Anggota
1. Fitri Desmayana (51119011)
2. Hany Rizki Ananda (51119012)
3. M. Nur Ramadhan (51119014)
4. M. Rian Segara (51119015)
5. Margaret (51119016)
6. Masayu Putri Salsabila (51119017)
7. Nadya Salsabilah (51119018)
8. Nadila Tri Melani (51119019)
9. Nadya Wevi Tamala (51119020)
Scenario Kasus 1
Pasien anak dengan usia 8 tahun datang pada dokter dengan keluhan infeksi akut pada saluran
pernafasan bagian atas. Hasil swab tenggorokan pasien dikirim ke laboratorium untuk
dianalisa. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis bakteri tersebut berbentuk basil dan pada
ujungnya terlihat pentolan yang menyerupai granula. Bagaimana tahapan Pra Analitik,
Analitik, dan Pasca Analitik pada kasus tersebut?
1. Infeksi Akut
Infeksi akut merupakan pernyataan gejala yang di alami pasien yang mengalami
gangguan pernapasan pada kasus ini, Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan
penyakit menular yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia
(Setiawaty, dkk. 2018).
2. Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang paling banyak terjadi pada
manusia di segala umur. Anak-anak dan bayi yang paling rentan dan banyak terkena ISPA.
ISPA pada umumnya bersifat ringan dan biasanya disebabkan oleh virus, dan bakteri
bakteri.
ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam mikrorganisme dan
dapat menyebabkan Infeksi. Kematian yang disebabkan oleh infeksi terjadi 2-6 kali lebih
tinggi di negara berkembang. Infeksi merupakan salah satu faktor penyebab kematian
anak- anak di bawah umur lima tahun (Syarifuddin dan Natsir.. 2019)
3. Pasien
Pasien adalah orang sehat yang menderita penyakit. Reaksi tubuh terhadap suatu bibit
penyakit (penyebab agent) biasanya sangat spesifik meskipun terdapat variasi individual
akibat proses adaptasi maupun persepsi terhadap rasa sakit yang tidak sama dari orang ke
orang. Jadi, setiap penyebab mengakibatkan kerusakan tertentu pula yang kemudian oleh
pasien dirasakan sebagai rasa sakit atau rasa tidak nyaman. Rasa sakit yang diderita pasien
yang biasanya diceritakan penderita disebut gejala penyakit (symptom) (Hardjodisastro,
2006).
4. Laboratorium
Laboratorium adalah suatu tempat dimana dilakukan kegiatan percobaan, pengukuran,
penelitian atau riset ilmiah yang berhubungan dengan ilmu sains (kimia, fisika, biologi)
dan ilmu-ilmu lainnya (Fatmariza M, dkk. 2017).
5. Analisa
Analisa adalah penelusuran kesempatan atau stantangan atau sumber. Analisa juga
melibatkan pemecahan suatu keseluruhan kedalam bagian-bagian untuk mengetahui sifat,
fungsi dan saling berhubungan antar bagian tersebut (Wedianto, dkk. 2016).
6. Granula
Granula merupakan gumpalan- gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil
dengan bentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar
(Elisabeth, dkk. 2018).
7. Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki selubung
inti). Bakteri dapat hidup di tanah, air, mata air panas yang asam, limbah radioktif, hingga
kerak bumi. Bakteri juga menjalin hubungan simbiosis dengan tumbuhan dan hewan
(Emda Amna, 2014).
8. Pra Analitik
Tahap pra analitik meliputi tahap pengumpulan sampel, penanganan dan pengelolaan
sampel, dan faktor pasien ( Hasan, 2017).
9. Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:
1. Pemeriksaan spesimen
2. Pemeliharaan dan Kalibrasi alat
3. Uji kualitas reagen
4. Uji Ketelitian - Ketepatan
Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil pemeriksaan
spesimen dari pasien dapat dipercaya/ valid, sehingga klinisi dapat menggunakan hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut untuk menegakkan diagnosis terhadap pasiennya
(Siregar, dkk. 2018).
10. Pasca Analitik
Tahap pasca analitik meliputi tahap penulisan hasil, interpretasi hasil dan pelaporan
hasil (Siregar, dkk. 2018).
Pewarnaan Albert :
a. Buat sediaan dan sesudah direkatkan, bubuhi dengan larutan I, biarkan kira-kira 3-5
menit.
b. Cuci dengan air keran, kemudian bubuhi dengan larutan II, biarkan kira-kira 1 menit.
c. Larutan pulas pada objek glas dibuang, keringkan dengan kertas saring.
d. Periksa dengan mikroskop dan hasil pewarnaan :
Bakteri (Basil) : Hijau
Granula : Hitam Kebiru-Biruan (Arianda Dedy. 2016)
a. Spesimen yang berasal dari swab tenggorok di ambil dengan swab khusus, di gulirkan
pada permukaan TCBS, biasanya di gulirkan dengan bentuk zig-zag.
b. Media yang telah di tanami di masukkan ke inkubator pada suhu 36°C selama 48 jam.
Hari Kedua
Pengamatan Morfologi Koloni Secara Makroskopis
1. Media Agar Coklat
a. Bentuk (bulat)
b. Warna (putih)
c. Ukuran/Diameter (kecil)
d. Sifat (Bergerombol)
2. Pewarnaan Albert :
a. Buat sediaan dan sesudah direkatkan, bubuhi dengan larutan I, biarkan kira-kira 3-
5 menit.
b. Cuci dengan air keran, kemudian bubuhi dengan larutan II, biarkan kira-kira 1
menit.
c. Larutan pulas pada objek glas dibuang, keringkan dengan kertas saring.
d. Periksa dengan mikroskop dan hasil pewarnaan :
Bakteri (Basil) : HijauGranula : Hitam Kebiru-Biruan. (Arianda Dedy.
2016)
Hari Ketiga
1. Uji Biokimia
a. Uji biokimia juga bisa dilakukan dengan inokulasi kembali koloni yang diduga
pada medium CTBA ke medium agar darah.
c. Kemudian dilakukan uji biokimia menggunakan produk komersial API Coryne dan
dianalisis dengan software komputer dari pabrikan.
2. Tes Toksigenitas
Uji toksigenisitas untuk difteri dilakukan dengan metode Polimerase Chain Reaction
(PCR) menggunakan salah satu pasangan primer dengan target gen tox (dtx) yakni
5’GTTTGCGTCAATCTTAATAGGG3’ (dengan posisi nukleotida 15-36) dan
5’ACCTTGGTGTGATCTACTGTTT3’ (dengan posisi nukleotida 1622-1634);
dengan primer tersebut akan dilakukan produk PCR (amplicon) sepanjang 248 pb
(pasang basa). Ekstraksi DNA menggunakan Qiamp DNA Mini Kit (Qiagen) sesuai
dengan prosedur yang dikeluarkan Qiagen (Sariadji,dkk. 2015).
C. Pasca Analitik
Pasca Analitik meliputi :
1. Pelaporan
2. Validasi hasil
Setelah dilakukan pewarnaan albert dan isolasi sampel pasien didapatkan hasil
mikroskopis yaitu bakteri berbentuk batang berwarma hijau dan granulanya berwarnaa
hitam kebiru-biruan.
STEP 5 TUJUAN BELAJAR
Pada tutorial yang telah dilaksanakan anggota kelompok tutorial telah tercapai tujuan belajar
dan memahami kasus tersebut
STEP 7 PRESENTASI
DAFTAR PUSTAKA
Setiawaty Vivi, dkk. 2018. Deteksi Virus Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut di
Rumah Sakit (Studi Pendahuluan dengan Uji Fast-Track Diagnostik) Media
Litbangkes. Media Litbangkes. Vol. 28 No. 4 hal 257-262.
Siregar Maria Tuntun, dkk. 2018. Kendali Mutu. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Badan Pengembangan Dan Pemerdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Syarifuddin Nuraeni dan Natsir Siska. 2019. Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penderita
Infeksi Saluran Pernfasan Akut (ISPA) Di Puskesmas Empagae Kabupaten Sidenreng
Rappang. Jurnal Ilmiah Kesehatan Iqra. Vol 7 No. 2 hal 58-63.
Umara Fitrah Annisaa, dkk. 2021. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Medan:Yayasan Kita Menulis.
Poetra Perdana Ricky dan Nuryadin Amelia Afriyana. 2021. Hubungan Kamarisasi dan Bahan
Bakar Biomassa Terhadap Kejadian Infeksi Pernafasan Akut pada Balita.
Makassar:Tohar Media.
Wedianto Andre, dkk. 2016. Analisa Perbandingan Metode Filter Gaussian, Mean dan
Median Terhadap Reduksi Noise. Jurnal Media Infotama. Vol 12 No.1 hal 21-30.
Lantanida Journal, Vol. 2 No. 2, 2014
Amna Emda
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh
E_mail: amna_emda12@yahoo.com
Abstract
Laboratory is one of the tool that is used to learn chemistry. In learning we expected
that students not only know, but also understand the subject very well. Knowledge about
theory that is scientific can be proved by doing some experiments in the laboratory. With the
existence of the laboratory, students will understand more about the subject by doing
scientific works. Therefore students will have a good grip on the scientific work’s step and
their knowledge will last longer.
PENDAHULUAN
Dewasa ini belajar berpusat pada peserta didik (student centered) yang dijadikan
pendekatan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.1 Pembelajaran pada hakekatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan
tingkah laku keaarah yang lebih baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, baik faktor internal maupun
faktor eksternal. Tugas pendidik yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar
menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik,2 Kegiatan pembelajaran
diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Harapannya
agar peserta didik memiliki kompetensi melalui upaya menumbuhkan serta mengembangkan
sikap/attitude, pengetahuan/knowledge, keterampilan/skill. Kualitas yang harus terealisasikan
antara lain kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi
dan kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan
martabat bangsa,3
1
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:Bumi Aksara, 2008). H. 57
2
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2007). H. 100
3
M. Hosnan, Pendekatan saintifikdan Kontekstual dalam Pembelajran Abad 21, Kunci Sukses Implementasi
Kurikulum 2013, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014). h.1
Salah satu cara untuk memberdayakan potensi peserta didik adalah menyediakan
laboratorium. Laboratorium dibutuhkan sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan
kertrampilan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran IPA atau sains. Laboratorium
merupakan salah satu prasarana pembelajaran yang dapat digunakan sebagai tempat untuk
melatih peserta dalam memahami konsep-konsep dan meningkatkan keterampilan dalam
melakukan percobaan ilmiah.
Kimia merupakan salah satu bidang studi sains yang dikembangkan berdasarkan
eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala
alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, transformasi, dinamika dan
energinetika zat yang melibatkan penalaran dan ketrampilan.4 Ilmu kimia merupakan rumpun
IPA yang pada hakikatnya dapat dipandang sebagai proses dan produk. Kimia sebagai proses
meliputi ketrampilan dan sikap yang dimiliki oleh ilmuwan untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang
terdiri dari fakta, konsep, dan prinsip kimia. 5
4
Depdiknas, Standar Kompeensi Mata Pelajaran kimia SMA dan MA, (Jakarta: Depdiknas, 2003) h. 6-7
5
Raymond Chang, Kimia dasar Jilid I, (Jakarta: Erlangga, 2000) h. 4
6
Depdiknas, SPTK-21, (Jakarta: Depdiknas, 2002) h. 12
7
Decaprio Richard, Tips mengelola lab sekolah, (Jogyakarta : Diva Press, 2013) h 16
8
Richard Decsaprio, Tips Mengelola Laboratorium...hal 17-20
Pembelajaran IPA yang efektif menuntut pembelajaran konsep dan sub-konsep yang
berfokus pada pengembangan keterampilan proses melalui penelitian sederhana, percobaan,
demontrasi dan sejumlah kegiatan praktis lainnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan dikatakan bahwa standar sarana dan
prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal, salah
satu fasilitas penunjang pendidikan yang sangat penting adalah adanya laboratorium di
sekolah.9
Kerja ilmiah adalah suatu keterampilan proses sains (KPS) yang merupakan
keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat
digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan
konsep yang telah ada sebelumnya. Jadi, KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan
metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan.10
Tempat dilakukan kegiatan kerja ilmiah atau Ketrampilan Proses Sains umumnya di
laboratorium. Laboratorium merupakan tempat dilakukannya percobaan dan penelitian.
Tempat ini dapat berupa ruang tertutup, kamar atau ruang terbuka, atau kebun. Berdasarkan
Depdikbud dalam Supriatna (2008), dalam pengertian yang terbatas, laboratorium merupakan
suatu ruang tertutup dimana percobaan/eksperimen dan penelitian yang dilakukan.
Laboratorium dilengkapi sejumlah peralatan yang dapat digunakan siswa untuk melakukan
eksperimen atau percobaan dalam sains, melakukan pengujian dan analisis,
melangsungkan penelitian ilmiah, ataupun paraktek pembelajaran dalam sains.
Keterampilan dasar bekerja ilmiah merupakan perluasan dari metode ilmiah yang
diartikan sebagai scientific inquiry, yang diterapkan dalam tindakan pembelajaran IPA
maupun dalam kehidupan sehari-hari. Rustaman berpendapat bahwa kemampuan dasar
bekerja ilmiah terdiri atas kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Dalam
pembelajarannya dapat dilakukan melalui pemberian dalam bentuk kegiatan mandiri atau
kelompok kecil.11
9
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
10
Indrawati, Keterampilan Proses Sains: Tinjauan Kritis dari Teori ke Praktis, (Bandung: Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah, 1999), h. 3.
11
Rustaman N.Y., dkk. Strategi Belajar Mengajar Biologi, ( Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA
UPI 2003). h. 17
Adapun klasifikasi Ketrampilan Proses Sains terdiri dari sejumlah keterampilan tertentu,
sebagai berikut :
1. Mengamati
Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan
menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati, peserta didik
harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar, merasakan,
mencium dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan
memadai.
2. Mengelompokkan/Klasifikasi
3. Menafsirkan
Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan tentatif dari data yang
dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan. Karena itu, dari
mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara terpisah, kemudian
menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan itu. Selanjutnya peserta didik mencoba
menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat kesimpulan.
4. Meramalkan
Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan yang reliabel
(Firman, 2000). Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk
mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya, maka
peserta didik tersebut telah mempunyai kemampuan proses meramalkan.
5. Mengajukan pertanyaan
6. Merumusakan hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau
pengamatan tertentu.
7. Merencanakan percobaan
Agar peserta didik dapat memiliki keterampilan merencanakan percobaan maka siswa
tersebut harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan.
Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variabel-variabel, menentukan variabel yang
harus dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah. Demikian pula peserta didik perlu untuk
menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau ditulis, menentukan cara dan langkah-
langkah kerja. Selanjutnya dapat pula menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil
pengamatan.
Untuk dapat memiliki keterampilan menggunakan alat dan bahan, dengan sendirinya peserta
didik harus menggunakan secara langsung alat dan bahan agar dapat memperoleh pengalaman
langsung. Selain itu, peserta didik harus mengetahui mengapa dan bagaimana cara
menggunakan alat dan bahan.
