Abstrac
The word curriculum is familiar to educators (teaching staff) and education staff (non-
teaching staff), because they are involved with curriculum activities in learning institutions
every day.
But on the other hand, the study of the curriculum becomes very urgent if we are able
to take a turning point from the problems that exist in the field. There are so many problems
in the field that occur because of curricula that tend to change after the highest state leaders
are replaced or research tendencies that are not perfect, so this is what we have to think about
together, in order to defend the stagnation that is offered from this erratic system.
The author offers a study that seems to be missing or deliberately omitted so that the
Indonesian education situation remains like this without a field approach that is biased
towards educational participants, namely a study of the importance of educational curriculum
innovation, and subordinates curriculum development to all the problems it causes.
Keywords: curriculum problems, Curriculum Innovation
Abstrak
Kata kurikulum sudah tidak asing lagi bagi para pendidik (teaching staff) dan tenaga
kependidikan (non teaching staff), sebab mereka setiap hari telah bergelut dengan kegiatan-
kegiatan kurikulum di instansi pembelajaran.
Namun di sisi lain kajian tentang kurikulum menjadi sangatlah urgent jika kita mampu
mengambil titik balik dari permasalahan yang ada di lapangan. Banyak sekali masalah
dilapangan yang terjadi karna ejakulasi kurikulum yang cendrung berubah-ubah setelah
pimpinan negara tertinggi di ganti atau kecendrungan research yang tidak sempurna, sehingga
hal ini lah yang haruslah kita fikirkan bersama, demi untuk membela kejumudan yang di
tawarkan dari sistem tak menentu ini.
Penulis menawarkan sebuah kajian yang nampaknya hilang atau sengaja di hilangkan
agar supaya keadaan pendidikan Indonesi tetap seperti ini tanpa adanya pendekatan lapangan
yang berpihap pada peserta pendidikan, yaitu kajian tentang pentingnya Inovasi kurikulum
pendidikan, dan menomorduakan Pengambangan kurikulum dengan semua masalah yang di
timbulkannya.
Kata kunci: masalah kurikulum, Inovasi Kurikulum
Pendahuluan
Pendididikan Islam adalah pendidi-kan yang sengaja didirikan dan diseleng-garakan
dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawan-tahkan ajaran dan
nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan, program
kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan kependidikan-Nya. Pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem
pendidikan Islam.1
Pelaksanaan proses pembelajaran harus sesuai dengan tupoksi guru agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional pasal 3, yaitu bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sebagaimana diungkapkan oleh bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantoro, bahwa
tujuan pendidikan yaitu mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada peserta didik agar mereka
memiliki kepribadian baik dan sempurna dalam hidupnya sehingga sejalan dengan
masyarakat, alam, maupun lingkungan. Untuk mencapai tujuan Sisdiknas tersebut guru
berperan secara langsung, dimana tugas utamanya adalah mengarahkan peserta didik untuk
melaksanakan nilai-nilai akhlak, keimanan, dan pengetahuan dalam kehidupan sehari-harinya
sesuai dengan tuntutan zaman dan menjadi generasi masa depan harapan bangsanya (Effendi,
2014).2
Banyak sekali para pendidik dan ahli kurikulum yang berusaha memberikan batasan
(definisi) pengertian kurikulum. Namun di dalamnya sering terjadi ketidaksamaan pengertian
dan konsepnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan latar belakang
keilmuan para pakar tersebut, karena itu secara semantik definisi yang dirumuskan akan
berbeda meskipun pada intinya terkandung maksud yang sama.3
Data Unesco dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016 menunjukkan
bahwa pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang.
Padahal komponen terpenting dalam pendidikan yaitu guru yang menempati urutan 14 dari 14
negara berkembang di dunia. Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan,
dimana besarnya anggaran pendidikan ternyata tidak serta merta menjadikan kualitas
1
Khuzaimah Khuzaimah, “Paradigma Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah (Analisis
Berbagai Kritik Terhadap PAI),” Jurnal Kependidikan 5, no. 1 (2017): 105–18,
https://doi.org/10.24090/jk.v5i1.1256.
