Anda di halaman 1dari 39

TUGAS BESAR IRIGASI

“JARINGAN IRIGASI DAN SALURAN IRIGASI”

Dosen Pengampu :
Ikhwanudin, S.T, M.T

Disusun Oleh :

Alfiah Maulina Kusumawati ( 20640032 )

Himawan Gunarendra Jati ( 20640042 )

Teknik Sipil – 3B

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufiq dan hidayah-Nya kami saya dapat menyelesaikan “TUGAS BESAR
IRIGASI” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dalam penyusunan tugas ini, banyak yang telah memberikan dukungan dan bantuan
kepada saya. Oleh karena itu, saya banyak mengucapkan terima kasih terhadap :
1. Bapak Ikhwanudin, S.T.,M.T selaku dosen pengampu mata kuliah Irigasi Universitas
PGRI Semarang.
2. Rekan – rekan semester III Teknik Sipil Universitas PGRI Semarang.
3. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penulisan dalam pembuatan dan penyusun tugas ini.
Saya menyadari bahwa pembuatan dan penyusunan tugas ini masih terdapat kekurangan
dan belum sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran saya harapkan untuk
kesempurnaan tugas ini. Besar harapan saya agar tugas ini dapat memberikan manfaat kepada
saya dan yang lainnya.

Semarang, November 2021


Penulis

Penyusun

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas ini telah disetujui dan disahkan oleh Dosen pengampu mata kuliah Irigasi
sebagai Tugas Besar di Semester III Fakultas Teknik dan Informatika Universitas PGRI
Semarang.

Nama : 1. Alfiah Maulina Kusumawati ( 20640032 )


2. Himawan Gunarendra Jati ( 20640042 )
Kelas : Teknik Sipil – 3B
Tugas ke - : I ( Pertama ) – Jaringan Irigasi dan Saluran Irigasi

Semarang, November 2021


Dosen Pengampu,

Ikhwanudin, S.T,M.T

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Maksud dan Tujuan...................................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
LANDASAN TEORI.................................................................................................................3
A. Sejarah Irigasi............................................................................................................................3
B. Pengertian Irigasi.......................................................................................................................3
C. Jenis-Jenis Irigasi.......................................................................................................................4
D. Klasifikasi Jaringan Irigasi........................................................................................................5
E. Bangunan Bagi dan Sadap.........................................................................................................9
F. Pengertian Daerah – Daerah Irigasi.........................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................12
ANALISA PERHITUNGAN...................................................................................................12
A. Perencanaan Saluran Primer, Sekunder, dan Tersier................................................................13
1. Saluran Primer.....................................................................................................................13
B. Skema Saluran Primer, Sekunder, Tersier...............................................................................22
1. Saluran Primer.....................................................................................................................22
2. Saluran Sekunder.................................................................................................................24
3. Saluran Tersier.....................................................................................................................26
A. Kesimpulan..............................................................................................................................29
B. Saran........................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Irigasi adalah suatu upaya untuk pengelolaan dan penyediaan air untuk
menunjang kebutuhan pertanian. Irigasi membutuhkan biaya yang besar baik untuk
pengadaan sarana, prasarana, pengelolaan dan proses pemeliharaan. Pengaturan
dengan cara yang tepat adalah suatu kebutuhan agar pengelolaan air irigasi dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Volume air yang digunakan dipengaruhi beberapa
faktor, baik dari keadaan alam juga berkembangnya kegiatan manusia. Pada
pelaksanaannya sering terjadi debit air yang mengaliri saluran irigasi mengalami
pasang surut pada waktu yang tidak bisa ditentukan sehingga diperlukan sistem yang
mampu mengatur buka tutup pintu dari bendungan supaya air terawasi dengan baik.
Untuk saat ini sistem buka tutup pintu bendungan irigasi dilakukan secara manual
oleh manusia, sehingga harus ada petugas yang siaga agar debit air tidak meluap. 

