Anda di halaman 1dari 7

‫‪KHUTBAH JUMAT IKADI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA‬‬

‫‪HARTA DALAM ISLAM‬‬


‫‪Oleh: Ust. Achmad Dahlan, Lc., MA.‬‬
‫)‪(Wakil Ketua, PW IKADI DIY‬‬

‫ف َمنَاكبهاَ‬ ‫ح‬ ‫لناس َذل ُ حوال‪ ،‬لَ حم ُشواح‬ ‫َ َ ََ َ َ َ ََ حَح َ َ‬ ‫ح‬ ‫حَ ح ُ َ َ‬
‫ّّ‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫ّلي ّف السما ّء تعاَل‪ ،‬وجعل الرض ل ّ ّ‬ ‫لِل ا ّ‬
‫اْلمد ّ ّ‬
‫ً َ‬ ‫ح‬
‫َو َيك ّسبُ حوا ّر حزقا َحلال‪.‬‬
‫َ َ ح َ ُ َ َ ح َ َ َ ح ََ َ َحَ َ َ ُ َ َ َ ََ ح َ ُ َ َ‬ ‫ََ ح َ ُ َ ح َ ََ َ‬
‫َشيك َل‪ ،‬أسبغ علينا نّعمه وواَل‪ ،‬وأشهد أن‬ ‫اهلل وحده ال ّ‬ ‫وأشهد أن ال إَّل إّال‬
‫اهلل َو َسلَ َم َو َب َ‬
‫امت َثاال‪َ ،‬ص ََّل ُ‬ ‫َ ِّ ح ح ً َ ح‬ ‫َ‬
‫ُُمَ َم ًدا َعبح ُد ُه َو َر ُس حو َُل‪ ،‬أبَ ُّ‬
‫ار َك‬ ‫ّ‬ ‫و‬ ‫ا‬‫ق‬ ‫د‬‫ص‬ ‫م‬
‫ّ ّ‬ ‫ه‬ ‫ب‬‫ر‬‫ّ‬ ‫ل‬ ‫اس‬
‫ّ‬ ‫َ‬
‫ال‬ ‫ر‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ح َسان إَل يَ حومٍ ال ي َ حش َفعُ‬ ‫َ حً َ َ َ َ حَ ََ ح َ َُ ح ح‬ ‫َ‬ ‫َ َح َ ََ َح‬
‫ٍ ّ‬ ‫عليه‪ ،‬وَع أتبا ّع ّه صحبا وآال‪ ،‬والابّ ّعي ومن ت ّبعهم بّ ّإ‬
‫َ حٌ َ ح‬
‫خ ّليل خ ّليل‪.‬‬

‫أَ ََّما َب حعد؛ُ‬

‫ُّ ح َ َ َ َ ُ‬ ‫ََ َ َ ه ُح ح ُ ح ََح ح َحَ َ َ َ ُ‬


‫الِل‪ ،‬أو ّصيكم ونف ِّس بّالوْقو ‪ ،‬ف ِّه الزاد ّف ادلنيا‪ ،‬والجاة ّف‬ ‫فيا ّعباد ّ‬
‫ح َ‬ ‫َ‬ ‫حُ ح َ َ َ هُ ََ َ‬
‫يم‪ :‬ﱽﭐﱔ ﱕ ﱖ ﱗ ﱘ ﱙ ﱚ ﱛ‬ ‫ٰ‬
‫الخر ‪ ،‬قال الِل تعاَل ّف ّكتابّ ّه الك ّر ّ‬
‫ﱜ ﱝ ﱞ ﱟ ﱠ ﱼ‪.‬‬
‫‪Maasyiral Muslimin Rahimakumullah‬‬
‫‪Setiap manusia mempunyai kecintaan terhadap harta. Allah berkehendak‬‬
‫‪untuk menciptakan manusia dan mengilhamkan dalam hatinya rasa suka terhadap‬‬
‫‪segala jenis kesenangan dunia. Allah menjelaskan hal itu dalam firman-Nya,‬‬
KHUTBAH JUMAT IKADI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