2
salahudin. Saepulmillah Asep. Ruswandi Uus. Arifin Bambang Samsul Ismail, “ANALISIS KRITIK TERHADAP
PEAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH,” Pendidikan Islam 11, no. November (2020): 201–12.
3
Hamdan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) Teori Dan Praktek, Aswaja Pressindo, 2014.
pendidikan meningkat. Penyebabnya adalah karena kualitas guru masih bermasalah yang
dibuktikan dengan hasil uji kompetensi guru tahun 2015 yang rata-rata hanya 44,5 berada
jauh di bawah standar 75. Bahkan kompetensi pedagogik yang menjadi kompetensi utama
guru belum menggembirakan. Masih terdapat guru yang cara mengajarnya di kelas kurang
baik dan membosankan. (Yunus, 2019).4
Karena itu, ada kesan yang cukup memprihatinkan dari masyarakat bahwa seolah-olah
setiap ganti menteri akan diikuti dengan perubahan kebijakan. Untuk mengantisipasi masalah
tersebut, agaknya para guru PAI perlu memahami dan memiliki landasa pijak yang jelas dan
kokoh, sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh arus transformasi dan inovasi tersbut
ternyata bukan dibangun dari eksperimen pendidikan agama, tetapi dari bidang lain yang
memiliki karateristik yang berbeda pula, sedangkan pendidikan agama hanya bersifat latah.
Sebagaiman tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
terutama pada penjelasan Pasal 37 ayat (1) bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta berakhlak mulia.5
Maka dari itu dari beberapa pertimbangan di atas, keterburuan untuk mengembangkan
kurikulum tanpa memperhatikan landasan dasar penerapan awal kurikulum menjadi hal utama
yang harus di telaah lebih mendasar, sehingga harapannya penerapan kurikulum mampu di
ratakan sesuai kultur pendidikan wilayah tanpa menghilangkan tujuan awal kurikulum. Bukan
malah gencar mengembangkan kurikulum dengan menghilangkan kaki kurikulum itu sendiri.
Pembahasan
A. Pengertian Telaah Kurikulum PAI
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian.6 Kurikulum adalah
rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi
yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan
tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat
peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengambangkan
potensi dirinya pada satuan.7
Dalam jurnal nasional yang ditulis oleh Minnah Elwiddah dikatakan bahwa
pendidikan agama saat ini menuai berbagai kritik yang tajam karena ketidakmampuannya
4
Ismail, “ANALISIS KRITIK TERHADAP PEAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH.”
5
Khuzaimah, “Paradigma Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah (Analisis Berbagai
Kritik Terhadap PAI).”
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2015), hlm. 160.
7
Hamalik Oemar, “Manajemen Pengembangan Kurikulum” 91 (2016).
dalam menanggulangi berbagai isu penting dalam kehidupan masyarakat, seperti
mempercayai kepercayaan keagamaan dan keragaman kultural yang beraneka ragam yang
sering melahirkan ketidakharmonisan dan konflik berbau SARA (suku, agama, ras, dan antar
golongan) (Elwiddah, 2013). Penelitian lain yang ditulis oleh Rauf dikatakan bahwa aplikasi
pendidikan agama Islam di sekolah (umum) kurang maksimal. Praktik pendidikan agama
Islam di sekolah (umum) amatlah minim atau kurang maksimal. Secara umum, jumlah jam
pelajaran agama di sekolah rata-rata 3 jam per minggu. Dengan alokasi waktu seperti itu, jelas
tidak mungkin untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
agama yang memadai. Hal ini terjadi karena beberapa faktor eksternal dan internal. Faktor
eksternal yang mempengaruhi minimnya praktik pendidikan agama di sekolah umum dapat
berupa: a) Timbulnya sikap orang tua di beberapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang
menyadari pentingnya pendidikan agama; b) Situasi lingkungan sekitar sekolah dipengaruhi
godaan-godaan setan dalam berbagai macam bentuknya, seperti: judi dan tontonan yang
menyenangkan nafsu; c) Dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin
melunturkan perasaan religius dan melebarkan kesenjangan antara nilai tradisional dengan
nilai rasional teknologis (Efendi, Lubis, dan Nasution, 2018).