Dengan adanya irigasi ini, tanah yang semula tidak produktif akan menjadi
produktif. Bila produktivitas lahan ini tinggi maka akan mengakibatkan terjadinya
produktifitas di bidang lainnya, tentu saja perkembangan daerah ini semakin baik.
Dari sini menuntut perencana harus dapat merencana irigasi khususnya jaringan
irigasi dengan baik dan efisien, sehingga menguntungkan semua pihak. Untuk
mencapai hal tersebut maka para calon perencana seperti mahasiswa harus
mengetahui ilmunya, dan untuk aplikasinya maka mahasiswa
diberikan tugas struktur  perencanaan peta-petak daerah irigasi.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kriteria dan pembobotan penilaian kinerja dan saluran pada saluran
irigasi tersier?
2. Apa yang dimaksud dengan saluran ?
3. Bagaimana dengan klasifikasinya ?

1
C. Maksud dan Tujuan

Tujuan pembuatan irigasi bangunan adalah sebagai upaya manusia untuk


meningkatkan faktor yang menguntungkan dan memperkecil atau menghilangkan
faktor yang merugikan dari suatu sumberdaya air terhadap kehidupan manusia.
Secara umum studi ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana cara
menghitung debit air yang di perlukan oleh suatu daerah yang membutuhkan air.
Untuk mencapai maksud tersebut maka tujuan studi ini adalah untuk mengetahui
sistematika perencanaan dalam memperhitungkan saluran primer, sekunder dan
tersier.

D. Manfaat

Manfaat dari suatu bangunan irigasi adalah untuk membantu manusia dalam
kelangsungan hidupnya. Beberapa dari itu manfaatnya :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah
hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang
waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim
penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah,
4. Untuk meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang
dikandung oleh air irigasi.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Sejarah Irigasi

Pada tahun 1999, perubahan besar terjadi di sektor sumberdaya air di


Indonesia, dengan munculnya kebijakan untuk melakukan reformasi sektor
sumberdaya air di Indonesia yang didukung oleh Bank Dunia melalui WATSAL.
Seperti sudah diungkapkan di atas, ada dua aspek terkait yaitu manajemen
sumberdaya air dan manajemen layanan. Kedua aspek tersebut menjadi bagian dari
reformasi sumberdaya air di Indonesia. Salah satu bagian dari dua aspek tersebut
adalah reformasi di sektor irigasi. Jika dilihat lebih dalam, reformasi sektor irigasi
sudah dilakukan sudah dilakukan sejak tahun 1987. Dengan alasan keterbatasan dana,
pemerintah pada tahun 1987 melakukan reformasi kebijakan di sektor irigasi yang
dikenal dengan Irrigation Operation and Maintenance Policy (IOMP). Kebijakan
tersebut merupakan hasil dari dialog kebijakan (policy dialogue) antara pemerintah
Indonesia dan Bank Dunia serta ADB yang tidak lain adalah prakondisi untuk
memperoleh dana pinjaman baru di sektor irigasi (Ardi, 2013).
Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum
masehi.Hal ini dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional
maupun sejarah dunia.Keberadaan bangunan tersebut disebabkan oleh adanya
kenyataan bahwa sumber makanan nabati yang disediakan oleh alam sudah tidak
mencukupi kebutuhan manusia.Segi teknis dari persoalan pertanian ini menimbulkan
permasalahan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dengan cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang cukup
memadai. Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas – batas yang
dapat dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmu alam, ilmu
fisika dan juga hidrolikayang meliputi statika dan dinamika benda cair.Semua ini
membuat pengetahuan tentang irigasi bertambah lengkap.

3
B. Pengertian Irigasi

Menurut Suhardjono (1994), irigasi adalah sejumlah air yang pada umumnya
diambil dari sungai atau bendung yang dialirkan melalui sistem jaringan irigasi untuk
menjaga keseimbangan jumlah air di dalam tanah. 