9. Menerapkan konsep
Keterampilan menerapkan konsep dikuasai peserta didik apabila mereka dapat menggunakan
konsep yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada
pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.
10. Berkomunikasi
Keterampilan ini meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil
percobaan. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk
berkomunikasi. Menurut Firman (2000), keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan
menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.12
12
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta ,2009). .
13
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. (Jakarta: Kencana, 2009). h. 298
1. Tempat timbulnya berbagai masalah dan sekaligus tempat memecahkan masalah tersebut
2. Laboratorium sebagai tempat untuk melatih keterampilan serta kebiasaan menemukan
suatu masalah dan sikap teliti
3. Laboratorium sebagai tempat yang dapat mendorong semangat peserta didik untuk
memperdalam pengertian dari suatu fakta yang iselidiki atau diamati.
4. Laboratorium berfungsi sebagai tempat untuk melatih peserta didik bersikap cermat, sabar
dan jujur serta berfikir kritis dan cekatan
5. Laboratorium sebagai tempat bagi peserta didik untuk mengembangkan ilmu
pengetahuannya. 14
Pembelajaran kimia atau sains akan lebih baik bila dilaksanakan melalui pendekatan
inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagia aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Kegiatan praktikum
menunjang materi pembelajaran. Dengan praktikum memberikan kesempatan bagi siswa
untuk menemukan teori atau membuktikan teori.
14
Emha, H, Pedoman Penggunaan Laboratorium Sekolah, (Bandung:PT. Remaja Rosda Karya, 2002) h. 21
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran
proses pembelajaran.15 Salah satu sarana pembelajaran adalah laboratorium. Laboratorium
dalam pembelajaran kimia melibatkan siswa dalam pengalaman konkrit yang diperoleh
melalui kegiatan laboratorium yang sangat penting untuk siswa dalam proses belajar.
Pembelajaran akan lebih efektif jika siswa merefleksikan pengalaman sendiri dan mencoba
menggunakan apa yang dipelajari.
Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar mulai dari hal-hal yang paling
konkrit sampai hal-hal yang dianggap paling abstrak.
Pengalaman belajar yang diperoleh siswa melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri
apa yang dipelajari adalah suatu pengalaman langsung. Semakin konkret peserta didik
mempelajari bahan pelajaran maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh.16
Dalam teori belajar disebutkan bahwa tahap dimulai dari penguasaan kemampuan
mulai dari mengetahui, memahami dan menguasai. Pembelajaran dengan menggunakan
metode verbal dapat membuat peseta didik tahu tetapi cepat lupa. Apabila metode verbal
15
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek KTSP. (Jakarta: Kencana, 2010). h. 200
16
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007). h.
165
PENUTUP
Dalam pembelajaran sains khususnya kimia diperlukan sarana dan prasarana salah
satunya adalah laboratorium. Laboratorium merupakan tempat untuk melakukan kegiata
percobaan atau praktikum. Peserta didik akan lebih memahami materi pelajaran apabila
mereka dilibatkan secara aktif dalam proses belajar. Peserta didik akan mengetahui,
memahami dan juga menguasai materi secara baik dengan melakukan kegiatan mengamati
dan melakukan percobaan atau eksperimen. Peserta didik akan terlatih untuk bekerja secara
ilmiah sebagaimana layaknya seorang ilmuwan. Dengan demikian pengetahuan yang
diperoleh akan lebih bertahan lama pada dirinya. Disamping itu peserta didik dapat menguasai
langkah kerja ilmiah sebagaimana yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009.
B.P. Sitepu, Pengembangan Sumber Belajar, Jakarta: Rajawali Press, 2014.
Conny Semiawan, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta, Gramedia, 1990.
Depdiknas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran kimia SMA dan MA, Jakarta: Depdiknas,
2003.
Depdiknas, SPTK-21, Jakarta: Depdiknas, 2002.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Emha, H., Pedoman Penggunaan Laboratorium Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2002.
E, Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
H. Firman, Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia, Bandung: Jurusan Pendidikan
Kimia FPMIPA UPI, 2000.
M. Hosnan, 2014. Pendekatan saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajran Abad 21, Kunci
Sukses Implementasi Kurikulum 2013. (Jakarta: Ghalia Indonesia..
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta:Bumi Aksara, 2008.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Raymond Chang, Kimia dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga, 2000.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:
Kencan, 2007.
17
B.P. Sitepu, Pengembangan Sumber Belajar, (Jakarta: Rajawali Press. 2014), h.70
ABSTRAK
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki selubung inti). Tes biokimia dan
pewarnaan gram, merupakan cara yang efektif untuk klasifikasi dalam menentukan beberapa kelompok
organisme. Hasil pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada sel bakteri (struktur
dinding sel), sehingga dapat membagi bakteri menjadi 2 kelompok, yaitu bakteri Gram-positif dan bakteri
Gram-negatif. Salah satu contoh bakteri Gram-positif adalah Staphylococcus aureus. Tujuan penelitian ini
bertujuan untuk melihat Pengaruh konsentrasi media nutrient agar terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus. Sampel yang digunakan adalah isolat murni Staphylococcus aureus. Uji yang
dilakukan yaitu dengan uji statistik One Way Anova. Data yang dikumpulkan yaitu Jumlah koloni yang
tumbuh pada media Nutrient agar dengan penambahan agar 2%, 2,5%, 3%, dan 3,5% setelah diinkubasi
pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan hasil analisis One Way Anova pada
jumlah koloni bakteri pada media nutrient agar dengan konsentrasi agar 2,5% ,3%, dan 3,5% tidak memiliki
perbedaan yang bermakna karena nilai probabilitasnya 0,237 > 0,05. Tidak ada pengaruh konsentrasi media
nutrient agar terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Pendahuluan
Nutrient agar merupakan suatu medium yang berbentuk padat, yang merupakan perpaduan antara bahan
alamiah dan senyawa-senyawa kimia. Nutrient agar terbuat dari campuran ekstrak daging dan pepton dengan
menggunakan agar sebagai pemadat. Dalam hal ini agar digunakan sebagai pemadat, karena sifatnya mudah
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktam sehingga tidak mudah diuraikan oleh
mikroorganisme. Dalam hal ini ekstrak beef dan pepton digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan
sumber protein, nitrogen, vitamin serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
tumbuh dan berkembang.
Pada dasarnya media oksoid yang instan terkadang tidak menjamin kepadatan media apabila sudah
melewatai masa kadaluarsa. Sehingga laboran terkadang menambahkan agar – agar untuk memadatkan
media Nutrient agar.
Hasil di survei jurusan analis kesehatan poltekkes mataram laboratorium mikrobiologi pembuatan media
Nutrient agar sering dilakukan penambahan agar tanpa ketentuan jumlah takaran, sehingga dengan
penambahan tersebut akan menyebabkan media menjadi lebih padat dan media tidak terangkat pada saat
penanaman, serta kandungan zat-zat makanan akan bertambah,yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
bakteri,yaitu salah satunya Staphylococcus aureus.
Staphylococcus aureus dijadikan sebagai bahan penelitian dengan alasan Staphylococcus aureus sebagai
flora normal yang habitatnya di permukaan kulit manusia, yang sering menyebabkan keracunan makanan
pada makanan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dibuktikan secara ilmiah tentang “pengaruh tingkat
kepadatan media Nutrient agar terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus”.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian True eksperimen yang merupakan suatu penelitian yang melakukan
kegiatan percobaan (experiment) yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala yang timbul sebagai akibat
dari suatu perlakuan atau percobaan tertentu (Riyanto, 2011). Dalam hal ini gejala atau pengaruh yang timbul
akibat dari adanya perlakuan berbagai konsentrasi media Nutrient agar yang kemudian akan di buktikan pada
perbedaan pertumbuhan yang di timbulkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan berbagai
konsentrasi media Nutrient agar. Rancangan terdiri dari : T0 : konsentrasi Nutrient Agar Plate 2%; T1 :
konsentrasi Nutrient Agar Plate 2,5%; T2 : konsentrasi Nutrient Agar Plate 3%; T3 : konsentrasi Nutrient
Agar Plate 3,5%.
Data yang dikumpulkan yaitu Jumlah koloni yang tumbuh pada media Nutrient agar dengan penambahan
agar 2%, 2,5, 3%, dan 3,5% setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Analisa uji statistik One
way anova dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Sebelum diuji statistik One way anova terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak, menggunakan
uji Shapiro-Wilk dengan tingkat kepercayaaan 95% (α = 0,05) dan uji homogenitas varians menggunakan uji
Levene test untuk mengetahui apakah data bersifat homogen atau tidak. Jika data hasil penelitian berdistribusi
normal dan homogen maka dilakukan uji statistik One Way Anova dan jika tidak berdistribusi normal atau
tidak homogen maka dilakukan uji statistik non-parametrik Kruskal-Wallis dengan tingkat kepercayaan 95%
(α = 0,05).
Hasil Penelitian
Tabel 1. Hasil uji Shapiro-wilk jumlah koloni bakteri Staphylococus aureus pada masing-masing plate
dengan konsentrasi 2,5%,3%,3,5%
Shapiro-Wilk
konsentrasi Media NAP
statistic df Sig.
Jumlah .941 9 .590
koloni 2,5% .869 9 .121
3% .937 9 .551
3,5%
Tabel 1 hasil uji Shapiro-wilk menunjukkan jumlah koloni pada masing-masing plate dengan konsentrasi
agar 2,5% probabilitasnya adalah 0,590 > 0,05, pada konsentrasi agar 3% 0,121 > 0,05, dan pada konsentrasi
3,5% probabilitasnya adalah 0,551 > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa data jumlah jumlah koloni pada
masing-masing plate dengan konsentrasi 2,5%, 3%,dan 3,5% berdistribusi normal.
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
Tabel 2. Hasil uji Levene - Test data jumlah koloni bakteri Staphylococus aureus pada masing-masing
platedengan konsentrasi 2,5%, 3%, dan 3,5%
Tabel 2 hasil uji Levene - Test menunjukkan data hasil pemeriksaan jumlah koloni bakteri Staphylococcus
aureus pada masing-masing plate dengan konsentrasi 2,5%, 3%, dan 3,5% probabilitasnya adalah 0,910 >
0,05 yang menunjukan bahwa data tersebut homogen.
Uji One Way Anova bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konsentrasi media Nutrient Agar
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Uji One Way Anova dilakukan dengan bantuan
Tabel diatas menunjukkan hasil analisis One Way Anova pada jumlah koloni bakteri pada media nutrient
agar dengan konsentrasi agar 2,5%, 3%, dan 3,5% tidak memiliki perbedaan yang bermakna karena nilai
probabilitasnya 0,237 > 0,05, artinya H0 yang menyatakan tidak ada pengaruh konsentrasi media nutrient
agar terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh
konsentrasi media nutrient agar terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ditolak.
Uji HSD bertujuan untuk mengetahui perbandingan jumlah koloni bakteri pada masing-masing konsentrasi
media terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Uji HSD dilakukan dengan bantuan komputer
HSD dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. menunjukkan nilai yang tidak signifikan antara perlakuan pertama (T1), perlakuan kedua (T2), dan
ketiga (T3), dengan nilai p = 0.290 > 0.05 .artinya tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri pada masing-
masing media dengan konsentarasi 2,5%, 3%, dan 3,5%
Pembahasan
Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi media Nutrient agar terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus yang dilakaukan di Balai Laboratorium Kesehatan Pengujian dan Kalibrasi dengan menggunakan
media Nutrient agar .yang ditambahakan agar 2%, 2,5%, 3%, dan 3,5%.
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biakan murni bakteri Staphylococcus aureus yang
kemudian dijadikan susfensi dengan kepekatan 0,5 Mc Farland dan diencerkan 1,5 x 106 kali, selanjutnya
ditanam pada masing-masing median Nutrient agar yang ditambahakan agar 2%, 2,5%, 3%, dan 3,5%
dengan metode cawan sebar.
Sampel yang ditanam pada masing-masing media Nutrient agar ditumbuhi koloni bakteri dengan ciri-ciri
ukuran koloni kecil sampai sedang, bentuk bulat, konsistensi lunak, warna putih susu, permukaan halus,
tepian rata, elevasi cembung. (Jawetz, E., dkk, 2005)
Berdasarkan hasil Penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh konsentrasi media nutrient agar
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ini di dapatkan hasil rerata dengan perlakuan
penambahan agar 2% sebanyak 131, penambahan agar 2,5% 138, penambahan agar 3% 175 dan penambahan
agar 3,5% 165.
Penyebabkan terjadinya perbedaan jumlah koloni pada masing-masing media yaitu ketidak mampuan bakteri
untuk hidup. Salah satu faktor yang menyebabkan ketidak mampuan bakteri untuk hidup yaitu diakibatkan
oleh ketidak sesuaian tekanan osmosis media pembenihan yang digunakan, karena sesuai pernyataan yang
dituliskan pada buku Bakteriologi medik FKUB (2003). Media yang paling cocok digunakan untuk
pembenihan bakteri yaitu media yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Tekanan osmosis sangat diperlukan
oleh bakteri untuk mempertahankan bakteri agar tetap hidup, jika bakteri berada pada larutan yang hipertonik
atau konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel bakteri, maka akan terjadi
keluarnya cairan dari sel bakteri melalui membran sitoplasma yang disebut plasmolysis. Sebaliknya, apabila
bakteri berada pada larutan yang hipotonis maka dapat mengakibatkan pecahnya sel bakteri akibat cairan
masuk ke dalam sel tersebut yang disebut plasmoptisa.
Selain tekanan osmosis, kematian bakteri dapat disebabkan oleh aktifitas air. Berdasarkan pernyataan yang
tertulis pada jurnal pangan dan gizi (Helmiati & Nurrahman, 2010), yaitu kematian bakteri dapat disebabkan
oleh jumlah air yang tersedia pada media nutrient agar. Mikroorganisme mempunyai kebutuhan aw(Water
activity) minimal yang berbeda -beda untuk pertumbuhannya. mikroorganisme pada umumnya membutuhkan
aw mendekati 1,00. aw minimal yang dibutuhkan bakteri yaitu 0,91.
Aktifitas air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat-zat gizi atau
bahan limbah kedalam dan keluar sel. aw (Water activity) pada media nutrient agar dapat menurun jika
ditambahkan konsentrasi agar. Berdasarkan hasil penelitian pada jurnal ilmu-ilmu peternakan (Evanuari dan
Huda, 2012), menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi zat yang ditambahkan maka aktifitas air (a w)
mengalami penurunan. Penurunan tersebut dapat menyebabkan terganggunya reaksi metabolik dalam sel
bakteri sehingga dapat menyebabkan bakteri mati. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar air pada media
Nutrient agar konsentrasi 3% lebih optimal sebagai media pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Kesimpulan
Jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada media Nutrient agar 2% dengan rata-rata jumlah
koloni/plate adalah 131; Jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada media Nutrient agar 2,5% dengan
rata-rata jumlah koloni/plate adalah 128; Jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada media Nutrient
agar 3% dengan rata-rata jumlah koloni/plate adalah 175; Jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada
media Nutrient agar 3,5% dengan rata-rata jumlah koloni/plate adalah 165; Tidak ada pengaruh konsentrasi
media Nutrient agar terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Referensi
Carter, G.R and Wise, D.J. (2004) Essentials of veterinary bacteriology and mycology, sixth Edition. Iowa
State Press. Iowa, USA.