‫ﱽﭐﲐﲑﲒﲓﲔﲕﲖﲗﲘﲙﲚ‬

‫ﲛﲜﲝﲞﲟﲠﲡﲢﲣﲤﲥﲦﲧ‬

‫ﲨﲩﲪ ﱼ‬
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa
perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak,
kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di
sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (Q.s. Ali Imran: 14)

Dari ayat ini kita bisa memahami bahwa mencintai harta adalah fitrah yang
tertanam dalam diri manusia. Tidak ada satupun yang bisa menyangkal kenyataan
ini. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam sabdanya menyatakan
bahwa manusia tidak pernah merasa puas, sebanyak apapun harta yang ia miliki. Ia
akan terus mencari dan berusah menambahnya, hingga maut menjemputnya.
Ilustrasi ini disampaikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam sabdanya,

َ َ َ ‫َحََ َ ً َ َ َ حَُ َ حَ ح‬ َ ‫ح‬ َ َ َ َ ‫َح َ َ ح‬


‫ وال يمل جوف اب ّن آدم إّال‬،‫ال البتغ ث ّاِلا‬ٍ ‫ان ّمن م‬
ّ ‫«لو َكن ّالب ّن آدم وا ّدي‬
َ ُّ
ُ ‫الُّت‬
»‫اب‬
“Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua lembah, niscaya ia akan
mengharapkan untuk mendapatkan lembah yang ketiga, dan tidaklah ada sesuatu yang
bisa memenuhi perut anak Adam melainkan tanah...” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, Islam sebagai sebuah Minhaj al-Hayah yang mengatur semua
tata hidup manusia, tidak luput untuk memberikan panduan dalam masalah harta.
Panduan Islam yang diambil dari Alquran dan Hadis ini perlu kita pahami, agar kita
mampu bersikap benar sesuai syariat Allah Subhanahu Wata'ala dalam interaksi kita
dengan harta.
Yang Pertama; Islam memerintahkan kita untuk menggunakan harta untuk
mencukupi diri dengan tidak serakah.
Tidak dapat dipungkiri, kehidupan di dunia memerlukan bekal harta agar
kita bisa memenuhi kebutuhan untuk hidup secara normal. Kita memerlukan
makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Itu semua bisa didapatkan dengan uang
yang merupakan salah satu jenis harta. Terlebih di zaman sekarang dimana segala
KHUTBAH JUMAT IKADI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

sesuatu dihargai dengan materi. Bahkan kesehatan, pendidikan dan transportasi


yang pada zaman Nabi bisa didapatkan tanpa harus mengeluarkan uang, -pada
zaman kita- menjadi salah satu kebutuhan yang paling menguras keuangan. Betapa
banyak kita melihat kasus orang-orang yang tidak mendapatkan akses terhadap
pendidikan dan kesehatan karena kondisi ekonomi mereka yang lemah. Hal itu
kemudian sangat berdampak pada kualitas kehidupan yang mereka jalani.
Oleh karena itu, Islam membolehkan kita untuk mencari harta dalam rangka
mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman,

‫ﱽﭐﲷﲸﲹﲺﲻﲼﲽﲾﲿﳀﳁﳂﳃﳄﳅﳆﳇ‬

‫ﳈﳉ ﳊﳋﳌﳍﳎﳏﳐﳑﳒﳓﳔﳕﱼ‬
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri
akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Q.s. Al-Qashash: 77)