Dalam peraturan pemerintah PP No. 23/1982 Ps. 1, pengertian irigasi,


bangunan irigasi, dan petak irigasi telah dibakukan yaitu sebagai berikut :

1. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.
2. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan
diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan,
pembagian, pemberian dan penggunaannya.
3. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan
irigasi.
4. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi. Dari butir – butir
pengertian tentang irigasi dan jaringan irigasi tersebut diatas kemudian dapat
disusun rumusan pengertian irigasi sebagai berikut : irigasi merupakan bentuk
kegiatan penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, dan penggunaan air
untuk pertanian dengan menggunakan satu kesatuan dan bangunan berupa
jaringan irigasi.
C. Jenis-Jenis Irigasi

Menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-01 terdapat empat jenis irigasi, yaitu
sebagai berikut:
1. Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation) 
Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan gaya tarik gravitasi untuk
mengalirkan air dari sumber ke tempat yang membutuhkan, pada umumnya irigasi
ini banyak digunakan di Indonesia, dan dapat dibagi menjadi: irigasi genangan liar,
irigasi genangan dari saluran, irigasi alur dan gelombang.
2. Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation) 

4
Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang menyuplai air langsung ke daerah akar
tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air tanah.Dengan demikian tanaman
yang diberi air lewat permukaan tetapi dari bawah permukaan dengan mengatur
muka air tanah.
3. Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation) 
Irigasi siraman adalah irigasi yang dilakukan dengan cara meniru air hujan dimana
penyiramannya dilakukan dengan cara pengaliran air lewat pipa dengan tekanan (4
–6 Atm) sehingga dapat membasahi areal yang cukup luas. Pemberian air dengan
cara ini dapat menghemat dalam segi pengelolaan tanah karena dengan pengairan
ini tidak diperlukan permukaan tanah yang rata, juga dengan pengairan ini dapat
mengurangi kehilangan air di saluran karena air dikirim melalui saluran tertutup.
4. Irigasi tetesan (Trickler Irrigation) 
Irigasi tetesan adalah irigasi yang prinsipnya mirip dengan irigasi siraman tetapi
pipa tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya lebih kecil karena hanya
menetes saja.Keuntungan sistem ini yaitu tidak ada aliran permukaan.

D. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Klasifikasi jaringan irigasi jika ditinjau dari cara pengalirannya :


1. Saluran terbuka (open chanel) yaitu saluran yang dibuat terbuka, sehingga air
yang mengalir tanpa ditutup oleh apapun.
2. Jaringan pipa (pipe network) yaitu irigasi yang menggunakan jaringan pipa,
air mengalir di dalam pipa dan dialirkan ke tanaman.

Adapun klasifikasi jaringa irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara
pengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu :
1. Jaringan Irigasi Sederhana
Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur
sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air
biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam.Oleh
karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian
air. Jarihgan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki
kelemahan kelemahan serius yakni :

5
a. Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di
daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah
rendah yang subur.
b. Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari
penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-
sendiri.
c. Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen, maka
umurnya pendek.

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis


Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di
sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian
hilirnya.Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun di
jaringan saluran.Sistim pembagian air biasanya serupa dengan jaringan
sederhana.Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah
yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana.

6
3. Jaringan Irigasi Teknis
Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara
saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang pematus.Ini berarti bahwa
baik saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan
fungsinya masing-masing.Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-
sawah dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawahsawah ke
saluran pembuang.Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan
irigasi teknis.
Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas
keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50 - 100 ha kadang-kadang
sampai 150 ha.Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke
sawah.Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran pembuang
tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang sekunder
dan kuarter. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsi di atas
adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan
waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan petani.
Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran
aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien. Jika
petak tersier hanya memperoleh air apda satu tempat saja dari jaringan utama,
hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran
primer, ekspoitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebihmurah.