Karena itu, sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan bahwa salah satu standar yang mesti
ditingkatkan adalah standar proses. Yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses sendiri
telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 mengenai
perencanaan, pelaksanaan, penilaian proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan agar proses pembelajaran berjalan efektif dan efesien (Nisa, 2018). Dengan kata
lain, peningkatan dan penekanan pada aspek kognitif harus diimbangi dengan upaya
peningkatan dalam aspek pengembangan afektif siswa atau dalam arti pendidikan karakter
dan kebajikan moral juga tidak boleh diabaikan (Tamami, 2018).
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri.
Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal
seperti: konsep, prinsip kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu
mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Demikian pula
individu jangan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.8
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri.
Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal,
seperti: konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain
8
Fatah Nanang, “Landasan Pengembangan Pendidikan,” 2016, 5.
perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Demikian
opula individu juga makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.
B. Pengembangan Kurikulum
Pengertian Pengembangan
Menuru Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto (1982), istilah pengembangan
menunjuk pada suatu kegiatan menghasilkan suatu alat atau cara baru, dimana selama
kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut terus
dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari banyak hasil pengembangan yang dapat kita temui,
seprti: peralatan memasak, alat pembersih ruangan dan lain sebagainya, bahkan orang yang
membuka areal kosong menjadi perumahan dapat disebut pengembang (developer), artinya
yang semula belum ada menjadi ada dan bermakna, sehingga disebut pengembangan dalam
arti umum 9.
Pengertian pengembangan di atas, bila dikaitkan dengan kurikulum, maka menjadi
pengembangan kurikulum, yang mempunyai beberapa kegiatan, yaitu: a. Mennyusun
kurikulum baru b. Melaksanakan kurikulum baru di sekolah-sekolah secara terbatas yang
disertai dengan penilaian yang intensif, atau seperti uji coba kurikulum baru. c.
Menyempurnakan terhadap komponen tententu dalam kurikulum berdasarkan hasil penilaian.
Bila sebuah kurikulum baru sudah dianggap cukup mantap atau sempurna, maka
berakhir tugas pengembangan kurikulum, selanjutnya kurikulum baru tersebut disebarkan
atau diterapkan/diimplementasikan ke sekolah-sekolah secara komprehensif dengan batas
waktu tertentu sambil melakukan pembinaan kurikulum.
Istilah pengembangan kurikulum berasal dari curriculum development yang berarti
peralihan total atau substansial mengenai beberapa komponen yang terdapat dalam sebuah
kurikulum. dan dalam waktu yang lama, hasil analisis terhadap kurikulum yang berlaku
berkisar antara 7 sampai dengan 10 tahun.
Sejak orde baru (1966) sampai dengan sekarang (2013) telah terjadi 7 (tujuh) kali
perubahan atau pergantian kurikulum, yaitu:
a. Kurikulum tahun 1968 yang berisi materinya berbentuk Separated Subject Curriculum
atau kurikulum berbentuk mata pelajaran.
b. Kurikulum tahun 1975, kurikulum ini masih berbentuk mata pelajaran terpisah, namun
sudah mempunyai pendekatan system yang dikenal dengan pendekatan PPSI
9
Hamdan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) Teori Dan Praktek.
(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), dokumen kurikum berbentuk matriks,
bersifat sentralistik (fully given by government).
c. Kurikulum tahun 1984, kurikulum ini sudah berbentuk mata pelajaran korelasi dan
broad field, pendekatan pembelajaran menggunakan CBSA yang merupakan adopsi
dari system Student Active Learning (SAL). Yang semula isi kurikulum ini bersifat
sentralistik, namun pada tahun 1987 ada penyempurnaan atau yang disebut Saplement
curriculum1984, yaitu adanya kurikulum muatan local (moluk), di sini materi moluk
belum berdiri sendiri malinkan bagian integral dari kurikulum nasional.
d. Kurikulum Tahun 1994, kurikulum ini berbentuk mata pelajaran korelasi dan broad
field sedangkan format kurikulum berbentuk naratif, isi kurikulum terdiri 80 %
muatan inti atau kurikulum nasional dan 20 % kurikulum muatan local. Pada
kurikulum ini muatan lokal berdiri sendiri sebagai mata pelajaran yang utuh.