Dalam ayat ini melarang manusia melupakan bagiannya di dunia. Bagian


disini bermakna uang halal yang dihasilkan dari pekerjaan yang halal. Demikian
dijelaskan oleh Qatadah sebagaimana dikutip Ibnu al-Jauzi dalam Zad al-Masir.
Artinya, manusia harus bekerja dan mencari harta yang halal untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya di dunia. Akan tetapi, Islam melarang kita mempunyai sifat
serakah dan menghabiskan seluruh waktu dan tenaga untuk mengejar harta.
Karena secara fitrah manusia akan tetap mencintai harta, maka Islam
memandu kita untuk bisa meredam sifat serakah terhadap harta, dengan
menggunakan harta sesuai dengan kebutuhan, bukan untuk bermewah-mewah dan
berlomba-lomba mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Suatu saat, seorang sahabat bernama Hakim bin Hizam datang dan meminta
harta kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Rasulullahpun memberinya.
Beberapa waktu kemudian dia datang dan meminta lagi kepada Rasulullah.
Rasululullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sekali lagi memberinya. Dan pada ketiga
kalinya Hakim bin Hizam meminta kepada Rasulullah, beliau memberinya seraya
bersabda:
KHUTBAH JUMAT IKADI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ُ َ َ ُ ‫َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ٌَ ُ حٌَ َ َ ح َ َ َُ َ َ َ َح‬
،‫ورك َل ّفي ّه‬ ّ ‫ فمن أخذه بّسخاو ح ّة نف ٍس ب‬،‫ َإّن هذا المال خ ِّضة حلوة‬،‫كيم‬ ّ ‫«يا ح‬
‫ُُ َ ح‬ َ َ َ ‫َح َح َُ َ ح‬ َ ‫َو َم حن أ َخ َذ ُه بإ ح‬
»‫ّلي يَأكل َوال يَشبَ ُع‬ّ ‫ َك‬،‫ارك َُل ّفي ّه‬ ‫اف نف ٍس لم يب‬
ّ ‫َش‬ ّّ
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis, maka barangsiapa yang
mencarinya untuk kedermawanan dirinya maka harta itu akan memberkahinya. Namun
barangsiapa yang mencarinya dengan jiwa yang serakah, maka harta itu tidak akan
memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang.”
(H.r. Al-Bukhari dan Muslim)

Yang Kedua; harta adalah ujian bagi manusia. Jika manusia ingin lulus
dalam ujian itu, ia harus bersikap benar dalam mengelola hartanya yaitu dengan
menginfakkannya di jalan Allah.
Allah berfirman,

‫ﱼ‬...‫ﱽﭐﱡﱢﱣﱤﱥ‬
“Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai ujian dan
sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.” (Q.s. Al-Anfal: 28)

Dalam kehidupan kita, Allah akan selalu memberikan ujian dalam berbagai
bentuk. Ujian diberikan sebagai tolok ukur ketakwaan seseorang. Sebagian ujian
berupa musibah dan sebagian yang lain berupa nikmat. Ujian musibah bisa berupa
penyakit, kehilangan rasa aman, kekurangan harta, masalah yang bertubi-tubi dan
lain-lain. Ujian nikmat bisa berupa harta yang banyak, anak-anak yang sehat, istri
yang rupawan, ilmu yang tinggi dan lain-lain. Untuk bisa lulus dalam ujian musibah
seseorang perlu bersabar dan ridha dengan semua anugerah Allah. Sedangkan dalam
ujian nikmat, seseorang dianggap lulus apabila mampu bersyukur dengan
menggunakan nikmat itu dalam rangka mengabdi dan menyembah Allah.
Maka dalam konteks inilah seorang muslim harus menginfakkan hartanya di
jalan Allah, sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah dan menjadi bekal kehidupan
akhirat yang kekal. Sebab pada dasarnya, harta yang benar-benar kita miliki adalah
harta yang kita dapatkan di akhirat. Dan harta itu bisa diraih dengan banyak
melakukan infak di dunia. Betapa banyak ayat dan hadis yang memberikan motivasi
kita untuk berinfak. Diantaranya:
Allah berfirman,
KHUTBAH JUMAT IKADI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

‫ﱽﭐﲠﲡﲢﲣﲤﲥﲦﲧﲨﲩﲪﲫﲬﲭﲮﲯ‬
‫ﲰ ﲱ ﲲ ﲳ ﲴ ﲵﱼ‬
“Infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum
kematian datang kepada salah seorang di antaramu. Dia lalu berkata (sambil menyesal),
“Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku sedikit waktu lagi,
aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang saleh.”
(Q.s. Al-Munafiqun: 10)

Allah juga berfirman,

‫ﱽﭐﲲ ﲳﲴﲵﲶﲷﲸﲹﲺﲻﲼﲽﲾﲿ‬

‫ﳀ ﳁﳂ ﳃ ﱼ‬
“Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Dia akan
melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
(Q.s. Al-Baqarah: 245)