7
Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan
mempengaruhi pembagian air dijaringan utama.

a. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer.Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai.Proyek-proyek irigasi
tertentu mempunyai dua saluran primer.Ini menghasilkan dua petak primer. Daerah
di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara
menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang
garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari
saluran primer.
b. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh satu saluran sekunder.Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan
bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang
jelas, seperti misalnya saluran pembuang.Luas petak sekunder bisa berbeda-beda,
tergantung pada situasi daerah.Saluran sekunder sering terletak di punggung medan
mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran
sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-
lereng medan yang lebih rendah saja.
c. Petak Tersier

8
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit irigasi adalah petak
tersier.Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap tersier.Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Pada
petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab
para petani yang bersangkutan, di bawah bimbingan pemerintah. Petak tersier yang
terlalu besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien.
Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis
tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak tersier
idealnya maksimum 50 Ha, tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai
seluas 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi
dengan tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah. Petak
tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas
desa dan batas perubahan bentuk lapangan.
Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing- masing seluas
kurang lebih 8 – 15 Ha. Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak
tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan
tata letak dan memungkinkan pembagian air secara efisien. Petak tersier harus
terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer.
Perkecualian jika petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang
jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran tersier
yang membatasi petak-petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari. Panjang
saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan kadang-
kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik
di bawah 500 m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.
E. Bangunan Bagi dan Sadap

1. Bangunan Bagi
Bangunan bagi dibuat apabila air irigasi dibagi dari saluran primer ke
saluran sekunder.Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti
mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran.
Salah satu dari pintu bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur
muka air, sedangkan pintu sadap lainnya mengatur debit.Biasanya pintu
pengatur dipasang pada saluran terbesar, sedangkan alat-alat pengukur dan
pengatur dipasang pada bangunan-bangunan sadap yang lebih kecil.

9
Dalam merencanakan bangunan pengatur, hendaknya diperhitungkan
kemungkinan terjadinya keadaan-keadaan darurat seperti debit penuh
sementara pintu-pintu tertutup.Bangunan sebaiknya dilindungi dari bahaya
seperti ini dengan pelimpah samping di saluran hulu, atau kapasitas yang
memadai diatas pintu, atau alat ukur tambahan dengan mercu setinggi debit
rencana.
2. Bangunan Sadap
a. Bangunan sadap sekunder
Bangunan sadap sekunder akan memberikan air ke saluran sekunder
dan akan melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan-
bangunan sadap ini lebih dari 0,25 m3/detik.
Pemilihan tipe bangunan pengukur debit pada bangunan sadap sekunder
tergantung pada ukuran saluran sekunder yang akan diberi air serta
besarnya kehilangan energi yang diijinkan.
Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga
debit sebesar 2 m3/detik.Dalam hal ini dipaki dua atau tiga pintu Romijn
yang dipasang bersebelahan. Untuk debit yang lebih besar, harus dipilih
pintu sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yangh terpisah yaitu alat
ukur ambang lebar.
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka dapat
dipakai alat ukur Crump de Gruyter. Bangunan ini dapat direncanakan
dengan pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9
m3/detik.
b. Bangunan sadap tersier
Bangunan sadap tersier akan memberikan air pada petak-petak tersier.
Kapasitas bangunan sadap ini adalah alat ukur Romijn, jika mulai air hulu
diatur dengan bangunan pengatur dan jika kehilangan tinggi energi
menjadi masalah.
Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi masalah dan muka
air banyak mngalami fluktuasi, maka dipilih alat ukur Crump de Gruyter.
Harga debit Q maks / Q min untuk alat ukur ini lebih kecil daripada harga
alat ukur debit Romijn.
Pada saluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit
sangat rendah, alat ukur Crump de Gruyter lebih cocok, karena elevasi

10
pengambilannya lebih rendah daripada elevasi pengambilan pintu
Romijn.Pemakaian beberapa tipe bangunan sadar tersier sekaligus di satu
daerah irigasi tidak disarankan karena menyulitkan transportasi.