Carter, G.R. dan Wise, D.J., 2004.Essentials of Bacteryology and Mycology.6th. Ed, Iowa State Press.Pp 193
– 195
Entjang I. 2003. Mikrobiologi Dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan Dan Sekolah Tenaga
Kesehatan Yang Sederajat. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Jawetz, Melnick, J.L Adelberg. 2012. Mikrobiologi Kedokteran – Buku 1 Edisi 25. Salemba Medika. Jakarta
Juuti, K. 2004. Surface protein Pls of methicillin-resistant Staphylococcus aureus role in adhesion, invasion
and pathogenesis, and evolutionary aspects.[Disertation].Helinski: Department of Biological and
Environmental Sciences Faculty of Biosciences. p. 61-63
Lowy, F. 2003. Antimicrobial resistance: the example of Staphylococcus aureus. J Clinic Invest. 111(9):
1265-1273
Pelczar M.J. dan ChanE.C.S.2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta
Peclzar, Michael J., Jr. Dan E.C.S. Chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Universitas Indonesia Press.
Jakarta
Radji M. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi Dan Kedokteran. EGC. Jakarta
Safitri R., dan Novel S. S. 2010. Medium Analisis Mikroorganisme (Isolasi dan Kultur). Trans Info Media.
Jakarta
Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. AAK Yogyakarta Depkes RI. Yogyakarta
Tim Pusat Laboratorium Kesehatan. 1999. Good Laboratory Practice. Pusat Laboratorium Kes Dep.Kes.RI.
Jakarta
The Variation of Treatment and Handling of Serum Sample and the Effect on Blood Creatinine Test Result
ABSTRAK
Tahap pra analitik merupakan salah satu fase penting dari pemeriksaan laboratorium yang meliputi pengumpulan
sampel, penanganan dan pengelolaan sampel serta faktor pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variasi perlakuan penanganan sampel serum terhadap hasil pemeriksaan kreatinin darah. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental laboratorium, yang dilaksanakan sejak bulan September sampai Oktober 2016. Digunakan 56
sampel dengan 4 perlakuan penanganan sampel yang berbeda, yaitu prosedur sentrifugasi sampel darah yang didiamkan
terlebih dahulu selama 45 menit dan 3 jam setelah flebotomi suhu 20 - 25ºC, dan penyimpanan sampel serum secara
primary tube dan secondary tube selama 3 hari suhu 4ºC. Kadar kreatinin diukur dengan menggunakan metode
creatinase alat cobas C311. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar kreatinin dengan variasi perlakuan penanganan sampel serum tidak terdapat perbedaan yang
bermakna. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar kreatinin dengan variasi sentrifugasi sampel darah yang
didiamkan selama 45 menit dan 3 jam (p=0.913). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar kreatinin
dengan variasi perlakuan penyimpanan sampel serum secara primary tube dan secondary tube (p=0.918). Tidak
terdapat pengaruh yang bermakna terhadap stabilitas kadar kreatinin dengan penyimpanan sampel serum secara primary
tube (p=0.977). Tidak terdapat pengaruh yang bermakna terhadap stabilitas kadar kreatinin dengan penyimpanan
sampel serum secara secondary tube (p=0.941).
ABSTRACT
Pre-analytical phase is one of the important phases of laboratory tests which includes sample collection, sample
handling and management as well as patient factors. The research aimed at investigating the effect of the treatment and
handling of the serum sample on the blood creatinine test result. This was a laboratory experimental research. The
research was conducted from September to October 2016 using 56 samples with 4 treatments and handlings of the
different samples, namely the blood sample centrifugation procedure being previously stored for 45 minutes and 3 hours
after the phlebotomy in the temperature of 20 - 25°C, and the storage of serum samples by the primary tube and
secondary tube for 3 days in the temperature of 4°C. The creatinine content was measured using by the creatinase
method of cobas device C311. The data collected were processed using Mann-Whitney test. The research result
indicates that there is no significant difference between the creatinine content and the variation of the treatment and
handling of the serum sample. There is no significant difference between the creatinine content and the centrifugation
variation of the blood sample stored for 45 minutes and 3 hours (p=0.913). There is no significant difference between
the creatinine content and the variation of the serum sample storage by the primary tube and secondary tube (p=0.918).
There is no significant difference between the creatinine content stability and the serum sample storage by the primary
tube (p=0.977). There is no significant difference between the creatinine content stability and the serum sample storage
by the secondary tube (p=0.941)
72
Zulfikar Ali Hasan ISSN 2252-541
ke laboratorium lain atau disimpan karena keluarga, kemudian diminta perkenaannya untuk
dikhawatirkan akan ada tambahan pemeriksaan menandatangani informed consent yang telah
sehingga pasien tidak akan ditindaki ulang untuk disediakan. Wawancara atau anamnesa untuk
pengambilan darah kembali. memperoleh informasi keadaan umum subyek,
Penyimpanan spesimen darah sebaiknya misalnya aktivitas fisik, konsumsi obat – obatan,
dalam bentuk serum aliquot (Ruth & Tankersly, trauma dan seterusnya sesuai dengan kriteria
2012). Akan tetapi beberapa laboratorium dalam inklusi penelitian. Pemeriksaan laboratorium
penyimpanan serum belum sesuai prosedur. untuk mengukur kadar kreatinin pada sampel
Masih banyak yang menyimpan serum secara serum sesuai variasi perlakuan penanganan
primary tube atau tidak terpisah dengan sel darah sampel.
merah atau dalam arti lain penyimpanan serum Analisis Data
masih satu tempat dengan sel darah merah bukan Data yang diperoleh diolah melalui
secara aliquot, sehingga memungkinkan masih program software statistik. Dilakukan analisis uji
dapat terjadi metabolisme oleh sel – sel hidup perbandingan non parametrik. Hasilnya
pada spesimen yang dapat mempengaruhi dinarasikan dan diperjelas oleh tabel. Untuk uji
stabilitas spesimen. statistik, tingkat kemaknaan (signifikansi) yang
Berdasarkan uraian latar belakang, maka digunakan adalah 5%.
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variasi perlakuan penanganan sampel HASIL
serum terhadap kadar pemeriksaan kreatinin Telah dilakukan penelitian eksperimental
darah. laboratorik untuk mengetahui pengaruh variasi
perlakuan penanganan sampel serum terhadap
BAHAN DAN METODE hasil pemeriksaan kreatinin darah. Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium RS Awal Bros
Pengambilan Sampel dilakukan di RSUP Makassar mulai bulan September – Oktober 2016.
DR Wahidin Sudirohusodo dan RS Awal Bros Gambaran Umum Subyek Penelitian
Makassar, pemeriksaan sampel dilakukan di Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Laboratorium Rumah Sakit Awal Bros Makassar September – Oktober 2016 melibatkan 56 subyek.
pada bulan September dan Oktober 2016. Sampel pada penelitian ini menggunakan serum
Desain Penelitian pasien dengan melakukan berbagai variasi
Penelitian ini merupakan penelitian perlakuan penanganan sampel. Pada tahap awal
eksperimental laboratorik, yang bertujuan untuk dilakukan pengambilan sampel darah vena dengan
mengetahui pengaruh variasi perlakuan menggunakan 2 tabung plain yang berasal dari
penanganan sampel serum terhadap hasil satu pasien dan kemudian dilakukan perlakuan
pemeriksaan kreatinin darah. Subyek pada penanganan sampel yang berbeda pada masing-
penelitian ini adalah pasien yang melakukan masing tabung. Tabung yang pertama didiamkan
pemeriksaan kreatinin darah di RSUP DR selama 45 menit suhu 20 - 25ºC kemudian di
Wahidin Sudirohusodo dan RS Awal Bros sentrifus lalu serum yang dihasilkan diperiksa
Makassar. kadar kreatininnya. Tabung yang kedua
Populasi dan Sampel didiamkan selama 3 jam disuhu 20 - 25ºC
Populasi penelitian adalah pasien yang kemudian di sentrifus lalu serum yang dihasilkan
datang memeriksakan diri di Laboratorium RSUP diperiksa kadar kreatininnya.
DR Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Pada tahap selanjutnya variasi perlakuan
Awal Bros Makassar. Sampel yang digunakan penanganan sampel serum yang dilakukan adalah
adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi pada proses penyimpanan sampel. Tabung yang
kriteria penelitian. Perkiraan besar sampel telah didiamkan selama 45 menit dan disentrifus,
minimal yang dibutuhkan adalah 56 sampel. dipisahkan serumnya secara aliquot ke sampel
Metode Pengumpulan Data tube yang baru (secondary tube) dan disimpan
Penjelasan singkat tentang latar belakang, selama 3 hari pada suhu 4ºC. Sisa serum yang ada
tujuan dan manfaat penelitian serta cara pada tabung (primary tube) juga disimpan selama
pengambilan sampel darah kepada penderita dan 3 hari pada suhu 4ºC. Pada hari keempat sampel
74
Zulfikar Ali Hasan ISSN 2252-541
Ranks
serum yang telah disimpan diperiksa kadar Perlakuan Serum Mean ± SD
Median
(Minimum – n p Kreatinin
Maksimum) ↑ ↔ ↓
kreatininnya. Penyimpanan Serum 0.80
1.0125 ± 1.32584
Variasi perlakuan sampel darah yang didiamkan Secondary Tube (0.40 – 10.50)
56 0.918 6 48 2
Penyimpanan Serum 0.80
selama 45 menit dan 3 jam Primary Tube
1.0196 ± 1.33885
(0.40 – 10.60)
Sumber Data Primer 2016
Dari 56 total sampel darah yang Keterangan :
Mean : Rata-rata; SD: Standar Deviasi; Median: Nilai Tengah; Minimum: Nilai Terendah
disentrifus dengan variasi perlakuan sampel darah Maksimum : Nilai Tertinggi; n: Jumlah Sampel; p: Signifikan; ↑: Peningkatan Kadar Kreatinin
↔ : Kadar Kreatinin yang sama; ↓: Penurunan Kadar Kreatinin
yang didiamkan selama 45 menit dan 3 jam suhu Menggunakan Uji Mann-Whitney
75
Kreatinin, Variasi Sentrifugasi, Variasi Penyimpanan Sampel Serum ISSN 2252-541
Ranks
Perlakuan Serum Mean ± SD
Median
(Minimum – n p Kreatinin kalium, fosfor, kreatinin, SGOT dan SGPT
↑ ↔ ↓
Maksimum)
(Hardjoeno dkk., 2007).
0.80
Sentrifugasi 45 Menit 1.0143 ± 1.32465
(0.40 – 10.50)
56 0.977 5 49 2
Pengolahan spesimen mencakup tiga
Penyimpanan
Primary Tube
Serum
1.0196 ± 1.33885
0.80
(0.40 – 10.60) tahap yang berbeda, yaitu pra sentrifugasi,
Sumber Data Primer 2016
Keterangan : sentrifugasi, dan pasca sentrifugasi. Pedoman
Mean : Rata-rata; SD: Standar Deviasi; Median: Nilai Tengah; Minimum: Nilai Terendah
Maksimum : Nilai Tertinggi; n: Jumlah Sampel; p: Signifikan; ↑: Peningkatan Kadar Kreatinin yang tepat harus ditetapkan dan dipatuhi oleh
↔ : Kadar Kreatinin yang sama; ↓: Penurunan Kadar Kreatinin
Menggunakan Uji Mann-Whitney personil laboratorium dalam setiap tahapan
penanganan spesimen untuk memastikan hasil
PEMBAHASAN pemeriksaan yang dapat diandalkan dan bermakna
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak secara medis. Idealnya, semua pengujian harus
ada pengaruh yang signifikan hasil pemeriksaan dilakukan dalam waktu 45 menit sampai 1 jam
kadar kreatinin darah dengan berbagai variasi setelah pengumpulan. Serum paling sering
perlakuan penanganan sampel serum. Perbedaan menjadi pilihan, karena kepraktisan dalam
masing-masing variabel akan dibahas satu persatu pengumpulan dan penanganan. Selain itu,
antara variasi perlakuan penanganan sampel gangguan dari antikoagulan tidak terjadi. Darah
serum dan pengaruhnya terhadap hasil harus tetap berada dalam wadah tertutup aslinya
pemeriksaan kreatinin darah. sampai siap untuk pemisahan untuk mencegah
Pada tahap awal dilakukan pengambilan penguapan air dalam plasma atau serum (Kiswari,
sampel darah vena dengan menggunakan 2 tabung 2014).
plain yang berasal dari satu pasien dan kemudian Variasi perlakuan selanjutnya yaitu
dilakukan perlakuan penanganan sampel yang penyimpanan sampel serum pada suhu 4ºC secara
berbeda pada masing-masing tabung. Tabung primary tube dan secondary tube (aliquot). Serum
yang pertama didiamkan selama 45 menit suhu 20 yang telah dipisahkan kemudian disimpan secara
- 25ºC kemudian di sentrifus lalu serum yang aliquot (secondary tube) pada suhu 4ºC selama 3
dihasilkan diperiksa kadar kreatininnya. Tabung hari, Sisa serum yang ada pada tabung (primary
yang kedua didiamkan selama 3 jam disuhu 20 - tube) juga disimpan selama 3 hari pada suhu 4ºC.
25ºC kemudian di sentrifus lalu serum yang Pada hari keempat sampel serum yang telah
dihasilkan diperiksa kadar kreatininnya. Hasil disimpan diperiksa kadar kreatininnya.
yang didapatkan kemudian dilakukan uji analisis Prosedur yang dilakukan pada hari
statistik menggunakan uji Mann-Whitney untuk keempat sebelum melakukan pemeriksaan
melihat adanya perbedaan tiap perlakuan, dan kreatinin yaitu sampel serum yang disimpan
berdasarkan Tabel 1, didapatkan nilai signifikan secara secondary tube (aliquot) didiamkan
0,913 yang menandakan tidak ada perbedaan yang terlebih dahulu pada suhu ruang (20 - 25ºC)
bermakna antara perlakuan sentrifugasi sampel selama 15 – 30 menit kemudian dilakukan re-
darah yang didiamkan selama 45 menit dan 3 jam centrifugasi untuk mengendapkan senyawa –
terhadap kadar kreatinin darah (p>0,05=tidak ada senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan.
perbedaan). Setelah itu baru dilakukan pemeriksaan kreatinin.