Maksud memberi pinjaman kepada Allah Subhanahu Wata'ala adalah


menginfakkan harta di jalan-Nya.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah


Yang Ketiga; Islam tidak melarang seorang muslim menjadi kaya, selama
tidak membuatnya lalai dan menghamba kepada harta.
Kaya dan miskin adalah anugerah Allah. Sebagian orang Allah mudahkan
mendapatkan rezeki yang banyak, dan sebagian lain Allah takdirkan mempunyai
rezeki yang sedikit. Allah berfirman,

‫ﱼ‬...‫ﱽﭐﲯﲰﲱﲲﲳﲴﲵ‬
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan (bagi siapa
yang dikehendaki-Nya).” (Q.s. Ar-Ra'd: 26)

Setiap kita diperintahkan untuk berusaha semaksimal mungkin


mendapatkan rezeki halal untuk mencukupi kebutuhan kita dan keluarga kita. Dan
Allah akan memudahkan jalan untuk meraih anugerah rezeki-Nya selama kita mau
KHUTBAH JUMAT IKADI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

berusaha dan berdoa. Pada akhirnya, ada orang-orang yang Allah takdirkan
mempunyai harta yang sangat banyak, ada yang mendapatkan harta yang cukup,
bahkan ada yang tetap kekurangan.
Maka tidak salah untuk menjadi kaya. Bahkan sebaiknya setiap muslim itu
kaya, agar harta yang banyak itu dapat digunakan untuk memberikan kemanfaatan
sebesar-besarnya untuk orang lain, bukan digunakan untuk berfoya-foya dan
bermaksiat kepada Allah. Inilah makna sabda Nabi,

َ ‫الصال ُح للح َم حرء‬


»‫الصا ّل ّح‬ َ ‫«ن حع َم ال ح َم ُال‬
ّ ّ ّ ّ
“Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih.” (H.r. Ahmad)

Menjadi kaya tidak semestinya gila harta. Karena seseorang bisa tetap kaya,
dengan tetap menjaga hatinya untuk tidak tergantung kepada harta, apalagi
menghamba kepada harta. Sifat menghamba harta inilah yang dilarang oleh
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam sabdanya,
َ َ
َ ‫ َواخلَم‬،‫يفة‬ َ ‫ِّ ح‬ ِّ ‫«تَع َس َعبح ُد‬
َ‫ادلين‬
»‫يص ّة‬ ّ ّ ‫ َوالوْق ّط‬،‫ َوادلره ّم‬،‫ار‬
ّ ّ
“Binasalah hamba dinar, dirham, kain mewah dan sutra.” (H.r. Al-Bukhari)

Contoh dari menjadi kaya tanpa gila harta adalah para sahabat Nabi seperti
Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah dan lain-lain.
Mereka kaya, akan tetapi hartanya sepenuhnya digunakan untuk mengabdi dan
menghamba kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah


Demikianlah konsep Islam dalam memandang harta. Semoga kita semua
dijadikan orang-orang yang cukup harta dan mampu menggunakan harta tersebut
untuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain dan mengabdi kepada Allah,
Amin Ya Rabbal Alamin.

َ ‫َ ح‬ ‫ح‬ َ ‫ح‬ ُ َ َ َ َََ ‫ح َ ح‬ ‫ح‬ ُ‫ح‬ ‫ح‬ ُ ََ ‫َ َ َ ُ ح‬


‫ات‬
ّ ‫ ونفع ِّن و ّإياكم بّما ّفي ّه ّمن اْلي‬،‫آن الك ّريم‬ ّ ‫بارك اهلل ِّل ولكم بّالوْقر‬
َ ‫ َو َت َوْق َب َل ّم َنا ّت َل َوتَ ُه إنَ ُه ُه َو‬،‫كيحم‬ ‫َ ِّ ح ح‬
‫الر ّحيحم‬
َ ‫اب‬ُ ‫ال َو‬
ّ
َّ ‫اْل‬ ‫واّلك ّر‬
‫‪KHUTBAH JUMAT IKADI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA‬‬