F. Pengertian Daerah – Daerah Irigasi


1. Daerah studi adalah daerah proyek ditambah dengan seluruh daerah aliran
sungai (DAS) dan tempat – tempat pengambilan air ditambah dengan daerah
lain yang ada hubungannya dengan daerah studi.
2. Daerah proyek adalah daerah dimana pelaksanan pekerjaan dipertimbangkan
atau diusulkan daerah tersebut akan mengambil manfaat langsung dari proyek
tersebut.
3. Daerah irigasi total / brutto adalah daerah proyek dikurangi dengan
perkampungan dan tanah yang dipakai untuk mendirikan bangunan daerah
yang diairi, jalan utama, rawa – rawa dan daerah yang tidak akan
dikembangkan untuk irigasi dibawah proyek yang bersangkutan.
4. Daerah irigasi netto / bersih adalah yanah yang ditanami (padi) dan ini adalah
daerah total yang bisa diairi dikurangi dengan saluran irigasi dan pembuangan
(primer, sekunder, tersier, dan kuarter) jalan inspeksi, jalan setapak, dan
tanggul sawah. Daerah ini dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, panenan
dan manfaat / keuntungan yang dapat diperoleh dari proyek yang
bersangkutan. Sebagai angka standar, luas netto daerah yang dapat diairi
diambil 0,9 kali luas total daerah yang dapat diairi.
5. Daerah potensial adalah daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk
dikembangkan. Luas daerah ini sama dengan daerah irigasi netto tetapi
biasanya belum sepenuhnya dikembangkan akibat terdapatnya hambatan
nonteknis.
6. Daerah fungsional adalah bagian dari daerah potensial yang telah memiliki
jaringan irigasi yang telah dikembangkan. Daerah fungsional luasnya sama
atau lebih kecil dari daerah potensial.
7. Daerah pengaliran adalah daerah pada pengaliran sungai (DPS), dimana
apabila terjadi peristiwa alam dan perubahan hidro-klimatologi, akan
mempengaruhi kondisi pengaliran pada sungai tersebut.

11
BAB III
ANALISA PERHITUNGAN

Diketahui kriteria Perencanaan Irigasi Sebagai berikut :

a. Faktor Kekasaran dinding saluran seluruh daerah irigasi di tetapkan KA = 55


b. Kemiringan talud saluran A = 1: 1
c. Luas petak-petak tersier 100 Ha (standar perencanaan irigasi Kp-05)
d. Kebutuhan di petak tersier/sawah = 1,2 l/det/Ha
e. Efisiensi air irigasi di sluran tersier 60%, sekunder 70% dan primer 80%
f. Kecepatan pengaliran pada saluran :
1. Primer = 0,70 m/det
2. Sekunder = 0,60 m/det
3. Tersier = 0,30 m/det s/d 0,40 m/det
g. Peta daerah irigasi skala 1 : 5.000 atau 10.000
h. Rencanakan suatu sistem irigasi sesuai kriteria perencanaan diatas dan buat sekema
petak tersier dan ketentuan lain yang belum ada agar diambil sendiri dari referensi
yang digunakan.

12
A. Perencanaan Saluran Primer, Sekunder, dan Tersier
1. Saluran Primer
 Diketahui :
a = 1,2 liter/det/Ha
V primer = 0,7 m/det
KA = 55
Luas petak (Do) = 45 Ha
Kemiringan talud =1:1 m=1
Efisiensi primer = 80 % = 0,8

 Menentukan debit atau banyaknya air tiap detik


Q = Do x a x eff
Dimana : Do = luas petak (Ha)
a = kebutuhan air normal untuk masing – masing saluran
(liter/det/Ha)
eff = efisiensi air irigasi

Q = Do x a x eff

Q = 45 x 1,2 x 0,8

Q = 43,2 liter/det

Q = 0,0432 m3/dt

 Menentukan luas penampang basah


A = Q/V
Dimana : A = luas penampang basah
Q = debit / banyaknya air tiap detik (m3/dt)
V = kecepatan air dalam saluran (m/dt)
A = Q/V

13
A = 0,0432 / 0,7
A = 0,06 m2

 Menentukan tinggi muka air


A = b.h
Dimana : h = tinggi muka air (m)
b = lebar dasar saluran (m)
A = 2h.h
A = 2 h2
0,06 = 2 h2
0,06
h2 =
2

h = 0,17 m

 Menentukan lebar dasar saluran


Kemiringan talud = 1 : 1  (vertikal : horizontal)
Dimana : b:h=1:1
b =2h
b = 2 (0,17)
b = 0,34 m