Kurikulum ini didasarkan pada UU RI No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
Nasional. Pada Tahun 1999 kurikulum ini disempurnakan dengan pembinaan karier.
e. KBK atau Kurikulum 2004
➢ Mengantisipas berlakunya UU Otonomi Daerah
➢ Berdasarkan UU RI, No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS.
➢ Bersifat desentralistik (berdiversifikasi dan berbasis kompetensi)
➢ Dikembangkan oleh Pusat Kurikulum
➢ Berbentuk Matriks, yang terdiri dari Standar Kompetensi (SK), Kompetensi
Dasar (KD), dan selanjutnya dijabarkan dalam bentuk indicator.
f. KTSP (Kuriukum Tingkat Satuan Pendidikan) Tahun 2006
➢ Kurikulum ini sebenarnya penyempurnaan dari kurikulum KBK, yang sudah
mempunyai PP No. 19 Tahun 2005 tentang BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan), kemudian dikokohkan lagi dengan Permen Diknas No. 22 Tahun
2006 tangtang standar Isi, No. 23 tentang Standar kompetensi Lulusan (SKL)
dan No. 24 Tentang Pelaksanaan Standar isi (KTSP).
➢ Bersifat desentralistik
➢ Standar Nasional
➢ Dikembangkan oleh BSNP
➢ Selanjutnya dikembangkan dan dijabarkan oleh masing masing satuan
lembaga pendidikan.
g. Kurikulum 2013
➢ Kurikum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu
KBK 2004 dan KTSP 2006
➢ Kembali ke sentralistik
➢ Penyederhanaan materi dalam bentuk tematik
➢ Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik.
➢ Dalam evaluasi pembelajaran menerapkan penilaian autentik
h. Kurikulum Merdeka
10
Dakir, “Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum,” 2014, 100.
tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada
proses atau metodologinga sehingga menghasilkan produk tersebut; dan (4) perubahan pada
pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam
memilih dan menyusun isis kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar,
guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan PAI dan cara-cara
mencapainya11.
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan
Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru
ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun
2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah pernyataan mereka itu dimaksudkan untuk
“menghibur guru” agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat
Kurikulum 2004 ini masih dalam taraf ujicoba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran
2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004. Namun
apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga munculah
statement yang “menghibur” tersebut.
Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mereka
terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Saya menduga mereka hanya “mengulang ulang”
pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum, Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam
agar Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan dari ujung tombak pendidikan : guru dan
sekolah, atau gejolak yang meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka
sudah melakukan pembandingan secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka
akan mengatakan bahwa Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata,
secara signifikan. Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan
antara keduanya
11
Muhaimin, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam,” 2017, 10–11.
pokok persoalan yaitu keimanan (akidah), keislaman (syariah), ihsan (akhlak) (Mustafa, 2013:
37-38). Dari pengertian di atas dapat di ambil benang merah bahwa pendidikan Islam adalah
seperangkat rencana, tujuan, isi dan bahan ajar yang digunakan pendidik untuk membimbing
peserta didik mencapai tujuan pendidikan Islam yang mencakup tiga aspek pokok yaitu
Keimanan (akidah), keislaman (syariah), dan ihsan (akhlak)12.
Pada intinya ciri khas kurikulum dalam pendidikan Islam memiliki pertautan
sempurna dengan agama. Oleh karena itu setiap hal yang berkaitan dengan kurikulum,
termasuk tujuan, isi, metode pembelajaran dan sebagainya yang berlaku dalam pendidikan
haruslah berdasarkan agama, akhlak Islam, serta terisi dengan ruh ajaran Islam. Hal yang
membedakan kurikulum dalam pendidikan Islam dengan umum terletak pada konsepnya yaitu
dalam proses pendidikan Islam mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna (insan
kamil)13.
12
Khuzaimah, “JURNAL KEPENDIDIKAN” 1 (2019): 1–15.
13
Khuzaimah.