‫‪Khutbah Kedua:‬‬

‫َ‬ ‫َ‬ ‫ََ َ ُ َ‬ ‫ح‬ ‫ُّ ح َ َ َ‬ ‫َ ح‬ ‫َ ح‬


‫الِلُ‬ ‫اْل َ حم ُد هلل ََع ّإح َسانّ ّه‪َ ،‬والشك ُر َُل ََع ت حو ّفيح ّوْق ّه َوام ّتنَانّه‪ ،‬وأشهد أن ال ّإَل ّإال‬
‫َ‬
‫َ‬ ‫َ ُ َ َ ََ ُ َ ً َ ُ ُ َ َ ُ ُُ َ‬ ‫ح َ َ َ َ َُ َ ح حً َ ح‬
‫َشيك َل تع ّظيما لّشأنّه‪ ،‬وأشهد أن ن ّبينا ُممدا عبده ورسوَل ادل ّا ي ّإَل‬ ‫َ ُ‬
‫وحده ال ّ‬
‫ح‬
‫ّرض َوانّه‪.‬‬
‫ََ َح‬
‫أما بعد؛‬
‫َ‬
‫َ ح‬ ‫َ َ َ ُ ُ‬ ‫َُ‬ ‫ََ ََ َ‬
‫اد اهلل‪ ،‬ا َت ُوْقوا َ‬
‫ـموت َن ّإال َوأنتُ حم ُم حس ّل ُمون‪.‬‬ ‫اهلل َح َق توْقاتّ ّه‪ ،‬وال ت‬ ‫ّ‬ ‫فيا عب‬
‫حَ ح‬ ‫َع ال ح َهادي الحبَش حْي‪َ ،‬و ِّ‬
‫الِّساج ال ح ُمن حْي‪ ،‬نَبيِّنَا ُُمَ َمد َ‬
‫َ‬ ‫ُ َ َ ُّ َ َ ِّ ُ َ َ‬
‫ِ الفض ّل‬ ‫ّ‬ ‫اح‬
‫ّ‬ ‫ص‬ ‫ٍ‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫ثم صلوا وسلموا‬
‫اَل ف َ‬ ‫ُ ََ َ‬ ‫ح َ ح ََ ح َ َ‬
‫كتابّ ّه‪ :‬ﱽﭐ ﱢ ﱣ ﱤ ﱥ ﱦ ﱧﱨ‬ ‫ّ ّ‬ ‫ع‬ ‫ت‬ ‫اهلل‬ ‫ال‬ ‫الك ّبْي‪ .‬فوْقد ق‬
‫ﱩ ﱪ ﱫﱬ ﱭﱮ ﱯ ﱰ ﱼ‬
‫َ َ‬ ‫ََُ َ َ َ َح َ ََ حَ حَ َ ََ‬ ‫َ َ ُ َ َ ِّ َ َ ُ َ َ َ َ َ‬
‫آل ّإبح َرا ّهيح َم إنك‬‫ّ‬ ‫َع‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ي‬ ‫ه‬
‫ّ‬ ‫ا‬‫ر‬ ‫ب‬ ‫إ‬
‫ّ‬ ‫َع‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ما‬ ‫ك‬ ‫د‬‫ٍ‬ ‫م‬ ‫ُم‬ ‫آل‬‫ّ‬ ‫َع‬ ‫اللهم صل َع ُمم ٍد و‬
‫ح َ ح َ ُ ََ َ ُحَ َ‬ ‫َ‬ ‫حُ َ َ‬ ‫ار َض اللَ ُه َم َ‬ ‫ََحيح ٌد َميحد‪َ ،‬و ح‬
‫ل‪،‬‬ ‫ان َو َ َّ‬ ‫م‬ ‫ث‬‫ع‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ‫ب‬ ‫ْي‬ ‫أ‬ ‫ن‪،‬‬ ‫الراشديح‬
‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫َ‬ ‫ء‬‫ّ‬ ‫ا‬ ‫ف‬ ‫ل‬ ‫اخل‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬
‫ّ‬ ‫َ‬ ‫ّ َ ٍ‬ ‫ّ‬ ‫َ‬
‫ح‬
‫َ َ َ ح َ َ ح َ َ َ َ َ ُ ح َ ِّ َ َ َ َ َ ح َ َ ح َ ح‬
‫نـك وك ّر ّمك يا أكرم الكر ّمي‪.‬‬ ‫َو َع ّن الصحاب ّة أْجعي‪ ،‬وعنا معهم بّم‬