 Menentukan keliling basah


P = b + 2h
Dimana : b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi muka air (m)
P = keliling basah
P = b + 2h
P = 0,34 + (2. 0,17)
P = 0,68 m

14
 Menentukan jari – jari hidrolis
A
R=
P
0 , 06
= =0,088m
0,68

 Menentukan kemiringan saluran


V = K.R2/3 I1/2
I = ( V / (K.R2/3))2
dimana : V = kecepatan air dalam saluran (m/det)
K = faktor kekasaran
R = jari – jari hidrolis

I = ( V / (K . R2/3))2
i = ( 0,7 / (55 . 0,088 2/3))2
i = 0,0041

 Kesimpulan hasil perhitungan


 Debit atau banyaknya air tiap detik (Q) = 0,0432 m3/dt t
 Tinggi muka air (h) = 0,17 m
 Kecepatan air dalam saluran (V) = 0,7 m/det
 Kemiringan talud (T) =1:1
 Lebar dasar saluran (b) = 0,34 m
 Kemiringan saluran (i) = 0,0041

15
0,17 m

0,34 m

2. Saluran Sekunder

16
 Diketahui :
a = 1,2 liter/det/Ha
V primer = 0,6 m/det
KA = 55
Luas petak (Do) = 35 Ha
Kemiringan talud =1:1 m=1
Efisiensi primer = 70 % = 0,7

 Menentukan debit atau banyaknya air tiap detik


Q = Do x a x eff
Dimana : Do = luas petak (Ha)
a = kebutuhan air normal untuk masing – masing saluran
(liter/det/Ha)
eff = efisiensi air irigasi

Q = Do x a x eff

Q = 35 x 1,2 x 0,7

Q = 29,4 liter/det

Q = 0,0294 m3/dt

 Menentukan luas penampang basah


A = Q/V
Dimana : A = luas penampang basah
Q = debit / banyaknya air tiap detik (m3/dt)
V = kecepatan air dalam saluran (m/dt)
A = Q/V
A = 0,0294 / 0,6
A = 0,049 m2

17
 Menentukan tinggi muka air
A = b.h
Dimana : h = tinggi muka air (m)
b = lebar dasar saluran (m)
A = 2h.h
A = 2 h2
0,049 = 2 h2
0,049
h2 =
2

h = 0,15 m

 Menentukan lebar dasar saluran


Kemiringan talud = 1 : 1  (vertikal : horizontal)
Dimana : b:h=1:1
b =2h
b = 2 (0,15)
b = 0,3 m

 Menentukan keliling basah


P = b + 2h
Dimana : b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi muka air (m)
P = keliling basah
P = b + 2h
P = 0,3 + (2. 0,15)
P = 0,6 m

 Menentukan jari – jari hidrolis


A
R=
P

18
0,049
= =0,081m
0,6

 Menentukan kemiringan saluran


V = K.R2/3 I1/2
I = ( V / (K.R2/3))2
dimana : V = kecepatan air dalam saluran (m/det)
K = faktor kekasaran
R = jari – jari hidrolis

I = ( V / (K . R2/3))2
i = ( 0,6 / (55 . 0,081 2/3))2
i = 0,0033

 Kesimpulan hasil perhitungan


 Debit atau banyaknya air tiap detik (Q) = 0,0294 m3/dt t
 Tinggi muka air (h) = 0,15 m
 Kecepatan air dalam saluran (V) = 0,7 m/det
 Kemiringan talud (T) =1:1
 Lebar dasar saluran (b) = 0,3 m
 Kemiringan saluran (i) = 0,0033

19
0,15 m

0,3 m

3. Saluran Tersier
 Diketahui :

20
a = 1,2 liter/det/Ha
V primer = 0,4 m/det
KA = 55
Luas petak (Do) = 20 Ha
Kemiringan talud =1:1 m=1
Efisiensi primer = 60 % = 0,6