Hal ini sesuai dengan pernyataan CLSI Sedangkan perlakuan penyimpanan sampel serum
dalam procedures for the handling and processing secara primary tube dilakukan penanganan
of blood specimens approved guideline fourth dengan cara didiamkan terlebih dahulu pada suhu
edition yang mengatakan kreatinin tidak ruang (20 - 25ºC) selama 15 – 30 menit, kemudian
dipengaruhi oleh waktu kontak pre sentrifugasi serum yang masih kontak dengan darah
selama 48 jam pada suhu ruangan (CLSI, 2010). dipisahkan serumnya dan disimpan pada tabung
Berbeda dengan pendapat prof hardjoeno reaksi baru kemudian di re-sentrifugasi selama 10
dkk dalam buku interpretasi hasil tes laboratorium menit 3000rpm dan setelah itu baru dilakukan
diagnostik yang mengatakan bahwa untuk pemeriksaan kreatinin.
mendapatkan serum dengan cepat, darah mesti di Hasil pemeriksaan kreatinin darah dengan
sentrifus dalam 1 jam setelah pengambilan darah, membandingkan perlakuan penyimpanan sampel
Bila sentrifugasi dilakukan setelah 2 jam dapat serum baik secara primary tube maupun
menyebabkan perubahan nilai seperti glukosa, secondary tube kemudian dilakukan uji analisis
statistik menggunakan uji Mann-Whitney untuk
76
Zulfikar Ali Hasan ISSN 2252-541
melihat adanya perbedaan tiap perlakuan, dan stabilitas kadar kreatinin darah (p>0,05=tidak ada
didapatkan nilai signifikan 0,918 yang perbedaan).
menandakan tidak ada perbedaan yang bermakna Hal ini sesuai kit insert reagen kreatinin
antara penyimpanan sampel serum secara primary pada alat cobas c311 yang mengatakan stabilitas
tube dan secondary tube terhadap kadar kreatinin kreatinin pada suhu 4ºC dapat bertahan selama 7
darah (p>0,05=tidak ada perbedaan). hari. Serum atau plasma harus disimpan pada suhu
Selama penyimpanan, konsentrasi 4 – 6ºC jika pengujian harus tertunda lebih dari 4
konstituen darah pada spesimen dapat berubah jam (Kiswari, 2014). Suhu reaksi > 30°C
sebagai hasil dari berbagai proses, termasuk menyebabkan peningkatan nilai kreatinin karena
adsorpsi tabung kaca atau plastik, denaturasi efek dari zat mengganggu. Dengan metode
protein, penguapan senyawa volatil, pergerakan enzimatik, pemisahan yang cepat dari sel dan
air kedalam sel yang mengakibatkan serum diperlukan untuk menghindari produksi
hemokonsentrasi dan aktivitas metabolisme ammonia dalam sampel (Norbert, 1995).
leukosit dan eritrosit. Perubahan ini terjadi dalam Pada spesimen plasma atau serum, kristal
berbagai tingkat, pada suhu kamar, dan selama es yang terbentuk menyebabkan efek yang
pendinginan atau pembekuan. Studi stabilitas mengganggu struktur molekul, khususnya pada
telah menunjukkan bahwa perubahan analit yang molekul protein besar. Lambatnya pembekuan
signifikan secara klinis terjadi jika serum atau memungkinkan terbentuknya kristal yang lebih
plasma kontak dalam waktu yang lama dengan sel besar, menyebabkan efek degradatif yang lebih
darah (Kiswari, 2014). serius. Dengan demikian, pembekuan secara cepat
Serum yang disimpan secara primary tube direkomendasikan untuk stabilitas yang optimal
maupun secondary tube dalam 3 hari suhu 4ºC (Kiswari, 2014).
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan hal
ini dapat terjadi jika perlakuan penyimpanan KESIMPULAN DAN SARAN
sampel dilakukan sesuai prosedur (SOP). Hal ini Peneliti meyimpulkan bahwa untuk
juga sesuai dengan pernyataan Kiswari yang tidak pemeriksaan kreatinin darah dengan variasi
memasukkan kreatinin sebagai analit yang tidak perlakuan sentrifugasi sampel darah yang
stabil, serum dan plasma yang tidak terpisahkan didiamkan terlebih dahulu selama 45 menit dan 3
menghasilkan peningkatan yang signifikan jam setelah flebotomi tidak memberikan pengaruh
terhadap bilirubin total, natrium, urea nitrogen, yang bermakna terhadap kadar kreatinin darah.
albumin, kalsium, magnesium dan protein total. Begitu juga dengan variasi penyimpanan sampel
Perubahan ini disebabkan pergerakan air kedalam serum secara primary tube dan secondary tube
sel setelah 24 jam, menyebabkan tidak memberikan pengaruh yang bermakna
hemokonsentrasi. Penelitian lain menemukan terhadap kadar kreatinin darah. Disarankan karena
kalium, fosfor dan glukosa menjadi analit yang tidak ada perbedaan kadar kreatinin dengan
paling tidak stabil dalam serum dan tidak hilang variasi sentrifugasi dan penyimpanan sampel
dari bekuan dalam waktu 30 menit. Albumin, serum, maka sentrifugasi untuk pemeriksaan
bikarbonat, klorida, C-peptida, kolesterol HDL, kreatinin bisa dilakukan sampai 3 jam setelah
zat besi, kolesterol LDL, dan protein total yang flebotomi, dan penyimpanan sampel serum untuk
ditemukan menjadi tidak stabil setelah 6 jam, bila pemeriksaan kreatinin dapat dilakukan secara
serum tersebut tidak dipisahkan dari bekuan primary tube dan secondary tube pada suhu 4ºC
(Kiswari, 2014). tetapi tidak boleh lebih dari 3 hari.
Stabilitas kreatinin yang disimpan secara
primary tube dan secondary tube selama 3 hari DAFTAR PUSTAKA
pada suhu 4ºC setelah diuji statistik Mann- CLSI. (2010). Procedures for the Handling and
Whitney menunjukkan nilai signifikan 0,977 dan Processing of Blood Specimens for
0,941 yang menandakan tidak ada pengaruh yang Common Laboratory Tests; Approved
bermakna kadar kreatinin darah terhadap Guideline - Fourth Edition. CLSI
perlakuan penyimpanan sampel serum secara document H18-A4. Wayne, PA: Clinical
primary tube dan secondary tube terhadap and Laboratory Standards
77
Kreatinin, Variasi Sentrifugasi, Variasi Penyimpanan Sampel Serum ISSN 2252-541
Goswani B., Singh B., Chawla R., & Mallika V. Indicators. Biochemia Medica 2014; 24
(2010). Identification of The Types of (1) : 105 – 13
Preanalytical Errors in the Clinical Mc-Pherson R. & Pincus M. (2011). Henry’s
Chemistry Laboratory: 1-Year Study at Clinical Diagnosis and Management by
G.B Pant Hospital. Labmedicine Vol: 41 Laboratory Methods. 22 ed. Elsevier
Number 2 : 89 – 92 Sanders. 3: 24 – 36201
Hardjoeno dkk. (2007). Interpretasi Hasil Tes Narayanan S. (2000). The Pre Analytical Phase –
Laboratorium Diagnostik. Penerbit Buku An Important Component of Laboratory
Universitas Hasanuddin: Makassar. 7 – 8 Medicine. Am J Clin Pathol; 113: 429 –
Kepmenkes RI No 298/Menkes/SK/III/2008 52.
tentang Pedoman Akreditasi Norbert W T. (1995). Clinical Guide to
Laboratorium Kesehatan. Direktorat Laboratory Tests. WB Saunders
Jendral Bina Pelayanan Medik Company. USA. Third Edition Hal 187
Departemen Kesehatan Republik Ruth M C. & Tankersly CM. (2012). Phlebotomy
Indonesia. Jakarta. 2009 Essential 5thed. Lippincot Williams &
Kiswari R. (2014). Hematologi dan Transfusi. Wilkin
Erlangga: Semarang Jawa Tengah Yusida N. (2011). Identifikasi Jumlah Dan Jenis
Mario P., Laura S., Ada A., & Maria L C. (2013). Kesalahan Pra Analitik di Laboratorium
Harmonization of Pre Analytical Quality Patologi Klinik RSUD Dr Moewardi.
Surakarta:
78
Deteksi Virus Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Rumah Sakit .... (Vivi Setiawaty, et al)
Detection of Viruses from Acute Respiratory Infections in Hospitals (A Preliminary Study Using Fast-
Track® Diagnostic Test)
Vivi Setiawaty1*, Maretra Anindya Puspaningrum2, Arie Ardiansyah Nugraha1, dan Daniel Joko
Wahyono2
1
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara No.
29 Jakarta, Indonesia
2
Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Jl. DR. Soeparno No.63, Grendeng, Purwokerto,
Indonesia
*Korespondensi Penulis: vivisetiawaty@hotmail.com
DOI: https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.257
Abstrak
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di dunia dan Indonesia. Informasi virus penyebab ISPA masih terbatas. Tujuan
dari penelitian ini adalah mendeteksi virus penyebab kasus ISPA rawat inap di tiga rumah sakit sentinel
surveilans ISPA berat. Pemeriksaan pada 30 spesimen swab hidung dan tenggorok dari kasus ISPA rawat
inap di RSUD Deli Serdang, RSUD Wonosari, dan RS Kanudjoso Djati selama bulan Agustus–September
2016. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Virologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis
dan Teknologi Dasar Kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan menggunakan Fast-
Track Diagnostics multiplex Real-time RT-PCR untuk mendeteksi 21 virus. Virus-virus yang berhasil
dideteksi adalah Human Metapneumovirus (21,2%). Human Parainfluenza Virus 1 (12,1%), Influenza B
(6,1%), Human Coronavirus-OC43 (6,1%), Human Coronavirus-NL63 (6,1%), Human Parainfluenza Virus
2 (3,0%), Human Rhinovirus (3,0%), dan Human Adenovirus (3,0%). Dari 17 sampel yang dinyatakan
positif mengandung virus, 14 diantaranya merupakan kasus infeksi tunggal sedangkan tiga lainnya
merupakan kas us koinfeksi antara Human Coronavirus-NL63 dengan Human Parainfluenza Virus 1,
Human Metapneumovirus dengan Human Coronavirus-OC43, dan Human Adenovirus dengan Human
Rhinovirus. Virus yang paling banyak terdeteksi dari spesimen kasus ISPA rawat inap adalah Human
Metapneumovirus.
Kata kunci: Fast-Track Diagnostics; ISPA; Multiplex Real-time RT-PCR; virus saluran pernafasan
Abstract
Acute respiratory infections (ARI) is the leading cause of morbidity and mortality in the world and Indonesia.
Information on the virus that causes ARI is still limited. The aim of this study was to detect the virus that
causes ARI hospitalized cases in three sentinel surveillance hospitals of severe ARI. Laboratory testing
of 30 nasal and throat swab specimens from ARI hospitalized cases at Deli Serdang Hospital, Wonosari
Hospital and Kanudjoso Djati Hospital during August - September 2016. Laboratory testing were carried
out at the Virology Laboratory of the Center for Biomedical Research and Development and Basic Health
Technology. This research is a preliminary study using Fast-Track Diagnostics multiplex Real-time RT-PCR
to detect 21 viruses. The viruses that have been detected are Human Metapneumovirus (21.2%), Human
Parainfluenza Virus 1 (12.1%), Influenza B (6.1%), Human Coronavirus-OC43 (6.1%), Human Coronavirus-
NL63 (6.1%), Human Parainfluenza Virus 2 (3.0%), Human Rhinovirus (3.0%), and Human Adenovirus
257
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 257 – 262
(3.0%). Of the 17 samples that tested positive for viruses, 14 of them were single cases of infection while
the other three were cases of co-infection between Human Coronavirus-NL63 and Human Parainfluenza
Virus 1, Human Metapneumovirus with Human Coronavirus-OC43, and Human Adenovirus with Human
Rhinovirus. The most detected virus from ARI hospitalized cases are the Human Metapneumovirus.
Keywords : Fast-Track Diagnostics; ARI; Multiplex Real-time RT-PCR; eespiratory virus
258
Deteksi Virus Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Rumah Sakit .... (Vivi Setiawaty, et al)
kedua untuk pemeriksaan Human Coronavirus- menunjukkan bahwa terdapat 17 (56,67%) sampel
OC43, Human Coronavirus-NL63, Human positif mengandung virus saluran pernafasan dan
Coronavirus-229E, dan Human Coronavirus- tiga sampel diantaranya memberikan hasil positif
HKU1. Panel ketiga untuk pemeriksaan Human pada dua virus. Tabel 1 menunjukkan bahwa
Parainfluenza Virus 3, Human Parainfluenza Human Metapneumovirus terdeteksi sebagai
Virus 2, Human Parainfluenza Virus 4 dan untuk patogen penyebab infeksi saluran perrnafasan
pengujian Internal Control (Equine Arteritis terbanyak dari keseluruhan hasil pemeriksaan
Virus). Panel keempat untuk pemeriksaan Human kasus ISPA berat yang di rawat inap yaitu sebesar
Metapneumovirus A dan B, Human Bocavirus, dan 21,2% (7/33). Kemudian disusul oleh Human
Human Parainfluenza Virus 1. Panel kelima untuk Parainfluenza Virus 1 (4/33; 12,1%),
pemeriksaan Human Respiratory Syncytial Virus Virus saluran pernafasan lainnya
A dan B, Human Adenovirus, Enterovirus, dan yang juga terdeteksi adalah Influenza B (2/33;
Human Parechovirus. Pengujian menggunakan 6,1%), Human Coronavirus-OC43 (2/33;6,1%),
multiplex PCR didasarkan pada prinsip Real- Human Coronavirus-NL63 (2/33;6,1%), Human
time PCR sesuai dengan manual FTD33 dengan Parainfluenza Virus 2 (1/33; 3,0%), Human
multiprimer untuk mendeteksi virus-virus Rhinovirus (1/33; 3,0%), dan Human Adenovirus
penyebab ISPA berat yang dirawat inap. Spesimen (1/33; 3,0%). Frekuensi kasus dengan koinfeksi
dinyatakan positif mengandung suatu virus yang dalam penelitian ini hanya sebesar 10% (3/30)
spesifik jika menunjukkan satu kurva eksponensial dari populasi sampel. Kombinasi dari dua virus
dan memiliki nilai Ct < 33.10 yang terdeteksi dari tiga sampel yaitu kombinasi
antara Human Coronavirus-NL63 dengan Human
HASIL Parainfluenza Virus 1, Human Metapneumovirus
Spesimen yang diujikan dengan multiplex dengan Human Coronavirus-OC43, dan Human
PCR adalah sebanyak 30. Hasil penelitian ini Adenovirus dengan Human Rhinovirus.
