan kompetensi), dan (4) social reconstruction curriculum (kurikulum yang
memfokuskan pada permasalahan sosial/belajar kelompok). Dalam kaitannya dengan
masyarakat ekonomi ASEAN, pengembangan kurikulum perlu memperhatikan beberapa
sektor, yaitu (1) filosofis pendidikan nasional (Pancasila dan UUD 1945), (2) kompetensi
guru profesional, (3) kurikulum 2013, (4) konsepsi tugas dan fungsi pendidikan dasar, (5)
standar nasional pendidikan dasar, dan (6) globalisasi-MEA 2015.
Masalah Pendidikan merupakan masalah yang yang pelik, apalagi jika dikaitkan dengan
kurikulum. Kurikulum merupakan elemen penting dalam pendidikan yang mau tidak mau
harus berubah dari waktu ke waktu. Bagaimanapun juga, konteks dan peristiwa akan
mempengaruhi terjadinya proses reformasi dan pembaruan kurikulum. Perubahan kurikulum
di Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu langkah dalam merespons dinamika
perubahan tersebut. Dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kurikulum juga
harus segera merespons tuntutan pasar agar output atau keluaran sekolah dapat bersaing di
dalamnya.
Hasil uraian dari artikel ini telah menyimpulkan bahwa kurikulum pendidikan dasar di
Indonesia sudah siap dengan pemberlakuan MEA di Kawasan Asia Tenggara. Hal ini didasari
pada kurikulum yang selama ini dijalankan telah memperkenalkan tentang karakteristik
masyarakat di Asia Tenggara. Di samping itu juga, kurikulum kita telah menerapkan
pendidikan dengan berbasis kompetensi. Dengan bekal kompetensi yang dimiliki, diharapkan
lulusan pendidikan di Indonesia mampu bersaing baik dalam bidang jasa, investasi,
kesehatan, dan lain-lain. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah passion dan minat
siswa yang beragam. Hal ini perlu juga diakomodir dalam pengembangan kurikulum. Dengan
kata lain, MEA jangan hanya dianggap sebagai medan persaingan produk yang berbau pasar
ekonomi semata tetapi harus dimaknai secara meluas. Kurikulum pendidikan seharusnya juga
memuat pembelajaran yang mewadahi kemampuan bakat. 11 Artinya, Indonesia tidak hanya
produktif dalam produk dan tenaga kerja tetapi juga produktif dalam karya, seperti film,
budaya, musik, sastra, dan lain-lain. Produk-produk semacam inilah yang menghantarkan
Korea Selatan menjadi negara yang hebat di samping kekuatan produk teknologinya.