 Menentukan debit atau banyaknya air tiap detik


Q = Do x a x eff
Dimana : Do = luas petak (Ha)
a = kebutuhan air normal untuk masing – masing saluran
(liter/det/Ha)
eff = efisiensi air irigasi

Q = Do x a x eff

Q = 20 x 1,2 x 0,6

Q = 14,4 liter/det

Q = 0,0144 m3/dt

 Menentukan luas penampang basah


A = Q/V
Dimana : A = luas penampang basah
Q = debit / banyaknya air tiap detik (m3/dt)
V = kecepatan air dalam saluran (m/dt)
A = Q/V
A = 0,0144 / 0,4
A = 0,036 m2

21
 Menentukan tinggi muka air
A = b.h
Dimana : h = tinggi muka air (m)
b = lebar dasar saluran (m)
A = 2h.h
A = 2 h2
0,036 = 2 h2
0,036
h2 =
2

h = 0,13 m

 Menentukan lebar dasar saluran


Kemiringan talud = 1 : 1  (vertikal : horizontal)
Dimana : b:h=1:1
b =2h
b = 2 (0,13)
b = 0,26 m

 Menentukan keliling basah


P = b + 2h
Dimana : b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi muka air (m)
P = keliling basah
P = b + 2h
P = 0,26 + (2. 0,13)
P = 0,52 m

 Menentukan jari – jari hidrolis


A
R=
P

22
0,036
= =0,069m
0,5 2

 Menentukan kemiringan saluran


V = K.R2/3 I1/2
I = ( V / (K.R2/3))2
dimana : V = kecepatan air dalam saluran (m/det)
K = faktor kekasaran
R = jari – jari hidrolis

I = ( V / (K . R2/3))2
i = ( 0,4 / (55 . 0,069 2/3))2
i = 0,0018

 Kesimpulan hasil perhitungan


 Debit atau banyaknya air tiap detik (Q) = 0,0144 m3/dt t
 Tinggi muka air (h) = 0,13 m
 Kecepatan air dalam saluran (V) = 0,4 m/det
 Kemiringan talud (T) =1:1
 Lebar dasar saluran (b) = 0,26 m
 Kemiringan saluran (i) = 0,0018

23
0,13 m

0,26 m

B. Skema Saluran Primer, Sekunder, Tersier


1. Saluran Primer
 Ditentukan : Luas petak = 45 Ha
Kebutuhan air = 1,2 liter/det/Ha
Efisiensi saluran primer = 80 %
 Pelahan Kidul . Ki = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 15 x 0,8 x 1,2
= 14,4 liter/det
 Sumur Pakis . Ka = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 30 x 0,8 x 1,2
= 28,8 liter/det

24
Saluran Primer
Desa Luas Lahan Perhitungan Debit Air
Pelahan Kidul 15 Ha 15 x 0,8 x 1,2 14,4 liter/det
Sumur Pakis 30 Ha 30 x 0,8 x 1,2 28,8 liter/det
Jumlah 45 Ha

Efisiensi 80 %
b =2 h 0,34 m

25
Skema Saluran Primer

Pelahan Kidul . Ka
15 Ha
14,4 liter/det

Sumur Pakis . Ki
30 Ha
28,8 liter/det

26
0,17 m

0,34 m

2. Saluran Sekunder
 Ditentukan : Luas petak = 35 Ha
Kebutuhan air = 1,2 liter/det/Ha
Efisiensi saluran sekunder = 70 %
 Sumur Pakis . Ka = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 20 x 0,7 x 1,2

27
= 16,8 liter/det
 Jogonayan . At = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 10 x 0,7 x 1,2
= 8,4 liter/det
 Candi Wetan . Bw = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 5 x 0,7 x 1,2

= 4,2 liter/det

Saluran Sekunder
Desa Luas Lahan Perhitungan Debit Air
Sumur Pakis . Ka 20 Ha 20 x 0,7 x 1,2 16,8 liter/det
Jogonayan . At 10 Ha 10 x 0,7 x 1,2 8,4liter/det
Candi Wetan . Bw 5 Ha 5 x 0,7 x 1,2 4,2 liter/det
Jumlah 35 Ha