Tabel 1. Virus-virus pada Kasus ISPA Berat yang Memerlukan Rawat Inap
Total
Jenis Virus Saluran Pernafasan
N %
Influenza A (FLUA) 0 0
Influenza B (FLUB) 2 6,1
Influenza A subtipe H1N1 0 0
Human Rhinovirus (RV) 1 3,0
Human Coronavirus-OC43 (Cor43) 2 6,1
Human Coronavirus-NL63 (Cor63) 2 6,1
Human Coronavirus-229E (Cor229) 0 0
Human Coronavirus-HKU1 (HKU1) 0 0
Human Parainfluenza Virus 1 (HPIV1) 4 12,1
Human Parainfluenza Virus 2 (HPIV2) 1 3,0
Human Parainfluenza Virus 3 (HPIV3) 0 0
Human Parainfluenza Virus 4 (HPIV4) 0 0
Human Bocavirus (HBoV) 0 0
Human Metapneumovirus A/B (HMPV A/B) 7 21,2
Human Respiratory Syncytial Virus A/B (HRSV A/B) 0 0
Human Adenovirus (HAdV) 1 3,0
Enterovirus (EV) 0 0
Human Parechovirus (HPeV) 0 0
Negatif 13 39,4
Jumlah Total 33 100
259
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 257 – 262
260
Deteksi Virus Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Rumah Sakit .... (Vivi Setiawaty, et al)
kelamin, status kesehatan, dan lain-lain. Kedua, Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan untuk
populasi sampel penelitian yang digunakan bantuannya dalam penelitian ini.
terbatas 30 sampel dan merupakan sampel periode
Agustus-September 2016, sehingga mungkin DAFTAR PUSTAKA
tidak dapat mewakili keseluruhan pasien dengan
1. Sentilhes AC, Choumlivong K, Celhay O,
kriteria ISPA berat yang dirawat inap di tiga RS
Sisouk T, Phonekeo D, Vongphrachanh P, et
dan belum dapat menggambarkan pola etiologi
al. Respiratory virus infections in hospitalized
dari kasus ISPA berat di tahun 2016. Ketiga,
children and adults in Lao PDR. Influenza
studi ini tidak menganalisis hubugan antar virus,
and Other Respiratory Viruses Journal.
kejadian koinfeksi yang berkaitan dengan tingkat
2013;7(6):1070-1078.
keparahan suatu penyakit.
2. Roselinda, Krisna NAP. Karakteristik kasus
Karakteristik dari virus-virus penyebab
severe acute respiratory infection (SARI) di
infeksi saluran pernafasan masih sangat penting
Indonesia tahun 2008-2009. Jurnal Biotek
untuk dikaji dalam penelitian-penelitian
Medisiana Indonesia. 2013;2(2):75-82.
selanjutnya, karena belum ada pola etiologi
3. Kementerian Kesehatan RI. Laporan
secara pasti yang menggambarkan kasus ISPA
Riskesdas tahun 2013. Jakarta: Badan
berat yang dirawat inap di Indonesia. Masing-
Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan
masing virus memiliki perbedaan prevalensi
RI; 2013.
yang akan membentuk suatu pola sirkulasi virus
4. Widodo YP, Rizki CD, Lintang DS. Hubungan
yang spesifik. Oleh karenanya pemeriksaan
perilaku keluarga terhadap kejadian infeksi
virus penyebab ISPA dengan teknik multipleks
saluran pernafasan atas (ISPA). Jurnal Ilmu
PCR masih perlu dikembangkan untuk dapat
dan Teknologi Kesehatan. 2016;7:1-12.
menentukan epidemiologi virus-virus tersebut,
5. Mahony JB. Detection of respiratory viruses
yang mana akan membantu surveilans Severe
by molecular methods. Clinical Microbiology
Acute Respiratory Infection (SARI) Indonesia
Reviews. 2008;21(4):716-747.
dalam pelaksanaan program pengendalian
6. Widoretno, Saraguh SM, Lokida D. Virus-
penyakit ISPA termasuk dalam pembatasan
virus saluran pernafasan yang paling banyak
penggunaan agen antimikroba.
ditemukan pada anak balita pasien SARI
(Severe acute respiratory infections). Jurnal
KESIMPULAN
Biotek Medisiana Indonesia. 2012;1(2):93-
Virus Human Metapneumovirus sebagai
98.
virus penyebab ISPA yang paling banyak
7. Salez N, Vabret A, Leruez-Ville M,
terdeteksi dalam spesimen kasus ISPA berat yang
Andreoletti L, Carrat F, et al. Evaluation of
dirawat inap menggunakan tehnik pemeriksaan
four commercial multiplex molecular tests for
diagnostik cepat multiplex Real-time RT-PCR.
the diagnosis of acute respiratory infections.
Journal PloS ONE. 2015;10(6):1-17.
SARAN
8. Pangesti KNA, Susilarini NK, Pawestri
Pemeriksaan virus-virus secara multiplex
HA, Setiawaty V. Influenza cases from
Real-time RT-PCR sangat bermanfaat karena
surveillance acute respiratory infection in
dapat dilakukan cepat dan secara bersamaan.
Indonesia, 2011. Health Science Journal of
Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi
Indonesia. 2014;5(1):7-11.
virus saluran pernafasan selain influenza.
9. Setiawaty V, Pawestri HA, Susilarini NK.
Deteksi resistensi oseltamivir influenza A
UCAPAN TERIMA KASIH
(H1N1pdm09) dari pasien infeksi saluran
Penelitian ini didukung dan didanai
pernafasan akut berat di Indonesia tahun 2014.
sepenuhnya oleh Badan Penelitian dan
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2016;6(1):16-
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
22. DOI : 10.22435/jki.v6i1.5415.16-22
Kami menyampaikan terimakasih kepada tim
10. Fast Track Diagnostics Ltd. Manual FTD
surveilans di RSUD Deli Serdang Medan, RSUD
respiratory pathogens 33. Luxembourg: Fast
Wonosari Daerah Istimewa Yogyakarta, dan RS
Track Diagnostics Ltd; 2016.
Kanudjoso Djati Balikpapan dan seluruh pasien.
11. Khor CS, Sam IC, Hooi PS, Quek KF,
Ucapan terima kasih juga kami haturkan kepada
Chan YF. Epidemiology and seasonality of
seluruh staf Laboratorium Virologi Puslitbang
respiratory viral infections in hospitalized
261
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 257 – 262
children in Kuala Lumpur, Malaysia: a 15. Simusika P, Bateman AC, Theo A, Kwenda
retrospective study of 27 Years. BMC G, Mfula C, Chentulo E , et al. Identification
Pediatrics. 2012:12:1-9. of viral and bacterial pathogens from
12. Widmer K, Zhu Y, Williams JV, Griffin hospitalized children with severe acute
MR, Edwards KM, Talbot HK. Rates of respiratory illness in Lusaka, Zambia,
hospitalizations for respiratory syncytial 2011–2012: A Cross-Sectional Study. BMC
virus, human metapneumovirus, and Infectious Diseases. 2015;15(52):1-10.
influenza virus in older adults. The Journal of 16. Purniti PS, Ida BS, Ida SI. Surveilans
Infectious Disease. 2012;206(1):56-62. influenza pada pasien rawat jalan. Sari
13. Edwards KM, Zhu Y, Griffin MR, Weinberg Pediatri. 2010;12:278-282.
GA, Hall CB, Szilagyi PG, et al. Burden of 17. Adam K, Pangesti KN, Setiawaty V. Multiple
human metapneumovirus infection in young viral infection detected from influenza-like
children. The New England of Medicine. illness cases in Indonesia. BioMed Research
2013;368(7):633-643. International. 2017;2017:1-5.
14. Panda S, Mohakud NK, Pena L, Kumar S. 18. Calvo C, García-García ML, Blanco C, Pozo
Human metapneumovirus: review of an F, Flecha IC, Pérez-Breña P. Role of rhinovirus
important respiratory pathogen. International in hospitalized infants with respiratory tract
Journal of Infectious Diseases. 2014;25:45- infections in Spain. The Pediatric Infectious
52. Disease Journal. 2007;26(10):904-908.
262
NaskahAsli
Abstract
Based on national health research 2010, the coverage of basic immunization on West Kalimantan were
,W¶V causes concern of outbreaks some immunizable prevented diseases in West Kalimantan . One of
them is diphtheria. It was reported incidence of diphtheria suspect in Dalam Bugis, Pontianak Timur, Kota
Pontianak, West Kalimantan in April 2013. A suspect of 12 years old girl was reported with a clinical
diagnosis of diphtheria. Confirmation of positive suspect of diphtheria outbreaks occurred in West Kalimantan.
A suspected case of diphtheriae and her mother were taken throat swabs on April 4, 2013, then she was retaken
throat swabs and also 29 of her classmate as a contacts of case on April 24th 2013. Microscopic examination by
staining Albert. Culture and isolation using blood agar and blood agar telurit. Suspect colonies are followed by
biochemical tests using the API Coryne commercial product. Toxigenic test performed by polymerase chain
reaction. A suspected case throat swab was taken on 4 April 2013 shows a microscopic results found difteroid
form. Then the results of culture, isolation and biochemical have possibility > 89.5% of bacteria
Corynebacterium diphtheriae type mitis. Toxigenic test showed that positif toxigenic bacteria which
characterized by amplification gene tox (dtx) along 248 bp. Meanwhile her mother is a negative culture results
C.diphtheriae. On 24th April 2013 the suspected case was re-taken of throat swab including 29 contacts from
her classmate which showing negative culture result of C.diphtheriae. The suspected case was infected of
C.diphtheriae type mitis toxigenic ,W¶V FDVHV PDNHV DQ RXWEUHDN LQ West Kalimantan.
Abstrak
Rendahnya cakupan imunisasi dasar di Provinsi Kalimantan Barat menyebabkan kekhawatiran timbulnya
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) salah satunya adalah difteri. Kejadian difteri yang
dilaporkan ini terjadi di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Provinsi
Kalimantan Barat pada bulan April 2013. dilaporkan adanya kasus suspek dengan diagnosis klinis difteri pada
anak perempuan usia 12 tahun. Mengidentifikasi suspek positif kasus kejadian luar biasa difteri yang terjadi di
Kalimantan Barat. Suspek dan ibu suspek diambil swab tenggorok tanggal 4 April 2013, kemudian suspek
diambil swab tenggorok lagi beserta 29 kontak teman sekolahnya pada tanggal 24 April 2013. dilakukan
pemeriksaan secara mikroskopik dengan pewarnaan Albert. Kultur dan isolasi menggunakan medium agar
darah dan telurit agar darah. Koloni tersangka dilanjutkan dengan uji biokimia menggunakan produk komersial
API Coryne . Uji toksigenitas dilakukan dengan polymerase chain reaction Suspek yang diambil swab
tenggorok pada tanggal 4 April 2013 menunjukkan hasil mikroskopis ditemukan bentuk difteroid. Hasil kultur,
isolasi dan uji biokimia menunjukan possibility > 89,5 % bakteri Corynebacterium diphtheriae tipe mitis. Uji
toksigenitas menunjukkan bakteri tersebut toksigenik yang ditandai dengan terbentuk produk amplifikasi dari
gen dtx (tox) sepanjang 248 pb. Sementara hasil kultur Ibu suspek negatif C.diphtheriae. Pada pengambilan
swab tenggorok tanggal 24 April 2013 terhadap suspek yang sama dan 29 kontak dari teman kontak
menunjukkan hasil kultur negatif C.diphtheriae. Suspek terinfeksi C.diphtheriae tipe mitis toksigenik yang
menjadikan Kasus tersebut menjadi kasus Kejadian Luar Biasa di provinsi Kalimantan Barat.
33
Pada pemeriksaan spesimen kedua terhadap adanya pita DNA sepanjang 248 pb,yang
tersangka dan 29 kontak teman sekolahnya berarti bahwa sampel tersebut
menunjukkan tidak ada pertumbuhan koloni mengandung gen tox, yang menyandi
khas difteri pada medium CTBA, sehingga toksin difteri. Walaupun hampir dapat
tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. dipastikan bakteri tersebut menghasilkan
Pembahasan toksin, namun ada kelemahan dari
pemeriksaan PCR ini karena ternyata
Pada pengambilan spesimen pertama sebagian kuman difteri tidak memproduksi
terhadap tersangka melalui pemeriksaan toksin secara biologis, meskipun
mikroskopik dengan pewarnaan Albert mempunyai gen tox yang menyandi
menunjukkan gambaran metachromatic produksi toksin, untuk memastikan
granuls. Pewarnaan ini dilakukan terhadap toksigenitas kuman difteri perlu dilakukan
koloni tersangka yang tumbuh pada uji lain (misalnya tes elek). 8,9,13
medium TCBA, sehingga lebih mudah
dalam pengamatannya. Pengamatan Pada pengambilan spesimen swab
mikroskopik pada pewarnaan langsung tenggorok yang kedua terhadap tersangka
dari sampel swab tenggorok memerlukan dan 29 kontak dari teman terdekat
teknik keahlian dan konsentrasi yang menunjukkan hasil yang negatif terhadap
tinggi, karena harus membedakan juga pemeriksaan kultur C.diphtheriae. Hasil
bentuk bakteri lainnya. Pemeriksaan investigasi dari Dinkes Provinsi
mikroskopik secara langsung dari Kalimantan Barat dikatakan bahwa setelah
spesimen klinis tidak dianjurkan untuk diketahui tersangka positif difteri secara
menentukan diagnosis karena rawan klinis, maka dilakukan perawatan
menimbulkan terjadinya penafsiran negatif karantina dan terapi terhadap tersangka.
dan positif palsu. Diagnosis laboratorium Terhadap kontak diberikan profilaksis
tunggal secara mikroskopik tidak bisa erytromicin selama seminggu. Setelah 20
dijadikan penentuan terhadap C. hari dilakukan pemeriksaan kultur ulang
diphtheriae karena ada beberapa spesies terhadap tersangka ditambah dengan 29
Corynebacterium yang bersifat flora kontak. Hasil negatif kultur ulang difteri
normal mempunyai kesamaan morfologi terhadap tersangka menunjukkan tersangka
dengan spesimen Corynebacterium lainnya tidak lagi mengandung C. diphtheriae, dan
yakni bentuk difteroid. Oleh karena itu kondisi tersangka mengalami perbaikan
perlu dilakukan kultur, reaksi biokimia dan secara klinis.
test toksigenisitas. 10-12, Setelah diisolasi
pada agar darah, bakteri diidentifikasi Pemeriksaan kultur terhadap 29
lebih lanjut menggunakan uji biokimia kontak ini sebagai tindakan preventif
komersial API test 7. Uji biokimia untuk mencegah penularan yang lebih
NRPHUVLDO ´$3, &RU\QH´ PHPLOLNL luas. Kontak dapat menjadi karier dan
keakuratan yang tinggi karena jumlah uji dapat menjadi sumber penularan bagi
biokimianya lebih banyak (20 test) anggota keluarga lainnya dan
dibandingkan dengan penggunaan uji lingkunganya. Seseorang yang terinfeksi
biokimia yang sederhana. ( 5 test) 10 C. diphtheriae dengan status adanya
riwayat imunisasi DPT tidak menimbulkan
Uji toksigenitas penting untuk gejala, atau sekalipun timbul gejala
diagnostik difteri secara mikrobiologik, bersifat ringan, namun berpotensi menjadi
diantara semua metode yang ada untuk uji sumber penularan.
toksigenisitas, PCR banyak dipilih karena
cepat dan mudah interpretasinya.8,9 Melihat dari cakupan imunisasi dasar
Gambar 1 menunjukkan hasil positif difteri lengkap di Provinsi Kalimantan Barat yang
pada sampel tersangka ditunjukkan dengan masih rendah, maka perlu diwaspadai
35
36 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . Vol.3.1.2014:31-35
Jurnal Media Infotama Vol. 12 No. 1, Februari 2016 21
ABSTRACT
This study aimed to compare the Gaussian Method, Mean and Median in performing noise reduction using the
programming language Matlab. Can make improvements in particular digital image noise reduction. Limitation of the
study is a programming language used to build applications of digital image processing, especially the reduction of noise
in this research Matlab programming. Digital image used jpeg extension. The method used method of Gaussian, Mean
and Median. Initial image or the input image is an image that is damaged due to disturbances in image noise and generate
output * .jpg. Results of the study was the result of improved image noise, especially against tampering methods used
method of Gaussian, Mean and Median, of the three methods are used equally well, because all three of these methods
can improve the existing noise disturbance. In doing repairs noise on digital images to note the type of interference and a
good method to use. The resulting image of this improvement is relatively equal in terms of both the pixel size and the
amount of file.