‫َ ح‬
‫حيَا ٓ ّء منح ُهمح‬ ‫الم حؤمنَ‬ ‫ي َو ُ‬ ‫الم حؤمن ح َ‬ ‫ي َوال ح ُم حسل َمات‪َ ،‬و ُ‬ ‫اغف حر للح ُمسلم َ‬ ‫هُ َ ح‬
‫ّ‬ ‫ال‬ ‫‪،‬‬ ‫ات‬‫ّ ّ‬ ‫ّّ‬ ‫ّ ّ‬ ‫ّّ‬ ‫ّ ّ‬ ‫اللهم‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ َ ٌ َ ٌ ُ‬ ‫َ‬ ‫َ حَح‬
‫ات‬
‫ميِ ادلعو ّ‬ ‫والموات‪ّ ،‬إنك س ّميع ق ّريِ ّ‬
‫َ ُ َ َ َ ح َ َ َ َ ح ُ ح ح َ َ َ ِّ ح َ َ ح ُ ح ح‬
‫ِّش ّكي‬ ‫اللهم أ ّعز اْل َسلم والم َس ّل ّمي َوأ ّذل الِّشك ُوالم ّ‬
‫حَ َ َ ح ح َََ َ ُ ََ ُ َ‬ ‫َُ َ َ‬
‫ورنا‬ ‫ّ‬ ‫م‬ ‫أ‬ ‫ة‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ئ‬
‫ّ ّ‬ ‫أ‬ ‫ح‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫أ‬‫و‬ ‫‪،‬‬ ‫ا‬‫ن‬‫ّ‬ ‫ن‬ ‫ا‬‫ط‬ ‫و‬ ‫أ‬ ‫ف‬‫اللهم آ ّم ّ‬
‫ا‬‫ن‬
‫اخلَاِسينَ‬ ‫َََ َ َ حَ َحُ َ َ َ ح َح َ ح ح ََ ََح َحَ ََ ُ َ َ َ ح‬
‫ربنا ظلمنا أنفسنا َو ّإن لم تغ ّفر لا وترَحنا لكونن ّمن َ ّ ّ‬
‫الر ّح ُ‬
‫اب َ‬ ‫ال َو ُ‬ ‫ت َ‬ ‫ك أن ح َ‬ ‫َََ ََ َح َ َ َ ح َ َ ُ حَ ُ َُ ح َ َحَ َ َ‬
‫يم‬ ‫ربنا توْقبل ّمنا ّإنك أنت الس ّميع الع ّليم وتِ علينا ّإن‬
‫ي إ َماماً‬ ‫اج َعلحنَا للح ُم َتوْق َ‬ ‫َ َ َ َ ح َ َ ح َ ح َ َ َ ُ ِّ َ َ ُ َ َ َ ح ُ َ ح‬
‫ّ ّ ّ‬ ‫يو‬ ‫اجنا وذرياتّنا قرة أع ٍ‬ ‫ربنا هِ لا ّمن أزو ّ‬
‫ح‬
‫واْلَ حم ُد َلِل َربِّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُّ ح َ َ َ َ ً َ ح َ َ َ َ ً َ َ َ َ‬ ‫َر َبنَا آت َ‬
‫ّ ّ‬ ‫ار‪.‬‬
‫ّ‬ ‫ال‬ ‫اب‬ ‫ذ‬ ‫ع‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ق‬
‫ّ‬ ‫و‬ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫ة‬
‫ّ‬ ‫ر‬ ‫خ‬‫ّ‬ ‫اْل‬ ‫ِف‬
‫ّ‬ ‫و‬ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ادل‬ ‫ف‬ ‫ّ‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ّ‬
‫َ َ‬ ‫َ‬
‫حَ َ َ حُ‬
‫العال ّمي‪ ،‬أ ّقيموا الصلة‪...‬‬

Anda mungkin juga menyukai