Efisiensi 70 %
b=2h 0,3 m

28
Skema Saluran Sekunder

Jogonayan . At
10 Ha
8,4 liter/det

Sumur Pakis . Ka
20 Ha
16,8 liter/det

Candi Wetan .Bw


5 Ha
4,2 liter/det

29
0,15 m

0,3 m

3. Saluran Tersier
 Ditentukan : Luas petak = 20 Ha
Kebutuhan air = 1,2 liter/det/Ha
Efisiensi saluran tersier = 60 %
 Pelahan Kidul . Ka = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 7 x 0,6 x 1,2
= 5,04 liter/det
 Sumur Pakis . Ki = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 5 x 0,6 x 1,2
= 3,6 liter/det
 Candi Wetan . Ka = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 4 x 0,6 x 1,2

= 2,88 liter/det

30
 Candi Wetan . Bw = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air
= 3 x 0,6 x 1,2

= 2,16 liter/det

 Kembar . Ki = Luas lahan x efisiensi x kebutuhan air


= 1 x 0,6x 1,2

= 0,72 liter/det

Saluran Tersier
Desa Luas Lahan Perhitungan Debit Air
Pelahan Kidul 7 Ha 7 x 0,6 x 1,2 5,04 liter/det
Sumur Pakis 5 Ha 5 x 0,6 x 1,2 3,6 liter/det
Candi Wetan . Ka 4 Ha 4 x 0,6 x 1,2 2,88 liter/det
Candi Wetan . Bw 3 Ha 3 x 0,6 x 1,2 2,16 liter/det
Kembar . Ki 1 Ha 1 x 0,6x 1,2 0,72 liter/det
Jumlah 60 Ha
Efisiensi 60 %
b=2h 0,26 m
Skema Saluran Tersier

Pelahan Kidul Sumur Pakis


7 Ha 5 Ha
5,04 liter/det 3,6 liter/det

Candi Wetan . Bw
3 Ha 31
2,16 liter/det
Kembar . Ki
1 Ha
0,72 liter/det

Candi Wetan . Ka 4
Ha
2,88 liter/det

0,13 m

0,26 m

32
C. Layout Jaringan Irigasi

33
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari seluruh proses pembahasan studi, dapat kita simpulkan bahwa kita dapat
merencanakan sebuah saluran primer, sekunder dan tersier. Penghitungan debit air
pada pengukuran dengan metode sederhana menunjukkan setiap detiknya irigasi
primer, sekunder dan tersier. Hasil perhitungan analisis dan alat biasanya akan
mengalami perbedaan. Perbedaan debit ini terjadi dimungkinkan karena
ketidaksesuaian prosedur pengukuran atau alat yang digunakan.
Kebutuhan dalam waktu pengairan sebenarnya bergantung pada komoditi dan
jenis tanahnya. Prinsip dasar yang perlu kita anut bahwa perhitungan waktu ini erat
kaitannya dengan efisiensi air. Hal ini diperhatikan dengan pertimbangan bahwa
jumalai air setiap musim tanam tidak sama maka untuk membagi air yang seefisien
mungkin perlu pengetahuan tentang lama waktu pengairan.

B. Saran
1. Untuk mengurangi tingkat kesalahan dan memperbesar ketelitian sebaiknya dalam
perhitungan desain jaringan irigasi digunakan berbagai software yang mendukung.
Seperti Microsoft Excel untuk membantu perhitungan data.
2. Teliti dalam proses perhitungan karena jika salah kita harus mengulang dari awal.
3. Rencanakan wilayah yang kita inginkan dengan baik atau simple terlebih dahulu
dikarenakan kita masih tahap belajar.

34
DAFTAR PUSTAKA

Buku Kriteria Perencanaan (KP) 1 tentang Perencanaan Jaringan Irigasi

http://kristotemang.blogspot.com/2013/04/klasifikasi-jaringan-irigasi.html

https://www.tneutron.net/sipil/petak-primer-sekunder-dan-tersier/

https://www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/bangunan-bagi-sadap

35

Anda mungkin juga menyukai