Keywords: Gaussian, Mean and Median
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan Metode Gaussian, Mean dan Median dalam melakukan reduksi noise
dengan menggunakan bahasa pemrograman matlab. Dapat melakukan perbaikan citra digital khususnya reduksi noise.
Batasan penelitian adalah Bahasa Pemograman yang digunakan dalam membangun aplikasi pengolahan citra digital
khususnya reduksi noise dalam penelitian ini yaitu pemrograman Matlab. Citra Digital yang digunakan berekstensi jpeg.
Metode yang digunakan Metode Gaussian, Mean dan Median. Citra awal atau citra input merupakan citra yang rusak
karena gangguan pada noise citra dan menghasilkan output berupa *.jpg. Hasil penelitian adalah hasil perbaikan citra
terutama terhadap gangguan noise metode yang digunakan metode Gaussian, Mean dan Median, dari ketiga metode yang
digunakan sama baiknya, karena ketiga metode ini dapat memperbaiki gangguan noise yang ada. Dalam melakukan
perbaikan noise pada citra digital perlu diperhatikan jenis gangguannya dan metode yang baik digunakan. Citra yang
dihasilkan dari perbaikan ini relative sama baik dari segi ukuran pixel maupun besaran filenya.
Kata Kunci: Gaussian, Mean dan Median
mengetahui sifat, fungsi dan saling berhubungan Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh
antar bagian tersebut. Analisa sangat diperlukan atau (Jannah, 2008), sistem yang dibuat membahas
penting karena sifat dari lingkungan sangat dinamis tentang perbandingan antara tiga metode, yaitu filter
dan berubah dengan cepat. Gaussian, Mean, dan Median, tetapi hanya
Menurut Umar (2005:42). Analisa merupakan menggunakan sampel satu buah jenis noise yaitu salt
suatu proses kerja dari rentetan tahapan pekerjaan & peppers. Pada awalnya pengguna memasukkan
sebelum riset didokumentasikan melalui tahapan input data berupa citra. Citra masukan adalah citra
penulisan laporan menguraikan suatu pokok menjadi grayscale karena sistem hanya dibatasi untuk
beberapa bagian dan menelaah bagian itu sendiri serta memproses citra grayscale. Kemudian pengguna
hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian diminta untuk memasukkan parameter untuk
yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. menambahkan noise pada citra. Jika parameter telah
Berdasarkan pengertian analisa di atas, maka dimasukkan, maka sistem siap melakukan proses
dapat disimpulkan bahwa analisa adalah menyelidiki, pengurangan noise citra.
menguraikan, menelaah suatu permasalahan untuk
mengetahui pemahaman yang tepat. C) Pengertian Filter Mean
Menurut Usman (2005:61) salah satu filter linier
B) Pengertian Filter Gaussian adalah filter rata-rata (Filter Mean) dari intensitas
Menurut Usman (2005:70), filter Gaussian sangat pada beberapa pixel lokal dimana setiap pixel akan
baik untuk menghilangkan noise yang bersifat digantikan nilainya dengan rata-rata dari nilai
sebaran nomal, yang banyak di jumpai pada sebaran intensitas pixel tersebut dengan pixel-pixel
citra hasil proses digitasi menggunakan kamera tetangganya, dan jumlah pixel tetangga yang
karena merupakan fenomena alamiah akibat sifat dilibatkan tergantung pada filter yang dirancang.
pantulan cahaya dan kepekaan sensor cahaya pada Mean Filter adalah mengganti nilai pixel pada
kamera itu sendiri. posisi (x,y) dengan nilai rata-rata pixel yang berada
Gaussian Blur adalah Filter blur yang tetangga disekitarnya. Luasan jumlah pixel tetangga
menempatkan warna transisi yang signifikan dalam ditentukan sebagai masking/kernel/window yang
sebuah image, kemudian membuat warna-warna berukuran misalkan 2x2, 3x3, 4x4, dan seterusnya.
pertengahan untuk menciptakan efek lembut pada Kemudian akan dilakukan mean filter untuk citra M
sisi-sisi sebuah image. Gaussian blur adalah salah dengan menggunakan matriks kernel (3x3). Pixel
satu filter blur yang menggunakan rumus matematika m(2,2) = 3, akan diubah menjadi Selain mean filtering
untuk menciptakan efek autofocus untuk mengurangi yang merupakan proses filter linier, terdapat pula
detail dan menciptakan efek berkabut. Gaussian pendekatan filter pembobotan (weighted filter).
adalah istilah matematika yang diambil dari nama
seorang matematikawan Jerman, Karl Friedrich D) Pengertian Filter Median
Gauss. Menurut Rinaldi Munir (2004:126) menjelaskan
Untuk mengatasi noise tersebut perlu dilakukan filter median sebagai suatu jendela yang memuat
usaha untuk memperbaiki kualitas citra itu. Median sejumlah pixel ganjil. Jendela digeser titik demi titik
filter adalah salah satu filtering non-linear yang pada seluruh daerah citra. Pada setiap pergeseran
mengurutkan nilai intensitas sekelompok pixel, dibuat jendela baru. Titik tengah dari jendela ini
kemudian mengganti nilai pixel yang diproses dengan diubah dengan nilai median dari jendela tersebut.
nilai mediannya. Median filter telah digunakan secara Median filter mengganti nilai suatu piksel dengan
luas untuk memperhalus dan mengembalikan bagian median nilai tingkat keabuan dari pixel tetangga (nilai
citra yang mengandung noise berbentuk bintik putih. asli piksel digunakan juga pada saat perhitungan nilai
Pada penelitian terdahulu (Hwang, 1995) median tersebut). Media filter ini cukup popular
menjelaskan tentang dua algoritma baru untuk karena beberapa tipe gangguan acak (seperti salt
median filter adaptif dengan ukuran jendela variabel noise, pepper noise. Teknik ini mampu mengurangi
untuk menghilangkan impuls noise dengan kepadatan gangguan yang lebih baik dibandingkan dengan
yang cukup tinggi dengan juga tetap menjaga model linear smooting dengan ukuran yang sama.
ketajaman gambar yaitu dengan metode RAMF Median filter mengubah suatu titik dengan tingkat
(Ranked-order Based Adaptive Median Filter) dan keabuan yang berbeda menjadi lebih mirip dengan
SAMF (The Impulse Size Based Adaptive Median tetangganya. Selain itu juga median filter mengganti
Filter). Hasil simulasi menunjukkan bahwa kinerja nilai cluster pixel terisolasi, yang lebih terang atau
dari filter ini lebih tinggi dari median filter. gelap dibandingkan dengan pixel tetangganya serta
luasannya kurang dari n2/2, dengan nilai median dari dahulu dengan menggunakan Gaussian. Dengan
masking nxn. Sehingga dapat dikatakan bahwa noise demikian dikenaladanya fungsi turunan baru yakni
yang dihilangkan akan memiliki nilai sama dengan LOG atau Laplacian of Gaussian
intensitas median tetangganya. Metode Sobel Merupakan metode yang
Selain Low – Pass Filter, metode yang digunakan menggunakan operator Sobel. Operator ini
dalam penghalusan citra (image smoothing) adalah menggunakan dua buah kernel yang berukuran 3x3
Median Filter. Filter ini merupakan suatu filter non pixel untuk perhitungan gradien sehingga perkiraan
linear yang dikembangkan oleh Tukey. Pada Median gradien berada tepat ditengah jendela.
Filter ini suatu “window” yang memuat sejumlah Mean filter merupakan salah algoritma
pixel ganjil digeserkan titik per titik pada seluruh memperhalus citra dengan cara perhitungan nilai
daerah citra. intensitas rata-rata citra pada setiap blok citra yang
Filter ini bekerja dengan menggantikan nilai diproses. Algoritma yang umum digunakan adalah
tengah dari pixel yang dicakup oleh area filter dengan Arithmetic dan Geometric Mean Filter.
sebuah nilai tengah (median) setelah diurutkan
terlebih dahulu dari yang terkecil ke yang terbesar. E) Pengertian Reduksi Noise
Biasanya ukuran filter adalah ganjil karena akan Noise adalah suatu gangguan yang disebabkan
memberikan poros tengah, sehingga akan lebih oleh penyimpanan data digital yang diterima oleh alat
mudah dalam mengolah Noise. penerima data gambar yang dapat mengganggu
Kelebihan dari filter median adalah kualitas citra. Noise dapat disebabkan oleh gangguan
kemampuannya dalam mengurangi derau yang fisik (optik) pada alat penangkap citra misalnya
diakibatkan oleh derau acak misalnya jenis salt and kotoran debu yang menempel pada lensa foto maupun
papper noise atau bisa disebut sebagai derau impulse. akibat proses pengolahan yang tidak sesuai. Ada tiga
Dibandingkan dengan jenis filter spasial (ruang) non- jenis noise yaitu gaussian noise, speckle noise, dan
linier lainnya, filter median merupakan filter yang salt and pepper noise.
paling cocok untuk kasus tersebut. Sehingga filter ini Noise Gaussian: modelnoise yang mengikuti
dinobatkan menjadi filter yang paling ampuh dalam distribusi normal standar dengan rata-rata nol dan
mengolah citra berderau sejenis. standard deviasi 1. Efek dari gaussian noise ini pada
Dalam merancang median filter, ada beberapa hal gambar adalah munculnya titik-titik berwarna yang
yang harus dipersiapkan terlebih dahulu. Siapkan jumlahnya sama dengan persentase noise.
matriks yang akan diolah. Bila matriks berisi citra, Noise speckle: model noise yang memberikan
maka jadikan citra tersebut menjadi citra grayscale warna hitam pada titik yang terkena noise. Noise salt
atau abu-abu agar yang didapat hanya 1 matriks and pepper adalah bentuk noise yang biasanya
intensitas saja. Siapkan matriks yang NOL yang terlihat titik-titik hitam dan putih pada citra seperti
ukurannya sama persis dengan citra yang akan diolah. tebaran garam dan merica, Noise salt and pepper
Matriks ini nantinya akan berisi nilai-nilai intensitas disebabkan karena terjadinya error bit dalam
dari citra asli yang sudah diolah terlebih dahulu. pengiriman data, pixel-pixel.
Filter max berarti menggantikan pixel dengan nilai Noise pada sebuah citra dapat terjadi karena
tertinggi dari suatu deret yang terbentuk darimatriks karakteristik derajat keabuan (gray-level) atau
yang sesuai dengan ukuran dari jendela filter. dikarenakan adanya variabel acak yang terjadi karena
Langkah-langkah lainnya sama dengan filter median. karakteristik Fungsi Probabilitas Kepadatan
Minimum Filter merupakan kebalikan dari filter (Probability Density Function (PDF)). Apabila citra
maksimum dimana pixel akan digantikan dengan nilai yang mengandung noise langsung diproses dan
minimum dari sebuah deret matriks yang berukuran diekstrak, maka fitur-fitur pentingnya dapat
sesuai dengan matriks filter. menimbulkan masalah akurasi. Jadi sebaiknya citra
Mid-Point Filtering adalah mengganti nilai sel tersebut dibersihkan dari noise terlebih dahulu, dan
bitmap dengan nilai tengah diantara nilai terkecil dan kemudian diproses untuk diekstrak fitur-fitur
terbesar dari area lokal. pentingnya. Salah satu teknik untuk mereduksi noise
Laplacian merupakan filter turunan yang adalah order-statistics filters, yang merupakan filter
fungsinya dapat mendeteksi area yang memiliki spasial dimana hasil responsnya didasarkan pada
perubahan cepat (rapid changes) seperti tepi (edge) pengurutan nilai piksel yang dilingkupi oleh filter
pada citra. Namun, laplacian ini sangat rentan atau (Gonzalez, 2002).
sensitif terhadap kehadiran derau. Untuk itu, citra
yang akan dideteksi tepinya perlu dihaluskan terlebih
Median filtering merupakan order-statistics filter elemennya tanpa membutuhkan pendeklarasian array
yang paling dikenal. Cara kerja dari filter ini seperti pada bahasa pemrograman lain.
dirumuskan pada persamaan berikut:
F(x,y) = median (s,t)€sxy {g(s,t)} III. METODOLOGI PENELITIAN
Median filtering mengambil area tertentu pada A) Metode Penelitian
citra sesuai dengan ukuran mask yang telah Metode Penelitian yang digunakan dalam
ditentukan (umumnya 3×3), kemudian dilihat setiap penyusunan skripsi ini adalah dengan menggunakan
nilai pixel pada area tersebut, dan nilai tengah pada metode penelitian kuantitatif eksperimen. Metode ini
area diganti dengan nilai median (Dwayne, 2000). bersifat validation atau menguji, yaitu menguji
Cara memperoleh nilai median adalah: nilai keabuan pengaruh satu atau lebih variabel terhadap variabel
dari titik-titik pada matriks diurutkan dari nilai lain.
terkecil hingga yang terbesar, kemudian ditentukan
nilai yang berada di tengah dari deret piksel. B) Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Untuk tipe-tipe noise tertentu, filter ini Adapun instrumen perangkat keras yang
memberikan kemampuan reduksi noise yang sangat digunakan dalam penelitian ini adalah Personal
baik, dengan blurring yang lebih sedikit daripada Komputer dengan spesifikasi : Intel Pentium Core 2
linear smoothing filter untuk ukuran citra yang sama. Duo, Memory 4 GB, HDD 320 GB, Monitor 18”, dan
Median filtering memberikan hasil yang sangat bagus Keyboard + Mouse.
untuk citra yang terkena noise impulse bipolar dan Perangkat lunak yang penulis gunakan dalam
unipolar. Contoh hasil reduksi noise menggunakan penelitian ini adalah Sistem Operasi Windows 7
median filtering. Ultimate SP 1 dan Matlab r2013a.
5) Rencana Pengujian
Adapun rencana atau instrument-instrument yang
akan penulis lakukan pengujian secara garis besar
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Kemampuan dari Metode filter Gaussian
b) Kemampuan dari Metode filter Mean
c) Kemampuan dari Metode filter Median
Gambar 6. Tampilan Pilihan File
IV. PEMBAHASAN
A) Hasil Yang mana pada tahap ini akan melakukan
Tahap pengujian ini penulis mendapatkan hasil pemilihan atau pengambilan citra awal yang hendak
dari penggunaan matlab r2013a dalam melakukan disisipkan dengan citra lain atau pesan. Maka setelah
filter noise dari masing-masing metode yang itu pilih file gambar yang akan di olah maka
digunakan dalam penelitian ini. Seperti pada gambar selanjutnya akan muncul gambar pada tempat yang
berikut ini. telah disediakan seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 4. Tampilan Aplikasi Reduksi Noise Gambar 7. Tampilan Hasil Open File
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa gambar hasil Itulah semua proses open file yang dilakukan pada
dari reduksi noise lebih cerah dan jelas kelihatan oleh aplikasi yang penulis rancang dan buat ini dilakukan
mata dari pada gambar asli mendekati sama (dilihat secara berurutan. Jika tidak dilakukan secara
dengan langsung dengan mata), karena reduksi noise berurutan atau belum ada citra yang akan diproses.