14
Ismail, “ANALISIS KRITIK TERHADAP PEAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH.”
3. Materi pendidikan seyogyanya didasarkan pada tiga pilar utama yakni landasan aksiologis,
epistemologis, dan ontologis.
4. Pendidikan Islam tidak hanya menyentuh ranah kognitif, tetapi juga harus menyentuh
ranah afektif dan psikomotorik. Karena agama bukan hanya system pengetahuan tetapi
juga system normative dan tauhid (Suparta, 2016: 245-246).
Pembaharuan Kurikulum
Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang senantiasa
berubah dan terus berlangsung. Pembaharuan kurikulum biasanya dimulai dari perubahan
15
Hamdan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) Teori Dan Praktek.
konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh perubahan struktural. Pembaharuan
dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada komponen tertentu saja misalnya pada
tujuan saja, isi saja, metode saja, atau sistem penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum
bersifat menyeluruh bila mencakup perubahan semua komponen kurikulum.
Menurut Sudjana (1993) pada umumnya perubahan struktural kurikulum menyangkut
komponen kurikulum yakni :
a. Perubahan dalam tujuan
Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa. Tanpa
tujuan yang jelas, tidaka akan membawa perubahan yang berarti, dan tidak ada petunjuk ke
mana pendidikan diarahkan.
b. Perubahan isi dan struktur
Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran -mata pelajaran yang diberikan kepada
siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran. Perubahan ini dapat menyangkut isi mata
pelajaran, aktivitas belajar anak, pengalaman yang harus diberikan kepada anak, juga
organisasi atau pendekatan dari mata pelajaran-mata pelajaran tersebut. Apakah diajarkan
secara terpisah-pisah (subject matter curriculum), apakah lebih mengutamakan kegiatan
dan pengalaman anak (activity curriculum) atau diadakan pendekatan interdisipliner
(correlated curriculum) atau dilihat proporsinya masing masing jenis ; mana yang
termasuk pendidikan umum, pendidikan keahlian, pendidikan akademik dan lain-lain
c. Perubahan strategi kurikulum
Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan
teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan,
perubahan sistem penilaian hasil belajar.
d. Perubahan sarana kurikulum
Perubahan ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantititas, juga sarana
material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat peraga dan
lain-lain
e. Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum
Perubahan ini menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh
mana kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap program
pembelajaran sebagai suatu system dari kutikulum.
F. Kesimpulan
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu instrumen pokok dalam pembentukan
karakter siswa, namun dalam pelaksanaannya PAI hanya mendapat alokasi waktu berapa jam
saja dalam satu minggu. Padahal begitu banyak materi yang akan disampaikan. Dengan
minimnya alokasi waktu tersebut berimbas pada penyampaian materi yang kurang efektif,
bahkan untuk penyampaian materi dalam bentuk praktik pun menjadi terhalang.
Usaha-usaha pembaharuan kurikulum dilakukan dengan maksud untuk mencari suatu
model kurikulum yang tepat untuk mememuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang
senatiasa terus berubah dan terus berkembang.
Dalam study kasus serta pembacaan lebih dalam terkait hal-hal yang berhubungan
denga kurikulum, ketidak sempurnaan study tentang pengembangan kurikulum adalah tidak
adanya pembahasan yang gradasi, kecendrungan pengembangan kurikulum menjadi masalah
dasar dari ketidak sempurnaan kajian tentang kurikulum. Penulis menawarkan tentang gradasi
kadua setelah kajian kurikulum untuk meminimalisir kekosongan serta adanya masalah yang
tak berdasar, yaitu harus adanya inovasi serta pembaharuan kurikulum dalam semua lini
pembahasan kurikulum, bukan malah terlena dengan kajian pengembangan kurikulum.
Dafdar Pustaka
Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2016), hlm. 91
Hamdan. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) Teori Dan Praktek.
Aswaja Pressindo, 2014.
Ismail, salahudin. Saepulmillah Asep. Ruswandi Uus. Arifin Bambang Samsul. “ANALISIS
KRITIK TERHADAP PEAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH.”
Pendidikan Islam 11, no. November (2020): 201–12.