Anda di halaman 1dari 2

Implikasi Filsafat Naturalisme Dalam Pendidikan

Fenomena menarik di bidang pendidikan saat ini adalah lahirnya berbagai


model pendidikan yang menjadikan alam sebagai tempat dan pusat kegiatan
pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi dilakukan di dalam kelas yang dibatasi
oleh ruang dan waktu an sich, tetapi lebih fokus pada pemanfaatan alam sebagai
tempat dan sumber belajar. Belajar di dan dengan alam yang telah menyediakan
beragam fasilitas dan tantangan bagi peserta didik akan sangat menyenangkan.
Tinggal kemampuan kita bagaimana “mengekploirasi” sumber daya alam menjadi
materi pelajaran yang sangat berguna.

Dalam buku Quantum Learning Bobbi De Porter mengatakan "Dengan


mengendalikan lingkungan Anda, Anda melakukan langkah efektif pertama untuk
mengendalikan seluruh pengalaman belajar Anda". Bahkan sekiranya saya harus
menyebutkan salah satu alasan mengapa program kami berhasil membuat orang
belajar lebik baik, saya harus menyebutkan karena kami berusaha menciptakan
lingkungan optimal, baik secara fisik maupun emosional.

Bobbi De Porter juga yang pertama kali mengenalkan model pendidikan


Quantum secara terprogram dengan nama Super Camp. Ia menjadikan alam
sebagai tempat pembelajaran. Peserta didik dengan bebas "mengeksploirasi" apa
yang mereka lihat, dengar, dan rasakan di alam. Guru menempatkan dirinya
sebagai mitra peserta didik dalam berdiskusi menyelesaikan problem yang
ditemukan di alam. Output dari model pendidikan Quantum ini terbukti memiliki
keunggulan kompetitif lebih baik dibandingkan out put model pendidikan
konvensional yang dilakukan di dalam kelas. Melalui Super Camp peserta didik
lebih leluasa memanifestasikan subyektifitasnya yang sangat jarang ditemukan
dalam praktik pendidikan konvensioal dalam kelas di sekolah.

Menyatunya para siswa dengan alam sebagai tempat belajar dapat


memuaskan keingintahuannya, sebab mereka secara langsung berhadapan dengan
sumber dan materi pembelajaran secara riil. Hal yang sangat jarang terjadi pada
pembelajaran di dalam kelas. Di alam mereka akan melihat langsung bagaimana
sapi merumput, mereka mendengar kicau burung, mereka juga merasakan
sejuknya air, mencium harum bunga, memetik sayur dan buah yang semuanya
merupakan pengalaman nyata tidak terlupakan. Mereka belajar dengan nyaman,
asyik dan berlangsung dalam suasana menyenangkan, sehingga informasi terekam
dengan lebih baik dalam otak para siswa.

Jika di dalam kelas subyektifitas peserta didik tertekan oleh otoritas guru,
maka di alam, guru dan peserta didik dapat dengan leluasa menciptakan hubungan
yang lebih akrab satu sama lain. Dari hubungan yang akrab ini lebih lanjut terjadi
hubungan emosional yang mendalam antara guru dengan peserta didiknya. Dalam
kondisi seperti ini, subyektifitas peserta didik dengan sendirinya akan mengalir
dalam diskusi dengan guru di mana telah tercipta suasana belajar yang kondusif.
Melalui proses eksploratoris seperti di atas, para siswa telah melakukan apa yang
dikenal dengan istilah global learning, sebuah cara belajar yang begitu efektif dan
alamiah bagi manusia tanpa harus merasakan adanya tekanan seperti belajar di
dalam kelas.

Anda mungkin juga menyukai