1) Metode Gaussian
Gambar 10. Tampilan Histogram Metode Gausian
Untuk melakukan filter noise dengan metode
gaussian silakan klik button Gaussian seperti pada 2) Metode Mean
gambar dibawah ini : Untuk melakukan filter noise dengan metode
Mean silakan klik button Gaussian seperti pada
gambar dibawah ini :
gambar hasil filter mean, seperti pada gambar berikut Setelah file hasil filter noise menggunakan metode
ini : media berhasil disimpan maka pada aplikasi akan
muncul secara otomatis tampilan histogram dari
gambar hasil filter median, seperti pada gambar
berikut ini :
3) Metode Median
Untuk melakukan filter noise dengan metode Gambar 16. Tampilan Hostogram Metode Median
median silakan klik button median seperti pada
gambar dibawah ini : Setelah gambar hasil filter noise dengan semua
metode disimpan maka akan muncul tampilan
informasi gambar hasil filter noise, seperti yang
ditandai dengan kotak merah pada gambar berikut ini:
Pada proses close dari aplikasi ini berupa Tabel 4. Rencana Pengujian Filter Median
No Sampel Hasil Ket
munculnya notice pemberi tahuan apakah keluar atau Pixel Bit Ukuran Kecerahan
Lebar Tinggi
tidak. Jika di klik ya maka akan keluar dari aplikasi 1 Sampel01.jpg 385 680 24 46 Kb Cerah Baik
dan jika tidak akan kembali ke aplikasi. 2 Sampel02.jpg 450 550 24 46 Kb Cerah Baik
3 Sampel03.jpg 258 720 24 46 Kb Cerah Baik
4 Sampel04.jpg 368 620 24 46 Kb Cerah Baik
5 Sampel05.jpg 478 782 24 46 Kb Cerah Baik
C) Hasil Pengujian
Dari analisa dan pengujian yang penulis lakukan
Dalam melakukan Reduksi Noise terhadap citra
penulis dapatkan hasil seperti Tabel 1 dan 2.
digital dengan menggunakan metode Gaussian, Mean
Tabel 1. Recana Pengujian Filter Gausian
dan Median dapat dilihat hasil perbandingan dengan
No Sampel Hasil Ket melihat grafik histogram yang menampilkan
Pixel Bit Ukuran Kecerahan
Lebar Tinggi komposisi warna RGB (Red, Green dan Blue), seperti
1 Sampel01.jpg 385 680 24 46 Kb Cerah Baik
2 Sampel02.jpg 450 550 24 69 Kb Cerah Baik
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
3 Sampel03.jpg 258 720 24 128 Kb Cerah Baik
4 Sampel04.jpg 368 620 24 255 Kb Cerah Baik
5 Sampel05.jpg 478 782 24 389 Kb Cerah Baik
V. PENUTUP
A) Kesimpulan
Dari pembahasan skripsi tentang reduksi noise
dengan menggunakan metode Gaussian, Mean dan
Dari hasil pengujian berdasarkan lima buah Median, maka penulis dapat menyimpulkan:
sampel citra yang rusak karena reduksi noise dapat 1) Penggunaan grafik histogram dalam pengolahan
dilihat bahwa perbaikan citra yang rudak karena citra digital digunakakan untuk dapat
reduksi noise dengan menggunakan metode Mean membandingkan penyebaran warna hasil dengan
lebih baik dari pada metode Gaussian dan Median. warna asli, khususnya dalam melakukan reduksi
Hal itu dapat dilihat dari kecerahan citra yang noise berguna untuk melihat penyebaran warna,
dihasilkan dan citra yang dihasilkan lebih focus. khususnya RGB (Red, Green dan Blue).
2) Citra digital yang telah dilakukan reduksi noise
Tabel 3. Rencana Pengujian Filter Mean dengan menggunakan metode Gaussian, Mean
No Sampel Hasil Ket
Pixel Bit Ukuran Kecerahan dan Median akan menghasilkan kecerahannya
Lebar Tinggi
1 Sampel01.jpg 385 680 24 46 Kb Cerah Baik
dan kualitas gambar yang lebih baik dari citra
2 Sampel02.jpg 450 550 24 46 Kb Cerah Baik digital aslinya. Akan tetapi tidak akan merupah
3 Sampel03.jpg 258 720 24 46 Kb Cerah Baik
4 Sampel04.jpg 368 620 24 46 Kb Cerah Baik ukuran file dan pixel dari citra.
5 Sampel05.jpg 478 782 24 46 Kb Cerah Baik
3) Penggunaan masing-masing metode (Gaussian,
Mean dan Media) sebaiknya digunakan sesuai
B) 5.2 Saran
Setelah dilakukan pengujian terhadap aplikasi
pengolahan citra digital dengan menggunakan Matlab
R2013a sebagai bahasa pemogramannya maka
penulis menyarankan :
1) Untuk penelitian dimasa datang metode
Gaussian, Mean dan Median dapat digunakan
untuk keperluan dunia kesehatan seperti dapat
memperbaiki secara otomatis cita hasil Rontgen,
Hasil USG dan keperluan lainnya.
2) Aplikasi pengolahan citra digital khususnya
reduksi noise dengan menggunakan metode
Gaussian, Mean dan Median ini dapat
dikembangkan lagi seperti dengan menambah
fasilitas Crop, Rotate dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Usman. 2005. Pengolahan Citra Digital dan
Teknik Pemrogramannya. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha ilmu
ABSTRACT
Banana plants are known for their high content of starch. In the granular formulation, starch has
been widely used as fillers, binder, as well as disintegrant. The objective of this study is to formulate
granule with Goroho Banana peels starch as binder material and its effect on the physical properties of
the granules, which are made in five formulations with the variation of 6% for formulation I, 7% for
formulation II, 8% for formulation III, 9% for formulation 4, and 10% for formulation V. In formulation
I, 6.22 seconds of flow time was obtained, angle of repose 300, moisture content 20,96%, and bulk density
0,47 g/mL. In formulation II, 5.66 seconds flow time was obtained, angle of repose 29 0, moisture content
18,79%, and bulk density 0.45 g/mL. In formulation III, 5.50 seconds flow time was obtained, angle of
repose 270, moisture content 25,49%, and bulk density 0.44 g/mL. In formulation IV 5.38 seconds flow
time was obtained, angle of repose 260, moisture content 19,92%, and bulk density 0.43 g/mL. In
formulation V, 6.18 seconds flow time was obtained, angle of repose 26 0, moisture content 21,15%, and
bulk density 0.42g/mL. Banana Goroho starch can be used to formulate granule and have fit the
requirement criteria for organoleptic, flow time, angle of repose evaluation, but did not fit the moisture
content evaluation criteria.
ABSTRAK
Tumbuhan Pisang dikenal akan kandungan patinya yang tinggi. Dalam formulasi sediaan granul,
pati telah digunakan secara luas sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, maupun sebagai bahan
penghancur. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan granul dengan bahan pengikat pati
dari kulit Pisang Goroho dan pengaruhnya terhadap sifat fisik granul yang dibuat dalam lima formulasi
dengan variasi konsentrasi bahan pengikat 6% untuk formulasi I, 7% untuk formulasi II, 8% untuk
formulasi III, 9% untuk formulasi IV dan 10% untuk formulasi V. Pada formulasi I didapatkan hasil
pengujian waktu alir 6,22 detik, sudut diam 300, kandungan lembab 20,96%, dan bulk density 0,47 g/mL.
Pada formulasi II didapatkan hasil pengujian waktu alir 5,66 detik, sudut diam 29 0, kandungan lembab
18,79%, dan bulk density 0,45 g/mL. Pada formulasi III didapatkan hasil pengujian waktu alir 5,50 detik,
sudut diam 270, kandungan lembab 25,49%, dan bulk density 0,44 g/mL. Pada formulasi IV didapatkan
hasil pengujian waktu alir 5,38 detik, sudut diam 260, kandungan lembab 19,92%, dan bulk density 0,43
g/mL. Pada formulasi V didapatkan hasil pengujian waktu alir 6,18 detik, sudut diam 26 0, kandungan
lembab 21,15%, dan bulk density 0,42g/mL. Sediaan granul dapat diformulasikan dengan pati kulit Pisang
Goroho dan memenuhi syarat uji organoleptik, uji waktu alir, uji sudut diam namun tidak memenuhi
syarat uji kandungan lembab.
1
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
2
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
Bahan yang digunakan untuk sampel bubuk pati sesuai dengan persentase
penelitian ini ialah kulit Pisang Goroho, b/v dalam 100 mL air panas. Kemudian
akuades, laktosa, explotab, magnesium stearat, larutan didinginkan
talkum. Preparasi granul
Granul dibuat dengan metode granulasi
Prosedur Penelitian basah tanpa zat aktif. Explotab (pengembang
Pengambilan sampel dalam) dan laktosa dimasukkan ke dalam
Sampel yang digunakan adalah limbah kulit lumpang, digerus hingga homogen, kemudian
pisang Goroho yang didapatkan dari sekitaran ditambahkan larutan pengikat pati kulit Pisang
daerah Kelurahan Airmadidi bawah. Sampel Goroho sedikit demi sedikit sambil digerus,
yang digunakan ialah kulit Pisang Goroho kemudian granulat diayak dengan ayakan
segar 11 kg. mesh 10, lalu dikeringkan pada suhu 40-600C.
Pembuatan pati kulit Pisang Goroho Granul kering ditimbang dan ditambahkan
Kulit Pisang Goroho segar sebanyak magnesium stearat, talkum dan explotab
11 kg dicuci lalu direndam dengan air kapur (pengembang luar).
selama 5 menit, kemudian dibilas hingga Pengujian granul
bersih dan ditiriskan. Kulit dicincang halus a. Uji organoleptik
dengan pisau stainless lalu dijemur hingga Dilihat secara langsung mulai dari
didapatkan bobot konstan. Kulit Pisang bentuk, warna, bau dan rasa dari granul
Goroho kering diblender hingga menjadi yang dihasilkan. Bentuk, warna yang
serbuk kemudian disuspensikan dalam air dan dihasilkan sedapat mungkin sama antara
dilewatkan melalui ayakan 200 mesh untuk satu dengan yang lainnya.
memisahkan fase padat yang mengandung b. Uji waktu alir
serat dan fase cair yang mengandung pati. Prosedur kerja untuk memperoleh granul
Fase cair dibiarkan untuk mengendap selama 3 dengan kualitas yang baik yaitu sebanyak 100
jam dan beningnya dibuang. Cairan yang g granul dimasukkan ke dalam corong yang
masih tertinggal dengan endapan pati dicuci tertutup bagian bawahnya. Penutup dibuka dan
sebanyak 3 kali dengan akuades baru, alat pencatat waktu dihidupkan hingga semua
kemudian pati dipisahkan dari air pencucian. granul keluar dari corong dan membentuk
Pati dikeringkan dalam oven pada 400C hingga timbunan di atas kertas grafik, kemudian alat
didapatkan bobot konstan. pencatat waktu dimatikan. Aliran granul yang
Preparasi larutan pengikat baik adalah jika waktu yang diperlukan untuk
Larutan pengikat disiapkan dengan mengalirkan 100 gram tidak lebih dari 10 detik
cara melarutkan bubuk pati dalam air. Bahan (Voight, 1994).
pengikat disiapkan dengan mendispersikan
c. Uji sudut diam dapat mengalir bebas dan bila sudut yang
Sudut diam diperoleh dengan mengukur terbentuk ≥ 40° menyatakan bahwa sediaan
tinggi dan jari-jari tumpukan granul yang memiliki daya alir yang kurang baik. Dari nilai
terbentuk (α=tan-1H/R). Bila sudut diam yang sudut diam dapat menunjukkan suatu nilai
terbentuk ≤ 30° menyatakan bahwa sediaan indikasi bisa diterimanya sifat aliran yang
3
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
dimiliki oleh suatu bahan (Banker dan dihasilkan ialah sebanyak 83 g, dan digunakan
Anderson, 1986). sebanyak 12 g.
d. Uji kandungan lembab
Perhitungan kadar air atau kandungan lembab Pembuatan granul
didasarkan pada perhitungan bobot
Bahan FI FII FIII FIV FV
kering:
% 𝑘𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑏
Pati kulit Pisang
6 % 7% 8 % 9% 10 %
=
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 Goroho (binder)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
× 100
Explotab
4% 4% 4% 4% 4%
Syarat kandungan lembab yang (disintegrant)
baik ialah 1-5%. Talkum (glidant) 1% 1% 1% 1% 1%
e. Bulk Density Magnesium
1% 1% 1% 1% 1%
Densitas didapatkan dengan cara stearat (lubricant)
menimbang bobot granul, kemudian a.d 100 a.d 100 a.d 100 a.d 100 a.d 100
Laktosa (filler)
% % % % %
dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk
JumLah granul per formulasi yang
dilihat volumenya.
𝑚(𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎) dibuat ialah 120 g.
𝐷𝑏 =
𝑉 (𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒) Tabel 1. Formulasi Granul
4
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
5
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
Bulk Density
Pengujian ini dilakukan dengan cara
menghitung massa sejumLah granul per
volume granul pada gelas ukur.
Tabel 7. Hasil perhitungan bulk density
Bulk Density
Formulasi
(g/mL)
I 0,47
II 0,45
III 0,44
IV 0,43
V 0,42
6
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
Pisang Goroho 6%, 7%, 8%, 9% dan 10% kemudian dicampur dengan lubrikan, glidan
untuk melihat konsentrasi manakah yang dan bahan penghancur ekstragranular.
menghasilkan granul yang memenuhi Pencampuran lubrikan yang terlalu lama atau
persyaratan yang ditetapkan. Setelah overblending dapat menyebabkan penurunan
didapatkan campuran yang homogen dari laju disintegrasi dan disolusi, mengurangi
laktosa, explotab intragranular dan larutan kohesivitas antarpartikel, meningkatkan
pati, massa granul basah diayak dengan kerapuhan tablet dan mengurangi kekerasan
ayakan mesh 10 untuk meningkatkan luas tablet, sehingga disarankan lama pencampuran
permukaan partikel sehingga mempermudah tidak lebih dari 5 menit (Triwantoro, 2006).
proses pengeringan pada suhu 400C - 600)
(Siregar, 2010). Massa granul kering
Uji Organoleptik granul dan bagaimana ruang antara partikel-
Hasil pengujian organoleptik granul partikel diisi.
dengan bahan pengikat pati kulit Pisang Uji Waktu Alir
Goroho merupakan bentuk umum sediaan Waktu alir merupakan waktu yang
sebelum melalui tahap pengempaan. Kelima dibutuhkan sejumLah granul untuk mengalir
formulasi memiliki warna putih tulang yang melewati corong, yang dinyatakan sebagai
homogen, rasa manis dan bau khas pati kulit banyaknya serbuk yang mengalir tiap satuan
Pisang Goroho. Semakin tinggi konsentrasi waktu (Banker and Anderson, 1986). Sifat
bahan pengikat, granul lebih kompak dengan aliran dipengaruhi oleh bentuk partikel, ukuran
ukuran partikel lebih besar dibandingkan partikel dan kohesivitas antarpartikel. Granul
formulasi dengan bahan pengikat yang yang baik ialah granul yang dapat mengalir
konsentrasinya lebih rendah. Bentuk dan bebas sehingga dapat kemudian dikempa
warna yang dihasilkan Formulasi I hingga IV menjadi sediaan tablet. Semakin kecil
granul dengan perbandingan bahan pengikat konsentrasi bahan pengikat, maka ukuran,
pati Pisang Goroho 6%, 7%, 8%, 9% telah viskositas dan massa jenis semakin kecil,
sedapat mungkin sama satu dengan yang sehingga meningkatkan gaya kohesi antar
lainnya, sehingga keempat formulasi dapat partikel granul atau serbuk. Gaya kohesi yang
dinyatakan memenuhi syarat sesuai dengan tinggi menyebabkan granul sulit mengalir
pernyataan bahwa uji organoleptik dilihat bebas. Massa jenis yang kecil berarti bobot
secara langsung dari bentuk, warna dan bau molekul juga kecil, menyebabkan kurangnya
dari granul yang dihasilkan (Anonim, 1995). pengaruh gaya gravitasi pada massa tersebut,
Sedangkan untuk Formulasi V dengan bahan karena gaya kohesivitas lebih tinggi dari gaya
pengikat pati kulit Pisang Goroho 10%, bentuk gravitasi sehingga granul tidak dapat mengalir
granul yang dihasilkan kurang merata, ini bebas. (Anshory et al, 2007). Rata-rata waktu
diakibatkan tingginya konsentrasi bahan alir Formulasi I ialah 6.22 detik, Formulasi II
pengikat pati kulit Pisang Goroho sehingga selama 5,66 detik, Formulasi III selama 5,50
partikel yang dihasilkan lebih besar dan detik, Formulasi IV selama 5,38 detik dan
distribusi partikel kurang merata. Perbedaan Formulasi V selama 6.18 detik. Pada
ukuran granul dapat mempengaruhi sifat fisik umumnya semakin bulat bentuk granul maka
7
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
waktu alirnya akan semakin baik. Formulasi V Konsentrasi pati kulit Pisang Goroho yang
mempunyai bentuk yang kurang merata pada paling rendah menghasilkan sudut diam paling
uji organoleptik karena tingginya konsentrasi besar. Ini diakibatkan karena kecilnya
bahan pengikat pati kulit Pisang Goroho, konsentrasi bahan pengikat menyebabkan
sehingga waktu alir Formulasi V relatif lebih ukuran partikel granul lebih kecil dan
tinggi dibandingkan formulasi II, III dan IV. meningkatkan kohesivitas serta gaya gesek
Kelima formulasi menunjukkan hasil <10 antar partikel granul. Formulasi granul dengan
detik sehingga dapat dinyatakan bahwa kelima konsentrasi bahan pengikat lebih tinggi
formulasi memenuhi syarat waktu alir yang menunjukkan granul dapat mengalir lebih
baik untuk sediaan granul. bebas, karena ukuran partikel granul lebih
Uji Sudut Diam besar dibandingkan formulasi dengan
Sudut diam adalah sudut maksimum konsentrasi bahan pengikat lebih kecil.
yang dibentuk permukaan granul pada Namun, sudut diam Formulasi V walaupun
permukaan horizontal. Sudut diam Formulasi I dengan konsentrasi bahan pengikat pati kulit
ialah 300, Formulasi II sebesar 290, Formulasi Pisang Goroho paling tinggi, mempunyai
III sebesar 270, Formulasi IV sebesar 260 dan sudut diam sama dengan Formulasi IV. Bentuk
Formulasi V sebesar 260. Menurut Anggraini, granul mempengaruhi waktu alir maupun
et al (2016), penggunaan pati Singkong 7% tumpukan granul yang terbentuk. Kurang
menghasilkan sudut diam 25,170 dan 24,700 meratanya bentuk granul pada formulasi V
untuk konsentrasi 9%. dimana nilai ini mengakibatkan granul sulit mengalir bebas
menunjukkan bahwa bahan pengikat dengan sehingga sudut diam yang terbentuk lebih
pati kulit Pisang Goroho memberikan sudut besar dari yang diharapkan. Pati kulit Pisang
diam lebih besar yaitu 290 dan 260. Besar Goroho memberikan kohesivitas lebih tinggi
kecilnya sudut yang terbentuk dipengaruhi Sudut diam yang ditunjukkan oleh kelima
oleh ukuran partikel, besarnya gaya tarik- formulasi granul telah memenuhi syarat,
menarik dan gaya gesek antar partikel (Lee, dimana sudut yang dihasilkan tidak melebihi
2001). Semakin kecil ukuran partikel maka 400. Formulasi I memiliki sudut diam yang
gaya kohesivitas semakin tinggi. Tingginya cukup baik, namun Formulasi II, III, IV dan V
kohesivitas menyebabkan granul sulit memiliki nilai sudut diam dengan kategori
mengalir dan menyebabkan sudut diam yang sangat baik yaitu 25< α <300.
terbentuk semakin besar (Anshory et al, 2007).
Uji kandungan lembab hingga Formulasi V memiliki kandungan
Kandungan lembab atau Moisture lembab di atas 5%, yaitu 20,96%, 18,79%,
Content adalah pernyataan kandungan air 25,49%, 19,92%, 21,15% secara berurutan.
berdasarkan bobot kering, yang menunjukkan Kandungan lembab yang sebenarnya yaitu
kadar air yang terkandung dalam suatu pengukuran menggunakan moisture analyzer,
granulat. Granul yang memiliki kandungan untuk menentukan kadar air atau pelarut
lembab <5% akan stabil dan baik pada saat organik lainnya dalam granul yang suhu
penyimpanan (Rowe, et al, 2009). Hasil penguapannya tinggi dan tidak menguap saat
perhitungan menunjukkan bahwa Formulasi I pengeringan granul yang hanya menggunakan
8
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
suhu 400C – 60C0. Kandungan lembab di atas Namun jika wadah terganggu , partikel granul
5% disebabkan degradasi sediaan sangat besar. akan bergerak dan biasanya menjadi lebih
Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi bahan dekat bersama-sama sehingga kerapatan
pengikat terlalu kecil sehingga ukuran dan curahnya lebih tinggi. Formulasi I memiliki
massa jenis sediaan juga kecil. Air larutan kerapatan sebesar 0,47 g/mL, Formulasi II
pengikat pati kulit Pisang Goroho dalam sebesar 0,45 g/mL, Formulasi III sebesar 0,44
granul dengan jumLah berlebih akan g/mL, Formulasi IV sebesar 0,43 g/mL dan
menyebabkan terganggunya sifat granul Formulasi V sebesar 0,42 g/mL. Semakin
seperti timbulnya kohesivitas antarpartikel besar konsentrasi bahan pengikat pati kulit
yang menyebabkan aliran granul menjadi Pisang Goroho, semakin besar pula ukuran
buruk dan kekompakan granul menjadi terlalu partikel sehingga menyebabkan kerapatan
tinggi. Sebaliknya jika kandungan lembab semakin kecil. Penelitian Anggraini, et al
<1%, akan terjadi capping, yaitu (2016) menggunakan bahan pengikat dari pati
membelahnya tablet di bagian atas (Syamsuni, singkong 7% dan 9% membunyai nilai bulk
2006). Variasi kandungan lembab dari density sebesar 0,5058 gr/mL dan 0,5028
Formulasi I hingga Formulasi V disebabkan gr/mL. ini menunjukkan bahwa pati kulit
karena hasil perhitungan sangat dipengaruhi Pisang Goroho sebagai bahan pengikat
bobot granul yang ditimbang, dimana ketika menghasilkan kerapatan yang lebih kecil dan
ada sejumLah granul yang terbuang, maka ukuran partikel lebih besar dibandingkan
akan meningkatkan persentase kandungan granul dengan bahan pengikat pati Singkong.
lembab granul. Perhitungan bulk density saja tidak dapat
Bulk density digunakan untuk menentukan harga
Kerapatan (densitas) terbagi menjadi pengetapan, namun dibutuhkan pula nilai
kerapatan curah (bulk density) dan kerapatan tapped density untuk mendapatkan indeks
mampat (tapped density). Bulk density kompresibilitas seperti Carr’s index dengan
merupakan sebuah pengukuran kerapatan yang menggunakan rumus 100% × (tapped density-
dapat berubah-ubah tergantung dari cara bulk density)/tapped density, atau Hausner’s
menangani materi. Sebagai contoh, sejumLah ratio dengan rumus tapped density/bulk
granul yang dituangkan ke dalam sebuah gelas density.
wadah akan memiliki kerapatan curah tertentu.
memenuhi syarat uji organoleptik, uji waktu
KESIMPULAN alir, uji sudut diam namun tidak memenuhi
1. Sediaan granul dapat diformulasikan syarat uji kandungan lembab.
menggunakan bahan pengikat pati kulit
Pisang Goroho dengan perbandingan SARAN
konsentrasi 6%, 7%, 8%, 9% dan 10%. 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
2. Hasil evaluasi sifat fisik granul tentang kandungan kimia kulit Pisang
menggunakan bahan pengikat pati kulit Goroho, cara pembuatan pati sehingga tidak
Pisang Goroho dengan perbandingan terjadi reaksi pencoklatan (browning), dan
konsentrasi 6%, 7%, 8%, 9% dan 10%
9
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
lama sedimentasi pati untuk hasil yang memenuhi standar Farmakope Indonesia
optimal. dan syarat-syarat pembuatan sediaan tablet.
2. Perlu dilakukan formulasi lebih lanjut
menjadi tablet yang dibuat dengan
Jufri, M., dkk. 2006. Majalah Ilmu Kesehatan.
Studi Kemampuan Pati Biji Durian
DAFTAR PUSTAKA sebagai bahan Pengikat dalam Tablet
Ketoprofen secara Granulasi Basah.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Vol. 3, No. 2: 78-86.
Jakarta: Departemen Kesehatan Komariyatun, S., dkk. 2017. Media Farmasi
Republik Indonesia. Indonesia. Formulasi Tablet
Anggraini, N., et al. 2016. Farmagazine. Parasetamol Menggunakan Tepung
Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Bonggol Pisang Kepok (Musa
Tablet Allopurinol Menggunakan Pati paradisiacal cv. Kepok) sebagai Bahan
Singkong (Manihot esculenta Crantz) Pengikat. Vol. 2, No. 1: 1156-1166.
sebagai bahan Pengikat. Vol 3, No. 2 : Kraut, H., et al. 2005. Food Composition and
21-28 Nutrition Tables 6th Edition. Stuttgart:
Ansel, H. C. 1989. Introduction to Medpharm GmBH Scientific
Pharmaceutical Dosage Form. Publishers.
Georgia: Lea and Ferbinger. Lachman, L., et al. 1994. The Theory and
Practice of Industrial Pharmacy.
Ansel, H. C., et al. 2011. Ansel’s Philadelphia: Lea and Ferbinger.
Pharmaceutical Dosage Forms and Latha, S. M., et al. 2016. International Journal
Drug Delivery Systems 9th edition. of Pharmaceutical and Clinical
Baltimore: Lippincott Williams and Research. Formulation and
Wilkins. Comparative Evaluation of
Anshory, H., et al.2007. Jurnal Ilmiah Aceclofenac Tablets by Two
Farmasi. Formulasi tablet Effervescent Granulation Methods. Vol 8, No. 7:
dari Ekstrak Ginseng Jawa (Talinum 649-654
paniculatum) dengan Variasi Kadar Lee, R. E. 2001. Effervescent Tablets : Key
Pemanis Aspartam. Vol. 4, No. 1. Facts About A Unique, Effective
Banker, G. S. and Anderson, N. R. 1986. Dossage Form. New Hope: Amerilab
Tablet in the Theory and Practice of Technologies
Industrial Pharmacy by Lachman, L., Ordu, J. L. dan Ocheme, E. J. 2011 Evaluation
et al 3rd edition. Philadelphia: Lea and of the Disintegrant and Dissolution
Ferbinger Properties of Powder and Cellulose
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Obtained from Cocoa Pod Husk on
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Paracetamol Tablets. Vol. 10: 82-90
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Parrott, E.L. 1971. Pharmaceutical
dan Makanan Technology Fundamental
Firmansyah, dkk. 2007. Ketersediaan Hayati Pharmaceutics, 3th Edition.
Tablet Parasetamol dengan Minneapolis: Burgess Publishing
Menggunakan Pati Nangka Company
(Arthocarpus heterophyllus Lamk.) Rowe, R. C., dkk. 2006. Handbook of
sebagai Bahan Pembantu. Vol. 12, No. Pharmaceutical Excipients 5th Edition.
2. London: Pharmaceutical Press
10
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 7 No. 4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493
11
JURNAL ILMIAH KESEHATAN IQRA
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui profil penggunaan obat pada pasien penderita infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) di Puskesmas Empagae Kabupaten Sidenreng Rappang. Metode
penelitian ini yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan dengan retrospektif. Sampel dari
penelitian ini yaitu data yang diambil dari buku poliklinik pasien penderita ISPA yang berobat di
Puskesmas Empagae mulai pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2019 sebanyak 90 data
pasien. Teknik pengambilan sampel yaitu random sampling. Hasil penelitian ini adalah Pasien
penderita ISPA yang paling banyak adalah yang jenis kelamin laki-laki sebanyak 52 (52,8%)
pasien, yang berusia 0-5 tahun kategori balita sebanyak 25 (27,8%) pasien. yang tidak sekolah
yaitu sebanyak 32 (35,6%) pasien, pada pasien yang tidak bekerja sebanyak 54 (60,0%). Terapi
utama yang paling banyak digunakan adalah amoxicillin sebanyak 77 (85,6%) pasien. Jenis terapi
suportif yang paling banyak digunakan yaitu golongan ekspektoran glycerilis guaiacolate
sebanyak 83 (92,2%), golongan analgetik paracetamol sebanyak 61 (67,8%), golongan
antihistamin chlorpheniramine maleat sebanyak 72 (80,0%), golongan kortikosteroid dexametason
sebanyak 42 (46,7%), vitamin B comp sebanyak 27 (30,0%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
balita yang berjenis kelamin laki-laki paling banyak menderita penyakit infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA), terapi utama penyakit ISPA yang paling banyak digunakan adalah Amoxicillin, serta
terapi suportif yang sering digunakan adalah glycerilis guaiacolat (GG), paracetamol (PCT),
chlorpheniramine maleat (CTM), dexametason, vitamin B comp.
Kata Kunci : Profil Penggunaan Obat; Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)